Identifikasi Model Putaran Mesin Secara Eksperimental Dengan
Masukan Sudut Pengapian Dan Besar Injeksi Bahan Bakar Pada
Mesin Mitsubishi 4g63
Billy Santoso, Rushdianto Effendi, Ali fatoni
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111. Abstract –Perancangan suatu sistem pengaturan
membutuhkan model dari plant yang digunakan. Untuk mendapatkan model sistem perlu dilakukan identifikasi terhadap sistem tersebut. Ketidaktepatan dalam memodelkan kerja mesin dapat mengakibatkan kesalahan dalam mendesain kontroler. Oleh karena itu untuk mendapatkan model mesin Mitsubishi 4g63 yang sesuai, pada penelitian ini dilakukan identifikasi melalui eksperimen secara langsung pada kerja mesin stasioner. Eksperimen dilakukan dengan cara membandingkan sudut pengapian(spark advance) dan besar besar injeksi bensin yang ditentukan sebelumnya dengan putaran mesin yang dihasilkan. Dari hasil eksperimen tersebut kemudian dilakukan pendekatan untuk mendapatkan model matematika dari mesin yang diharapkan mampu mewakili kondisi mesin yang sebenarnya dan dapat digunakan untuk merancang sebuah kontroler
Kata Kunci : stasioner, spark advance, konsumsi injeksi
1. PENDAHULUAN
Motor bakar yang dikembangkan berdasar siklus Otto, 1876, dengan pembakaran didalam dan bahan bakar bensin serta menggunakan sistem pengapian dengan busi adalah merupakan jenis motor bakar yang paling banyak digunakan, namun efisiensi bahan bakar dan daya yang dihasilkan dengan peralatan yang kecil dan murah, masih terus dikembangkan.
Untuk memperoleh tenaga dan daya pada putaran mesin sangat dipengaruhi oleh sudut pengapian dan besar injeksi bensin. Waktu pengapian yang tepat adalah yang sesuai dengan kondisi dan situasi saat operasinya, yaitu sesuai dengan putaran mesin, kualitas bahan bakar (nilai oktan), temperatur /suhu ruang bakar, tekanan dalam ruang bakar,besarnya perbandingan bahan bakar udaradalam ruang bakar. Sedangkan injeksi yang tepat adalah memenuhi perbandingan yang sesuai dengan jumlah udara dan putaran mesin pada saat beroperasi.
Dalam merancang suatu sistem pengaturan dibutuhkan model sistem dari plant yang akan dipakai. Untuk mendapatkan model sistem perlu dilakukan identifikasi terhadap sistem tersebut.
Metode yang digunakan tergantung dari kondisi karakteristik dari sistem tersebut. Identifikasi pada model dinamis sistem linier akan lebih mudah bila dibandingkan dengan sistem non-linier. Spark
ignition engine merupakan salah satu sistem
nonlinier, termasuk karakteristik pengaruh pengapian dan injeksi terhadap putaran mesin.
Proses pengapian dan injeksi bensin merupakan salah satu parameter dari spark ignition
engine yang mempunyai peranan penting dalam
menentukan kinerja dan efisiensi dari mesin. Penentuan sudut pengapian dan durasi penyemprotan injeksi yang tepat akan menyebabkan terjadinya pembakaran mesin yang optimal. sementara itu pengaruh penetuan sudut pengapian dan injeksi terhadap putaran mesin secara aktual sulit untuk diukur.
Meninjau permasalahan yang terjadi pada proses pembakaran dan injeksi bahan bakar, diperlukan proses identifikasi yang untuk memperoleh model kerja dari spark ignition
engine. untuk mendapatkan pengaturan yang baik
perlu diketahui terlebih dahulu karakteristik dari mesin. Identifikasi ini dilakukan dengan melakukan eksperimen kerja mesin terhadap dua masukan yaitu sudut pengapian dan injeksi bensin. Dari hasil identifikasi yang didapat dapat diketahui model yang paling optimal dari mesin yang dapat digunakan dalam penentuan parameter kontroler didesain pada penelitian selanjutnya
2. DASAR TEORI
Motor bakar atau spark ignition engine adalah mesin atau pesawat yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik, yaitu dengan cara merubah energi kimia dari bahan bakar menjadi energi panas, dan menggunakan energi tersebut untuk melakukan kerja mekanik. Energi termal diperoleh dari pembakaran bahan bakar pada mesin itu sendiri.
.
2.1.. Cara Kerja Motor Bensin 4 Langkah Torak bergerak naik turun di dalam silinder dalam gerakan reciprocating. Titik tertinggi yang dicapai oleh torak tersebut disebut titik mati atas (TMA) dan titik terendah disebut titik mati bawah (TMB). Gerakan dari TMA ke TMB disebut langkah torak (stroke). Pada motor 4 langkah mempunyai 4 langkah dalam satu gerakan yaitu
langkah penghisapan, langkah kompresi , langkah kerja dan langkah pembuangan[1].
a. Langkah hisap
Pada gerak hisap, campuran udara bensin dihisap ke dalam silinder. Selama langkah torak ini, katup hisap akan membuka dan katup buang menutup. b. Langkah kompresi
Dalam gerakan ini campuran udara bensin yang di dalam silinder dimampatkan oleh torak yang bergerak ke atas dari TMB ke TMA. Kedua katup hisap dan katup buang akan menutup selama gerakan tekanan dan suhu campuran udara bensin
menjadi naik..
Gambar 2.1 Prinsip kerja 4 langkah motor bakar[1] c. Langkah kerja
Dalam gerakan ini, campuran udara bensin yang dihisap telah dibakar dan menyebabkan terbakar dan menghasilkan tenaga yang mendorong torak ke bawah meneruskan tenaga penggerak yang nyata. Selama gerak ini katup hisap dan katup buang masih tertutup.
d. Langkah buang
Dalam gerak ini, torak terdorong ke bawah, ke TMB dan naik kembali ke TMA untuk mendorong gas-gas yang telah terbakar dari silinder. Selama gerak ini kerja katup buang saja yang terbuka. 2.2. EFI (Electrinic fuel injection)
Pada mesin modern dengan menggunakan sistem EFI maka jumlah bahan bakar di atur (dikontrol)lebih akurat oleh komputer dengan mengirimkan bahan bakarnya kesilinder melalui injektor[3].
Sistem EFI menentukan jumlah bahan bakar yang optimal(tepat)disesuaikan dengan jumlah dan temperatur udara yang masuk,kecepatan mesin,temperatur air pendingin,posisi katup throttle pengembunan oxygen di dalam exhaust pipe,dan kondisi penting lainnya.
Gambar 2.1 sistem EFI
Komputer EFI mengatur jumlah bahan bakar untuk dikirim ke mesin pada saat penginjeksian dengan perbandingan udara dan bahan bakar yang optimal berdasarkan kepada karakteristik kerja mesin.Sistem EFI menjamin perbandingan udara dan bahan bakar yang ideal dan efisiensi bahan bakar yang tinggi pada setiap saat[3].
3.1. Sistem pengapian tanpa distributor (Distributorless Ignition System)
Distributor biasa digunakan untuk mendistribusikan tegangan yang dihasilkan koil atau kumparan ke 4 busi untuk melakukan pembakaran. Koil pada sistem distributor akan mengaktifkan busi secara berurutan sesuai dengan fase pembakaran pada silinder, sedangkan untuk sistem tanpa distributor atau DIS, busi diaktifkan langsung oleh beberapa koil secara serentak[5].
Pada sistem DIS digunakan 2 buah koil untuk memicu 2 pasang busi sehingga setiap busi yang dipicu oleh koil yang sama akan aktif secara bersamaan, model pengapian ini juga sering disebut mode pengapian secara grup. Mikrokontroler akan memberikan sinyal kontrol berdasarkan bacaan sensor CAS dan TDC untuk menentukan koil atau pasangan busi mana yang harus aktif.
Gambar 2.3 Sistem DIS[5] 2.1 Identifikasi Statis
Salah satu identifikasi statis salah satu yang paling banyak digunakan adalah metode open
direpresentasikan dengan Gambar 2.9.
Gambar 2.4 Metode Identifikasi Statis Step Response Dengan mengimplementasikan proses pada Gambar 2.9, respon transien dapat dicari melalui grafik respon sistem. Selain sinyal step, dapat juga digunakan sinyal impluse dan ramp[3]
.
2.2.1 Karakteristik Sistem Orde Pertama [12] Karakteristik respon waktu untuk sistem orde pertama diberikan berdasarkan respon sistem terhadap masukan sinyal step. Karakteristik respon waktu sistem orde pertama dibedakan menjadi karakteristik respon transien dan karakteristik respon keadaan tunak atau steady state. Grafik respon sistem orde pertama untuk Xzz = 1 dan Yss =
K disajikan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.5. Karakteristik Sistem Orde Pertama [3]
2.2 Identifikasi Dinamis
Identifikasi dinamis memiliki perbedaan dengan identifikasi statis berdasarkan sinyal uji dan metode penrmodelan yang digunakan. Dalam identifikasi dinamis, digunakan sinyal uji berupa sinyal acak (random) atau semi-acak
(pseudo-random). Sinyal ini memiliki nilai yang berubah
sesuai dengan frekuensi tertentu. Dengan demikian, karakteristik sistem dapat diketahui lebih teliti dengan mencakup noise dan waktu tunda pada transmisi sinyal. Berdasarkan hubungan keluaran ini, dapat digunakan permodelan untuk mencari persamaan matematika sistem dalam bentuk pendekatan Auto-Regressive (AR), Moving-Average (MA), atau Auto-Regressive Moving-Average (ARMA); baik dengan maupun tanpa noise (variabel
exogenous).[2]
2.3.1. Pseudo-Random Binary Sequence (PRBS) PRBS adalah sebuah sinyal semi-acak yang dihasilkan sebagai salah satu sinyal uji dalam
proses identifikasi dinamis. Sebuah PRBS mirip dengan urutan bilangan acak secara nyata, tetapi dapat juga disebut semu (pseudo) karena deterministik. Setelah suatu siklus tertentu, unsur-unsur bilangan akan mulai terulang sehingga tidak lagi seperti urutan acak nyata. Karakteristik ini membuat PRBS sebagai sebuah sinyal yang kaya akan frekuensi dan merupakan pendekatan dari
white noise. PRBS lebih umum daripada urutan
n-bilangan, yang merupakan urutan biner khusus pseudo-acak sebesar n-bit yang dihasilkan sebagai keluaran Linear Feedback Shift Register (LFSR). Bagan LFSR disajikan pada Gambar 2.11[2].
Gambar 2.6 Bagan LSFR sebagai Penghasil Sinyal
PRBS [13]
PRBS memiliki ½ duty cycle dan panjang elemen L = 2N – 1, dengan N adalah jumlah elemen dari LFSR. Agar steady-state plant gain dapat dihindari, durasi maksimum pulsa PRBS harus memenuhi:
N.Ts > tr (2.1)
dengan Ts adalah waktu sampling, dan tr adalah
waktu naik dari plant. Selain itu, pemilihan durasi waktu pengujian dan frekuensi sampling juga tidak kalah penting. Pemilihan durasi waktu pengujian harus memenuhi persamaan berikut:
(2N – 1).Ts > L (2.2)
Sementara itu, frekuensi sampling yang digunakan harus memenuhi persamaan berikut:
,... 4 , 3 , 2 , 1 ; p p f f s PRBS (2.3)
dengan fs adalah frekuensi sampling dan fPRBS
adalah frekuensi sinyal PRBS. Dengan demikian, dapat diperoleh bahwa p.N.Ts > tr. Dalam kondisi
praktik disarankan pemilihan p ≤ 4. Untuk 10 bit PRBS, digunakan bit ke-7 dan bit ke-10 untuk proses evaluasi serta dihasilkan 1023 panjang sinyal keseluruhan.[2]
2.3.2. Identifikasi Parameter: Pendekatan ARX
ARX adalah salah satu pendekatan permodelan dinamik untuk sistem yang memiliki
relatif sederhana dan cukup representatif. Secara matematis, permodelan pendekatan ARX dapat ditulis sebagai berikut[6]:
) ( ) 1 ( ... ) 1 ( ) ( ... ) 1 ( ) ( 1 1 t e n n t u b t u b n t y a t y a t y b k n a n b a (2.4) (2.4)
dengan na and nb adalah derajat model ARX, dan
nk adalah waktu tunda. y(t) : keluaran terhadap waktu na : jumlah kutub
nb : jumlah zero ditambah 1
nk : jumlah masukan ter-sampling yang terjadi
sebelum memberikan pengaruh ke keluaran, disebut juga dengan waktu mati (dead time) dari sistem. Untuk sistem diskrit tanpa waktu mati, terdapat minimal (1–sampel) waktu tunda karena keluaran bergantung pada masukan sebelumnya dan nk=1.
) ( )... 1
(t yt na
y : keluaran sebelumnya, yang
menjadi objek dependensi keluaran saat ini
) 1 ( )... 1 (t utnknb u : masukan tertunda sebelumnya yang menjadi objek dependensi keluaran saat ini
e(t) : White-noise disturbance.
Secara ringkas, model ARX dapat ditulis sebagai berikut: ) ( ) ( ) ( ) ( ) (q yt B qut n et A k (2.5)
dengan q sebagai operator penundaan, serta:
a a n n q a q a q A( )1 1... 1 (2.6) 1 1 2 1 ... ) ( b b n nq b q b b q B (2.7) 3. PERANCANGAN SISTEM
Plant yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin mobil mitsubishi 4g63 dengan spesifikasi sebagai berikut:
• Mesin Mitsubishi 4g63
• Volume silinder (4 silinder) = 2000cc • Double Overhead Camshaft (DOHC) 16
valve
• Electronic Fuel Injection (EFI) • Distributorless Ignition (DLI)
Gambar 3.1. Mesin Mitsubishi 4g63
Sensor utama yang digunakan pada mesin adalah:
1. Sensor induktif
Digunakan untukkecepatan putar mesin. Sinyal yang dihasilkan sesnor ini berbentuk sinus 2. TPS (Throttle Position Sensor)
Digunakan untuk mengetahui posisi sudut bukaan throttle
3.
MAP (Manifold Absolute Pressure) Digunakan untuk mengukur tekanan udara absolut pada manifold
4. TDC(Top Dead Center) dan CAS (Crank Angle
Sensor)
Digunakan untuk mengetahui posisi piston danposisi sudut dari poros engkol
Sedangkan aktuator-aktuator yang digunakan dalam mesin adalah:
1. Idle Speed Motor Control
Digunakan untuk mengatur udara yang masuk ke manifold pada kondisi kecepatan idle (kondisi saat throttle valve menutup penuh) . 2. Coil dan Busi
Digunakan untuk mengatur terjadinya pengapian
3. Injektor
Digunakan untuk mengatur banyak bahan bakar yang dikonsumsi dan waktu injeksinya Dalam melakukan pengontrolan mesin ECU dibantu oleh driver driver elektronik untuk mengaktuasikan sinyal dari mikro . oleh karena itu dibuthkan hardware-hardware elektronika sebagai berikut:
1. Driver pengapian dan injeksi
Driver pengapian dan injeksi tergabung
menjadi satu kesatuan modul yang kontrol oleh IC darlington array ULN2003. IC ini memiliki penguatan sebesar 1000 dan masukan serta keluaran sebanyak 7 buah.
Gambar 3.2. Driver injeksi dan pengapian 2. Debounching
Rangkaian debounching ini berfungsi sebagai penghalus sinyal sensor TDC dan CAS akibat
munculnya efek bounching (semacam ripple kecil pada bagian keadaan high)
Gambar 3.3. Debouncing
3. Engine Control Unit
Merupakan rangkaian integrasi dari semua hardware elektronik, yang berfungsi untuk mengontrol pengapian serta injeksi bensin.
Gambar 3.4. Debouncing
4. PEMODELAN DAN PENGUJIAN Dalam memodelkan kinerja mesin secara total, maka perlu dilakukan pemodelan masnig-masing masukan dengan putaran mesin atau dengan pengertian harus dimodelkan secara SISO(single input single output) terlebih dahulu. Dari hasil pemodelan SISO maka model totalnya dapat dicari dari penjumlahan kedua model. Diagram blok pemodelan secara MISO dapat ditunjukan seperti gambar 4.1
Gambar 4.1. diagram blok MISO
Untuk emndapatkan model dari masing – masing masukan dilakukan langkah-langkah identifikasi sebagai berikut:
- Menentukan titik operasi dari masing-masing masukan
- Melakukan identifikasi statis untuk mengetahui waktu respon dari masing input
- Waktu respon yang didapat digunakan sebagai nilai waktu samplingdari input PRBS.
- Dilakukan identifikasi dinamis dan pendekatan regresi linier dengan ARX untuk mendapatkan model SISO masing-masing input
Dari hasil identifikasi statis dan dinamis kemudian didapatkan model dengan nilai kesalahan yang paling kecil seperti ditunjukan tabel 4.1.dan tabel 4.2.
Tabel 4.1. fungsi alih model injeksi
Tabel 4.2. Fungsi alih model pengapian
Dari hasil pemodelan SISO kemudian dibuat kedalam bentuk persamaan diferensial dan dicari model gabungan antara model pengapianan injeksi. Hasil penggabungan ini disimulasikan kedalam software matlab seperti ditunjukan pada gambar 4.2 No Idle speed valve Transfer Function INJEKSI RMSE 1 0% 0.06635891 2 10% 0.073374358 3 20% 0.077885693 No Idle speed valve Transfer Function pengapian RMSE 1 0% 0.06635891 2 10% 0.073374358 3 20% 0.077885693
Gambar 4.2. Diagram blok MISO pada simulink Dilakukan pengujian secara simulasi pada model MISO yang telah didapatkan. Dilakukan simulasi dengan memberikan input injeksi sebesar 3.92 ms/ 0.77 volt, dan pengapian 10ºBTDC/0.32 volt, pada bukaan idle speed valve 0%. Hasil plot ditunjukan pada gambar 4.3. juga dilkukan pengujian dengan memvariaskian bukaan idle
speed valve dibukaan 0%, 10%, dan 20%. Seperti
ditunjukan pada gambar 4.3
Gambar 4.3. respon keceptan terhadap masing-masing input
5. KESIMPULAN
Didapatkan hasil pemodelan respon putaran terhadap masukan injeksi dan pengapian berorde 1.Dibutuhkan fungsi pembalik untuk mengkompensasi masukan injeksi sehingga pemodelan dapat mengikuti respon riilnya.Model yang didapatkan dapat diuji dengan mensimulasikan kontrol PI, dan dapat memenuhi kriteria respon yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Irianto, A. Santoso, Rusdhianto, Model
Sistem MIMO 2x2 dari Spark Ignition Engine, JAVA Journal of Electrical and
Electronic Engineering, Page 41-45, 2004. [2] Arifudin, Penggerak Mula Motor Bakar
Torak, Universitas Gunadarma, Jakarta,
1999.
[3] A. Santoso, M. S. Rokim, A. Nugroho, Kasmawi, M Anis, A. Salim, Joko Susila,
Experimetal Awal: Pengaruh Memberhip Function untuk Fuzzy Logic Control terhadap Sudut Pengapian pada Sistem Pmbakaran SIE (Spark Ignition Engine), Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2003.
[4] S. B. Choi, M. Won, J.K. Hendrick, Fuel
Injection Control of S.I. Engine, Conference
on Decision and Control Lake Buena Vista, 1994.
[5] .J.F.G. Cremers, Beginning for Cylinder
Pressure Based Control, Report number
WVT, 2007.
[6] M. N. Howell, M. C. Best, On-Line PID
Tuning for engine idle speed control using continius action reinforcement learning automata, Pergamon, 1999.