i
PERAN GURU DALAM MENGEVALUASI
PERKEMBANGAN ANAK
(Studi Survey Di Kelurahan Benda Baru Kecamatan pamulang Tangerang Selatan)
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi sebagian salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan (S.pd)
Oleh :
Nama : Ummu Fadilah NIM : 2013810007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2018
i
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Skripsi, Agustus 2018
Ummu Fadilah (2013810007)
PERAN GURU DALAM MENGEVALUASI PERKEMBANGAN ANAK DI KELURAHAN BENDA BARU KECAMATAN PAMULANG
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran guru dalam mengevaluasi perkembangan anak di kelurahan benda baru kecamatan pamulang tangerang selatan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan salah satu teknik pengumpulan data yaitu dengan menggunakan angket berupa kuesioner dengan hasil 16 sekolah tk di kelurahan benda baru kecamatan pamulang. Metode penelitian ini menggunakan metode berupa deskriptif.
Ciri – ciri dalam penelitian ini ada dua yaitu validitas dan reabilitas.
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner mengenai masing-masing
jawaban responden tentang peran guru dalam mengevaluasi
perkembangan anak adalah guru yang termasuk merencanakan pembelajaran dengan adanya rancangan evaluasi pembelajaran sebanyak 56 responden (100%) selanjutnya guru yang termasuk untuk menyusun rencana evaluasi pembelajaran setiap kali pertemuan sebanyak 50 responden (89,29%). Sedangkan guru yang termasuk melakukan analisis hasil karya evaluasi anak didik sebanyak 50 responden (89,29%).
ii
Kata kunci: Peran Guru Dalam Mengevaluasi Perkembangan Anak
6
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seorang guru anak usia dini tentunya kita memberikan penilaian terhadap anak usia dini sesuai tahap perkembangan dan kemampuan mereka masing-masing. Kita tidak bisa memaksakan
anak untuk harus bisa baca tulis menghitung. Kalau kita
memaksakan, maka akan menjadi Permasalahan Anak. Banyak sekolah yang masih mengadakan evaluasi berupa tes tertulis maupun lisan untuk anak usia dini.
Di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini, evaluasi yang dilakukan adalah dengan cara memberikan lembar kerja berupa menulis sesuai kelas masing-masing. Misalnya menulis hijaiyah, menulis
huruf, menulis angka, berhitung, mewarnai dan lain-lain.
Penilaiannya dalam bentuk lambang, misalnya: bintang satu, bintang dua, bintang tiga, dan bintang empat, serta ada juga dengan cara memakai angka 60, 70, 80 kemudian memakai abjad a,b,c.
Evaluasi sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia sehari-hari, tanpa di sadari, evaluasi sering di lakukan baik untuk diri sendiri, orang lain, maupun kegiatan sosial lainnya. Hal ini
dapat dilihat dari hal yang sederhana, misalnya bercermin
2
evaluasi diperlukan dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia peserta didik dan pada masa yang akan datang kinerja seorang pendidik akan menjadi lebih baik dengan adanya evaluasi.
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru sering
memberikan tes kepada siswa untuk mengukur kemampuan siswa dan menghitung jawaban yang benar atau salah, yang akan menjadi tolak ukur nilai kemampuan siswa tersebut. Seharusnya tidak semestinya untuk mengukur kemampuan siswa, tetapi juga harus menjadi bahan evaluasi bagi guru tentang pemahaman siswa mengenai pembelajaran yang telah dilaksanakan. Evaluasi yang tepat untuk anak usia dini adalah dengan berbagai banyak kerja dari kegiatan keseharian anak disekolahnya.
Evaluasi berhubungan dengan keputusan nilai. Dibidang pendidikan misalnya, terdapat salah satu jenis evaluasi yang di lakukan oleh para pendidik atau guru dan dosen, di antaranya
evaluasi pembelajaran.
Evaluasi pembelajaran merupakan proses sistematis untuk
menentukan atau membuat keputusan ketercapaian tujuan
pembelajaran yang di rasakan secara langsung dengan siswa. Evaluasi pembelajaran merupakan proses pengukuran dan penilaian terhadap beberapa kemampuan siswa dalam pembelajaran, seperti:
pengetahuan, sikap, dan keterampilannya untuk membuat
3
pada penguasaan sikap (kognitif dan psikomotor).
Dalam ruang lingkup terbatas, evaluasi pembelajaran di lakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik. Adapun dalam ruang lingkup, evaluasi pembelajaran di lakukan untuk mengetahui tingkat kelebihan dan kelemahan proses pembelajaran dalam mencapai tujuan pendidikan. Dalam bidang pendidikan, evaluasi pembelajaran merupakan salah satu aktivitas pendidikan, sebagai seorang pendidik, proses evaluasi pembelajaran berguna untuk pengambilan keputusan kususnya dan dunia pendidikan pada umumnya. kemampuan melakukan evaluasi pembelajaran merupakan kemampuan dasar yang mutlak harus dimiliki setiap guru atau calon guru.
Setiap perbuatan dan tindakan dalam evaluasi pembelajaran selalu menghendaki hasil. Pendidik selalu berharap bahwa hasil yang diperoleh lebih baik dan memuaskan dari hasil yang diperoleh sebelumnya. Banyak Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini yang masih memberikan evaluasi terhadap anak usia dini. Seharusnya anak usia dini tidak di perbolehkan untuk memberikan evaluasi dari guru. Karena anak usia dini masih dalam tahap bermain sambil belajar. Untuk pengambilan penilaian anak usia dini, itu dari keseharian mereka di kelas masing-masing di TK anak usia dini, bukan hanya memberikan lembar jawaban yang telah dilakukan kepada anak usia dini.
4
Permasalahannya adalah masih adanya guru memberikan evaluasi terhadap anak Tk di kelurahan benda baru kecamatan pamulang yang tidak sesuai dengan tahapan perkembangan anak usia dini. Maka anak akan mempunyai beban pikiran serta merasa kesulitan untuk mengerjakannya.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka identifikasi masalah antara lain:
1. Masih banyak guru TK melakukan kegiatan evaluasi yang tidak sesuai dengan karakteristik anak usia dini.
2. Masih adanya guru TK yang melakukan kegiatan evaluasi sesuai dengan keinginan Orang Tua.
3. Masih adanya guru Tk yang melakukan kegiatan evaluasi karena hanya untuk mendapatkan bonus dari kepala sekolah.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan, maka pembatasan masalah ini adalah
Cara mengevaluasi anak usia dini sesuai dengan tahapan perkembangan.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka perumusan masalah tersebut antara lain:
5
Bagaimana cara Guru melakukan evaluasi anak usia dini di TK Kecamatan Pamulang, Kelurahan Benda Baru, Tangerang Selatan
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakikat Evaluasi
1. Pengertian Evaluasi Pendidikan dan Pengajaran
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari Bahasa Inggris evaluation, dalam Bahasa Arab: Al-Taqdir, dalam Bahasa Indonesia
berarti: penilaian. Akar katanya adalah Value, dalam Bahasa Arab: Al-Qimah, dalam Bahasa Indonesia berarti: nilai. Dengan demikian
secara harfiah, evaluasi pendidikan (educational evaluation) = Al- Takdir Al-Tarbawiy dapat diartikan sebagai penilaian dalam (bidang)
pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu dan hasil-hasilnya ( Sudijono,2013:2)
Berbicara tentang pengertian istilah evaluasi pendidikan. Di tanah air kita, Lembaga Administrasi Negara mengemukakan batasan mengenai evaluasi pendidikan (Sudijono,2013:2) yaitu: Evaluasi pendidikan adalah:
1. Proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan
2. Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik bagi penyempurnaan pendidikan.
7
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka apabila definisi tentang evaluasi pendidikan itu dituangkan dalam bentuk bagan. Bagan-bagan tersebut memperlihatkan kepada kita, bahwa dalam proses penilaian, dilakukan pembandingan antara informasi-informasi yang telah berhasil dihimpun dengan kriteria tertentu, untuk kemudian diambil keputusan atau dirumuskan kebijaksanaan tertentu. Kriteria atau tolak ukur yang dipegangi tidak lain adalah tujuan yang sudah ditentukan terlebih dahulu sebelum kegiatan
pendidikan itu dilaksanakan (Sudijono, 2013:2-3).
Gambar 2.1
Bagan Tentang Evaluasi Pendidikan Tujuan pendidika n yang telah ditentuka n Hasil pendidikan yang telah dapat dicapai Pembandinga n antara tujuan dengan hasil yang telah dicapai. Informasi (sesuai/tidak sesuai, berhasil/gagal, bermutu/ kurang bermutu? Mengapa bagaimana? Feed back / umpan balik- upaya perbaikan/penye mpurnaan program pendidikan Proses atau kegiatan pencapaian tujuan
8 Memperoleh informasi Membentuk judgement Mengambil keputusan
Evaluasi kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui
perubahan atau perkembangan hasil belajar peserta didik setelah tujuan ditetapkan. Evaluasi adalah proses pembentukan timbangan, bergantung, kepada pengumpulan informasi yang
mengarah kepada pengambilan keputusan. Evaluasi dapat
digambarkan (Ramayulis,2013:293) sebagai berikut:
Gambar 2.2
Diagram Proses Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses untuk menggambarkan peserta didik dan menimbangnya dari segi nilai dan arti. Definisi ini menegaskan bahwa evaluasi berkaitan dengan nilai dan arti (Arifin,2016:5). Evaluasi dalam pengajaran adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang
9
sangat diperlukan untuk membuat alternative keputusan
9
Dalam hubungannya dengan keseluruhan proses belajar- mengajar, tujuan pengajaran dan proses belajar-mengajar serta prosedur evaluasi saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Secara bagan dapat digambarkan (Purwanto,2008:4) antara lain
Gambar 2.3 Prosedur Evaluasi
Bahan atau materi pengajaran apa yang akan diajarkan dan metode apa yang akan digunakan sangat bergantung pada tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Demikian pula bagaimana prosedur evaluasi harus dilakukan serta bentuk tes atau alat evaluasi mana yang akan dipakai untuk menilai hasil pengajaran tersebut harus dikaitkan dan mengacu kepada bahan dan metode mengajar
Tujuan Pengajaran Proses Belajar Mengajar Prosedur Evaluasi
10
yang digunakan. Dalam penyusunan program satuan pelajaran, program caturwulan, dan program semester, ketiga komponen tersebut tidak dapat diabaikan bahkan harus selalu digunakan sebagai acuan (Purwanto, 2008:4-5).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian dari evaluasi pendidikan adalah suatu tindakan dalam proses pembentukan timbangan dalam menggambarkan peserta didik. Evaluasi itu tidak hanya untuk menggambarkan peserta didik saja, tetapi juga menimbangnya/ menentukannya dari segi nilai dalam dunia pendidikan. Dengan itu evaluasi berkaitan dengan nilai dan arti. Dengan demikian evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternative keputusan.
2. Fungsi Evaluasi Pembelajaran dan Pendidikan
F ungsi evaluasi pembelajaran (Arifin,2016:19-20) sebagai berikut:
Pertama, untuk perbaikan dan pengembangan sistem
pembelajaran. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembelajaran sebagai suatu sistem memiliki berbagai komponen, seperti tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan, guru, dan peserta. Dengan demikian, perbaikan dan pengembangan pembelajaran bukan hanya terhadap proses dan hasil belajar melainkan harus diarahkan pada semua komponen pembelajaran
11
tersebut.
Kedua, untuk akreditasi. Dalam UU No.20/2003 Bab 1 Pasal
1 Ayat 22 dijelaskan bahwa akreditasi adalah kegiatan
penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Salah satu komponen akreditasi adalah pembelajaran. Artinya, fungsi akreditasi dapat dilaksanakan jika hasil evaluasi pembelajaran digunakan sebagai dasar akreditasi lembaga pendidikan.
Secara umum, evaluasi sebagai suatu tindakan atau proses setidak-tidaknya memiliki tiga macam fungsi pokok (Sudijono, 2013:7-8) yaitu: (1) mengukur kemajuan, (2) menunjang penyusunan rencana, dan (3) memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali. Tabel 2.1 Evaluasi Pembelajaran Jenis (Indicator) Penilaian (Evaluation) Penelitian (Research) Dasar berpijaknya Senantiasa mendasarkan diri pada suatu kriteria (tolak ukur)
Belum tentu juga mendasarkan diri pada suatu kriteria
12
dalil atau teori, menarik kesimpulan yang sifatnya
umum (generalisasi) ,
melainkan bertujuan untuk
menentukan nilai dari
sesuatu atas dasar kriteria (tolak ukur) yang telah ditentukan
menemukan dalil atau teori, menarik
kesimpulan yang
sifatnya berlaku
umum generalisasi
Temannya Tema penilaian adalah
melakukan pengukuran
untuk memperoleh data yang akan di bandingkan dengan kriteria yang ada.
Memberikan interpretasi
terhadap data hasil
pengukuran apakah sesuai
atau menyimpang dari
kriteria yang ada.
Menentukan pendapat dan
mengambil keputusan
sebagai tindak langsung
hasil penelitian. Jadi
Temanya adalah melakukan pengukuran dalam rangka menentukan dalil atau menarik kesimpulan yang bersifat umum. Memberikan interpretasi terhadap data hasil pengukuran. Menarik kesimpulan hasil
13
evaluasi itu berorientasi
kepada pengambilan keputusan. penelitian dan membuat prediksi. Jadi penelitian lebih berorientasi kepada penyimpulan.
Seperti telah dikemukakan dalam pembicaraan terdahulu, evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai, sampai dimanakah tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan (Sudijono,2013:8).
Fungsi evaluasi didalam pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tujuan evaluasi itu sendiri. Di dalam batasan tentang evaluasi pendidikan yang telah dikemukakan dimuka tersirat bahwa tujuan evaluasi pendidikan ialah untuk mendapat data pembuktian yang akan menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan kurikuler. Di samping itu, juga dapat digunakan oleh guru dan para pengawas pendidikan
untuk mengukur atau menilai sampai dimana keefektifan
pengalaman mengajar yang digunakan. Dengan demikian, dapat di katakan betapa penting peranan dan fungsi evaluasi itu dalam proses belajar (Purwanto. 2008:5).
14
dan pengajaran dapat dikelompokkan menjadi empat fungsi (Purwanto, 2008:5-7) yaitu:
63
4. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta
keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan
kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu. Hasil evaluasi yang diperoleh itu selanjutnya dapat digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa (fungsi formatif) dan atau untuk mengisi rapor atau surat tanda tamat belajar, yang berarti pula untuk menentukan kenaikan kelas atau lulus tidaknya seorang siswa dari suatu lembaga pendidikan tertentu (Purwanto,2008:5).
5. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran. pengajaran sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan satu sama lain. Komponen dimaksud antara lain adalah tujuan, materi atau bahan pengajaran, metode dan kegiatan belajar-mengajar, alat dan
sumber pelajaran, dan prosedur serta alat evaluasi.
Dihubungkan dengan Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional sebagai salah satu strategi pengembangan program pengajaran, kedudukan dan fungsi evaluasi dapat digambarkan dengan bagan (Purwanto,2008:5) sebagai berikut:
2
Gambar 2.4 Umpan balik
6. Untuk keperluan Bimbingan dan Konseling. Hasil evaluasi yang telah dilaksanakan oleh guru terhadap siswanya dapat dijadikan sumber informasi atau data bagi pelayanan Bimbingan dan Konseling oleh para konselor sekolah atau guru pembimbing (Purwanto,2008:6-7).
7. Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan. Seperti telah dikemukakan dimuka, hampir setiap saat guru melaksanakan kegiatan evaluasi dalam rangka menilai keberhasilan belajar siswa dan menilai program pengajaran, yang berarti pula menilai isi atau
3
materi pelajaran yang terdapat di dalam kurikulum. Seorang guru yang dinamis tidak akan begitu saja mengikuti apa yang tertera di dalam kurikulum, ia akan selalu berusaha untuk menentukan dan memilih materi mana yang sesuai dengan kondisi siswa dan situasi lingkungan serta perkembangan masyarakat pada masa itu. Materi kurikulum yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat akan ditinggalkannya dan diganti dengan materi yang dianggap sesuai. Benar apa yang dikatakan oleh para pakar kurikulum bahwa pada hakikatnya kurikulum sekolah ditentukan oleh guru (Purwanto, 2008:7).
Jadi dapat di simpulkan fungsi evaluasi dalam pengajaran diantarannya: berfungsi untuk mengetahui perkembangan, berfungsi untuk mengetahui tingkat keberhasilan program
pengajaran, berfungsi untuk keperluan Bimbingan dan
Konseling, dan berfungsi untuk perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.
3. Tujuan Evaluasi Pendidikan dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran
Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua (Sudijono,2013:16) yaitu::
• Tujuan umum dari evaluasi dalam pendidikan adalah untuk
4
sampai dimana tingkat kemampuan peserta didik dalam pencapaian tujuan kurikuler, setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
• Tujuan umum yang kedua dari evaluasi pendidikan
adalah untuk mengukur dan menilai sampai dimanakah efektivitas mengajar dan metode mengajar yang telah diterapkan atau dilaksanakan oleh pendidik, serta kegiatan belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik.
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan (Sudijono,2013:17) adalah:
1) Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
2) Untuk mencari dan menemukan factor penyebab keberhasilan dan ketidak berhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.
Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui
keefektifan dan efisiensi sistem pembelajaran, baik yang
5
lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri. Tujuan khusus
evaluasi pembelajaran disesuaikan dengan jenis evaluasi
pembelajaran itu sendiri, seperti evaluasi perencanaan dan pengembangan, evaluasi monitoring, evaluasi dampak, evaluasi efisiensi-ekonomis, dan evaluasi program komprehensif (Arifin, 2016:14).
Tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh
informasi-informasi secara menyeluruh mengenai karakteristik peserta didik, sehingga dapat diberikan bimbingan dengan sebaik-baiknya. Begitu juga dalam kegiatan supervise, tujuan evaluasi adalah untuk menentukan keadaan suatu situasi pendidikan atau
pembelajaran, sehingga dapat diusahakan langkah- langkah
perbaikan untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah (Arifin,2016:14).
Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai peserta didik untuk jenis pekerjaan, jabatan atau pendidikan tertentu (Arifin, 2016:14). Tujuan penilaian adalah untuk membantu belajar peserta didik, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan peserta didik, menilai efektivitas strategi pembelajaran, menilai dan meningkatkan
efektivitas program kurikulum, menilai dan meningkatkan
6
dalam membuat keputusan, komunikasi dan melibatkan orang tua peserta didik (Arifin,2016:14-15).
Tujuan penilaian adalah “keeping track, checking-up,
finding-out, and summing-up (Arifin,2016:15).
1) Keeping track, yaitu untuk menelusuri dan melacak proses belajar peserta didik sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah ditetapkan. Untuk itu, guru harus mengumpulkan data dan informasi dalam turun waktu tertentu melalui berbagai jenis dan teknik penilaian untuk memperoleh gambaran tentang pencapaian kemajuan belajar peserta didik. 2) Checking-up, yaitu untuk mengecek ketercapaian kemampuan
peserta didik dalam proses pembelajaran dan kekurangan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran. Dengan kata lain, guru perlu melakukan penilaian untuk mengetahui bagian mana dari materi yang sudah dikuasai peserta didik dan bagaimana dari materi yang belum dikuasai.
3) Finding-out, yaitu untuk mencari, menemukan dan mendeteksi kekurangan, kesalahan, atau kelemahan peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga guru dapat dengan cepat mencari alternative solusinya.
4) Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditetapkan. Hasil
7
penyimpulan ini dapat digunakan guru untuk menyusun laporan kemajuan belajar ke berbagai pihak yang berkepentingan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan evaluasi pendidikan itu ada dua. Yang pertama tujuan secara umum yaitu tujuan untuk mengukur dan menilai sampai dimana metode mengajar yang telah dilaksanakan oleh pendidik. Sedangkan tujuan secara khusus adalah untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikannya.
4. Kegunaan Evaluasi Pendidikan
Di antara kegunaan yang dapat dipetik dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan (Sudijono,2013:17) adalah: 1) Terbukanya kemungkinan bagi evaluator guna memperoleh
informasi tentang hasil yang telah dicapai dalam rangka pelaksanaan program pendidikan.
2) Terbukanya kemungkinan untuk dapat diketahuinya relevansi antara program pendidikan yang telah dirumuskan, dengan tujuan yang hendak dicapai.
3) Terbukanya kemungkinan untuk dapat dilakukannya usaha
perbaikan, penyesuaian, dan penyempurnaan program
pendidikan yang dipandang lebih berdaya guna dan berhasil guna, sehingga tujuan yang dicita-citakan, akan dapat dicapai dengan hasil yang sebaik-baiknya.
8
Jadi dapat disimpulkan bahwa kegunaan evaluasi pendidikan itu ada beberapa tiga adalah kegunaan untuk memperoleh informasi tentang hasil yang dicapai, kegunaan untuk dapat diketahuinya relevansi antara program dengan pendidikannya, serta kegunaan untuk dapat melakukan usaha perbaikan program dengan pendidikannya.
5. Prinsip-Prinsip Dasar Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar berikut ini: (1) prinsip keseluruhan (2) prinsip kesinambungan (3) prinsip obyektivitas (Sudijono,2013:31-33).
1. Prinsip keseluruhan (al-Kamal dan al-Tamam). Prinsip
keseluruhan atau prinsip menyeluruh juga dikenal dengan istilah prinsip komprehensif. Dengan prinsip komprehensif dimaksudkan disini bahwa evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh. Dengan kata kata lain, evaluasi hasil belajar harus dapat mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup dan bukan benda mati.
9
2. Prinsip kesinambungan (Istimrar) juga dikenal dengan
istilah prinsip kontinuitas. Dengan prinsip kesinambungan di maksudkan disini bahwa evaluasi hasil belajar yang baik adalah evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dan sambung-menyambung dari waktu ke waktu. Evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara berkesinambungan itu juga dimaksudkan agar pihak evaluator (guru, dosen dan lain-lain)
dapat memperoleh kepastian dan kemantapan dalam
menentukan langkah- langkah atau merumuskan kebijaksanaan yang perlu diambil untuk masa selanjutnya, agar tujuan
pengajaran sebagaimana telah dirumuskan pada tujuan
Instruksional Khusus dapat dicapai dengan sebaik-baiknya.
3. Prinsip obyektifitas (Maudlu’iyyah) mengandung
makna, bahwa evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila data terlepas dari faktor yang sifatnya subyektif.
Secara lebih luas, ada beberapa prinsip evaluasi
(Atmaja,2016:18-22) yaitu
1. Guru harus adil dan objektif. Kata adil dan objektif mudah
diucapkan, tetapi sangat sulit direalisasikan menjadi sebuah tindakan. Banyak guru yang selalu mengampanyekan untuk selalu berbuat adil dan objektif, tetapi tindakannya justru sering
10
kontraproduktif dengan hal yang dikampanyekannya. Guru seperti ini hanya akan mencederai makna evaluasi itu sendiri. Dalam melakukan proses evaluasi pembelajaran, hal paling utama yang wajib dimiliki oleh guru adalah sifat adil dan objektif terhadap siswa. Guru tidak boleh pilih kasih terhadap siswa. Siapa pun mereka, bila tidak memenuhi standar untuk mendapat nilai baik, maka harus ditulis apa adanya. Guru juga harus memandang siswa tanpa pandang bulu dan melakukan penilaian dengan menjauhkan diri dari sikap like and dislike , perasaan, serta prasangka negative lain. Guru harus menilai siswa sesuai kenyataan sebenarnya dilapangan.
2. Komprehensif atau menyeluruh. Ketika guru ingin melakukan
evaluasi terhadap siswa, maka ia harus melihat secara utuh kepribadian siswa, tidak cukup hanya dengan mengevaluasi aspek kognitifnya an sich dengan mengabaikan aspek lainnya, seperti aspek afektif, dan psikomotorik. Bila guru melihat bagian aspek tertentu saja pada diri siswa, maka evaluasi tidak akan sempurna, bahkan bisa salah paham, sebagai contoh, ada guru melihat siswanya sangat pintar dalam mengerjakan soal dan berdiskusi. Murid itu seakan sangat pintar, sehingga sang guru langsung memberikan siswa itu nilai tinggi tanpa memperhitungkan aspek lainnya. Ini
11
sungguh proses evaluasi yang kurang komprehensif. Bisa saja, siswa itu hanya andal secara kognitif, tetapi lemah dalam aspek afektif dan psikomotorik. Evaluasi yang baik harus dilakukan secara menyeluruh.
3. Kontinuitas. Proses pembelajaran itu dilakukan secara terus-
menerus, tidak jauh beda dengan evaluasi. Melihat siswa tidak hanya pada saat melakukan evaluasi sekarang, tetapi hasil evaluasi sebelumnya juga harus dijadikan pembanding. Proses perkembangan siswa bisa dipantau dengan baik apabila ada komparasi antara hasil evaluasi yang sekarang dengan evaluasi sebelumnya. Perkembangan peserta didik akan
terlihat jelas dengan melakukan komparasi itu. Jadi,
perkembangan peserta didik terus dipantau mulai dari input, proses, hingga output. Evaluasi dengan sistem kontinuitas ini akan menjadikan evaluasi lebih bermakna holistik.
4. Kooperatif. Dalam melakukan proses evaluasi, guru tidak bisa
berdiri sendiri. Evaluasi itu akan berjalan dengan baik apabila guru mampu melakukan proses kerja sama yang baik dengan berbagai pihak, mulai dari keluarga peserta didik, guru bimbingan dan konseling, wali kelas, kepala sekolah, hingga elemen lainnya dalam sekolah. Jalinan kerja sama itu menjadi penting karena guru bisa mempunyai pandangan lebih luas
12
terhadap perkembangan peserta didik, dan hasil evaluasi mampu membuat semua mereka puas.
5. Praktis. Guru mesti menggunakan alat evaluasi yang mudah
dicerna dan dipahami oleh peserta didik ataupun guru lain yang akan menggunakan alat tersebut. Dalam membuat soal, guru harus membuat dengan sederhana dan sejelas mungkin, baik itu dalam aspek bahasa, petunjuk dalam mengerjakan, ataupun isi soal itu sendiri. Tidak sedikit guru yang pintar dan cerdas, tetapi kadang tidak mampu memberikan penjelasan serta petunjuk kepada orang lain. Kecerdasan seakan tidak akan banyak berarti tanpa diiringi dengan metode atau cara yang jelas terhadap perserta didik. Ini juga berlaku dalam
proses evaluasi belajar mengajar. Memilih instrument
yangtepat dan membuat petunjuk serta soal yang jelas menjadi prinsip dasar evaluasi pembelajaran.
6. Follow-up atau tindak lanjut. Hasil evaluasi pembelajaran tidak hanya dijadikan arsip mati yang harus disimpan dalam rak. Hasil evaluasi itu mesti di tindak lanjuti dengan aksi nyata oleh guru ataupun pihak sekolah. Bila tidak dilanjutkan dengan aksi nyata, maka evaluasi tidak lebih hanyalah sebatas ritual formal yang tidak akan memberikan efek apa pun terhadap kualitas belajar mengajar. Hasil evaluasi mesti di tindak lanjuti dengan
13
perbaikan nyata oleh guru, baik itu dalam aspek strategi pembelajaran ataupun faktor siswa itu sendiri. Dengan tidak lanjut ini, proses belajar mengajar akan terus perkembangan menuju perbaikan demi perbaikan. Inilah hakikat evaluasi pembelajaran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa prinsip dasar evaluasi hasil belajar diantarannya: prinsip sebagai keseluruhan maksudnya bahwa evaluasi hasil belajar dapat dikatakan baik apabila dilaksanakan secara menyeluruh, prinsip sebagai kesinambungan maksudnya bahwa evaluasi hasil belajar dengan baik yaitu dilaksanakan secara teratur, sedangkan prinsip obyektifitas maksudnya prinsip evaluasi dapat dikatakan dengan baik apabila data terlepas dari faktor yang sifatnya subjektif. Sedangkan prinsip evaluasi diantarannya: guru harus adil dan objektif maksudnya adalah guru harus adil dalam penilaian peserta didik, komprehensif atau menyeluruh maksudnya adalah guru harus melihat secara utuh dalam kepribadian siswa, kontinuitas maksudnya adalah perkembangan peserta didik terus dipantau dengan baik, kooperatif maksudnya adalah melakukan prroses evaluasi, praktis maksudnya adalah dalam pembuatan soal guru harus membuat yang sejelas mungkin dan mudah dipahami oleh peserta didik, follow up atau tindak lanjut maksudnya adalah hasil
14
evaluasi mesti ditindaklanjuti dengan perbaikan nyata oleh guru baik dalam strategi pembelajaran maupun faktor siswa itu sendiri.
6. Langkah-Langkah Pokok Dalam Evaluasi Hasil Belajar
Langkah - langkah pokok dalam evaluasi hasil belajar (Sudijono,2013:59-62) yaitu:
1) Menyusun rencana evaluasi hasil belajar. Sebelum evaluasi hasil belajar dilaksanakan, harus disusun lebih dahulu perencanaannya secara baik dan matang.
2) Menghimpun data. Dalam evaluasi hasil belajar, wujud nyata
dari kegiatan menghimpun data adalah melaksanakan
pengukuran misalnya dengan menyelenggarakan tes hasil belajar (apabila evaluasi hasil belajar itu menggunakan teknik tes), atau melakukan pengamatan, wawancara atau angket dengan menggunakan instrument – instrument tertentu
3) Melakukan verifikasi data. Verifikasi data dimaksudkan untuk dapat memisahkan data yang baik yaitu data yang akan dapat memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai diri individu atau sekelompok individu yang sedang dievaluasi dari data yang kurang baik yaitu data yang akan mengaburkan gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut serta diolah. 4) Mengolah dan menganalisis data. Yang dimaksud disini adalah
15
dihimpun dalam kegiatan evaluasi. Dalam mengolah dan menganalisis data hasil evaluasi itu dapat dipergunakan teknik statistik atau teknik nonstatistik tergantung kepada jenis data yang akan diolah dan dianalisis.
5) Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan. Interpretasi terhadap data hasil evaluasi belajar pada hakikatnya adalah merupakan verbalisasi dari makna yang terkandung dalam data yang telah mengalami pengolahan dan penganalisisan itu. Atas dasar interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu pada akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan teretntu. Kesimpulan hasil evaluasi itu sudah barang tentu harus mengacu kepada tujuan dilakukannya evaluasi itu sendiri.
6) Tidak lanjut hasil evaluasi. Bertitik tolak dari data hasil evaluasi yang telah disusun, diatur, diolah, dianalisis dan disimpulkan sehingga dapat diketahui apa makna yang terkandung di dalamnya maka pada akhirnya evaluator akan dapat mengambil keputusan atau merumuskan kebijakan yang dipandang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan evaluasi tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa langkah pokok dalam evaluasi hasil belajar yaitu: menyusun rencana evaluasi hasil
belajar, menghimpun data, melakukan verifikasi data,
16
7. Teknik-Teknik Evaluasi Hasil Belajar Di sekolah
Istilah teknik-teknik dapat diartikan sebagai alat. Jadi dalam istilah teknik evaluasi hasil belajar terkandung arti alat-alat yang dipergunakan dalam rangka melakukan evaluasi hasil belajar. Sejalan dengan pembicaraan di muka, maka pembicaraan tentang alat evaluasi hasil belajar, hanya dibatasi pada alat evaluasi hasil
belajar disekolah. Dalam konteks evaluasi hasil proses
pembelajaran disekolah, dikenal adanya dua macam teknik, yaitu teknik tes dan teknik nontes. Dengan teknik tes, maka evaluasi hasil proses pembelajaran disekolah itu dilakukan dengan jalan menguji peserta didik. Sebaliknya, dengan teknik nontes maka evaluasi dilakukan tanpa menguji peserta didik (Sudijono,2013:62-63).
Jadi dapat disimpulkan bahwa teknik evaluasi hasil belajar adalah suatu evaluasi yang dapat dipergunakan dalam rangka melakukan evaluasi hasil belajar di sekolah dalam proses pembelajaran untuk menguji peserta didik.
8. Hubungan Antara Pengajaran dan Evaluasi
Hubungan- hubungan antara pengajaran dan evaluasi (Purwanto,2008:7-9)
17
pengajaran
pengajaran itu efektif jika mengarah kepada perubahan yang di inginkan didalam diri siswa
pola tingkah laku baru akan dipelajari siswa dengan baik jika ketidakcocokan perilaku yang sekarang dimengerti
Pola tingkah laku baru dapat lebih
dikembangkan secara efektif oleh guru yang mengetahui pola tingkah laku yang ada pada individu siswa
Belajar ditimbulkan oleh masalah
dan kegiatan yang menuntut pemikiran dan perbuatan dari individu siswa masing-masing
Kegiatan yang memberi dasar
bagi mengajar dan belajar tingkah laku tertentu juga kegiatan yang sangat cocok bagi
pembangkitkan dan penilaian terhadap kecocokan tingkah laku
tersebut
evaluasi
evaluasi itu efektif jika dapat membuktikan sampai dimana perubahan itu terjadi didalam diri
siswa
evaluasi sangat berguna (kondusif) bagi pelajar jika ia mendorong dan
membangkitkan siswa untuk mengevaluasi diri (self-evaluation) Evaluasi itu berguna (kondusif)
bagi pengajaran yang baik jika ia mengemukakan tipe pokok dari
tingkah laku yang tidak sesuai dan sebab yang mendukungnya
Evaluasi sangat bermakna di
dalam belajar jika ia memungkinkan dan mendorong
latihan atas inisiatif individu
Kegiatan dan latihan yang
dikembangkan untuk tujuan pengevaluasian tingkah laku tertentu juga berguna bagi mengajar dan belajar tingkah laku
tersebut
Gambar 2.5
Hubungan antara pengajaran dan evaluasi
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam hubungan antara pengajaran dan evaluasi adalah pengajaran itu efektif jika mengarah kepada perubahan dalam diri siswa sedangkan evaluasi itu efektif jika dapat membuktikan sampai dimana perubahan itu terjadi dalam diri siswa, kegiatan pengajaran adalah kegiatan yang sangat cocok bagi pembangkitan dan penilaian terhadap kecocokan tingkah laku
18
sedangkan kegiatan evaluasi adalah kegiatan yang dikembangkan untuk tujuan pengevaluasian tingkah laku tertentu juga berguna bagi mengajar.
9. Perencanaan Evaluasi
Perencanaan adalah konsep dasar setiap kegiatan,
termasuk evaluasi pembelajaran (Atmaja,2016:24). Dalam
melakukan perencanaan evaluasi pembelajaran, ada beberapa perkara yang patut diperhatikan secara serius oleh guru (Atmaja,2016:24-36).
1. Menentukan tujuan penilaian
Sebelum melakukan evaluasi pembelajaran, guru harus memperjelas terlebih dahulu tujuan penilaian. Tujuan penilaian mesti ditentukan sejak awal. Tujuan penilaian menjadi fondasi utama untuk menentukan ruang lingkup materi, jenis, dan karakter penilaian. Jangan sampai guru menentukan tujuan penilaian secara umum karena ruang lingkup hal itu bisa lebih luas, sehingga pada gilirannya akan kurang fokus. Guru mesti menentukan tujuan penilaian dalam kerangka yang sederhana, penilaian itu berguna untuk proses pembelajaran (formatif) atau dalam rangka menentukan keberhasilan peserta didik dalam menyerap materi (sumatif) atau tidak dan bisa pula dalam rangka mengidentifikasi kesulitan dalam pembelajaran (diagnostik). Itulah
19
beberapa ragam tujuan penilaian. Guru dalam melakukan penilaian harus mempunyai tujuan jelas. Jika tujuan penilaian tidak ditetapkan dari awal, maka guru bisa mengalami kegagalan dalam proses penilaian. Tanpa tujuan jelas, biasanya penilaian hanya akan berjalan sebatas formalitas yang kurang bernilai dan bermakna. Maka, persoalan yang paling mendasar untuk pertama kali diperhatikan guru adalah menentukan tujuan penilaian. Pilihlah salah satu tujuan penilaian sesuai tujuan yang ingin dicapai. Jika tujuannya luas, ingin mencakup semua tujuan penilaian, maka butuh format strategi dan cara yang luas. Tujuan penilaian dalam hal ini menjadi fondasi utama untuk menentukan langkah evaluasi.
2. Mengidentifikasi kompetensi
Ketika guru ingin melakukan perencanaan penelitian hasil belajar, maka aspek kompetensi menjadi perkara yang tidak terpisahkan. Kompetensi yang meliputi kapasitas pengetahuan, keterampilan, dan sikap menjadi aspek penting yang tidak boleh dilupakan untuk diidentifikasi. Dalam setiap perubahan kurikulum, tentu ada cakupan kompetensi. Guru mesti melihat aspek kompetensi yang telah diterapkan dalam kurikulum itu. Dalam menentukan perencanaan, guru bisa mengidentifikasi bagian kompetensi yang ingin dinilai.
20
3. Menyusun kisi-kisi soal
Kisi-kisi merupakan format pemetaan soal yang
menggambarkan ihwal dstribusi item untuk beberapa macam topik atau pokok bahasan berdasarkan jenis kemampuan. Kisi- kisi menjadi penting agar penilaian benar representative dengan hal yang telah diajarkan oleh guru di kelas. Bila guru sebelumnya tidak biasa membuat kisi-kisi, maka bisa saja proses penilaian itu akan berlangsung kurang baik. Kisi-kisi bisa dikatakan sebagai pedoman awal bagi guru untuk membuat soal. Poin penting yang mesti diketahui oleh guru adalah kisi-kisi soal itu dibaut atau disusun berdasarkan silabus dalam setiap mata pelajaran. Sebelum membuat soal, guru mesti menganalisis silabus terlebih dahulu.
4. Mengembangkan draf instrument
Draf instrument penilaian merupakan prosedur
perencanaan yang sangat penting. Instrument penilaian itu bisa disusun dalam bentuk nontes ataupun tes. Kalau guru menggunakan instrument penilaian melalui tes, maka guru harus membuat soal. Dalam proses penulisan soal ini, guru harus melakukan penjabaran dari indikator menjadi butiran pertanyaan yang sesuai kisi sebelumnya telah dibuat.
21
5. Menguji validitas soal
Soal bisa dikatakan berkualitas atau tidak apabila sudah melalui tahap uji coba. Validitas soal harus diuji coba di lapangan untuk mengukur sejauh mana kualitas soal yang telah dibuat. Ketika guru sudah mampu menyusun soal dengan baik, maka uji coba itu sangat perlu. Tujuan uji coba adalah untuk mengetahui lebih jauh dilapangan ihwal soal yang perlu diubah atau diperbaiki dan soal mana yang bisa dipertahankan.
Ketka guru telah selesai menguji validitas soal, langkah selanjutnya adalah menindaklanjuti hasil uji coba tersebut. Hasil uji coba lapangan itu hendaknya diolah dan dianalisis, sehingga dapat diketahui kekurangan dan kelebihannya. Bila ada soal yang kurang baik, maka sepatutnya guru merevisinya agar dapat menjadi lebih baik. Tahap ini perlu kecermatan serius supaya hasil uji coba lapangan mampu menjadi pintu masuk bagi guru agar lebih baik dalam membuat soal.
6. Membuat soal
Ketika guru selesai melakukan uji coba soal, melakukan revisi sesuai tingkat proporsinya, memperbaiki aspek bahasa, mengubah item soal, bahkan membuang soal yang dianggap tidak perlu, langkah selanjutnya adalah membuat soal sebagai sebuah instrument yang integral. Tahap membuat soal
22
merupakan tahap akhir dari sekian banyak perbaikan dan perombakan soal, mulai dari persoalan paling sederhana hingga paling rumit, dan pada gilirannya melahirkan sebuah instrument yang tingkat validitasnya sudah tidak diragukan lagi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan
perencanaan evaluasi pembelajaran diantarannya: yang pertama menentukan tujuan penilaian, yang kedua mengidentifikasi kompetensi, yang ketiga menyusun kisi-kisi soal, yang keempat mengembangkan draf instrument, yang kelima menguji validitas soal, yang keenam membuat soal.
10. Proses Pelaksanaan Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi adalah suatu kondisi perencanaan yang dilaksanakan di lapangan (Atmaja, 2016:41). Pelaksanaan evaluasi dilapangan sangat tergantung dengan pilihan model dan tujuan evaluasi yang sebelumnya telah direncanakan.
Guru yang ingin melakukan proses penilaian hasil belajar mengajar bisa menggunakan tes (tes tertulis, tes lisan, serta tes perbuatan) dan guru juga bisa menggunakan nontes (angket, observasi,wawancara, studi dokumentasi, dan skala sikap). Proses pelaksanaan evaluasi dilapangan tentu sesuai pilihan masing- masing guru dalam memilih instrument tesnya. Maka, pelaksanaan evaluasi adalah anak buah dari perencanaan evaluasi itu sendiri.
23
Dalam pelaksanaan evaluasi, guru atau evaluator
mempunyai peran untuk membuat suasana menjadi lebih nyaman, tenang, tanpa harus keluar dari rambu-rambu perencanaan yang telah terkonsep sejak awal. Ketika guru memilih tes lisan sebagai instrument penilaian, guru harus bisa memperhatikan beberapa aspek, mulai dari tempat, cara berkomunikasi dan bertanya,
teknik pembagian soal, hingga persoalan teknis lainnya
(Atmaja,2016:42).
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam proses pelaksanaan evaluasi adalah suatu kondisi perencanaan yang dilaksanakan di lapangan, Pelaksanaan evaluasi dilapangan sangat tergantung dengan tujuan evaluasi yang sebelumnya telah direncanakan.
11. Teknik Evaluasi Yang Baik
Secara garis besar, ada beberapa ciri mendasar yang dapat digunakan sebagai standar penilaian sebuah tes itu bisa dikatakan baik atau tidak, mulai dari validitas, reliabilitas, sampai adanya daya beda dan praktis (Atmaja, 2016:222-243).
a. Validitas
Validitas adalah sebuah kata benda dan valid
merupakan kata sifat (Atmaja,2016:223). Dari pengalaman sehari-hari, tidak sedikit siswa dan guru mengatakan, “tes ini baik
24
karena yang benar adalah, “tes itu sudah baik karena sudah
valid” atau “ tes ini baik karena memiliki validitas yang tinggi”.
Ini tentu hanya persoalan pemakaian istilah, tetapi jika tidak diperhatikan dengan baik, maka akan menimbulkan kekacauan.
b. Reliabilitas
Ciri lain dari sebuah tes yang baik adalah reliabilitas. Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa Inggris, berasal dari kata asal reliable yang
berarti dapat dipercaya.Tes yang reliabel adalah tes
konsisten (Atmaja,2016:232).
Reliabilitas berkaitan dengan kepercayaan. Suatu tes itu bisa dipercaya apabila mempunyai taraf kepercayaan yang cukup tinggi. Syarat kepercayaan dalam tes adalah ketetapan. Tes yang dapat dipercaya adalah tes yang mempunyai ketetapan hasil. Kalaupun ada proses perubahan, itu tidak terlalu signifikan dan tidak mempengaruhi isi tes secara substansial.
c. Daya pembeda
Tes yang baik juga harus mampu menjadi daya pembeda antara peserta didik yang mempunyai kemampuan tinggi, rata-rata, dan rendah. Tes yang mempunyai daya pembeda
25
tinggi mampu menjadi instrument untuk melihat kemampuan peserta didik yang sebenarnya (Atmaja,2016:236).
Sebaliknya, apabila sebuah tes tidak mempunyai daya pembeda yang tinggi, maka itu hanya akan menjadi simbol atau ritual sekolah yang fiktif. Jika tes itu tidak mempunyai daya pembeda, maka anak yang pintar bisa mendapat nilai
baik dan anak yang kecerdasannya dibawah rata – rata bisa
mendapat nilai bagus. d. Praktikabilitas
Tes yang baik adalah praktik, tidak bertele-bertele, mudah dicerna dan gampang dalam proses pengadministrasian (Atmaja,2016:240). Tes yang praktis tidak identik dengan tes yang mudah, melainkan tes itu mampu disajikan dengan cara
praktis, sehingga sesuatu yang sulit mampu dicerna,
dilakukan, dan dikumpulkan dengan mudah. Maka, sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes itu bersifat praktis, mudah pengadministrasiannya.
e. Objektif
Tes yang baik adalah tes yang objektif (Atmaja,2016:242). Maka, buatlah tes seobjektif mungkin agar kemampuan peserta didik mampu diukur dan dinilai dengan baik. Tes objektif akan memberikan gambaran yang sejujurnya pada siswa,
26
sehingga kalau ada siswa yang mendapat nilai kurang baik, maka mereka akan terpacu untuk belajar lebih giat.
Sebaliknya, jika tes itu tidak objektif, maka hal itu akan berimplikasi pada kegiatan proses belajar, terutama peserta didik yang mestinya mendapat nilai jelek, tetapi karena mempunyai kedekatan emosional dengan guru, maka nilainya kemudian dapat diubah menjadi baik.
f. Ekonomis
Tes yang ekonomis adalah tes yang dilaksanakan tanpa membutuhkan ongkos atau biaya mahal, banyak tenaga, dan waktu lama (Atmaja,2016:243). Lawan dari tes ekonomis tentu adalah tes yang membutuhkan banyak biaya serta tenaga dan waktu yang lama. Adapun tes yang baik adalah tes yang mampu dilaksanakan secara ekonomis.
Jadi dapat disimpulkan bahwa teknik yang termasuk dalam evaluasi yang baik adalah yang pertama validitas maksudnya adalah tes ini baik karena memiliki validitas yang tinggi, yang kedua reliabilitas maksudnya adalah tes ini baik karena berkaitan dengan kepercayaan, yang ketiga daya pembeda maksudnya adalah tes yang baik juga harus mampu
menjadi daya pembeda, yang keempat praktikabilitas
27
dicerna dalam proses pengadministrasian, yang keempat objektif maksudnya adalah tes yang baik adalah tes yang objektif karena kemampuan peserta didik mampu diukur dan dinilai dengan baik , dan yang terakhir adalah ekonomis maksudnya adalah tes yang ekonomis adalah tes yang dilaksanakan tanpa membutuhkan waktu yang lama.
B. Hakikat Guru 1. Pengertian Guru
Dalam Bahasa Inggris ditemukan beberapa kata untuk
sebutan guru, yaitu “teacher” “tutor” “educator”, dan instructor.
Semua kata ini berdekatan dengan sebutan guru. Dalam Kamus Webster’s, teacher diartikan seseorang yang mengajar Tutor
diartikan seseorang guru yang memberikan pengajaran terhadap siswa, seorang guru privat instructor, diartikan seseorang yang mengajar guru. Educator diartikan dengan seseorang yang mempunyai tanggung jawab pekerjaan mendidik yang lain (Ramayulis,2013:1).
Term guru dalam Bahasa Arab, dijumpai kata ustadz, mudarris, mu’alum, mu’addib. Kata ustadz berarti teacher (guru), professor (gelar akademik), jenjang dibidang intelektual, pelatih,
28
dan lecturer (dosen). Selanjutnya kata mu’allim berarti teacher
(guru), instructor (pelatih), dan trainer (pemandu) dan kata mu’adib berarti educator (guru) atau teacher in Koranic school (guru dalam lembaga pendidikan).
Dalam Bahasa Indonesia, guru berasal dari untaian kata orang yang di gugu dan ditiru. Guru dalam Bahasa Indonesia disebut juga pendidik. Para ahli mendefinisikan kata guru atau pendidik (Ramayulis, 2013:2-3) yaitu:
Guru (pendidik) adalah pendidik professional, karenanya ia
telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian
tanggung jawab pendidikan yang terpikul dipundak orang tua (Ramayulis,2013:3).
Guru (pendidik) adalah orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing peserta didik menjadi manusia yang manusiawi (Ramayulis,2013:3).
Guru (pendidik) adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohani (Ramayulis,2013:3) .
Guru (pendidik) adalah orang yang bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses pertumbuhan dan perkembangan
potensi anak didik, baik potensi kognitif maupun potensi
29
Guru (pendidik) adalah tiap orang yang dengan sengaja
mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan
(Ramayulis,2013:3) .
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan (Ramayulis,2013:4). Guru adalah seseorang yang
menjalankan tugas utamanya yakni mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi muridnya dalam pendidikan (Ramayulis,2013:4) .
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian guru adalah orang yang bertanggung jawab dalam membimbing peserta didik terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan potensi anak didik. Serta seorang yang menjalankan tugas utamanya yakni mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, menilai, melatih, dan mengevaluasi muridnya dalam pendidikan.
2. Syarat – syarat guru
Guru adalah pendidik profesioanal karena secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian
amanah pendidikan yang terpikul di pundak orang tua
30
amanah atau sebagian tanggung jawabnya kepada guru. Orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru yang tidak professional.
Ada tiga syarat khusus untuk profesi seorang pendidik (Ramayulis,2013:7) yaitu:
1. Seorang guru yang profesional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan diajarkannya dengan baik. Ia benar- benar seorang ahli dalam bidang ilmu yang diajarkannya.
Selanjutnya karena bidang pengetahuan apapun selalu
mengalami perkembangan, maka seorang guru juga harus terus menerus meningkatkan dan mengembangkan ilmu yangdiajarkannya, sehingga tidak ketinggalan zaman. Untuk itu seorang guru harus secara terus menerus melakukan penelitian dengan menggunakan berbagai macam metode.
2. Seorang guru yang profesional harus memiliki
kemampuan menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada murid secara efektif dan efisien. Untuk itu, seorang guru harus memiliki ilmu keguruan yang dahulu terdiri dari tiga bidang keilmuan yaitu pedagogik, didaktik, dan metodik.
3. Seorang guru yang profesional harus berpegang
teguh kepada kode etik profesi. Kode etik disini lebih dikhususkan lagi tekanannya pada perlu memiliki akhlak yang
31
mulia. Dengan akhlak mulia, seorang guru akan dijadikan panutan, contoh dan teladan. Dengan demikian ilmu yang diajarkan atau nasihat yang diberikan kepada para siswa akan di dengarkan dan dilaksanakan dengan baik.
Syarat menjadi guru yang baik dan diperkirakan dapat
memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya
(Ramayulis,2013:7-8):
1. Takwa kepada Allah. Guru tidak mungkin mendidik anak agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-
Nya. Sebab ia adalah teladan bagi murid-muridnya
sebagaimana Rasulullah menjadi teladan bagi umatnya Sejauh mana seseorang guru mampu memberikan teladan yang baik kepada murid-muridnya sejauh itu pulalah ia diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik dan mulia.
2. Berilmu. Ijazah bukan semata-mata secarik kertas,
tetapi suatu bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan. Dalam keadaan normal, ada patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru makin baik mutu pendidikan dan pada gilirannya makin tinggi pula derajat masyarakat.
32
3. Sehat jasmani. Kesehatan badan sangat
mempengaruhi semangat kerja, guru yang sakit-sakitan kerap sekali terpaksa absen dan tentunya akan merugikan anak-anak.
4. Berkelakuan baik. Budi pekerti guru sangat penting
dalam pendidikan karakter murid. Guru harus menjadi suri teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Diantara tujuan pendidikan adalah membentuk akhlak yang baik pada anak, dan ini hanya mungkin jika guru itu berakhlak baik pula. Guru yang tidak berakhlak baik tidak mungkin dipercayakan pekerjaan mendidik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat guru
diantaranya adalah memiliki ijazah pendidikan guru, seorang guru harus bersikap dewasa, seorang guru harus orang yang beragama, seorang guru harus berkelakuan baik di dalam sekolah.
3. Status, Peran, dan Tugas Guru
Ada beberapa peranan guru (Suprihatiningrum, 2013:26-27) yaitu: (1) sebagai manajer pendidikan atau pengorganisasian kurikulum (2) sebagai fasilitator pendidikan (3) pelaksana pendidikan (4) pembimbing dan supervisor (5) penegak disiplin (6) menjadi model perilaku yang akan ditiru siswa (7) sebagai konselor (8) menjadi penilai (9) petugas tata usaha tentang administrasi kelas yang diajarnya (10) menjadi komunikator dengan orang tua siswa
33
dengan masyarakat (11)sebagai pengajar untuk meningkatkan profesi secara berkelanjutan (12) menjadi anggota organisasi profesi pendidikan.
Peran guru bersifat multidimensional, yang mana guru menduduki peran (Suprihatiningrum,2013:27) yaitu: (1) orang tua, (2) pendidik atau pengajar, (3) pemimpin atau manajer, (4) produsen atau pelayanan, (5) pembimbing atau fasilitator, (6) motivator dan stimulator, dan (7) peneliti atau narasumber.
Peranan dan tugas yang diemban guru sangat berat. Tugas guru tidak hanya mengajar, tetapi juga harus dapat mendidik, membimbing, membina, dan memimpin kelas. Sementara peranan guru (Suprihatiningrum, 2013:30) yaitu: (1) guru sebagai perancang pembelajaran, (2) guru sebagai pengelola pembelajaran, (3) guru sebagai pembelajaran, (4) guru sebagai evaluator, (5) guru sebagai konselor, (6) guru sebagai pelaksana kurikulum.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai- nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti
mengembangkan keterampilan pada siswa. Dengan kata lain, seorang guru dituntut mampu menyelaraskan aspek kognitif, efektif, dan psikomotorik dalam proses pembelajaran (Suprihatiningrum,
34
2013:30).
Tugas pokok seseorang guru dalam pendidikan Islam (Ramayulis, 2013:11) adalah sebagai berikut:
1) Tugas pensucian yakni pengembangan, pembersihan jiwa
murid agar dapat mendekatkan diri kepada Allah,
menjauhkannya dan keburukan, dan menjaganya agar tetap berada pada fitrahnya.
2) Tugas pengajaran yakni menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada murid untuk direalisasikan dalam tingkah laku dan kehidupan.
Tugas guru (Ramayulis,2013:13-14) adalah (1) memberikan dan memindahkan ilmu kepada orang lain, (2) pengelolaan pembelajaran, (3) pengarah pembelajaran, (4) fasilitator, dan (5) perencana. Selanjutnya menurut Roestijah NK di atas, tugas guru
yaitu sebagai seorang guru penyampaikan materi, sebagai
pengelola, mengelola dan mengadministrasi berbagai hal yang terkait dengan pembelajaran, sebagai pengarah memberikan arahan, pandangan dan nasihat kepada murid, sebagai yakni
membantu murid dalam menemukan, mencarikan, dan
menyelesaikan sesuatu yang diinginkan murid, dan sebagai
perencana atau perancang mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pembelajaran.
35
Tugas seorang guru (Ramayulis,2013:14). antara lain: (1) membimbing murid dan mencari pengenalan terhadap murid, terhadap kebutuhan dan kesanggupannya, (2) menciptakan situasi untuk pendidikan, (3) guru harus memiliki pengetahuan yang diperlukan, dan pengetahuan keagamaan.
Jadi disimpulkan bahwa status, peran, dan tugas guru diantaranya: status guru yaitu guru sebagai profesi, serta guru sebagai serbatahu sedangkan peran guru diantaranya: sebagai manajer pendidikan, pembimbing dan supervisor, petugas tata usaha dan lain-lain. Sedangkan tugas guru adalah menyelamatkan masyarakat dari kebodohan, sifat, serta perilaku buruk yang menghancurkan masa depan mereka.
4. Sifat-Sifat Guru
Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru
(Ramayulis,2013:18-20).
1) Mengharapkan ridha Allah. Guru dalam menjalankan tugasnya hendaknya melandasi niatnya dengan tulus dan ikhlas untuk mendapatkan ridha Allah, membangun dan menanamkan
prinsip “berilmu dan beramal ikhlas karena Allah” kedalam diri
murid.
2) Jujur dan amanah. Kejujuran adalah mahkota seorang guru dan kunci keberhasilan tugasnya. Kebohongan yang dilakukan
36
guru kepada murid merupakan penghalang bagi tercapainya hasil pendidikan.
3) Konsisten dalam ucapan dan perbuatan. Guru harus berbuat sesuai dengan ilmu dan ucapannya. Guru tidak mengamalkan ilmunya, maka ia tidak akan mendapat petunjuk dan bahkan ia bias membawa kerusakan bagi masyarakat.
4) Adil dan egaliter. Keadilan adalah alat yang terhormat dan mulia yang dapat dipergunakan oleh guru dalam pendididkan. Keadilan dan egaliter mempunyai nilai guna untuk menumbuhkan rasa cinta dan kasih saying murid dengan guru.
5) Berakhlak mulia. Guru sebagai pembawa akhlak bagi muridnya. Betapa tidak, karena kalau menghendaki murid memiliki akhlak maka terlebih dahulu guru harus berakhlak.
6) Rendah hati. Rasa rendah hati yang dimiliki guru merupakan sifat yang mulia dan agung. Sifat yang seperti ini bukan hanya memberikan manfaat untuk guru itu sendiri, tetapi sifat itu dapat memantul kepada murid, sehingga murid meraskan kesejukan, kedamaian dan keakraban murid dengan guru.
7) Berani. Sifat berani merupakan suatu anjuran yang harus dimiliki oleh guru. Keberanian disini adalah melakukan transfaransi keterbukaan dirinya dalam berbagai aspek, seperti kekurangan dan keunggulan diri kepada murid. Sifat keterbukaan ini ternyata
37
dapat menimbulkan motivasi dan daya tarik bagi murid.
8) Menciptakan suasana keakraban. Guru hendaknya dapat menciptakan suasana akrab dan menyenangkan dalam proses pembelajaran. Guru dalam hal ini dimungkinkan membuat humor (bergurau) yang bersifat positif kepada murid. Nuansa humor dapat membuang rasa keletihan dan kejenuhan murid. Dengan nuansa humor ini, murid merasa sayang, senang, dan akrab dengan guru, dan murid akan menjadi sukses dalam belajar. 9) Sabar dan mengekang hawa nafsu. Guru harus berhati sabar
dalam melaksanakan tugasnya dalam pembelajaran. Sabar itu adalah sifat mulia yang merupakan buah dari mujahadah yang dilakukan guru. Sabar lawan kata dan amarah. Amarah ini bagi guru harus ditekan, karena sifat amarah akan mendatangkan kebencian.
10) Baik dalam tutur kata. Guru sebagai figure teladan, mestinya mampu bertutur kata dengan baik dan menyenangkan. Guru harus menghindari perkataan yang keji dan kotor, karena kata yang keji dan kotor ini dapat membuat murid menjadi tidak senang.
11) Tidak egois. Guru dalam menghadapi persoalan yang tidak dapat diselesaikannya sendiri, guru hendaknya tidak segan- segan untuk meminta pendapat atau bermusyawarah dengan
38
orang lain termasuk dengan murid.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat yang harus dimiliki seorang guru yaitu mengharapkan ridha Allah, kejujuran, keadilan, berakhlak mulia, rendah hati, serta baik dalam tutur kata.
5. Kewajiban dan Hak Guru
Kewajiban merupakan segala sesuatu yang harus
dilaksanakan, sedangkan hak merupakan dampak dari sesuatu yang telah dilaksanakan. Sebagai sebuah profesi, guru memiliki kewajiban dan hak yang diatur dalam Undang-Undang. Berikut akan diuraikan kewajiban dan hak guru menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru.
1) Kewajiban guru
Kewajiban guru adalah melayani pendidikan khususnya di sekolah, melalui kegiatan mengajar, mendidik, dan melatih, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, menyiapkan generasi bangsa kita agar mampu hidup di dunia yang sedang menunggui mereka (Suprihatiningrum, 2013:32).
2) Hak guru
Hak guru adalah hak untuk memperoleh gaji, hak-hak untuk pengembangan karir, hak-hak-hak-hak untuk memperoleh
39
kesejahteraan, dan hak-hak untuk memperoleh perlindungan hukum, baik dalam melaksanakan tugas maupun dalam memperoleh hak-hak mereka (Suprihatiningrum,2013:35).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kewajiban guru adalah melayani pendidikan khususnya di sekolah, melalui kegiatan mengajar, mendidik, melatih, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan hak guru adalah diantaranya : mengikuti uji kompetensi, mendapat tunjangan profesi, memberikan penilaian hasil belajar, serta mendapatkan perlindungan profesi.
C. Hakikat Perkembangan Anak Usia Dini 1. Pengertian Psikologi Perkembangan
Berdasarkan pendapat beberapa orang ahli, psikologi perkembangan itu dapat diartikan sebagai berikut.
1) Psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan perilaku (Yusuf,2010:3).
2) Psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang
mempelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan
sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati (Yusuf,2010:3).
40
Psikologi merupakan alih kata Bahasa Inggris “psychology” dan kata ini berasal dari bahasa Yunani yaitu “psycho” dan “logos”. Adapun “psycho” berarti jiwa, sedangkan “logos” berarti
pengetahuan atau ilmu jadi secara etimologis, psikologis dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang jiwa atau ilmu jiwa. Jiwa adalah kekuatan dalam diri yang menjadi penggerak bagi jasad dan tingkah laku manusia. Jadi, psikologi dapat didefinisikan secara singkat sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan
hubungan antar manusia. Istilah “perkembangan (development)
dalam psikologi merupakan sebuah konsep yang cukup rumit dan kompleks. Di dalamnya terkandung banyak dimensi. Oleh sebab itu, untuk dapat memahami konsep perkembangan, perlu terlebih dahulu memahami beberapa konsep lain yang terkandung di dalamnya, diantarannya: pertumbuhan, kematangan, dan perubahan (Suhada,2016:15-16).
Perkembangan menunjuk pada suatu proses kearah yang lebih sempurna dan tidak dapat diulang kembali. Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali (Suhada,2016:16).
Berdasarkan pendapat beberapa orang ahli, psikologi perkembangan dapat diartikan (Suhada, 2016:16) sebagai berikut: 1. Psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi
41
yang mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum
maupun setelah kelahiran berikut kematangan perilaku
(Suhada, 2016:16) .
2. Psikologi perkembangan cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati (Suhada, 2016:16).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian psikologi
perkembangan adalah psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku dan proses
perkembangan individu dalam menjelaskan perkembangan
menunjuk pada suatu proses kea rah yang lebih sempurna.
2) Tujuan Psikologi Perkembangan
Tujuan psikologi perkembangan meliputi hal-hal berikut ini (Suhada, 2016:19).
1. Memberikan, mengukur, dan menerangkan perubahan dalam tingkah laku serta kemampuan yang sedang berkembang sesuai dengan tingkat umur dan mempunyai ciri-ciri universal. Dalam arti yang berlaku bagi anak di mana saja dan dalam lingkungan sosial budaya mana saja.
2. Mempelajari perbedaan yang bersifat pribadi pada tahapan atau masa perkembangan tertentu.