• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA BERBASIS PROGRAM PADAT KARYA TUNAI DI DESA TONGKONAN BASSE KECAMATAN MASALLE KABUPATEN ENREKANG KARMILA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA BERBASIS PROGRAM PADAT KARYA TUNAI DI DESA TONGKONAN BASSE KECAMATAN MASALLE KABUPATEN ENREKANG KARMILA"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

i

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA BERBASIS PROGRAM PADAT KARYA TUNAI DI DESA TONGKONAN BASSE KECAMATAN

MASALLE KABUPATEN ENREKANG

KARMILA

Nomor Stambuk : 105610541015

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2019

(2)

ii

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA BERBASIS PROGRAM PADAT KARYA TUNAI DI DESA TONGKONAN BASSE KECAMATAN

MASALLE KABUPATEN ENREKANG

Skripsi

Sabagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara

Disusun dan Diajukan Oleh KARMILA

Nomor Stambuk : 105610541015

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2019

(3)
(4)
(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Karmila Nomor Stambuk : 105610541015

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akedemik sesuai aturan yang berlaku, sakalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, 27 September 2019 Yang Menyatakan,

(6)

vi ABSTRAK

KARMILA.2019 Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program Padat Karya Tunai di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang (dibimbing oleh Alimuddin Said dan Fatmawati)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan pemberdayaan masyarakat Desa berbasis Program Padat Karya Tunai. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Informan ditentukan secara

purposive sampling berdasarkan karakteristik dengan jumlah 5 orang. Teknik

pengumpulan data yaitu observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Teknik analisis data melalui tahapan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, sedangkan teknik keabsahan data menggunakan tringulasi sumber, waktu dan teknik.

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa proses pelaksanaan pemberdayaan program padat karya tunai di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle terdiri dari beberpa tahapan (1) tahap penyadaran dimana pada tahap ini Pemerintah Desa sudah melakukan sosialisasi secara optimal bahkan Pemerintah Desa juga menyampaikan langsung kepada Masyarakat cara/proses pengerjaan Program Padat Karya Tunai, (2) tahap pengkapasitasan yaitu pemerintah Desa sudah menetukan jenis kegiatan yang akan dikerjakan seperti pengecoran jalan tani, pembuatan rainase, pembuatan talud jalan, pembangunan pustu, dan pembuatan jamban. Adapun upah yang di berikan kepada masyarakat yaitu Rp. 100-110 perharinya, dan (3) tahap pendayaan dimana Masyarakat Desa belum sepenuhnya terberdayakan dikarenakan tingkat pertisipasi masyarakat yang kurang terhadap program padat karya tunai yang di adakan di Desa Tongkonan Basse

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program Padat Karya Tunai Di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang“.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis sepenuhnya mengakui dan menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terwujud tanpa bantuan dan Do’a dari Orang Tua Penulis, Ayahanda tercinta Kadir.T dan Ibunda tercinta Jumiati atas segala bimbingan, jasa, dan pengorbanannya serta kasih sayang yang tulus sepanjang masa sehingga skripsi ini bisa dikerjakan dengan baik, penghargaan, simpuh dan sujud do’a semoga Allah SWT memberinya umur panjang, kesehatan dan selalu dalam lindungan-Nya.

Dalam kesempatan ini dengan sepenuh hati yang tulus, penulis juga mengucapkan banyak terimah kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setingi-tinginya kepada Bapak Drs. Alimuddin Said, M.Pd dan Ibu Dr. Hj. Fatmawati,M.Si yang bertindak sebagai pembimbing pertama dan kedua dalam penyusunan skripsi ini. Kecerdasan, keluasan wawasan yang kritis, mengarahkan, dan mendorong penulis agar senantiasa belajar dan bertindak dengan lebih teliti dan hati-hati serta tidak mudah patah semangat.

(8)

viii

Penulis menyadari juga bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tampa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimah kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E,M.M selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar atas jasa dan jeri payahnya dalam menyiapkan sarana dan prasarana belajar, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos.,MPA Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., MPA selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Ibu Dra. HJ. Muhajirah Hasanuddin, M.Si selaku Penasihat Akademik (PA) Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang selalu membimbing dan mengarahkan saya untuk terus rajin belajar.

5. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberi bekal ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan di lembaga ini.

6. Segenap staf tata usaha Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah memberikan pelayanan administrasi dan bantuan kepada penulis dengan baik.

(9)

ix

7. Ucapan terima kasih kepada seluruh responden yang berada di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang baik kepala desa, kepala dusun, dan tokoh masyarakat atas kesediannya untuk membantu penulis dan bersedia untuk diwawancarai dalam rangka merampungkan penelitian. 8. Ucapan terima kasih juga kepada teman-teman seperjuangan kelas executive E

angkatan 2015 dan kepada teman-teman lainnya serta kerabat yang senantiasa bersama dengan penulis baik dalam keadaan senang maupun susah dan selalu menghibur serta selalu mendukung penulis jika penulis dalam keadaan lelah,sedih dan bahkan merasa patah semangat

9. Ucapan terima kasih juga kepada teman-teman seperjuangan dan tersayang “kuttu-kuttu balala squad” fate battala, pute, yua, indah battala, dewi, ninnong, indri toa, wara, yustika dora, nida pesek, dan risna mandra, yang selalu menghibur dan menemani penulis dalam keadaan susah maupun senang

10. Ucapan terima kasih juga kapada teman-teman seperjuangan dari SD sampai saat ini yang selalu menemani dan memberikan semangat kepada penulis

11. Ucapan terima kasih kepada segenap keluarga besar yang selalu memberi motivasi dan semangat kepada penulis

12. Tidak lupa pula ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Wahyudi Bilhaq Syahrim S.Pd yang telah banyak membantu dan memberikan masukan serta motivasi kepada penulis

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan baik dari dosen maupun teman-teman manapun dari

(10)

x

keluarga Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Makassar, 27 September 2019

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman Pengajuan Skripsi... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Penerimaan Tim ... iii

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar... vi

Daftar Isi ... x

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pemberdayaan Masyarakat ... 9

1. Penegertian Pemberdayaan Masyarakat ... 9

2. Proses Pemberdayaan Masyarakat ... 14

3. Strategi Pemberdayaan Masyarakat ... 20

4. Indikator Pemberdayaan Masyarakat ... 21

5. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat ... 23

B. Program Padat Karya Tunai ... 25

1. Pengertian Padat Karya Tunai ... 25

2. Prinsip Pelaksanaan Padat Karya Tunai ... 26

3. Manfaat Padat Karya Tunai... 28

4. Kegiatan Padat Karya Tunai ... 28

5. Sifat Kegiatan Padat Karya Tunai ... 28

C. Kerangka Fikir... 28

D. Fokus Penelitian ... 31

E. Deskripsi Fokus Penelitian ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Lokasi Penelitian ... 32

(12)

xii

C. Suber Data ... 32

D. Informan Peneliti ... 33

E. Tekhnik Pengumpulan Data ... 34

F. Tekhnik Analisis Data ... 34

G. Tekhnik Keabsahan Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian ... 36

B. Hasil penelitian dan pembahasan ... 49

1. Tahap Penyadaran ... 50 2. Tahap Pengkapasitasan ... 56 3. Tahap Pendayaan ... 62 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 80 B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN

(13)

xiii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel Halaman

3.1 Informan Penelitian ... 33

4.1 Jumlah Penduduk di Kabupaten Enrekang ... 39

4.2 Kondisi Desa Tongkonan Basse ... 42

4.3 Tingkat Pendidikan Penduduk di Desa Tongkonan Basse ... 43

4.4 Mata Pencaharian Penduduk Desa Tongkonan Basse ... 43

4.5 Sarana/Prasarana Desa Tongkonan Basse ... 43

4.6 Jumlah Penduduk Perdusun di Desa Tongkonan Basse ... 43

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Enrekang ... 40

4.2 Skema: SOP Desa Tongkonan Basse Kecamatn Masalle Kabupaten Enrekang ... 44

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pemberdayaan Masyarakat dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan formal dan informal yang dilakukan secara sistematis dan melibatkan berbagai Komponen Organisasi. Selain itu Pemberdayaan Masyarakat juga merupakan suatu kegiatan untuk memberikan kekuatan dan kemampuan kepada Masyarakat dan Lingkungannya. Maka dari itu, diperlukan sejumlah Program dan kegiatan baik yang berasal dari Masyarakat secara langsung maupun dari Pemerintah yang telah diperhitungkan dalam APBD atau APBN

Konsep Pemberdayaan berpangkal dari anggapan bahwa hubungan antara Masyarakat dan Negara semuanya harus berhubungan satu sama lain. Dalam konteks Pemberdayaan, semua Pemerintah Desa menduduki posisi yang sama sehingga dapat berkembang dan mengisi kekurangan satu sama lain. Kemudian Masing-masing individu harus mampu mengetahui kepentingan dan perbedaan satu sama lainnya.

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama empat Mentri yaitu Menteri Dalam Negeri, Mentri Keuangan, Mentri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Mentri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bapennas) Nomor: 140-8698 Tahun 2017, Nomor: 954/Kmk.07/2017, Nomor: 116 Tahun 2017, Nomor: 01/SKB/M.PPN/12/2017 Tentang penyelarasan dan penguatan kebijakan percepatan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dengan ruang lingkup (1)

(15)

2

pembangunan Desa dan kawasan perdesaan (2) pengalokasian, penyaluran dan pelaksanaan Dana Desa, Alokasi Dana Desa/ADD dan bagian hasil pajak daerah dan Retribusi Daerah/ PDRD (3) Pendampingan Desa (4) Penataan Desa (5) Pengembangan Badan Usaha Milik Desa/BUMDes dan koperasi (6) pelaksanaan Padat Karya Tunai di Desa dalam penggunaan Dana Desa untuk pembangunan, Anggaran Kementrian, Lembaga dan APBD dan (6) Pembinaan, Pemantauan, Pengawasan, Penguatan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Kemudian turun menjadi Peraturan Bupati Enrekang Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pengalokasian dan Pembagian Alokasi Dana Desa di Kabupaten Enrekang.

Pada Desember 2017 (SKB-4 Menteri) menetapkan Program pelaksanaan Padat Karya Tunai dalam Pembang

unan Desa menggunakan Dana Desa dan melakukan penguatan pendampingan profesional untuk mengawal pelaksanaan Padat Karya Tunai di Desa dan berkoordinasi dengan pendamping lainnya dalam program pengentasan kemiskinan, pemusatan kembali penggunaan Dana Desa pada tiga sampai lima jenis kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas Desa, melalui koordinasi dengan kementrian terkait, fasilitasi penggunaan Dana Desa untuk kegiatan Pembangunan Desa, di mana paling sedikit 30% (tiga puluh persen) wajib digunakan untuk membayar upah masyarakat dalam rangka menciptakan lapangan kerja di Desa

Padat Karya Tunai merupakan program Pemberdayaan Masyarakat Desa yang kurang mampu dan tidak memiliki pekerjaan tetap dan juga merupakan program kegiatan pemberdayaan yang melibatkan masyarakat dalam proses

(16)

3

pembangunan infrastruktur Desa, membuka lapangan pekerjaan bagi Masyarakat pengangguran dan dapat meningkatkan perekonomian Masyarakat Desa.

Selain memanfaatkan Dana Desa, Program Padat Karya Tunai di Desa juga mensinergikan program/kegiatan yang bersumber dari Kementerian/Lembaga. Fokus SKB adalah memastikan berjalannya Program Padat Karya Tunai di Desa, mengakomodasi kebijakan afirmatif untuk mengatasi Kesenjangan Desa, meuwujudkan sinergi kebijakan pusat dan daerah, mewujudkan Pemberdayaan Masyarakat Desa, serta terlaksananya Tata Kelola Keuangan Desa yang tertib, sederha, dan tepat waktu.

Sejumlah bentuk pembangunan dilakukan secara swakelola dengan memberikan upah kepada Masyarakat yang ikut bekerja dalam proses pembangunan infrastruktur desa, adapun pemberian upah diberikan secara harian, sehingga dari pendapatan tersebut dapat dipergunakan untuk pengeluaran sehari-harinya

UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah lebih membuka peluang partisipasi masyarakat dan upaya pemberdayaan pembangunan berbasis Masyarakat dalam rangka merumuskan dan melaksanakan kebijakan pembangunan. Pembangunan berbasis Masyarakat secara sederhana dapat diartikan sebagai pembangunan yang mengacu pada perencanaan dan pelaksanaan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada dan dapat di akses oleh Masyarakat. Berdasarkan data yang didapatkan dari (TRIBUNENREKANG.COM:2018 26 April) bahwa Sepuluh Desa di Kabupaten Enrekang ditunjuk sebagai Pilot

(17)

4

Project pelaksanaan Program Padat Karya Tunai (PKT) dari Kementrian Pedesaan RI. Kemudian Pemerintah Dinas setempat yaitu Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) menunjuk sepuluh Desa yang tersebar di lima Kecamatan di Kabupaten Enrekang yaitu Kecamatan Masalle, Baraka, Bungin, Maiwa Dan Baroko.

Ketetapan Undang-Undang (SKB-4 menteri) akan menjadikan Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang menjadi salah satu Pilot Project melalui Program PKT(Padat Karya Tunai) dibutuhkan usaha untuk menyukseskan pengimplemntasian undang-undang pada aspek desa mandiri dan partisipatif. Yang berfokus pada Pemberdayaan Masyarakat, yang merupakan lanjutan dari Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tantang Desa. Dan aspek inilah yang harus diperhatikan oleh Pemerintah.

Pemerintah setempat harus meningkatkan kapasitas dan kapabilitasannya secara partisipatif untuk mencapai tujuan Pemberdayaan Masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dapat berjalan dengan maksimal.

Diterapkannya Program Padat Karya Tunai di Desa sangat bermanfaat dan membantu Masyarakat terutama di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle. akan tetapi Program Padat Karya Tunai di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle belum sepenuhnya terealisasikan secara merata jika dilihat dari bentuk pembangunan infrastruktur yang ada seperti pengecoran jalan tani, pembuatan rainase,pembangunan talud jalanan dan pembanguna jamban belum terselesaikan dengan sepenuhnya di karenakan Masyarakat yang kurang berpartisipasi dalam

(18)

5

pelaksanaan pembangunan Padat Karya Tunai sehingga pembangunan di anggap lambat terselesaikan

Inti dari Pemberdayaan yaitu membangun kemampuan untuk memandirikan Masyarakat kearah yang lebih baik secara terus menerus. Oleh karenanya, pemberdayaan atau pengembangan terhadap masyarakat merupakan upaya memberikan pilihan kepada Masyarakat sehingga masyarakat mampu memilih sesuatu yang berguna bagi dirinya sendiri. Untuk itu setiap pemberdayaan diarahkan untuk meningkatkan martabat Manusia sehingga menjadikan Masyarakat yang maju dalam berbagai aspek sehinggah melalui Program PKT(Padat Karya Tunai) ini dapat membuat Masyarakat lebih sejahtera dan mandiri serta dapat mengurai pangangguran, dan angka kemiskinan sesuai yang diharapkan di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang

Adapun proses pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat terdiri dari tiga tahap yaitu Tahap Penyadaran, Tahap Pengkapasitasan, dan Tahap Pendayaan(tahap pemberian daya itu sendiri) dimana Tahap Penyadaran ini memberikan wawasan kepada Masyarakat akan pentingnya Program Padat Karya Tunai dan membuat masyarakat mengerti bahwa mereka perlu diberdayakan dan perlu membangun kesadaran bahwa proses pemberdayaan harus dimulai dari dalam diri mereka sendiri(bukan dari oarang lain/luar), tahap pengkapasitasan untuk meningkatkan kapasitas/peningkatan kapasitas baik dalam konteks individu maupun kelompok yang dapat dilakukan dengan sosialisasi dan informasi yang mengenai Padat Karya Tunai, peningkatan kapasitas dilakukan dengan merestrukturisasi kelompok Masyarakat dengan membentuk kelompok yang baru

(19)

6

dengan jenis kegiatan yang akan dilakukan, peningkatan kapasitas dilakukan dengan membantu masyarakat untuk membuat kesepakatan diantara meraka mengenai kegiatan yang akan dilakukan kedepannya, serta tahap pendayaan dimana pada tahap ini masyarakat diberikan kekuatan, daya, kekuasaan atau peluang serta masyarakat diberikan kewenangan untuk mengidentifikasi masalah dan jenis kegiatan yang akan dilakukan dan masyarakat juga diberikan ukuran sehingga dapat mengukur keberhasilan dan tujuan program yang akan dilakukan.

Dari hasil penelitian Justina Nuriati Purba(2008) mengemukakan bahwa keikutsertaan Masyarakat dalam tahap perencanaan sudah berlangsung dengan baik. Akan tetapi dalam proses perencanaan pembangunan Masyarakat kurang terlibat dikarenakan sikap masyarakat yang susah diajak untuk bergotong royong sehingga harus melibatkan pemerintah setempat dalam proses pembangunan.

Sehubungan dengan permasalahan diatas maka observer berupaya untuk meneliti tentang realisasi Proses Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program PKT(Padat Karya Tunai) dengan Judul Penelitian, “Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program Padat Karya Tunai di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan dari latar belakang diatas, maka permasalahan penelitian ini akan dibatasi dalam bentuk pertanyaan dasar yang perlu memperoleh jawaban dari penelitian mengenai :

(20)

7

1. Bagaimana Tahap Penyadaran dalam Proses Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program Padat Karya Tunai di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang?

2. Bagaimana Tahap Pengkapasitasan dalam Proses Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program Padat Karya Tunai di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang?

3. Bagaimana Tahap Pendayaan dalam Proses Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program Padat Karya Tunai di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang?

C. TUJUAN PENELITIAN

Bertitik dari Rumusan Masalah diatas Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui Tahap Penyadaran dalam Proses Pelaksanaan

Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program PKT(Padat Karya Tunai) di Desa Tongkonan Basse kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang. 2. Untuk mengetahui Tahap Pengkapasitasan dalam Proses Pelaksanaan

Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program PKT(Padat Karya Tunai) di Desa Tongkonan Basse kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang. 3. Untuk mengetahui Tahap Pendayaan dalam Proses Pelaksanaan

Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program PKT(Padat Karya Tunai) di Desa Tongkonan Basse kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang. D. MANFAAT PENELITI

(21)

8

a) Hasil dari penelitian ini di harapkan agar dapat memperdalam pengetahuan dan wawasan penulis mengenai tahap-tahap dalam Proses Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program Padat Karya Tunai Di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang.

b) Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai Proses Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program Padat Karya Tunai Di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang.

2. Manfaat praktis

Secara praktis, peneliti ini dapat dijadikan sebagai sumbangan saran dan masukan bagi pemerintah setempat khususnya di kabupaten Enrekang dalam melakukan Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang berbasis Program Padat Karya Tunai

a) Untuk Mahasiswa, penelitian ini merupakan peluang dan kesempatan yang baik guna menerapkan teori-teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan kenyataan di lapangan.

b) Untuk Pemeritah penelitian ini hendaknya di jadikan kritikan yang membangun untuk perbaikan khususnya bagi instansi terkait penelitian ini. c) Untuk Masyarakat, penelitian ini untuk menambah wawasan masyarakat

mengenai Proses Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program Padat Karya Tunai Di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang.

(22)

i BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pemberdayaan

1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto(2007) pemberdayaan artinya pemberian kekuatan serta daya kepada masyarakat sehingga masyarakat mempunyai kekuasaan.

Wrihatnolo dan Dwidjowijoto(2007) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat yaitu pembangunan masyarakat, pembangunan yang bertumpu pada masyarakat serta pembangunan yang digerakkan oleh masyarakat itu sendiri.

Wrihatnolo dan Dwidjowijoto(2007) mengemukakan Konsep pemberdayaan merupakan pengambilan keputusan yang menekankan pada pembangunan otonomi daerah secara alternatif yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat yang berdasarkan pada sumber daya pribadi yang melalui partisipasi, demokrasi, dan pembelajaran sosial lainnya melalui pengalaman secara langsung.

Pemberdayaan Masyarakat merupakan suatu proses yang dapat mengubah suatu individu yang tidak berdaya menjadi individu yang berdaya Sulistiyani (2004)

Widayanti (2012) menyatakan bahwa Pemberdayaan Masyarakat akan menjadi perhatian publik serta menjadi pendekatan yang setara dalam mengatasi masalah sosial, terutama pada masalah kemiskinan, yang harus diperhatikan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melalui organisasi masyarakat sipil.

(23)

ii

Bentuk pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk memberikan kekuatan kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya secara mandiri.

Adi (2012) menyatakan Pemberdayaan Masyarakat bertujuan membantu masyarakat untuk mendapatkan kekuatan sihingga mampu menentukan dan mengambil keputusan sendiri baik yang dapat menghambat secara pribadi maupun sosial.Selain itu makna pemberdayaan dipandang sebagai upaya untuk memampukan individu atau komunitas. Dimana pemberian wewenang atau kekuasaan tersebut bertujuan untuk memandirikan masyarakat.

Suhendra (2006) mengatakan bahwa Pemberdayaan Masyarakat adalah suatau rangkaian kegiatan yang berkelanjutan secara dinamis dan sinergis untuk melibatkan semua anggota masyarakat kearah yang lebih baik.

Pemberdayaan itu sendiri dimaksud agar masing-masing unsur dapat meningkatkatkan kemampuannya menjadi semakin kuat, semakin mandiri, dan dapat menjalankan tugasnya masing-masing. dalam hal pemberdayaan, unsur yang lebih tinggi harus mampu menjalankan tugasnya sebagai fasilitator dengan baik sehingga memudahkan unsur-unsur yang lainnya dapat diberdayakan secara mandiri. Untuk melaksanakan tugasnya dalam pemberdayaan masyarakat desa, para pekerja atau fasilitator harus profesional, memiliki kemampuan dan keterampilan terkait. Setiap manusia harus mampu memahami teori dengan mudah Suyanto (2009).

Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu cara untuk memperkuat keorganisasi masyarakat sehingga mampu mewujudkan kehidupan yang mandiri

(24)

iii

dan sejahtera dalam kehidupan sosial kedepannya. Dengan kata lain pemberdayaan masyarakat juga berarti memandirikan dan memampukan masyarakat untuk meningkatkan harkat dan martabat sehingga dapat mengurangi angka kemiskina.

Inti dari pemberdayaan itu sendiri adalah membantu masyarakat untuk memperoleh kekuasaan dalam melakukan suatu tindakan tanpa melihat hambatan secara pribadi maupun sosial dalam kehidupannya. Hal ini dapat terwujud dengan adanya rasa percaya diri dari masyarakat serta adanya dukungan dari lingkungan sekitar untuk meningkatkan kemampuan daya yang dimiliki.

Soetomo (2011) menyatakan bahwa Pemberdayaan Masyarakat adalah sebuah pendekatan yang memberikan kesempatan dan wewenang yang lebih besar kepada masyarakat setempat sehingga dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Berdasarkan beberapa pendapat menurut para ahli di atas mengenai pemberdayaan masyarakat dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah usaha untuk mensejahterakan dan memandirikan masyarakat menuju kekehidupan yang lebih baik.

Mardikanto (2010) terdapat beberapa upaya pokok dalam setiap pemberdayaan masyarakat diantaranya sebagai berikut:

1) Bina manusia(memajukan manusia)

Bina manusia atau memajukan manusia merupakan kegiatan yang bermaksud untuk menguatkan pengembangan kapasitas masyarakat yang terdiri dari:

(25)

iv

a. Mengembangkan kemampuan setiap individu, seperti pengembangan kemampuan secara pribadi, kemampuan dalam bekerja dan pengembangan kemampuan dalam hal keprofesionalan seperti:

a) Mengembangkan kemampuan setiap lembaga, seperti jelasnya Visi Misi serta Budaya Organisasi lembaga tersebut

b) Jelasnya struktur organisasi dalam menjalankan program organisasi tersebut

c) Bertambahnya angka kualitas sumber daya

d) Hubungan antara individu dalam suatu lembaga organisasi

e) Hubungan antara suatu organisasi dan pemangku kepentingan lainnya.

b. Pengembangan kapasitas sistem (jejaring) yang meliputi: a) Perkambangan interaksi yang sama dalam organisasi b) Perkembangan interaksi di luar organisasi

2) Bina usaha(memajukan usaha)

Bina usaha(memajukan usaha) merupakan suatu upaya pemberdayaan masyarakat yang dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. Dengan diterapkannya bina usaha ini bertujuan untuk membantu masyarakat dalam melakukan usaha-usaha kecil untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat setempat dengan cara masyarakat ikut berpartisipasi dalam bentuk pemberdayaan bina usaha ini.

(26)

v 3) Bina lingkungan(memajukan lingkungan)

Bina lingkungan berarti memberikan perlindungan yang terkait dengan pelestarian dan perbaikan terhadap sumber daya alam yang ada disekitar lingkungan hidup.

4) Bina kelembagaan(memajukan lembaga masyarakat)

a. Suatu lembaga dapat dikatakan sebagai organisasi sosial jika terdapat dalam empat poin dibawah ini yaitu:

a)Anggota individu, yang artinya jika masyarakat secara individu terlibat dalam suatu organisasi maka masyarakat tersebut harus dapat dikenali secara jelas.

b)Anggota kepentingan, yang artinya masyarakat yang terlibat dalam suatu organisasi terikat oleh kepentingan atau tujuan organisasi sehingga mereka harus saling berinteraksi satu sama lain.

c)Anggota Aturan, yang artinya masyarakat yang terlibat dalam suatu organisasi terikat oleh sebuah aturan yang telah disepakati bersama. d)Anggota Struktur, yang artinya didalam sebuah organisasi terdapat

struktur dimana setiap anggota organisasi mempunyai posisi yang berbeda-beda sehingga mereka harus menjalankan tugas yang telah ditetapkan dan tidak bisa mengubah posisinya sesuai kemauan sendiri. Berdasar beberapa penjelasan secara luas mengenai pemberdayaan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam suatu pemberdayaan yang terpenting adalah untuk meningkatkan potensi Sumber Daya Manusia(SDM). Karyawan sebagai individu, di samping harus memiliki keahlian, pengetahuan dan

(27)

vi

pengalaman yang cukup untuk mendukung jabatan yang menjadi tanggung jawabnya, juga harus memiliki kesamaan visi, misi, tujuan dan nilai-nilai yang dikembangkan organisasi. Oleh sebab itu fokus sumber daya manusia sebagai sasaran perubahan ditujukan pada aspek-aspek visi, nilai yang dianut, keahlian, sikap dan persepsi mereka. Sikap dan persepsi yang tidak sama tentang arti penting perubahan merupakan faktor penghambat perubahan yang akan dilakukan. 2. Proses pemberdayaan masyarakat

Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007) mengemukakan bahwa sebagai proses pemberdayaan terdapat 3 (tiga) tahapan yaitu :

1) Tahap pertama yaitu tahap penyadaran, yang artinya bahwa masyarakat diberdayakan dengan cara memberikan pencerahan sehingga mereka sadar bahwa mereka mempunyai hak untuk diberdayakan dan tahap penyadaran ini juga memberikan wawasan kepada masyarakat akan pentingnya program padat karya tunai dan membuat masyarakat mengerti bahwa mereka perlu diberdayakan dan perlu membangun kesadaran bahwa proses pemberdayaan harus dimulai dari dalam diri mereka sendiri(bukan dari oarang lain/luar),

2) Tahap kedua yaitu tahap pengkapasitaan yang artinya memberdayakan masyarakat dengan memberikan kapasitas atau kekuatan kepada masyarakat serta tahap pengkapasitasan ini untuk meningkatkan kapasitas/peningkatan kapasitas baik dalam konteks individu maupun kelompok yang dapat dilakukan dengan sosialisasi dan informasi yang mengenai padat karya tunai, peningkatan kapasitas dilakukan dengan

(28)

vii

merestrukturisasi kelompok masyarakat dengan membentuk kelompok yang baru dengan jenis kegiatan yang akan dilakukan, peningkatan kapasitas dilakukan dengan membantu masyarakat untuk membuat kesepakatan diantara meraka mengenai kegiatan yang akan dilakukan kedepannya

3) Tahapan ketiga tahap pendayaan (pemberian daya itu sendiri) yaitu masyarakat diberdayakan dengan cara memberikan kekuasaan atau peluang kepada masyarakat sehingga masyarakat merasa diberdayakan serta masyarakat diberikan kewenangan untuk mengidentifikasi masalah dan jenis kegiatan yang akan dilakukan dan masyarakat juga diberikan ukuran sehingga dapat mengukur keberhasilan dan tujuan program yang akan dilakukan.

Adi (2008) mengemukakan lima tahap utama yang berkesinambungan sebagai suatu siklus, diantaranya sebagai berikut:

1) Menghadirkan kembali pengalaman yang bersifat memberdayakan masyarakat

2) Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan ketidakberdayaan terhadap masyarakat

3) Mengidentifikasi suatu masalah atau proyek yang akan dikerjakan kedepannya

4) Mengidentifikasi basis daya yang bermakna terhadap masyarakat sehingga masyarakat mampu melakukan suatu perubahan

(29)

viii

5) Mengembangkan beberapa rencana aksi dan mengimplementasikannya di lingkungan masyarakat

Adapun pendapat lain dari Mardikanto (2010) sebagai berikut:

1) Titik awal dari pemberdayaan yaitu memperbaiki diri dan mempunyai keinginan untuk melakukan suatu perubahan.

2) Keluar dari zona nyaman kemudian berani mengambil keputusan untuk mengikuti perbaikan pemberdayaan demi terwujudnya suatu perubahan yang di harapkan.

3) Mengambil peran dalam proses kegiatan pemberdayaan sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat lainnya sehingga dapat merubah keadaan masyarakat.

4) Lebih berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan sehingga dapat bermanfaat untuk masyarakat lainnya.

5) Memberikan motivasi mengenai kegiatan pemberdayaan sehingga masyarakat mampu untuk melakukan perubahan.

6) Meningkatkan efektifitas dan efesiensi dalam proses kegiatan pemberdayaanan.

7) Meningkatkan kemampuan untuk malukan suatu perubahan melalui kegiatan pemberdayaan baru.

Selain pendapat diatas pendapat lain dari Mardikanto (2010) mengemukakan bahwa tahapan dalam pemberdayaan masyarakat memiliki 4 tahapan, antara lain :

(30)

ix

1) Tahapan pertama seleksi lokasi. Seleksi wilayah sesuai dengan kriteria yang telah disepakati oleh lembaga masyarakat dan pihak yang terkait. Penentuan lokasi dianggap sangat penting agar pemberdayaan masyarakat dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah diharapkan. Seleksi lokasi ini untuk menentukan lokasi masyarakat miskin yang benar-benar harus diberdayakan.

2) Sosialisasi pemberdayaan masyarakat. Sosialisasi merupakan upaya untuk menyampaikan suatu kegiatan kepada masyarakat. Melalui prosess sosialisasi akan membantu menciptakan pemahaman masyarakat dan pihak terkait tentang program dan atau kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah direncanakan. Proses sosialisasi menjadi hal yang sangat diutamakan karena dengan proses sosialisasi dapat berkomunikasi langsung dengan masyarakat sehingga masyarakat dapat menentukan ketertarikan dan minat dalam proses kegiatan pemberdayaan masyarakat.

3) Proses pemberdayaan msayarakat Hakekatnya pemberdayaan masyarakat adalah untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Dalam proses tersebut masyarakat bekerjasama untuk melaksanakan kegiatan sebagai berikut:

a. Mengkaji potensi wilayah serta mengidentifikasi permasalahan dan beberapa peluang. Kegiatan ini bertujuan sehingga masyarakat percaya diri dalam mengidentifikasi serta menganalisis keadaanya, baik potensi maupun permasalahannya. Pada tahap ini di harapkan dapat

(31)

x

memperoleh gambaran mengenai aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan. Proses tersebut meliputi :

a) Persiapan masyarakat dan pemerintah setempat untuk melakukan pertemuan awal dan teknisi pelaksanaannya

b) Persiapan penyelenggaraan pertemuan c) Menilai keadaan dan pelaksanaannya

d) Menyusun dan membahas hasil rencana selanjutnya

b. Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan kelompok sesuai dengan hasil pembahasan, diantaranya:

a) Memprioritaskan dan menganalisa masalah-masalah b) Identifikasi alternatif pemecahan masalah yang terbaik

c) Identifikasi sumberdaya yang tersedia untuk pemecahan masalah d) Pengembangan rencana kegiatan serta perorganisasian pelaksanaan c. Menerapkan rencana kegiatan kelompok

Rencana yang telah disusun bersama-sama dengan adanya dukungan dari pendamping yang berupa fasilitas kemudian diimplementasikan dalam kegiatan sesuai dengan rencana sebelumnya. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pemantauan pelaksanaan dan kemajuan kegiatan menjadi perhatian semua pihak, salain itu juga dilakukan perbaikan jika diperlukan.

d. Memantau proses dan hasil kegiatan secara terus menerus secara partisipatif (participatory monitoring dan evaluation/PME). Partisipasi monitor dan evaluasi(PME) ini ini dilakukan secara mendalam pada

(32)

xi

semua tahapan pemberdayaan masyarakat agar prosesnya berjalan sesuai dengan tujuannya. PME adalah suatu proses pengkajian, proses pemantauan kegiatan dan proses penilaian baik secara pelaksanaannya, hasilnya maupun dampaknya sehingga dapat dilakukan proses perbaikan jika diperlukan.

4) Pemandirian masyarakat

Arah kemandirian masyarakat dapat berupa pendampingan untuk mempersiapkan masyarakat yang benar-benar mampu dalam melaksanakan suatu kegiatan, karena prinsip pemberdayaan masyarakat adalah untuk memandirikan masyarakat dan meningkatka taraf hidupnya. Proses pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal. Dimana faktor internal sangat penting karena merupakan inti dari organisasi namun faktor eksternal juga harus diperhatikan karena faktor internal dan faktor eksternal saling berhubungan satu sama lain. Proses Pemberdayaan mestinya juga didampingi oleh satu tim fasilisator yang bersifat multidisiplin. Tim fasilisator disini berperan sebagai faktor eksternal dalam proses pemberdayaan masyarakat, dimana pada tahap awal proses pemberdayaan fasilisator berperan untuk mendampingi kegiatan masyarakat sampai masyarakat mampu melaksanakan kegiatannya seacara mandiri. Dalam operasinalnya inisiatif tim pemberdayaan masyarakat akan pelan-pelan berkurang dan akhirnya berhenti. Peran fasilitator akan dipenuhin oleh pengurus kelompok atau pihak lain yang dianggap mampu oleh masyarakat. Kapan waktu kemudurun

(33)

xii

tim fasilitator tergantung kesepakatan bersama yang telah tetapkan sejak awal program dengan warga masyarakat.

Adi (2008) menyatakan pemberdayaan dapat bervariasi berdasarkan tujuan pembangunan. Berbagai macam bentuk pemberdayaan tersebut dapat dilaksanakan secara bersamaan sehingga saling melengkapi guna menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Pelaksanaan Program (NPM-MP) Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan terdiri atas tiga aspek, yaitu aspek pembangunan sarana fisik (sarana dan prasarana), peningkatan pada bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan serta peningkatan kapasitas/ketrampilan masyarakat. Pelaksanaan Program (NPM-MP) Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan ditiap-tiap kecamatan berbeda antara satu kecamatan denga kecamatan yang lain tergantung keinginan dan kebutuhan kecamatan tersebut.

3. Strategi pemberdayaan masyarakat

Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007) mengemukakan bahwa terdapat 3 (tiga) strategi dalam pemberdayaan. Ketiga strategi tersebut adalah:

1) Pemberdayaan konformis berbicara tentang struktur sosial, ekonomi, dan politik yang dianggap sebagai suatu hal yang penting, karena pemberdayaan masyarakat dapat dinilai sebagai upaya untuk meningkatkan peradaptasian masyarakat terhadap struktur yang telah ditetapkan sebelumnya. Bentuknya berupa memperbaiki mental masyarakat yang tadinya tidak berdaya menjadi berdaya serta memberikan bantuan baik berupa modal maupun subsidi.

(34)

xiii

2) Pemberdayaan reformi. Pemberdayaan difokuskan pada upaya peningkatan kinerja opersional dengan membenahi pola kebijakan peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan lembaga dan sebagainya.

3) Pemberdayaan struktural, bahwa ketidakberdayaan masyarakat disebabkan oleh struktur sosial, politik, budaya, dan ekonomi yang tidak memberikan kesempatan dan peluang kerja bagi masyarakat yang kurang mampu. 4. Indikator Pemberdayaan Masyarakat

Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007) mengemukakan bahwa terdapat 4 (empat) indikator dalam mengukur pemberdayaan. Keempat indikator tersebut adalah sebagai berikut :

1) Akses, yaitu masyarakat yang hendak diberdayakan harus mempunyai akses akan sumber tenaga kerja yang diperlukan guna untuk mengembangkan diri

2) Partisipasi, yaitu masyarakat yang hendak diberdayakan harus mampu berpartisipasi untuk mendayagunakan sumber tenaga kerja yang diaksesnya.

3) Kontrol, yaitu masyarakat yang hendak diberdayakan harus mempunyai kemampuan untuk mengontrol proses pendayagunaan sumber tenaga kerja yang ada.

4) Kesetaraan, yaitu pada saat terjadi konflik masyarakat mempunyai kedudukan yang sama dalam hal pemecahan masalah.

(35)

xiv

Helman (2000) menyatakan bahwa terdapat 4 (empat) elemen kunci dalam pemberdayaan. Keempat elemen kunci tersebut adalah sebagai berikut :

1) Access to information (akses informasi)

Informasi adalah sumber kekuasaan/kekuatan dalam pemberdayaan masyarakat. Informasi mengenai pemberdayaan masyarakat dapat berupa akses terhadap pelayanan yang disediakan, peluang-peluang yang ada dalam pemberdayaan, efektivitas dalam negoisasi, dan akuntabilitas dari pemerintah maupun non-pemerintah yang terkait dengan pemberdayaan. Sehingga informasi yang relevan dengan keadaan yang sebenarnya sedang terjadi sangat dibutuhkan bagi masyarakat miskin agar dapat terlibat dalam pemberdayaan

2) Inclusion and participation (inklusi dan partisipasi)

Inklusi dan partisipasi merupakan hal yang sangat penting dalam pemberdayaan karena merupakan cara agar masyarakat dapat berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan pemberdayaan. Dengan adanya partisipasi memberikan kemungkinan kepada setiap masyarakat untuk terlibat dalam program pemberdayaan yang dibuat oleh pemerintah. Partisipasi memiliki bentuk yang berbeda-beda, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Partisipasi yang dilakukan secara langsung

b. Partisipasi yang diwakilkan kepada anggota dari kelompok atau asosiasi

(36)

xv 3) Accountability (akuntabilitas)

Akuntabilitas merupakan tanggungjawab dari pemerintah mengenai kebijakan-kebijakan yang telah dibuatnya. Terdapat 3 (tiga) tipe utama dalam akuntabilitas, yaitu sebagai berikut:

a. Politik b. Administratif c. Public

4) Local organizational capacity (kapasitas lokal organisasi)

Kapasitas lokal organisasi merupakan kesediaan masyarakat untuk bekerja secara bersama-sama, mengelola organisasinya, mengatur sumber daya guna memecahkan masalah yang terjadi.

5. Tujuan pemberdayaan masyarakat

Tujuan yang ingin diwujudkan dari pemberdayaan yaitu untuk membentuk masyarakat menjadi individu yang lebih mandiri, dimana mandiri yang dimaksud yaitu kemandirian dalam berfikir dan kemandirian dalam bertindak serta dapat mengendalikan hal-hal yang akan dilakukan kedepannya. Untuk lebih dalamnya perlu diketahui apa yang dimaksud dengan masyarakat yang mandiri. Kemandirian masyarakat berarti keadaan yang dialamai oleh suatu masyarakat dan harus memiliki kemampuan dalam berfikir untuk memutuskan segala sesuatu yang akan dilakukan dengan tepat sehingga dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi.dengan demikian untuk menuju masyarakat yang mandiri perlu adanya dukungan serta kemampuan dari SDM (Sumber Daya Manusia) dengan melihat

(37)

xvi

keadaan yang kognitif, konatif, psikomotorik, dan efektif dan sumber daya lainnya yang bersifat fisikmaterial Sulistiyani (2004).

Pemberdayan Masyarakat harusnya mengarah pada pembentukan yang lebih baik secara kognitif. Dimana kondisi kognitif merupakan kemampuan berfikir masyarakat secara luas serta mempunyai pengetahuan untuk menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi. Selain itu Kondisi konatif adalah suatu bentuk perilaku masyarakat yang arahnya sensitif terhadap nilai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Kondisi afektif adalah merupakan sense yang dimiliki oleh masyarakat yang diharapkan dapat diintervensi untuk mencapai keberdayaan dalam sikap dan perilaku. Kondisi psikomotorik adalah keterampilan yang dapat mendukung masyarakat sehingga mampu melakukan aktivitas kegiatan pembangunan Sulistiyani (2004).

Terjadinya proses pemberdayaan pada keempat poin diatas yaitu kognitif, konatif, efektif, dan psikomotorik dapat memberikan masukan terhadap masyarakat sehingga dapat terciptanya masyarakat yang mandiri dan dapat menjadiakan masyarakat lebih terampil dan memiliki wawasan yang lebih luas serta dapat memberikan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya suatu pembangunan. Dengan adanya proses yang bertahap maka masyarakat akan menghasilkan kemampuan/daya dari waktu ke waktu, dengan adanya proses dapat memberikan kemampuan kepada masyarakat untuk melakukan suatu kegiatan secara mandiri, sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang ideal danmandiri dalam hal pembangunan Sulistiyani (2004).

(38)

xvii B. Program padat karya tunai

1. Pengertian program padat karya tunai

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama empat Mentri yaitu Menteri Dalam Negeri, Mentri Keuangan, Mentri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Mentri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bapennas) Nomor: 140-8698 Tahun 2017, Nomor: 954/Kmk.07/2017, Nomor: 116 Tahun 2017, Nomor: 01/SKB/M.PPN/12/2017 Tentang penyelarasan dan penguatan kebijakan percepatan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dengan ruang lingkup (1) pembangunan desa dan kawasan perdesaan (2) pengalokasian, penyaluran dan pelaksanaan dana desa, alokasi dana desa/ADD dan bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah/ PDRD (3) pendampingan desa (4) penataan desa (5) pengembangan badan usaha milik desa/BUMDes dan koperasi (6) pelaksanaan Padat Karya Tunai di desa dalam penggunaan dana desa untuk pembangunan, anggaran kementrian, lembaga dan APBD dan (6) pembinaan, pemantauan, pengawasan, penguatan undang-undang nomor 6 tahun 2014.

Dalam SKB-4 Menteri ditetapkan bahwa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melakukan:

1) Penguatan pendamping seacara profesional untuk:

a. Mendampingi kegiatan pelaksanaan program padat karya tunai di desa b. Bekerjasama dengan pendamping lainnya untuk program pengentasan

(39)

xviii

2) Pemusatan kembali (refokusing) penggunaan Dana Desa pada 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) jenis kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas Desa, melalui koordinasi dengan kementerian terkait;

3) Fasilitas dalam kegiatan penggunaan dana desa yang wajib digunakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) untuk membayar upah masyarakat yang berpartisipasi dalam proses pembangunan desa;

4) upah kerja dibayar secara harian atau mingguan dalam pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan Dana Desa; dan

5) fasilitasi pelaksanaan kegiatan pembangunan yang didanai dengan Dana Desa untuk mekanisme swakelola dan diupayakan tidak dikerjakan pada musim panen;

2. Prinsip Pelaksanaan Padat Karya Tunai di Desa

1) Inklusif artinya dalam proses pemberdayaaan akan melibatkan masyarakat yang kurang mampu, kaum marginal, penyandang disabilitas dan penganut kepercayaan lain;

2) Partisipatif artinya pemberdayaan yang berasal dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat yang disepakati dalam musyawarah desa sehingga dapat meningkatkan semngat gotong royong;

3) Transparan dan Akuntabel artinya dalam pemberdayaan lebih mengutamakan prinsip akuntabilitas dan ketransparanan baik secara moral, teknis dan administratif kesemua anggota kelompok masyarakat;

(40)

xix

4) Efektif artinya kegiatan penting pemberdayaan yang dapat menigkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara merawat, mengelola, dan melestarikan secara berkelanjutan;

5) Swadaya dan Swakelola artinya pemberdayaan yang mengutamakan keswadayaan masyarakat dengan bentuk bantuan berupa dana, tenaga, dan bahan baku yang telah disedikan desa sehingga masyarakat dapat melaksanakan kegiatan secara mandiri;

6) Upah Kerja artinya pemberdayaan dengan pemberian upah sesuai hasil musyawarah desa dengan berpatokan pada peraturan kepala. Adapun Batas Atas Upah/HOK dibawah lipah Minimum Provinsi. Besaran upah/HOK lebih lanjut alcan diatur oleh Peraturan Kepala Daerah.

3. Manfaat Padat Karya Tunai

1) Menyediakan lapangan kerja bagi pengangguran, setengah pengangguran, keluarga miskin, dan keluarga dengan balita gizi buruk. 2) Menguatkan rasa kebersamaan, keswadayaan, gotong-royong dan

partisipasi masyarakat.

3) Mengembangkan potensi sumber daya alam secara optimal

4) Mengurangi angka pengangguran, keluarga kurang mampu, serta keluarga dengan balita kurang gizi

4. Kegiatan Prioritas Padat Karya Tunai

1) Pembangunan dan/atau rehabilitasi sarana prasarana pedesaan, seperti jalan desa, jembatan, drainase dan sanitasi, linkungan hidup, posyandu, pasar desa.

(41)

xx

2) Pemanfaatan lahan untuk meningkatkan produksi lainnya, seperti pariwisata, ekonomi kreatif, pengelolaan hasil produksi pertanian, dan pengelolaan usaha jasa dan industri kecil

3) Pemberdayaan masyarakat, seperti pengelolaan sampah, pengelolaan limbah, pengelolaan lingkungan pemukiman, pengembangan energi terbarukan, dan pendistribusian makanan tambahan bagi anak.

4) Kegiatan lainnya selain penyelesaian fisik pembangunan 5. Sifat Kegiatan Padat Karya Tunai

1) Swakelola:

a. Pelaksanaan Program Padat Karya Tunai di Desa di lakukan melalui kegiatan mekanisme swakelola

b. Bagian kegiatan penyediaan barang dan jasa yang tidak di sediakan oleh desa dapat di sediakan melalui kontrak yang sederhana

2) Mengutamakan tenaga kerja dan material lokal desa yang berasal dan Desa setempat, sehingga mampu menyerap tenaga kerja local dan meningkatkan pendapatan masyarakat Desa Upah tenaga kerja dibayarkan secara langsung secara harlan, dan jika tidak memungkinkan maka dibayarkan secara mingguan.

C. Kerangka Pikir

Kabupaten Enrekang di tunjuk oleh Kementrian Pedesaan RI sebagai sepuluh Desa pilot project dalam pelaksanaan Program Padat Karya Tunai(PKT), Salah satunya di Desa Tongkonan Basse Kacamatan Masalle. Hal tersebut dilakukan untuk memberdayakan masyarakat dalam proses pembangunan

(42)

xxi

sehingga masyarakat mendapatkan pekerjaan dan dapat mengurangi angka pengangguran masyarakat Desa dengan tujuan mensejahterakan dan menciptakan kehidupan masyarakat yang mandiri. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui bagaimana Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Program Padat Karya Tunai di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang. Pada penelitian ini menggunakan teori dari Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007) mengemukakan bahwa sebagai proses pelaksanaan pemberdayaan terdapat 3 (tiga) tahapan yaitu : (1)tahap penyadaran yang artinya memberikan wawasan kepada masyarakat akan pentingnya program padat karya tunai dan membuat masyarakat mengerti bahwa mereka perlu diberdayakan dan perlu membangun kesadaran bahwa proses pemberdayaan harus dimulai dari dalam diri mereka sendiri(bukan dari oarang lain/luar), (2)tahap pengkapasitasan yaitu untuk meningkatkan kapasitas/peningkatan kapasitas baik dalam konteks individu maupun kelompok yang dapat dilakukan dengan sosialisasi dan informasi yang mengenai padat karya tunai, peningkatan kapasitas dilakukan dengan merestrukturisasi kelompok masyarakat dengan membentuk kelompok yang baru dengan jenis kegiatan yang akan dilakukan, peningkatan kapasitas dilakukan dengan membantu masyarakat untuk membuat kesepakatan diantara meraka mengenai kegiatan yang akan dilakukan kedepannya, (3)tahap pendayaan dimana pada tahap ini masyarakat diberikan kekuatan, daya, kekuasaan atau peluang serta masyarakat diberikan kewenangan untuk mengidentifikasi masalah dan jenis kegiatan yang akan dilakukan dan masyarakat juga diberikan ukuran sehingga dapat mengukur keberhasilan dan tujuan program yang akan dilakukan.

(43)

xxii

Bagan Kerangka Pikir

Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program Padat Karya Tunai Di Desa Tongkonan Basse Kecamatan

Masalle Kabupaten Enrekang

Wrihatnolo dan Dwidjowijoto(2007) Proses pelaksanaan pemberdayaan  Tahap penyadaran(awareness)  Tahap pengkapasitasan(capacity)  Tahap pemberian daya itu

sendiri/tahap

pendayaan(empowerment)

Mewujudkan Kemandirian dan kesejahteraan Masyarakat Desa Kegiatan Perioritas Padat Karya

Tunai  Pembangunan dan/atau

rehabilitasi sarana prasarana pedesaan, seperti jalan desa, talud jalan,drainase,dan posyandu

 Pemanfaatan lahan

 Pemberdayaan masyarakat, seperti pengelolaan sampah, limbah, pengelolaan industri kecil lainnya serta berpartisipasi dalam kegiatan program desa  Kegiatan lainnya seperti

(44)

xxiii D. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah Proses Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program Padat Karya Tunai di Desa Tongkonan Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang

E. Deskripsi Fokus Penelitian

1. Tahap pertama yaitu Tahap Penyadaran (awareness) Pemerintah Desa memberikan wawasan dan membuat Masyarakat mengerti akan pentingnya Program Padat Karya Tunai dan menghimbau Masyarakat untuk ikut dalam Pelaksanaan Pembangunan Program ini. Untuk mewujudkan akan hal itu Pemerintah Desa melakukan Sosialisasi dan menyampaikan langsung kepada Masyarakat Desa Tongkonan Basse 2. Tahap kedua yaitu Tahap Pengkapasitasan (capacity) Pemerintah Desa

membentuk Struktur Kelompok Masyarakat yang ikut berpartisipasi dan menentukan jenis kegiatan yang akan dilakukan seperti pengecoran jalan tani, pembuatan rainase, pembuatan talud jalan, pembangunan pustu( puskesmas pembantu ) dan pembuatan jamban untuk Masyarakat Desa Tongkonan Basse

3. Tahap yang terakhir yaitu Tahap Pendayaan/tahap pemberian daya itu sendiri (empowerment) pada Tahap ini Masyarakat Desa Tongkonan Basse sudah ikut dalam pelaksanaan pekerjaan Padat Karya Tunai berdasarkan kelompok yang sudah ditentukan sebelumnya setelah ikut dalam pelaksanaan pekerjaan padat karya tunai maka Masyarakat diberi uapah sebesar Rp. 100-110 perharinya.

(45)

xxiv BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini waktu yang dibutuhkan penulis adalah selama dua(2) bulan mulai 1 juni sampai 1 Agustus bertempat di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang. Penelitian ini dibuat untuk mengetahui bagaimana Proses Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program Padat Karya Tunai di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

1. Jenis penelitian Yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yaitu menggambarkan gambaran Mengenai Pemberdayaan Masyarakat Desa Berbasis Program Padat Karya Tunai 2. Tipe Penelitian Tipe penelitian yaitu Fenomenologi dimana fenomenologi

ini melihat fakta-fakta yang terjadi dilapangan dengan tertulis atau lisan dari masyarakat setempat yang di amati

C. Sumber Data

1. Data Primer adapun data primer yang didapatkan dari hasil penelitian di Des Tongkonan Basse berupa data jumlah penduduk di Kabupaten Enrekang dari sumber BPS Kabupaten Enrekang, kondisi Desa Tongkonan Basse, tingkat pendidikan Masyarakat Desa, mata pencaharian masyarakat Desa, bentuk sarana dan prasarana yang telah di bangun di Desa

(46)

xxv

Tongkonan Basse, Jumlah penduduk perdusunnya, serta struktur organisasi pemerinthan Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle

2. Data Sekunder didapatkan dari data-data atau dokumen dari pemerintah setempat, seperti data jumlah penduduk desa dan jumlah sarana dan prasarana yang di bangun di Desa sarta foto-foto bangunan infrastruktur Desa.

D. Informan Penelitian

Informan merupakan sasaran objek peneliti yang menjadi sumber informasi dalam pengumpulan data-data primer melalui proses observasi dan wawancara lapangan. Informan dalam penelitian ini merupakan informan yang betul-betul memahami masalah yang sedang dipersoalkan dalam penelitian dan informan dipilih langsung secara sengaja atau biasa disebut dengan teknik purposive

sampling.

Tabel 3.1 Informan Penelitian

No. Nama Inisial jabatan/pekerjaan Jumlah

informan 1 Syarifuddin S.Pd SRD BPD(Badan Permusyawaratan

Desa)

1

2 AbuRahmat AR Kepala Desa 1

3 Sulihin SLH Pak Dusun 1

4 Sapri SPR Masyarakat 1

(47)

xxvi E. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik observasi di lakukan oleh peneliti dengan malakukan pengamatan secara langsung di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang dengan mengamati bentuk pembangunan yang sudah ada seperti pembangunan talud jalan, pengecoran jalan tani, pembuatan pustu, pembuatan rainase dan pembuatan jamban yang sementra di buat.

2. Teknik wawancara dilakukan dengan lima informan yang telah di tentukan diantaranya BPD, Kapala Desa Tongkonan Basse, Kepala Dusun, Tokoh Masyarakat biasa, dan masyarakat yang berprofesi sebagai tukang di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang

3. Teknik dokumentasi yang didapatkan berupa foto-foto pembangunan infrastruktur desa dan foto-foto pada saat wawancara dengan informan di Desa Tongkonan Basse Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang

F. Teknik Analisis Data

1. Reduksi Data peneliti merangkum data dan memilih hal-hal pokok yang penting sehingga peneliti dapat menyajikan data secara sederhana. Data yang sudah direduksi akan memberikan data yang akurat sehingga mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data.

2. Penyajian Data Setelah mereduksi data, maka selanjutnya melakukan penyajian data, Dimana Penyajian data merupakan suatu bentuk uraian data yang singgkat yang berupa teks naratif , gambar, bagan, tabel, dan hasil wawancara.

(48)

xxvii

3. Penarikan Kesimpulan Langkah terakhir yaitu penarikan kesimpulan dimana penarikan kesimpulan dilakukan dari hasil data awal yang didapatkan sampai hasil akhir yang benar-benar merupakan data yang valid,benar dan konsisten sehingga dapat dipertanggung jawabkan.

G. Teknik Keabsahan Data

1. Tringulasi sumber melakukan wawancara kepada tiga sumber dengan pertanyaan yang sama kemudian melakukan wawancara keduakalinya kepada tiga sumber dengan pertanyaan yang sama kemudian jawaban dari keenam sumber itu di bandingkan jika ada jawaban yang sama dari keenam sumber tersebut maka peneliti sudah mendapatkan data yang akurat.

2. Tringulasi teknik dilakukan untuk menguji kebenaran data dengan cara melakukan pengecekan data pada sumber yang sama tetapi dengan teknik yang berbeda.

3. Tringulasi waktu peneliti dapat melakukan wawancara kepada satu sumber dengan memberikan satu pertanyaan di waktu yang berbeda-beda seperti malakukan wawancara pada pagi hari, siang hari, dan sore hari, ketika jawaban dan observasi di waktu yang berbeda beda untuk mendapatkan data yang lebih.Triangulasi waktu di lakukan dengan pengamatan berkali kali sehingga peneliti dapat mengumpulkan data yang sah.

(49)

xxviii BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian

Kabupaten Enrekang termasuk dalam salah satu wilayah dalam Provinsi Sulawesi Selatan yang secara astronomis terletak pada 314’36”_350’00 Lintang Selatan dan 11940’53”_12006’33” Bujur Timur dan berada pada ketinggian 442mdpl, dengan luas wilayah sebesar 1.786,01 . Jarak dari Ibu Kota Provinsi (Makassar) ke Kota Enrekang dengan jalan darat sepanjang 235 Km.

1. Batas Daerah Kabupaten Enrekang

Secara administratif Kabupaten Enrekang mempunyai batas-batas wilayah yaitu Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja, di Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu, di Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidrap dan di Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pinrang.

Secara setengah dasawarsa terjadi perubahan administrasi pemerintahan baik tingkat kecamatan maupun pada tingkat kelurahan/desa yang awalnya pada tahun 1995 hanya berjumlah 5 kecamatan dan 54 kelurahan/desa, dan pada tahun 2008 jumlah kecamatan menjadi 12 dan 129 desa/kelurahan. Adapun pembagian kecamatan kecamatan dalam lingkup Kabupaten Enrekang antara lain :

- Kecamatan Alla - Kecamatan Anggeraja - Kecamatan Enrekang - Kecamatan Masalle - Kecamatan Buntu Batu

(50)

xxix - Kecamatan Baroko - Kecamatan Cendana - Kecamatan Curio - Kecamatan Baraka - Kecamatan Bungin - Kecamatan Maiwa

Secara umum bentuk topografi wilayah Enrekang terbagi atas wilayah perbukitan (karst) yang terbentang di bagian utara dan tengah, lembah-lembah yang curam, sungai,Jenis flora yang banyak ditemukan pohon bitti, pohon hitam Sulawesi, pohon ulin/kayu besi, kayu bayam, kayu kuning. Selain itu terdapat juga rotan. Jenis anggrek juga banyak ditemukan dan berbagai jenis tanaman lainnya.

2. Keadaan Sistem Sosial

Terbentuknya struktur pelapisan masyarakat Enrekang berawal dari konsep

to manurung, dimana cara kedatangan to manurung yang tiba-tiba turun dari

langit dianggap luar biasa dan memberikannya kewibawaan yang ampuh dalam menghadapi rakyat, hal ini pula memberikan satu anggapan bahwa status sosial to

manurungdan keturunannya lebih tinggi dari masyarakat biasa. Pada umumnya

masayarakat Enrekang mengenal tiga lapisan masyarakat, yaitu :

a. Golongan To Puang atau Arung (Bangsawan) bagi masyarakat Enrekang, keturunan To Puangdianggap titisan dewa sehingga mereka mempunyai peranan dalam memegang pucuk pimpinan yang tertinggi dalam suatu daerah kekuasaan.

(51)

xxx

b. Golongan To Merdeka (Rakyat Biasa) golongan ini mempunyai golongan tengah dimana mereka tidak sebagai kaum bangsawan (penguasa) dan bukan juga orang yang diperhamba.

c. Golongan To Kaunan (Hamba milik To Puang) golongan yang diperhamba atau abdi dari orang lain.

3. Pemerintahan

Pada mula terbentuknya Kabupaten Enrekang telah beberapa kali mengalami pergantian Bupati sampai sekarang.Pelantikan Bupati Enrekang yang pertama yaitu pada tanggal 19 Februari 1960 dan ditetapkan sebagai hari terbentuknya Daerah Kabupaten Enrekang.Berikut adalah daftar Bupati Kabupaten Enrekang yang menjabat sejak pembentukan pada tahun 1960.

- Andi Babba Mangopo (1960-1963) - Muhammad Nur (1963-1964)

- Muhammad Cahtif Lasiny (1964-1965) - Bambang Soetrisna (1965-1969) - Abullah Rachman, B.A (1969-1971) - Drs. Mappatoeran Parawansa (1971-1973) - Mochammad Daud (1973-1978)

- H. Abdullah Dollar, B.A (1978-1983)

- Muhammad Saleh Nurdin Agung (1983-1988) - Mayjend. TNI H.M. Amin Syam ( 1988-1993) - Andi Rachman (1993-1998)

(52)

xxxi - Ir.H.La Tinro La Tunrung (2003-2013)

- Drs. H. Muslimin Bando, M.Pd (2013-Sekarang) 4. Keadaan Penduduk

Adapun jumlah penduduk di Kabupaten Enrekang di beberapa Kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk di Kabupaten Enrekang

No Nama Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Cendana 4254 4579 8833 2 Baraka 11347 11108 22455 3 Buntu Batu 6955 6647 13602 4 Anggeraja 12643 12687 25330 5 Malua 3989 4178 8167 6 Alla 11380 10821 22201 7 Curio 8243 7865 16108 8 Masalle 6593 6288 12881 9 Baroko 5444 5139 10583 10 Enrekang 15727 16494 32221 11 Bungin 2264 2187 4451 12 Maiwa 12358 12424 24782

(53)

xxxii

Gamabr 4.1

Peta Kabupaten Enrekang

5. Visi Misi Kabupaten Enrekang

Enrekang sebagai daerah yang cukup potensial dilihat dari segi sumber daya alam, tingkat aksesbilitas dukungan sarana dan prasarana sesungguhnya memungkinkan untuk mencapai daerah argopolitan dimana pola pengembangan sektor pertanian selanjutnya akan memberikan efek eksternal terhadap tumbuh kembangnya berbagai sektor lainnya seperti industri pemgolahan perdagangan, lembaga keuangan dan sebagainya.

Pengembangan daerah argopolitan dimaksud harus tetap mengacu pada prinsip otonomi dan kemandirian melalui pengembangan interkoneksitas antar daerah baik di Sulawesi Selatan maupun diluar Sulawesi Selatan. Pembangunan daerah harus dipandang dalam perspektif masa depan sehingga pelaksanaan pembangunan akan selalu ditempatkan dalam kerangka pembangunan

(54)

xxxiii

berkelanjutan, kerangka pembangunan seperti itu akan menempatkan aspek kelestarian lingkungan sebagai persyaratan utama.

Merupakan proses untuk mencapai Visi yang telah di tetapkan. Adapun Misi Kabupaten Enrekang adalah :

a. Pilar pendukung perekonomian bagi pengembangan perekonomian Sul-Sel melalui pengembangan berbagai komoditas unggulan, khususnya sektor pertanian.

b. Mengembangkan kerja sama kawasan dan keterkaitan fungsional antara daerah agar tetap mengacu pada semangat kemandirian dan otonomi.

c. Mengembangkan implementasi pembangunan yang lebih menekankan pada pengembangan Kawasan Timur Enrekang (KTE) dalam rangka mewujudkan keseimbangan pembangunan antara wilayah di Kabupaten Enrekang.

d. Melakukan penataan tata ruang yang mampu memberikan peluang bagi terciptanya struktur ekonomi dan wilayah yang kuat sehingga memungkinkan munculnya interkoneksitas dan antara wilayah.

e. Mengedepankan norma dan nilai-nilai budaya tradisional dan keagamaan seperti kejujuran, keadilan, keterbukaan, saling menghormati, semangat gotong royong, dan kerja sama, dalam berbagai aktifitas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

6. Profil Sejarah Desa Tongkonan Basse

Sejarah berdirinya Desa Tongkonan Basse berawal dari pemakaran Desa Batu Kede pada tahun 1997 tongkonan basse diambil dari sebuah nama tempat

(55)

xxxiv

untuk melaksanakan musyawarah yang terkait dengan kesejahteraan Masyarakat. Tongkonan berarti musyawarah/tudang sipulung dan Basse berarti upah.

Tabel 4.2

Kondisi Desa Tongkonan Basse

TAHUN KEJADIAN YANG BAIK KEJADIAN YANG BURUK

1997  Pembukaan jalan tani  Jalan tani yang bermasalah

2008  Pilkada bupati enrekang  Timbul konflik antara

kelompok sosial di masyarakat

2009  Pengecoran lorong-lorong dusun  Terjadi musim kemarau

 Gagal panen kopi karena hama

2010  Pengecoran jalan desa

 Hasil pertanian mahal harganya  Perguliran dana PUAP

 Perbaikan gedung-gedung sekolah

 Musim hujan ekstrim  Serangan hama tikus  Hampir gagal panen

2011  Berjalannya PNPM secara merata

disetiap dusun

 Banyak program perencanaan yang tidak tuntas karena keterbatasan dana

2014  Adanya undang-undang N0 06

tahun 2014  Pilkades

7. Profil Kondisi Umum Desa Tongkonan Basse a. Geografis

letak dan luas wilayah Desa Tongkonan Basse terletak 54 KM dari ibu kota Kabupaten Enrekang, atau 9 KM dari ibukota Kecamatan Masalle dengan luas wilayah seluas ± 1916 KM² , dengan batas sebahgai berikut :

- sebelah utara berbatasan dengan Desa Tongko Kec.Baroko dan Kabupaten Tana Toraja

- sebelah selatan berbatasan dengan Desa Rampunan - sebelah timur berbayas dengan Desa Batu Kede - sebelah barat berbatasan dengan Desa Mundan

(56)

xxxv b. Tingkat Pendidikan

Tabel 4.3

Tingkat Pendidikan Penduduk Des Tongkonan Basse PRA SEKOLAH SD SMP SLTA SARJANA 78 113 61 75 32 c. Mata Pencaharian Tabel 4.4

Mata Pencaharian Penduduk Desa Tongkonan Basse

PETANI PEDAGANG PNS BURUH JASA

994 30 10 10 35

d. Sarana dan Prasarana Desa

Tabel 4.5

Sarana / Prasarana Desa Tongkonan Basse Kantor Bpd Kantor Desa Balai Desa Jalan Kabupaten Jalan Kecamatan Jalan Desa Masjid Sekolah - 1 Bh - 54 Km 9 Km 7Km 6 B h 2Bh 8. Kondisi Pemerintahan Desa Tongkonan Basse

a. Pembagian Wilayah Desa

Tabel 4.6

Jumlah Penduduk Perdusun Desa Tongkonan Basse

NO NAMA DUSUN JUMLAH JIWA KEPALA

KELUARGA L P TOTAL 1. 2. 3. 4. 5. 6. Karauja Tirowali Poriga Tarian Buntu podong Buntu tallu 267 268 114 199 140 119 227 252 97 195 128 120 494 520 211 394 268 239 115 130 51 89 54 59 Jumlah 1107 1019 2126 498

Gambar

Tabel 3.1  Informan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan ( field research ), data diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan terhadap hiwalah dalam transaksi jual beli ayam

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas rahmat, berkat, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Perjanjian Schengen dianggap sebagai salah satu pencapaian tertinggi dalam kesepakatan antar negara di kawasan Eropa dimana perjanjian ini berimplikasi terhadap

Melakukan penyusunan instrumen hukum Mahkamah Agung yang berfungsi untuk memberi petunjuk bagi hakim pengadilan tingkat pertama dan banding tentang penanganan perkara

Sesuai dengan indikator berpikir kritis, pada tampilan video pembelajaran Gambar 4, terlihat bahwa mahasiswa mampu memberikan penjelasan sederhana (PS),

bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan diktum KEENAM Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun perlu dibentuk

Kuesioner ini semata-mata bertujuan untuk mengumpulkan informasi terkait dengan keefektifan penyelenggaraan diklat, kesesuaian antara diklat yang diselenggarakan dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik komite audit terhadap pengungkapan laporan keberlanjutan pada perusahaan non finansial