• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayanan Publik di Desa Pasca Pemekaran: Studi terhadap Pelayanan Publik pasca Pemekaran Desa di Desa Dewa Jaraecamatan Katiku Tanaabupaten Sumba Tengah T1 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayanan Publik di Desa Pasca Pemekaran: Studi terhadap Pelayanan Publik pasca Pemekaran Desa di Desa Dewa Jaraecamatan Katiku Tanaabupaten Sumba Tengah T1 BAB I"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar belakang

Dalam konteks pembangunan wilayah, desa merupakan basis pembangunan masyarakat terkecil dalam negara Indonesia. Kualitas pembangunan desa terletak pada infrastruktur yang memadai, pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, pelayanan air bersih, pemberdayaan ekonomi, pembangunan budaya lokal (desa), kesetaraan gender, penerangan dan keamaanan, dan lain sebagainya. Tercapainya seluruh pembangunan itu, pada akhirnya menopang pembangunan daerah dan pembangunan nasional.

Ketika pembangunan desa telah dititik-beratkan pada seluruh sektor kehidupan masyarakat (konteks kekinian), hal yang kemudian menjadi asumsi adalah bahwa desa yang telah diberikan kewenangan otonom akan mampu menggumuli dan mengurusi pembangunannya secara mandiri. Namun demikian, dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 252,16 juta jiwa (data Sosial Ekonomi Badan Pusat Statistik Republik Indonesia 2015), terdapat kurang lebih 11,13% (28,51 juta jiwa) penduduk miskin, dan sekitar 17,89 juta jiwa penduduk miskin tersebar di daerah pedesaan (BPS, 2016). Berbeda dengan itu, di daerah perkotaan jumlah penduduk miskin hanya berjumlah 10,62 juta jiwa (BPS, 2016). Data ini menegaskan bahwa, pendelagasian peran otonomi desa ternyata belum menjawab persoalan kemiskinan yang masih mengakar pada desa, atau bisa juga dikatakan bahwa peran otonomi desa malah menjadi masalah yang belum tuntas bagi desa, sehingga desa masih mengalami persoalan riil yakni kemandegan pembangunan dan berhadapan dengan kemiskinan.

(2)

2 desa. Menurut data dari BPS (2014) sejak tahun 2008-2014, jumlah desa terus meningkat. Pada 2008 jumlah desa yang mencapai sekitar 75.410 desa, meningkat pada 2011 yang mencapai 78.609 desa, dan pada 2014 jumlahnya juga mengalami peningkatan menjadi 82.910 desa. Jika dicermati, data tersebut menunjukkan bahwa pemekaran desa atau pembentukan desa baru di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, dan tentu pada idealnya ini dilakukan dalam upaya mendorong kemandirian dan peningkatan kesejahteraan.

Menurut penelitian A. Yuda pemekaran desa membawa dampak yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan. Hasil penelitian mereka di desa Sungai Brantas, Kota Batu, Jawa Timur menunjukkan bahwa : a) jumlah keluarga sejahtera berdasarkan indikator keluarga sejatera BKKBN dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, seiring dengan itu jumlah keluarga yang masuk pada kategori pra sejahtera juga mengalami penurunan yang cukup signifikan; b) keluarga yang masuk pada kategori keluarga yang telah mampu memenuhi kebutuhan dasar, minimal, sosial-psikologis dan pengembangan cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan ini sangat dipengaruhi oleh peningkatan aktivitas perekonomian warga setelah akses insfrastruktur jalan yang membaik serta layanan publik menjadi dekat; c)kinerja aparatur desa yang tanggap dan pengelolaan anggaran desa untuk pemberdayaan masyarakat ikut andil dalam proses peningkatan kesejahteraan masyarakat (Husni dkk, 2014: 627-633).

(3)

3 Pengalaman di atas itu menunjukkan bahwa dalam lingkup kecil di desa, pemekaran desa benar-benar harus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Akan tetapi pengalaman tersebut berbanding terbalik dengan data temuan secara nasional. Data BPS (2015, dalam CNN Indonesia, 16 Februari 2015) menunjukkan bahwa pada aspek pembangunan infrastruktur dasar desa mengalami perlambatan pembangunan. sekitar 15,4 persen atau lebih dari 12 ribu desa di Indonesia belum teraliri listrik hingga akhir 2014. Atau 15,40 persen. Untuk penerangan jalan, sebanyak 31.387 desa atau kelurahan yang jalan utamanya minim pencahayaan. Selain itu, BPS juga mengungkapkan 12.636 desa/kelurahan memiliki sarana transportasi darat yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan darat roda empat. Selain itu pula, menurut BPS (2015, dalam Kompas, 20 Oktober 2015) dalam laporan tentang Indeks Pembangunan Desa (IPD) 2014, menunjukkan bahwa masih banyak desa yang di Indonesia belum mandiri. IPD yang diukur dari 43 indikator yang ditinjau dari lima dimensi yakni dimensi pelayanan dasar, dimensi infrastruktur dasar, dimensi transportasi, dimensi pelayanan publik, serta dimensi penyelenggaraan pemerintah, ternyata menunjukkan bahwa masih terdapat 20.168 desa di Indonesia yang tertinggal (Kompas, 20 Oktober 2015). Angka ini tersebut paling banyak ditemui di desa-desa di luar jawa-bali. Data-data secara nasional ini menunjukkan bahwa meskipun geliat peningkatan desa secara nasional telah meningkat ternyata belum memberikan manfaat (secara nasional), salah satunya terhadap peningkatan pelayanan publik. Padahal menurut Konvensi Internasional Untuk Penegakan Hak Azasi Manusia pelayanan publik merupakan hak setiap individu yang harus dilindungi dan dijamin agar terpenuhi (Puspitosari, 2012: 3).

(4)

4 sekitar 59% KK Miskin. Berikut ini merupakan data keadaan penduduk miskin yang di Kecamatan Katikutana pada 2010.

Tabel 1.1.

Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin, Jumlah Kepala Keluarga (KK) dan

Kepala Keluarga Miskin (KKM), Serta Jumlah KK Penerima Bantuan Untuk Desa-desa di Kecamatan Katiku Tana Tahun 2010

No. Nama Desa

Sumber : Profil Kecamatan Katiku Tana Tahun 2011, Arsip Kecamatan

Berdasarkan tabel diatas dapat dipotret bahwa desa Anakalang memiliki jumlah penduduk terbanyak dibandingkan empat desa lainnya. Hal mendasar lain akibat besarnya penduduk yang tergambar dari data di atas (tabel 1.1) adalah jumlah kepala keluarga miskin (atau rumah tangga miskin) dan jumlah penerima bantuan, sebagian besar berada di desa Anakalang. Merujuk pada besarnya jumlah keluarga miskin di desa Anakalang jelas tergambar bahwa belum terciptanya peningkatan kualitas hidup penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasar. Pemekaran desa diharapkan menjadi solusi dalam meningkatkan kualitas hidup dan memperpendek jarak pelayanan kepada masyarakat.

(5)

5 mengembangkan dan memanfaatkan, serta memelihara potensi-potensi yang ada di desa demi peningkatan pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan (Proposal Usulan Pemekaran Desa Dewa Jara. 2010). Tujuan pemekaran ini tentu dapat dilihat dalam bingkai partisipasi, seperti dorongan terhadap pemekaran tersebut di atas, dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan, yang pada akhirnya dinikmati oleh masyarakat, melalui kemudahan mendapatkan akses layanan publik, sampai pada kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan.

Pemekaran desa Anakalang, yang menjadi (salah satunya adalah) desa Dewa Jara, menarik untuk diteliti lebih lanjut, guna melihat perkembangan pembangunan khususnya berkaitan dengan pelayanan publik yang terjadi di desa Dewa Jara pasca pemekaran desa. Sehingga, penelitian ini ingin memfokuskan pada di pemekaran desa dan pengaruhnya terhadap pelayanan publik di Desa Dewa Jara Kabupaten Sumba Tengah.

1.2.

Rumusan Masalah

Bersumber pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah pelayanan publik di desa Dewa Jara?

2. Faktor-faktor apa saja kah yang mendukung serta menghambat pelayanan publik di desa Dewa Jara?

1.3.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menggambarkan pelayanan publik di desa Dewa Jara.

(6)

6

1.4.

Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teroritis yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah untuk menambah kasanah keilmuan peneliti khususnya dalam kaitannya dengan desa dan pelayanan publik.

2. Manfaat Praktis

Gambar

Tabel 1.1.

Referensi

Dokumen terkait

Saran, diharapkan agar aparatur Pemerintah Desa khususnya Kepala Kampung Menggala Kecamatan Menggala Timur yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Instrumen tes yaitu alat yang digunakan peneliti untuk mengetahui tingkat ketelitian siswa dalam menerima dan merespon materi dari guru. Soal tes ini berupa masalah

Hasil pengukuran menggunakan sensor pergeser- an berbasis serat optik plastik yang terbaik diperoleh pada pegas jenis kedua dan jumlah rol adalah 9.. Pada kondisi tersebut

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, efektivitas visum et repertum dalam pembuktian tindak pidana perkosaan sangat berguna dan bermanfaat guna membuktikan

Berdasarkan pengertian tentang Student worksheet atau LKS tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa lembar kerja siswa adalah suatu alat bantu dalam bentuk

Tawuran antar warga manggarai dan warga tambak selalu menjadi agenda perbincangan karena konfliknya yang terus berulang, masalah ini bukan perkara baru dan jangan

(4) Deskripsi apakah ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran problem posing dan pemberian motivasi terhadap kreatifitas berfikir matematika siswa kelas VII

(2) Faktor penghambat di dalam upaya penanggulangan oleh kepolisian dalam menanggulangi pelanggaran terhadap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki