• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sangat pesat. Salah satunya pada perkembangan telekomunikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sangat pesat. Salah satunya pada perkembangan telekomunikasi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan telekomunikasi di Indonesia pada era globalisasi sekarang ini sangat pesat. Salah satunya pada perkembangan telekomunikasi seluler. Mobilitas serta meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam berkomunikasi di mana saja dan kapan saja, menjadikan faktor pendorong munculnya teknologi berbasis seluler yang kini dikenal sebagai telepon seluler atau handphone. Menurut Primayuda (2006) pertumbuhan sektor seluler khusus operator berbasis teknologi GSM (Global System for Mobile Communication) di Indonesia mencapai angka 45,9% di tahun 2004. Hal ini dipicu oleh layanan prabayar yang mulai diperkenalkan sejak tahun 1998. (http://elibrary.mb.ipb.ac.id/ 2008/11/17).

Beberapa perusahaan penyedia operator seluler untuk sistem prabayar GSM di Indonesia yaitu Telkomsel dengan merek dagang Simpati dan Kartu As, Indosat dengan merek dagang Mentari dan IM3, PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL) dengan merek dagang Bebas dan Jempol serta pemain baru penyedia operator seluler, Three (3), yang merupakan produk keluaran Hutchison Charoen Pokphand Telecom. Namun dari beberapa perusahaan penyedia operator seluler GSM tersebut, hanya terdapat tiga operator yang memiliki pangsa pasar diatas 5%, yaitu Telkomsel (55,6%), Indosat (24,8%) dan Excelcomindo (14,8%). Telkomsel menjadi perusahaan peringkat

(2)

pertama, bahkan baru-baru ini Telkomsel meraih dua gelar bergengsi dalam penganugerahan Seluler Award ke-enam tahun 2009. Operator pemegang merek Simpati dan AS untuk jaringan GSM ini, meraih kategori Best of The Best Operator dan Best GSM Operator. Pemilihan tersebut dilakukan oleh lembaga survey MARS yang bekerjasama dengan Majalah Seluler dengan melibatkan 2662 responden yang tersebar di tujuh kota besar di Indonesia yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, Makasar, dan Balikpapan. Dengan banyaknya perusahaan penyedia operator seluler tersebut, mereka saling bersaing dalam memperoleh dan mempertahankan konsumen dengan berbagai strategi yang diterapkan agar dapat memenuhi permintaan konsumen terhadap kebutuhan komunikasi yang terus meningkat (http://www.ubb.ac.id/ artikel=358/ 2009/07/02)..

Perubahan teknologi dan arus informasi yang semakin maju dan cepat mendorong timbulnya laju persaingan dalam dunia usaha . Salah satu langkah yang mereka ambil adalah dengan promosi menurunkan tarif yang kemudian berkembang menjadi fenomena perang tarif antar operator seluler, dalam hal ini khususnya adalah provider GSM dengan layanan prabayar.

Persaingan yang semakin hebat antara penyedia produk belakangan bukan hanya disebabkan karena globalisasi, tetapi lebih disebabkan karena pelanggan semakin cerdas, sadar harga, banyak menuntut, dan didekati oleh banyak produk yang selalu menawarkan produknya. Melihat banyaknya produk yang ditawarkan maka konsumen akan mulai melihat, produk mana yang memenuhi kebutuhannya. Begitu juga dengan produk terbaru Telkomsel

(3)

yang menawarkan paket serba seribu dari kartu AS dari SMS, telpon, internet, video call, dan lain-lain. Kartu As merupakan kartu seluler prabayar yang ditujukan untuk segmen menengah bawah, terutama kalangan remaja, dan menawarkan beragam fasilitas yang dibutuhkan oleh kalangan remaja khususnya.

Seiring dengan perkembangan teknologi, program terbaru yang sedang ramai ditawarkan yakni peluncuran layanan berbasis HSDPA (High-Speed Downlink Packet Acces) dengan kecepatan tinggi sebagai evolusi teknologi generasi ketiga atau 3G yang identik dengan hadirnya era baru wireless broadband atau layanan internet. Program baru tersebut antara lain diluncurkan oleh perusahaan besar seperti Telkomsel dan Indosat yang digelar di 15 kota yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Cirebon, Semarang, Sleman, Solo, Banyumas, Purwokerto, Yogyakarta, Medan, Pekanbaru, Palembang, Bali, dan Batam (http://www.telkomsel.com/web/corporate-news/2009/10/22)

Fenomena yang diberitakan oleh media massa, operator seluler berlomba-lomba menawarkan tarif yang diklaim termurah. Perang iklan pun terjadi di media cetak maupun elektronik. Kemampuan membuat iklan yang bagus sehingga dapat menarik perhatian konsumen potensial bukanlah hal yang mudah. Selain kreatifitas perancang iklan, operator seluler juga harus mampu mengenali karakteristik sasaran pasar yang ingin dicapai. Tawaran yang disampaikan melalui iklan-iklan tersebut diharapkan dapat membentuk persepsi positif calon konsumen sehingga membangun intensi untuk mengambil keputusan menggunakan produk tersebut. Namun berbagai bonus

(4)

tersebut seringkali dibatasi oleh syarat dan ketentuan yang berlaku (term and conditions) yang tidak dijelaskan dalam iklan. Konsumen kadang merasa dirugikan ketika mereka tergiur bonus dan tarif murah yang ditawarkan operator seluler dan baru mengetahui berbagai bonus dan tarif murah itu memiliki syarat dan ketentuan berlaku yang berderet-deret setelah mereka telanjur membeli produk itu. Hal ini dapat dikatakan sebagai fenomena pembodohan konsumen.

Dari kutipan beberapa media massa, ada beberapa contoh kasus fenomenal yang terjadi yang menyebabkan mengapa konsumen berpindah operator, antara lain karena konsumen tergiur dengan harga yang ditawarkan oleh hampir semua operator seluler. Harga yang diiklankan adalah harga termurah. Namun sebenarnya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan tarif murah tersebut, seperti ada tanda bintang kecil, lalu di bagian paling bawah dari iklan, dengan font yang sekecil-kecilnya, yang jika dibaca memakai kaca pembesar barulah terlihat tarif sebenarnya. Contoh: Operator X mengiklankan Rp 1/detik. Padahal jika dicermati, tarif itu berlaku setelah menit ke dua. Menit sebelumnya mahal tapi tidak dijelaskan secara terbuka ke publik. Konsumen lebih tergiur dengan harga yang ditawarkan tanpa melihat apa syarat-syarat yang ditetapkan. Kesalahan konsumen merupakan keuntungan bagi para penyedia jasa dalam hal ini, namun ketika konsumen menyadari kesalahan tersebut, mereka akan berpindah ke operator lain dan memilih operator yang benar-benar bisa memenuhi janjinya.

(5)

Dalam kondisi persaingan yang semakin ketat tersebut, setiap perusahaan harus mampu bertahan hidup dan terus berkembang. Salah satu hal penting yang perlu dilakukan dan diperhatikan oleh setiap perusahaan adalah mempertahankan pelanggan yang telah ada, terus menggarap pelanggan-pelanggan potensial baru agar jangan sampai pelanggan-pelanggan meninggalkan perusahaan menjadi pelanggan perusahaan lain. Dengan kata lain perusahaan harus mampu mempertahankan loyalitas pelanggan.

Ada enam alasan mengapa suatu institusi perlu mendapatkan loyalitas pelanggannya. Pertama: pelanggan yang ada lebih prospektif, artinya pelanggan loyal akan memberi keuntungan besar pada institusi. Kedua: biaya mendapatkan pelanggan baru jauh lebih besar berbanding menjaga dan mempertahankan pelanggan yang ada. Ketiga: pelanggan yang sudah percaya pada institusi dalam suatu urusan akan percaya juga dalam urusan yang lainnya. Keempat: biaya operasi institusi akan menjadi efisien jika memiliki banyak pelanggan loyal. Kelima: institusi dapat mengurangkan biaya psikologis dan sosial dikarenakan pelanggan lama telah mempunyai banyak pengalaman positif dengan institusi. Keenam: pelanggan loyal akan selalu membela institusi bahkan berusaha untuk menarik dan memberi saran kepada orang lain untuk menjadi pelanggan (Kotler, 2000)

Keberadaan image sangat penting bagi pemasar dan tingkat loyalitas dari pelanggan menjadi pendukung utamanya. Dalam kenyataan, image banyak dianggap sebagai reputasi penting suatu prusahaan. Oleh karena itu perusahaan perlu mempertajam paradigmanya, tidak hanya berusaha mencapai kepuasan pelanggan tetapi lebih pada pencapaian loyalitas pelanggan.

(6)

Menurut Umar (2002), loyalitas pelanggan terhadap perusahaan merupakan konsep yang sangat penting khususnya pada kondisi tingkat persaingan yang sangat ketat dengan pertumbuhan yang rendah. Pada kondisi demikian loyalitas pelanggan sangat dibutuhkan agar perusahaan dapat bertahan hidup. Disamping itu, upaya mempertahankan loyalitas pelanggan ini merupakan upaya strategis yang lebih efektif dibandingkan dengan upaya menarik pelanggan baru.

Selain dengan menurunkan tarif atau biasa disebut perang tarif, penyedia jasa perlu mempertahankan citra diri perusahaan dengan baik untuk mempertahankan konsumen yang telah ada agar tidak berpindah operator. Salah satu upaya yang ditempuh oleh pihak penyedia operator seluler adalah bagaimana mempertahankan image (citra) dibenak penggunanya. Image (citra) merupakan salah salah satu bagian terpenting dari suatu produk. Image dapat menjadi suatu nilai tambah bagi produk baik itu produk yang berupa barang maupun jasa. Nilai tambah ini sangat menguntungkan bagi produsen atau perusahaan. Karena itulah perusahaan berusaha terus memperkenalkan produk yang dimilikinya dari waktu ke waktu, terutama konsumen yang menjadi target marketnya.

Image (citra) suatu perusahaan merupakan suatu identitas yang mempengaruhi perusahaan itu sendiri dalam mempertahankan pelanggannya. Perusahaan baik perusahaan barang maupun jasa berusaha meningkatkan kekuatan mereknya di pasaran dari waktu ke waktu. Dalam hal ini produsen akan berusaha memperkenalkan produknya terutama keunggulan produk yang tidak dimiliki oleh produk lain. Setiap produk yang sangat kuat mampu

(7)

membuat konsumen menentukan pilihannya.

Dick dan Basu (dalam Egan, 2001) mengatakan bahwa aktivasi sikap dapat dipercepat oleh kehadiran petunjuk kontekstual pada situasi yang relevan ini. Hal ini mencerminkan kehadiran faktor-faktor yang dapat dipersepsi oleh pelanggan menjadi citra perusahaan dapat mengaktifkan sikap tertentu pelanggan. Menurut Gronroos (1998) faktor-faktor tersebut antara lain: faktor fasilitas fisik, faktor layanan karyawan , faktor kualitas dan keterandalan produk, faktor harga, dan faktor iklan.

Persaingan iklan tarif antar operator seluler di tanah air pun semakin hari semakin kian gencar, sehingga banyak orang menyebutnya sebagai perang tarif. Namun demikian, hal ini juga mempunyai kelemahan. Pelanggan kartu prabayar mudah berpindah dari satu operator ke operator lain karena tertarik oleh iklan dan murahnya harga tersebut. Kemudahan untuk memperoleh SIM (Subscriber Identification Module) card baru ini tidak jarang mengundang perilaku churn, atau discontinue number, yaitu perilaku pelanggan kartu prabayar yang melakukan perpindahan dari satu operator ke operator lain karena penggunaannya dinilai lebih mudah dan lebih ekonomis dibandingkan kartu pasca bayar.

Sebuah survey dilakukan Ericsson (Adji, 2005) menyebutkan bahwa 26% pelanggan seluler di Indonesia melakukan perpindahan dari satu operator ke operator lain. Angka tersebut dinilai besar jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.

Penelitian tersebut didukung oleh hasil observasi dan interview pada 4 mahasiswa perguruan tinggi swasta di wilayah Purwokerto tentang fenomena

(8)

konsumen yang melakukan perpindahan operator. Berdasarkan hasil observasi memperlihatkan bahwa keempat mahasiswa tersebut sering melakukan perpindahan dari satu operator ke operator lain dan memilih operator yang mempunyai tarif murah. Dan berdasarkan hasil interview pada keempat mahasiswa tersebut, dua diantaranya selalu berpindah operator dengan berganti SIM Card untuk memperoleh tarif yang murah (observasi dan interview, 2-3 Oktober 2009).

Untuk mempertahankan loyalitas konsumennya, maka suatu perusahaan harus mempertahankan image nya agar konsumen tetap loyal dan tidak berpindah operator seluler karena citra perusahaan menjadi salah satu pegangan bagi konsumen dalam mengambil keputusan penting.

Penelitian dilakukan dikota Purwokerto karena kota ini mempunyai potensi yang tinggi, baik pada kemajuan teknologinya maupun pada perkembangan penduduknya. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya peluncuran program HSDPA (High-Speed Downlink Packet Acces) oleh Telkomsel. Dengan adanya HSDPA memudahkan generasi muda khususnya mahasiswa, dalam bersosialiasi terhadap lingkungan dan kebutuhan untuk menunjang studi nya yang banyak dituntut menggunakan akses internet. HSDPA ini juga membantu industri-industri yang ada dalam menghadapi perkembangan evolusi teknologi terkini khususnya di wilayah Purwokerto dan sekitarnya.

Dengan program baru yang diluncurkan, mahasiswa menjadi akses yang banyak menggali keuntungan bagi perusahaan, dikarenakan mahasiswa

(9)

mempunyai karakteristik yang istimewa. Karakteristik tersebut antara lain (1) berbeda-beda dari berbagai lingkungan sosial budaya karena mereka berasal dari daerah yang berbeda-beda dan diharapkan mampu membawa dampak yang baik ketika mereka kembali ke daerahnya masing-masing (2) mahasiswa sebagai posisi yang strategis karena merupakan komunitas yang lebih mewakili segmen anak muda (Witjaksono dalam Ardiyansah, 2004).

Dengan melihat uraian latarbelakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul “PENGARUH FAKTOR-FAKTOR IMAGE TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN SELULER PRABAYAR Kartu As PADA MAHASISWA SEMESTER I STMIK AMIKOM PURWOKERTO’’

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah apakah ada pengaruh faktor-faktor image terhadap loyalitas pelanggan seluler prabayar Kartu As pada mahasiswa semester I STMIK AMIKOM Purwokerto?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor image terhadap loyalitas pelanggan seluler prabayar Kartu As pada mahasiswa semester I STMIK AMIKOM Purwokerto.

(10)

D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

a. Sebagai sumbangan pemikiran bagi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, khususnya bagi yang berminat pada Psikologi Industri dalam penelitian yang berkaitan dengan loyalitas pelanggan.

2. Praktis

a. Penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi dan sebagai inspirasi untuk membantu pemasar atau perusahaan untuk menguatkan loyalitas pelanggan yang dimiliki.

b. Memberikan kontibusi dan informasi yang berguna bagi perusahaan penyedia SIM Card, dalam hal ini yakni para pemasar, didalam perumusan strategi pemasaran yang tepat.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, kegiatan menggambar dengan menggunakan metode mind mapping tidak hanya mampu mengembangkan kreativitas, tetapi

Salah satu strategi yang bisa digunakan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi tersebut yaitu dengan penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe

Berdasarkan hasil perhitungan pada hasil jawaban setuju sebesar 67,86%, hal ini menunjukkan bahwa GCG sudah terwujud dan komite GCG berperan serta dalam meningkatkan

Berdasarkan penelitian yang sudah pernah diteliti sebelumnya yang telah dipaparkan dalam latar belakang penelitian, maka peneliti terdorong untuk menggabungkan faktor-faktor

Hal ini menunjukkan bahwa adanya ketuntasan hasil belajarmahasiswamenjadi 81,87 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing materitrigonometri

Industri bermaksud organisasi luar selain Politeknik / Kolej Komuniti seperti sektor awam, sektor swasta, NGO, badan profesional termasuk industri / agensi dari luar negara. Aktiviti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada siswa tentang cara belajar matematika yang sesuai dengan optimisme yang dimilikinya, dapat memberikan

3.1.3.1 Dengan membaca materi dan diskusi, peserta didik dapat memahami macam-macam perangkat Dengan membaca materi dan diskusi, peserta didik dapat memahami