• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2020"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PENGALAMAN WANITA YANG BEKERJA MENJADI LC DALAM MENGHADAPI TEKANAN SOSIAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Psikologi

Disusun oleh : Erviana Nur Hidayawati

139114040

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

iv

HALAMAN MOTO

MAN JADDA

WAJADDA

Barang siapa yang bersungguh-sungguh maka

dia akan berhasil.

"Jangan takut berjalan lambat, takutlah jika hanya berdiri

(3)

v

Karya ini saya persembahkan untuk

Tuhan Yang Maha Esa

Keluarga terkasih, Bunda, Ayah, Adik, Engkong

dan Bu Sri yang selalu mendoakan kelulusanku

dan memberikanku dukungan baik materil

maupun moril.

Tak lupa juga untuk Meme, para sahabat dan

teman-teman yang selalu ada yang dan

membantu dengan memberikan dukungan, ilmu,

informasi, semangat, cinta dan kasih yang luar

(4)

vii

PENGALAMAN WANITA YANG BEKERJA MENJADI LC DALAM MENGHADAPI TEKANAN SOSIAL

Erviana Nur Hidayawati

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman LC (Lady Companion) terkait pengalaman menyenangkan, pengalaman tidak menyenangkan dan mendeskripsikan cara mereka menghadapi pengalaman tidak menyenangkan yang berupa tekanan sosial masyarakat. Tekanan sosial masyarakat dibedakan menjadi tekanan sosial di tempat kerja dan tekanan sosial di lingkungan tempat tinggal. Partisipan penelitian berjumlah 3 orang. Pemilihan partisipan menggunakan criterion sampling dan snow-balling dengan kriteria LC rule of the game yang bekerja di tempat karaoke di Yogyakarta. Metode pengambilan data dengan wawancara semi terstruktur dan analisis isi kualitatif (AIK) dengan pendekatan deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua informan memiliki pengalaman menyenangkan dan tidak menyenangkan. Kemudian, informan menganggap bahwa tekanan sosial masyarakat merupakan masalah terbesar yang mereka hadapi. Teryata, semua strategi koping digunakan oleh LC untuk menghadapi tekanan sosial karena mereka akan memilih strategi koping yang sesuai dengan situasi yang mereka hadapi. Namun, strategi koping yang sering digunakan adalah emotion focused coping dengan dua kategori, 1) positive reappraisal karena menghasilkan uang banyak termasuk hal yang menyenangkan dan merupakan sebuah coping, 2) accepting responbillity yaitu informan cenderung menerima tekanan sosial tersebut sebagai konsekuensi dari pekerjaannya. Akhirya, kedua strategi koping tersebut membuat mereka tetap bertahan menjalani pekerjaannya.

Kata kunci: LC, Tekanan Sosial,Strategi Koping, analisis isi kualitatif

(5)

viii

THE EXPERIENCE OF WOMEN WHO WORK AS LC (Lady Companion) IN CONFRONTING SOCIAL PRESSURE

Erviana Nur Hidayawati ABSTRACT

This research is aimed to explore the experiences of Lady Companion (LC) related to pleasing experience, unpleasing experience and describe how they deal with the unpleasing experience which is the social pressure form the society. Social pressure is differentiated into social pressure at work place and social pressure in their living neighborhood. The research participants are of three people. Criterion sampling and snow-balling with criteria were used to choose the participants. LC rule of the game who works at a karaoke place in Yogyakarta. Method used to collect the data was semi-structured interview and qualitative content analysis with deductive approach. The result yielded that all informants have pleasing experience and unpleasing experience. The informants considered that social pressure is a big issue that they encountered. In fact, all of the coping strategies are used by the LC to deal with social pressure because they will choose the proper coping strategy that fits their situation. There after, the coping strategy that they often use is emotion focused coping with two categories, 1) positive reappraisal because earning a lot of money is considered to be a pleasing thing and a coping, 2) accepting responsibility that means that the informant tend to accept the social pressure as a consequences or their job. Eventually, both coping strategies make them survive with their job.

(6)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Pertanyaan Penelitian ... 8 C. Tujuan Penelitian ... 8 D. Manfaat Penelitian ... 8 1. Manfaat Teoretis ... 8 2. Manfaat Praktis ... 9

(7)

xiii

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Tempat Hiburan Malam... 10

B. LC (Lady Companion) ... 12

C. Bentuk Tekanan Sosial yang dialami LC ... 15

D. Cara LC dalam Menghadapi Tekanan Sosial ... 18

1. Tipe-Tipe Strategi Koping ... 20

2. Faktor Pendukung Koping ... 23

E. Kerangka Teoretis ... 24

F. Hasil yang diharapkan ... 26

BAB III. METODE PENELITIAN ... 27

A. Jenis dan Desain Penelitian ... 27

B. Fokus Penelitian ... 28

C. Partisipan ... 29

D. Peran Peneliti ... 31

E. Metode Pengambilan Data ... 32

F. Analisis dan Interpretasi Data ... 35

G. Kredibilitas Data ... 39

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Pelaksanaan Penelitian ... 41

B. Latar Belakang Informan dan Dinamika Proses Wawancara ... 42

C. Hasil Penelitian ... 53

1. Pengalaman yang Menyenangkan ... 54

(8)

xiv

a. Tekanan Sosial di Tempat Kerja ... 55

b. Tekanan Sosial di Lingkungan Masyarakat ... 57

3. Pengalaman Penggunaan Strategi Koping ... 60

D. Pembahasan ... 74

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Keterbatasan Penelitian ... 85

C. Saran ... 86

1. Bagi penelitian selanjutnya ... 86

2. Bagi masyarakat ... 87

DAFTAR ACUAN ... 88

LAMPIRAN ... 92

Lampiran A. Contoh Inform Consent Partisipan ... 93

(9)

xv

DAFTAR GAMBAR

(10)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Informan Wawancara ... 31

Tabel 2. Krikteria Tekanan Sosial ... 38

Tabel 3. Krikteria Strategi Koping Miliki Lazarus dan Folkman ... 38

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hiburan malam adalah kegiatan yang dilakukan pada malam hari untuk menghibur diri sesuai dengan motif yang mendorong orang berkunjung. Jenis-jenis hiburan malam yang ada seperti klub malam/diskotik, karaoke, cafe, pub and bar, live music, biliar, coffee shop hingga sarana perjudian. Tetapi, pada penelitian ini peneliti akan berfokus pada tempat hiburan karaoke dan wanita yang bekerja di tempat hiburan tersebut. Karaoke merupakan sebuah tempat di mana seorang dapat bernyayi dengan diiringi musik dan teks lirik yang ditunjukkan pada layar LCD yang difasilitasi dengan komputer yang digunakan untuk memilih lagu, satu set sofa dan meja untuk, 2 buah mikrofon dan sound system yang diletakan di pojok-pojok di dalam ruangan kecil yang disebut dengan room. Setiap room selalu diberi lapisan peredam suara pada setiap dindingnya. Di tempat karaoke biasanya terdapat 4 macam ruangan, yaitu: small, medium, large dan VIP dengan konsep ruangan yang berbeda.

Kehadiran karaoke tidak dapat lepas dari LC (Lady Companion) atau Lady escort yaitu perempuan yang menemani tamu di tempat karaoke atau disebut perempuan pemandu lagu (Moammar, 2008). LC juga memiliki istilah lain seperti purel, madame dan hostes. Kita bisa menyewa jasanya melalui mami (sebutan bagi penyedia jasa LC) atau server karaoke. Seorang LC di tuntut bekerja dengan pakaian glamour (berpakaian sexy dan riasan muka yang maksimal) untuk menjadi daya tarik bagi pengunjung laki-laki. Banyak masyarakat yang

(12)

beranggapan bahwa bekerja menjadi LC menyimpang dari norma sosial dan norma agama. Masyarakat juga beranggapan bahwa LC merupakan wanita nakal karena bergumul dengan kehidupan malam dan lelaki hidung belang (Suherli, 2014). Hal tersebut diperkuat dengan beberapa jurnal dan artikel yang menunjukkan bahwa banyak masyarakat memiliki pandangan negatif terhadap dunia hiburan malam karena identik dengan “drugs”, minuman alkohol, sex bebas dan kekerasan (Hughes et al., 2007; Norton-Hawk, 2015). Selain itu, masyarakat juga beranggapan bahwa pekerjaan LC sama seperti pelacur (Mubarak, 2014). Anggapan negatif tersebut akan membentuk persepsi negatif masyarakat dan akan tetap melekat pada seorang LC meskipun ia sudah berhenti dari pekerjaannya (Hairul, 2018).

Persepsi negatif tentu akan menimbulkan tekanan sosial bagi seorang LC. Tekanan sosial biasanya ditunjukkan terhadap individu atau sekelompok orang untuk mengubah tingkah laku mereka agar sejalan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Persepsi negatif merupakan tekanan sosial dari masyarakat untuk merubah perilaku LC agar sesuai norma-norma yang ada dalam masyarakat. Meskipun demikian, seorang LC tentu mempunyai banyak faktor untuk tetap bertahan pada pekerjaan mereka. Banyak faktor yang membuat mereka bekerja menjadi LC diantaranya faktor ekonomi karena bekerja menjadi LC menghasilkan banyak uang (Hairul, 2018; Mubarak, 2014) atau semata-mata hanya untuk mencari hiburan (Suherli, 2014). Faktor lain adalah menjadi LC tidak membutuhkan banyak keterampilan dan pendidikan yang tinggi karena tugas mereka hanya menemani pelanggan bernyanyi, memilih play list lagu dan

(13)

menemani pelanggan meminum alkohol di dalam room (Moammar, 2008). Menjadi LC bisa mendapatkan uang dengan cepat karena tarif LC sekitar 100.000-200.000 perjam dan itu belum termasuk tip yang didapatkan dari pelanggan (Hermanto, 2015). Tetapi, penghasilan tersebut masih dibagi dengan seorang mami sesuai dengan kesepakatan pembayaran.

Cara seseorang menghadapi tekanan psikologi disebut dengan strategi coping. Strategi coping didefinisikan oleh Folkman (seperti dikutip dalam Lazrus & Folkman, 1984) sebagai bentuk usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengatur tekanan internal dan eksternal yang timbul dari hubungan individu dengan lingkungan yang dianggap menganggu batas-batas yang dimiliki oleh individu tersebut. Kemudian, strategi coping merupakan aktivitas-aktivitas spesifik yang dilakukan dalam bentuk kognitif dan perilaku, baik disadari maupun tidak oleh individu dengan tujuan untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman yang ditimbulkan oleh tekanan internal maupun eksternal. Strategi koping biasa digunakan untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan negatif, mempertahankan keseimbangan emosi dan self image positif, serta meneruskan hubungan yang memuaskan dengan orang lain.

Lazarus dan Folkman (seperti dikutip dalam Aldwin & Revenson, 1987) mengklasifikasikan strategi coping menjadi Problem focused coping (PFC) dan Emotion focused coping (EFC). Problem focused coping (PFC) merupakan strategi coping untuk menghadapi tekanan secara langsung melalui tindakan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengubah sumber-sumber tekanan. Emotion focused coping (EFC) merupakan strategi untuk meredakan emosi individu yang

(14)

ditimbulkan oleh sumber tekanan, tanpa berusaha untuk mengubah suatu situasi yang menjadi sumber tekanan secara langsung. Problem focused coping (PFC) terdiri atas beberapa aspek seperti konfrontasi, mencari dukungan sosial, dan merencanakan pemecahan masalah. Kemudian, Emotion focused coping (EFC) juga terdiri dari beberapa aspek seperti kontrol diri, membuat jarak, penelian kembali secara positif, menerima tangungjawab, lari atau menghindar

Isu yang muncul dalam topik penelitian ini yaitu profesi seorang LC yang mendapat persepsi negatif dari masyarakat membuat adanya tekanan sosial dari masyarakat yang akan memberikan pengaruh psikologi dalam diri LC. Maka, LC harus dapat mengatasi tekanan sosial tersebut agar mereka dapat bertahan hidup ditengah masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengeskplorasi bentuk-bentuk tekanan sosial yang dialami LC dan cara mereka mengatasinya.

Memikirkan dampak negatif yang ditimbulkan dari pekerjaan tersebut mungkin akan menimbulkan berbagai kecemasan (Hairul, 2018). Hairul (2018) dalam penelitiannya yang berjudul gambaran kecemasan pada wanita pekerja tempat hiburan malam (wanita penghibur) ditemukan bahwa ada 4 kecemasan yang dialami diantaranya kecemasan terhadap kondisi kesehatan, kecemasan moral, kecemasan razia, kecemasan terhadap tindak kekerasan dan pelecehan seksual.

Penelitian-penelitian terdahulu seperti penelitian Anggraini et al. (2015) menemukan bahwa aktivitas-aktivitas tempat hiburan malam berkaitan dengan perubahan perilaku sosial masyarakat dan aktivitas tempat hiburan malam menjadikan masyarakat bersifat individualis serta maraknya pelanggaran norma

(15)

hukum dan susila baik yang dilakukan di dalam tempat hiburan dan di masyarakat. Hal ini semakin diperkuat dengan beberapa hasil penelitian seperti penelitian Norton-Hawk (2015) yang meneliti mengenai social class, drugs, gender and the limitations of the law contrasting the elite prostitute with street

prostitute dan menemukan bahwa kelas sosial mempengaruhui tingkat penggunaan obat-obat terlarang antara elite prostitute with street prostitute. Walaupun demikian, wanita tersebut tetaplah mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Penelitian yang sejalan tetapi dengan subjek yang berbeda dilakukan Ifwar (2015) mengenai lifestyle visitor MP club Pekanbaru dan Sari (2015) mengenai mahasiswa clubbers dan dunia malam dalam perspektif dramaturgi Erving Gofman, keduanya meneliti mengenai pengunjung tempat hiburan malam dan menemukan hasil bahwa pengunjung hiburan malam yang melakukan aktifitas clubbing dengan pola-pola tindakan yang menyimpang dari norma sosial seperti merokok, meminum alkohol, menari dan menggunakan narkotika jenis inex yang membentuk suatu gaya hidup hedonis.

Karaoke dianggap sebagai tempat prostitusi terselubung seperti penelitian Trisna (2015) pada sebuah tempat Club Executive Karaoke, masyarakat memberi persepsi negatif karena menganggap Club Executive Karaoke sebagai tempat prostitusi terselubung karena ruangan karaoke yang tertutup dan didalamnya terdapat muda-mudi yang berlainan jenis, peredaran narkoba dan peredaran minuman keras. Berdasarkan penelitian Ida (2004) dan Benecdita (2011), mengenai tubuh perempuan dalam goyang dangdut menunjukkan bahwa tubuh perempuan dianggap mengandung „sensualitas‟ yang menggugah berahi laki-laki.

(16)

Penelitian tersebut hampir sama dengan LC yang bertugas bernyanyi dan berjoget di dalam ruangan untuk memuaskan pelanggannya. Berdasarkan penelitian diatas kita menemukan bahwa LC merupakan sebuah „produk‟ yang dihasilkan dari sebuah tempat hiburan karaoke. Perempuan yang bekerja pada malam hari tentu rawan dengan tindak kejahatan seksual, Astuti (2011) meneliti mengenai hubungan kesadaran akan kerentanan diri dan mekanisme coping pada perempuan pekerja malam di tempat hiburan karaoke dan menemukan bahwa mekanisme coping ternyata dapat terjadi atau timbul hanya dengan adanya kerentanan diri pada perempuan pekerja malam dan tidak harus selalu berorientasi pada munculnya rasa takut mengalami kekerasan seksual.

LC dalam menjalani kehidupan sehari-hari sama dengan wanita biasa tetapi yang membuatnya berbeda adalah profesi yang dijalaninya. Wiguna (2013) meneliti mengenai perilaku pemandu lagu karaoke di kota Bandung dengan teknik studi dramaturgi dan mendapatkan hasil bahwa para pemandu lagu mampu memainkan dua peran yang berbeda dalam proses kehidupannya, seperti dari cara berpenampilan, gaya bicara, cara mereka berinteraksi, aktifitas dan rutinitas mereka dijalankan dalam dua peran yang berbeda, dan mereka mampu menjalankan peran tersebut secara bersamaan dengan baik. Ketika bekerja maka seorang LC harus bersikap professional dan memainkan peran yang handal layaknya artis dalam sebuah pertunjukkan. Selanjutnya, ketika berada pada posisi tidak bekerja maka seorang LC menjadi dirinya sepenuhnya seperti wanita pada umumnya. Hidayati (2015) meneliti mengenai kekerasan pada pekerja seks komersial di tempat karaoke XH di jember dan menemukan bahwa adanya

(17)

kekerasan pada PSK yang meliputi kekerasan fisik seperti dipukul pantatnya, dijambak, digigit, ditendang, disulut rokok dan pemaksaan melakukan hubungan intim ditempat yang tidak selayaknya (toilet karaoke), kekerasan psikis seperti stigma negatif, hinaan, dikucilkan, ditipu, dan diberi janji-janji manis, sedangkan kekerasan seksual yang dialami PSK dalam penelitian ini meliputi dipaksa melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu orang, dipaksa melayani pelanggan walau sedang menstruasi dan dipaksa melakukan anal.

Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut. penelitian yang pernah dilakukan mengenai wanita pekerja malam hanya sebatas pada perilaku wanita pekerja malam, presepsi negatif masyarakat mengenai hiburan malam sebagai prositusi yang teselubung, rawannnya tindak kejahatan di malam hari, kekerasan seksual terhadap wanita pekerja malam dan kecemasan yang dialami oleh wanita pekerja malam. Kemudian, Beberapa penelitian di atas masih menggunakan metode survey dengan pendekatan kuantitatif dan observasi. Selain itu, peneliti dengan menggunakan subjek LC di Indonesia masih sedikit yang mengungkap segi psikologis karena dari beberapa penelitian sebelumnya lebih banyak membahas segi gaya hidup, perilaku wanita pekerja malam dan kecemasan yang dihadapi oleh wanita pekerja malam tanpa mendalami bagian psikologi seperti dampak dari kekerasan verbal maupun nonverbal dari status pekerjaannya dan bagaimana cara mereka menghadapi kecemasan yang timbul akibat dari pekerjaan yang ia pilih. Sehingga peneliti ingin menutup defisiensi tersebut dengan mengeksplorasi pengalaman penggunaan strategi coping pada LC (wanita pekerja malam) dalam menghadapi tekanan sosial masyarakat.

(18)

Untuk melengkapi defisiensi tersebut, peneliti dalam penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis isi kualitatif agar mendapatkan data yang lebih akurat sesuai dengan kriteria. Analisis isi kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk menafsirkan secara subjektif isi data berupa teks melalui proses klasifikasi sistematik berupa coding atau pengodean dan pengidentifikasian aneka tema atau pola merupakan pernyataan dari Hsieh & Shannon (seperti dikutip dalam Supratiknya, 2015). Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seorang wanita yang bekerja di tempat karaoke. Selanjutnya, penelitian ini akan mengumpulkan data dengan melakukan wawancara semi terstruktur gar peneliti memperoleh data yang lebih kaya.

B. Pertanyaan Penelitian

1. Apa saja bentuk-bentuk tekanan sosial yang dialami oleh wanita yang bekerja sebagai LC?

2. Bagaimana coping yang mereka gunakan dalam menghadapi tekanan sosial tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengekplorasi pengalaman LC terkait dengan profesi yang dijalaninya dan mendeskripsikan bagaiamana cara seorang LC menghadapi persepsi negatif masyarakat yang dituduhkan terhadapnya.

D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi akademis untuk memperkaya khasanah hasil penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

(19)

dibidang psikologi, sosial dan budaya. Khususnya yang berkaitan dengan profesi hiburan malam.

b. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk menambah wawasan atau informasi mengenai profesi sebagai LC.

b. Selain itu, dengan adanya penelitian ini maka akan membuka kesempatan kepada lady escort (LC) untuk membagi pengalaman mereka dalam melakukan pekerjaannya, sehingga dapat memperbaiki persepsi masyarakat yang beranggapan buruk tentang pekerjaan mereka.

(20)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini, penulis pertama-tama akan menjelaskan tentang tempat hiburan malam, kemudian menjelaskan mengenai wanita yang bekerja di tempat hiburan malam atau sering disebut sebagai LC (Lady Companion). Setelah itu, penulis akan menjelaskan tentang persepsi negatif dari masyarakat yang di berikan kepada LC yang menyebabkan tekanan sosial. Di bagian ke empat, peneliti akan menjelaskan cara LC dalam menghadapi tekanan sosial. Kemudian, pada bagian akhir, peneliti akan menyajikan kerangka berpikir dan hasil-hasil yang diharapkan dari penelitian ini.

A. Tempat Hiburan Malam

Hiburan adalah semua kegiatan atau perbuatan yang mempunyai tujuan untuk menghibur hati seseorang. Menurut R.S. Darmajati (seperti dikutip dalam Anggraini et al., 2015) mengatakan bahwa,”Istilah tempat hiburan malam berasal dari kata tempat yang berarti suatu lokasi, kedua berasal dari kata hiburan yaitu dimana para pengunjung sebagai hadirin yang datang untuk menyaksikan, menikmati atau mengagumi kejadian yang berlangsung untuk mendapatkan kepuasan sesuai dengan motif-motif yang mendorong kunjungan tersebut. Sedangkan malam berarti kegiatan tersebut terjadi pada malam hari. Macam tempat hiburan malam seperti tempat wisata malam, cafe, tempat karaoke bahkan diskotik akan menyuguhkan berbagai hiburan yang berbeda-beda demi menghibur para pengunjung yang datang. Tak jarang kita dapat menemui aneka minuman berakohol dan wanita-wanita seksi di berbagai tempat hiburan malam.

(21)

Menurut sebagian orang, tempat hiburan malam merupakan tempat yang cocok dikunjungi sebagai sarana pelepas penak. Tujuan seseorang mengunjungi tempat hiburan malam adalah untuk melepaskan stress dan mendapatkan kesenangan sesuai motif ia mengunjungi tempat tersebut. Ketika kita berkunjung ketempat hiburan malam maka kita dengan mudah akan menemui tempat yang menjual minuman berakohol dan menjajakan fasilitas seksual. Perdana (seperti dikutip dalam Syafati, 2007) mengatakan perilaku para menikmat hiburan malam sering disebut dengan perilaku dunia gemerlap. Hiburan malam diartikan sebagai dunia gemerlap yang memiliki kebebasan ekspresif, modern, teknologis, hedonis, konsumeristik, dan metropolis yang menjanjikan kegembiraan sesaat.

Pengunjung tempat hiburan malam terdiri dari berbagai kalangan baik dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Tempat hiburan yang sedang banyak di nikmati adalah tempat hiburan karaoke. Karaoke adalah salah satu bentuk sarana rekreasi menyanyi di dalam ruangan tertutup yang bisa dinikmati oleh seluruh kalangan keluarga dari berbagai usia, dari mulai anak, anak muda, orang dewasa,dan bermabagai macam profesi seperti, mahasiswa, pegawai ataupun eksekutif muda. Tempat hiburan karaoke memberikan fasilitas tempat yang nyaman hingga teknologi yang canggih yang tentunya ditujukan untuk menciptakan kenyamanan bagi semua pengunjungnya. Selain itu, karaoke juga menawarkan harga yang relatif mudah dijangkau sehingga memungkinkan dari berbagai kalangan untuk berkunjung. Tempat-tempat karaoke sekarang ini bukan hanya tempat untuk bernyanyi saja, tetapi di dalamnya terdapat berbagai macam minuman yang pastinya mengandung alkohol, bahkan ada juga wanita yang

(22)

menjadi pemandu lagu atau yang sering disebut PL dengan penampilan fisik yang cantik dan sexy, yang tugasnya menemani pengunjung di dalam ruang karaoke.

B. LC (Lady Companion)

Munculnya tempat hiburan karaoke salain sebagai sarana hiburan tentuakan membuka peluang pekerjaan bagi sebagian orang, salah satunya adalah peluang pekerjaan sebagai LC. Umumnya pekerjaan sebagai LC dilakoni oleh seorang perempuan. Lady Companion (LC) merupakan sebutan bagi seorang wanita yang bekerja di tempat karaoke yang bertugas sebagai pemandu lagu (Moammar, 2008). LC memiliki peran penting di dalam tempat hiburan karaoke yaitu sebagai daya tarik yang menarik pelanggan untuk berkunjung ke kempat karaoke. Penggunaan istilah LC bisa berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Di Malang, wanita yang bekerja di tempat hiburan karaoke, diskotik atau tempat hiburan malam yang lain dan bertugas untuk menemani para tamu khusunya laki-laki untuk menemani minum-miniman keras di sebut dengan “Host Party”, sedangkan di Surabaya lebih dikenal dengan istilah “Purel” ada juga yang menyebutnya “Pemandu Lagu”, kemudian di Jakarta dikenal dengan istilah “Sexy Dancer”. Semua istilah tersebut merujuk pada “Lady Escort” yaitu wanita yang melayani tamu. Hanya saja saat ini istilah LC-lah yang paling sering digunakan dalam tempat hiburan karaoke (Moammar, 2015). Di Yogyakarta sendiri istilah LC yang paling popular dan mengarah pada wanita pemandu lagu. Pada intinya “Lady Companion” atau “Lady Escort” memiliki arti yang sama yaitu wanita yang bekerja di tempat hiburan malam yang memiliki tugas utama untuk

(23)

menemani tamu yang berkunjung di tempat hiburan malam seperti menemani bernyanyi, meminum alkohol dan mengobrol dengan tamu (Suherli, 2014).

Belakangan ini, tugas pokok seorang LC telah mengalami pergeseran. Berdasarkan buku Jakarta Undercover 4 in 1 yang di tulis oleh Moammar pada tahun 2015, ada tiga kategori LC yang di kelompokan berdasarkan tugas yang mereka jalani:

a. LC rule of the game yaitu LC yang bekerja sesuai dengan tugas pokoknyayaitu menemani minum, mengobrol dan bernyanyi dengan tamu.

b. LC XX yaitu LC yang berkerja dengan tugas pokoknya namun bisa memberikan belaian atau sentuhan mesra.

c. LC party atau LC berlabel XXX yaitu LC dengan label ini dapat memberikan pelayanan tambahan diluar dari tugasnya. Pelayanan tambahan yang diberikan berupa sambil bernyanyi juga berjoget sambil bertelanjang dan dapat memberikan layanan seksual. Di Indonesia lebih disebut dengan LC Bookingan.

Bekerja menjadi LC tidak membutuhkan banyak keahlian dan pendidikan yang tinggi. Bersuara merdu dan pintar bernyanyi juga bukan sebagai prioritas sehingga banyak orang yang tergiur memilih bekerja menjadi LC. Selain itu, meskipun LC bekerja di sebuah tempat karaoke tetapi mereka berstatus freelance yaitu tidak terikat. Jadi, seorang LC tetap dapat melaksanakan pekerjaan lain, di luar profesi mereka sebagai LC. Hal tersebut membuat beberapa wanita memilih

(24)

pekerjaan menjadi LC karena dianggap menguntungkan dan tidak memiliki waktu yang terikat.

Sebenarnya ada banyak faktor yang membuat seorang memilih profesi menjadi seorang LC diantaranya adalah latar belakang ekonomi dan pendidikan mereka yang rendah membuat mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu, ada faktor lain seperti pengaruh dari pergaulan atau semata-mata hanya untuk mengisi waktu luang. Wanita yang berprofesi sebagai LC pun memiliki latar belakang yang berbeda-beda seperti mahasiswa, ibu rumah tangga yang memiliki suami juga anak, model, penyanyi dangdut, atau SPG bahkan siswi yang masih duduk di bangku sekolah.

Kebanyakan para pengunjung tempat karaoke yang menggunakan jasa LC adalah seorang laki-laki. LC akan menggunakan busana sexy yang menunjukkan lekukan tubuhnya, memakai parfurme yang menggelitik indra penciuman serta merias wajahnya agar terlihat cantik dan menarik ketika bekerja. Serta menggunakan high heels (sepatu berhak tinggi) untuk menambah keseksiannya. Hal tersebut bertujuan untuk menarik para lelaki agar menggunakan jasanya karena rata-rata pengunjung menginginkan LC yang berenampilan cantik dan sexy. LC harus mampu menyiptakan euphoria di dalam ruangan karaoke ketika sedang berhadapan dengan tamu karena tujuan tamu datang ketempat hiburan adalah untuk mencari kesenangan. Ketika berada di dalam ruang karaoke seorang LC mulai memperlihatkan kelihaian mereka dalam bernyanyi dan menari. Tak jarang mereka juga akan berbicara dengan nada yang manja ketika berhadapan

(25)

dengan pelanggan mereka. Tak hanya itu mereka juga bertugas untuk menyiapkan lagu dan mikrofon dalam sebuah ruang karaoke.

Beberapa tempat karaoke juga biasanya menawarkan paket-paket menarik untuk menarik para pengunjung agar datang. Seperti di tempat karaoke bima66 di wilayah Klaten menyediakan paket jomblo dengan harga kisaran 400.000-900.000 rupiah para pelanggan sudah dapat menikmati jasa LC selama 2 jam dan sudah termasuk dengan sewa ruang karaoke serta minuman alkohol. Selain itu, mereka memberikan seragam yang lucu dan sexy untuk para LC yang bekerja di sana.

C. Bentuk Tekanan Sosial yang dialami LC

Setiap pekerjaan tentu akan memiliki resiko, baik secara fisik maupun psikis. LC pun demikian, resiko fisik yang terjadi biasanya berupa kekerasan karena LC bekerja pada malam hari dan berhubungan dengan alkohol sehingga rentan akan kekerasan. Sedangkan dalam hal psikis, seperti yang kita tahu bahwa LC dipadang sebagai suatu pekerjaan yang buruk oleh masyarakat. Berdasarkan pengkatagorian LC sesuai dengan tugasnya yang telah dijelaskan di atas, maka kecurigaan masyarakat mengenai LC merupakan sesuatu yang buruk telah berdasar karena ada beberapa LC yang memberikan layanan seksusal di luar dari tugas utamanya. Kecurigaan masyarakat yang cenderung negatif merupakan permasalahan yang dialami LC dalam bidang sosial. Kecurigaan masyarakat yang tertuju pada LC telah menjadi sebuah persepsi masyarakat. Persepsi negatif mengenai seorang LC seolah-olah telah menggambarkan diri seorang LC yang buruk karena status pekerjaannya, meskipun masih ada LC yang bekerja sesuai dengan tugas utamanya.

(26)

Persepsi masyarakat yang negatif tehadap LC sejalan dengan yang ditulis oleh Susilo (2016) bahwa persepsi masyarakat terhadap perempuan adalah sekumpulan tanggapan dalam suatu mayarakat yang menilai perilaku dan perbuatan yang dilakukan berkaitan dengan situasi suatu pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan. Jika dikaitkan dalam kasus ini, pekerjaan LC dianggap sebagai sesuatu yang negatif oleh masyarakat karena wanita yang bekerja manjadi LC sama seperti wanita yang bekerja sebagai PSK. Hal ini karena beberapa LC memberi pelayanan seksual kepada para tamu (Rohmawati, 2016). Akibatnya, semua wanita yang berprofesi sebagai LC dipersepsi masyarakat sebagai hal yang negatif meskipun tidak semuanya demikian dan hal tersebut akan berlanjut walaupun mereka telah berhenti bekerja (Hairul, 2018).

LC tidak dapat menghindar dari persepsi negatif masyarakat karena bagaimanapun meraka hidup dan berada di tengah-tengah masyarakat. Persepsi negatif dari masyarakat akan tertuju pada semua wanita yang bekerja menjadi LC dan akan menjadi sebuah tekanan sosial. Permasalahan yang muncul adalah ketika LC yang bekerja sesuai dengan tugasnya mendapatkan tekanan sosial yang sama dengan LC yang memeberikan sex-service. Tekanan sosial masyarakat dapat dikatakan juga sebagai social stress yang diartikan sebagai gangguan ketidaknyamanan yang dirasakan sebagai dampak dari interaksi dan lingkungan sosial (Aneshensel, 1992, seperti dikutip dalam Islamia, 2012). Social stresss adalah stress yang berasal dari interaksi lingkungan sosial salah satunya adalah tekanan sosial. Banyak hal yang menyebabkan stres, seperti halnya LC mengalami stress yang disebabkan oleh tekanan masyarakat akibat dari

(27)

keputusannya dalam memilih pekerjaan yang berbeda dengan pekerjaan wanita pada umumnya.

Permasalahan lain yang muncul adalah ketika mereka bekerja sebagai LC dan berstatus sebagai istri, ibu dan mahasiswa. Sebagian besar seorang LC menutupi pekerjaan mereka dari keluarga dan saudara. Pekerjaan mereka yang selalu berhubungan dengan dunia malam dan memiliki konotasi yang negatif membuat mereka menutupi pekerjaan mereka dari keluarganya. Mereka cenderung berbohong kepada keluarganya mengenai pekerjaan yang mereka lakukan dan memilih untuk tinggal berjauhan dengan keluarga mereka. Di sisi lain, tidak jarang mereka jujur dengan pekerjaan mereka kepada orang terdekat mereka. Seperti seorang LC yang memiliki peran sebagai ibu sekaligus istri dari seseorang. Mereka memilih pekerjaan tersebut untuk menunjang kehidupan keluarganya tetapi tidak jarang mereka mengalami cekcok dengan suami mereka. Pekerjaan LC yang selalu berhubungan dengan laki-laki dan persepsi masyarakat yang buruk memicu pertengkaran dalam hubungan rumah tangga seorang LC. Rasa cemburu dan curiga tak jarang hinggap dalam benak suami mereka.

Terkait hal tersebut seorang wanita yang bekerja menjdi LC of the rule (LC yang benar-benar bekerja sesuai tugasnya) mungkin mengalami tekanan sosial akibat dari situasi di tempat kerja yang tidak menyenangkan sebagai dampak dari para pelanggannya (laki-laki) menganggap dirinya rendah dan memperlakukannya seperti pelacur. Kemudian, bisa saja LC yang bekerja sesuai tugas aslinya menglami tekanan sosial karena ia memilih bekerja menjadi LC untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan mendapatkan uang yang banyak tetapi disisi lain

(28)

pekerjaannya mendapatkan pandangan negatif dari masyarakat sekaligus memicu pertengkaran dalam hubungan rumah tangga mereka.

D. Pengalaman LC dalam Menghadapi Tekanan Sosial

Mulanya seorang LC hanya pelayan yang bertugas untuk memilih playlist lagu tetapi kehadiran seorang LC tetapi saat ini justru menjadi dayatarik tersendiri bagi setiap pengunjung laki-laki. Sehingga, pada saat ini LC sudah menjadi sebuah „produk‟ dalam tempat karaoke. Astuti (2011) mengatakan bahwa terdapat proses stigmatisasi terhadap tempat hiburan karaoke sehingga karaoke lebih di minati terutama bagi pengunjung laki-laki. Biasanya, mereka datang untuk bernyanyi dengan ditemani pemandu perempuan muda yang berpakaian sensual dalam ruangan tertutup. Hal tersebut membuat sosial image yang terbangun tentang tempat hiburan karaoke sebagai tempat hiburan yang bukan hanya sekedar sebagai sarana menyanyi, melainkan sebagai ruang privasi yang memberikan kebebasan bagi pengunjung untuk berbuat apa saja tanpa ada yang melihat mereka di dalam ruang karaoke. Kondisi ini pada akhirnya membentuk stigma terhadap perempuan yang bekerja di tempat hiburan karaoke yang dipandang bukan saja hanya sebagai pelayan (tidak lagi sekedar pemandu), melainkan harus memberikan pelayanan terbaik sehingga dapat memuaskan pengunjung.

Selama bekerja tentu LC memiliki banyak pengalaman baik pengalaman menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Pengalaman menyenangkan merupakan pengalaman yang menimbulkan perasaan senang. Pengalaman menyenangkan yang di alami LC seperti mendapatkan uang banyak dengan cepat dan mudah (Hairul, 2018). Sedangkan, pengalaman tidak menyenangkan adalah

(29)

pengalaman yang menimbulkan perasaan tidak nyaman dan bisa menimbulkan kecemasan atau ketakutan. Pengalaman tidak menyenangkan dapat berupa tekanan sosial masyarakt baik di tempat kerja maupun di lingkungan masyarakat. Tekanan sosial bertujuan untuk menekan sesorang melakukan perilaku yang sesuai dengan lingkungannya.

Setiap orang akan memiliki caranya sendiri dalam menghadapi tekanan. LC tentu memiliki cara dalam menghadapi tekanan sosial supaya dirinya tetap dapat hidup di tengah-tengah masyarakat. Jika seorang LC tidak dapat menyelesaikan masalah tekanan sosial dalam hidupnya maka akan terjadi masalah psikologis yang mengarah pada kesehatan mental. Jika kesehatan mental seseorang terganggu maka ia akan mengalami penurunan fungsi mental dan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas yang memerlukan pemikiran, perencanaan dan memori.

Cara seseorang dalam menghadapi tekanan atau stress dalam bidang psikologi di sebut dengan strategi koping. Lazarus dan Folkman (seperti dikutip

dalam Kertamuda & Herdiansyah, 2009) mengidefinisikan strategi koping sebagai suatu proses tertentu yang disertai dengan suatu usaha dalam rangka merubah domain kognitif dan atau perilaku secara konstan untuk mengatur dan mengendalikan tuntutan dan tekanan eksternal maupun internal yang diprediksi akan dapat membebani dan melampaui kemampuan dan ketahanan individu yang bersangkutan. Selain itu, menurut Baron et al. (1981) strategi koping dapat berupa pikiran, perasaan, sikap, maupun perilaku seseorang dalam usahanya untuk mengatasi, menahan atau menurunkan efek negatif dari situasi yang mengancam.

(30)

Kemudian, Andriyani (2014) mengungkapkan bahwa strategi koping adalah sebuah usaha dalam bentuk apapun yang dilakukan seseorang untuk menghadapi dan menanggulangi permasalahan dengan tujuan kesejahteraan dan rasa aman sesuai dengan yang diinginkan dan setidaknya berusaha melakukan sesuatu hal dengan tujuan agar dirinya dapat beradaptasi dengan permasalahan sehingga dapat mengurangi tekanan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa strategi koping merupakan cara yang dilakukan seseorang untuk menghadapi suatu tekanan yang bertujuannya untuk mengatasi tekanan dan menciptakan rasa aman bagi dirinya sendiri.

1. Tipe-Tipe Strategi Koping

Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa ada 2 tipe strategi koping berdasarkan fokus penyelesaiannya, yaitu:

a. Problem Focused Coping

Problem Focused Coping, yaitu melakukan sesuatu untuk mengubah sumber tekanan tersebut. Individu cenderung menggunakan strategi ini jika dirinya merasa bahwa sesuatu yang kontruktif dapat dilakukan terhadap situasi dan yakin bahwa sumberdaya yang dimiliki dapat mengubah situasi tersebut.

Lazarus dan Folkman (1984), menuturkan bahwa ada beberapa aspek dalam Problem Focused Coping, yaitu :

(31)

Usaha agresif yang dilakukan oleh seseorang untuk mengubah situasi dengan keberanian untuk mengambil suatu resiko yang bertentangan dengan aturan.

b) Seeking social support

Usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh informasi, mencari bantuan baik fisik-nonfisik dan mencari sebuah dukungan emosional dari orang terdekat atau keluargauntuk mendapatkankenyamanan.

c) Planful problem solving

Usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memikirkan rencana baik yang berupa tindakan dengan tujuan dengan pendekatan analitis untuk mengubah situasi dan memecahkan masalah dari situasi yang dihadapi.

b. Emotion Focused Coping

Emotion Focused Coping, yaitu meredakan emosi individu yang ditimbulkan oleh sumber tekanan, tanpa berusaha untuk mengubah suatu situasi yang menjadi sumber tekanan secara langsung.

Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan bahwa ada beberapa aspek dalam Emotion Focused Coping, yaitu:

a) Distancing

Usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam menggambarkan upaya-upaya untuk melepaskan diri dari suatu masalah, situasi yang menekan, atau sumber dari stress seperti memberi jarak terhadap masalah dan melakukan kegiatan yang mengalihkan tekanan.

(32)

b) Posititve reappraisal

Usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk menemukan makna positif dalam dirinya terhadap pengalaman dengan cara berfokus pada perkembangan pribadi yang bersifat religius.

c) Accepting responsibility

Usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk berusaha mengenali dan menerima peran yang dimiliki sehingga mampu mendudukan segala sesuatu sesuai dengan mestinya serta berusaha bertanggung jawab atas peran yang sedang dijalani.

d) Escape / Avoidance

Usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk menghindari atau melarikan diri dari situasi yang dihadapi atau usaha untuk menggambarkan pikiran dan keinginan yang ingin dicapai dengan melakukan tindakan negatif.

e) Self control

Usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk tetap mampu mengendalikan emosinya dalam menghadapi situasi permasalahan.

Menurut Lazarus dan Folkman (1984) cara seseorang melakukan strategi koping tergantung pada sumberdaya atau faktor pendukung yang mendukung seseorang untuk dilakukannya strategi koping sebagai pendorong keberhasilan strategi koping.

(33)

2. Faktor Pendukung Koping

Berdasarkan Lazarus dan Folkman (1984) Sumberdaya yang merupakan faktor pendukung koping antara lain:

a. Kondisi kesehatan

Kondisi sehat didefinisikan sebagai status kenyamana dari jasmani, mental dan sosial, dan tidak hanya mengenai penyakit atau kecacatan. Sehat mental yaitu kemampuan berpikir dengan jernih dan baik, sehat sosial yaitu kemampuan untuk mempertahankan hubungan dengan oranglain. Sehat jasmani yaitu tubuh memiliki fungsi mekanisme yang baik. Kondisi kesehatan sangat diperlukan agar seseorang dapat melakukan koping dengan baik dan permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan.

b. Kepribadian

Kepribadian bersumber dari bentukan yang diterima dari lingkungan, misal bentukan dari keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir. Misalnya seseorang terbiasa untuk menyelesaikan masalah atau pekerjaannya sendiri atau bersama-sama, membentuk perilaku tidak mudah tersinggung dan optimis.

c. Konsep Diri

Semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian seseorang dalam berhubungan dengan oranglain. Konsep diri dapat dipelajari melalui kontak sosial dan hubungan oranglain.

(34)

d. Dukungan sosial

Adanya keterlibatan orang laindalam menyelesaikan masalah. Individu akan cenderung melakukan tindakan kooperatif dan mencari dukungan dari oranglain, karena sumbedaya sosial menyediakan dukungan emosional, bantuan nyata dan bantuan informasi.

e. Aset Ekonomi

Seseoang yang memiliki asset ekonomi akan lebih mudah dalam melakukan coping untuk menyelesaikan masalah. Asset ekonomi berperan sebagai alat pemuas kebutuhan. Oleh arena itu orang yang memiliki bnayak asset akan cenderung lebih bahagia dibandingkan dengan yang memiliki asset terbatas.

E. Kerangka Teoretis

Penelitian ini akan berfokus pada LC (Lady Companion) yaitu wanita yang berkerja sebagai pemandu karaoke di tempat hiburan malam karaoke di Yogyakarta. Bekerja pada malam hari dengan berpakaim sexy dan memiliki pelanggan laki-laki tentu akan menimbulkan sebuah persepsi yang negatif di masyarakat. Persepsi negatif tersebut kemudian menjadi sebuah tekanan sosial/social stress. Cara seseorang dalam menghadapi suatu tekanan/stress biasanya disebut sebagai strategi koping. Strategi koping menurut Lazarus dan Folkman (seperti dikutip dalam Aldwin & Revenson, 1987) dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu: a) Problem focused coping (PFC) merupakan strategi coping untuk menghadapi tekanan secara langsung yang ditujukan pada sumber-sumber tekanan, PFC terdiri Confrontative coping, Seeking social support, Planful

(35)

problem solving.Selanjutnya b) Emotion focused coping (EFC) merupakan strategi koping untuk meredakan emosi individu tanpa berusaha untuk mengubah sumber tekanan secara langsung, EFC terdiri dari Distancing, Posititve reappraisal, Accepting responsibility, Escape / Avoidance, Self control.

Gambar 1. Kerangka Teoretis Penelitan

Confrontative coping

Seeking social support Problem focused coping (PFC) kebutuhan keluarganyaL Crule of the game yang bekerja sesuai jobnya

Planful problem solving

Distancing Emotion focused coping (EFC) Posititve reappraisal Accepting responsibility Escape / Avoidance Self control Pengalaman tidak menyenang-kan dikatamenyenang-kan sebagai tekanan sosial masyarakat: 1. Tekanan di tempat kerja 2. Tekanan di lingkunga n tempat tinggal Pengalaman menyenangkan seperti mendapatkan banyak uang ketika bekerja dan dapat mencukupi

(36)

Hasil yang Diharapkan

Setelah dilakukan penelitan terhadap wanita yang bekerja di tempat karaoke. peneliti mengharapkan akan memperoleh hasil yang akurat mengenai pengalaman seorang LC terkait dengan tekanan sosial dan bagaimana cara mereka dalam menghadapai tekanan sosial tersebut. Berikut ini adalah hasil yang diharapkan dalam penelitian ini :

- Hasil dapat menjelaskan bentuk-bentuk tekanan sosial yang dialami seorang wanita yang bekerja menjadi LC ditempat hiburan karaoke.

- Hasil mampu menjelakan bagaimana cara seorang LC menghadapi tekanan sosialdengan menggunakan strategi koping.

(37)

27

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif didefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia (Marshall, & Rossman, 2016). Penelitian kualitiatif adalah penelitian yang mencoba menggali makna menurut para partisipan, sehingga peneliti harus terjun langsung ke dalam lingkungan atau suasana alamiah partisipan untuk mengambil berbagai macam data, baik melalui wawancara, observasi maupun dokumen-dokumen. Penelitian kualitatif mencoba untuk mencari gambaran menyeluruh dari isu yang diteliti, sehingga peneliti mampu menangkap makna tentang isu atau masalah yang sedang diteliti sesuai yang di yakini oleh partisipan (Creswell, 2009, seperti dikutip dalam Supratiknya, 2015).

Desain penelitian menggunakan analisis isi kualitatif (AIK). AIK adalah metode penelitian untuk menafsirkan secara subjektif isi data berupa teks melalui proses klasifikasi sistematik berupa coding atau pengodean dan pengidentifikasi aneka tema atau pola (Hsieh & Shannon seperti dikutip dalam Supratiknya, 2015). Peneliti di dalam penelitian ini ingin mengetahui strategi koping apa yang digunakan oleh wanita yang bekerja sebagai LC di tempat karaoke di daerah Yogyakarta dalam menghadapi permasalahan mereka. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengekplorasi pengalaman dari seorang wanita yang bekerja menjadi LC di tempat karaoke dalam menghadapi tekanan sosial masyarakat di

(38)

sekitar mereka. Maka, ketika melakukan wawancara, peneliti membuat daftar jenispertanyaan, seperti pertanyaan terkait pengalaman, perasaan dan pengetahuan (Patton, 1990, seperti di kutip dalam Rachmawati, 2007).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini guna mendapatkan hasil yang diinginkan adalah dengan metode wawancara mendalam semi terstruktur untuk mengungkap pengalaman partisipan secara personal dan mendalam. Rachmawati (2007) menerangkan bahwa wawancara semi terstruktur dimulai dari isu yang dicakup dalam pedoman wawancara dan sekuensi pertanyaan tidaklah sama pada tiap partisipan kerena bergantung pada proses wawancara dan jawaban tiap informan. Namun, pedoman wawancara menjamin peneliti dapat mengumpulkan jenis data yang sama dari informan.

Saat melakukan analisis data akan diawali dengan mestraskripsikan data lisan berupa rekaman elektronik menjadi sebuah data tertulis. Kemudian, akan dikelompokan menjadi beberapa kategori demimendapatkan deskripsi yang padat dan kaya mengenai fenomena yang sedang di teliti (Supratiknya, 2015).

B. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah mengenai pengalaman seorang wanita yang bekerja sebagai LC terkait dengan keputusan mereka untuk mengambil pekerjaan di dunia industri hiburan malam dan bagaimana cara mereka menghadapi masalah tekanan sosial masyarakat yang timbul akibat keputusan yang mereka pilih.

Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi bentuk-bentuk tekanan sosial yang dialami seorang LC rule of the game yang mencakup lingkungan tempat

(39)

kerja (seperti kekerasan fisik dan kekerasan verbal) dan lingkungan tempat tinggal. Kemudian, bagaimana cara mereka menggunakan strategi koping milik Lazarus dan Folkman. Apakah seorang LC cenderung menggunakan strategi koping Problem focused coping (PFC) atau Emotion focused coping (EFC). Adapun bagian dari Problem focused coping (PFC) meliputi: confrontative coping (konfrontasi), seeking social support (mencari dukungan sosial), dan planful problem solving (merencanakan pemecahan masalah) .dan Emotion focused coping (EFC) meliputi: distancing (upaya melepaskan diri dari masalah), self-control (kontrol diri), membuat jarak, positive reappraisal (penelian kembali secara positif), accepting responsibility (menerima tangungjawab), avoidance (lari atau menghindar).

C. Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini dipilih menggunakan criterion sampling, yaitu sebuah sampling yang bertujuan untuk meninjau dan mempelajari kasus yang memenuhi krikteria yang telah ditentukan oleh peneliti sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan purposive sampling yaitu memilih anggota sempel secara selektif yang berperdoman pada krikteria yang dirumuskan secara rinci agar mampu memberikan data yang kaya informasi (Morrow, 2005, seperti dikutip dalam Supratiknya, 2018). Sampel penelitian bersifat homogen yaitu partisipan memiliki karakteristik yang kurang lebih sama terkait dengan masalah yang hendak di teliti.

Partisipan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 3 orang partisipan yang bekerja sebagai LC rule of the game, berusia 20-28 tahun,

(40)

berstatus belum berkeluarga, sudah bekerja sebagai LC di tempat hiburan karaoke di Yogyakarta minimal selama 2 tahun,dan bersedia dijadikan partisipan dalam penelitian ini dan menjawab semua pertanyaan penelitian sesuai dengan kejadian yang pernah mereka alami. Untuk mendapatkan partisipan yang sesuai dengan kerikteria penelitian yaitu LC rule of the game peneliti meminta bantuan dari seorang yang bekerja menjadi server ditempat karaoke. Kemudian, dari server tersebut meminta peneliti untuk mengubungi orang yang bekerja sebagai management LC ditempat karaoke tersebut atau yang sering dipanggil dengan sebutan mami. Peneliti menyampaikan maksud dan tujuan penelitian. Kemudian, peneliti mendapatkan satu informan yaitu S1 (informan pertama) untuk menanyakan ketersediannya dalam mengikuti penelitian ini. Peneliti melakukan snow-ballingdari S1 untuk mendapatkan kedua informan dengan memberikan gambaran mengenai informan penelitian yaitu seorang LC yang bekerja sesuai dengan tugasnya dan tidak memberikan pelayanan seksusal (LC rule of the game). Adapun keterangan informan adalah sebagi berikut :

Tabel 1. Data Informan Wawancara

No Inisial Usia Pendidikan terakhir

Pekerjaan

1 S1 27 SMP Pemandu lagu di tempat

karaoke

2 S2 28 Sarjana S1 Pemandu lagu di tempat

karaoke dan penyayi

(41)

karaoke dan foto model

D. Peran Peneliti

Peran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai instrument kunci. Instrument kunci artinya peneliti memiliki peran yang penting dalam pengambilan data. Penelitian menjalin hubungan yang intensif dengan partisipan dan terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data, melakukan observasi atau mewawancarai partispan dengan sebuah protocol yaitu instrument pengumpulan data berupa pedoman wawancara atau pedoman observasi dan peneliti harus mendapatkan data yang kredibel berdasarkan dengan sudut pandang partisipan sesuai dengan isu atau masalah yang diteliti (Supratiknya, 2015).

Peneliti tidak memiliki kaitan apapun dengan lokasi penelitian maupun dengan partisipan. Peneliti memilih kediaman partisipan sebagai lokasi pengambilan data karena peneliti menganggap bahwa tempat tinggal partisipan lebih efektif untuk melakukan wawancara. Selain itu, partisipan merasa lebih nyaman untuk bercerita bila berada di tempat tinggalnya.

Sebelum melakukan wawancara dengan partisipan peneliti telah melakukan observasi di tempat kerja partisipan guna melakukan pendekatan terlebih dahulu untuk mendapatkan partisipan dalam penelitian ini. Kemudian, peneliti menghubungi langsung partisipan untuk menyampaikan maksud dan tujuan serta meminta ketersedian para partisipan untuk ikut dalam penelitian ini. Setelah partisipan menyetujuinya, peneliti kemudian menjelaskan mengenai gambaran umum mengenai penelitian dan memberian lembar informed consent yang akan

(42)

ditandatangani oleh partisipan. Peneliti juga di haruskan untuk menjaga kerahasiaan data dan kepercayaan yang telah diberikan oleh partisipan. Ketika melakukan wawancara peneliti juga melakukan pengamatan terhadap perilaku nonverbal yang muncul dari partisipan. Setelah data terkumpul kemudian peneliti melakukan transkrip data lisan menjadi data dokumen tertulis.

Potensi buruk yang mungkin akan muncul ketika pengambilan data adalah munculnya perasaan sedih dan malu atau bahkan perasaaan-perasaan lain yang dapat menyebabkan perasaan kurang nyaman pada partisipan ketika menceritaan pengalamannya terkait dengan pekerjaan yang ia lakoni. Untuk mengantisipasinya, maka peneliti memperbolehkan partisipan untuk mengetahui tema dan prosedur pengambilan data penelitian melaui from debrief yang diberikan peneliti kepada partisipan.

Isu sensitif yang mungkin muncul terkait dengan etika adalah terbongkarnya identitas partisipan. Untuk mengantisipasinya maka peneliti menggunakan inisal S1, S2, dan S3 guna meminimalisir terbukanya identitas partisipan.

E. Metode Pengambilan Data

Metode utama dalam pengambilan data pada penelitian ini adalah wawancara. Wawancara adalah sebuah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang berperan mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas jawaban itu. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi sebuah interaksi, dimana peneliti mengajukan pertanyaan dan partisipan menceritakan pengalamannya. Wawancara yang digunakan adalah wawancara

(43)

semi terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaaan dimana pertanyaan dari peneliti dapat dimodifikasi sesuai dengan jawaban yang muncul dari partisipan. Kemudian, peneliti bisa mendalami hal-hal baru yang dianggap penting dan menarik yang muncul selama proses wawancara berlangsung. Melalui wawancara semi terstruktur diharapkan mampu menghasilkan data yang lebih kaya karena peneliti bisa sungguh-sungguh menyelami dunia psikologis dan sosial partisipan secara leluasa (Creswell, 2016, seperti dikutip dalam Ishtiaq, 2019).

Sebelum wawancara dilakukan, ada bebrapa langkah yang dilakukan agar pengambilan data dapat dilaksanakan dengan baik. Tahapan pelaksanaan wawancara tersebut adalah:

1. Mengunjungi tempat industri hiburan karaoke di daerah Yogyakarta guna mendapatkan partisipan yang sesuai dengan krikteria penelitian.

2. Setelah dirasa mendapatkan partisipan yang sesuai dengan krikteria. Selanjutnya peneliti membangun rapport dengan partisipan. Membangun rapport artinya menjalin hubungan baik dengan partisipan dan menjelaskan maksud serta tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Selain itu, memastikan kembali kesediaan partisipan untuk ikut dalam penelitian melalui pengisian form informend consent. (terlampir)

3. Menyusun jadwal wawancara sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. 4. Melaksanakan wawancara sesuai dengan kesepakatan jadwal yang telah

dibuat. Dalam sesi wawancara, peneliti menggunkan alat bantu perekan suara (digital recorder). Selain itu, peneliti juga mencatat perilaku nonverbal yang muncul selama berlangsungnya wawancara.

(44)

5. Setelah data terkumpul kemudian peneliti mentraskrip data tersebut menjadi data tertulis.

Berikut adalah pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini: a. Pembuka

 Bagaimana awal mulanya anda bisa memilih bekerja menjadi seorang LC?

 Apa yang membuat anda memilih pekerjaan tersebut?

b. Wilayah terkait dengan pengalaman menyanangkan dan tidak menyenangkan di tempat kerja.

 Bagaimana pengalaman anda terkait dengan pekerjaan anda menjadi seorang LC?

 Adakah pengalaman yang menyenangkan terkait dengan pekerjaan yang ada alami?

 Adakah pengalaman yang tidak menyenangkan terkait dengan pekerjaan anda?

c. Wilayah terkait dengan tekanan sosial di lingkungan tempat tinggal.  Menurut anda bagaimana lingkungan tempat tinggal menilai

pekerjaan anda?

 Coba ceritakan permsalahan yang sering muncul di lingkungan tempat tinggal terkait dengan status anda yang menjadi seorang LC? d. Wilayah terkait koping strategi

 Coba ceritakan bagaimana pengalaman anda dalam menghadapi masalah yang terkait dengan pekerjaan anda?

(45)

 Coba ceritakan bagaimana pengalaman anda dalam menghadapi masalah yang terkait dengan persepsi masyarakat mengenai pekerjaan anda?

 Apa yang anda lakukan untuk membuat diri anda merasa tenang ketika menghadapi masalah terkait dengan status pekerjaan anda di masyarakat?

e. Penutup

 Apa harapan anda dimasa yang akan datang?  Apakah masih ada hal yang ingin anda ceritakan?

6. Peneliti menghubungi para partisipan sebagai bentuk menyapa kembali sekaligus memberikan informasi dalam bentuk form debrief. (terlampir)

F. Analisis dan Interpretasi Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi kualitatif atau yang sering disebut AIK. AIK merupakan suatu metode untuk menganalisis pesan-pesan komunikasi yang bersifat lisan, tertulis dan visual (Supratiknya, 2015). Hasil dari wawancara dalam penelitian ini akan ditranskripsikan menjadi data tertulis. Ketika data sudah selesai di transkripsikan kemudain data tersebut akan dikumpulkan menjadi satuan analisis. Kemudian, data hasil penelitian akan dikategorikan berdasarkan kesamaan makna sehingga diperoleh suatu deskripsi yang padat terhadap fenomena yang sedang di teliti (Supratiknya, 2015).

Analisis isi kualitatif dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif atau analisis terarah. Peneliti memilih pendekatan deduktif terarah karena

(46)

pendekatan ini cocok diterapkan ketika sudah ada teori maupun hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai suatu fenomena (Supratiknya, 2015). Proses analisis data yang dilakukan oleh peneliti mengikuti langkah-langkah berikut (Supratiknya, 2015):

1. Membaca secara berulang-ulang corpus data berupa transkripsi verbatim responden yang dikumpulkan melalui wawancara semi terstruktur.

2. Melakukan initial coding atau menemuka kode-kode tertentu dalam transkripsi verbatim secara induktif baris demi baris (inductive, line-by-line approach) dengan melihat sekaligus membandingakan konsep strategi koping milik Lazarus dan Folkman dan permasalahan tekanan sosial yang dialami oleh wanita yang bekerja sebagai LC.

3. Mengelompokkan kode-kode kedalam sub-subtema/kategori/krikteria yaitu sejenis konsep besar dengan cakupan isi yang lebih luas dibandingkan kode, dengan tujuan menemukan sejenis narasi analitik yang koheren dan keseluruha corpus data.

4. Memperhalus atau mempertajam analisis dengan menempatkan subtema dalam susunan yang hirarkistertenju menjadi subtema besar, sub-subtema tersebut akan diberi label atau penamaan, masing-masing subtema akan dilengkapi dengan kutipan-kutipan yang dicuplik dari transkripsi verbatim sebagai bukti sekaligus pendukung, sehingga akan memperoleh narasi yang utuh mengenai fenomena yang sedang diteliti.

Berikut merupakan kategori yang digunakan dalam koding (Tabel 2 dan Tabel 3):

(47)

Tabel 2. Krikteria Tekanan Sosial

Tekanan Sosial Pengalaman tidak menyenangkan di

tempat kerja

Bekerja pada malam hari rentan akan kejahatan seksual, alkohol,kekerasan fisik dan dipandang rendah laki-laki. Pengalaman tidak menyenangkan di

tempat tinggal

LC dianggap sama seperti PSK, dipandang negatif, dianggap perebut suami orang, mendapat gosip dan gunjingan

Tabel 3. Krikteria Strategi Koping Milik Lazarus dan Folkman Strategi Koping Lazarus dan Folkman Problem focused

coping (PFC)

Confrontative coping Berani mengambil suatu

resiko, melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan.

Seeking social support Mencari dukungan dari luar

baik berupa informasi, bantuan nyata (fisik/non fisik) maupun dukungan emosional baik dari keluarga ataupun teman dekat untuk mendapatkan kenyamanan.

(48)

Planful problem solving

Melakukan usaha untuk mengubah keadaan dengan pendekatan analisis dan perencanaan yang cukup baik atau mengubah situasi agar masalah dapat terselesaikan.

Emotion focused coping (EFC)

Distancing Memberi jarak terhadap

masalah, bersikap kurang peduli terhadap masalah dan melakukan kegiatan untuk melupakan masalah yang sedang di hadapi

Posititve reappraisal Menciptakan makna positif

untuk mengembangkan diri dan melibatkan diri dalam kegiatan religious.

Accepting responsibility

Sadar akan peran diri dalam masalah yangs edang dihadapi, mendudukan segala sesuatu sesuai dengan mestinya dan menekankan pada tanggung jawab.

(49)

Escape / Avoidance menghindari atau melarikan diri dari situasi yang dihadapi dan melibatkan diri pada tindakan yang negatif (mengkonsumsi obat-obatan terlarang).

Self control Mengendalikan emosi dalam

menghadapi situasi atau suatu permasalahan.

G. Kredibilitas Data

Dalam penelitan ini, peneliti akan melakukan beberapa strategi untuk menguji kredibilitas dalam penelitiannya. Strategi pertama yang digunakan adalah member checking yaitu pengecekan kembali oleh partisipan guna memastikan keakuratan tema yang telah ditentukan apakah sudah akurat sesuai dengan diri partisipan. Selanjutnya, peneliti akan menggunakan thick description yaitu mendeskripsikan secara mendalam mengenai temuan-temuan yang sangat rinci tentang setting atau lingkungan penelitian dengan berbagai macam perspektif atau sudut pandang. Dengan cara tersebut hasil-hasil penelitian akan menjadi lebih realistik dan dipercaya (Supratiknya, 2015). Strategi terakhir adalah dengan menuliskan latar belakang partisipan sehingga membuktikan bahwa setiap partisipan yang dilibatkan didalam penelitian ini bukan merupakan partisipan fiktif.

(50)

Penelitian ini juga menggunakan dua straegi untuk menguji hasil konsistensi hasil penelitian. Strategi yang pertama adalah dengan melakukan pemeriksaan transkrip-transkrip rekaman wawancara atau observasi untuk memastikan tidak adanya kesalahan serius yang mungkin terjadi selama proses transkripsi. Strategi yang kedua yaitu dengan memastikan bahwa tidak ada definisi dan makna yang bergeser selama proses pengodean berlangsung. pergeseran kode dapat dihindari dengan membandingkan data dengan kode-kode yang berhasil dirumuskan serta rajin membuat catatan tentang kode-kode beserta definisi masing-masing (Creswell, 2014).

(51)

41

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHSAN A. Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli sampai bulan Desember 2019.Metode engambilan data menggunakan metode wawancara semi struktur dengan tiga informan perempuan yang bekerja sebagai LC di tempat karaoke di daerah Yogyakarta. Durasi wawancara antar informan bervariasi antara 1 jam smapai dengan 1.5 jam. Berikut adalah rangkuman waktu dan tempat wawancara yang disajikan dalam tabel:

Tabel 4. Waktu dan Tempat Wawancara

No Informan Waktu Lokasi

1 S1 Sabtu, 13 Juli 2019 Minggu, 28 Juli 2019 Jumat, 30 Agustus 2019 Tempat makan Kos informan S1 Kos informan S1 2 S2 Minggu, 4 Agustus 2019 Minggu, 25 Agustus 2019 Senin, 16 September 2019 Tempat makan Kontrakan informan S2 Kontrakan informan S2 3 S3 Jumat, 25 Oktober 2019 Senin, 18 November 2019 Minggu, 8 Desember Tempat makan Kos informan S3 Kos informan S3

(52)

2019

B. Latar Belakang Informan dan Dinamika Proses Wawancara Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan tatap muka secara langsung.Sebelum melaksanakan wawancara peneliti memberikn penjelasan mengenai penelitian dan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh informan.Ketiga informan telah menyetujui untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya surat persetujuan (informed consent) yang diberikan oleh peneliti. Informed consent merupakan surat persetujuan bahwa informan bersedia memberikan informasi lengkap mengenai penelitian.

Informan pertama atau S1. Informan S1 adalah seorang perempuan berusia 27 tahun yang berasal dari Klaten. Ia terlahir dari keluarga yang sederhana dan memiliki bebrapa orang adik. Informan S1 mengalami kejadian yang menyebabkan dia harus menikah muda sehingga sekolahnya tidak sampai tamat SMA. Ia merupakan anak pertama di keluarga. Saat ini ia menyandang status sebagai seorang janda tetapi belum memiliki keturunan. Setelah menikah, ia bekerja sebagai pembantu di beberapa rumah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan suaminya karena suaminya tidak bekerja. Setelah beberapa tahun menikah, kemudian informan memutuskan untuk bercerai dengan suaminya karena ia mengalami tindakan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).

Setelah bercerai, informan kembali hidup bersama keluarganya. Kemudian, ia pernah bekerja di pabrik tekstil untuk membantu perekonomian keluarganya.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teoretis Penelitian .....................................................
Gambar 1. Kerangka Teoretis Penelitan
Tabel 1. Data Informan Wawancara
Tabel 2. Krikteria Tekanan Sosial
+2

Referensi

Dokumen terkait

42 Saya merasa senang dengan pergaulan bebas yang ada saat ini karena memungkinkan untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. 43 Saya akan menghormati wanita yang

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif fenomenologi dengan analisis interpretatif (AFI). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara semi

Hasil akhir yang diperoleh dari penelititan ini adalah sistem pendukung pengambilan keputusan pemilihan hotel dengan metode MOORA, dan berdasarkan hasil pengujian yang

Persoalan yang muncul dalam diri penulis menanggapai hal ini adalah bagaimana orang yang masih hidup di dunia mempercayai kehidupan kekal yang hanya dialami oleh orang

Berdasarkan penelitian yang didapat menunjukan pada skala fungsional nilai total tertinggi pada pasien nomor dua yang berada pada siklus kemoterapi IV denga nilai 500

Untuk mendapatkan perbandingan jumlah natrium bikarbonat dan campuran asam tartrat-asam fumarat yang tepat sehingga dapat menghasilkan sediaan granul effervescent yang

Metode CBIA dipilih dalam penelitian ini karena pada beberapa penelitian yang telah dilakukan metode ini efektif meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang

Kajian SDM menegaskan bahwa dalam manajemen sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi adalah proses untuk memilih pelamar untuk dijadikan anggota dan