METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap
Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan
April 2017 s/d selesai. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil
Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat chain saw, mesin
gergaji, mesin kempa panas (hot press), autoklaf, timbangan analitik, alumunium
foil, pita ukur/meteran, kalifer, kamera dan alat tulis.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu Jabon
(Anthocephalus cadamba M.) berumur 6 tahun, NaOH 2%, NaOH 5% dan air.
Kayu diambil dari penimbunan kayu khusus kayu Jabon (Anthocephalus cadamba
M.) yang berasal dari Binjai, Medan, Sumatera Utara.
1. Persiapan Bahan Sampel
Pengujian yang dilakukan yaitu sifat fisis kayu terdiri dari Kerapatan,
Pengembangan Tebal (Recovery of set), dan Kehilangan Berat (Weight Loss) dan
sifat mekanis kayu terdiri dari MOE (Modulus of elasticity) dan MOR (Modulus
of Rupture).
Sampel untuk pengujian Kerapatan, RS (Recovery of set) dan WL (Weight
Loss) dibuat dengan ukuran 2 cm (tebal) x 2 cm (lebar) x 2 cm (panjang).
Sampel MOE (Modulus of elasticity) dan MOR (Modulus of Rupture)
2. Pra PerlakuanPemadatan Kayu
Seluruh sampel uji kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dibagi
menjadi 6 perlakuan :
1. Kontrol ( tanpa pemadatan)
2. Kondisi kering udara
3. Rebus selama 30 menit dalam air mendidih
4. Rendam di dalam air dingin selama 24 jam
5. Rendam di dalam larutan NaOH 2% selama 24 jam
6. Rendam di dalam larutan NaOH 5% selama 24 jam
Ulangan setiap perlakuan dibuat sebanyak 5 kali. Untuk sampel kering
udara, pengembangan tebal (Recovery of Set), kehilangan berat (Weight Loss), dan
kerapatan sudah dilakukan perlakuan terlebih dahulu yaitu di kering ovenkan
menggunakan suhu 100 °C selama 24 jam untuk mendapatkan berat dan tebalnya.
3. Pemadatan Kayu
Prosedur penelitian pembuatan contoh uji maupun pengujian sifat fisis dan
mekanis kayu mengacu pada ASTM D143 (ASTM 2006) yang dimodifikasi
sebagai berikut :
1. Pengempaan dilakukan pada arah radial (R) dengan target pemadatan 20%.
Pemadatan yang dilakukan menggunakan suhu 160 °C dengan waktu selama
Gambar 1. Proses Pemadatan Kayu
2. Sampel MOE (Modulus of elasticity) dan MOR (Modulus of Rupture) yang
telah dikempa selanjutnya diukur dimensi serta berat kayu setelah kempa dan
dikering udarakan selama 14 hari.
3. Sampel pengembangan tebal (Recovery of Set) dikering oven untuk
mendapatkan beratnya (Tc). Selanjutnya seluruh sampel pengembangan tebal
(Recovery of Set) dan kehilangan berat (Weight Loss) direndam ke daalam air
dingin selama 24 jam kemudian di oven selama 24 jam dan diukur Wr dan Tr.
4. Pengujian Sempel Sifat Fisis Kayu
a. Kerapatan
Pengukuran sampel kerapatan dilakukan dalam kondisi kering oven dan
diukur dimensinya. Volume sampel diperoleh dari mengalikan tebal, panjang dan
lebar kayu. Kerapatan dihitung dengan persamaan :
Kerapatan =
b. Pengembangan Tebal (Recovery of Set)
Pengukuran pengembangan tebal (Recovery of Set) dilakukan dalam
kondisi kering oven. Adapun persamaannya yaitu:
RS(Recovery of set) =
Keterangan :
Tr = Tebal setelah perendaman (cm) Tc = Tebal sebelum perendaman (cm) To = Tebal awal (cm)
c. Kehilangan Berat (Weight Loss)
Pengujian sampel kehilangan berat (Weight Loss) dilakukan dalam kondisi
kering oven. Adapun persamaannya yaitu:
WL (Weight Loss) =
x100%
Keterangan:
Wo = Berat Awal (cm)
Wr = Berat Setelah Pemadatan (cm)
Sifat Mekanik
Pengukuran Keteguhan Lentur Statis (Modulus of elasticity/MOE) dan
Keteguhan Kekuatan Patah (Modulus of Rupture/MOR) dengan one point loading
menggunakan UTM merk Instron Universal Testing 4411 dengan jarak sangga 28
cm.
a. Keteguhan Lentur Statis (Modulus of elasticity/MOE)
Pengujian sampel keteguhan lentur (Modulus of elasticity/MOE) dilakukan
setelah selesai proses pemadatan.Besarnya nilai MOE dihitung dengan
MOE =
Keterangan :
MOE = Modulusof elastisity (kg/cm2) P1 = Beban sampai batas proporsi (kg) L = Jarak sangga (cm)
y = Defleksi/lenturan (cm) b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm)
b. Keteguhan Kekuatan Patah (Modulus of Rupture/MOR)
Pengujian ini merupakan kelanjutan dari pengujian keteguhan kekuatan
lentur (MOE), yakni sampai mencapai beban yang menyebabkan kayu
rusak/patah. Besarnya nilai MOR dihitung dengan persamaan :
MOR =
Keterangan :
MOR = Modulus or Rupture (kg/cm2) P1 = Beban pada saat kayu rusak (kg) L = Jarak sangga (cm)
b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm)
5. Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Adapun persamaannya yaitu:
Model linier : Yi,j= µ + Շi +∑i,j
Keterangan:
Yi,j = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Շi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i
∑i,j = Galad (perlakuan ke-i ulangan ke-j)
Kriteria uji yang digunakan adalah jika F hitung lebih kecil atau sama
dengan F tabel maka perlakuan tidak berpengaruih nyata pada suatu tingkat
kepercayaan tertentu dan jika F hitung lebih besar dari F tabel maka perlakuan
berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan tertentu. Untuk mengetahui
faktor-faktor yang berpengaruh nyata dan sangat nyata dilakukan uji lanjut dengan
menggunakan uji beda DMRT (Duncan Multiple Range Test). Analisis dilakukan
- Oven 103 °C selama 24 jam - Timbang Wo & To
- Kempa dengan suhu 160 °C selama 30 menit
Gambar 2. Bagan Metode Penelitian Sampel sifat fisis
2 cm x 2 cm x 2cm
Sampel sifat mekanis
2 cm x 2 cm x 30 cm
Pra Perlakuan
1. Kering udara
2. Rebus dalam air mendidih selama 30 menit 3. Rendam dalam air dingin selama 24 jam 4. Rendam dalam NaOH 2% selama 24 jam 5. Rendam dalam NaOH 5% selama 24 jam
Pemadatan
Sifat fisis
Oven 100 °C selama 24 jam
Hitung Tc
Rendam air dingin 24 jam
Oven 100 °C selama 24 jam
Hitung Tr & Wr
Sifat mekanis
Dikering Udarakan selama 14 hari
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil yang didapat dari penelitian sifat fisis kayu yaitu kerapatan,
pengembangan tebal (Recovery of Set), dan kehilangan berat (Weight Loss) kayu
Jabon (Anthocephalus cadamba M.) disampaikan pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil sifat fisis dan uji Duncan kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.)
No Pra Perlakuan Kerapatan
(gr/cm2)
RS (%) WL (%)
1 Kontrol (Tanpa pemadatan) 0,36a
-
-2 Sampel A (Kering udara) 0,38a 75,66b 4,14a
3 Sampel B (Rebus dalam autoklaf selama 30
menit) 0,39
a
49,44b 9,81b 4 Sampel C (Rendam dalam air dingin selama
24 jam) 0,55
b
84,85c 11,63b 5 Sampel D (Rendam dalam larutan NaOH 2%
selama 24 jam) 0,60
b
19,83a 11,44b 6 Sampel E (Rendam dalam larutan NaOH 5%
selama 24 jam) 0,57
b
17,39a 5,12a
Hasil penelitian pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pengaruh pra perlakuan
berpengaruh nyata terhadap pemadatan kayu Jabon, terlihat pada tabel tersebut
setiap pra perlakuan menunjukkan hasil yang signifikan sehingga dilakuan
pengujian lanjut dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada selang
Kerapatan
Hasil kerapatan kayu Jabon disajikan pada Gambar 3 sebagai berikut:
Gambar 3. Kerapatan Kayu Jabon
Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai kerapatan kayu kontrol yaitu sebesar
0,36 gr/cm3 dan setelah dilakukan pemadatan mengalami peningkatan. Nilai
kerapatan tertinggi pada pra perlakuan rendam dalam larutan NaOH 2% selama 24
jam sebesar 0,60 gr/cm3. Meningkatnya kerapatan dimensi kayu menunjukkan
bahwa larutan NaOH 2% mampu membuat kayu menjadi lebih plastis. Selain itu
NaOH 2% juga dapat menghidrolisis kayu sehingga terjadinya degradasi atau
pemekaran selulosa dalam dinding sel kayu. Pemekaran ini mengakibatkan kayu
menjadi lunak (plastis) sehingga pada saat dilakukan pengempaan dengan suhu
160°C selama 30 menit kayu akan lebih mudah dipadatkan. Hal ini didukung oleh
Wahyuni (2013) Pemadatan kayu menyebabkan rongga sel memipih,
meningkatkan kerapatannya dan merubah struktur anatomi kayu. Pemadatan kayu
dengan suhu dan waktu kempa menyebabkan lumen menyempit dan dinding sel
Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D Sampel E
Pada semua kegiatan pra perlakuan; kondisi kering udaran, rebus dalam
autoklaf selama 30 menit, rendam dalam air dingin selama 24 jam, dan rendam
dalam larutan NaOH 5% selama 24 jam juga mengalami peningkatan kerapatan
berkisar antara 0,38 0,57 dengan target pemadatan 20%
meningkat pada sebesar 8,55% - 38,87%. Kerapatan meningkat karena disebabkan
oleh pengempaan serta dipengaruhi oleh rendaman dalam larutan NaOH 5%
selama 24 jam sehingga masuk kedalam kayu dan kayu menjadi lebih lunak.
Menurut Wardhani (2005) pemadatan kayu menyebabkan rongga sel memipih,
meningkatkan kerapatannya dan merubah struktur anatomi kayu.
Kerapatan kayu yang telah dikempa akan bertambah terkait dengan
berkurangnya pori-pori kayu karena dinding sel kayu satu dengan lainnya saling
merapat akibat melunaknya lignin. Hal ini didukung oleh pernyataan Handiyane
(2011) pelunakan lignin terjadi saat tercapai suhu transisi gelas (Tg) lignin sebesar
83°C, berikutnya terjadi dekomposisi hemiselulosa di dinding sel menjadi
monomer gula pada suhu sekitar 180°C. Pada kondisi tersebut, terjadi perubahan
lignin dari dalam ke permukaan dan mengisi ruang matriks kayu serta terjadi
degradasi selulosa dan hemiselulosa
Analisis sidik ragam nilai kerapatan kayu menunjukkan bahwa faktor pra
perlakuan dengan pengempaan berpengaruh sangat nyata pada taraf nyata α 5%.
Dari hasil uji Duncan pada Tabel 1 terlihat bahwa pra perlakuan rendam dalam
larutan NaOH 2% selama 24 jam, rendam dalam air dingin selama 24 jam dan
Pengembangan Tebal (Recovery of Set) dan Kehilangan Berat (Weight Loss)
Hasil pengembangan tebal (Recovery of Set) dan kehilangan berat
(Weight Loss) kayu Jabon disajikan pada Gambar 4 yaitu sebagai berikut:
Gambar 4. Pengembangan Tebal (Recovery of Set) dan Kehilangan Berat (Weight Loss)
Nilai pada pengembangan tebal (Recovery of Set) kayu Jabon
(A. cadamba M.) tertinggi terdapat pada pra perlakuan rendam dalam air dingin
selama 24 jam sebesar 84,85% dan nilai RS terendah terdapat pada pra perlakuan
rendam dalam larutan NaOH 5% sebesar 17,39%. Tingginya pengembangan tebal
kayu pada pra perlakuan perendaman menggunakan air dingin selama 24 jam
disebabkan oleh terlarutnya sebagian zat-zat yang terkandung seperti ekstraktif,
dengan berkurangnya zat tersebut maka akan masuk air pada rongga kayu. Kayu
akan mudah mengalami pengembangan tebal karena kayu yang digunakan
memiliki kerapatan yang rendah. Hal ini sesuai pernyataan Panca (2009) yang
menyatakan bahwa tingginya pengembangan tebal dipengaruhi oleh kerapatan
awal kayu dan terlarutnya zat ekstraktif pada lamanya perendaman dalam air.
Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D Sampel E
Didukung oleh Gong (2008) Modeling of recovery of residual stresses in densified
softwoods.
Rendahnya nilai pengembangan tebal yang terjadi pada pra perlakuan
rendam dalam larutan NaOH 5% karena struktur-struktur kimia utama dalam kayu
mengalami kerusakan sehingga bersifat plastis dan memungkinkan terjadinya
proses fiksasi. Pernyataan ini didukung Yusuf Amin (2007) yang menyatakan
bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan NaOH maka nilai pengembangan tebal
(Recovery of Set) semakin menurun. Fenomena ini menunjukkan bahwa faktor
NaOH mempunyai pengaruh yang besar terhadap pencapaian fiksasi kayu yang
dipadatkan.
Hasil pengembangan tebal juga meningkat tinggi pada pra perlakuan
rendam dalam larutan NaOH 5% selama 24 jam sebesar 17,37%, rendam dalam
larutan NaOH 2% selama 24 jam sebesar 19,83%, kering udara sebesar 75,66%,
dan rebus dalam autoklaf selama 30 menit sebesar 49,44%. Perbedaan
pengembangan tebal yang signifikan antara pra perlakuan dan kontrol disebabkan
oleh semakin banyak kadar air dan larutan NaOH yang masuk kedalam dinding
sel dapat diperkirakan perubahan dimensi kayu akan semakin bertambah. Hal ini
didukung oleh penelitian Hartono (2010) yang menyatakan bahwa kayu yang
hanya dipadatkan akan kembali kebentuk semula terkena air atau kelembaban
tinggi, semakin tinggi larutan yang digunakan maka nilai RS akan menurun.
Analisis sidik ragam nilai pengembangan tebal (Recovery of Set) kayu
menunjukkan bahwa faktor pra perlakuan dengan pengempaan berpengaruh
sangat nyata pada taraf nyata α 5%. Hasil uji Duncan pada pengembangan tebal
dalam air dingin selama 24 jam mempunyai pengaruh nilai tertinggi dan berbeda
terhadap pra perlakuan lainnya.
Nilai kehilangan berat (Weight Loss) Jabon (A. cadamba M.) tertinggi
terdapat pada pra perlakuan rendam dalam air dingin selama 24 jam yaitu sebesar
11,63% sedangkan nilai pengembangan tebal terendah pada pra perlakuan rendam
dalam larutan NaOH 5% selama 24 jam sebesar 5,12%. Pada penelitian ini
kehilangan berat dan pemgembangan tebal pada rendam dalam air dingin selama
24 jam berbanding lurus yaitu apabila pengembangan tebal tinggi maka
kehilangan berat juga tinggi ini diakibatkan karena air yang masuk ke dalam kayu
akan keluar saat dikempa dan akan meningkat kembali apabila direndam tanpa
ada kerusakan struktur selnya. Hal ini didukung oleh Setiawan (2008) menyatakan
bahwa pengembangan tebal diduga ada hubungan dengan absorbsi air, karena
semakin banyak air yang diabsorbsi dan memasuki rongga sel maka semakin
banyak pula perubahan dimensi yang dihasilkan, hal tersebut dibuktikan dengan
besarnya nilai daya serap air yang tinggi.
Hasil nilai kehilangan berat juga megalami, pada pra perlakuan kondisi
kering udara sebesar 4,14%, Rebus dalam autoklaf selama 30 menit sebesar
9,81% dan rendam dalam larutan NaOH 2% selama 24 jam sebesar 11,44%. Nilai
tersebut berbanding lurus dan berpengaruh nyata dengan pengembangan tebal
(Recovery of Set) karena kayu jabon memiliki sifat higroskopis tinggi walaupun
sudah dilakukan pemadatan. Dwianto diacu dalam Amin dan Dwianto (2006)
menyatakan bahwa penambahan sifat higroskopis ini diduga berkaitan dengan
Analisis sidik ragam nilai kehilangan berat (Weight Loss) kayu
menunjukkan bahwa faktor pra perlakuan dengan pengempaan berpengaruh
sangat nyata pada taraf nyata α 5%. Hasil uji Duncan pada Tabel 1 terlihat bahwa
pra perlakuan rendam dalam air dingin selama 24 jam, rendam dalam NaOH 5%
selama 24 jam, dan rebus dalam autoklaf selama 30 menit mempunyai pengaruh
yang tinggi terhadap pra perlakuan lainnya.
Hasil dari sifat mekanis kayu yaitu keteguhan lentur statis
(Modulus of elasticity/MOE) dan keteguhan patah (Modulus of Rupture/MOR)
kayu Jabon (A. cadamba M.) disampaikan pada Tabel 2 yaitu sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil sifat mekanis dan uji Duncan kayu Jabon (A. cadamba M.)
No Pra Perlakuan MOE MOR
1 Kontrol (Tanpa pemadatan) 46950,34a
412,47b
2 Sampel A (Kering udara) 50965,72a 421,34a
3 Sampel B (Rebus dalam autoklaf selama 30 menit) 63087,13b
492,88c 4 Sampel C (Rendam dalam air dingin selama 24 jam) 64622,23b
505,29c 5 Sampel D (Rendam dalam larutan NaOH 2% selama
24 jam) 65201,20
b
549,87c 6 Sampel E (Rendam dalam larutan NaOH 5% selama
24 jam) 63248,22
b
517,61b
Keteguhan Lentur Statis (Modulus of elasticity/MOE)
Hasil keteguhan lentur statis (Modulus of elasticity/MOE) kayu Jabon
Gambar 5. Keteguhan lentur statis (Modulus of elasticity/MOE)
Hasil pada Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai dari keteguhan lentur
statis (Modulus of elasticity/MOE) tertinggi terdapat pada pra perlakuan rendam
dalam larutan NaOH 2% selama 24 jam yaitu sebesar 65201,20 angka ini
mengalami peningkatan dibandingkan dengan nilai MOE kayu Jabon kontrol
yaitu sebesar 46950,34 . Perendaman NaOH 2% selama 24 jam mampu
melunakkan kayu sehingga bersifat plastis, faktor lain juga dipengaruhi oleh suhu
dan waktu pemadatan yang tepat. Hal ini didukung oleh Onggo dan Astuti (2005)
Perlakuan perendaman dalam larutan NaOH dimaksudkan untuk mempercepat
proses pelunakan kayu, serta membantu trecapainya fiksasi yang permanen. Pada
kayu jenuh air maupun jenuh NaOH akan melunakkan hemiselulosa dan lignin
sebagai komponen utama kimia kayu sehingga kayu jadi bersifat plastis dan
memungkinkan terjadinya proses fiksasi.
Nilai MOE kayu Jabon juga meningkat pada pra perlakuan kondisi kering
udara, rebus dalam autoklaf selama 30 menit, rendam dalam air dingin selama 24
jam dan rendam dalam larutan NaOH 5% selama 24 jam yaitu berkisar antara
50965.72
63087.13 64622.23 65201.2 63248.22
0
Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D Sampel E
50965,72 – 65201,20 , dengan target pemadatan 20% meningkat
pada kisaran 8,55% - 38,87%. Peningkatan cenderung meningkat setabil namun
jika dilihat pada Gambar 5 nilai MOE dengan menggunakan pra perlakuan
rendam larutan NaOH 5% selam 24 jam mengalami penurunan dengan pra
perlakuan rendam larutan NaOH 2% selama 24 jam. Pernyataan ini didukung
oleh penelitian Suroto (2010) yang menyatakan nilai kekerasan kayu setelah
perlakuan menunjukkan peningkatan maksimal diperoleh pada konsentrasi larutan
NaOH 2,25% sedangkan pada larutan NaOH 3,0% dan 3,75%.
Proses pra perlakuan sebelum pemadatan kayu terbukti mampu
meningkatkan kekuatan lentur statis. Menurut Klasifikasi Kelas Kuat kayu oleh
Den Berger (1923) diacu dalam Programme for Early Rehabilitation of Asian
Tsunami Affected Countries (2005) kayu Jabon (A. cadamba M.) termasuk dalam
kelas kuat III, sedangkan kayu jabon kontrol termasuk kelas kuat IV. Perubahan
struktur sel menjadi lebih padat dan lignin tidak mengalami kerusakan sehingga
meningkatkan kelenturan kayu, mengurangi kadar air dan masuknya larutan kimia
pada rongga sel serta meningkatkan kestabilan dimensi kayu
(Sulistyono dan Surjokusumo 2001).
Analisis sidik ragam nilai keteguhan lentur statis
(Modulus of elasticity/MOE) kayu menunjukkan bahwa faktor pra perlakuan
dengan pengempaan berpengaruh sangat nyata pada taraf nyata α 5%. Hasil uji
Duncan pada keteguhan lentur statis (Modulus of elasticity/MOE) disajikan pada
Tabel 2 terlihat bahwa pra perlakuan rendam dalam NaOH 2% selama 24 jam,
dan rebus dalam autoklaf selama 30 menit mempunyai pengaruh yang tinggi
terhadap pra perlakuan lainnya.
Keteguhan Kekuatan Patah (Modulus of Rupture/MOR)
Hasil keteguhan kekuatan patah (Modulus of Rupture/MOR) kayu Jabon
disajikan pada Gambar 6 yaitu sebagai berikut:
Gambar 6. keteguhan kekuatan patah (Modulus of Rupture/MOR)
Nilai keteguhan kekuatan patah (Modulus of Rupture/MOR) kayu jabon
(Anthocephalus cadamba M.) tertinggi terdapat pada pra perlakuan rendam dalam
NaOH 2% selama 24 jam yaitu sebesar 549,87 angka ini mengalami
peningkatan dibandingkan dengan nilai MOR kayu Jabon kontrol yaitu sebesar
412,47 . Semakin tinggi kerapatan kayu maka semakin tinggi keteguhan
lentur dan keteguhan patah kayu tersebut. Pernyataan ini didukung oleh Ariana
dan Diba (2009) bahwa peningkatan MOE dan MOR pada kayu densifikasi terjadi
karena densifikasi menyebabkan struktur sel menjadi lebih padat dan merata
selain adanya kristalisasi molekul selulosa dalam daerah amorf dari mikrofibril.
421.34
Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D Sampel E
Kayu jabon yang dipadatkan dapat menahan beban lebih besar
dibandingkan dengan kayu kontrol. Berdasarkan pengggolongan kelas kuat Den
Berger (1923) diacu dalam Programme for Early Rehabilitation of Asian Tsunami
Affected Countries (2005) termasuk dalam kelas kuat II, sedangkan kayu jabon
kontrol termasuk kelas kuat III.
Pada Gambar 6 juga menunjukkan bahwa pra perlakuan rebus dalam
autoklaf selama 30 menit, rendam dalam air dingin selama 24 jam, dan rendam
dalam larutan NaOH 5% selama 24 jam juga mengalami peningkatan yaitu
berkisar antara 492,88 517,61 , dengan target pemadatan 20%
meningkat pada kisaran 2,15%-33,3%. Dapat dilihat bahwa pra perlakuan yang
dilakukan berpengaruh nyata terhadap pemadatan kayu jabon
Analisis sidik ragam nilai keteguhan kekuatan patah
(Modulus of Rupture/MOR) kayu menunjukkan bahwa faktor pra perlakuan
dengan pengempaan berpengaruh nyata pada taraf nyata α 5%. Hasil uji Duncan
terlihat bahwa pra perlakuan rendam dalam air dingin selama 24 jam dan rendam
dalam NaOH 2% selama 24 jam mempunyai pengaruh yang tinggi dan berbeda
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pra perlakuan yang terbaik untuk pemadatan kayu Jabon (Anthocephalus
cadamba M.) yaitu rendam dalam NaOH 2% selama 24 jam.
2. Nilai kerapatan kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dengan target
pemadatan 20% meningkat sebesar 5,56%-66,7%, nilai pengembangan tebal
(Recovery of Set) meningkat dari 17,39%-84,85% dan kehilangan berat
(Weight Loss) meningkat dari 4,14%-19,83%.
3. Nilai keteguhan lentur statis (Modulus of elasticity/MOE) kayu Jabon
(Anthocephalus cadamba M.) termasuk dalam kelas kuat III, sedangkan kayu
jabon kontrol termasuk kelas kuat IV dan nilai keteguhan kekuatan patah
(Modulus of Rupture/MOR) termasuk dalam kelas kuat II, sedangkan kayu
jabon kontrol termasuk kelas kuat III.
Saran
Sebaiknya alat-alat yang digunakan untuk penelitian pemadatan kayu lebih
diperhatikan khususnya hot-press/kempa panas, sehingga dapat digunakan sesuai
kebutuhan dan hasil dari pengempaan yang dilakukan optimal serta perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kelas awet kayu Jabon yang