• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Hunian Tetap Desa Berastepu di Hamparan Desa Gajah Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Hunian Tetap Desa Berastepu di Hamparan Desa Gajah Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang masih rawan terhadap berbagai jenis

bencana geologi. Salah satu bencana geologi yang masih sering terjadi adalah

erupsi gunung berapi. Penyebab utama banyaknya kejadian bencana di Indonesia

adalah letak Indonesia yang berada diantara pertemuan tiga lempeng besar dunia

yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Pertemuan lempeng dalam

jangka panjang akan menghimpun energi yang suatu waktu lepas dan dapat

menghasilkan bencana. Indonesia memiliki tipe bencana, baik bencana yang

datang dari alam maupun dari hasil perbuatan manusia. Bencana tersebut

diantaranya banjir, erupsi gunung api, gempa bumi, tsunami, tanah longsor,

kekeringan dan kebakaran hutan. Setiap kali bencana yang terjadi memberikan

dampak yang cukup besar dalam perekonomian.

Dimasa lampau, banyak bencana besar yang terjadi di Indonesia,

diantaranya letusan gunung api di masa lalu yang menelan korban jiwa dalam

jumlah besar. Beberapa diantaranya: letusan gunung api Papandayan, Jawa Barat

(1772), Galunggung, Jawa Barat (1822), Krakatau (1883), letusan Gunung

Tambora, NTB (1915) yang mengeluarkan sekitar 1, 7 juta ton abu dan material

vulkanik, letusan Gunung Kelud, Jawa Timur (1919), letusan Gunung Agung,

Bali (1963), letusan Gunung Merapi, Jawa Tengah (1972). Sebelumnya Gunung

Merapi tersebut meletus pada tahun 928 yang mengakibatkan kerajaan Mataram

(2)

Masalah bencana harus didekati dengan pendekatan yang lebih rasional.

Banyak bencana yang sebenarnya bersumber dari ulah manusia itu sendiri.

Pemanasan global misalnya, diyakini terjadi karena perbuatan manusia yang

menghasilkan emisi gas rumah kaca ke atmosfer yang kemudian menghambat

panas sehingga permukaan bumi menjadi lebih panas. Demikian pula dengan

bencana banjir atau tanah longsor, sangat banyak dipengaruhi oleh pola hidup

manusia yang merambah hutan tanpa kendali sehingga gundul. Sebagai akibatnya

daya dukung tanah menampung curah hujan menurun sehingga terjadi banjir.

Peristiwa yang ditimbulkan oleh gejala alam maupun yang diakibatkan

oleh kegiatan manusia, baru dapat disebut bencana ketika masyarakat/manusia

yang terkena dampak oleh peristiwa itu tidak mampu untuk menanggulanginya.

Ancaman alam itu sendiri tidak selalu berakhir dengan bencana. Ancaman alam

menjadi bencana ketika manusia tidak siap untuk menghadapinya dan pada

akhirnya terkena dampak. Kerentanan manusia terhadap dampak gejala alam,

sebagian besar ditentukan oleh tindakan manusia atau kegagalan manusia untuk

bertindak.

Pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan dalam menangani

persoalan kebencanaan di Indonesia, termasuk untuk mengatasi berbagai

permasalahan dalam penanggulangan bencana. Kebijakan tersebut dituangkan

dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang

Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 23

(3)

Non-Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana, serta Peraturan Presiden Nomor 8

Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

(Nurjanah,2013:98).

Gunung Sinabung (bahasa Karo: Deleng Sinabung) adalah gunung api di

Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Gunung

Sinabung bersama Gunung Sibayak di dekatnya adalah dua gunung berapi aktif di

Sumatera Utara dan menjadi puncak tertinggi ke 2 di provinsi itu. Ketinggian

Gunung Sinabung adalah 2.460 meter diatas permukaan laut. Gunung ini tidak

pernah tercatat meletus sejak tahun 1600, tetapi mendadak aktif kembali meletus

pada tahun 2010. Letusan terakhir gunung ini berlangsung hingga kini

(Wikipedia,2016).

Gunung Sinabung meletus mulai 27 Agustus 2010 dan tidak dapat

dipastikan kapan akan berakhirnya erupsi Gunung Sinabung. Diawali tanggal 27

Agustus hingga 29 Agustus 2010 Gunung Sinabung memuntahkan lava. Pada 3

September, terjadi 2 letusan. Pertama terjadi sekitar pukul 04.45 WIB, debu

vulkanik menyembur 2 kilometer ke atas. Disusul letusan kedua pada pukul 18.00

WIB yang disertai gempa bumi vulkanik yang terasa hingga 26 kilometer sekitar

Gunung Sinabung. Pada 7 September, Gunung Sinabung kembali meletus. Suara

letusan terdengar sampai jarak 8 kilometer disekitar Gunung Sinabung. Debu

vulkanik tersembur hingga 5.000 meter ke udara. Pada 20 November, Sinabung

meletus 6 kali. Pada 23 November 4 kali meletus. Akibat rangkaian letusan ini,

kota Medan yang berjarak 80 kilometer disebelah timur terkena hujan abu. Pada

(4)

atau awas. Sejak itu, penduduk dari 21 desa diungsikan. Status awas bertahan

hingga saat ini.

Dampak yang diberikan dari erupsi Gunung Sinabung sangat besar bagi

kehidupan masyarakat seperti dari aspek kesehatan terutama gangguan ISPA

(Infeksi Saluran Pernapasan) pada anak-anak hingga lanjut usia. Dilihat dari

aspek psikologis, masyarakat yang tinggal di daerah zona merah mengalami

tekanan hingga trauma yang berat. Banyak diantara masyarakat yang mulai

khawatir akan kejelasan kehidupan mereka mulai di pengungsian hingga keluar

dari pengungsian. Dari aspek pendidikan, dapat dilihat bahwa pendidikan sudah

mulai terbengkalai karena banyak masyarakat yang tidak mampu membiayai

biaya pendidikan. Dari segi sarana pendidikan dapat dilihat banyaknya

sekolah-sekolah terutama di zona merah yang sudah hancur karena aktivitas Gunung

Sinabung yang terus meningkat. Selain itu, dari segi sosial ekonomi masyarakat

juga mengalami dampak yang signifikan. Kehidupan sosial yang dulunya tertata

dengan baik dan sekarang mengalami perubahan. Dari segi ekonomi sendiri,

pekerjaan masyarakat menjadi terbengkalai karena lahan pertanian rusak parah

akibat abu vulkanik hingga hujan lumpur sehingga menyebabkan gagal panen

masyarakat dan pendapatan masyarakat menjadi turun.

Pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana Republik Indonesia

melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo memutuskan

untuk merelokasi pengungsi. Relokasi pengungsi ini dilakukan dengan 2 tahap

yaitu tahap relokasi pemukiman di Siosar Kecamatan Merek Kabupaten Karo dan

tahap relokasi mandiri. Tahap relokasi pertama ini untuk desa yang dekat dengan

(5)

Relokasi tahap pertama sebanyak 370 kk di Siosar sudah selesai dilakukan sejak

Juni 2015 lalu. Sedangkan untuk tahap kedua, yaitu relokasi mandiri

diperuntukkan untuk Desa Gurukinayan, Desa Kuta Tonggal, Desa Berastepu dan

Desa Gamber.

Relokasi mandiri hunian tetap dan relokasi hunian sementara masih

menjadi solusi jangka pendek bagi pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung.

Bantuan yang diberikan Pemerintah pusat untuk relokasi mandiri sebesar Rp

190,6 miliar. Dana ini sudah diserahkan BNPB ke Pemerintah daerah Karo dan

masuk dalam APBD 2016. Sedangkan untuk pengadaan sewa lahan hunian

sementara selama 5 tahun, Pemerintah menyiapkan Rp 1,87 miliar

(Okezone,2016).

Relokasi mandiri merupakan tahap kedua untuk penanganan korban

erupsi Gunung Sinabung yang dilakukan secara mandiri dan Pemerintah tidak lagi

menyediakan lahan untuk korban erupsi. Relokasi mandiri tahap pertama

diberlakukan karena izin pembukaan lahan hutan dan untuk relokasi tahap kedua

tidak dikeluarkan maka, diputuskan masyarakat secara berkelompok mencari

sendiri areal untuk pembangunan rumah dan ladang. Sedangkan fasilitas umum

pendukung perumahan nantinya disiapkan oleh pemerintah.

Salah satu desa yang direlokasi mandiri adalah Desa Berastepu

Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Jumlah penduduk Desa Berastepu

pada tahun 2015 sebanyak 2.168 jiwa dan memiliki 665 kepala keluarga. Desa

Berastepu menjadi desa yang harus direlokasi karena letak desa yang berada di

zona merah Gunung Sinabung dengan radius ± 5 km. Masyarakat Desa Berastepu

(6)

Daerah relokasi hunian tetap masyarakat Berastepu salah satunya berada di Desa

Gajah Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo.

Penduduk Desa Berastepu harus mengungsi ke daerah yang lebih aman

sejak tahun 2010 yang lalu. Penduduk Berastepu ditempatkan kedalam empat titik

posko pengungsian yakni di Posko Gereja Santo Petrus dan Paulus Jalan Irian

Kabanjahe, Gereja GBKP Kabanjahe Kota, Gedung klasis GBKP Kabanjahe, dan

Mesjid Agung Kabanjahe.

Pekerjaaan masyarakat Desa Berastepu mayoritas disektor pertanian.

Aktivitas Gunung Sinabung yang masih dalam level Awas dan terus

mengeluarkan abu vulkanik hingga hujan lumpur mengakibatkan lahan pertanian

di Desa Berastepu rusak. Abu vulkanik dan hujan lumpur merusak tanaman

pangan dan holtikultura yang ditanam oleh petani Desa Berastepu. Dari kondisi

yang terjadi ini, mengakibatkan menurunnya pendapatan masyarakat yang

signifikan. Lahan pertanian yang berada di Desa Berastepu tidak digarap oleh

penduduk karena jalan masuk ke desa sudah dijaga ketat oleh BPBD Kabupaten

Karo. Sehingga banyak diantara masyarakat berusaha dengan cara sembunyi ke

lokasi pertanian mereka untuk memanen sedikit hasil dari pertanian yang masih

dapat dimanfaatkan.

Bantuan dari Pemerintah yang sudah diperoleh penduduk Desa Berastepu

adalah dana pendidikan dari tingkat SD hingga perguruan tinggi, dan bantuan

untuk sewa rumah dan lahan pertanian sebanyak Rp 5.600.000,00. Dana tersebut

dirinci untuk dana sewa rumah sebanyak Rp 1.800.000,00 dan untuk sewa lahan

pertanian sebanyak Rp 3.800.000,00. Dana bantuan sewa rumah dan lahan

(7)

berturut-turut sejak tahun 2013 lalu. Selain bantuan tersebut, sebagian masyarakat

Desa Berastepu sudah terdaftar sebagai penerima bantuan hunian tetap sebanyak

Rp 110.000.000,00 per kepala keluarga dan data sudah diverifikasi. Bantuan

hunian tetap ini dipergunakan dengan rincian, pembangunan rumah dan

pembelian tapak rumah sebanyak Rp 59.400.000,00 sedangkan untuk usaha

pertanian sebanyak Rp 54.600.000,00.Dana hunian tetap ini diserahkan secara

swakelola kelompok. Masyarakat Desa Berastepu yang melakukan relokasi

hunian tetap di Desa Gajah sebanyak 40 kepala keluarga.

Bencana Sinabung yang terjadi menjadi penyebab perubahan yang besar

dalam kehidupan masyarakat sekitar Gunung Sinabung terutama desa zona merah

yang direlokasi. Lingkungan alam sangat mempengaruhi sendi kehidupan sosial

masyarakat sehingga banyak terjadi perubahan akibat terjadinya bencana.

Keadaan masyarakat yang tadinya teratur, memiliki sistem, dan terdapat

stratifikasi sosial berubah seketika menjadi tidak terlihat lagi. Kehidupan yang

dialami hampir sama setiap keluarga sehingga sulit membedakan yang mana

kalangan kaya dan miskin. Kini tidak ada keluarga yang kedudukannya lebih

tinggi atau lebih rendah jika dilihat dari ekonominya. Semua masyarakat sudah

terlihat sama dimana kehidupan yang dijalani saat ini bergantung pada setiap

bantuan dari pihak LSM maupun Pemerintah.

Salah satu desa yang berada di Kecamatan Simpang Empat ini adalah

Desa Gajah.Hamparan Desa Gajah merupakan salah satu wilayah tempat

pembangunan pemukiman bagi korban erupsi Sinabung asal Desa Berastepu.

Letak hamparan Desa Gajah berada ±1 km dari kantor camat Simpang Empat.

(8)

rumah. Masyarakat Desa Berastepu memilih hamparan Desa Gajah karena

memiliki letak yang strategis dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian yang dituangkan dengan judul “Tinjauan Kehidupan Sosial

Ekonomi Masyarakat Hunian Tetap Desa Berastepu Di Hamparan Desa Gajah

Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo”.

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat hunian tetap Desa

Berastepu di Hamparan Desa Gajah Kecamatan Simpang Empat

Kabupaten Karo?

b. Bagaimana strategi bertahan hidup masyarakat hunian tetap Desa

Berastepu di Hamparan Desa Gajah Kecamatan Simpang Empat

Kabupaten Karo?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kehidupan sosial

ekonomi masyarakat hunian tetap Desa Berastepu di hamparan Desa Gajah

(9)

1.3.2 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi

sebagai berikut:

1. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam

menambah referensi dan kajian serta studi komparatif bagi peneliti atau

mahasiswa yang tertarik terhadap penelitian yang berhubungan dengan

kehidupan sosial ekonomi masyarakat tahap relokasi mandiri Gunung

Sinabung.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dalam membuat

program-program yang dibuat pemerintah ataupun pihak-pihak yang

terkait dalam tahap relokasi mandiri Gunung Sinabung.

1.4 Sistematika penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika

sebagai berikut:

BAB 1 : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah

yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi

(10)

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang penelitian, lokasi penelitian, unit analisis

dan informasi, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian dan

data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil

penelitian serta analisis pembahasannya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan lesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran

Referensi

Dokumen terkait

menganalisis dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap produktivitas sayur- mayur (kentang, brokoli, dan sawi) di lokasi penelitian sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung,

menganalisis dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap produktivitas sayur- mayur (kentang, brokoli, dan sawi) di lokasi penelitian sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung,

1) Untuk menganalisis dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap produktivitas sayur-mayur (kentang, brokoli, dan sawi) di lokasi penelitian sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung.

Maka untuk melihat dampak dari musibah erupsi gunung Sinabung terhadap petani karo akan dibandingakan kinerja sistem agribisnis tomat dan pendapatan usahatani tomat sebelum

biaya produksi pada usahatani yang terkena dampak menunjukkan erupsi Gunung. Sinabung juga mempengaruhi besarnya pendapatan yang diterima oleh

16 Produksi, Penerimaan, Total Biaya dan Pendapatan Per Petani dan Per Ha di Daerah Tidak Terkena Dampak Erupsi Gunung Sinabung Selama 1 Musim Tanam. 17 Hasil Output SPSS Uji

Dari berbagai permasalahan yang dihapi pengungsi erupsi Gunung Sinabung maka peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap penduduk Desa Bekerah dengan judul “Dampak Bencana

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dampak bencana pasca meletusnya Gunung Sinabung terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman