• Tidak ada hasil yang ditemukan

OUTLOOK TEKNOLOGI KESEHATAN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OUTLOOK TEKNOLOGI KESEHATAN 2020"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ISBN 978-602-1328-15-6

OUTLOOK TEKNOLOGI KESEHATAN 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

Editor:

Adiarso

Bambang Marwoto

Ismariny

Manifas Zubair

Netty Widyastuti

Socia Prihawantoro

Publikasi ini bisa diunduh di: www.bppt.go.id

www.ppipe.bppt.go.id

PUSAT PENGKAJIAN INDUSTRI PROSES DAN ENERGI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

(3)

OUTLOOK TEKNOLOGI KESEHATAN 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

ISBN 978-602-1328-15-6

© Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

Diterbitkan oleh

Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi (PPIPE) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Gedung BPPT II, Lantai 11

Jl. M.H. Thamrin 8, Jakarta 10340

Telp. : (021) 7579-1391 Fax : (021) 7579-1391

email : socia.prihawantoro@bppt.go.id

Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Outlook teknologi kesehatan 2020: inisiatif

Penguatan rantai pasok bahan baku obat / Adiarso … [et al.]. – - Tangerang Selatan : Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi, 2020.

104 hlm. ; 29 cm. Bibliografi : hlm. … ISBN 978-602-1328-15-6

1. Obat, Industri. 2. Indonesia – Politik kesehatan. I. Adiarso

(4)

OUTLOOK TEKNOLOGI KESEHATAN 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat PENGARAH

Kepala BPPT

Dr. Ir. Hammam Riza, M.Sc., IPU

Deputi Kepala BPPT Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi Dr. Ir. Gatot Dwianto, M.Eng.

PENANGGUNGJAWAB

Direktur Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi Dr. Ir. Adiarso, M.Sc.

Koordinator Program dan Anggaran Dr. Edi Hilmawan, B.Eng., M.Eng.

TIM PENYUSUN

Socia Prihawantoro (Ketua) Manifas Zubair

Ismariny

Netty Widyastuti Kristiana

Nurjaman Gunadi Putra Joko Santosa

Anindhita Aflakhur Ridlo Nadia Dwi Kartika

Desain Sampul: Anindhita

Perwajahan : Nurjaman Gunadi Putra

INFORMASI

Sekretariat Tim Penyusun Outlook Teknologi Kesehatan – BPPT Gedung 720 Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi

Lt. 2 Kawasan Puspiptek, Tangerang Selatan, Banten 15314 Telp /Fax : (021) 75791391; E-mail : socia.prihawantoro@bppt.go.id

(5)

i

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

uji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan Outlook Teknologi Kesehatan 2020 ini dapat terselesaikan dengan baik. Outlook Teknologi Kesehatan 2020 ini disusun dalam rangka memberikan informasi kondisi teknologi dan produksi dalam rantai pasok bahan baku obat saat ini dan proyeksi tentang kebutuhan teknologi dan produksi pada masa yang akan datang.

Bahan baku obat menjadi tema yang menarik dan strategis untuk dikedepankan, karena Indonesia masih belum mandiri dalam bidang ini. Lebih dari 90 persen kebutuhan bahan baku obat masih diperoleh dari impor. Karenanya, Outlook Teknologi Kesehatan 2020 ini mengangkat tema “Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat”. Di dalamnya menyajikan gambaran pada saat ini serta proyeksinya pada masa yang akan datang tentang teknologi, produk, status riset dan industri bahan baku obat, serta industri pemasok dan industri penggunanya. Pada bagian akhir buku ini disampaikan inisiatif penguatan rantai pasok bahan baku obat.

Buku ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi untuk memajukan industri bahan baku obat dengan memperkuat rantai pasoknya, sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan daya saing industri farmasi nasional. Kami berharap Outlook Teknologi Kesehatan 2020 ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi seluruh pihak yang berkeinginan mewujudkan industri bahan baku obat nasional yang mandiri dan berdaya saing.

Penghargaan dan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berkontribusi terhadap penyusunan Outlook Teknologi Kesehatan 2020 ini. Buku ini tentunya belum sempurna sehingga sekiranya ada kesalahan atau kekurangan di dalamnya dengan segala kerendahan hati kami bersedia menerima masukan perbaikan.

Jakarta, Agustus 2020

Tim Penyusun

P

(6)

ii

(7)

iii

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

asar produk farmasi di Indonesia cukup tinggi, diperkirakan mencapai sekitar Rp 100 trilyun pada tahun 2020 dan merupakan pasar farmasi yang terbesar di ASEAN. Saat ini Indonesia sudah dapat memenuhi kebutuhan obat jadi (finished product) sendiri, hampir 90 persen kebutuhan obat berasal dari produksi dalam negeri.

Namun demikian pasar produk farmasi yang berkembang tidak didukung oleh perkembangan sektor hulunya, yakni industri bahan baku obat (BBO). Secara umum, industri farmasi Indonesia masih mengimpor sekitar 95 persen BBO, baik untuk BBO aktif atau active pharmaceutical ingredients/API, maupun bahan pembantu (excipient).

Gambaran di atas menunjukkan bahwa mata rantai industri farmasi di Indonesia mayoritas berada di tahap akhir, yaitu produksi obat (formulasi) sampai distribusi. Sedangkan hampir semua produk BBO, sebagai syarat bekerjanya industri obat, berasal dari luar negeri. Hal ini menunjukkan besarnya ketergantungan industri farmasi nasional terhadap BBO impor. Jika pasokan BBO dari luar negeri terganggu, maka hampir keseluruhan industri farmasi nasional juga akan terganggu.

Oleh karena itu untuk meningkatkan kemandirian industri farmasi, maka industri BBO dalam negeri harus dikembangkan dengan memperkuat rantai pasok industri BBO. Selain pasar BBO yang sudah tersedia, pengembangan industri BBO juga memerlukan pasokan bahan antara (intermediate). Buku Outlook Teknologi Kesehatan Tahun 2020 ini menyajikan gambaran dan memberikan rumusan inisiatif penguatan rantai pasok BBO. Pembahasan dimulai dari keadaan industri farmasi pada saat ini, yang di Indonesia jumlahnya mencapai 230 perusahaan, untuk memenuhi pasar farmasi nasional yang diperkirakan sekitar Rp 100 triliun pada tahun 2020. Sampai saat ini, pengembangan senyawa obat baru secara kimia sintesis masih dominan meskipun senyawa obat baru berbasis biologi memiliki tren kenaikan lebih tinggi.

Benchmarking (patok banding) dilakukan untuk mengidentifikasikan praktek terbaik terhadap suatu industri dengan industri yang sama di negara lain. Untuk industri BBO ada 6 (enam) negara yang bisa dijadikan patok banding, yaitu China, India, Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan Korea Selatan.

Industri farmasi perlu didukung oleh kebijakan atau regulasi dan rencana riset yang kuat. Regulasi tertinggi terkait dengan industri farmasi nasional adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Untuk percepatan kemandirian industri farmasi Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XI Tahun 2016, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 17 tahun 2017 tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.

P

(8)

iv

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

Melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional tahun 2017-2045, Pemerintah telah menyusun rencana pembangunan iptek yang pada hilirnya telah ditetapkan beberapa fokus riset prioritas nasional. Dalam Prioritas Riset Nasional (PRN) 2020-2024 untuk bidang kesehatan dituangkan dalam Program Flagship Nasional yang dimulai pada tahun anggaran 2020. Produk inovasi nasional yang harus dikembangkan antara lain adalah amoksisilin, parasetamol, insulin, OHT, fitofarmaka, vaksin rekombinan HPV, radioisotop dan radiofarmaka.

Setelah industri farmasi, pembahasan dilanjutkan mengenai BBO. Hampir 95 persen bahan baku yang digunakan oleh industri farmasi di Indonesia diperoleh dari impor. Impor BBO terbesar antara lain amoksisilin, paracetamol dan salycilamide. Impor terbesar berasal dari China dan India. Tingginya jumlah produsen BBO di negara China dan India ditopang oleh industri kimia hulu, industri kimia antara dan industri terkait lainnya. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah di China dan India yang memberikan berbagai insentif kepada industri BBO.

Meskipun belum terlalu besar, industri BBO di Indonesia sudah mulai tumbuh. Beberapa BBO yang pernah diproduksi di dalam negeri adalah para amino fenol, parasetamol, amoksisilin dan ampisilin. Sedangkan BBO yang masih diproduksi adalah kina, yodium dan ferrosulfat, simvastatin, pantoprazole, clopidogrel, atorvastatin, rosuvastatin, esomeprazole, rabemeprazole dan sapogrelate.

Pengembangan BBO dan industri farmasi tidak lepas dari kegiatan riset dan pengembangan. Rata-rata pengeluaran riset dan pengembangan mencapai 20,9 persen dari total penjualan obat-obatan dunia. Pengeluaran riset dan pengembangan secara keseluruhan diperkirakan akan tumbuh sebesar 3 persen setiap tahun, mencapai sekitar $ 203,9 miliar pada tahun 2024. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian dan GP (Gabungan Perusahaan) Farmasi juga terus berupaya mengembangkan industri BBO nasional. Dalam Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035 Kementerian Perindustrian membagi pengembangan komoditas bahan baku obat kimia di Indonesia hingga tahun 2035 dalam 3 fase, yakni tahun 2015-2019, 2020-2024 dan 2025-2035. Pembahasan selanjutnya mengenai proyeksi industri farmasi dan BBO. Dengan mempertimbangkan tren historis dan pertumbuhan penduduk ke depan maka diasumsikan bahwa pertumbuhan kebutuhan obat akan mengalami kenaikan 7 persen per tahun. Kebutuhan obat Indonesia diproyeksikan akan mencapai Rp 248 triliun dan kebutuhan BBO Rp 79 triliun pada tahun 2035. Kebutuhan obat dapat dirinci menjadi kebutuhan obat generik dan paten, juga kebutuhan obat resep dokter dan bebas.

Strategi rantai pasok diperlukan dalam upaya memenuhi tren kebutuhan obat. Strategi tersebut secara ringkas mencakup penguatan industri BBO itu sendiri dan penguatan aliran bahan baku dan pasar BBO. Penguatan rantai pasok mencakup beberapa inisiatif berikut: inisiatif pengembangan industri BBO, inisiatif penetrasi pasar BBO, inisiatif peningkatan sumberdaya BBO, inisiatif penguatan riset dan pengembangan teknologi BBO dan inisiatif penguatan kemitraan. Dengan penguatan rantai pasok BBO, diharapkan industri farmasi di Indonesia tidak hanya bergerak pada industri obat dan distribusinya saja, melainkan juga mengalami pertumbuhan yang pesat pada industri BBO, industri intermediate dan raw materials.

(9)

v

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

Kata Pengantar i

Sambutan Kepala BPPT ii

Ringkasan Eksekutif iii

Daftar Isi iv

Daftar Gambar vi

Daftar Tabel viii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Ruang Lingkup 4

1.3 Metodologi 5

1.3.1 Sumber dan Metode Memperoleh Data 6

1.3.2 Metode Pengolahan Data 7

BAB 2 GAMBARAN UMUM INDUSTRI FARMASI

2.1 Industri Farmasi Global 8

2.2 Industri Farmasi Nasional 13

2.3 Benchmark Kebijakan Industri Farmasi Negara Lain (China, India, Amerika, Eropa, Jepang, Korea)

13

2.4 Kebijakan Industri Farmasi 19

BAB 3 INDUSTRI BAHAN BAKU OBAT

3.1 Industri Bahan Baku Obat Global 35

3.2 Pertumbuhan Industri dan Pasar Bahan Baku Obat 39

3.3 Daya Saing Industri Bahan Baku Obat Nasional 45

3.4 Nilai Tambah Industri Bahan Baku Obat Nasional 49

3.5 Kondisi Industri Kimia Dasar 50

BAB 4 RISET DAN TEKNOLOGI PRODUKSI BAHAN BAKU OBAT

4.1 Riset dan Pengembangan Produk Bahan Baku Obat Global 54 4.2 Riset dan Pengembangan Produk Bahan Baku Obat Nasional 56 4.3 Teknologi dan Produk Bahan Baku Obat 67 4.4 Inovasi dan Teknologi di Industri Farmasi 73

(10)

vi

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

BAB 5 PROYEKSI DAN STRATEGI RANTAI PASOK

5.1 Proyeksi Kebutuhan Bahan Baku Obat 75

5.2 Strategi Pengembangan Rantai Pasok Bahan Baku Obat 80

BAB 6 INISIATIF PENGUATAN RANTAI PASOK BBO

6.1 Inisiatif Pengembangan Industri BBO 82

6.2 Inisiatif Penetrasi Pasar BBO 83

6.3 Inisiatif Peningkatan Sumberdaya BBO 85 6.4 Inisiatif Penguatan Riset dan Pengembangan Teknologi

BBO

86

6.5 Inisiatif Penguatan Kemitraan 88

DAFTAR PUSTAKA 89

(11)

vii

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

BAB 1 PENDAHULUAN

Gambar 1.1 Kondisi Industri Farmasi Indonesia Saat Ini 1

Gambar 1.2 Rantai Pasok Bahan Baku Obat 5

BAB 2 GAMBARAN UMUM INDUSTRI FARMASI

Gambar 2.1 Sepuluh Jenis Senyawa Obat Baru yang Masuk Pada Jalur R&D Tahun 2019

8 Gambar 2.2 Nilai Penjualan Obat Dunia Berdasarkan Kelas Terapi pada Tahun

2014 dan Perkiraan pada tahun 2020

9 Gambar 2.3 Perbandingan Biaya Riset dan Pengembangan Antara Perusahaan

Farmasi Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, Tahun 1990-2016

11 Gambar 2.4 Persentase Pembiayaan Riset dan Pengembangan Senyawa Obat

Baru pada Tahun 2016

12 Gambar 2.5 Potensi Pasar Farmasi di China dan Negara Lain (Brasil, India, Rusia

dan Negara Kecil Lainnya)

12

Gambar 2.6 Pasar Farmasi Indonesia, 2011-2020 13

Gambar 2.7 Bangunan Industri Nasional 20

Gambar 2.8 Langkah Kebijakan Menuju Kemandirian Industri Farmasi 21 Gambar 2.9 Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan

Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan

22 Gambar 2.10 Diagram Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019 25 Gambar 2.11 Diagram Rencana Induk Riset Nasional 27 Gambar 2.12 Teknologi Pengembangan Riset Kesehatan dan Obat 28 Gambar 2.13 Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (2015-Okt 2018) 31

Gambar 2.14 Daftar Pembiayaan BPJS Kesehatan 31

Gambar 2.15 Defisit BPJS Kesehatan (2014-2017) 32 Gambar 2.16 Formula Perhitungan TKDN Industri Farmasi 33 Gambar 2.17 Distruptive Technologies dalam Revolusi Industri 4.0 34

BAB 3 INDUSTRI BAHAN BAKU OBAT

Gambar 3.1 Jumlah dan persentase Pasokan Bahan Baku Obat Kimia dari Produsen di Negara Asia

35 Gambar 3.2 Pasar Industri Bahan Baku Obat di China pada 2013-2016 36 Gambar 3.3 Jumlah Perusahaan Bahan Baku Obat di Jerman Kurun Waktu

2008-2016

37 Gambar 3.4 Perusahaan-perusahaan terkemuka sebagai Produsen BBO di

Spanyol

37 Gambar 3.5 Pengembangan dan Pembuatan Produk Farmasi 39 Gambar 3.6 Jejak PT. Kimia Farma sebagai Produsen BBO 41 Gambar 3.7 Impor Komoditi Subsektor Bahan Farmasi, 2012-2016 42 Gambar 3.8 10 Besar Impor Impor BBO Tahun 2014 ($ Juta) 42 Gambar 3.9 Perkembangan Transfer Teknologi Produk BBO (2018-2019) 49 Gambar 3.10 Pengganda Input-Output Sektor Industri BBO 50 Gambar 3.11 Pengganda Input-Output Sektor Industri Farmasi 50

(12)

viii

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

Gambar 3.12 Diagram Alir Rantai Pasok Produk Obat 52 Gambar 3.13 Diagram Alir Proses Produksi Petrokimia 53

BAB 4 RISET DAN TEKNOLOGI PRODUKSI BAHAN BAKU OBAT

Gambar 4.1 Kenaikan Biaya Investasi Riset dan Pengembangan Tiap Senyawa Obat Baru yang disetujui

55 Gambar 4.2 Pengeluaran perusahaan bisnis untuk R&D farmasi (BERD: Business

Expenditure for R&D) dan anggaran pemerintah untuk Riset dan pengembangan terkait kesehatan (2014)

56

Gambar 4.3 Intensitas Riset dan pengembangan Industri: proporsi pengeluaran riset dan pengembangan perusahaan (BERD) sebagai proporsi dari nilai tambah bruto (GVA: Gross Value Added), Tahun 2014

56

Gambar 4.4 Peta Jalan Inovasi Produksi Bahan Baku Obat Derivate Sefalosporin, 2020-2024

63 Gambar 4.5 Rute Komersial Sintesis Parasetamol 66 Gambar 4.6 Peta Jalan Pengembangan Bahan Baku Obat Parasetamol dalam

Program Flagship Nasional

66 Gambar 4.7 Diagram Alir Proses Produksi Bahan Baku Obat Kimia 67 Gambar 4.8 Jumlah Senyawa Kimia yang Diteliti Dalam Rangka Pengembangan

Obat Baru.

68 Gambar 4.9 Tahapan Penemuan Senyawa Obat Baru, Senyawa Obat Baru yang

Masuk Pada Tahap Regristasi Hanya Sekitar 10 %

71

BAB 5 PROYEKSI DAN STRATEGI RANTAI PASOK

Gambar 5.1 Proyeksi Kebutuhan API Menurut Wilayah (dalam $ Miliar) 75 Gambar 5.2 Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia 77 Gambar 5.3 Komponen Biaya Pembentuk Harga Obat 77 Gambar 5.4 Proyeksi Kebutuhan Obat dan Bahan Baku Obat 78 Gambar 5.5 Proyeksi Kebutuhan Obat Generik dan Paten 78 Gambar 5.6 Proyeksi Kebutuhan Obat Resep dan Bebas 79 Gambar 5.7 Tren Pangsa Pasar BBO Biofarmasi dan BBO Kimia (Small

Molecules)

(13)

ix

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

BAB 1 PENDAHULUAN

Tabel 1.1 Aktifitas, Ruang Lingkup dan Metode Penelitian 4 Tabel 1.2 Sumber Data dan Informasi Dalam Kajian 6

BAB 2 GAMBARAN UMUM INDUSTRI FARMASI

Tabel 2.1 10 (Sepuluh) Perusahaan Farmasi dengan Nilai Pendapatan Lebih Dari $ 10 Miliar

10 Tabel 2.2 Ringkasan Kebijakan Industri Farmasi di Berbagai Negara 15 Tabel 2.3 Skenario Pengembangan Industri Farmasu Produk BBO Kimia

sesuai Permenkes No.17 Tahun 2017

26 Tabel 2.4 Fokus, Tema dan Topik Riset Kesehatan-Obat, dalam Program

Riset Nasional

28 Tabel 2.5 Matriks Program Flagship Nasional 2020-2024 Bidang

Kesehatan

29 Tabel 2.6 Jumlah Biaya Penyakit Katastropik 32

BAB 3 INDUSTRI BAHAN BAKU OBAT

Tabel 3.1 Bahan Baku Obat Kimia serta Produsennya di dalam negeri

40 Tabel 3.2 Pasar Produk Farmasi Segmentasi Golongan

Terapinya Berdasarkan Pendapatan dalam $ Juta (2015-2017)

43

Tabel 3.3 Pasar Parasetamol dan Amoksisilin (2018) 44

Tabel 3.4 Daya Saing Industri BBO Kimia 45

Tabel 3.5 Pelaku Utama Industri Petrokimia Hulu di Indonesia 51

BAB 5 PROYEKSI DAN STRATEGI RANTAI PASOK

Tabel 5.1 Penjualan Obat Resep & Obat OTC Global Menurut Kelompok Terapi oleh Evaluate (2018 & 2024): 15 Kategori Teratas & Total Pasar

76

Tabel 5.2 Skenario Pengembangan Industri Farmasi Produk BBO Kimia dalam Rangka Substitusi Impor (2020 – 2025)

79

(14)

Pendahuluan

(15)

1

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat Outlook Teknologi Kesehatan 2020

1.1 Latar Belakang

Pasar produk farmasi di Indonesia cukup tinggi, diperkirakan mencapai sekitar Rp 100 trilyun pada tahun 2020. PT Kalbe Farma (2017) menyebutkan bahwa pasar farmasi Indonesia Rp 69,1 triliun pada tahun 2016 dan dengan asumsi kenaikan 10 persen per tahun memperkirakan pada tahun 2020 akan mencapai Rp 102,8 trilyun. Sementara itu Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) menyatakan bahwa pasar farmasi Indonesia sekitar Rp 80 triliun pada tahun 2019 dan tumbuh 7,06 persen per tahun (Media Indonesia, 2020). Dalam cekindo.com angka tersebut adalah Rp 84 triliun dengan perkiraan pertumbuhan 12 - 13 persen per tahun.

Pasar farmasi Indonesia merupakan yang terbesar di ASEAN, kurang lebih 27 persen dari seluruh pasar farmasi ASEAN, dan sebagian besar dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri. Saat ini Indonesia sudah dapat memenuhi kebutuhan obat jadi (finished product) sendiri, hampir 90 persen kebutuhan obat berasal dari produksi dalam negeri.

Industri farmasi di dalam negeri pada tahun 2019 menurut Menteri Kesehatan sebanyak 230 perusahaan (Bisnis.com, 15 Juli 2020). Pada tahun 2016, jumlahnya 206 perusahaan yang didominasi oleh 178 perusahaan swasta nasional, 24 perusahaan multinasional dan empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Industri ini mampu menghasilkan 11 ribu jenis obat, dengan 498-503 jenis obat di antaranya merupakan program pengadaan pemerintah (Kominfo, 2019).

Namun demikian pasar produk farmasi yang berkembang tidak didukung oleh perkembangan sektor hulunya, yakni industri bahan baku obat. Secara umum, industri farmasi Indonesia masih mengimpor 95 persen bahan baku obat (BBO), baik untuk BBO aktif atau active pharmaceutical ingredients/API, sekitar 851 jenis, maupun bahan pembantu (excipient), sejumlah 441 bahan.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa mata rantai industri farmasi di Indonesia mayoritas berada di tahap akhir saja, dari produksi obat (formulasi) sampai distribusi. Sedangkan hampir semua produksi BBO, sebagai syarat bekerjanya industri obat, berasal dari luar negeri. Hal ini menunjukkan besarnya ketergantungan industri farmasi nasional terhadap BBO impor. Jika pasokan BBO dari luar negeri terganggu, maka hampir keseluruhan industri farmasi nasional juga akan terganggu.

Keterangan:

Gambar 1.1 Kondisi Industri Farmasi Indonesia pada Saat Ini

Intermediate Bahan Baku

Obat

Obat (Formulasi)

Distribusi Obat

(16)

2

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Dalam rantai pasok BBO sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1, mayoritas industri farmasi di Indonesia bergerak pada industri formulasi atau industri pembuatan obat. Industri obat itu sendiri masih sangat tergantung pada impor BBO yang terdiri dari bahan baku obat aktif (Active Pharmaceutical Ingredient/API) dan bahan baku penunjang/eksipien (excipient) terutama dari China, India, Jepang dan Eropa. Demikian pula,semua bahan baku antara (intermediate) berasal dari luar negeri. Jika mata rantai dalam Gambar 1.1 diperpanjang ke hulu, maka industri intermediate tergantung pada industri bahan mentah (raw materials) seperti halnya industri petrokimia. Di Indonesia belum ada industri petrokimia yang dikhususkan untuk memasok BBO.

Ketergantungan industri farmasi akan impor BBO ini bisa mengancam kesinambungan bahan baku, jaminan kualitas bahan baku, kestabilan harga bahkan ketersediaan obat di Indonesia. Di sisi lain, membangun industri BBO membutuhkan dukungan infrastruktur dan banyak aspek, mulai dari teknologi, tersedianya industri kimia dasar, fasilitas regulasi hingga prospek potensi pasarnya.

Menurut Menteri Kesehatan (Bisnis.com, 15 Juli, 2020), pada tahun 2019 di dalam negeri

sudah terdapat industri BBO sebanyak 14 industri, industri obat tradisional 120 industri, industri ekstrak bahan alam 17 industri. Pengembangan bahan baku sediaan farmasi akan dikembangkan secara bertahap dalam 4 fokus utama yakni bahan baku natural, kimia (API), biopharmaceutical, dan vaksin.

Pengembangan BBO di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala, hal ini yang mengakibatkan tingginya angka impor BBO. Kendala tersebut antara lain adalah:

(1) Di sisi permintaan (demand):

a) Meskipun nilai pasar farmasi (obat-obatan) cukup besar, tetapi pangsa pasar Indonesia dibandingkan dengan dunia cukup kecil, sekitar 0,5 persen. Sementara itu untuk mencapai skala ekonomi, industri BBO volume produksi harus besar, bahkan melebihi kebutuhan nasional. Jika produsen BBO hanya mengandalkan pasar nasional, maka sulit untuk mencapai skala ekonomi; b) Ketidakpastian penggunaan produk dalam negeri oleh industri farmasi maupun

pengadaan obat oleh pemerintah (government procurement). (2) Pada industri BBO:

a) Industri peralatan dan mesin untuk memproduksi BBO masih belum dikuasai, baik teknologi sisntetis maupun teknologi pemurnian belum didukung oleh teknolgi terkini;

b) Masih terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan ketrampilan yang diperlukan, minimnya infrastruktur penelitian yang diperlukan, tidak berjalannya alihteknologi dari perusahaan penanaman modal asing, serta daya tarik yang tinggi dari institusi penelitian di luar negeri, sehingga banyak sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas yang hengkang dan bekerja di luar negeri;

(17)

3

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat Outlook Teknologi Kesehatan 2020

(3) Di sisi pasokan (supply):

a) Industri penunjang (kimia dasar) belum menunjang sehingga ketergantungan impor tinggi (intermediate);

b) Industri kimia dasar dalam negeri belum terintegrasi dengan industri BBO sintesa kimia;

c) Pemanfaatan sumber daya alam baik tumbuhan, hewan, biota laut, bahan tambang dan mineral, maupun gas bumi yang masih terbatas.

Kendala-kendala tersebut dapat berpotensi menimbulkan kekosongan obat. Kondisi tersebut sangat riskan, mengingat obat memiliki peran penting tidak hanya dari aspek kesehatan, tapi juga dari aspek sosial dan ekonomi.

Indonesia memiliki peluang mengembangkan industri BBO dengan pendekatan sintesis kimia maupun bioteknologi. Potensi yang paling besar untuk dikembangkan dalam jangka panjang adalah industri BBO berbasis tanaman, mikroorganisme dan biota laut. Tren masa depan industri farmasi adalah berbasiskan biopharmaceuticals dan produk natural. Industri farmasi nasional perlu melakukan transformasi, bukan hanya sebagai industri farmasi yang bersifat formulasi, namun kedepan menjadi industri yang memiliki kemampuan menjadi industri farmasi berbasiskan riset dan pengembanga n serta manufaktur yang memiliki kemampuan untuk memproduksi BBO secara mandiri. Dukungan terhadap terciptanya industri farmasi yang terintegrasi, mulai dari penguasaan teknologi, produksi bahan baku, produksi formulasi farmasi dan peningkatan peluang pasar dalam negeri maupun ekspor.

Ada tiga pemangku kepentingan (stake holder) utama yang memiliki peran sentral dalam pengembangan dan penyedian BBO:

(1) Industri farmasi yang memiliki tanggung jawab dalam hal pengembangan BBO dalam negeri.

(2) Pemerintah yang harus memiliki “political will” untuk melaksanakan peningkatan kemandirian BBO ini.

(3) Peneliti dan akademisi yang memiliki kapasitas untuk pengembangan BBO.

Buku Outlook Teknologi Kesehatan Tahun 2020 ini memuat beberapa informasi, antara lain tentang kondisi saat ini serta proyeksi di masa yang akan datang tentang rantai pasok BBO dari sisi peta kemampuan/penguasaan teknologi, analisis pasar dan nilai tambah. Juga analisis serta strategi kebijakan yang diperlukan dalam upaya penguatan rantai pasok BBO. Pemaparan dimulai dari hilir yakni industri farmasi (obat), industri BBO dan industri intermediate. Dalam konsep rantai pasok, aliran pasokan barang (jasa) berasal dari hulu ke hilir, sebaliknya aliran nilai pembelian berasal dari hilir ke hulu. Dengan a sumsi bahwa hidupnya rantai pasok disebabkan adanya tarikan atau rangsangan dari sesi permintaan (demand driven) maka pemaparan dimulai dari hilir.

(18)

4

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat Outlook Teknologi Kesehatan 2020

1.2 Ruang Lingkup

Dalam kegiatan ini dilakukan tinjauan/review kondisi eksisting dari rantai pasok BBO. Dalam konteks rantai pasok, tinjauan dilakukan terhadap industri BBO, industri yang menjadi pasar bagi BBO, yaitu industri obat dan industri pemasok BBO, yaitu industri intermediate. Secara substansial tinjauan meliputi: pemetaan kemampuan teknologi saat ini; analisis pasar dan nilai tambah; serta analisis kebijakan terkait rantai pasok BBO di Indonesia. Tahap selanjutnya adalah melakukanproyeksi kebutuhan produk dan teknologi BBO hingga tahun mendatang (2035). Kesenjangan (gap) antara kedua kondisi ini dipengaruhi oleh tren atau isu-isu yang berkembang di industri farmasi seperti: perubahan demografi; pola penyakit; perkembangan Research and Development (R&D), inovasi dan teknologi di industri farmasi; kebijakan pemerintah serta perkembangan industri farmasi di negara lain yang relatif lebih maju (benchmark). Selain itu, analisis juga dilakukan untuk menghasilkan peta kebutuhan dan prioritas teknologi dalam rantai pasok BBO yang perlu dikembangkan di masa yang akan datang.

Aktifitas, ruang lingkup dan metodologi pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini:

Tabel 1.1 Aktivitas, Ruang Lingkup dan Metode Penelitian

Aktifitas Ruang Lingkup Metode

Pemetaan Teknologi ▪ Karaktestik/Struktur Industri atau Pohon Industri

▪ Analisis Proyeksi Kebutuhan Teknologi dalam Rantai Pasok BBO Analisis Pasar dan Nilai

Tambah

▪ Pemetaan Kemampuan Teknologi (Eksisting) dalam Rantai Pasok Bahan Baku Obat (BBO)

▪ Analisis Proyeksi Ekonomi (supply & demand) ▪ Analisis Daya Saing

(Diamond Porter) ▪ Analisis I-O Analisis kebijakan dan

Strategi Pengembangan

▪ Identifikasi Proyeksi

Kebutuhan Teknologi dalam Rantai Pasok BBO Masa Depan.

▪ Analisis Benchmark

Kajian ini menggunakan metode analisis deskriptif eksploratif yang didukung data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan antara lain melalui cara -cara berikut:

1 Focus Group Discussion (FGD)

2 Penelitian Lapangan (in-depth interview), dengan melakukan kunjungan langsung ke beberapa institusi terkait yang menjadi objek penelitian untuk memperoleh data yang relevan, aktual dan valid baik data kualitatif maupun kuantitatif.

3 Studi komprehensif dengan mengkaji bahan-bahan dari berbagai media, buku/literatur, artikel dan jurnal terkait.

4 Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui data publikasi resmi yang dikeluarkan oleh instansi terkait baik pemerintah dan swasta (misalnya Bank Indonesia, BPS,

(19)

5

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat Outlook Teknologi Kesehatan 2020

perguruan tinggi maupun lembaga-lembaga penelitian) serta melalui jaringan data e-book maupun internet).

1.3 Metodologi

Fokus Outlook Teknologi Kesehatan tahun 2020 adalah tentang penguatan rantai pasok BBO. Heizer dan Render (2005) menyebutkan bahwa rantai pasokan mencakup semua interaksi di antara pemasok, produsen, distributor, dan pelanggan. Rantai ini mencakup transportasi, informasi perencanaan, transfer uang secara kredit maupun tunai, serta juga transfer ide, desain dan bahan.

Seide dengan itu, Assauri (2016) menyebutkan bahwa suatu rantai pasokan adalah rangkaian dari organisasi yang berkaitan dengan fasilitas, fungsi dan kegiatan atau aktivitas, yang terlibat dalam produksi dan delivery suatu produk atau jasa. Rangkaian aktivitas itu mulai dari pemasokan dasar berupa bahan baku, dan kemudian memperluasnya ke keseluruhan kegiatan penyampaian ke pelanggan akhir.

Dengan demikian, rantai pasok BBO dapat diartikan sebagai kegiatan industri BBO dan interaksinya dengan industri antara (intermediate) pemasok BBO, dan industri obat. Jika diperpanjang ke hulu, rantai pasok tersebut dapat juga mencakup industri raw materials. Jika diperpanjang ke hilir, rantai pasok tersebut bisa mencakup instalasi farmasi dan pasien (penggunaobat), serta para pedagang yang mendistribusikan baik BBO maupun obat (lihat Gambar 1.2).

Ket:

PBBBF = Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi PBF = Pedagang Besar Farmasi

Gambar 1.2 Rantai Pasok Bahan Baku Obat

Outlook Teknologi Kesehatan ini membahas rantai pasok BBO sebagaimana Gambar 1.2 di atas, dengan lebih memfokuskan pada mata rantai intermediate, bahan baku obat dan produksi obat (sering disebut juga produk farmasi). Pembahasan meliputi aliran barang/jasa dari hulu ke hilir, aliran nilai pembelian dari hilir ke hulu, aliran informasi, juga kebijakan dan regulasi yang mengatur setiap mata rantai di atas.

Raw Material Intermediate Bahan Baku Obat Obat (Formulasi) Instalasi Kesehatan Pasien PBBBF &PBF

(20)

6

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat Outlook Teknologi Kesehatan 2020

1.3.1 Sumber dan Metode Memperoleh Data

Sumber Data/Informasi

Outlook Teknologi Kesehatan edisi 2020 ini disusun berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari data primer maupun sekunder. Data primer diperoleh dari narasumber baik melalui hasil survei lapangan maupun dengan mengadakan FGD. Sumber data dan informasi tersebut berasal dari berbagai pihak yang terkait, seperti tercantum dalam tabel di bawah ini:

Tabel 1.2 Sumber Data dan Informasi dalam Kajian

No. Institusi Lokasi Data/Informasi

1 Institusi Pemerintah (Regulator)

− Badan Pusat Statistik (BPS) Jabodetabek Data terkait farmasi/bahan baku obat

− Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan

Jabodetabek Kebijakan kesehatan, pola penyakit

− Direktorat Pengawasan Produksi Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor, Badan Pengawasan Obat dan Makanan

Jabodetabek Kebijakan kesehatan

− Direktorat lndustri Kimia Hulu, Direktorat Jenderal lndustri Kimia, Farmasi dan Tekstil, Kementerian Perindustrian

Jabodetabek Kebijakan industri, kondisi pasok dan pasar

2 Institusi Riset

− Sekolah Farmasi, ITB Bandung Kemampuan R&D, teknologi − Fakultas Farmasi, UGM Yogyakarta Kemampuan R&D, teknologi − Fakultas Farmasi, Unair Surabaya Kemampuan R&D, teknologi 3 Industri BBO (Supply) & Farmasi (Demand)

− PT. Kimia Farma Sungwun Pharmacopia

Jabodetabek Industri, produksi & kondisi pasar − PT. Sinkona Indah Lestari (SIL),

Subang

Semarang Industri, produksi & kondisi pasar − GP (Gabungan Perusahaan)

Farmasi Indonesia

(21)

7

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Metode Pengumpulan Data/Informasi

Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan melakukan survei lapangan melalui wawancara langsung maupun diskusi terfokus atau FGD. Wawancara dilakukan melalui in-depth interview terhadap para pembuat kebijakan, pelaku industri, akademisi, maupun asosiasi industri farmasi nasional. Pengamatan dilakukan untuk mendapatkan berbagai informasi yang berhubungan dengan pokok bahasan kegiatan penelitian.

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data kualitatif maupun kuantitatif yang diperoleh dari berbagai sumber antara lain; Kementerian, Lembaga serta berbagai instansi terkait lainnya yang telah disebutkan di atas, dan juga diperoleh melalui studi pustaka dari media offline maupun online yang berkaitan dengan industri BBO maupun farmasi.

1.3.2 Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data dalam penyusunan buku Outlook Teknologi Kesehatan 2020 terdiri atas:

▪ Ekstrapolasi

▪ Analisis Daya Saing (Diamond Porter) ▪ Analisis I-O (Input-Output)

▪ Analisis Patok Banding (Benchmark) ▪ Expert and Stakeholder Panels

(22)

Gambaran Umum Industri Farmasi

(23)

8

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

2.1 Gambaran Umum Industri Farmasi Global

Industri farmasi merupakan industri yang spesifik dengan karakteristik: (1) padat modal (capital intensive), (2) padat teknologi (technology intensive), (3) ketat regulasi (higly regulated), dan (4) tenaga kerja terlatih (highly skilled labour). Dengan karakteristik tersebut, industri farmasi pada umumnya dikuasai sepenuhnya oleh perusahaan multi nasional (Multi National Corporation) yang secara keuangan, teknologi maupun sumberdaya lainnya sangat kuat.

Sampai dengan tahun 2015, total volume obat yang diproduksi secara global masih didominasi oleh proses teknologi konvensional (ekstraksi, sintesis, maupun proses kimia lainnya). Data pada Gambar 2.1 menunjukkan bahwa pada tahun 2019 pengembangan senyawa obat baru secara kimia sintesis masih dominan, meskipun senyawa obat baru berbasis biologi mempunyai keragaman yang lebih banyak.

Sumber: http://www.statista.com/statistics/

Gambar 2.1 Sepuluh Jenis Senyawa Obat Baru yang Masuk Pada Jalur R&D Tahun 2019

Berdasarkan kelas terapi, pada tahun 2014 obat-obat untuk terapi kanker masih dominan di pasar dunia yang ditunjukkan oleh nilai penjualan yang mencapai $ 74.4 miliar, disusul oleh kelompok anti diabetes sebesar $ 63,6 miliar (www.statista.com/statistic) seperti terlihat pada Gambar 2.2. Data pada gambar tersebut juga sekaligus menunjukkan kecenderungan pola penyakit yang diprediksi akan terjadi di masa yang akan datang, di mana kelompok penyakit tidak menular (non communicable diseases) akan semakin bertambah, dan sebaliknya kelompok penyakit menular (communicable diseases) akan semakin berkurang. 340 373 392 107 128 512 520 840 2.041 8.285 0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 Biological, cellular, autologous

Biological, virus particles Chemical, synthetic, nucleic acid Biological, nucleic acid, viral vector Chemical, synthetic, peptide Biological, cellular Biological, protein Biological, protein, recombinant Biological, protein, antibody Chemical, synthetic Jumlah Te kn ol og i Pro se s

(24)

9

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

Sumber: http://www.statista.com/statistics/491062/

Gambar 2.2 Nilai Penjualan Obat Dunia Berdasarkan Kelas Terapi pada Tahun 2014 dan Perkiraan pada tahun 2020

Peringkat perusahaan farmasi besar dunia hampir tidak terjadi pergeseran berarti dalam jumlah pendapatan dalam 5 tahun terakhir, sebagaimana terlihat pada Tabel 2.1 tentang daftar 10 perusahaan besar farmasi. Perusahaan tersebut mempunyai jumlah pendapatan lebih dari $ 10 miliar per tahun dan sebagian besar perusahaan farmasi tersebut berasal dari Amerika Serikat.

37 27 60 32 44 37 52 65 100 110 26,6 28,2 35,9 39,1 39,6 40,3 47,5 59,8 63,6 74,4 Antikoagulan Dermatologi Autoimun Kesehatan Mental Gangguan Anti bakteri Anti hipertensi Analgesik Anti diabetes Onkologi Juta $ Ke lo m po k T e ra pi O ba t 2014 2020

(25)

10

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

Tabel 2.1 Sepuluh Perusahaan Farmasi Dunia dengan Nilai Pendapatan Lebih Dari $ 10 Miliar

Ranking Perubahan Perusahaan

$ Miliar

2020 2019 2018 2017 2016 2015 2014 2013 2012 2011

1 Johnson & Johnson, NYSE: JNJ

20.69 Q1

82.06 81.60 76.50 71.89 70.10 74.30 71.31 67.20 65.00

2 Roche, SIX: ROG 15.74

Q1

63.85 56.86 57.37 50.11 47.70 49.86[ 48.53 47.80 45.21

3 Pfizer, NYSE: PFE 23.83

Q2 51.75 53.60 52.54 52.82 48.85 49.61[ 51.58[ 58.99 65.26 4 Novartis, NYSE: NVS 12.28 Q1 47.45 51.90 49.11 48.52 49.41 58.00 57.36 56.67 58.57 5 4 Bayer, FWB: BAYN 48.02 45.06 27.76 25.27 24.09 25.47 24.17 24.30 23.11 6 GlaxoSmithKline, LSE: GSK 11.72 Q1 43.92 43.14 42.05 34.79 29.84 37.96 41.61 39.93[ 41.39

7 Merck & Co., NYSE: MRK

12.06 Q1

46.84 42.30 40.10 39.80[ 39.50 42.24 44.03 47.27 48.05

8 3 Sanofi, NYSE: SNY 39.28 39.07 42.91 36.57 36.73 43.07 42.08 46.41 44.34 9 1 AbbVie, NYSE: ABBV 8.62 Q1 33.27 32.75 28.22 25.56 22.82[ 19.96 18.79[

10 Abbott Laboratories,

NASDAQ: ABT

7.73 Q1 31.90 30.60 27.39 20.85[ 20.41 20.25 21.85 39.87 38.85[

(26)

11

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

Perusahaan-perusahaan farmasi di atas dikenal sebagai perusahaan yang melakukan riset termasuk dalam pengembangan bahan baku obat baru. Seperti perusahaan farmasi di Amerika Serikat, perusahaan farmasi di Eropa juga melakukan kegiatan riset dalam pengembangan BBO baru. Perbandingan biaya investasi riset dan pengembangan perusahaan farmasi di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Sumber: Efpia, 2018 Keterangan:

− Amerika Serikat: $ juta; Eropa: € juta; Jepang: ¥ juta x 100

− Tahun 2016 data biaya riset dan pengembangan di Jepang tidak tersedia

Gambar 2.3 Perbandingan Biaya Riset dan Pengembangan antara Perusahaan Farmasi Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, Tahun 1990-2016

Besarnya investasi riset dan pengembangan obat baru pada phase III dijelaskan pada Gambar 2.4. Menurut data tahun 2016, biaya uji klinis mencapai 48 persen dari total biaya yang dibutuhkan untuk pengembangan obat baru. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan struktur investasi riset dan pengembangan obat baru pada tahun 2012 berdasarkan survei PARMA pada tahun 2014 terhadap anggotanya, di mana biaya untuk uji klinis mencapai 51,4 persen dari total biaya yang dibutuhkan untuk pengembangan obat baru (Efpia, 2014).

(27)

12

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

Sumber: https://www.statista.com/statistics/315957/ ; Efpia, 2018

Gambar 2.4 Persentase Pembiayaan Riset dan Pengembangan Senyawa Obat Baru pada Tahun 2016

BMI (Business Monitor International) Research dan IMS (Intercontinental Medical Statistics) Health memprediksi adanya peningkatan permintaan produk farmasi di negara berkembang dari sekitar $ 280 miliar pada 2017 menjadi $ 490 miliar pada tahun 2025. China diperkirakan menyumbang sekitar 40 persen dari total permintaan produk farmasi tersebut. Negara-negara lain (Brasil, India, Rusia, dan sejumlah negara berkembang yang lebih kecil) diperkirakan akan menggandakan pengeluaran farmasi hingga tahun 2025. Perkembangan pasar farmasi di China dan negara-negara lain dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Sumber: Agarwal, A., dkk., 2017

Gambar 2.5 Potensi Pasar Farmasi di China dan Negara Lain (Brasil, India, Rusia dan Negara Kecil Lainnya)

19,2 11,4 3,7 28 11,3 9,2 48,5 17,2 0 10 20 30 40 50 60 Uncategorized Pharmacovigiliance/Phase IV Approval Phase III Phase II Phase I Clinical trial Pra human pra clinical

% A lo ka si R ise t 40 110 145 220 125 140 190 260 0 50 100 150 200 250 300 2010 2015 2020 2025 Jut a S Tahun China Negara lain

(28)

13

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

2.2 Gambaran Umum Industri Farmasi Nasional

Industri farmasi nasional hingga tahun 2020 berjumlah 230 perusahaan, di mana hampir seluruh perusahaan farmasi ini masih mengandalkan produk sediaan akhir dengan bahan baku yang hampir 95 persen diimpor terutama dari China dan India.

PT Kalbe Farma memperkirakan pasar farmasi Indonesia mencapai Rp 102,8 triliun pada tahun 2020. Angka ini meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan pada posisi 2016 sebesar Rp 69,1 triliun dengan asumsi bahwa pertumbuhan (CAGR) pasar farmasi Indonesia periode 2011-2015 sebesar 10 persen (Gambar 2.6). Sementara itu GPFI menyebutkan bahwa pasar farmasi Indonesia pada tahun 2019 sebesar Rp 80 triliun dengan perkiraan pertumbuhan 7,06 persen per tahun (Media Indonesia, 2020). Cekindo.com menyebutkan pasar farmasi Indonesia Rp 84 triliun dengan perkiraan pertumbuhan 12 - 13 persen per tahun.

Sumber: PT. Kalbe Farma Tbk.

Gambar 2.6 Pasar Farmasi Indonesia, 2011-2020

Beberapa industri farmasi Indonesia telah menginisiasi proses penelitian dan produksi BBO aktif kimia dan biofarmasi. Industri farmasi tersebut juga mulai membangun dan mengajukan izin pendirian fasilitas produksi BBO melalui berbagai skema kerjasama baik dengan institusi/lembaga dalam negeri maupun luar negeri.

2.3 Benchmark Kebijakan Industri Farmasi di Negara Lain

Benchmarking (patok banding) adalah suatu proses mengidentifikasikan “praktek terbaik” terhadap suatu industri dengan industri yang sama di negara lain untuk industri farmasi secara umum maupun industri BBO kimia lebih khususnya ada 6 (enam) negara yang dinilai lebih maju sehingga bisa dijadikan patok banding, yaitu China, India, Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan Korea Selatan.

43,1 47,3 52,03 57,4 63,1 69,1 102,8 0 20 40 60 80 100 120 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2020 Pa sa r F armas i ( Tril iun ) Tahun

(29)

14

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

Investasi untuk kegiatan penelitian dan pengembangan BBO di China merupakan salah satu yang pertumbuhannya tertinggi di dunia. Tahap penelitian dan pengembangan yang biasa dilakukan di China diawali dengan proses meniru produk asing, kemudian berkembang menjadi produk obat dengan memodifikasi struktur molekul obat maupun metode penjualannya. Hal tersebut mendorong China untuk meneliti produk industri kimia menjadi bahan baku untuk BBO. Salah satu kebijakan terkait aktivitas penelitian dan pengembangan di China adalah membuka peluang kepada perusahaan swasta untuk berinvestasi di berbagai aktivitas penelitian dan pengembangan. Hal ini dibuktikan dengan 75% penelitian dan pengembangan di sektor farmasi dilakukan oleh pihak swasta.

Disisi lain pemerintah India mendorong industri farmasi agar dapat memiliki standar manufaktur yang tinggi sehingga diakui oleh lembaga-lembaga pengawas obat dan makanan internasional. Setidaknya ada 262 parbrik obat yang fasilitas produksinya disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (United States of Food and Drugs Administration - US FDA) dan 253 pabrik telah disetujui oleh Direktorat untuk Kualitas Obat-obatan Eropa (European Directorate for the Quality of Medicine - EDQM). Disamping itu ada 1.300 pabrik yang telah sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Semantara itu, pemerintah Korea Selatan pada periode 1980-an, mencabut kebijakan larangan impor. Hal ini mendorong industri farmasi Korea Selatan untuk bersaing dengan industri farmasi asing yang berdampak pada memburuknya neraca perdagangan sektor farmasi. Pada tahun 1987 pemerintah Korea Selatan membuat regulasi tentang paten terkait obat dan bahan bakunya, sehingga perusahaan farmasi tidak bisa dengan mudah membuat bahan baku obat. Kebijakan ini mendorong perusahaan farmasi untuk melakukan investasi penelitian dan pengembangan terkait pengembangan obat baru yang belum ada patennya.

Selengkapnya patok banding terkait dengan kebijakan sektor kesehatan/farmasi di negara-negara China, India, Amerika, Eropa, Jepang dan Korea Selatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini:

(30)

15

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

Tabel 2.2 Ringkasan Kebijakan Industri Farmasi di Berbagai Negara

No. Negara Aspek Kesehatan dan Industri

Farmasi Aspek Regulasi Aspek Keuangan Aspek Dukungan Lainnya

1.

China

• Pemerintah China pada awal 1980-an melakukan reformasi terkait liberalisasi pasar pada sektor kesehatan • Pemerintah Pusat melepas

tanggungjawab terkait sistem perawatan kesehatan. Perawatan kesehatan masyarakat dibebankan ke pemerintah daerah dan masyarakat.

• Badan Pengawasan Obat dan Makanan China menerapkan

Good Manufacturing

Practices (GMP) kepada produsen BBO

• Pemerintah menerapkan kebijakan harga dan penggantian (Pricing and Reimbustment)

• Kebijakan penyediaan jaminan kesehatan dasar bagi seluruh masyarakat pada tahun 2020.

• Pemerintah menyediakan anggaran sebesar 850 Milyar Yuan untuk investasi dalam reformasi sektor kesehatan

• Tahap penelitian dan pengembangan yang sudah biasa dilakukan di China diawali proses meniru produk asing. BBO adalah salah satunya

• pemerintah China membuka peluang perusahaan swasta untuk berinvestasi di berbagai aktivitas penelitian dan pengembangan. 75% penelitian dan pengembangan dilakukan oleh pihak swasta

• pemerintah China fokus untuk mengembangkan beberapa wilayah untuk pengembangan industri farmasi, diantaranya Beizing, hanghai, Shenzhen dan lainnya

2. India • Negara tujuan ekspor utama industri farmasi di India adalah Amerika Utara (27%); Uni Eropa (18%); Afrika (18%); Timur Tengah (7%); ASEAN (6%); Amerika Latin

(6%); dan CIS

(Commonwealth of Independent States) (6%).

• Kebijakan utama industri farmasi:

− Kebijakan Obat (Drugs

Policy)

− Kebijakan Harga Obat (Drugs Price Control Order) • Pemerintah memberi kemudahan industkri farmasi untuk dapat memiliki standar

• National Pharmaceutical Pricing Authority (NPPA) dibuat untuk penetapan harga/ revisi produk farmasi • pemerintah membentuk dua

komite yaitu: Pharmacy Research & Development Committee (PRDC) dan Komite

Peninjau Kontrol Harga Obat

• Pemerintah India membuat Lembaga Pendidikan dan Penelitian Farmasi Nasional/National Institute

of Pharmaceutical Education and Research (NIPER)

• Untuk mendorong R&D, obat-obatan baru

(31)

16

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat No. Negara Aspek Kesehatan dan Industri

Farmasi Aspek Regulasi Aspek Keuangan Aspek Dukungan Lainnya

• Investasi asing di sektor farmasi dibatasi sebesar 51%

manufaktur yang baik untuk disetujui US FDA

dibebaskan dari kontrol harga selama 10 tahun 3. Amerika Serikat • The U.S. Food and Drug

Administration (FDA) dibentuk pada tahun 1906 karena bermuculannya obat palsu

• program asuransi kesehatan dengan pembiayaan pemerintah:

− masyarakat berusia di atas 65 tahun,

− masyarakat dengan cacat permanen,

− masyarakat miskin/ tidak mampu

− anak dibawah 18 tahun yang tidak memenuhi syarat masuk asuransi

• FDA memiliki acuan dalam perizinan obat, dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pengujian obat hingga menjadi obat yang boleh dipasarkan

• Sistem jaminan kesehatan di Amerika Serikat memiliki banyak keterkaitan antara pihak baik masyarakt sebagai pasien, perusahaan dan pemerintah

• Sistem jaminan kesehatan di Amerika Serikat memiliki dua sumber pembiayaan yaitu pembiayaan publik (oleh pemerintah) dan pembiayaan swasta

• Koordinatornya adalah

Centers for Medicare & Medicaid Services (CMS),

sedangkan jenis programnya antara lain Medicare, Medicaid, dan the Children’s Health Insurance Program

(CHIP) dimana seluruhnya dibiayai oleh pemerintah 4. Negara Eropa • negara-negara Eropa

membuat European Medicine

Agency (EMA)

• Di Eropa kebijakan penangguhan biaya (cost

containment) dan kepastian

untuk pendanaan publik

• Kebijakan harga produk farmasi di negara-negara Eropa menggunakan pendekatan (external

benchmarking) dan (internal benchmarking)

(32)

17

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat No. Negara Aspek Kesehatan dan Industri

Farmasi Aspek Regulasi Aspek Keuangan Aspek Dukungan Lainnya

5. Jepang • Tahun 2004 Pemerintah Jepang membentuk

Pharmaceutical and Medical

Device Agency (PMDA),

tugasnya adalah evaluasi pengembangan obat baru dan alat kesehatan, memastikan keamanan pasar obat dan alat kesehatan dan mengawasi dampak-dampak dari produk obat dan alat kesehatan.

• Kebijakan administratif sektor Farmasi di negara Jepang fokus pada beberapa elemen antara lain: (1) Mengenai farmasi dan alat kesehatan; (2) Peraturan mengenai oraganisasi terkait farmasi dan alat kesehatan; (3) Peraturan mengenai keamanan pasokan produk kesehatan; dan lainnya

• Kebijakan negara berada di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan (Ministry of

Health, Labour and Welfare)

• Adanya Health Technology

Assessment (HTA) yang

menjelaskan pengelolaan anggaran sektor kesehatan

terutama untuk

pengembangan teknologi di sektor kesehatan

• Sistem paten produk farmasi di Jepang merupakan turunan dari peraturan mengenai farmasi

• terkait aktivitas penelitian dan pengembangan di sektor farmasi Jepang juga membuat institusi khusus terkait sektor kesehatan yang diberi nama National

Institute of Public Health

6. Korea Selatan • Tahun 1987 Pemerintah membuat regulasi tentang paten terkait obat dan bahan bakunya

• Melalui kebijakan izin paten, banyak industri mulai tersadarkan tentang pentingnya investasi

penelitian dan

pengembangan terkait pengembangan obat baru • Tahun 1995 pemerintah

Korea Selatan mendirikan

Korea Health Industry

Development Institute (KHIDI)

yang fokus untuk memperkuat daya saing

• Anggaran pemerintah Korea untuk melakukan investasi penelitian dan pengembangan di sektor farmasi pada periode 2006-2014 mengalami trend yang terus meningkat

• Distribusi dukungan anggaran penelitian dan pengembangan yang diberikan pemerintah Korea Selatan dikelompokan ke beberapa penerima: Lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah, Universitas, Perusahaan dan lainnya

• pemerintah Korea Selatan mendirikan Korea Health

Industry Development

Institute (KHIDI) yang fokus

untuk memperkuat daya saing industri farmasi di Korea Selatan.

(33)

18

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat No. Negara Aspek Kesehatan dan Industri

Farmasi Aspek Regulasi Aspek Keuangan Aspek Dukungan Lainnya

industri farmasi di Korea Selatan

• Pemerintah menerapkan rencana 5 tahunan pembangunan industri farmasi. Saat ini telah memasuki periode ke 2 “The

second five-year

comprehensive plan to

promote and support

pharmaceutical industry (2018~2022)”

• Universitas adalah penerima bantuan terbesar dari pemerintah untuk R&D

(34)

19

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

2.4 Kebijakan Industri Farmasi

2.4.1 Kebijakan pada Pengembangan Industri Farmasi

Regulasi yang menjadi acuan nasional terkait industri farmasi adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 4, sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Selain itu , Pasal 1 ayat 5 menjelaskan bahwa alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

Sementara, pengembangan Industri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Pada Undang-Undang tersebut tidak diberikan penjelasan secara spesifik jenis-jenis Industrinya, akan tetapi dijelaskan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 Tentang: Kewenangan Pengaturan, Pembinaan, Pengembangan Industri. Pada pasal 2 ayat 1 butir c, berbunyi ”Industri bahan obat dan obat jadi termasuk obat asli Indonesia, diserahkan kepada Menteri Kesehatan.”

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1986 yang masih berlaku ini, terlihat jelas bahwa kewenangan terkait Industri bahan obat dan obat merupakan kewenangan dari Menteri Kesehatan. Namun, Kementerian Perindustrian berupaya untuk menjalin koordinasi dengan Kementerian Kesehatan terkait pengembangan Industri farmasi. Untuk menindaklanjuti amanah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tersebut, maka Menteri Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799 Tahun 2010 tentang Industri Farmasi. Definisi Industri farmasi pada PMK Nomor 1799 Tahun 2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.

Terkait pengembangan industri yang juga merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 , maka pemerintah melalui dokumen Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 membuat Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015-2035. Pada dokumen tersebut dirinci berbagai Industri prioritas nasional, dimana terdapat 10 industri prioritas yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu industri andalan, industri pendukung dan industri hulu. Secara visual dapat dilihat pada Gambar 2.7.

(35)

20

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

Sumber: Dokumen RIPIN, 2015

Gambar 2.7 Bangunan Industri Nasional

Pada bangunan industri nasional tersebut terdapat 6 sektor industri andalan Nasional, antara lain industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan. Untuk menjalankan Peraturan Pemerintah tersebut, Kementerian Kesehatan meresponnya dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.

2.4.2 Kebijakan Percepatan Kemandirian Industri Farmasi

Untuk menuju industri farmasi yang mandiri sejak tahun 2016 pemerintah mengambil langkah-langkah kebijakan percepatan. Langkah awal percepatan adalah dengan dikeluarkannya Paket Kebijakan Ekonomi XI Tahun 2016, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 17 tahun 2017 tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.

(36)

21

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber

Gambar 2.8 Langkah Kebijakan Menuju Kemandirian Industri Farmasi

Paket Kebijakan Ekonomi XI Tahun 2016, salah satu isinya adalah tentang Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, dilanjutkan dengan terbitnya Instruksi Presiden Nomor 6 Tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan sebagai realisasi dari paket kebijakan ekonomi XI . Beberapa Kementerian dan lembaga yang diberi tugas untuk mengimplementasikan Inpres No. 6 Tahun 2016. Inpres No. 6 Tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar 2.9:

Peta Jalan Pengembangan

Industri BBO, BBOT & Alkes (Permenkes No. 87, 88/2013) Paket Kebijakan Ekonomi XI (Tahun 2016) Percepatan Pengembangan Industri Farmasi & Alkes (Inpres No. 6/2016) Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi & Alkes (Permenkes No.17/2017) Undang-undang No. 36/2009 tentang Kesehatan Undang-undang No.3/2014 tentang Perindustrian Perpres No.14 / 2015, Rencana Induk Pengembangan Industri 2015-2035 Perpres No. 38 /2018, Rencana Induk Riset Nasional 2017-2045 Kepmenkes No. 52/2015, Renstra Kemenkes 2015-2019 Permenkeu No. 159/PMK.010/2015 Tax Holiday Permenkeu No. 18/2015 jo No. 9/2016 Tax Allowance: PP No. 45/2019

(37)

22

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

Sumber: Inpres No. 6 Tahun 2016

Gambar 2.9 Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan

Pada Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016, tugas Kementerian Kesehatan:

a. Menyusun dan menetapkan rencana aksi pengembangan Industri farmasi dan a lat kesehatan;

b. Memfasilitasi pengembangan Industri farmasi dan alat kesehatan terutama pengembangan ke arah biopharmaceutical, vaksin, natural, dan Active Pharmaceutical Ingredients (BBO) kimia;

c. Mendorong dan mengembangkan penyelenggaraan riset dan pengembangan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam rangka Kemandirian Industri farmasi dan alat kesehatan;

d. Memprioritaskan penggunaan produk sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam negeri melalui e-tender dan e-purchasing berbasis e-katalog;

e. Mengembangkan sistem data dan informasi secara terintegrasi yang berkaitan dengan kebutuhan, produksi dan distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan, pelayanan kesehatan serta Industri farmasi dan alat kesehatan;

Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2016

tentang

Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan

Tujuan :

1. Menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka jaminan kesehatan nasional;

2. Meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan di dalam negeri dan ekspor;

3. Mendorong penguasaan teknologi dan inovasi dalam bidang farmasi dan alat kesehatan; dan

4. Mempercepat kemandirian dan pengembangan produksi bahan baku obat, obat, dan alat kesehatan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan ekspor serta memulihkan dan Meningkatkan kapasitas industri. Kegiatan industri/utilisasi

Kementerian Kesehatan

Kementerian

Perindustrian BPOM Kementerian BUMN BKPM Kementerian

Perdaganagan

LKPP Kemenko

Perekonomian

Kemenko Pembangunan Manusia

(38)

23

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

f. Menyederhanakan sistem dan proses perizinan dalam pengembangan Industri farmasi dan alat kesehatan; dan

g. Melakukan koordinasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk meningkatkan kapasitas BPJS sebagai pemberi dana dan memperluas kontrak dengan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan.

Kementerian Kesehatan sudah membuat beberapa regulasi terkait Industri Farmasi dan Alat Kesehatan khususnya sebelum diterbitkannya Inpres No. 6 Tahun 2016 tersebut, antara lain seperti:

1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 87 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengembangan BBO,

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2013 Tentang Peta Jalan Pengembangan BBO, telah disebutkan untuk mengetahui penyebab permasalahan maka dilakukan analisis SWOT (strength, weakness, opportunity dan threat) sehingga didapat hasil sebagai berikut:

1). Kekuatan

• Indonesia sebagai mega center keragaman hayati yang dapat dikembangkan sebagai sumber BBO.

• Sumber daya manusia baik profesional maupun tenaga kerja.

• Komitmen pemerintah dalam melakukan sinkronisasi regulasi yang mendukung pengembangan BBO.

• Perkembangan jenis dan jumlah penelitian yang telah dilakukan di Indonesia.

2). Kelemahan

• Regulasi yang masih belum mendukung usaha pengembangan BBO.

• Belum ada data kebutuhan bahan baku yang dipakai oleh industri farmasi untuk dijadikan acuan industri kimia untuk memproduksi BBO.

• Masih tingginya harga pokok produksi sehingga produk BBO yang telah diproduksi selama ini tidak ekonomis sehingga sulit bersaing dengan produk BBO impor.

• Masih lemahnya sinergis ABG dalam penelitian dan pengembangan BBO. 3). Peluang

• Indonesia sebagai new emerging market dengan pertumbuhan pasar farmasi yang cukup tinggi.

• Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional 2014. • Terbukanya pasar ekspor.

• Terbukanya kesempatan untuk melakukan riset bersama antara peneliti dengan industri.

(39)

24

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

4). Kendala

• Terbukanya pasar sehingga memudahkan masuknya BBO impor.

• BBO impor dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan harga BBO produksi dalam negeri.

• Persaingan pasar global.

• Ketidakstabilan nilai tukar rupiah.

Situasi dan kondisi yang dihadapi terkait pengembangan BBO saat ini adalah sebagai berikut:

1). Kurangnya dukungan kimia dasar. Bahan kimia dasar merupakan bahan kimia yang digunakan untuk proses sintesis obat apabila obat dibuat secara sintesis kimia dan bahan kimia yang mendukung dalam proses isolasi, pemisahan, pemurnian obat untuk bahan obat yg diproduksi secara bioproses. Jika bahan baku yang dibutuhkan untuk memproduksi bahan obat tidak tersedia maka Indonesia terpaksa mengimpor bahan baku atau bahan antara dari luar negeri, sehingga yang dilakukan di dalam negeri hanya berupa tahap akhir dari p embentukan bahan baku. Hal ini mengakibatkan biaya yang digunakan untuk produksi menjadi lebih besar sehingga bahan baku yang dihasilkan tidak dapat memenuhi skala ekonomi dan tidak kompetitif dibandingkan BBO impor.

2). Industri BBO memerlukan investasi yang besar dengan tingkat kegagalan yang tinggi. Biaya yang besar akan dibebankan kepada harga bahan baku sehingga bahan baku yang dibuat akan menjadi lebih mahal. Selain itu juga merupakan long term project sehingga hasilnya baru akan dinikmati dalam waktu yang cukup lama. 3). Perkembangan jenis obat dan turunannya yang sangat cepat yang sangat berpengaruh terhadap fluktuasi harga obat, sehingga banyak investor enggan masuk dalam bisnis tersebut karena diperlukan kegiatan riset dan pengembangan yang mumpuni.

4). Kurangnya sinergi antara Academia-Business-Government (ABG). Selama ini tenaga ahli Indonesia baik dari lembaga penelitian maupun lembaga pendidikan sudah melakukan berbagai penelitian terkait dengan pengembangan BBO ini hanya masih terbatas dalam skala laboratorium maupun pilot. Hasil penelitian yang dilakukan seringkali tidak dapat dimanfaatkan secara komersial hingga dikembangkan sampai skala industri karena kurang diminati oleh kalangan bisnis bahkan dianggap tidak menguntungkan.

5). Pasar bahan baku nasional yang relatif kecil dibandingkan dengan kapasitas minimal produksi untuk satu industri BBO sehingga tidak akan dapat memenuhi skala ekonomi. Walaupun dapat dibuat secara lokal dari segi ekonomis tidak akan kompetitif. Sementara produsen bahan baku dari China dan India sudah jauh lebih maju dan sangat ekonomis.

2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 88 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional,

(40)

25

Outlook Teknologi Kesehatan 2020

Inisiatif Penguatan Rantai Pasok Bahan Baku Obat

3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK 02.02/Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.

Sumber: Kebijakan dan Regulasi Kemandirian Bahan Baku Obat, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes, 2016.

Gambar 2.10 Diagram Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019

Penjabaran dari Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 antara lain Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2017 tentang rencana aksi pengembangan Industri farmasi dan alat kesehatan, dimana Kementerian Kesehatan ditugasi untuk menyusun dan menetapkan rencana aksi pengembangan Industri farmasi dan alat kesehatan terutama ke arah biopharmaceutical, vaksin, natural dan Active Pharmaceutical Ingredients (BBO) kimia. Terkait skenario pengembangan produk Active Pharmaceutical Ingredients (BBO) kimia yang telah ditetapkan pada Permenkes Nomor 17 Tahun 2017 adalah sebagai berikut:

Gambar

Gambar 2.1 Sepuluh Jenis Senyawa Obat Baru yang Masuk  Pada Jalur R&D Tahun 2019
Gambar 2.2 Nilai Penjualan Obat Dunia Berdasarkan Kelas Terapi  pada Tahun 2014 dan Perkiraan pada tahun 2020
Tabel 2.1  Sepuluh Perusahaan Farmasi Dunia dengan Nilai Pendapatan Lebih Dari $ 10 Miliar
Gambar 2.3 Perbandingan Biaya Riset dan Pengembangan antara Perusahaan Farmasi  Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, Tahun 1990-2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam memenuhi kebutuhan kimia baik yang digunakan sebagai bahan baku dan bahan jadi dalam industri kimia, Indonesia masih tergantung kepada negara lain,

Dalam memenuhi kebutuhan kimia baik yang digunakan sebagai bahan baku dan bahan jadi dalam industri kimia, Indonesia masih tergantung kepada negara lain, salah

penelitian di industri kimia saat ini adalah mencari kondisi proses (suhu, tekanan, katalis) yang optimum dan memanfaatkan bahan baku yang murah untuk menghasilkan

Kajian dalam Tugas Akhir ini dimaksudkan sebagai bahan acuan dalam penyediaan air bersih / air baku untuk pemenuhan kebutuhan industri diwilayah Kota Semarang khususnya di

un kondisi sentra industri perkalengan tersebut. rtanggungjawabkan untuk dijadikan

Dalam rangka mendukung kebijakan Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil beserta sasaran strategis dan IKU-nya, sebagai unit kerja yang bersifat dukungan

Sistem irigasi tanaman jagung yang ada di Kabupaten Kediri belum mampu mendukung peningkatan produksi untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pakan ternak di Jawa Timur.

*Industri Farmasi*: Dapat digunakan untuk mengukur kadar air dalam obat- obatan atau bahan farmasi untuk memastikan stabilitas dan keamanan produk.. *Industri Kimia*: Pada proses