• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN. dengan berat badan gram. Tikus yang dipergunakan dalam penelitian ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI PEMBAHASAN. dengan berat badan gram. Tikus yang dipergunakan dalam penelitian ini"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI PEMBAHASAN

6.1. Subyek Penelitian

Sebagai hewan coba digunakan tikus Wistar jantan sehat berumur empat bulan, dengan berat badan 180-200 gram. Tikus yang dipergunakan dalam penelitian ini berjumlah 20 ekor, dibagi menjadi empat kelompok yaitu kelompok kontrol P0 (asam sitrat), kelompok P1 ( ekstrak kulit terung ungu 0,14 mg/ekor/hari), kelompok P2 (ekstrak kulit terung ungu 0,28 mg/ekor/hari), kelompok P3 ( ekstrak kulit terung ungu 0,56 mg/ekor/hari). Penelitian dilakukan selama 18 hari, diawali dengan proses adaptasi selama tujuh hari kemudian dilakukan pengambilan darah pre-test. Selanjutnya tikus diistirahatkan selama dua hari, kemudian diberikan perlakuan selama tujuh hari. Dilanjutjan dengan pengambilan darah post-test.

6.2. Penggunaan Ekstrak Kulit Terung Ungu Dosis 0,14 mg/hari, 0,28 mg/hari, 0,56 mg/hari selama Satu Minggu

Pemakaian dosis 1 ml, 2 ml, 4 ml, mengacu pada penelitian yang dilakukan (Jawi, et al., 2008). Hasil analisis kandungan antosianin di dalam ekstrak kulit terung ungu yang dilakukan di Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Analisis Pangan dengan metode spektrofotometer menunjukkan kadar antosianin ekstrak kulit terung ungu 139,8142 mg/L.

Pengambilan waktu satu minggu didasarkan atas penelitian yang dilakukan (Jawi, et al., 2008) bahwa dalam waktu satu minggu telah terjadi penurunan kadar MDA yang

(2)

signifikan, juga berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan penulis, bahwa dalam waktu satu minggu ekstrak kulit terung ungu dapat menghambat peningkatan kadar MDA dalam darah tikus Wistar.

6.3. Pengaruh Antosianin terhadap MDA Darah

Hasil penelitian dan analisis data MDA darah pada kelompok kontrol, kelompok P1, P2, dan P3 menunjukkan bahwa uji normalitas (Uji Shapiro Wilk) dan homogenitas (Levene test) untuk kelompok pre-test dan post-test masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05). Uji perbandingan pre-test dan post-test dengan Uji T (t-test) pada kelompok kontrol, kelompok perlakuan satu (P1), dan kelompok perlakuan dua (P2) terdapat peningkatan yang bermakna rerata kadar MDA darah ( p < 0,05). Sedangkan pada kelompok perlakuan tiga (P3) tidak terdapat peningkatan yang bermakna rerata kadar MDA darah ( p > 0,05). Uji perbandingan post- test antara keempat kelompok dengan One Way Anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna penurunan MDA darah antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan satu (P1), kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan dua (P2), dan kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan tiga (P3) ( p < 0,05) juga antara kelompok P1 dengan kelompok P2, kelompok P1 dengan kelompok P3, dan kelompok P2 dengan kelompok P3.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, menunjukkan peningkatan dosis akan meningkatkan efek menghambat peningkatan kadar MDA dalam darah tikus Wistar yang diinduksi aktivitas fisik maksimal.

(3)

Apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan (Jawi dkk., 2008) yang menggunakan rancangan randomized control group post-test only, penelitian yang dilakukan penulis menggunakan rancangan penelitian pre-test post-test control group design. Hasil penelitian (Jawi dkk., 2008) adanya peningkatan kadar MDA darah setelah pemberian beban berupa renang maksimal pada kelompok tanpa ekstrak ubi jalar ungu, dengan ekstrak ubi jalar ungu, dan dengan sirup ubi jalar ungu. Kenaikan ini bermakna secara statistik (p<0,05). Kadar MDA pada kelompok tanpa ekstrak ubi jalar ungu nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok dengan ekstrak ubi jalar ungu. Pada penelitian yang dilakukan penulis hasilnya menunjukkan terdapat peningkatan kadar MDA darah setelah diinduksi aktivitas fisik maksimal (direnangkan selama 60 menit) pada kelompok kontrol, P1, P2, P3. Peningkatan pada kelompok kontrol lebih tinggi daripada pada kelompok satu, dua, dan tiga. Peningkatan pada kelompok satu lebih tinggi daripada kelompok dua dan tiga. Peningkatan pada kelompok dua lebih tinggi daripada kelompok tiga. Dengan uji t-test yang membandingkan pre-test dan post-test, terdapat kenaikan kadar MDA yang signifikan pada kelompok kontrol, P1, P2 (p<0,05), sedangkan tidak terdapat kenaikan yang signifikan pada P3 (p>0,05).

6.4. Manfaat Terung Ungu terhadap Kesehatan dan Proses Penuaan

Terdapat bukti bahwa antioksidan phytonutrien yang terdapat dalam buah dan sayur memiliki efek yang baik untuk kesehatan. Terung ungu memiliki kandungan tinggi antioksidan komponen phenolik. (Whitaker dan Stommel, 2003).Terung ungu mengandung sejumlah phytonutrien yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Nasunin (antosianin) melindungi komponen lipid membran sel otak, membantu untuk

(4)

mencegah radikal bebas penetrasi ke dalam sel. Nasunin juga menetralisir Fe yang dapat terakumulasi pada laki-laki dan perempuan post-menopause yang merangsang terbentuknya radikal bebas. Menetralisir residu Fe dan melindungi kerusakan sel terhadap kanker (Schultz, 2010).

Chlorogenic acid, komponen phenolik yang tinggi di dalam terung ungu merupakan scavenger radikal bebas yang dapat membunuh sel kanker, menurunkan kadar LDL, serta memiliki aktivitas sebagai antibiotika. Studi laboratorium yang dilakukan pada hewan percobaan menunjukkan jus terung ungu menurunkan kadar kolesterol, menyebabkan relaksasi dinding pembuluh darah untuk memperbaiki aliran darah. Efek ini timbul akibat zat aktif yang terkandung dalam terung ungu yaitu nasunin dan phytonutrien (Schultz, 2010).

Studi yang dilakukan (Scalzo dkk., 2010) bertujuan untuk membandingkan jumlah serta aktivitas phytonutrien pada terung mentah, dipanggang, serta direbus dengan mempergunakan pengukuran secara kimiawi dan biologi terhadap peningkatan oksidatif pada neutrofil manusia.Sampel yang dipanaskan menunjukkan berbagai perubahan komposisi kimia (material kering, material yang larut, keasaman, dan kandungan alkohol yang tidak dapat larut) akibat proses pemasakan dan menunjukkan peningkatan kandungan phenolik utama ( chlorogenic dan caffeic acid) yang dikenal sebagai antioksidan.Aktivitas scavenger terhadap radikal bebas meningkat secara signifikan terutama terhadap superoxide anion. Biomarker biologi terhadap peningkatan oksidatif neutrofil dengan keberadaan N-formyl-methionyl-leucyl-phenilalanine sebagai konfirmasi aktivitas ekstrak yang meningkat setelah dimasak dibandingkan dengan yang mentah. Penelitian ini menyimpulkan pemanasan terhadap terung ungu sebelum

(5)

dikonsumsi meningkatkan kandungan serta aktivitas biologi antioksidan yang terkandung di dalamnya.

Nasunin, antosianin yang terkandung di dalam kulit terung ungu merupakan antioksidan yang ampuh dalam scavenger terhadap radikal bebas dan bersifat protektif terhadap peroksidasi lipid (USDA, 2010).

6.5. Pengaruh Aktivitas Fisik Berlebih terhadap Kesehatan dan Proses Penuaan Latihan akut aerobik maupun anaerobik meningkatkan produksi radikal bebas yang menyebabkan terjadinya stres oksidatif. ROS yang diproduksi selama latihan merusak pertahanan antioksidan menyebabkan kerusakan oksidatif pada molekul tertentu. Pada intensitas latihan yang ringan dan latihan ketahanan (endurance) antioksidan dapat menangkal efek buruk radikal bebas. Latihan fisik berlebih dapat menyebakan terjadinya kerusakan oksidatif di sekitar jaringan. Jenis latihan, intensitas, dan durasi, seluruhnya dapat mempengaruhi proses oksidasi. Faktor lain yang juga mempengaruhi pertahanan antioksidan internal yaitu umur, latihan fisik, diet (Wellman dan Bloomer, 2009).

Penelitian yang dilakukan (Jawi dkk., 2008) yaitu pemberian aktivitas fisik maksimal terhadap mencit yang diberikan ekstrak umbi jalar ungu dan sirup umbi jalar ungu selama satu minggu hasilnya menunjukkan kenaikan kadar MDA pada kelompok tanpa ekstrak ubi jalar ungu nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok dengan ekstrak ubi jalar ungu. Hasil penelitian yang dilakukan penulis menunjukkan kesamaan hasil, yaitu kenaikan kadar MDA kelompok kontrol lebih tinggi secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok perlakuan satu (P1), kelompok perlakuan dua (P2), dan kelompok perlakuan tiga (P3).

(6)

Penelitian yang dilakukan (Zoppi dan Macedo, 2008) terhadap 30 ekor tikus yang dibagi ke dalam kelompok kontrol dan perlakuan, delapan minggu dilakukan latihan ketahanan (endurance) dan tiga minggu overtraining. Thiobarbituric acid reactive substance (TBARs), reactive carbonylated derivatives (RCD), glutathione reductase (GR), catalase (CAT), citrate synthase (CS), dan stres protein HSP72 diukur kadarnya. Hasilnya menunjukkan terjadi peningkatan kadar TBARS, RCD, GR, CAT, CS, HSP72 setelah pelatihan endurance yang signifikan (p<0,05). Overtraining meningkatkan kadar TBARs, RCD, GR, CAT, CS, HSP72 secara signifikan (p<0,05) dibandingkan pelatihan endurance. Hasil ini menunjukkan kesamaan dengan hasil penelitian penulis, aktivitas fisik maksimal meningkatkan kadar TBARs secara signifikan (p<0,05).

Penelitian yang dilakukan (Oliveira dkk., 2010) terhadap 27 ekor tikus Wistar dengan program pelatihan 11 minggu lari, delapan minggu latihan tiap hari, diikuti dengan tiga minggu latihan dengan intensitas latihan yang ditingkatkan dari dua kali menjadi empat kali per minggu.Hasilnya menunjukkan terjadi peningkatan kadar MDA pada pelatihan yang dilakukan empat kali per hari (overtraining). Hasil ini menunjukkan kesamaan dengan hasil penelitian penulis, dimana terjadi peningkatan kadar MDA yang signifikan (p<0,05) setelah tikus Wistar diinduksi aktivitas fisik maksimal.

Aktivitas fisik berlebih yang berlangsung berkepanjangan akan mengganggu sistem kekebalan tubuh secara sistemik terutama akan terjadi perubahan pada aktivitas Natural Killer cell serta adanya risiko terjadinya infeksi baik subklinis maupun klinis. Terdapat hubungan infeksi saluran napas atas dan rendahnya sekresi imunoglobulin yang terjadi akibat latihan fisik berlebih dalam jangka panjang. Latihan fisik berlebih juga berisiko

(7)

menyebabkan terjadinya infeksi pada atlet yang akan mempengaruhi penampilan atlet (Gleeson, 2000).

Proses penuaan menurunkan fungsi kekebalan tubuh, meningkatkan risiko infeksi, kanker, dan penyakit auto imun. Produksi interleukin-2 menurun, kadangkala terjadi penurunan total hitung sel T, perubahan sifat sel T, serta respon proliferatif terhadap mitogen, tetapi natural killer cell tidak berubah. Secara teori, latihan fisik sedang dapat menangkal efek proses penuaan akibat penurunan sistem imun. Hasil studi yang dilakukan (Shepard dan Shek, 1995) menunjukkan aktivitas fisik sedang dapat ditoleransi dengan baik oleh individu berusia lanjut. Individu berusia lanjut menunjukkan penurunan stimulasi proliferasi limfosit akibat aktivitas fisik sedang dan tekanan yang berkurang akibat aktivitas fisik berlebih. Latihan fisik sedang merangsang peningkatan fungsi imun. Aktivitas NK (Natural Killer) sel akan meningkat akibat latihan fisik pada individu berusia lanjut. Proses penuaan meningkatkan kepekaan terhadap latihan fisik berlebih.

Asam laktat adalah pembawa energi dan produk samping metabolisme dari usaha yang intensif. Akumulasi asam ini merupakan tanda bahwa terjadi penggunaan energi yang lebih cepat dari yang dapat dihasilkan secara aerobik. Asam laktat yang berlebihan mengganggu kontraksi otot dan kapabilitas metabolisme. Asam laktat dan tingginya tingkat karbondioksida yang dihasilkan dalam usaha yang berat dikaitkan dengan kesukaran bernapas, kelelahan, dan ketidaknyamanan. Latihan aerobik dapat didefinisikan sebagai latihan di bawah titik di mana kadar asam laktat darah naik dengan cepat, di bawah ambang laktat (Sharkey, 2003).

Jika intensitas latihan (%VO2 max) meningkat, digunakan serat FOG ( serat yang cepat berkontraksi yang dapat bekerja dengan atau tanpa oksigen-oksidasi glikolitik

(8)

cepat), kemudian serat FG ( serat yang cepat berkedut yang menggunakan glikogen otot untuk kontraksi yang cepat dan intensif-glikolitik cepat). Lebih banyak laktat darah terakumulasi karena serat FG menghasilkan lebih banyak asam laktat dan karena kebanyakan serat otot aktif sehingga tidak mampu memindahkan (mengangkut) laktat (Sharkey, 2003).

Metabolisme aerobik jauh lebih efisien daripada non-aerobik yang menghasilkan 38 molekul adenosin triphosphate (ATP) yaitu komponen yang menggerakkan kontraksi otot) per molekul glukosa, versus hanya 2 molekul melalui rute non-aerobik. Karena menghasilkan sedikit asam laktat, latihan aerobik relatif menyenangkan dan oksidasi lemak yang berlebih memastikan persediaan energi yang memadai untuk perpanjangan periode latihan. Latihan aerobik dapat dilakukan dari beberapa menit hingga beberapa jam (Sharkey, 2003).

Latihan aerobik dan non-aerobik memiliki intensitas yang berbeda; aktivitas yang ringan hingga sedang adalah aerobik, sedangkan usaha yang sangat berat hingga intensif adalah non-aerobik. Kebugaran aerobik didefinisikan sebagai kapasitas maksimal untuk menghirup, menyalurkan, dan menggunakan oksigen, sebaiknya diukur dalam tes laboratorium yang disebut maksimal pemasukan oksigen (atau V02 max) (Sharkey, 2003).

Saat latihan menjadi semakin intensif, lebih banyak energi dihasilkan secara non-aerobik, asam laktat mulai terakumulasi dalam darah dan produksi karbondioksida meningkat seiring dengan kecepatan dan kedalaman napas. Ketidaknyamanan yang disebabkan asam laktat dan napas yang berat merupakan tanda telah melebihi ambang non-aerobik. Ambang tersebut menentukan batas akhir latihan aerobik yang dapat ditahan

(9)

dan merupakan indikator baik dari performa daya tahan. VO2 max dan ambang laktat menyediakan banyak informasi tentang kebugaran aerobik dan potensi performa. VO2 max mengindikasikan kapasitas intensitas. Ambang mendefinisikan kapasitas durasi atau daya tahan (Sharkey, 2003).

Sebuah studi yang dilakukan (Nies dkk., 2003) untuk mengidentifikasi pola makan dan pola hidup yang mempengaruhi kehidupan yang sehat di usia tua, melibatkan 1091 laki-laki dan 1109 perempuan usia 70-75 tahun berasal dari Belgia, Prancis, Denmark, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, New Zealand, dan Polandia.Hasilnya menunjukkan, pola hidup tidak sehat seperti kebiasaan merokok, diet tidak sehat, aktivitas fisik rendah meningkatkan risiko kematian. Individu yang tidak aktif dan perokok memiliki risiko penurunan status kesehatan dibandingkan individu yang aktif dan tidak merokok. Penelitian ini menyimpulkan pola hidup sehat pada usia tua secara positif menurunkan risiko kematian serta memperlambat ketidakmampuan.

Sejak tahun 1950 telah mulai diteliti faktor serta kondisi untuk dapat memiliki kualitas hidup yang tetap baik meskipun usia telah lanjut. Modifikasi gaya hidup seperti tidak merokok, meningkatkan aktivitas fisik, dan pola hidup sehat merupakan salah satu strategi untuk memiliki kualitas hidup yang tetap baik meski usia telah lanjut (Franklin, 2009).

Banyak manusia usia lanjut tidak memiliki pola hidup sehat sehingga berisiko mudah sakit termasuk menderita penyakit kronis bahkan kematian.Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk melihat hubungan antara tingkah laku dan hubungan psikososial terhadap kesehatan dan kesejahteraan menyangkut pemberdayaan diri, merokok, aktivitas fisik, diet, kualitas tidur yang baik, serta memiliki hubungan sosial yang baik terkait

(10)

tujuan untuk tetap memelihara kualitas hidup yang baik meskipun telah berusia lanjut. Penelitian ini menyimpulkan diperlukan pemberdayaan diri, membudayakan pola hidup sehat serta meyakini dengan hal tersebut akan tercapai kualitas hidup yang lebih baik (Marquez, 2009).

Penelitian yang dilakukan (Hohl dkk., 2009) pada tikus Wistar yang diberikan latihan ketahanan (endurance) dan latihan fisik berlebih menunjukkan penuruman performa pada kelompok yang diberikan aktivitas fisik berlebih akibat penurunan kapasitas otot oksidatif. Penelitian ini juga menyatakan terjadi leukositosis pada manusia dengan aktivitas fisik berlebih. Penelitian ini menjadi model yang baik untuk menjawab pertanyaan mengapa terjadi penurunan performa.

Referensi

Dokumen terkait

(3) Pemungutan Retribusi yang tidak menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan perbuatan melawan hukum

Hasil pengujian terhadap profil lipid pada tikus dislipidemia menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kontrol pembanding, pemberian ekstrak etanol biji pepaya dosis 200 mg/kg bb dan

Rumusan yang diangkat dari penelitian ini adalah.. Bagaimana agar suatu pelayanan dan

Ini kerana pada situasi IDDM sememangnya keperluan insulin mustahak kerana proses penghasilan insulin tidak berlaku, tetapi pada peringkat NIDDM keperluannya boleh

1 ) Teori dasar kel i stri kan dan rangkaian, mencakup perinsip dan dalil-dalil listrik serta rangkai-. an listrik. 2) Pengukuran listrik, mencakup perinsip

2) Guru bersama-sama peserta didik melakukan identifikasi kelebihan dan kekurangan kegiatan pembelajaran (yaitu kegiatan mengamati, merumuskan pertanyaan, mengumpulkan

Perbincangan yang bakal dikemukakan juga hanya mencari asas keharusan dalam pemberian zakat dan sedekah kepada bukan Islam dan bukannya menonjolkan keutamaan agihan kepada

EFEKTlVlTAS PENGGUNAAN TES URAIAN DAN TES PlLlHAN GANDA DALAM MENGUKUR KEMAMPUAN KOGNlTlF