• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dan Implementasikebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Riau Terhadap Hutan (Studi Kasus : Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dan Implementasikebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Riau Terhadap Hutan (Studi Kasus : Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan)"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia dikaruniai sebagai salah satu hutan tropis yang paling luas dan paling kaya akan keanekaragaman hayati di dunia. Puluhan juta rakyat Indonesia mengandalkan hidup dan mencari mata pencaharian dari hutan, baik dari mengumpulkan berbagai jenis hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun yang bekerja pada sektor industri pengolahan kayu. Hutan tropis Indonesia merupakan habitat flora dan fauna yang kelimpahannya tidak tertandingi dengan negara lain. Bahkan sampai sekarang hampir setiap ekspedisi ilmiah yang dilakukan hutan Indonesia selalu menghasilkan penemuan species – species yang baru.

(2)

2

tahun 1996, deforestasi tampaknya malah meningkat lagi sampai sekitar 2 juta ha per tahun.1

Di Indonesia, hampir seluruh hutan merupakan milik negara dan secara administrasi lahan – lahan hutan ini dipetakan secara akurat oleh pemerintah berdasarkan penggunaan dan fungsinya. Departemen Kehutanan bertanggung jawab atas kawasan hutan yang berstatus permanen, yaitu hutan – hutan yang telah dialokasikan sebagai hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi terbatas atau hutan produksi. Meskipun demikian, defenisi – defenisi pemanfaatan hutan secara administratif ini sering tidak sesuai dengan tutupan hutan yang sebenarnya.

Pada tingkatan ini, seluruh hutan dataran rendah Indonesia yang paling kaya akan keanekaragaman hayati dan berbagai sumber kayu akan lenyap dalam dekade mendatang. Banyak sekali ancaman terhadap hutan Indonesia, mulai dari berbagai kegiatan pembalakan skala besar oleh perusahaan industri perkebunan sampai skala kecil oleh kalangan petani. Pembalakan illegal terhadap hutan dilakukan oleh setiap tingkatan masyarakat mulai dari petani, pejabat pemerintah nasional maupun lokal, para pengusaha industri bahkan militer.

2

Kondisi hutan Indonesia yang mengawatirkan tersebut disebabkan oleh sistem politik dan ekonomi yang korup, yang beranggapan bahwa hutan sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik maupun pribadi. Perkembangan industri yang berkaitan dengan hutan dan perkebunan di

1

Restu Achmaliadi. 2001. Keadaan Hutan Indonesia. Bogor, Indonesia : Forest Watch Indonesia. Hal 6.

2

(3)

3

Indonesia terbukti sangat menguntungkan, hal ini bermula di masa Orde Baru dimana regulasi terkait Hak Pengusahaan Hutan (HPH) begitu menguntungkan para pemodal.

Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan hutan produksi yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan hasil, pengolahan dan pemasaran hasil hutan, berdasarkan ketentuan–ketentuan yg berlaku serta berdasarkan azas kelestarian. HPH diberikan Izin pengusahaan oleh pemerintah untuk kegiatan tebang pilih di hutan-hutan alam selama periode tertentu, umumnya 20 tahun, dan diperbarui untuk satu periode selanjutnya, umumnya 20 tahun lagi. Izin HPH ini semula dimaksudkan untuk tetap mempertahankan hutan sebagai kawasan hutan produksi permanen.3

Halini juga dibarengi dengan kebijakan pembangunan hutan di Indonesia di awali pada tahun 1957 yang ditandai dengan keluarnya peraturan pemerintah Nomor 64 tahun 1957 tentang Penyerahan urusan bidang kehutanan kepada Daerah Swatantra Tingkat I. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan dana untuk pembangunan pemerintah mengeluarkan Undang – Undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang – Undang No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam negeri. Setelah Undang – Undang tersebut disahkan,

3

Lihat blog

(4)

4

para pemilik modal banyak menanamkan modalnya di Indonesia dengan tujuan bisnis.4

Indonesia adalah produsen utama kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, pulp dan kertas, disamping beberapa hasil perkebunan seperti kelapa sawit, karet dan coklat. Pertumbuhan ekonomi ini dicapai tanpa memperhatikan pengelolaan hutan secara berkelanjutan atau hak – hak lokal. Lonjakan pembangunan perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit juga merupakan penyebab dari deforestasi. Hal ini dikarenakan hampir 7 juta ha hutan sudah dikoversi menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1985 sampai tahun 1997.

Pada saat rejim “Orde Baru” mulai berkuasa pada akhir tahun 1960-an, para perencana ekonomi mengambil langkah – langkah taktis untuk membangun perekonomian yang pada saat itu lemah menjadi membaik dengan menciptakan kerangka legal yang membuat perusahaan swasta untuk melakukan eksploitasi besar – besaran terhadap hutan tanpa memikirkan akibatnya. Hutan Sumatera dan Kalimantan merupakan targetan utama dalam hal eksploitasi tersebut dimana kondisi kedua hutan tersebut memiliki pasokan spesies pohon yang bernilai tinggi.

5

Pada pertengahan tahun 1980-an, pemerintah meluncurkan sebuah rencana ambisius untuk membangun kawasan yang luas untuk hutan tanaman industri yang tumbuh cepat (Hutan Tanaman Industri – HTI), khususnya di Sumatera dan Kalimantan. Program ini pada awalnya sebagai rencana untuk menyediakan pasokan tambahan kayu yang berasal dari hutan – hutan alam, melakukan

4

Lihat blog Mukti Ali https://mukti-ali.blogspot.co.id (di akses pada tanggal 08 nov 16)

5

(5)

5

rehabilitasi lahan yang terdegradasi dan mempromosikan konservasi alam. Untuk mencapai tujuan tersebut, para pengusaha HTI menerima berbagai subsidi pemerintah.

Peraturan pemerintah pada saat itu jelas menyatakan bahwa HTI hanya diberikan untuk kawasan hutan permanen nonproduktif dan tidak akan diberikan di kawasan yang sudah berada di bawah sebuah HPH. Namun pada kenyataannya, konsesi HTI sering dibangun di lahan hutan yang masih produktif.

Secara umum, hutan sangat berperan dalam membantu umat manusia. Diantaranya seperti mengatur tata air, mencegah banjir, mencegah abrasi air laut, mengendalikan erosi, memelihara kesuburan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, sudah seharusnya hutan menjadi salah satu yang harus dimiliki dan dijaga oleh negara, bukan malah negara menjadi alat penghancur terhadap hutan. Namun seiring berjalannya waktu dan tingkat kebutuhan akan lahan yang terus meningkat, mendorong baik individu maupun kelompok melakukan eksploitasi hasil hutan secara berlebihan serta tidak memperhatikan kelestariannya. Salah satu pelanggaran yang dilakukann dan sangat sering diperbincangkan adalah maraknya pembakaran hutan secara liar.

(6)

6

masa kepemimpinan Soeharto sering terjadi bahkan sampai pada pemerintahan sekarang ini kita dapat merasakan kebakaran – kebakaran hutan yang dilakukan oleh pihak koorporasi yang mendapatkan izin untuk mengelolah hutan produksi dan membuka lahan perkebunan.

Sekarang ini Indonesia berada di persimpangan jalan, di mana sebagian besar sumber daya alamnya mengalami kehancuran. Jatuhnya rejim orde baru mengawali langkah baik dalam pengimpelementasi kebijakan otonomi daerah yang pada intinya melakukan desentralisasi berbagai fungsi pemerintahan, termasuk juga aspek peraturan tentang pengelolahan hutan kepada pemerintah daerah.

Transisi pemerintahan Soeharto ke pemerintahan reformis menimbulkan kondisi hutan yang porak poranda, sehingga banyak kalangan yang peduli akan kondisi hutan coba memformulasikan konsepsi terkait pemulihan kondisi hutan Indonesia yang juga dibarengi dengan adanya otonomi daerah. Otonomi daerah dalam konteks hutan sangatlah penting, di mana pemerintah daerah yang seyongyanya sebagai lembaga representatif sangat memahami kondisi dan kebutuhan daerah itu sendiri. Sehingga, ketika masyarakat daerah tersebut resah akan kondisi hutan dan kebakaran hutan yang ada maka pemerintah daerah haruslah siap untuk melayani masyarakat untuk terhindar dari bencana yang ditimbulkan akibat pembalakan hutan.

(7)

7

Angka yang cukup mengejutkan dimana sebanyak 87% dari peringatan titik api di sepanjang Sumatera berada di Provinsi Riau. Kebakaran hutan dan lahan gabut di Provinsi Riau terus meningkat. Kebakaran hutan di Riau masih terus terjadi hingga saat ini, sehingga menimbulkan banyak dampak sosialnya seperti kesehatan, pendidikan, transportasi dan lain sebagainya.

Selama kurun tahun 2013, total 252.172 hektare hutan alam dihancurkan oleh korporasi berbasis tanaman industri, dibanding tahun sebelumnya deforestasi sebesar 188.000 hektare. Ada peningkatan sekitar 64 ribu lebih deforestasi terjadi dibanding tahun 2012. Kini sisa hutan alam sekira 1.7 juta hektare atau tinggal 19 persen dari luas daratan Riau (8.9 juta hektare). Data menunjukkan bahwa tiga tahun belakangan (2009-2012), Riau kehilangan tutupan hutan alam sebesar 565.197,8 (0.5 juta) hektare, dengan laju deforestasi per tahun 188 ribu hektare per hari. Dan 73.5 persen kehancuran itu terjadi pada hutan alam gambut yang seharusnya dilindungi.6

Berdasarkan Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam pertimbangannya menyatakan pada huruf (a) bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip

6

(8)

8

demokrasi, pemerataan, suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.7

Kebijakan tentang pusat pengendalian kebakaran hutan dan lahan bertujuan untuk memantapkan keterpaduan langkah – langkah dan tindakan – tindakan dalam hal pengendalian hutan dan lahan. Di dalam kebijakan tersebut

Maka dari itu, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan melayani masyarakat daerahnya sendiri.

Dalam upaya mengatasi kebakaran hutan yang terjadi saat ini maka kebijakan pemerintah daerah sangat diperlukan.Berdasarkan fenomena kebakaran dan eksploitasi terhadap hutan di Provinsi Riau, maka pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan Peraturan Gubernur tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Riau Nomor 11 tahun 2014. Peraturan Gubernur tersebut merupakan tindaklanjut dari Intruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, intruksi tersebut ditujukan kepada pemerintah daerah seperti gubernur.

Kebijakan tersebut juga mengingat tentang beberapa undang – undang yang saling terkait tentang hutan di antaranya adalah Undang – undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Undang – undang Nomor 26 tahun 2007 tentangPenataan Ruang, Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana dan Pengungsi di Daerah.

7

(9)

9

juga dilakukan berdasarkan azas kemanusiaan, kemandirian, gotong-royong, profesionalitas dan kewilayahan sesuai dengan wewenang dalam undang – undang nomor 23 tahun 2004 tentang pemerintah daerah.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul tentang Analisis Kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Riau Terhadap Hutan (Studi Kasus : Peraturan Gubernur Provinsi RiauNomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan)dengan menganalisis apa – apa saja isi dari kebijakan tersebut.

I.2 Rumusan Masalah

Agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam penulisan skripsi ini, maka dirumuskan dahulu masalahnya. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di dalam latar belakang, maka penulis merumuskan masalah yaitu :

1. Apa – apa saja yang menjadi kebijakan pemeritah daerah Provinsi Riau melalui Peraturan Gubernur tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

(10)

10 I.3Pembatasan Masalah

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membuat pembatasan masalah terhadap masalah yang akan dibahas agar hasil yang diperoleh tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai, maka penelitian ini hanya membahas :

1. Penelitian ini hanya mengkaji kebijakan pemeritah daerah Provinsi Riau Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

2. Penelitian ini hanya menganalisis Peraturan Gubernur Provinsi Riau Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

I.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui isi dari kebijakan pemeritah daerah Provinsi Riau melalui Peraturan Gubernur tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

2. Menganalisis Peraturan Gubernur Provinsi Riau Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

I.5 Manfaat Penelitian

(11)

11

1. Secara Akademis, Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan ilmiah di bidang politik terkait dengan menganalisis kebijakan-kebijakan publik yang dikeluarkan Pemerintah.

2. Secara Kelembagaan, penelitian ini dapat menjadi peluang maupun evaluasi bagi pemerintah dalam menghasilkan sebuah kebijakan publik yang berhubungan dengan kebutuhan hidup masyarakat.

3. Secara Individu, penelitian ini bermanfaat mengembangkan kemampuan penulis dalam mengasah kemampuan berpikir secara ilmiah mengenai kebijakan pemerintah tentang hutan.

I.6 Kerangka Teori

Adapun kerangka teori yang menjadi landasan berfikir dalam penelitian ini adalah :

I.6.1 Teori Kebijakan Publik

Kebijakan adalah suatu keputusan yang mencerminkan sikap suatu organisasi terhadap suatu persoalan yang telah, sedang atau akan dihadapi .Kebijakan publik adalah keputusan yang di buat oleh Negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk mengantarkan masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan.8

Kebijakan publik dalam defenisi yang mashur dari Dye adalah bahwa apapun kegiatan pemerintah baik yang eksplisit maupun implisit merupakan

8

(12)

12

kebijakan. Jika anda melihat banyak jalan berlubang, jembatan rusak atau sekolah rubuh kemudian anda mengira bahwa pemerintah tidak berbuat apa – apa, maka “diamnya” pemerintah menurut Dye adalah kebijakan. Selain Dye, James E Anderson mendefenisikan kebijakan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.9

Menurut Carl Frederich memandang kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seorang kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan - kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan atau suatu maksud tertentu.10

Sebagian dasar pemikiran, macam dan jenis kebijakan publik sangat banyak, namun demikian secara sederhana dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu:11

1. Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau mendasar, yaitu: Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Undang - Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang,Peraturan Pemeirntah,Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah.

2. Kebijakan publik yang bersifat menengah berupa penjelasan pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berbentuk peraturan menteri, Surat Edaran

9

Dwiyanto Indiahono.2009.kebijakan publik berbabasis Dynamic Policy Analisys, Yogyakarta : Gava Media, Hal 17.

10

Budi Winarno.2002,Teori dan Proses Kebijakan Publik, Jogjakara: Media Presindo, Hal. 16.

11

(13)

13

Kebijakanya dapat pula berbentuk Surat Keputusan Bersama atau SKB antar Menteri, Gubernur dan Bupati atau Walikota.

3. Kebijakan Publik yang bersifat mikro adalah kebijakan yang mengatur kebijakanya adalah peraturan yang dikeluarkan oleh aparat publik di bawah Menteri, Gubernur, Bupati atau Wali Kota.

Dalam pembuatan kebijakan, terdapat proses yang kompleks karena melibatkan banyak bagian dari proses maupun variabel yang harus dikaji. Kebijakan publik adalah suatu kesatuan sistem yang bergerak dari satu bagian kebagian lain secara berkesinambungan, timbal–balik dan saling membentuk. Kebijakan publik tidak terlepas dari sebuah proses kegiatan yang melibatkan aktor – aktor yang akan bermain dalam proses pembuat kebijakan.perumusan kebijakan adalah inti dari kebijakan publik, karena di dalam perumusan akan dirumuskan batas – batas kebijakan itu sendiri.12

Tidak semua isu yang dianggap masalah oleh masyarakat perlu dipecahkan oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan, yang akan memasukkannya kedalam agenda pemerintah yang kemudian diproses menjadi sebuah kebijakan setelah melalui berbagai tahapan, yaitu :13

1. Tahap pertama, perumusan masalah mengenali dan merumuskan masalah

merupakan langkah yang paling fundamental dalam perumusan kebijakan. Untuk dapat merumuskan kebijakan dengan baik, maka masalah – masalah publik harus dikenali dan didefenisikan dengan baik

12

Riant Nogroho, Ibid, Hal.355.

13

(14)

14

2. Tahap kedua, agenda kebijakan. Tidak semua masalah publik akan masuk

kedalam agenda kebijakan. Masalah – masalah tersebut akan berkompetisi antara satu dengan yang lain. Hanya masalah – masalah tertentu yang pada akhirnya akan masuk kedalam agenda kebijakan masalah publik yang masuk kedalam agenda kebijakan akan dibahas oleh para perumus kebijakan. Masalah – masalah tersebut dibahas berdasarkan tingkat urgensinya untuk dilaksanakan.

3. Tahap ketiga, pemilihan alternatif kebijakan untuk memecahkan masalah.

Pada tahap ini, para perumus kebijakan akan berhadapan dengan berbagai alternatif pilihan kebijakan yang akan diambil untuk memecahkan masalah. Para perumus kebijakan akan dihadapkan pada pertarungan kepentingan antar berbagai aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan. Pada kondisi ini, maka pilihan – pilihan kebijakan akan didasarkan pada kompromi dan negoisasi yang terjadi antar aktor yang berkepentingan dalam pembuatan kebijakan tersebut.

4. Tahap keempat, penetapan kebijakan setelah salah satu dari kebijakan

(15)

15

Suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupanya sehuingga dapat memberi landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan. Analisis yang dimaksud di dalam analisis kebijakan publik adalah proses dalam menelaah dan memilah unsur-unsur penting yang terkandung di dalam kebijakan publik tersebut. Selain memilah dan menilah bagian-bagian penting yang terkandung di dalam suatu kebijakan, analisis kebijakan publik juga bertujuan untuk menemukan rancangan-rancangan alternatif baru yang ada didalam kebijakan tersebut. Kegiatan-kegiatan yang tercakup dapat direntangkan mulai penelitian untuk menjelaskan atau memberikan pandangan-pandangan terhadap isu-isu atau masalah - masalah yang terantisipasi sampai mengevaluasi suatu program yang lengkap. Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif, dan perspektif.14

Sebagai suatu terapan dalam disiplin ilmu analisis kebijakan publik diharaplam dapat menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang memiliki dasar logika yang jelas dan mengandung 3 macam tolak ukur utama, yaitu :15

1. Nilai yang pencapainya merupakan tolok ukur utama untuk melihat apakah masalah telah teratasi

2. Fakta yang keberadaanya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai-nilai

3. Tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai.

14

William.N.Dunn. 2003. Analisis Kebijakan Publik II.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, hal.95

15

(16)

16

Adapun pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan sesorang dalam menganalisis sehingga memiliki dasar logika yang kuat yaitu pendekatan empiris, valuatif dan normatif.

Pendekatan Dalam Analisis Kebijakan Publik

Tabel 1.1

Pendekatan Pertanyaan Utama Tipe Informasi

Empiris Adakah dan adakah

(fakta)

Deskriptif dan preddiktif

Valuatif Apa manfaatnya (nilai) Valuatif

Normatif Apakah yang harus di

perbuat (aksi)

Preskriptif

Sumber : Analisis Kebijakan Publik. William N.Dunn hal 98

(17)

17

Dan yang terakhir adalah pendekatan normatif yang menekankan terhadap rekomendasi serangkaian tindakan-tindakan yangakan datang yang dapat menyelesaikan masalah publik, pertanyaan dalam pendekatan ini adalah yang berkenaan dengan tindakan yang diapilkasikan dari kebijakan publik tersebut.

Dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan publik, Dunn mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan yaitu16

1. Penetapan Agenda Kebijakan (Agenda Setting)

:

Yang pertama kali harus dilakukan adalah penentuan masalah publik yang harus dipecahkan. Pada hakekatnya permasalahan ditemukan melalui proses

Problem structuring. Woll mengemukakan bahwa suatu isu kebijakan dapat

berkembaang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat berikut: a. Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat. b. Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan publik

yang pernah dilakukan.

c. Isu tersebut mampu dikaitkan dengan simbol-simbol nasional atau politik yang ada.

d. Terjadinya kegagalan pasar (market failure)

e. Tersedianya teknologi dan dana untuk menyelesaikan masalah publik.

Menurut Dunnproblem structuring memiliki 4 fase yaitu: pencarian masalah (problem search), pendefinisian masalah (problem definition),

16

(18)

18

spesifikasi masalah (problem specification), dan pengenalan masalah (problem

setting). Sedangkan teknik yang dapat dilakukan untuk merumuskan masalah

adalah analisis batasan masalah, analisis klarifikasi, analisis hirarki brainsroming, analisis multi persfektif, analisis asumsional serta pemetaan argumentasi.

2. Formulasi Kebijakan ( Policy Formulation)

Menurut Woll, formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk penyelesaian masalah publik, dimana pada tahap para analisis kebijakan publik mulai menerapkan beberapa teknik untuk menjustifikasikan bahwa sebuah pilihan yang terbaik dari kebijakan yang lain. Dalam menentukan pilihan kebijakan pada tahap ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus diambil pada posisi tidak menentu dengan informasi yang serba terbatas.Pada tahap formulasi kebijakan ini, para analis harus mengidentifikasikan kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui prosedur forcasting untuk memecahkan masalah yang didalamnya terkandung konsekuensi dari setiap kebijakan yang dipilih.

3. Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)

Tahap adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan melalui dukungan para stakeholder atau pelaku yang terlibat. Tahap ini dilakukan setelah melalui proses rekomendasi dengan langkah-langkah sebagai berikut :

(19)

19

diinginkan dan merupakan langkah terbaik dalam upaya mencapai tujuan tertentu bagi kemajuan masyarakat luas. b. Pengidentifikasian kriteria-kriteria tertentu dan terpilih untuk

menilai alternatif yang akan direkomendasi.

c. Mengevaluasi alternative-alternatif tersebut dengan menggunakan kriteria-kriteria yang relevan (tertentu) agar efek positif alternatif kebijakan tersebut lebih besar daripada efek negative yang akan terjadi.

4. Implementasi kebijakan (policy implementation)

(20)

20

Jadi, tahapan implementasi kebijakan merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu perundangundangan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk

output yang jelas dan dapat diukur. Dengan demikian tugas implementasi

kebijakan sebagai suatu penghubung yang memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktifitas atau kegiatan program pemerintah.

5. Evaluasi Kebijakan (Policy Asassment)

Tahap akhir dari proses pembuatan kebijakan adalah penilaian terhadap kebijakan yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua proses implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang telah ditentukan atau yang direncanakan dalam program kebijakan tersebut sesuai dengan ukuran-ukuran (Kriteria-kriteria) yang telah ditentukan.

(21)

21

Tahapan Kebijakan Publik

Tabel A 1.2

Penyusunan kebijakan ( Agenda Setting)

Formulasi kebijakan (Policy Formulation)

Adopsi kebijakan (Policy Adoption)

Implemantasi kebijakan (Policy Implementation)

Evaluasi kebijakan (Policy Assassment)

I.6.2 Politik Lingkungan

(22)

22

the product of political processes” Jika keadaan lingkungan adalah produk dari

proses-proses politik, maka tidak terlepas pula dalam hal ini adalah keterlibatan proses-proses dialektik dalam politik ekonomi. Perhatian tertentu difokuskan pada konflik yang di timbulkan karena adanya akses lingkungan yang dihubungkan ke sistem politik dan hubungannya dengan ekonomi.17

Menurut Vandana Siva, akar krisis ekologis terletak pada kelalaian pihak penguasa dalam menyingkirkan hak-hak komunitas lokal untuk berpartisipasi secara aktif dalam kebijakan lingkungan.18Paterson mengatakan bahwa politik lingkungan adalah suatu pendekatan yang menggabungkan masalah lingkungan dengan politik ekonomi untuk mewakili suatu pergantian tensi yang dinamik antara lingkungan dan manusia, dan antara kelompok yangbermacam-macam di dalam masyarakat dalam skala dari individu lokal kepada transnasional secara keseluruhan.19

Sementara menurut Bryant, politik lingkungan boleh didefenisikan sebagai usaha untuk memahami sumber-sumber politik, kondisi dan menjadi suatu jaringan dari pergantian lingkungan. Bryant memusatkan kajian politik lingkungannya dengan meneliti operasional dalam pengelolaan hutan dalam kasus Indonesia. Dari defenisi di atas, jelaslah, bahwa defenisi Bryant yang menekankan bahwa politik hal yang pertama atas politik lingkungan, yang berbasis aspek

17

Sansen Situmorang. 2008. Ekologi Politik : Gagasan CSR Dalam Meredam Gejolak Sosial Masyarakat

Lokal. Hal 25.

18

Umar Syadat Hasibuan. 2008. Green Politics dan Penyelesaian Persoalan Lingkungan Hidup di Indonesia. Melalu

19 Herman Hidayat. 2008. Politik Lingkungan: Pengelolaan Hutan Masa Orde Baru dan Reformasi. Jakarta:

(23)

23

pembangunan dan berwawasan lestari. Ada dua alasan rasional untuk kondisi ini.Pertama, bahwa tekanan politik dan ekonomi dari pemerintah Soeharto mewarnai secara mendalam dalam pengelolaan hutan sejak tiga dekade pemerintahannya (1966-1998). Kedua, implikasi dari tekanan politik dan ekonomi atas perspektif lingkungan telah diabaikan oleh birokrat kehutanan, yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan hutan.15

Mengamati skala sosial dan lingkungan yang berbeda, politik lingkungan menjelaskan sekurangnya tiga penelitian area yang berbeda, yaitu :20

1. Pertama, penelitian ke dalam sumber yang kontekstual perubahan

lingkungan yang menguji pengaruh lingkungan secara umum pada suatu negara, hubungan antar negara, dan kapitalisme global.

2. Kedua, area penelitian mencari tahu suatu lokasi dari aspek-aspek yang

khusus mengenai perubahan lingkungan, yaitu dengan studi suatu konflik atas akses sumber -sumber lingkungan. Ilmuwan memperoleh pandangan bagaimana kontekstual pelaku berpengaruh atas kondisi sosio-lingkungan yang khusus, hubungan, dan menekankan perjuangan lokasi yang khusus atas lingkungan. Mengambil, baik sejarah maupun dinamika konflik, penelitian area ini menggambarkan bagaimana para petani yang miskin dan marsyarakat lokal tanpa kekuasaan berperang melindungi fondasi lingkungan atas kehidupannya.

20

(24)

24

3. Ketiga, penelitian area ini menjelaskan jaringan politik dari perubahan

lingkungan atas hubungan sosio - ekonomi dan politik.

Etika lingkungan menyoroti tentang kapasitas sumber daya bumi untuk menopang populasi manusia, kapasitas biosfer untuk menyerap limbah manusia, perubahan iklim sebagai akibat perilaku manusia, laju kepunahan spesies non-manusia yang terus meningkat dengan cepat, eksploitasi lingkungan dengan cepat, eksploitasi lingkungan di negara miskin untuk mempertahankan gaya hidup negara kaya, ketidakpedulian sistematis terhadap kepentingan generasi yang akan datang, perusakan yang luas dan parah terhadap hutan dan laut, dan pemanfaat binatang untuk keperluan industri.21

Politik pembangunan dapat didesain atau dibuat oleh Negara. Ditinjau dari konsepnya, politik banyak Pembangunan adalah perubahan kearah kondisi yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana.Dalam kata pembangunan, hal yang sangat pokok yaitu adanya hakikat membangun, yang berlawanan dengan merusak.Oleh karena itu, perubahan ke arah yang lebih baik seperti yang diinginkan dan dengan terencana, harus mengoptimalkan sumberdaya I.6.3 Politik Pembangunan

Sama dengan konsep politik, pembangunan juga merupakan suatu konsep yang masih diperdebatkan dan banyak menuai kritik.

21

(25)

25

yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada. mengartikan sebagai sebuah perebutan kekuasaan seperti pengertian politik yang diberikan Hans J. Morgenthau dengan istilah The Stuggle For Power yakni perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan22. Politik itu dalam hubungan ini adalah perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan, mengontrol kekuasaan, serta bagaimana menggunakan kekuasaan. Namun terlepas dari sinisme akan politik dan perebutan kekuasaan, politik sesungguhnya merupakan cara atau strategi untuk meraih kekuasaan dan dengan itu ia dapat mengimplementasikan ide, gagsan atau ideologi perjuangan baik secara individu, kelompok atau negara.23

Menurut Warjio, peran pemerintah menjadi subjek utama pembangunan yakni memperlakukan rakyat sebagai objek, resipient atau penerima. Pemahaman Dalam pembangunan peran pemerintah menjadi subjek utama yang memperlakukan rakyat sebagai objek, penerima dan bahkan partisipasi pembangunan.Dalam pembahasan mengenai paradigma yang mencari jalan ke arah pembangunan yang berkeadilan perlu diketengahkan teori pembangunan yang berpusat pada rakyat. Paradigma ini memberi peran kepada individu bukan sebagai obyek, melainkan sebagai pelaku yang menetapkan tujuan, mengendalikan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Pembangunan yang berpusat pada rakyat menghargai dan mempertimbangkan prakarsa rakyat dan kekhususan setempat.

22 Hans J. Morgenthau. 1959. Politics Among Nations, The Struggle For Power and Peace, New York:

Alfred A. Knopf, Hal 25.

23

(26)

26

yang demikian tentang pembangunan memberikan satu kesimpulan bahwa pembangunan sangat terkait erat dengan proses dan kepentingan politik lembaga-lembaga internasional ataupun kepentingan negara. Pembangunan juga merupakan hasil dari proses ataupun kepentingan elit politik pemerintah ataupun kelompok kepentingan dalam satu negara.24

Menurut Warjio, Strategi pembangunan pada dasarnya adalah cara atau jalan yang terbaik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan semula berdasarkan platform yang di buat. Karena itu strategi pembangunan yang baik akan dapat menghasilkan pencapaian tujuan yang diinginkan secara efesien dan efektif. Strategi pembangunan mestilah disesuaikan dengan kondisi, potensi yang dimiliki dan permasalahan pokok yang dihadapi serta sumber daya yang tersedia yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan.

Menurut Todaro, pembangunan adalah sebuah proses multi dimensional yang mencakup berbagai perubahan atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi, pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengetasan kemiskinan. Pembangunan juga diartikan sebagai suatu proses perubahan sosial dengan partisipasi yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk mencapai kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan dan kualitas yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka.

25

24 Warjio. Ibid. Hal. 12 25

(27)

27

Politik pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan nasional memerlukan keterpaduan tata nilai, struktur, dan proses. Keterpaduan tersebut merupakan himpunan usaha untuk mencapai efisiensi, daya guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam penggunaan sumber dana dan daya nasional guna mewujudkan tujuan nasional. Karena itu, kita memerlukan sistem manajemen nasional. Sistem manajemen nasional berfungsi memadukan penyelenggaraan siklus kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaan kebijaksanaan. Sistem manajemen nasional memadukan seluruh upaya manajerial yang melibatkan pengambilan keputusan berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan ketertiban sosial, politik, dan administrasi.

I.7 Metodologi Penelitian

I.7.1 Metode Penelitian

(28)

28

pada saat sekarang dengan berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.26

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pada umumnya, penelitian kualitatif ini tidak mempergunakan angka atau nomor dalam mengolah data yang diperlukan. Data kualitif terdiri dari kutipan-kutipan orang dan deskripsi keadaan, kejadian interaksi, dan kegiatan. Dengan menggunakan jenis data kualitatif, memungkinkan peneliti mendekati data sehingga mampu mengembangkan komponen-komponen keterangan yang analitis, konseptual, dan kategoris dari data itu sendiri.

I.7.2 Jenis Penelitian

27

Tipe paling umum dari penelitian ini adalah penilaian sikap atau pendapat individu, organisasi, keadaan ataupun prosedur yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan dalam survei, wawancara, atau observasi.

I.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang dipergunakan adalah data primer dan data sekunder. Dimana data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui wawancara mendalam kepada sumbernya, adapun yang menjadi narasumber adalah:

26

Hadari Nawawi. 1987. Metodelogi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal: 63.

27

Bruce A. Chodwick. 1991. Social Science Research Method, terj. Sulistia dkk, Metode Penelitian Ilmu-Ilmu

(29)

29 1. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau

2. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau 3. Pengurus Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Provinsi Riau.

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui berbagai sumber seperti buku, majalah, laporan, jurnal dan dokumen lainnya.

I.7.4 Teknik Analisis Data

(30)

30 I.8 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab ini berisi tentang Latar belakang Masalah,Rumusan Masalah,TujuanPenelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metode Penelitian dansistematika Penulisan.

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

Pada Bab ini mengambarkanprofil Provinsi Riau serta menguraikan kondisi hutan di Provinsi Riau sebagai sumber analisis penelitian.

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

Pada bab ini akan memuat data dan analisa data yang didapat dari hasil penelitian yang dilakukan terkait permasalahan yang menjadi masalah penelitian.

BAB IV PENUTUP

Gambar

Tabel 1.1

Referensi

Dokumen terkait

Tahapan kegiatan yang akan dilakukan melalui scientific approach menurut Petunjuk Teknis Pendekatan Ilmiah (scientific approach) Kurikulum 2013 dalam Permendikbud 81

tidak terpisah antara rawat jalan dan rawat inap digabungkan, jadikan memang sementara bentuk rekam medik kita dirumah sakit haji inikan belum instalasi kalau kita

Penyakit Buerger adalah suatu keadaan dimana arteri serta vena ukuran sedang dan kecil mengalami inflamasi berulang (rekuren), terutama pada bagian ekstremitas bawah dan atas

13 Ibnu Nujaim, al Asyabah wa al Nazhaír, Dar al Fikr, Damascus, h.115.. di jabarkan di bawah ini: 1) Penjelasan terhadap kaidah pertama, ”Segala urusan tergantung dari pada

Berdasarkan hasil analisis keragaman terhadap kadar lemak bakso ikan limbah daging kakap merahmemberikan perbedaan yang sangat nyata, dan setelah diuji dengan BNT

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan dan Lahan

Berdasarkan wawancara dengan siswa pelajaran IPA menunjukkan bahwa minat siswa terhadap pelajaran IPA kelas VII SMP Negeri 4 Terbanggi Besar masih kurang. Siswa tidak

Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan Dan Atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan dan / atau Lahan