• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN NGADA TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN NGADA TAHUN 2013"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH

RISK ASSESSMENT (EHRA)

KABUPATEN NGADA TAHUN 2013

(2)

[Laporan Ehra Kabupaten Ngada] Page 2

KATA PENGANTAR

Dari sudut pandang dunia yang semakin mengkota, pada KTT Habitat II City Summit di Istanbul (6/1996) masyarakat dunia mengakui bahwa pada masa depan kemajuan dan kesejahteraan rakyat perlu dicapai dari basis perkotaan sebab bukan saja lebih dari separo dari penduduk dunia (termasuk Indonesia) berdiam di kota, tetapi kota juga sudah menjadi sarana untuk memajukan umat manusia dalam segala bidang. KTT ini dipertegas dengan digulirkan Millenium Development Goals (MDGs) yang juga menjadi ukuran keberhasilan pembangunan.

Berdasarkan Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu, rumah yang layak huni merupakan dasar dan salah satu komponen penting dalam menentukan tingkat kesejahteraan.

Di Indonesia kota juga menjadi basis perkembangan dan kelangsungan potensi dan kegiatan sosial dan ekonomi wilayah sekitarnya, sehingga kota/kabupaten sedang dan kecil, ternasuk Kabupaten Ngada, perlu dikembangkan menjadi pendukung dan penjamin perkembangan sosial dan ekonomi yang berlangsung di sekitarnya. Agar aspek ekonomi, sosial dan lingkungan terus berkembang semakin baik, diperlukan ada jaminan berkelanjutan ketersediaan sumberdaya yang diperlukan dan ketenaga-ahlian yang terampil bersamaan dengan pengembangkan ilmu yang terkait.

Sebagai kabupaten urbanis yang berkembang sangat pesat, aspek sanitasi dan kesehatan masyarakat di permukiman sangat berperan dalam tata laksana kehidupan sumberdaya manusia. Menyadari akan hal itu, dalam rangka meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman, pemerintah Kabupaten Ngada melakukan kegiatan survey Environmental Health Risk Assessment (EHRA) pada tahun 2013. Kegiatan ini merupakan survey partisipatif yang bertujuan untuk mengetahui kondisi sarana dan prasarana sanitasi, kesehatan/higinitas, serta perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi dan advokasi di tingkat kota hingga kelurahan. Melalui studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan ini dikumpulkan data langsung dari responden masyarakat dengan tujuan untuk mengetahui situasi sanitasi di tingkat rumah tangga dan lingkungannya, termasuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) untuk membangun program dan advokasi di tingkat kabupaten dan kecamatan/kelurahan/desa seluruh Kabupaten Ngada.

Diharapkan hasil studi ini dapat digunakan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten sebagai salah satu bahan untuk menyusun Buku Putih, penetapan area beresiko dan dalam menyusun Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SKK) Kabupaten Ngada.

(3)

[Laporan Ehra Kabupaten Ngada] Page 3

RINGKASAN EKSEKUTIF

Survey Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada merupakan salah satu keluaran yang dihasilkan oleh Kelompok Kerja Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Kabupaten Ngada yang dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati Ngada Nomor 268/KEP/BAP/2012. Kegiatan ini merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan Millenium Development Goals (MDGs).

Kondisi sanitasi kesehatan meliputi sistem penyedian air bersih, layanan pembuangan sampah, ketersedian jamban dan saluran pembuangan limbah, dan perilaku dengan higenitas dan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) meliputi cuci tangan pakai sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak dan pembuangan sampah. Survey ini pada dilakukan pada 10 desa/kelurahan yang dianggap dapat mewakili Duabelas ( 12 ) kecamatan yang meliputi 135 desa dan 16 kelurahan dengan melibatkan masyarakat, kader kesehatan, sanitarian dan stakeholder lainnya yang terlibat dalam pembangunan dan pengembangan kondisi sanitasi dan pola hidup sehat masyarakat Kabupaten Ngada.

Produk dari kegiatan ini adalah gambaran dari masing-masing klaster yang dibuat berdasarkan kondisi sanitasi dan PHBS penduduk di Kabupaten Ngada yang dibagi menjadi 5 kelompok/ klaster, yaitu:

i) Klaster 0 yaitu desa/kelurahan yang telah memiliki kondisi sanitasi dan PHBS sangat baik ii) Klaster 1 yaitu desa/kelurahan yang telah memiliki kondisi sanitasi dan PHBS yang baik iii) Klaster 2 yaitu desa/kelurahan yang telah memiliki kondisi sanitasi dan PHBS yang sedang iv) Klaster 3 yaitu desa/kelurahan yang telah memiliki kondisi sanitasi dan PHBS buruk v) Klaster 4 yaitu desa/kelurahan yang telah memiliki kondisi sanitasi dan PHBS sangat buruk

(4)

[Laporan Ehra Kabupaten Ngada] Page 4

DAFTAR ISI

Hal Kata Pengantar... Ringkasan Eksekutif ... Daftar Isi ... Daftar Tabel ... Daftar gambar ... 2 3 4 5 6 BAB 1 BAB 2 Pendahuluan... Metodologi dan Langkah Studi EHRA...

9 10 2.1 2.2 2.3 2.4

Penentuan target area survei... Penentuan jumlah/ besar responden... Penentuan desa/ kelurahan area survei...

Penentuan RT/ RW dan responden di lokasi survei...

10 16 16 17

BAB 3 Hasil Studi EHRA... 17 3.1 3.2 3.3 3.4 3.6 3.7

Pengelolaan sampah rumah tangga... Pembuangan air limbah domestik ... Drainase lingkungan/ selokan sekitar rumah dan banjir... Pengelolaan air bersih rumah tangga... Perilaku higiene... Kejadian penyakit diare...

18 21 25 29 31 40 BAB 4 Penutup... 42

(5)

[Laporan Ehra Kabupaten Ngada] Page 5

DAFTAR TABEL

Tabel Hal 2.1 2.2 2.3

Kategori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko... Hasil klastering desa/ kelurahan ... Desa/ Kelurahan Area Survei EHRA...

10 11 16

(6)

[Laporan Ehra Kabupaten Ngada] Page 6

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal 2.1 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 3.16 3.17 3.18 3.19 3.20 3.21 3.22

Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA... Diagram Pie Pengelolaan sampah rumah tangga skala kabupaten ... Grafik Pengelolaan sampah rumah tangga per kluster... Diagram Pie Pemilahan sampah skala kabupaten ... Grafik Pemilahan sampah per kluster ... Diagram Pie kepemilikan jamban skala kabupaten ... Grafik kepemilikan jamban per kluster ... Diagram Pie tempat buangan akhir tinja skala kabupaten ... Grafik tempat buangan akhir tinja per kluster ... Diagram Pie BABs balita skala kabupaten... Grafik BABs balita skala kabupaten ... Diagram Pie tempat pembuangan tinja balita skala kabupaten ... Grafik tempat pembuangan tinja balita per kluster ... Diagram Pie Kepemilikan SPAL skala kabupaten ... Grafik kepemilikan SPAL per kluster ... Diagram Pie kejadian banjir skala kabupaten ... Grafik kejadian banjir per kluster ... Diagram Pie sumber air bersih rumah tangga skala kabupaten ... Grafik sumber air bersih rumah tangga per kluster ... Diagram Pie pengelolaan air bersih sebelum dimanfaatkan skala kabupaten ... Grafik pengelolaan air bersih sebelum dimanfaatkan per kluter... Diagram Pie CTPS setelah BAB skala kabupaten ... Grafik CTPS setelah BAB per kluster ...

15 19 19 20 20 21 22 22 23 23 24 25 25 26 27 28 28 29 30 30 31 32 32

(7)

[Laporan Ehra Kabupaten Ngada] Page 7 3.23 3.24 3.25 3.26 3.27 3.28 3.29 3.30 3.31 3.32 3.33 3.34 3.35 3.36 3.37 3.38 3.39 3.40

Diagram Pie CTPS setelah menceboki bayi skala kabupaten ... Grafik CTPS setelah menceboki bayi per kluster ... Diagram Pie CTPS sebelum makan skala kabupaten ...

Grafik CTPS sebelum makan per kluster ... Diagram Pie CTPS sebelum menyuapi anak skala kabupaten ... Grafik CTPS sebelum menyuapi anak per kluster ... Diagram Pie CTPS sebelum menyiapkan makanan skala kabupaten ... Grafik CTPS sebelum menyiapkan makanan per kluster ... Diagram Pie ketersediaan air di jamban skala kabupaten ... Grafik ketersediaan air di jamban per kluster ... Diagram Pie ketersediaan sabun di jamban skala kabupaten ... Grafik ketersediaan sabun di jamban per kluster ... Diagram penggunaan sabun skala kabupaten ... Grafik penggunaan sabun per kluster ... Diagram Pie kejadian penyakit diare skala kabupaten ... Grafik kejadian penyakit diare per kluster... Diagram pie penderita diare skala kabupaten ... Grafik penderita diare per kluster ...

33 33 34 34 35 35 36 36 37 37 38 38 39 39 40 40 41 41

(8)

[Laporan Ehra Kabupaten Ngada] Page 9

BAB I

PENDAHULUAN

Sudi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke kelurahan. Kabupaten/Kota dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena:

1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat

2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda

3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa

4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor pemerintahan secara eksklusif

5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa

Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah:

1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan

2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi

3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal

4. Menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten Ngada

Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu atau anak yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.

(9)

[Laporan Ehra Kabupaten Ngada] Page 10

BAB II

METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA 2013

2.1. Penentuan Target Area Survey

Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.

Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut:

1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa. 2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif

menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa.

3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat

4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.

Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten Ngada menghasilkan kategori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kabupaten Ngada.

Tabel 2. 1 Kategori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko

Katagori Klaster Kriteria

Klaster 0 Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.

Klaster 1 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 2 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko

(10)

[Laporan Ehra Kabupaten Ngada] Page 11

Katagori Klaster Kriteria

Klaster 3 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 4 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klastering wilayah di Kabupaten Ngada menghasilkan kategori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 2.2, Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama.

Tabel 2. 2 Hasil Klastering Desa/ Kelurahan di Kabupaten Ngada

Klaster Jumlah Nama Desa/Kelurahan Nama Kecamatan

4 3 1 Faobata Bajawa 2 Tanalodu Bajawa 3 Jawameze Bajawa

Klaster Jumlah Nama Desa/Kelurahan Nama Kecamatan

3 6 1 Trikora Bajawa 2 Ngedukelu Bajawa 3 Aimere Aimere 4 Todabelu Golewa 5 Nangameze Riung 6 Wolomeze Riung Barat

Klaster Jumlah Nama Desa/Kelurahan Nama Kecamatan

2 39 1 Aimere Timur Aimere 2 Kaligejo Aimere 3 Bajawa Bajawa 4 Kisanata Bajawa 5 Lebijaga Bajawa 6 Susu Bajawa 7 Beja Bajawa 8 Bomari Bajawa 9 Ubedolumolo Bajawa 10 Beiwali Bajawa 11 Wawowae Bajawa 12 Naru Bajawa 13 Borani Bajawa 14 Langagedha Bajawa 15 Pape Bajawa

(11)

[Laporan Ehra Kabupaten Ngada] Page 12

16 Bowali Bajawa 17 Ngoranale Bajawa 18 Mangulewa Golewa Barat 19 Rakalaba Golewa Barat 20 Sobo Golewa Barat 21 Mataloko Golewa 22 Turekisa Golewa Barat 23 Sobo I Golewa Barat 24 Nabelena Bajawa Utara 25 Waepana Soa 26 Benteng Tengah Riung 27 Sambinasi Riung 28 Denatana Wolomeze 29 Binawali Aimere 30 Kila Aimere 31 Legariwu Inirie

32 Watusipi Golewa Selatan 33 Wagowela Golewa Selatan 34 Were IV Golewa 35 Ulubelu Golewa 36 Ekoroka Golewa 37 Denatana Wolomeze 38 Wue Wolomeze 39 Denatana Timur Wolomeze

Klaster Jumlah Nama Desa/Kelurahan Nama Kecamatan

1 100 1 Waebela Inerie 2 Kelitei Inerie 3 Warupele I Inerie 4 Warupele II Inerie 5 Inerie Inerie 6 Sebowuli Inerie 7 Paupaga Inerie 8 Foa Aimere 9 Heawea Aimere 10 Lekogoku Aimere 11 Legalapu Aimere 12 Dariwali Jerebuu 13 Nenowea Jerebuu 14 Manubhara Inerie 15 Naruwolo I Jerebuu

(12)

[Laporan Ehra Kabupaten Ngada] Page 13

16 Naruwolo II Jerebuu 17 Dariwali I Jerebuu 18 Nio Lewa Jerebuu 19 Tiworiwu I Jerebuu 20 Tiworiwu II Jerebuu 21 Wogowela Golewa Selatan 22 Boba Golewa Selatan 23 Were II Golewa Selatan 24 Kezewea Golewa Selatan 25 Sadha Golewa Selatan 26 Takatunga Golewa Selatan 27 Sarasedu Golewa 28 Malanuza Golewa 29 Ratogesa Golewa 30 Dadawea Golewa 31 Were I Golewa 32 Radabata Golewa 33 Rakateda I Golewa Barat 34 Rakateda II Golewa Barat 35 Sangadeto Golewa 36 Were III Golewa Selatan 37 Watunay Golewa Barat 38 Boba I Golewa Selatan 39 Nirmala Golewa Selatan 40 Radamasa Golewa Selatan 41 Were Golewa 42 Were IV Golewa 43 Waewea Bajawa Utara 44 Uluwae Bajawa Utara 45 Inelika Bajawa Utara 46 Wololika Bajawa Utara 47 Inegana Bajawa Utara 48 Watukapu Bajawa Utara 49 Uluwae I Bajawa Utara 50 Uluwae II Bajawa Utara 51 Genamere Bajawa Utara 52 Tarawaja Soa

53 Loa Soa

54 Mengeruda Soa

55 Piga Soa

(13)

[Laporan Ehra Kabupaten Ngada] Page 14

57 Seso Soa

58 Masu Kedhi Soa 59 Ngabheo Soa 60 Libunio Soa 61 Meli Waru Soa 62 Taen Terong Riung 63 Rawangkalo Riung 64 Wangka Riung 65 Lengkosambi Riung 66 Tadho Riung 67 Wangka Selatan Riung 68 Lengkosambi Timur Riung 69 Lengkosambi Barat Riung 70. Latung Riung

71 Ria Riung Barat 72 Lanamai Riung Barat 73 Benteng Tawa Riung Barat 74 Ngara Riung Barat 75 Ria I Riung Barat 76 Wolomeze I Riung Barat 77 Lanamai I Riung Barat 78 Benteng Tawa I Riung Barat 79 Turaloa Wolomeze 80 Mainai Wolomeze 81 Nginamanu Wolomeze 82 Nginamanu Selatan Wolomeze 83 Nginamanu Barat Wolomeze 84 Waesae Aimere 85 Tiwurana Inerie 86 Manubhara Inerie 87 Batajawa Jerebuu 88 Boba Golewa Selatan 89 Bawarani Golewa Selatan 90 Dizi gedha Golewa Barat 91 Bea Pawe Golewa Barat 92 Turamuri Bajawa Utara 93 Masumeli Soa 94 Bogoboa Soa 95 Pigasatu Soa 96 Tarawali Soa 97 Taen terong satu Riung

(14)

[Laporan Ehra Kabupaten Ngada] Page 15

Hasil klastering wilayah desa/kelurahan di Kabupaten Ngada yang terdiri atas 151 desa/kelurahan menghasilkan distribusi sebagai berikut:

1) Klaster 0 sebanyak 3 desa 2) Klaster 1 sebanyak 100 desa 3) Klaster 2 sebanyak 39 desa 4) Klaster 3 sebanyak 6 desa 5) Klaster 4 sebanyak 3 desa

Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada Rekap data kluster dibawah ini :

Gambar 2. 1 Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA

98 Taen terong dua Riung 99 Ubedomolo Satu Bajawa 100 Nabelena Bajawa Utara

Klaster Jumlah Nama Desa/Kelurahan Nama Kecamatan

0 3 1 Naruwolo Jerebuu 2 Tiworiwu Jerebuu 3 Watumanu Jerebuu

(15)

[Laporan Ehra Kabupaten Ngada] Page 16

2.2. Penentuan Jumlah/Besar Responden

Jumlah sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel RT per Kelurahan/Desa minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada dalam Kelurahan/Desa tersebut. Jumlah responden per Kelurahan/Desa minimal 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT.

Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:

Dimana:

 n adalah jumlah sampel  N adalah jumlah populasi

 d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 5% (d = 0,05)  Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05, sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2.

Dengan jumlah populasi rumah tangga sebanyak 148.459 jiwa yang terbagi kedalam 30.110 KK maka jumlah sampel minimum yang harus dipenuhi adalah sebanyak 399. Dibulatkan menjadi menjadi 400 responden.

2.3. Penentuan Desa/Kelurahan Area Survei

Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak 10 desa / kelurahan secara random. Hasil pemilihan ke-10 desa/ kelurahan tersebut disajikan pada tabel 2.3.

Tabel 2. 3 Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2013 Kabupaten Ngada

No Klaster Kecamatan Desa/Kel Terpilih Jml Dusun/RT

terpilih Jumlah Responden

1 4 Bajawa Jawameze 8 40

2 3 Riung Barat Wolomeze 8 40

3 2 Aimere Keligejo 8 40

4 2 Golewa Barat Sobo 8 40

5 2 Soa Waepena 8 40

6 1 Golewa Selatan Nirmala 8 40

7 1 Riung Lengkosambi 8 40

8 1 Wolomeze Turaloa 8 40

9 1 Bajawa Utara Uluwae I 8 40

(16)

[Laporan Ehra Kabupaten Ngada] Page 17

2.4.

Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei

Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per RW per kelurahan mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah RT per kelurahan adalah 8 (delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih, silahkan ikuti panduan berikut.

 Urutkan RT per RW per kelurahan.

 Tentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT total dan jumlah yang akan diambil.

 Jumlah total RT kelurahan : X.  Jumlah RT yang akan diambil : Y

 Maka angka interval (AI) = jumlah total RT kelurahan / jumlah RT yang diambil. AI = X/Y (dibulatkan)  misal pembulatan ke atas menghasilkan Z, maka AI = Z

 Untuk menentukan RT pertama, kocoklah atau ambilah secara acak angka antara 1 – Z (angka random). Sebagai contoh, angka random (R#1) yang diperoleh adalah 3.

 Untuk memilih RT berikutnya adalah 3 + Z= ... dst.

Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Tahapannya adalah sbb.

 Pergi ke RT terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung.

 Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima)  diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5

 Ambil/kocok angka secara random antara 1 – AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh dibawah misal angka mulai 2

(17)

[Type text] Page 18

BAB III

HASIL STUDI EHRA 2013 KABUPATEN NGADA

3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Limbah padat (sampah) meliputi timbulan sampah rumah tangga, timbulan sampah sejenis sampah rumah tangga, antara lain dari pasar-pasar tradisional , industri rumah tangga, dsb, serta timbulan sampah spesifik dari rumah sakit. Indikator tonase sampah yang terangkut ke TPA menggambarkan jumlah sampah yang berhasil ditangani Pemerintah Kabupaten melalui SKPD terkait. Dengan semakin banyaknya jumlah sampah yang tertangani berarti polusi yang diakibatkan oleh sampah semakin berkurang yaitu sampah yang dibuang ke sembarang tempat oleh masyarakat semakin berkurang sehingga akan mengurangi kemungkinan terjadinya banjir khususnya di wilayah padat penduduk.

Konsep dasar pengelolaan sampah merujuk pada hirarki pengelolaan sampah yakni pencegahan dan pengurangan sampah dari sumber, pemanfaatan kembali dan tempat pembuangan akhir (TPA). Pencegahan dan pengurangan sampah dari sumber dilakukan dengan mereduksi timbulan sampah, penggunaan barang atau bahan yang bisa digunakan kembali dan pemanfaatan bahan daur ulang. Kemudian hirarki pemanfaatan kembali dilakukan baik pada jenis sampah organik maupun anorganik. Sementara TPA masih akan memegang peran penting dalam pengelolaan sampah. Karena pada akhirnya akan tetap ada sampah yang memang sudah tidak bisa dimanfaatkan secara ekonomis sehingga harus dibuang ke TPA dengan metode sanitary landfill.

A. Cara Pengelolaan Sampah

Dalam survey EHRA, ditanyakan cara pengelolaan sampah masyarakat. Dan menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.1 cara pengelolaan masyarakata di Kabupaten Ngada menunjukkan bahwa 78 % sampah dibakar, 1 % dikumpulkan dan dibuang ke TPS, 0 % dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang, 0% dibuang ke sungai/kali/laut dan danau, 14% dibuang membusuk ke lahan kosong/kebun/ hutan, 0 % dibuang ke dalam lubang tapi tidak ditutup tanah, dan 0% dibuang ke dalam lubang dan ditutup tanah.

(18)

[Type text] Page 19

Gambar 3. 1 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.2 menunjukkan berbagai macam pengelolaan sampah masyarakat di masing-masing kluster. Pada kluster 0 dan kluster 4, 100% sampah dibakar, pada kluster 1, terbesar adalah dibakar kemudian yang kedua adalah dibiarkan membusuk dan yang ketiga dibuang ke lahan kosong, pada kluster 2, kluster 3 terbesar adalah dengan dibakar kemudian yang kedua dibuang ke lahan kosong. Secara jelas mengenai pengelolaan sampah pada kluster dapat ditunjukkan pada Gambar 3.2.

(19)

[Type text] Page 20

B. Pemilahan Sampah.

Survey EHRA juga mempertanyakan tentang pemilahan sampah di Kabupaten Ngada. Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.3 menunjukkan bahwa 96 % warga tidak pernah melakukan pemilahan sampah, sedangkan sebesar 4% melakukan pemilahan sampah

Gambar 3. 3 Pemilahan Sampah Rumah Tangga (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.4 menunjukkan bahwa pada kluster 0 dan kluster 3 semuannya tidak melakukan pemilahan sampah, Kluster 1 sebanyak 154 responden tidak melakukan pemilahan sampah, 6 responden melakukan pemilahan sampah. Kluster 2 sebanyak 116 tidak melakukan pemilahan sampah, 3 responden melakukan pemilahan sampah, Kluster 4 sebanyak 33 responden tidak melakukan pemilahan sampah, 7 responden melakukan pemilahan sampah.

(20)

[Type text] Page 21

3.2. Pembuangan Air Limbah Domestik

Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha/ kegiatan yang dibuang ke media lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Limbah domestic atau limbah rumah tangga merupakan limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga penduduk.

Praktik buang air besar dapat menjadi salah satu faktor risiko bagi tecemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya bila praktik BAB itu dilakukan di tempat yang tidak memadai. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti di sungai/ kali/ got/ kebun,tetapi bisa juga termasuk sarana jamban yang nyaman di rumah. Bila pun BAB di dilakukan di rumah dengan jamban yang nyaman, namun bila sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya karena tidak kedap air, maka risiko cemaran patogen akan tetap tinggi.

3.2.1 Jumlah Keluarga yang Memiliki Jamban

Dalam survey EHRA ditanyakan kepemilikan jamban pribadi warga. Menurut hasil survey EHRA yang ditunjukkan pada Gambar 3.5 menunjukkan bahwa kepemilikan jamban pribadi ( WC Jongkok leher angsa sebesar 68% dan WC duduk leher angsa sebesar 16 % ). Sedangkan warga yang belum memilki jamban pribadi sebesar 16%.

Gambar. 3.5. Kepemilikan Jamban Skala Kabupaten

Menurut Survey EHRA yang ditunjukkan pada Gambar 3.6 Kepemilikan Jamban Per-Kluster terlihat bahwa jumlah penduduk yang memiliki jamban jongkok leher angsa mencapai 95% pada kluster 0, Untuk kluster 1 dan 2 sebagian masyarakat belum memiliki jamban pribadi, kluster 3 dan 4 semuanya memiliki jamban pribadi ( WC jongkok leher angsa dan WC duduk leher angsa ).

(21)

[Type text] Page 22

Gambar 3.6. Kepemilikan Jamban (Per-Kluster)

3.2.2 Saluran Akhir Pembuangan Tinja

Saluran akhir pembuangan tinja dikategorikan menjadi 2 macam aman beresiko. Kategori aman jika pembuangan akhir tinja adalah septic tank. Sedangkan beresiko jika saluran pembuangan akhir berupa sungai, laut, danau, tanah, kebun dll. Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.7 menunjukkan bahwa 21% saluran akhir pembungan tinja tergolong aman (septic tank) dan sebanyak 34% masuk kategori tidak aman (sungai, laut, danau, tanah, kebun dll), 45% tidak tahu

Gambar 3. 7 Saluran Akhir Pembuangan Tinja (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditunjukkan pada Gambar 3.8 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk yang saluran akhir pembuangan tinjanya tergolong aman mencapai pada klaster 0 sebesar

(22)

[Type text] Page 23

63,4%, pada klaster 1 sebanyak 23,1%, pada klaster 2 sebanyak 15%, pada klaster 3 sebanyak 1% dan pada klaster 4 sebanyak 0 % .

Gambar 3.8 Saluran Akhir Pembuangan Tinja (Per-Kluster)

3.2.3 Praktek Pembuangan Kotoran Anak Balita di Rumah Responden yang Rumahnya Ada Balita

Kotoran atau tinja manusia, baik dari anak-anak ataupun orang dewasa, sama bahayanya bagi kesehatan. Karenanya, praktik yang benar untuk anak-anak kecil juga merupakan isu yang penting bagi kajian kesehatan lingkungan. Studi EHRA melakukan penilaian risiko dengan melihat perilaku pembuangan kotoran anak oleh responden. Untuk mengetahui perilakunya, EHRA mengandalkan jawaban lisan responden bukan dari hasil pengamatan perilaku warga ataupun pengamatan kondisi lingkungan.

Dalam Survey EHRA dipertanyakan perilaku BABs anak. Menurut hasil EHRA pada Gambar 3.9 menunjukkan bahwa 29% anak tidak terbiasa buang air besar sembarangan, 17% kadang-kadang, 13 % sangat sering dan 41% tidak tahu. Angka diatas menunjukkan bahwa perilaku BABs anak sudah hampir tidak biasa ditemui.

(23)

[Type text] Page 24

Menurut hasil EHRA pada Gambar 3.10 yaitu BABs Balita per kluster dimana sebagian besar tidak terbiasa melakukannya yaitu sekitar 62,5 % pada kluster 4, 60 % pada kluster 3, 31,3% pada kluster 2, 18,8 % pada kluster 1

Gambar 3.10 BABs Balita (Per Kluster)

Dalam survey EHRA juga ditanyakan tempat pembuangan tinja anak. Menurut hasil EHRA pada Gambar 3.11 Tempat pembuangan tinja balita skala kabupaten menunjukkan bahwa sebagian besar tinja anak dibuang ke WC/ jamban yaitu sekitar 31% tinja anak dibuang ke WC/jamban. 27% dibuang dipekarangan/kebun. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.11.

(24)

[Type text] Page 25

Gambar 3. 11 Pembuangan Tinja Anak (Skala Kabupaten)

Menurut hasil EHRA pada Gambar 3.12 menunjukkan bahwa pada tiap kluster, pembuangan tinja paling banyak dilakukan di WC/ Jamban yaitu sekitar 60% pada Kluster 4, 50% pada Kluster 3, 30,3% pada Kluster 2, 28,8 % pada Kluster 1, dan 0 % pada Kluster 4.

Gambar 3.12 Pembuangan Tinja Anak (Per-Kluster)

3.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir

Saluran limbah merupakan objek yang perlu dimasukan dalam EHRA karena saluran air limbah yang tidak memadai memungkinkan berkembangnya binatang pembawa patogen penyakit.

(25)

[Type text] Page 26

Kebanjiran adalah topik kedua yang akan dipaparkan di bagian ini. Air banjir perlu diangkat dalam EHRA sebab air banjir merupakan salah satu faktor risiko penyakit. Seperti yang diketahui luas, selama kebanjiran dan sesudahnya, warga di daerah banjir umumnya terancam sejumlah penyakit seperti penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare, serta penyakit-penyakit yang disebabkan oleh binatang seperti leptospirosis.

Dalam EHRA pengalaman banjir rumah tangga dilihat dari berbagai sisi, yakni rutinitas banjir, frekuensi dalam setahun, dan lama mengeringnya air. Masing-masing aspek banjir itu memiliki kontribusi terhadap risiko kesehatan yang dihadapi rumah tangga. Mereka yang mengalami banjir secara rutin, dengan frekuensi yang tinggi, misalnya beberapa kali dalam setahun atau bahkan beberapa kali dalam sebulan, dan dengan air yang lama bertahan (stagnan) dalam waktu yang cukup lama memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tak pernah kebanjiran atau yang mengalaminya tidak secara rutin.

Lama mengeringnya air juga bisa dijadikan indikasi untuk masalah yang lebih mendasar lainnya, seperti kualitas jaringan saluran drainase dan pola permukaan tanah dari pemukiman warga. Rumah yang tergenang air banjir dalam waktu yang cukup lama, misalnya selama berhari-hari, merupakan sebuah indikasi bahwa rumah terletak di wilayah cekungan di mana air banjir sulit dialirkan ke tempat lain seperti saluran atau sungai. Meski bukan satu-satunya faktor, air banjir yang cepat kering mengindikasikan bahwa masalah banjir terkait dengan sistem drainase setempat.

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.13 menunjukkan bahwa di Kabupaten Ngada keberadaan saluran drainase pada skala kabupaten sebagian besar tidak memiliki yaitu sebesar 85%, sedangkan yang memiliki SPAL sebesar 15%

Gambar 3.13 Kepemilikan SPAL (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.14 menunjukkan bahwa rumah di Kabupaten Ngada pada umumnya sebagian besar belum memiliki saluran drainase. Hal ini terlihat dari mayoritas rumah tangga tiap kluster belum memiliki saluran drainase yaitu dengan persentase 95 % pada

(26)

[Type text] Page 27

kluster 1, 97,5% pada kluster 2, 100% pada kluster 3, 27,5% pada kluster 4, pada kluster 4 sebagian besar telah memiliki SPAL rumah tangga sebesar 72,5%

Gambar 3. 14 Kepemilikan SPAL (Per Kluster)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.15 Menunjukkan bahwa kejadian banjir di Kabupaten Ngada hanya terdapat di beberapa tempat saja sehingga mayoritas dapat dikatakan tidak pernah mengalami banjir yaitu sekitar 53%. Sedangkan daerah yang mengalami banjir sekali dalam setahun memiliki frekuensi sekitar 7%, beberapa kali dalam setahun sebanyak 2% dan sekali atau beberapa kali dalam sebulan sebanyak 1% sedangkan yang tidak tahu kalau terjadi banjir sebesar didaerahnya sebesar 37%

(27)

[Type text] Page 28

Gambar 3.15 Kejadian Banjir (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.16 Menunjukkan bahwa 95,1% daerah pada kluster 0 tidak pernah mengalami banjir. Sedangkan pada kluster 1 sebesar 27,5% tidak pernah mengalami banjir, pada kluster 2 sebesar 73,9% tidak pernah banjir,pada kluster 3 sebesar 100% tidak pernah banjir dan pada kluster 4 sebesar 97,5% tidak pernah banjir.

(28)

[Type text] Page 29

3.4. Pengelolaan Air Bersih Bersih Rumah Tangga

Pada dasarnya akses air minum bagi rumah tangga yang dikaji EHRA memiliki hubungan yang erat dengan tingkat risiko kesehatan suatu keluarga. Dalam indikator internasional, diakui bahwa sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis sumber-sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air ledeng/ PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang disimpan secara terlindungi). Namun, ada juga yang dipandang membawa risiko transmisi patogen ke dalam tubuh manusia. Air dari sumur atau mata air yang tidak terlindungi dikategorikan tidak aman.

Dalam Joint Monitoring Programme on Water Supply and Sanitation (WHO & UNICEF, 2004), air kemasan dikategorikan sebagai sumber yang belum aman, namun penilaian itu tidak didasarkan pada masalah kualitas air, melainkan persoalan keterbatasan kuantitas. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai sebagai salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi memperlihatkan bahwa mereka yang memiliki suplai yang memadai akan cenderung lebih mudah melakukan kegiatan higinitas. Jadi, masalah air kemasan lebih terkait dengan kecenderungan penggunaannya yang ditujukan hanya untuk minum saja dan menggunakan sumber lain, yang belum tentu aman, untuk kebutuhan higinitas. Dalam harmonisasi indikator versi WHO & UNICEF, air kemasan kemudian dianggap sebagai improved source hanya bila ada sumber air komplementer yang dikategorikan aman.

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.17 menunjukkan sumber air bersih rumah tangga yang digunakan untuk minum, masak, dan mencuci peralatan adalah berasal dari air ledeng PDAM/Proyek sebesar 24%, 21% berasal dari kran umum Proyek/PDAM, 14% berasal dari mata air terlindungi dan 12 % dari SGL terlindungi, sebagaimana pada gambar 3.17

Gambar 3.17 . Sumber Air Bersih Rumah Tangga (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.18 menunjukkan bahwa sumber air bersih rumah tangga yang digunakan untuk minum, masak, dan mencuci peralatan dari masing-masing

(29)

[Type text] Page 30

kluster sebagian besar berasal dari air ledeng / kran umum. Pada Kluster 0 sumber air bersih 100% berasal dari kran umum proyek/PDAM. Pada Kluster 1 sumber air bersih 34,4% berasal dari kran umum proyek, 33,8% sumur gali terlindungi , 20,6% mata air terlindungi, pada kluster 2 berasal dari air ledeng PDAM sebesar 22,7%, kran umum proyek sebesar 20,2%, 18,5 berasal dari mata air terlindungi. Pada Kluster 3 sumber air bersih 55% berasal dari kran umum proyek, 37,5 berasal dari mata air terlindungi, dan Kluster 4 sumber air bersih terbesar berasal dari air ledeng PDAM/Proyek sebesar 90%

Gambar 3.18 . Sumber Air Bersih Rumah Tangga ( Per-Kluster)

Dalam survey EHRA juga ditanyakan pengolahan air bersih sebelum dimanfaatkan. Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.19 menunjukkan bahwa 81% warga mengolah air sebelum digunakan untuk minum, memasak, mencuci piring dan gelas, dan menggosok gigi.

Gambar 3.19 . Pengolahan Air Bersih Sebelum Dimanfaatkan (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.20 menunjukkan bahwa 100% warga pada kluster 4 mengolah air yang akan digunakan untuk minum, memasak, mencuci piring dan gelas, dan menggosok gigi. Sedangkan pada kluster 0 sebesar 97,6%,Kluster 1 sebanyak 74,4%, pada kluster 2 sebanyak 71,4% dan pada kluster 3 sebanyak 97,5% .

(30)

[Type text] Page 31

Gambar 3. 20 Pengolahan Air Bersih Sebelum Dimanfaatkan (Per Kluster)

3.5. Perilaku Higine

Pencemaran tinja/ kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia termasuk balita adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat),dan

fingers (jari/tangan). Jalur ini memperlihatkan bahwa salah satu upaya prevensi cemaran yang sangat

efektif dan efisien adalah perilaku manusia yang memblok jalur fingers. Ini bisa dilakukan dengan mempraktekkan cuci tangan pakai sabun di waktu-waktu yang tepat. Dalam meta-studinya, Curtis & Cairncross (2003) menemukan bahwa praktek cuci tangan dengan sabun dapat menurunkan risiko insiden diare sebanyak 42-47%. Bila dikonversikan, langkah sederhana ini dapat menyelamatkan sekitar 1 juta anak-anak di dunia.

Untuk konteks balita, waktu-waktu untuk cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan Si Ibu/ Pengasuhnya untuk mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare terdiri dari 5 (lima) waktu penting yakni, 1) sesudah buang air besar (BAB), 2) sesudah menceboki pantat anak, 3)sebelum menyantap makanan, 4) sebelum menyuapi anak, dan terakhir adalah 5) sebelum menyiapkan

makanan bagi keluarga. Sebagian waktu penting itu sebetulnya ditujukan bagi ibu-ibu rumah tangga secara

umum semisal: waktu sesudah buang air besar, sebelum menyiapkan makanan, dan sebelum menyantap makanan. Sementara, waktu yang lebih khusus ditujukan bagi ibu atau pengasih anak balita adalah sesudah menceboki pantat anak, dan sebelum menyuapi makan anak.

Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-harinya, EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah si Ibu menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Jawabannya menentukan kelanjutan pertanyaan berikutnya dalam wawancara. Mereka yang perilakunya didalami oleh EHRA terbatas pada mereka yang menggunakan sabun hari ini atau kemarin.

(31)

[Type text] Page 32

3.5.1 Praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) pada 5 waktu penting. a. Sesudah buang air besar

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.21 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada pada skala kabupaten sesudah buang air besar mencapai 60%, sedangkan yang tidak CTPS sebesar 40%.

Gambar 3.21 Praktek Cuci Tangan Sesudah Buang Air Besar (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.22 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada skala kluster sesudah buang air besar mencapai 100% pada kluster 0, 25,6 % pada kluster 1, 76,5% pada kluster 2, 100% pada kluster 3, dan 30 % pada kluster 4.

(32)

[Type text] Page 33

b. Sesudah menceboki pantat anak

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.23 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada pada skala kabupaten sesudah menceboki pantat anak mencapai 78 %.

Gambar 3.23 CTPS Sesudah Menceboki Pantat Anak (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.24 CTPS setelah menceboki bayi skala kabupaten menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada sesudah menceboki pantat anak mencapai 0% pada kluster 0, 3,8% pada kluster 1, 31,9% pada kluster 2, 67,5% pada kluster 3, dan 42,5% pada kluster 4.

Gambar 3.24 Praktek Cuci Tangan Sesudah Menceboki Pantat Anak (Per Kluster)

c. Sebelum menyantap makanan

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.25 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada sebelum menyantap makanan mencapai 68%.

(33)

[Type text] Page 34

Gambar 3.25 Praktek Cuci Tangan Sebelum Menyantap Makanan (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.26 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada sebelum menyantap makanan mencapai 100% pada kluster 0, 48,1% pada kluster 1, 79,8% pada kluster 2, 95% pada kluster 3, dan 50% pada kluster 4.

Gambar 3.26 Praktek Cuci Tangan Sebelum Menyantap Makanan (Per Kluster)

d. Sebelum menyuapi anak

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.27 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada sebelum menyuapi anak mencapai 56%, sedangkan yang tidak CTPS sebesar 44%

(34)

[Type text] Page 35

Gambar 3.27 CTPS Sebelum Menyuapi Anak (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.28 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada sebelum menyuapi anak mencapai 100% pada kluster 0, 25 % pada kluster 1, 54,6% pada kluster 2, 37,5% pada kluster 3, dan 32,5% pada kluster 4.

Gambar 3.28 CTPS Sebelum Menyuapi Anak (Per Kluster)

e. Sebelum menyiapkan makanan

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.29 CTPS sebelum menyiapkan makanan skala kabupaten menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada sebelum menyiapkan makanan mencapai 46%.

(35)

[Type text] Page 36

Gambar 3.29 Praktek Cuci Tangan Sebelum Menyiapkan Makanan (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.30 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada sebelum menyiapkan makanan mencapai 82,9% pada kluster 0, 23,1% pada kluster 1, 56,3% pada kluster 2, 85% pada kluster 3, dan 32,5% pada kluster 4.

Gambar 3. 30 CTPS Sebelum Menyiapkan Makanan (Per Kluster)

3.5.2 Ketersediaan sarana CTPS di jamban a. Ketersediaan air

Dalam survey EHRA ditanyakan pula ketersediaan sarana CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) di jamban. Sarana CTPS meliputi air, sabun dll. Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.31 Ketersediaan Air di Jamban pada skala Kabupaten menunjukkan bahwa ketersediaan air dijamban mencapai 58% air tersedia di dalam bak air/ember, dan 28% air berasal dari kran & berfungsi dan yang tidak ada air di jamban sebesar 14%

(36)

[Type text] Page 37

Gambar 3.31 Ketersediaan Air di Jamban (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.32 menunjukkan bahwa ketersediaan air dijamban menunjukan angka yang tinggi. Sebagian besar air tersedia di dalam bak air/ember, dan sebagian kecil berasakl dari kran. Pada kluster 0, ketersediaan air mencapai 97,6% yang berasal dari kran & berfungsi . Pada kluster 1, ketersediaan air mencapai 48,1% yang terdapat di dalam bak air/ ember. Pada kluster 2, ketersediaan air mencapai 65,5% yang terdapat di dalam bak/ ember. Pada kluster 3, ketersediaan air mencapai 97,5% yang terdapat di dalam bak/ ember. Pada kluster 4, ketersediaan air mencapai 95% yang terdapat di dalam bak air/ ember.

Gambar 3.32 Ketersediaan Air di Jamban (Per Kluster)

b. Ketersediaan Sabun

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.33 Ketersediaan sabun di jamban pada skala kabupaten menunjukkan bahwa ketersediaan sabun dijamban mencapai 56 %.

(37)

[Type text] Page 38

Gambar 3.33 Ketersediaan Sabun di Jamban (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.34 menunjukkan bahwa ketersediaan sabun dijamban mencapai 100% pada kluster 0, 40 % pada kluster 1, 56,3% pada kluster 2, 70% pada kluster 3, 57,5 % pada kluster 4.

Gambar 3.34 Ketersediaan Sabun di Jamban (Per Kluster)

3.5.3 Pola pemanfaatan sabun dalam kehidupan sehari-hari

Dalam survey EHRA juga ditanyakan pola pemanfaatn sabun dalam kehidupan sehari-hari. Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.35 menunjukkan bahwa penggunaan sabun 17% digunakanan untuk mandi, 15% untuk mencuci peralatan minum, makan, dan masak, 14% untuk mencuci pakaian, 12% untuk mencuci tangan anak dan tangan sendiri, memandikan anak sebesar 13% , menceboki pantat anak sebesar 11% dan untuk lainnya sebesar 6%.

(38)

[Type text] Page 39

Gambar 3. 5 Penggunaan Sabun (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.36 menunjukkan bahwa pada kluster 0, sabun digunakan untuk mandi (100%), memandikan anak (100%) ,mencuci tangan anak (100%), mencuci tangan sendiri (100%), Mencuci peralatan(97,6%), mencuci pakaian (48,8%), lainnya (70%), Pada Kluster 1 sabun digunakan untuk mandi (91,1%), memandikan anak (75%) ,mencuci tangan anak (47,9%), mencuci tangan sendiri (50%), Mencuci peralatan(52,8%), mencuci pakaian (88,2%), lainnya (45,1%). Sedangkan untuk kluster lainnya (kluster 2 – kluster 4) menunjukkan angka yang hampir sama.

(39)

[Type text] Page 40

3.6. Kejadian Penyakit Diare

Dalam survey EHRA juga ditanyakan terkait kejadian diare yang dialamai oleh anggota keluarga dari responden. Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.37 menunjukkan bahwa kejadian penyakit diare pada skala Kabupaten mencapai 19 %.

Gambar 3. 6 Kejadian Penyakit Diare (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.38 menunjukkan bahwa kejadian penyakit diare pada kluster 0 tidak pernah terjadi penyakit diare, pada kluster 1 sebanyak 123 responden ( 76,9 % ) menyatakan tidak pernah terkena diare, pada kluster 2 sebanyak 97 responden menyatakan tidak pernah terkena diare (80,8%),pada kluster 3 sebanyak 27 responden (67,5%) menyatakan tidak pernah terkena diare, pada kluster 4 sebanyak 38 responden (95%) menyatakan tidak pernah terkena diare.

(40)

[Type text] Page 41

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.39 Penderita diare pada skala kabupaten menunjukkan bahwa kejadian penyakit diare terjadi pada orang dewasa laki-laki (28%), orang dewasa perempuan (24%), anak-anak balita (15%), anak-anak non balita (16%), anak remaja perempuan (10%), anak remaja laki-laki (7%).

Gambar 3. 8 Penderita Diare (Skala Kabupaten)

Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.40 menunjukkan bahwa kejadian penyakit diare pada kluster 1 terjadi pada orang dewasa perempuan (27%), orang dewasa laki-laki (24,3%), pada kluster 2 orang dewasa laki-laki (27,3%), orang dewasa perempuan (18,3%), Pada kluster 3 anak-anak non balita (38,5%), orang dewasa laki-laki (30,8%),pada kluster 4 anak-anak balita (50%), remaja laki-laki (50%), Selengkapnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini..

(41)

[Type text] Page 42

BAB IV

PENUTUP

Survey Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan atau Survey Environmental Health Risk

Assessment (EHRA) adalah sebuah survey yang digunakan dalam mengidentifikasikan kondisi sanitasi

yang ada di desa/kelurahan. Dengan diketahuinya kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat, akan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk promosi atau advokasi kesehatan lingkungan di Kabupaten Ngada sampai ke desa/kelurahan. Pelibatan kader kesehatan desa/kelurahan dan sanitarian Puskesmas sangat efektif dalam pencapaian sasaran berupa promosi dan advokasi dimaksud.

Dokumen hasil survey EHRA akan dijadikan dasar dalam penyusunan buku putih dan SSK (Strategi Sanitasi Kabupaten) Ngada yang akan menjadi modal awal pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kabupaten Ngada. Perlunya pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana sanitasi di masyarakat serta pentingnya advokasi dan promosi kesehatan lingkungan kepada masyarakat diharapkan akan menjadi salah satu target perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kabupaten Ngada.

Kondisi eksisting sarana dan prasarana sanitasi serta perilaku masyarakat sesuai yang teridentifikasi di dalam dokumen hasil survey EHRA akan dijadikan sebagai dasar penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Ngada. Diketahuinya kondisi eksisting tersebut baik sarana dan prasarana serta perilaku masyarakat di desa/kelurahan akan menghasilkan tingkat area beresiko di tiap desa/kelurahan. Dengan adanya kondisi eksisting area beresiko tersebut diharapkan akan dapat mendukung penyusunan dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kabupaten Ngada 2013 – 2017.

Dalam pelaksanaan pembangunan di bidang sanitasi diperlukan suatu upaya monitoring dan evaluasi. Kegiatan monitoring dan evaluasi ini diharapkan untuk dapat dijadikan suatu alat tolok ukur untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan di bidang sanitasi. Selain hal tersebut, pelaksanaan Survey EHRA ini dapat dijadikan baseline data bagi pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi serta pelaksanaan Survey EHRA di tahun-tahun mendatang.

Survey EHRA merupakan suatu kegiatan yang sangat efektif dan efisien dalam rangka mengidentifikasi kondisi sanitasi yang ada di daerah. Pelaksanaan survey dengan pelibatan masyarakat khususnya kader kesehatan dirasa sangat memberi dampak terhadap keberhasilan pelaksanaan survey.

(42)

[Type text] Page 43

Namun demikian dalam rangka pelaksanaan survey di tahun-tahun mendatang diperlukan perbaikan terhadap materi kuesioner yang akan digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan survey.

Gambar

Tabel 2. 2  Hasil Klastering Desa/ Kelurahan di Kabupaten Ngada
Gambar 2. 1 Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA
Tabel 2. 3  Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2013  Kabupaten  Ngada
Gambar 3. 2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (Skala Kluster)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

a) Melayani kebutuhan perdagangan internasional dari daerah dimanapun pelabuhan tersebut berada. b) Membantu agar berjalannya roda perdagangan dan pengembangan

KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERFORMANCE PRISM (STUDI KASUS : BATIK AGUNG WIBOWO) Tugas Akhir.. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas

Tahapan dalam penyusunan program ekowisata kerajinan adalah mengidentifikasi sumber daya ekowisata kerajinan tangan yang berpotensi untuk kegiatan wisata,

Jember, 28 Agustus 2015 Direktur Pascasarjana IAIN

- Bahwa hasil dari pemungutan suara tersebut adalah tidak ada pemegang saham atau kuasa pemegang saham yang menyatakan suara tidak setuju dan/atau abstain atas usulan

Berdasarkan penyajian data hasil penelitian yang penulis lakukan dengan teori yang ada di BAB II maka penulis simpulkan bahwa mahasiswa memiliki

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana penerapan manajemen keuangan yang diterapkan oleh pelaku usaha UMKM yang bergerak dibidang produksi tempe

Untuk Indikator Indeks Kepuasan Masyarakat realisasi pada tahun 2013 sebesar 78,68% dari target sebesar 78,00%, telah mencapai target, Indeks Kepuasan Masyarakat