1
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Saya kembali menegaskan bahwa bunyi, bentuk dan aroma (BBA) adalah merek non-tradisional yang memiliki daya pembeda, sehingga harus dilindungii sebagai merek dagang di Indonesia. Tesis tersebut berangkat dari prinsip utama dalam hukum merek, bahwa daya pembeda lah yang merupakan unsur prior dan atau alpha diantara syarat yang lain. Sehingga dengan dimilikinya daya pembeda, suatu tanda dalam hal ini BBA wajib hukum-nya untuk dilindungii sebagai merek. Pembedaan yang dimiliki BBA adalah tergolongan sebagai pembeda bersifat fanciful. Yaitu membedakan dengan cara unik dan menarik. Sifat pembeda demikian dibuktikan dengan dimilikinya kemampuan untuk menciptakan hubungan emosional antara tanda dengan konsumen pada BBA. Hubungan tersebut terbentuk melalui penampakan BBA yang menggunakan lebih dari satu indra (indra penciuman, pendengar dan peraba) yang kemudian memicu alam bawah sadar konsumen dan melahirkan respon emosional yang dalam terhadap tanda. Melalui respon tersebut kemudian akan mendekatkan, menyamankan, serta menarik perhatian konsumen, sehingga memampukannya untuk dapat membedakan antara barang dan jasa di perdagangan.
2
menegaskan bahwa tanda non-tradisional dapat memiliki dua sifat secara bersama. Yaitu selain menjadi pelengkap barang juga sekaligus membedakan barang dan jasa tersebut. Lebih jauh menurut hemat Penulis, pendekatan fungsional tetap dapat digunakan terhadap BBA yaitu tidak diindungi sebagai tanda manakala sifat fungsi yang dimilikinya terlalu besar dan menyebabkan persaingan yang curang terhadap barang dan jasa tertentu.
Perlindungan BBA berada di ranah merek dan bukan elemen KI lainnya karena BBA ditempatkan bukan sebagai ciptaan atau pun kreasi sendiri. Melainkan sebagai TANDA yang menerangkan, mewakili dan membedakan antara barang dan jasa. Dalam semangat tersebut, perlindungan terhadap BBA dapat dilihat pada Amerika dan Negara-negara anggota Uni Eropa. Pada kedua Negara tersebut, Indonesia lebih tepat untuk sejalan dengan Amerika yaitu tetap meletakan secara konsisten akan prinsip perlindungan tanda sebagai merek adalah Daya Pembeda. Sehingga karenan BBA memiliki daya pembeda, maka harus dilindungii sebagai merek.
B. SARAN
Indonesia memerlukan rumusan Pengertian Merek yang memberikan perlindungan terhadap tanda non-tradisional diantaranya bunyi, bentuk dan aroma. Dalam semangat demikian, maka sekurangnya terhadap dua hal yang harus diperhatikan pada rumusan tersebut, yaitu; “jenis penyebutan tanda” dimana tentang, apakah tanda BBA harus disebutkan secara explisit, implisit atau konteks? dan “sebab perlindungan tanda” dimana membahas tentang dasar perlidungan yang
3
bahwa rumusan Pengertian Merek kedepan haruslah untuk menyebutkan tanda BBA secara implisit saja, guna tetap menampung tanda-tanda non-tradisional yang akan muncul kemudian. Kemudian dengan tetap menegaskan bahwa tanda dilindungii berdasarkan daya pembeda dan bukan penampilan secara grafis layaknya yang dianut di UU Merek dan Indikasi Geografis yang baru saja disahkan pada 2016. Melainkan Indonesia membutuhkan rumusan pengertian merek sebagai berikut:
“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, simbol dan perangkat atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang digunakan dalam perdagangan dengan maksud untuk membedakan antara barang dan jasa.”
Selain itu, dalam hal isu kontroversial yang dimaksud dalam tulisan ini yaitu apakah konsep penampilan secara grafis berarti tanda harus bersifat visual? Ataukah sekedar bentuk pendaftarannya saja?. Saya merekomendasikan terhadap penulis di kemudian hari untuk dapat memperdalam makna dan hakikat penampilan secara grafis. Namun, apapun hasilnya biarlah kesimpulan yang diketemukan adalah mendukung tulisan ini yaitu bahwa “daya pembeda lah” merupkan premis
mayor dan “penampilan secara grafis” adalah sekedar melengkapi bentuk