• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai berikut ;

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai berikut ;"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai berikut ; Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas : Monocotyledoneae, Ordo : Graminae, Famili : Graminaceae, Genus : Zea, Spesies: Zea mays L. (Steenis, 1989).

Perakaran tanaman jagung terdiri dari empat macam akar, yaitu akar utama, akar cabang, akar lateral dan akar rambut. Sistem perakaran tersebut berfungsi sebagai alat untuk menghisap air serta garam-garam mineral yang terdapat dalam tanah, mengeluarkan zat organik serta senyawa yang tidak diperlukan dan alat pernapasan. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman (Suprapto, 1999)

Batang tanaman yang kaku ini tingginya berkisar 1,5-2,5 m dan terbungkus pelepah daun yang berselang- seling dari setiap buku. Buku batang mudah terlihat dan pelepah daun terbentuk pada buku dan membungkus batang utama. Batang jagung termasuk batang rumput (calmus), yaitu batang yang tidak keras mempunyai ruas-ruas yang nyata dan sering berongga. Batang jagung bulat (teres), licin (leavis), arah tumbuhnya tegak lurus (erectus) dan cara percabangan monopodial. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan dengan ibu

(2)

tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stomata pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stomata dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan

penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun (Wirawan dan Wahab, 2007)

Jagung merupakan tanaman berumah satu dan menghasilkan bunga-bunga jantannya dalam satu pembungaan terminal (malai) dan bunga-bunga betinanya pada tunas samping (tongkol). Jagung adalah protandus, yaitu mekarnya bunga jantan (pelepasan tepung sari) biasanya terjadi satu atau dua hari sebelum munculnya tangkai putik (umumnya dikenal sebagai rambut). Karena pemisahan tongkol dan malai bunga jantan serta protandri pembungaannya, jagung merupakan suatu spesies yang terutama menyerbuk silang (Fischer dan Palmer, 1992).

Biji jagung merupakan jenis serealia dengan ukuran biji terbesar dengan berat rata-rata 250-300 mg. biji jagung memiliki bentuk tipis dan bulat melebar yang merupakan hasil pembentukan dari pertumbuhan biji jagung. Biji jagung diklasifikasikan sebagai kariopsis. Hal ini disebabkan biji jagung memiliki struktur embrio yang sempurna. Serta nutrisi yang dibutuhkan oleh calon individu

baru untuk pertumbuhan dan perkembangan menjadi tanaman jagung (Johnson, 1991).

Syarat Tumbuh Iklim

Untuk pertumbuhannya, tanaman jagung dapat hidup baik pada suhu antara 26,5o_29,5oC. Bila suhu di atas 29,5oC maka air tanah cepat menguap

(3)

sehingga menggangu penyerapan unsur hara oleh tanaman. Sedangkan suhu dibawah 26,5oC akan mengurangi kegiatan respirasi (Irfan, 1999).

Tanaman akan tumbuh normal pada curah hujan yang berkisar 250-500 mm per tahun. Curah hujan yang lebih ataupun kurang dari angka yang disebutkan akan menurunkan produksi. Air banyak dibutuhkan pada waktu perkecambahan dan setelah berbunga. Tanaman membutuhkan air lebih sedikit pada pertumbuhan vegetatif dibanding dengan pertumbuhan generatif. Setelah tongkol mulai kuning air tidak dibutuhkan lagi. Idealnya tanaman jagung membutuhkan curah hujan 100-125 mm perbulan dengan distribusi merata (Tobing, dkk., 1995).

Secara umum tanaman jagung dapat tumbuh di dataran tinggi ±1300 m di atas permukaan laut. Panen pada musim kemarau berpengaruh terhadap semakin cepatnya kemasakan biji dan proses pengeringan biji di bawah sinar matahari (Rukmana, 1997).

Tanah

Jagung termasuk tanaman yang tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus dalam penanamannya. Jagung dikenal sebagai tanaman yang dapat tumbuh di lahan kering, sawah, pasang surut asalkan syarat tumbuh diperlukan terpenuhi. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain Andosol, Latosol dan Grumosol. Tanah bertekstur lempung atau liat berdebu (Latosol) merupakan jenis tanah yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman jagung. Tanaman jagung akan tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur, kaya humus (Purwono dan Hartono, 2005)

(4)

Tanaman jagung menghendaki tanah yang gembur (lembab), permeabilitas sedang, drainase agak cepat, tingkat kesuburan sedang, kandungan humus sedang. Reaksi tanah (pH) berkisar antara 5,2 - 8,5 yang optimal antara 5,8 - 7,8. Pada pH netral, unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman jagung banyak tersedia di dalamnya. pH lebih dari 7,0 unsur P terikat oleh CO sehingga tidak terlarut dalam air. Hal ini mengakibatkan unsur hara sulit diserap oleh akar tanaman. Jadi, pH tanah dan unsur-unsur hara yang ada (tersedia) bagi tanaman saling berkaitan (Djaenuddin, 2000).

Apabila tanah yang akan ditanam tidak menjamin ketersediaan hara yang cukup maka harus dilakukan pemupukan. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada kesuburan tanah dan diberikan secara bertahap. Anjuran dosis pemupukan jagung untuk setiap hektarnya adalah pupuk urea sebanyak

200-300 kg, pupuk TSP/SP-36 sebanyak 75-100 kg, dan pupuk KCl sebanyak 50-100 kg. Pemupukan dapat dilakukan dengan tiga tahap. Pada tahap pertama

(pupuk dasar), pupuk diberikan bersamaan dengan waktu tanam. Pada tahap kedua (pupuk susulan I), pupuk diberikan setelah tanaman jagung berumur 8 minggu atau setelah malai keluar (Rukmana, 1997).

Glifosat

Glifosat (N-(fosfonometil) glisin) adalah herbisida yang berspektrum luas, nonselektif, post emergence dan telah digunakan secara ekstensif di seluruh dunia selama tiga dekade. Cara kerjanya adalah menghambat enzim sintase 5-enolpyruvylshikimat-3-fosfat (EPSPS), menyebabkan beberapa gangguan metabolisme, sehingga terganggunya jalur shikimat. Enzim ini merupakan langkah penting dalam jalur asam shikimat untuk biosintesis asam amino aromatik

(5)

pada tanaman dan mikroorganisme seperti phenylalanine, tryptophan dan tyrosine dan penghambatan yang menyebabkan kurangnya pertumbuhan tanaman dengan gejala yang dihasilkan berupa khlorosis dan nekrosis (Nandula,dkk., 2005 ; Herman, 2007 ; Djojosumarto 2008).

Glifosat adalah herbisida yang paling banyak digunakan secara global karena kandungan toksisitasnya rendah bagi manusia dan lingkungan. Penggunaan enzim pendegradasi glifosat yang berasal dari bakteri seperti glifosat oxidoreductase (GOX) bersama dengan EPSPS toleran herbisida glifosat adalah teknik yang efektif untuk memberikan toleransi glifosat maksimum pada tanaman pangan (http://isaaa.org/kc/cropbiotechupdate/files/bahasa.pdf.2012).

Berikut merupakan deskripsi umum Glifosat: Nama Umum : Glifosat

Nama Kimia : [(phosphonomethyl) amino] acetic acid Rumus Bangun :

Glifosat adalah salah satu bahan aktif dari herbisida golongan organofosfor, yang diproduksi oleh Monsanto Co.USA tahun 1971. Bentuk fisiknya berupa bubuk (powder), berwarna putih, mempunyai bobot jenis (BJ) 0,5 g/cm3

dan kemampuan larut dalam air 1,2% (Wardoyo, 2001).

Mode of action dari suatu herbisida, merupakan gejala umum dari tindakan

suatu herbisida dalam mematikan suatu tumbuhan, yang diutarakan sebagai urutan masuknya herbisida dalam suatu lingkungan tumbuh sampai berdampak negatif

(6)

(Moenandar, 1990).

Menurut Amstrong (2008) glifosat memiliki mode of action dengan cara menghambat asam amino aromatik. Glifosat dapat sangat merusak atau membunuh jaringan tanaman hidup yang mengalami kontak langsung. Proses kerja glifosat diawali dengan absorpsi oleh tanaman. Agar efektif, suatu herbisida seharusnya (1) cukup kontak dengan tumbuhan, (2) dapat diabsorpsi oleh tumbuhan, (3) bergerak ke bagian tanaman yang akan diserang tanpa merusaknya, dan (4) mencapai level beracun di bagian tanaman yang dituju (Lingenfelter dan Hartwig, 2007).

Pada tanaman, mode of action dari glifosat berupa menipisnya sintesa biomolekul esensial dari jalur asam shikimat, reduksi energi dalam pembentukan adenosin 5-triposphate dan pengalihan karbon dalam pembentukan PEP (Phopoenolpyruvate) sehingga terjadi akumulasi yang berlebihan pada asam shikimat (Kaundun,dkk., 2008).

Jagung Roundup Ready (RR)

Jagung RR mengandung gen EPSPS dimodifikasi dari gen C4 EPSPS yang berasal dari Agrobacterium sp.strain CP4 merupakan modifikasi protein jagung EPSPS (mEPSPS) berbeda dari tipe jagung EPSPS dengan dua asam amino. Protein mEPSPS memiliki afinitas rendah untuk glifosat dibandingkan dengan tipe enzim liar EPSPS. Dengan demikian, ketika tanaman jagung yang diperlakukan dengan glifosat mengekspresikan protein mEPSPS oleh karena itu tanaman tersebut tidak akan terpengaruh. Tindakan lanjut dari enzim mEPSPS toleran menyediakan asam aromatik bagi kebutuhan tanaman (Shanner, 1995)

(7)

Perbedaan antara jagung RR dan tanaman konvensional adalah tingkat kerentanan terhadap penyakit dan serangga. Uji coba pangan yang dilakukan di berbagai geografis yang luas dari lingkungan telah menunjukkan tidak ada perbedaan fenotip kecuali untuk toleransi terhadap glifosat (Shidu,dkk., 2000)

Dalam memproduksi tanaman transgenik melibatkan beberapa tahap dalam teknik biologi molekuler dan seluler. Suatu sifat yang diinginkan harus dipilih dan gen yang mengatur sifat tersebut harus diidentifikasi. Apabila gen yang diinginkan belum tersedia, maka harus diisolasi dari organisme donor. Organisme donor bisa berasal dari virus, bakteri, jamur, serangga atau hewan (Herman, 2002).

Beberapa contoh tanaman produk bioteknologi yang telah dihasilkan menurut Global Knowledge Center on Crop Biotechnology yaitu;

Tabel 1. Tanaman produk bioteknologi yang telah dihasilkan menurut Global Knowledge Center on Crop Biotechnology

Tanaman Sifat

Kanola Kandungan asam oleat tinggi Jagung Toleran herbisida

Jagung Tahan hama

Kapas Tahan hama

Pepaya Tahan virus

Kentang Tahan hama

Kentang Tahan virus

Kedelai Tahan herbisida

Kedelai Kandungan asan oleat tinggi

Jeruk Tahan virus

Tomat Penundaan pemasakan

Tomat Toleran herbisida

(8)

Beberapa perakitan tanaman transgenik tahan herbisida ditujukan untuk

mengurangi pemakaian herbisida glifosat, asulam (methyl (4 aminobenzenesulphonyl)-carbamate), atrazine (2-chloro-4-(ethylamine)-6

(isopropylamino)-s-triazine), sulphonyl urea dan chlorsulphuron. Beberapa tanaman transgenik tahan herbisida yang telah ditanam secara luas antara lain kanola, jagung, kapas, kedelai dan tomat (Manuhara, 2006).

Metode Pengendalian Gulma

Pada pokoknya ada enam macam metode pengendalian gulma, yaitu mekanis, kultur teknis, fisis, biologis, kimia dan terpadu.

Metode mekanis

Pengendalian gulma secara mekanis menggunakan alat-alat pertanian, baik dengan tenaga manusia (manual) dan peralatan seperti cangkul, parang, babat, garuk, dan sebagainya, maupun dengan menggunakan traktor yang dilengkapi peralataan seperti luku, tajak, garuk, sabit, atau babat.

Prinsip dari metode mekanis adalah merusak sistem perakaran dan rimpang (rhizoma) maupun bagian di atas tanah dari gulma dengan alat-alat pertanian sehingga gulma merana atau mati. Cara ini dahulu umum dilakukan di perkebunan karet dan dewasa ini juga dilakukan pada keadaan tertentu.

Metode kultur teknis

Dalam hal ini teknik bercocok tanam dimanfaatkan atau disesuaikan untuk menekan pertumbuhan gulma. Misalnya menentukan jarak tanam lebih rapat sehingga terbentuk naungan yang menekan pertumbuhan gulma, rotasi tanaman, dan sebagainya.

(9)

Metode fisis

Pengendalian gulma secara fisis yang umum adalah dengan membakar gulma dan dengan penggenangan air. Metode ini tidak lazim digunakan di areal perkebunan karet. Pembakaran lazim dilakukan pada pembukaan lahan.

Metode biologis

Metode biologis yakni menggunakan jasad hidup baik tumbuh-tumbuhan maupun binatang untuk pengendalian gulma. Contoh di perkebunan kareta adalah pembangunan penutup tanah kacang-kacangan (Leguminosae), di samping tujuan-tujuannya yang lain, akan menekan pertumbuhan gulma.

Metode kimia

Pengendalian gulma secara kimia adalah dengan menggunakan herbisida. Herbisida adalah persenyawaan kimia yang digunakan untuk membunuh atau menekan pertumbuhan yang normal dari tumbuh-tumbuhan. Metode kimia ini umum dipergunakan di perkebunan karet dewasa ini.

Metode terpadu

Pengendalian gulma secara terpadu adalah menggunakan gabungan metode mekanis, kultur teknis, fisis, biologis dan kimia secara tepat untuk menekan populasi gulma dan mempertahankannya pada tingkat yang tidak merugikan, dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan (klingman, 1975, Fryer, 1977).

(10)

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun Balai Benih Induk Tanaman Palawija, Desa Tanjung Selamat, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan Maret 2014.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain benih jagung PRG C7-NK603 (tahan glifosat), C7 dan DK 979, pupuk urea, TSP, KCl, herbisida glifosat, kompos, fungisida, insektisida, dolomit, dan air.

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah knapsack sprayer, gelas ukur, cangkul, garu, sekop, tugal, tali plastik, gembor, ember, timbangan, meteran, gunting, pacak sampel, plakat nama, kantong plastik, amplop kuning, kamera, stop watch, kalkulator dan alat tulis.

Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non-faktorial yang terdiri dari 4 perlakuan antara lain:

J1. Jagung PRG C7 disemprot dengan glifosat J2. Jagung PRG C7 disiangi manual

J3. Jagung C7 disiangi manual J4. Jagung DK 979 disiangi manual

(11)

Jumlah blok : 4 ulangan Jumlah plot : 16 plot Jumlah tanaman per plot : 650 tanaman Jumlah seluruh tanaman : 10400 tanaman Jumlah sampel per plot : 20 tanaman Jumlah seluruh sampel : 320 tanaman Luas lahan : 67,5m x67,5m Ukuran plot : 10 m x 10 m Jarak tanam : 75cm x20cm Jarak antar plot : 150 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut:

Yij = µ + ρi + τj + εij

i = 1,2,3,4 j= 1,2,3,4 dimana:

Yij = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi perlakuan varietas pada

perlakuan ke-j µ = Nilai tengah umum ρi = Pengaruh blok ke-i

Τj = Pengaruh perlakuan ke- j

εij = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan ke-j

Jika perlakuan berpengaruh nyata, maka dilanjutkan analisis dengan uji kontras (Hanafiah, 2005).

(12)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan lahan

Areal pertanaman terlebih dahulu dibersihkan dari gulma dan dilakukan pembajakan dengan menggunakan traktor. Kemudian dilakukan pembuatan plot sebanyak 16 plot dengan ukuran 10x10m dan jarak antar plot 1,5 m kemudian plot diberi border keliling dengan jarak antar plot dengan border 2 m. Lahan dipagar keliling. Pagar keliling terbuat dari bambu dengan ketinggian pagar 250cm dari permukaan tanah. Di bagian dalam pagar dilapisi dengan paranet 75% setinggi 190 cm dengan tujuan mencegah perpindahan material trial.

Pengapuran

Pengapuran dilakukan 2 minggu sebelum penanaman yang bertujuan untuk menaikkan pH tanah dengan dosis 3 ton/ha. Pengapuran dilakukan menaburi dolomit di atas plot- plot percobaan lalu dicampur merata dengan tanah. Penyiapan benih

Penyiapan benih diawali dengan pemberian fungisida dimetomorf dengan dosis 10 g / kg benih. Dimetomorf dicampur dengan benih jagung lalu diaduk merata. Tujuannya untuk menghindari serangan jamur. Dalam 1 plot/petakan terdapat 13 baris tanaman, per barisnya terdapat 50 lubang tanam dan benih yang dimasukkan per lubang tanam 2 biji.

Penanaman

Sebelum dilakukan penanaman dibuat lubang tanam dengan jarak tanam adalah 75 cm x 20 cm dengan cara ditugal. Kemudian dimasukkan benih sebanyak 2 biji per lubang tanam kemudian ditutup lubang tanam menggunakan kompos. Dosis kompos yang digunakan 5 ton/ha.

(13)

Pemeliharaan tanaman Penjarangan

Penjarangan dilakukan 17 hari setelah tanam. Tanaman dijarangkan menjadi satu tanaman per lubang tanam.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan sebanyak 3 tahap. Pemupukan pertama dilakukan menggunakan pupuk urea dengan dosis 100 kg/ha, pupuk SP-36 dengan dosis 100 kg/ha, dan pupuk KCl dengan dosis 80 kg/ha pada interval 7-10 HST, pemupukan kedua dilakukan menggunakan pupuk urea dengan dosis 150 kg/ha pada interval 20-22 HST, dan pemupukan ketiga dilakukan menggunakan pupuk urea dengan dosis 150 kg/ha pada 40 HST.

Penyiangan secara manual

Penyiangan secara manual dilakukan dengan cara mencabut gulma keseluruhan pada areal plot perlakuan masing-masing dengan menggunakan koret. Penyiangan dilakukan pada 15 HST dan 44 HST.

Aplikasi herbisida glifosat

Herbisida yang diaplikasikan adalah glifosat dengan menggunakan

knapsack sprayer. Penyemprotan dilakukan sebanyak dua kali. Pada

penyemprotan pertama, diberikan dengan dosis 1, 08 kg ae (acid equivalent) per hektar ( setara 3 L Roundup 486 SL dilarutkan dalam 500 L air untuk luasan areal 1 ha) pada 15- 20 HST dan penyemprotan kedua dilakukan pada 40- 50 HST dengan dosis 0, 81 kg ae (acid equivalent) per hektar (setara 2,25 L Roundup 486 SL dilarutkan dalam 500 L air untuk luasan lahan 1 ha). Pada plot yang

(14)

disemprot dibuat pembatas plastik (penyekat fisik) untuk menghindari uap (drift) glifosat terhadap plot lain.

Panen

Panen dilakukan ketika tongkol jagung sudah matang. Ciri-ciri tongkol matang adalah daun sudah mulai menguning, kelobot berwarna kekuningan, dan rambut tongkol berwarna coklat. Pemanenan dilakukan dengan cara mematahkan tangkai tongkol jagung.

Pengamatan parameter Tinggi tanaman

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman mulai dari pangkal batang hingga ujung daun paling tinggi dengan cara menguncupkan daun bagian atas, pengukuran dilakukan dengan meteran. Pengamatan dilakukan pada umur 30 HST dan 60 HST.

Jumlah daun

Pengamatan jumlah helai daun dilakukan dengan menghitung total jumlah daun setiap sampel tanaman yang telah ditentukan. Daun yang dihitung adalah daun sudah terbuka penuh. Pengamatan dilakukan pada umur 30 HST dan 60 HST.

Panjang daun

Pengamatan panjang daun dilakukan dengan mengukur panjang daun mulai dari pangkal daun hingga ujung daun. Bagian daun yang diambil adalah daun yang sudah terbuka sempurna yaitu pada daun ketiga dari atas. Pengamatan ini dilakukan pada umur 30 HST dan 60 HST.

(15)

Bagian daun yang diambil adalah daun yang sudah terbuka sempurna yaitu pada daun ketiga dari atas, lebar daun diukur pada bagian tengah tepi daun. Pengamatan ini dilakukan pada umur 30 HST dan 60 HST.

Diameter batang

Diameter batang diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengambilan diameter batang dilakukan pada bagian pangkal batang pada 2 sisi/arah. Diameter batang dihitung pada 30 HST dan 60 HST.

Tinggi tongkol produktif

Tinggi tongkol produktif dihitung pada semua tanaman sampel dengan cara menghitung tinggi tongkol yang dari pangkal batang hingga tepat keluarnya tongkol buah menggunakan meteran. Tinggi tongkol produktif dihitung pada 90 HST.

Jumlah tongkol produktif

Pengamatan jumlah tongkol produktif dilakukan setelah panen dengan menghitung berapa jumlah tongkol per tanaman sampel. Hal ini bertujuan untuk melihat dan membandingkan kualitas tongkol pada setiap plot karena jumlah tongkol produktif per tanaman sampel tidak sama.

Panjang tongkol berklobot

Panjang tongkol berklobot dihitung dari pangkal tongkol sampai ujung tongkol menggunakan meteran. Pengukuran panjang tongkol tanpa melepas klobotnya. Panjang tongkol berklobot dihitung setelah panen.

(16)

Bobot tongkol berklobot ditimbang menggunakan timbangan analitik. Tongkol jagung yang masih berklobot ditimbang bobotnya. Bobot tongkol berklobot dihitung setelah panen.

Bobot tongkol tanpa klobot

Bobot tongkol tanpa klobot ditimbang menggunakan timbangan analitik dengan melepaskan klobot pada tongkol jagung. Bobot tongkol berklobot dihitung setelah panen. Hal ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan bobot klobot jagung dari setiap perlakuan.

Panjang tongkol

Pengamatan panjang tongkol dilakukan setelah tanaman dipanen. Biji jagung yang telah dipipil diukur panjang tongkolnya dari pangkal tongkol sampai ujung tongkol menggunakan meteran.

Diameter tongkol

Diameter tongkol dapat diukur dengan menggunakan jangka sorong, diameter tongkol diukur pada bagian tengah tongkol setelah biji jagung dipipil. Diameter tongkol dihitung setelah panen.

Jumlah biji pipilan per tongkol

Biji jagung yang menempel pada tongkol dipipil kemudian bijinya dihitung jumlahnya per tongkol pada semua tanaman sampel. Jumlah biji pipilan per tongkol dihitung setelah panen.

Bobot biji pipilan per tongkol

Biji jagung yang menempel pada tongkol dipipil kemudian dihitung bobot biji pipilan. Bobot biji pipilan per tongkol dihitung setelah panen.

(17)

Bobot kering 100 biji diambil dari setiap sampel. Penghitungan bobot kering 100 biji dengan cara bobot biji pipilan per tongkol dibagi dengan jumlah biji pipilan per tongkol. Bobot kering 100 biji dihitung setelah panen.

Persentase kadar air

Biji yang belum dikeringkan atau biji yang baru dipanen, diambil masing-masing sesuai dengan perlakuan kemudian digiling hingga berbentuk tepung, dimasukkan di dalam cawan lalu ditimbang bobot basahnya sebanyak 5 gram. Kemudian benih diovenkan dengan menggunakan suhu 1000C selama 24 jam sampai konstan, lalu ditimbang bobotnya sebagai bobot kering, dihitung dengan rumus :

% Kadar Air =Bobot basah −Bobot kering Bobot basah x 100%

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan N-Gain menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh dalam kategori sedang terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis, sedangkan perhitungan

Dari perbedaan diatas, maka dapat disimpulkan definisi ‘urf, sesuai dengan pernyataan Muhammad Zakariya al-Bardisiy bahwa ‘urf adalah apa yang sudah menjadi kebiasaan

SPP Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-TU adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan tambahan uang persediaan

Penelitian beton bertulang bambu dilakukan dengan pengujian kuat tekan dengan variasi susunan anyaman tulangan bambu untuk mengetahui kekakuan, kuat lentur dan

Semua program ini bertujuan untuk memberikan kesedaran kepada remaja agar tidak terjebak ke dalam masalah sosial (Utusan Malaysia, 26 Jun 1997).. Di samping itu juga

Guru menunjuk beberapa siswa untuk maju dan menjelaskan hasil diskusi tentang penyelesaian membandingkan dan mengurutkan pecahan dengan bimbingan guru..

Hasil simulasi pada bulan Juni – Desember 2001 data BBJ menyebutkan perdagangan kontrak berjangka emas diprediksi akan menjadi primadona mata dagangan BBJ karena selain pasar

Demplot uji adaptasi varietas di Kecamatan Mattiro Sompe menunjukkan bahwa varietas Inpari 13 dikategorikan beradaptasi baik (tingkat adaptasi tergolong tinggi)