• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

11

2.1 Manajemen Pendidikan

Secara etimologis, kata manajemen berasal dari bahasa latin, yaitu manus yang berarti tangan dan agere yang berarti melakukan. Kata manus dan agere tersebut, jika digabung menjadi kata kerja manage yang artinya menangani. Manage dalam bahasa Inggris berbentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management, dan manager di isyaratkan untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen atau mengelola.

Manajemen merupakan segenap rangkaian kegiatan dalam penyelenggaraan disetiap usaha melalui kerjasama dari sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu, dalam Pariata Westra (Arikunto, 2008:3).

Manajemen merupakan suatu proses yang kontinyu yang bermuatan kemampuan dan ketrampilan khusus yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun kelompok baik melalui orang lain dalam mengkoordinasi dan menggunakan segala sumber untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara produktif, efektif dan efisien.

Dalam Slameto (2009:1) menguraikan bahwa manajemen suatu proses kegiatan yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengkoordinasian serta pengawasan melalui berbagai

(2)

sumber daya yang efektif dan efisien agar tercapai tujuan yang diharapkan.

Dari pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen atau pengelolaan adalah seni dalam proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian serta pengembangan sumber daya manusia secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Engkoswara (2010:88) menyatakan bahwa

Manajemen Pendidikan adalah suatu penataan bidang garapan pendidikan yang dilakukan melalui aktivitas perencanaan, pengorganiasian, penyusunan staf, pembinaan, pengkoordinasian, pengkombinasian, pemotivasian, penganggaran, pengendalian, pengawasan, penilaian, dan pelaporan secara sistematis untuk mencapai tujuan pendidikan secara berkualitas.

Manajemen pendidikan adalah suatu proses atau sistem pengelolaan. Manajemen pendidikan sebagai suatu proses atau sistem organisasi dan peningkatan kemanusiaan dalam kaitannya dengan suatu sistem pendidikan. Kegiatan pengelolaan pada suatu sistem pendidikan bertujuan untuk keterlaksanaan proses belajar mengajar yang baik, yang mencakup: (1) Program kurikulum yang meliputi administrasi kurikulum, metode penyampaian, sistem evaluasi, sistem bimbingan; (2) Program ketenagaan; (3) Program pengadaan dan pemeliharaan fasilitas dan alat-alat pendidikan; (4) Program pembiayaan; (5) Program hubungan dengan masyarakat.

Dalam dunia pendidikan, kelas dapat mempunyai beragam makna, (1) kelas adalah sekelompok siswa

(3)

yang sedang mengikuti suatu pembelajaran atau kuliah tertentu; (2) kelas dapat juga diartikan sebagai proses belajar mengajar; (3) kelas adalah bangunan fisik atau ruang kelas, tempat dimana proses belajar mengajar dilakukan; (4) kelas adalah tingkatan sekolah dimana seorang anak belajar.

Menurut Oemar Hamalik, kelas adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama yang mendapatkan pengajaran dari guru. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto, kelas adalah sekelompok siswa yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama.

Pendapat dari Arikunto (1988) menyebutkan bahwa manajemen kelas adalah usaha yang dilakukan guru untuk membantu menciptakan kondisi belajar yang optimal. Hal senada telah dinyatakan Syaiful Bahri (2006) menyatakan bahwa “manajemen kelas adalah suatu upaya memperdayagunakan potensi kelas yang ada seoptimal mungkin untuk mendukung proses interaksi edukatif mencapai tujuan pembelajaran”.

Dari pendapat Arikunto dan Syaiful Bahri dapat dikaji bahwa manajemen kelas adalah proses seleksi tindakan yang dilakukan guru dalam fungsinya sebagai penanggung jawab kelas dan seleksi penggunaan alat-alat belajar yang tepat sesuai masalah yang ada dan karakteristik kelas yang dihadapi.

2.1.1 Perencanaan (Planning)

Perencanaan adalah suatu kegiatan yang sistematis dalam pengambilan keputusan melalui tindakan yang akan dilakukan. Sistematis karena

(4)

perencanaan dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip tertentu. Perencanaan menurut Sudjana (2000:61) sebagai berikut: “prinsip-prinsip perencanaan mencakup pengambilan keputusan, penggunaan pengetahuan dan teknik secara ilmiah, serta tindakan atau kegiatan yang terorganisir”.

Sedangkan Uno (2006:1) menyatakan bahwa: Perencanaaan adalah suatu cara yang memuaskan untuk membantu kegiatan agar dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Majid (2007:15) berpendapat bahwa “perencanaan merupakan suatu usaha untuk menyusun langkah-langkah yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan”.

Dari beberapa pendapat tersebut hampir semuanya menyatakan bahwa fungsi organisasi tergantung dari perencanaan, karena perencanaan merupakan pembuka jalan. Apabila jalan itu salah maka tidak akan sampai tujuan, tetapi apabila jalan itu benar maka tujuan akan bisa tercapai. Perencanaan sebagai suatu strategi untuk mencapai tujuan yang dibuat sebelum mengambil suatu tindakan, program dan kegiatan yang akan dilaksanakan, menentukan dan menetapkan kegiatan yang ingin dicapai, bagaimana cara mencapainya, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan. Proses perencanaan harus dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan berbagai aspek untuk mengatasi berbagai masalah yang muncul.

(5)

Dari beberapa pendapat dan kajian diatas maka pengertian perencanaan dapat disimpulkan sebagai berikut: perencanaan adalah menentukan apa yang akan dilakukan. Perencanaan mengandung banyak rangkaian putusan yang luas dan penjelasan-penjelasan dari tujuan, penentuan kebijakan, program, metode-metode dan prosedur tertentu, serta kegiatan berdasarkan jadwal yang ada.

2.1.2 Pengorganisasian (Organizing)

Sepanjang perkembangannya, fungsi manajemen sebagai pengorganisasian memiliki pengertian yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan latar belakang keahlian para pakar yang memberikan pengertian masalah pengorganisasian, serta sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dalam menerapkan fungsi pengorganisasian tersebut.

Adapun Handoko (1992:34) mengemukakan pengorganisasian sebagai: (1) penentu sumber daya dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi; (2) perancangan dan pengembangan suatu organisasi atau kelompok kerja yang akan dapat membawa hal-hal tersebut kearah tujuan; (3) penugasan tanggung jawab tertentu; (4) pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu-individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya.

Menurut Sudjana (2000:116) menyatakan bahwa:

Pengorganisasian adalah kegiatan untuk membentuk organisasi. Orgnisasi ini mencakup sumber-sumber manusiawi yang akan mendayagunakan sumber-sumber lainnya untuk

(6)

menjalankan kegiatan sebagaimana direncanakan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Berdasarkan beberapa pernyataan diatas, maka dapat dipahami bahwa pengorganisasian adalah suatu usaha untuk menstrukturkan dan menetapkan kerjasama diantar orang-orang yang ada dalam kelompok, yang meliputi: tugas-tugas, wewenang, tanggung jawab, serta tata hubungan masing-masing orang.

2.1.3 Penggerakan (Actuating)

Menurut Sutomo (2009:14), pergerakan dapat didefinisikan sebagai: “keseluruhan usaha, cara, teknik, dan metode untuk mendorong para anggota orgnisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien, efektif dan ekonomis”.

Dalam Paturusi (2012:79) “Menggerakkan adalah kemampuan membujuk orang-orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan penuh semangat”.

Dengan demikian dalam pengelolan, kemampuan untuk menggerakkan sangatlah penting, agar siswa tidak menyimpang dari arah yang telah ditetapkan. Hal ini untuk menghindari kesalahan yang diperkirakan dapat timbul dalam kegiatan pembelajaran.

2.1.4 Pengkoordinasian (Coordination)

Dalam pembelajaran sangat diperlukan sebuah koordinasi, karena dengan koordinasi kegiatan akan berjalan sesuai yang diharapkan. Suryosubroto

(7)

(2004:25) mengartikan “pengkoordinasian sebagai usaha untuk menyatupadukan kegiatan dari berbagai individu atau unit yang ada agar kegiatan mereka berjalan selaras dalam rangka mencapai suatu tujuan”. Paturusi (2012:81) menyatakan:

Pengkordinasian harus dilakukan dalam organisasi pendidikan, karena dalam organisasi pendidikan ada pembagian kerja yang amat substansi yaitu pekerjaan mendidik dan pekerjaan manajemen satuan pendidikan dan manajemen pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan mutu yang diharapkan.

Dengan demikian pengkoordinasian dalam pembelajaran sangat penting dimiliki oleh guru, karena dengan kemampuan mengkoordinasi maka pembelajaran akan dapat berjalan sesuai yang diharapkan.

Manajemen pendidikan adalah aplikasi prinsip, konsep dan teori manajemen dalam aktivitas pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Untuk menjalankan organisasi pendidikan diperlukan manajemen pendidikan yang efektif. Sekolah harus dikelola dengan manajemen efektif yang mengembangkan potensi peserta didik, sehingga memiliki pengetahuan, sikap dan nilai yang mengakar pada karakter bangsa. Dengan kata lain salah satu strategi yang menentukan mutu pengembangan sumber daya manusia di sekolah untuk kepentingan bangsa di masa mendatang adalah peningkatan kontribusi manajemen pendidikan yang berorientasi kepada produktifitas.

(8)

Manajemen Pendidikan merupakan faktor yang terpenting dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di sekolah yang keberhasilannya diukur oleh prestasi tamatan. Manajemen pendidikan adalah suatu proses atau sistem pengelolaan. Manajemen pendidikan sebagai suatu proses atau sistem organisasi dan peningkatan kemanusiaan dalam kaitannya dengan suatu sistem pendidikan. Kegiatan pengelolaan pada suatu sistem pendidikan bertujuan untuk keterlaksanaan proses belajar mengajar yang baik.

2.2 Pengelolaan Pembelajaran

2.2.1 Pengertian pembelajaran

Anitah (2008:1.15) berpendapat bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Lingkungan belajar merupakan suatu sistem yang terdiri dari unsur bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru dimana semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi, dan semuanya berfungsi dengan berorientasi pada tujuan. Daryanto (2013:63) bahwa pembelajaran merupakan suatu aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa berkaitan langsung dengan aktivitas guru.

Menurut Miarso (Rusman, 2013:93) Sesuai UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 20 menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Oleh karena itu,

(9)

ada lima jenis interaksi yang dapat berlangsung dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu: 1) interaksi antara pendidik dan peserta didik; 2) interaksi antara sesama peserta didik atau antar sejawat; 3) interaksi peserta didik dengan narasumber; 4) interaksi peserta didik bersama pendidik dengan sumber belajar yang sengaja dibenarkan; dan 5) interaksi peserta didik bersama pendidik dengan lingkungan sosial dan alam.

Dari uraian di atas, dapat diambil simpulan bahwa pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar untuk membelajarkan peserta didik dalam suatu lingkungan belajar.

2.2.2 Komponen Pembelajaran

M. Rohman (2013:8) menerangkan bahwa komponen-konponen pembelajaran ada lima, yaitu: (a) Tujuan, tujuan merupakan komponen yang sangat penting dalam pembelajaran. Mau dibawa ke mana siswa, apa yang harus dimiliki oleh siswa. Semuanya bergantung pada tujuan yang ingin di capai; (b) Isi/Materi inti dalam proses pembelajaran. Artinya, proses pembelajaran diartikan sebagai proses penyampaian materi. Hal ini bisa dibenarkan manakala tujuan pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran; (c) Strategi/metode merupakan yang juga memiliki fungi dan sangat menentukan keberhasilan mencapai tujuan. Seberapa lengkap komponen yang lain, tanpa dapat diimplementasikan melalui strategi yang tepat untuk komponen-komponen tersebut, atau tidak akan mencapai makna dalam proses pencapaian

(10)

tujuan; (d) Alat dan sumber memiliki peranan yang tak kalah pentingnya dengan komponen yang lain. Dalam kemajuan teknologi seperti sekarang ini, memungkinkan siswa dapat belajar dari mana saja dan kapan saja dengan memanfaatkan hasil teknologi; (e) Evaluasi bukan saja berfungsi untuk melihat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran, tapi juga berfungsi sebagai umpan balik bagi guru atas kinerjanya dalam pengelolaan pembelajaran. Melalui evaluasi kita dapat melihat kekurangan dalam pemanfaatan berbagai komponen pembelajaran.

2.2.3 Pengelolaan Pembelajaran

Pembelajaran adalah sebuah istilah baru sebagai pengganti istilah belajar mengajar. Kedua istilah tersebut hampir mengandung arti yang sama, hanya saja istilah pembelajaran menitiberatkan pada bagaimana membelajarkan siswa didik secara optimal. Dengan kata lain peran siswa didik harus lebih aktif di banding dengan guru dalam proses pembelajaran.

Sanjaya (2006:97) mempunyai anggapan bahwa “peran guru di dalam kelas bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai fasilitator”. Artinya guru harus lebih banyak membantu siswa didik untuk belajar. Sementara menurut Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (2004:6); “pembelajaran dapat diartikan sebagai proses membuat orang belajar, tujuannya adalah membantu orang belajar, atau memanipulasi lingkungan sehingga memberi kemudahan bagi orang yang belajar”.

(11)

Hasil suatu pendidikan ditentukan oleh efektif tidaknya guru dalam mengatur atau mengelola pembelajaran. Dengan pengelolaan pembelajaran yang baik akan menghasilkan tujuan pembelajaran yang baik pula. Menurut Seivert (2005: 1) “intensitas dan efektifitas hasil pendidikan (output/graduated) sangat ditentukan oleh manajemen mutu pembelajaran dan instruksi yang dijalankan dalam lembaga pendidikan tersebut”.

Guru sebagai tenaga pendidik harus professional dan dapat menunjukan keprofesionalnya melalui bentuk pelayanan jasa kepada masyarakat. Layanan jasa itu diwujudkan dengan pelayanan yang berpusat pada siswa didiknya. Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang memuaskan, maka guru harus bisa melaksanakan manajemen yang baik dalam menjalankan tugas kesehariannya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada bab XI, pasal 39, ayat 2 dinyatakan bahwa:

Guru sebagai pendidik adalah tenaga professional yang bertugas dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penilaian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Slameto (2009:123) menyatakan bahwa “manajemen atau administrasi pengajaran adalah keseluruhan proses penyelenggara kegiatan di bidang pelajaran yang bertujuan agar seluruh kegiatan pembelajaran terlaksana secara efektif dan efisien”.

(12)

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Sarana Pendidikan (1996-1997:35) mengemukakan “fungsi dan tugas guru sebagai seorang pendidik dan pengajar adalah: (a) menyusun perangkat progam pembelajaran, (b) pelaksanaan pembelajaran, (c) evaluasi, (d) analisa hasil ulangan, dan (e) pelaksanaan progam perbaikan dan pengayaan”.

Menurut Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (2005:1) bahwa “rincian subtansi manajemen pembelajaran terdiri: a) perencanaan meliputi; membuat AMP, menyusun kalender pendidikan, menyusun progam tahunan, menyusun program semester, dan menyusun RPP, b) pengorganisasian meliputi; penyusunan jadwal kegiatan, c) pelaksanaan yaitu: melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan d) pengawasan yaitu kegiatan evaluasi proses pembelajaran dan hasil kegiatan pembelajaran”.

Penulis sependapat dengan slameto yang menyatakan bahwa pengelolaan pembelajaran adalah suatu usaha atau upaya yang dilakukan oleh seorang guru dalam merencanakan pembelajaran, melaksanaan pembelajaran, mengevaluasi, dan melakukan tindak lanjut hasil evaluasi agar dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien. Dengan kata lain seorang guru dalam melaksanakan tugas keseharianya tidak hanya melakukan fungsi instruksionalnya saja, melainkan juga harus melaksanakan tugas manajerial.

(13)

2.3 Supervisi Akademik

2.3.1 Pengertian Supervisi Akademik

Supervisi dapat di artikan sebagai pemberian bantuan dan pengembangan kemampuan kepada guru sehingga dapat meningkatkan profesional dalam proses pembelajaran. Secara umum supervisi sering di artikan sebagai pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan teknis edukatif di sekolah, bukan sekedar pengawasan terhadap fisik, material, tetapi supervisi merupakan pengawasan terhadap kegiatan akademik.

Purwanto (2009:88) menjelaskan tentang supervisi pengajaran atau supervisi akademik, sebagai berikut: “Supervisi pengajaran atau supervisi akademik ialah kegiatan-kegiatan kepengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi-kondisi baik personel maupun material yang memungkinkan terciptanya situasi belajar mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan pendidikan”.

Supervisi adalah usaha memberikan pelayanan dan bantuan kepada guru-guru baik secara individual maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran. Kata kunci dari pelaksanaan supervisi adalah memberi layanan dan bantuan. Supervisi merupakan rangsangan, bimbingan atau bantuan yang diberikan kepada guru-guru agar kemampuan profesionalnya makin berkembang, sehingga situasi belajar semakin efektif dan efisien.

Menurut Sahertian (2008:17) bahwa: “supervisi adalah suatu usaha menstimulasi, mengkoordinasi dan membimbing secara kontinyu pertumbuhan guru-guru

(14)

di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran.”

Istilah supervisi sangat populer di lingkungan akademik, birokrat, politisi, bahkan pengusaha. Supervisi yang dimaksud disini khusus terkait dengan kepentingan pendidikan dan pembelajaran, sehingga disebut supervisi akademik.

Pengawasan terhadap guru bertujuan untuk memberdayakan dalam peningkatan kinerja guru, baik dalam penyusunan perangkat pembelajaran penguasaan kelas dan juga kemampuan mengevaluasi serta memotivasi siswa dalam proses pembelajaran.

Kemudian berkembang pemahaman supervisi yang bersifat ilmiah menurut Sahertian (2000:16-17) dengan ciri-ciri sebagai berikut: (a) Sistematis, artinya supervisi dilakukan secara teratur, berencana, dan kontinyu; (b) Obyektif, artinya supervisi dilakukan berdasarkan data hasil observasi yang dilakukan sebelumnya; (c) Menggunakan instrumen yang dapat memberikan informasi sebagi umpan balik untuk dapat melakukan langkah tindak lanjut menuju perbaikan di masa yang akan datang.

Pemaknaan arti supervisi tersebut membawa implikasi dalam pola pelaksanaan dan hubungan antara yang mensupervisi dengan yang disupervisi, pengertian tradisional menganggap bahwa sorang supervisor merupakan atasan yang mempunyai otoritas untuk menilai bahkan menentukan baik-buruk, benar salah dari kinerja bawahannya. Sedang pandangan modern sekarang ini memaknai supervisi sebagai suatu

(15)

proses pembimbingan, pengarahan, dan pembinaan kepada arah perbaikan kualitas kinerja yang lebih baik, melalui proses yang sistematis dan dialogis. Maka pola hubungan antara supervisor dengan yang disupervisi adalah hubungan mitra kerja, bukan hubungan atasan bawahan.

Secara etimologi menurut Burhanuddin (2005:99) kata supervisi berasal dari kata super yang artinya mempunyai kelebihan tertentu seperti kelebihan dalam pangkat, jabatan dan kualias, sedang visi artinya melihat atau mengawasi. Karena itu supervisi dapat diartikan sebagai kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh seorang pejabat terhadap bawahannya untuk melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik sesuai dengan tugas yang telah digariskan.

Sementara itu Mulyasa (2003:154) menguraikan bahwa supervisi berasal dari kata super dan visi yang berarti melihat dan meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh pihak atasan terhadap aktivitas, kreativitas, dan kinerja bawahan. Dalam Carter Good’s Dictionary of Education yang dikutip oleh Mulyasa menyatakan bahwa definisi supervisi pendidikan adalah segala usaha pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan pejabat lainnya, untuk memperbaiki proses pembelajaran termasuk menstimulasi, menyeleksi, dan merevisi pertumbuhan dan perkembangan bahan pembelajaran, metode, serta evaluasi pembelajaran

Kata akademik dalam konteks sekolah, dipertautkan dengan segala hal yang berhubungan dengan penguasaan ilmu pengetahuan yang harus

(16)

dikuasai oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran, sehingga yang disebut kegiatan akademik adalah kegiatan proses pembelajaran dan hal-hal lain yang terkait dengan itu misalnya penyusunan jadwal akademik pembelajaran dan silabusnya. Setelah mengetahui pengertian akademik secara bahasa, maka penulis paparkan pengertian akademik secara terminologis. Yang dimaksud supervisi akademik adalah supervisi yang mengarah pada pengendalian dan pembinaan bidang akademik melalui kegiatan dan proses pembelajaran di sekolah agar hasil belajar siswa menjadi lebih baik.

Dengan demikian supervisi akademik adalah kegiatan pengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi-kondisi dalam upaya meningkatkan kualitas produk peserta didik melalui usaha memotivasi, membimbing, membina, dan mengarahkan orang-orang yang terkait dengan kegiatan akademik. Inti supervisi secara umum pada hakekatnya bermuara pada supervisi akademik, karena penyelenggaraan pendidikan di sekolah, kegiatan pokoknya adalah kegiatan akademik, sedang kegiatan lainnya seperti kegiatan administrasi manajerial merupakan instrumen untuk mencapai kegiatan pokoknya itu.

Supervisi adalah semua usaha yang sifatnya membantu guru atau melayani guru agar ia dapat memperbaiki, mengembangkan, dan bahkan meningkatkan pengajarannya, serta dapat pula menyediakan kondisi belajar siswa yang efektif dan efisien demi pertumbuhan jabatannya untuk mencapai

(17)

tujuan pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan. Bantuan atau pelayanan yang diberikan yang dimaksud adalah bantuan yang diberikan dengan jalan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada guru untuk dapat mengembangkan pengelolaan pembelajaran yang terdiri dari penyusunan rencana pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian prestasi belajar (Purwanto, 2006: 76-79).

Salah satu tugas kepala sekolah/madrasah adalah melaksanakan supervisi akademik. Untuk melaksanakan supervisi akademik secara efektif diperlukan keterampilan konseptual, interpersonal dan teknikal (Glickman, at al; 2007). Oleh sebab itu, setiap kepala sekolah/madrasah harus memiliki dan menguasai konsep supervisi akademik yang meliputi: pengertian, tujuan dan fungsi, prinsip-prinsip, dan dimensi-dimensi substansi supervisi akademik.

Supervisi akademik yang menitikberatkan pengamatan supervisor pada masalah-masalah akademik, yaitu hal-hal yang langsung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses belajar (Arikunto, 2004: 5). Fungsi supervisi adalah membantu sekolah menciptakan lulusan yang baik dalam kuantitas dan kualitas, serta membantu para guru agar bisa dan dapat bekerja secara profesional sesuai dengan kondisi masyarakat tempat sekolah itu berada (Pidarta, 2009: 3).

Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan

(18)

pembelajaran Abusmar dkk, (2013:4). Supervisi akademik salah satu upaya kepala sekolah membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya dalam meningkatkan mutu guru dan mutu pendidikan.

Dengan demikian, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalnya. Supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah/madrasah antara lain adalah sebagai berikut.

1) Memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik, dan kecenderungan perkembangan tiap bidang pengembangan pembelajaran kreatif, inovatif, pemecahan masalah, berpikir kritis dan naluri kewirausahaan

2) Membimbing guru dalam menyusun silabus tiap bidang pengembangan di sekolah/madrasah atau mata pelajaran di sekolah/madrasah berlandaskan standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan KTSP. 3) Membimbing guru dalam memilih dan

menggunakanstrategi/metode/teknikpembelajaran /bimbingan yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa.

4) Membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran/ bimbingan (di kelas, laboratorium, dan/atau di lapangan) untuk mengembangkan potensi siswa.

(19)

5) Membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran.

6) Memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi untuk pembelajaran.

Kompetensi supervisi akademik intinya adalah membina guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran. Sasaran supervisi akademik adalah guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, yang terdiri dari materi pokok dalam proses pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, pemilihan strategi/ metode/teknik pembelajaran, penggunaan media dan teknologi informasi dalam pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran serta penelitian tindakan kelas. Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran (Glickman, et al; 2007). Supervisi akademik tidak terlepas dari penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran.

2.3.2 Tujuan dan Sasaran Supervisi

Segala kegiatan yang dilakukan dalam lingkup pendidikan selalu sadar tujuan, begitu pula kegiatan supervisi juga mempunyai tujuan, akan tetapi tidak ada satu rumusan baku tentang tujuan supervisi, walaupun demikian rumusan-rumusan tujuan supervisi yang dikemukakan para ahli pada intinya sama, hanya berbeda redaksionalnya saja, jika

(20)

ditemukan perbedaan sifatnya tidak subtansial dan saling melengkapi.

Tujuan supervisi adalah untuk mengembangkan situasi proses pembelajaran yang lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan profesi mengajar. Secara lebih terperinci tujuan superevisi menurut Burhanuddin (2005:100) sebagai berikut: (a) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran; (b) Mengendalikan penyelenggaraan bidang tehnis edukatif di sekolah sesuai dengan ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan; (c) Menjamin agar kegiatan sekolah berlangsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga berjalan lancar dan memperoleh hasil yang optimal; (d) Menilai sekolah dalam pelaksanaan tugasnya; (e) Memberikan bimbingan langsung untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan, membantu memecahkan masalah yang dihadapi sekolah.

Menurut Mulyasa, tujuan supervisi adalah membantu dan memberikan kemudahan kepada para guru untuk belajar bagaimana meningkatkan kemampuan mereka guna mewujudkan tujuan belajar peserta didik. Selanjutnya Mulyasa (2003:157) mengutip pendapat Ametembun, bahwa tujuan supervisi antara lain:(a) Membina kepala sekolah dan guru untuk lebih memahami tujuan pendidikan dan peranan sekolah dalam mewujudkan tujuan tersebut; (b) Memperbesar kesanggupan kepala sekolah dan guru untuk mempersiapkan peserta didiknya menjadi anggota masyarakat yang lebih efektif; (c) Membina kepala sekolah dan guru mengadakan diagnosis secara

(21)

kritis terhadap aktifitasnya dan kesulitan proses pembelajaran serta mendorong mereka melakukan perbaikan; (d) Memperbesar semangat guru-guru dan meningkatkan motivasi berprestasi untuk mengoptimalkan kinerja secara maksimal; (e) Membantu kepala sekolah dan guru dalam mengevaluasi aktivitasnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik; (f) Mengembangkan rasa persatuan dan kesatuan diantara guru

Sahertian (2000:29) merumuskan bahwa tujuan supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan untuk meningkatkan kualitas mengajar guru di kelas yang pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa.

Ada lima tujuan supervisi pendidikan pada umumnya dalam Rifai (1987:39-46) sebagai berikut:(a) Membantu guru agar dapat lebih mengerti dan menyadari tentang tujuan pendidikan; (b) Membantu guru dalam memahami kebutuhan siswa dan mengembangkan potensinya; (c) Membantu guru untuk mengembangkan potensinya melalui kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, bukan untuk mencari-cari kekurangannya; (d) Membantu guru untuk meningkatkan kemampuan mengajar dalam proses pembelajaran; (e) Membantu guru menemukan kesulitan belajar siswa dan langkah untuk mengatasinya.

Secara spesifik menurut Hasan (2002:18) dalam masalah supervisi akademik yang menjadi tujuannya adalah:(a) Agar terjadi proses pembelajaran yang

(22)

mengikuti prinsip belajar tuntas tanpa harus mengorbankan target kurikulum; (b) Agar terjadi peningkatan semangat guru dalam mengajar dan minat siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang diajarkan; (c) Agar terwujud suasana sadar dan peduli terhadap mutu pendidikan di sekolah di kalangan guru, siswa, kepala sekolah, dan semua pihak yang terkait.

Setelah diuraikan mengenai tujuan supervisi, maka pembahasan berikutnya adalah mengenai sasaran supervisi Adapun yang menjadi sasaran supervisi pendapat Sahertian (2000:29) adalah: (a) Mengembangkan kurikulum yang sedang dilaksanakan di sekolah; (b) Meningkatkan proses pembelajaran di sekolah; (c) Mengembangkan seluruh staf di sekolah.

Menurut pendapat penulis, sasaran supervisi yang dikemukakan oleh Sahertian adalah sasaran yang dilihat dari subtansi mengapa supervisi harus dilakukan, jika sasaran supervisi dilihat dari obyek terhadap siapa supervise akademik harus dilakukan maka akan membawa pengertian yang berbeda sebagaimana dikemukakan oleh Hasan (2002:18-19), bahwa sasaran supervisi akademik adalah guru dan siswa dengan sasaran utama yaitu tingkat keberhasilan proses pembelajaran.

Dari uraian ini penulis menambahkan bahwa yang menjadi sasaran supervisi akademik tidak hanya guru dan siswa tetapi juga Kepala Sekolah dan pihak lain yang terkait di sekolah, sebab betapa penting peran Kepala Sekolah dalam kesuksesan proses pembelajaran.

(23)

2.3.3 Teknik Supervisi Akademik

Teknik supervisi individual adalah pelaksanaan supervisi perseorangan terhadap guru. Supervisor di sini hanya berhadapan dengan seorang guru sehingga dari hasil supervisi ini akan diketahui kualitas pembelajarannya. Teknik supervisi individual ada lima macam yaitu: Kunjungan kelas, Observasi kelas, Pertemuan individual, Kunjungan antar kelas, dan Menilai diri sendiri.

Teknik supervisi secara umum juga berlaku untuk semua supervisi akademik. Beberapa teknik supervisi yaitu: (a) kunjungan kelas; (b) pembicaraan individu; (c) diskusi kelompok; (d) demonstrasi mengajar; (e) kunjungan kelas antar guru; (f) pengembangan kurikulum; (g) perpustakaan individual; (h) lokaria; dan (i) survey sekolah masyarakat.

Supervisi dapat dilakukan dengan berbagai cara, dengan tujuan agar apa yang diharapkan bersama dapat menjadi kenyataan. Secara garis besar, cara atau teknik supervisi akademik dapat digolongkan menjadi dua, yaitu teknik perseorangan dan teknik kelompok.

Teknik supervisi individual adalah pelaksanaan supervisi perseorangan terhadap guru. Supervisor di sini hanya berhadapan dengan seorang guru sehingga dari hasil supervisi ini akan diketahui kualitas pembelajarannya. Teknik supervisi individual ada lima macam yaitu: Kunjungan kelas, Observasi kelas, Pertemuan individual, Kunjungan antar kelas, dan menilai diri sendiri.

Dapat disimpulkan bahwa kegiatan supervisi adalah membantu dan melayani guru melalui

(24)

penciptaan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan kualitas pengetahuan, ketrampilan, sikap, kedisiplinan, serta pemenuhan kebutuhan meliputi: (1) merencanakan supervisi; (2) merumuskan tujuan supervisi; (3) merumuskan prosedur supervisi; (4) menyusun format observasi; (5) berunding dan bekerjasama dengan guru; (6) mengamati guru mengajar; (7) menyimpulkan hasil supervisi; (8) mengkonfirmasikan supervisi untuk keperluan mengambil langkah tindak lanjut.

2.3.4 Observasi kelas

2.3.4.1 Pengertian Observasi Kelas

Observasi kelas adalah kunjungan yang dilakukan oleh supervisor ke sebuah kelas dengan maksud untuk mencermati situasi atau peristiwa yang sedang berlangsung di kelas yang bersangkutan, Arikunto (2006:55). Observasi kelas adalah mengamati proses pembelajaran secara teliti di kelas. Tujuannya adalah untuk memperoleh data obyektif aspek-aspek situasi pembelajaran, kesulitan-kesulitan guru dalam usaha memperbaiki proses pembelajaran. Aspek-aspek yang diobservasi di dalam kelas, (Glickman, et al; 2007).

Ada bermacam-macam cara mengobservasi kegiatan guru dan siswa di kelas. Seorang supervisor dapat menggunakan cara langsung masuk kelas atau cara tidak langsung, yaitu orang yang diobservasi dibatasi oleh ruang kaca dimana murid-murid tidak mengetahuinya. Dalam mengobservasi perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain: tujuan

(25)

yang hendak dicapai, apa yang akan diobservasi, kriteria yang dipakai dalam observasi serta alat-alat yang digunakan dalam observasi, Arikunto ( 2006:56).

Aspek-aspek yang diobservasi di dalam kelas. Secara umum, aspek-aspek yang diobservasi adalah: (a) Usaha-usaha dan aktivitas guru-siswa dalam proses pembelajaran, (b) Cara menggunakan media pengajaran (c) Variasi metode, (d) Ketepatan penggunaan media dengan materi, Ketepatan penggunaan metode dengan materi, dan Reaksi mental para siswa dalam proses belajar mengajar.

Pelaksanaan observasi kelas ini melalui tahap: Persiapan, Pelaksanaan, Penutupan, Penilaian hasil observasi; dan Tindak lanjut. Supervisor: 1) sudah siap dengan instrumen observasi, 2) menguasai masalah dan tujuan supervisi, dan 3) observasi tidak mengganggu proses pembelajaran.

Observasi kelas adalah teknik observasi yang dilakukan ketika supervisor yang secara aktif mengikuti jalannya kunjungan kelas ketika proses sedang berlangsung, tujuan observasi kelas adalah 1) Memperoleh data yang subjektif mengenai aspek situasi dalam proses pembelajaran yang diamati, 2) Mempelajari praktek-praktek pembelajaran setiap pendidik dan mengevaluasinya, 3) Menemukan kelebihan dan sifat yang menonjol pada setiap pendidik, 4) Menemukan kebutuhan para pendidik dalam menunaikan tugasnya, 5) Memperoleh bahan-bahan dan informasi guna penyusunan program supervisi, 6) Mempererat dan memupuk integritas sekolah. ( Sahertian, 2000:57).

(26)

Melihat dan memperhatikan secara teliti terhadap gejala yang tampak. Sasaran dari observasi kelas adalah proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Dengan tujuan untuk memperoleh data yang seobyektif mungkin mengenai aspek-aspek dalam situasi pembelajaran. Guru-guru ditugaskan untuk mengamati seorang guru lain yang sedang mendemonstrasikan cara-cara mengajar suatu materi pelajaran tertentu. Kunjungan observasi dapat dilakukan di sekolah sendiri atau dengan mengadakan kunjungan ke sekolah lain.

Dari beberapa pengertian di atas peneliti menyimpulkan bahwa, kegiatan observasi kelas merupakan salah satu teknik supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah untuk memperoleh data-data aktual dan konkrit tentang masalah-masalah yang dihadapi guru di depan kelas. Dengan observasi kelas kepala sekolah dapat mempelajari situsi belajar mengajar yang sedang berlangsung yang meliputi faktor-faktor yang berpengaruh di dalamnya yang mencakup kegiatan-kegiatan guru kegiatan murid dan masalah-masalah yang timbul dalam proses belajar mengajar tersebut.

2.3.4.2 Aspek-Aspek Yang Diamati

Secara umum, aspek-aspek yang diobservasi adalah: (1) usaha-usaha dan aktivitas guru-siswa dalam proses pembelajaran, (2) cara menggunakan media pengajaran, (3) variasi metode, (4) ketepatan penggunaan media dengan materi, (5) ketepatan penggunaan metode dengan materi, dan (6) reaksi

(27)

mental para siswa dalam proses belajar mengajar. Pelaksanaan observasi melalui tahap: persiapan, pelaksanaan, penutupan, penilaian hasil observasi;dan tindak lanjut. Dalam rangka melakukan observasi, seorang supervisor hendaknya telah mempersiapkan instrumen observasi, menguasai masalah dan tujuan supervisi.

2.3.4.3 Jenis dan Cara Melakukan Observasi

Cara dan sikap yang harus dilakukan oleh supervisor untuk memperoleh data dalam observasi antara lain: (1) Menciptakan situasi yang wajar (cara masuk kelas). Mengambil tempat di dalam kelas yang tidak menjadi pusat siswa, tidak mencampuri guru yang sedang mengajar, sikap waktu mencatat tidak menimbulkan prasangka bagi guru; (2) Harus dapat membedakan mana yang penting untuk dicatat dan mana yang kurang penting; (3) Bukan melihat kelemahan, melainkan melihat bagaimana memperbaikinya; (4) Harus diperhatikan kegiatan atau reaksi siswa-siswa tentang proses belajar.

Kriteria yang dipakai dalam observasi dari data yang dikumpulkan dan dicatat haruslah bersifat obyektif maksudnya adalah bahwa segala sesuatu yang dicatat merupakan data yang sebenarnya tanpa ada pengaruh unsur subyektif dari supervisor, apa yang dicatat harus dapat kena sasaran seperti apa yang dimaksud sering terjadi orang mencatat sesuatu bukan berdasarkan apa yang dilihatnya tetapi apa yang dipikirkannya. Oleh karena itu pencatatan yang tidak valid (tepat) dengan sendirinya tidak dapat dipercaya

(28)

dan data dari catatan-catatan itu akan “berkata” dan memberikan kecenderungan tafsiran terhadap situasi belajar dan mengajar. Menurut Sahertian (2005:56) ada dua cara observasi yaitu: observasi langsung, dengan menggunakan alat observasi, supervisi mencatat absen yang dilihat pada saat guru mengajar, Observasi tidak langsung, Orang yang di observasi dibatasi oleh ruang kaca di mana murid-murid tidak mengetahuinya (biasanya dilakukan dalam laboratrium untuk pengajaran mikro).

Jenis observasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu pertama observasi langsung (directed observation) jika seorang guru yang sedang mengajar diobservasi langsung oleh supervisor berada bersama-sama dalam kelas, sedangkan yang kedua observasi tidak langsung (indirect observation). Secara umum, aspek-aspek yang diamati selama proses belajar mengajar yang sedang berlangsung adalah: (1) usaha-usaha dan aktivitas guru-siswa dalam proses belajar mengajar, (2) cara penggunaan media pengajaran, (3) reaksi mental para siswa dalam proses belajar mengajar, (4) keadaan media pengajaran yang dipakai dari segi materialnya.

2.3.4.4 Tahap-tahap Observasi

Pelaksanaan observasi kelas ini melalui beberapa tahap sebagai berikut: persiapan observasi kelas, pelaksanaan observasi kelas, penutupan pelaksanaan observasi kelas, penilaian hasil observasi, tindak lanjut. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam kegiatan observasi kelas ini adalah:

(29)

1) Sebelum kunjungan dilakukan harus disusun rencana secara sistematis, baik mengenai tujuannya maupun mengenai segi-segi yang akan diobservasi, cara dan pentahapan observasi, alat atau cara

pencatatan dalam mengobservasi dan cara

memperoleh serta mentafsirkan hasil observasi.

2) Kesempatan kunjungan harus lebih banyak diberikan kepada guru baru (muda) yang belum banyak pengalamannya. Dalam hubungan ini tidak berarti menutup kemungkinan bagi guru-guru lainnya yang sudah bertugas untuk melakukan kunjungan, terutama bilamana dipandang bahwa guru yang bersangkutan sudah ketingggalan serta bersifat statis dalam mengikuti perkembangan dan pembaharuan pendidikan.

3) Rencana dan maksud kunjungan serta kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam kunjungan itu harus diberitahukan lebih dahulu sebelum kunjungan dilakukan kepada guru yang akan dikunjungi.

4) Selama kunjungan atau segera setelah kunjungan selesai harus dibuat catatan-catatan yang perlu sesuai maksud kunjungan. Jangan membiasakan sekedar menggunakan ingatan tanpa membuat catatan kecil sama sekali.

5) Mendiskusikan hasil kunjungan baik dengan pihak yang dikunjungi maupun dengan teman guru lainnya.

2.4 Pembelajaran Tematik Terpadu

2.4.1 Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

Pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran yang menggunakan tema pada proses pembelajaran. Kemendikbud (2013:7) pembelajaran

(30)

tematik terpadu adalah pembelajaran dengan memadukan beberapa materi pelajaran melalui penggunaan tema, dimana peserta didik tidak mempelajari materi materi pelajaran secara terpisah, semua materi pelajaran yang ada di sekolah dasar sudah melebur menjadi satu kegiatan pembelajaran yang diikat dengan tema.

Hal yang sama dikemukakan oleh Prastowo (2013:223) pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai materi pelajaran ke dalam berbagai tema. Dalam Mulyasa (2013:170) pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran yang diterapkan pada tingkatan pendidikan dasar yang menyuguhkan proses belajar berdasarkan tema untuk kemudian dikombinasikan dengan materi pelajaran lainnya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat dikaji pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran yang mengaitkan beberapa kompetensi materi pelajaran dalam satu tema tertentu, pembelajaran ini dapat menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien.

2.4.2 Tujuan Pembelajaran Tematik Terpadu

Pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran yang diterapkan pada kurikulum 2013. Tematik terpadu memiliki beberapa tujuan, Kemendikbud (2013:193) tujuan tematik terpadu sebagai berikut: (1) Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topic tertentu; (2) Mempelajari

(31)

pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi materi pelajaran dalam tema yang sama; (3) Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; (4) Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengaitkan berbagai materi pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; (5) Lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, seperti: bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain; (6) Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas; (7) Guru dapat menghemat waktu, karena materi pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan; (8) Budi pekerti dan moral siswa dapat ditumbuh kembangkan dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikaji pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan siswa dalam memahami konsep materi pelajaran yang tergabung dalam tema, sehingga menjadikan siswa lebih bergairah dalam mengikuti proses pembelajaran karena materi yang dipelajari merupakan materi nyata (kontekstual), serta mengembangkan berbagai kemampuan siswa dalam tema tertentu.

(32)

2.4.3 Karakteristik Pembelajaran Tematik

Sebagai suatu model pembelajaran, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut (Depdiknas,2006):

1. Berpusat pada siswa. Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak

menempatkan siswa sebagai subjek belajar

sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. 2. Memberikan pengalaman langsung, Pembelajaran

tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

3. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas. Dalam

pembelajaran tematik pemisahan antar mata

pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus

pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran. Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

5. Bersifat fleksibel. Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar

(33)

dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.

6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan

Berdasarkan pendapat diatas dalam proses pembelajaran ada tujuh karakter yaitu (1) berpusat pada siswa karena proses pembelajaran modern menempatkan siswa sebagai subyek pembelajaran sedangkan guru sebagai fasilitator; (2) memberikan pengalaman langsung kepada siswa tentang sesuatu yang nyata untuk memahami hal yang abstrak; (3) adanya pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas sehingga fokus pembelajaran pada tema yang dekat dengan lingkungan siswa; (4) menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari; (5) bersifat fleksibel yang dapat mengaikan bahan ajar dengan mata pelajaran lain atau dengan lingkungan siswa berada; (6) Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa; serta (7) Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.

(34)

2.4.4 Implementasi pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik di sekolah dasar merupakan suatu hal yang relatif baru, sehingga dalam implementasinya belum sebagaimana yang diharapkan. Masih banyak guru yang merasa sulit dalam melaksanakan pembelajaran tematik ini. Hal ini terjadi antara lain karena guru belum mendapat pelatihan secara intensif tentang pembelajaran tematik ini. Disamping itu juga guru masih sulit meninggalkan kebiasan kegiatan pembelajaran yang penyajiannya berdasarkan mata pelajaran/bidang studi.

Pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar pada saat ini difokuskan pada kelas-kelas bawah (kelas 1 dan 2) atau kelas yang anak-anaknya masih tergolong pada anak usia dini, walaupun sebenarnya pendekatan pembelajaran tematik ini bisa dilakukan di semua kelas sekolah dasar. Pembelajaran tematik dilakukan dengan beberapa tahapan-tahapan seperti penyusunan perencanaan, penerapan, dan evaluasi/refleksi. tahap-tahap ini secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Perencanaan Pembelajaran Tematik

Model pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang pengembangannya dimulai dengan menentukan topik tertentu sebagai tema atau topik sentral, setelah tema ditetapkan maka selanjutnya tema itu dijadikan dasar untuk menentukan dasar sub-sub tema dari bidang studi lain yang terkait (Fogarty, 1991:54). Penentuan tema dapat dilakukan oleh guru melalui tema konseptual yang cukup umum

(35)

tetapi produktif. Dapat pula ditetapkan dengan negosiasi antara guru dengan siswa, atau dengan cara diskusi sesama siswa. Alwasilah, dkk (1998:16) menyebutkan bahwa tema dapat diambil dari konsep atau pokok bahasan yang ada disekitar lingkungan siswa, karena itu tema dapat dikembangkan berdasarkan minat dan kebutuhan siswa yang bergerak dari lingkungan terdekat siswa dan selanjutnya beranjak ke lingkungan terjauh siswa. Berikut ini ilustrasi yang diberikan dalam penentuan tema.

Mengingat perencanaan sangat menentukan keberhasilan suatu pembelajaran tematik, maka perencanaan yang dibuat dalam rangka pelaksanaan pembelajaran tematik harus sebaik mungkin Oleh karena itu ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam merancang pembelajan tematik ini yaitu: (1) Pelajari kompetensi dasar pada kelas dan semester yang sama dari setiap mata pelajaran; (2) Pilihlah tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi untuk setiap kelas dan semester; (3) Buatlah ”matriks hubungan kompetensi dasar dengan tema”; (4) Buatlah pemetaan pembelajaran tematik. Pemetaan ini dapat dapat dibuat dalam bentuk matriks atau jareingan topic; (5) Susunlah silabus dan rencana pembelajaran berdasarkan matriks/jaringan topik pembelajaran tematik.

(36)

2. Pelaksanaan Pembelajaran Tematik

Tahap ini merupakan pelaksanaan kegiatan proses belajar mengajar sebagai unsur inti dari aktivitas pembelajaran, yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan rambu-rambu yang telah disusun dalam perencanaan sebelumnya. Pelaksanaan pembelajaran tematik diterapkan ke dalam tiga langkah pembelajaran yaitu (1) Kegiatan awal bertujuan untuk menarik perhatian siswa, menumbuhkan motivasi belajar siswa,dan memberikan acuan atau rambu-rambu tentang pembelajaran yang akan dilakukan (Sanjaya, 2006:41); (2) Kegiatan inti, merupakan kegiatan pokok dalam pembelajaran. Dimana dilakukan pembahasan terhadap tema dan subtema melalui berbagai kegiatan belajar dengan menggunakan multi metode dan media sehingga siswa mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Pada waktu penyajian dan pembahasan tema, guru dalam penyajiannya sehendaknya lebih berperan sebagai fasilitator (Alwasilah:1988); (3) Kegiatan akhir, dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri pelajaran dengan maksud untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa serta keterkaitannya dengan pengalaman sebelumnya, mengetahui tingkat keberhasilan siswa serta keberhasilan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

(37)

Pada tahap ini intinya guru melaksanakan rencana pembelajaran yang telah disusun sebelumnya. Pembelajaran tematik ini akan dapat diterapkan dan dilaksanakan dengan baik perlu didukung laboratorium yang memadai. Laboratorium yang memadai tentunya berisi berbagai sumber belajar yang dibutuhkan bagi pembelajaran di sekolah dasar. Dengan tersedianya laboratorium yang memadai tersebut maka guru ketika menyelenggarakan pembelajaran tematik akan dengan mudah memanfaatkan sumber belajar yang ada di laboratorium tersebut, baik dengan cara membawa sumber belajar ke dalam kelas maupun mengajak siswa ke ruang laboratorium yang terpisah dari ruang kelasnya.

3. Pengevaluasian Pembelajaran Tematik

Menurut Raka Joni (1996:16), bahwa pada dasarnya evaluasi dalam pembelajaran tematik tidak berbeda dari evaluasi untuk kegiatan pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, semua asas-asas yang perlu diindahkan dalam pembelajaran konvensional berlaku pula bagi penilaian pembelajaran tematik. Bedanya dalam evaluasi pembelajaran tematik lebih menekankan pada aspek proses dan usaha pembentukan efek iringan (nurturant effect) seperti kemampuan bekerja sama, tenggang rasa dan sebagainya. Menurut Pusat Kurikulum (2002), penilaian siswa di kelas I dan II SD belum mengikuti

(38)

aturan penilaian seperti mata pelajaran lain, mengingat anak kelas I SD belum semua lancar membaca dan menulis, maka cara penilaian di kelas I tidak ditekankan pada penilaian secara tertulis.

Evaluasi pembelajaran tematik difokuskan pada evaluasi proses dan hasil. Evaluasi proses diarahkan pada tingkat keterlibatan, minat dan semangat siswa dalam proses pembelajaran, sedangkan evaluasi hasil lebih diarahkan pada tingkat pemahaman dan penyikapan siswa terhadap substansi materi dan manfaatnya bagi kehidupan siswa sehari-hari. Disamping itu evaluasi juga dapat berupa kumpulan karya siswa selama kegiatan pembelajaran yang bisa ditampilkan dalam suatu paparan/pameran karya siswa.

Instrumen yang dapat digunakan untuk mengungkap pemahaman siswa terhadap materi pelajaran dapat digunakan tes hasil belajar. dan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa melakukan suatu tugas dapat berupa tes perbuatan atau keterampilan dan untuk mengungkap sikap siswa terhadap materi pelajaran dapat berupa wawancara, atau dialog secara informal. Di samping itu instrumen yang dikembangkan dalam pembelajaran tematik dapat berupa: kuis, pertanyaan lisan, ulangan harian, ulangan blok, dan tugas individu atau kelompok, dan lembar observasi.

(39)

2.4.5 Implikasi Pembelajaran Tematik

Dalam implementasi pembelajaran tematik di sekolah dasar mempunyai berbagai implikasi yang mencakup:

1. Implikasi bagi guru, Pembelajaran tematik

memerlukan guru yang kreatif baik dalam

menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.

2. Implikasi bagi siswa: (a) Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya; dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal, (b) Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah.

3. Implikasi terhadap sarana, prasarana, sumber belajar dan media: (a) Pembelajaran tematik pada hakekatnya menekankan pada siswa baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar. (b) Pembelajaran ini perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang sifatnya didesain secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization). (c) Pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media

(40)

pembelajaran yang bervariasi sehingga akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak. (d) Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masing-masing mata

pelajaran dan dimungkinkan pula untuk

menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi.

4. Implikasi terhadap Pengaturan ruangan. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik perlu melakukan pengaturan ruang agar suasana belajar menyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi: ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan, susunan bangku peserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengan keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung, peserta didik tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di tikar/karpet, kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar, alat, sarana dan sumber belajar hendaknya dikelola sehingga memudahkan

peserta didik untuk menggunakan dan

menyimpannya kembali.

5. Implikasi terhadap Pemilihan metode. Sesuai dengan karakteristik pembelajaran tematik, maka dalam pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode. Misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, bercakap-cakap.

Ada lima implikasi dalam mempersiapkan pembelajaran tematik yaitu mempersiapkan guru-guru

(41)

yang kreatif dalam menyiapkan kegiatan pembelajaran, memilih kompetensi, mengatur pembelajaran yang bermakna bagi siswa, menyiapkan siswa dalam bekerja secara individu maupun kelompok untuk mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi, memanfaatkan sarana prasarana yang ada di lingkungan siswa berada, menyiapkan ruang kelas sebagai sumber belajar dengan menata ruang kelas sesuai dengan tema, mempersiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode.

2.4.6 Kualitas Pembelajaran

Depdiknas (2004:7) merumuskan peningkatan kualitas pembelajaran adalah intensitas keterkaitan pembelajaran antara guru, siswa, kurikulum, dan bahan belajar, media fasilitas dan sistem pembelajaran dalam menghasilkan proses dan kompetensi belajar yang optimal sesuai dengan tuntutan kulikuler.

Etzioni menjelaskan kualitas dapat dimaknai dengan istilah mutu atau juga keefektifan (Daryanto, 2010:54). Sedangkan pengertian pembelajaran menurut Anitah (2008: 1.18) adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang saling berkaitan, dan mempengaruhi dengan berorientasi pada tujuan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran dapat dicapai apabila dalam proses pembelajaran yang dilakukan efektif dan siswa berhasil mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran dapat dimaknai dengan

(42)

tingkat pencapaian tujuan pembelajaran. Pencapaian tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran.

2.4.7 Indikator Kualitas Pembelajaran

Indikator kualitas pembelajaran dapat dilihat antara lain dari:

2.4.7.1 Perilaku pembelajaran guru

Hamalik (2013:118) mengungkapkan bahwa guru sebagai pendidik harus menguasai pendidikan dan pengajaran serta ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pendidikan. Seorang guru telah mendapatkan pendidikan khusus untuk menjadi guru dan memiliki keahlian khusus yang diperlukan sebagai seorang pendidik sehingga hasil usahanya akan lebih baik.

Guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik hendaknya membuat perencanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, serta menilai proses dan Kompetensi Belajar mahasiswa. Guru mempunyai peran penting dalam terjadinya belajar. Guru diharapkan dapat mempersiapkan kondisi yang kondusif untuk belajar.

Dalam Depdiknas (2004:8) perilaku pembelajaran guru, dapat dilihat kinerjanya sebagai berikut: (1) Membangun persepsi dan sikap positif siswa terhadap belajar. Dalam membangun persepsi dan sikap positif siswa terhadap belajar dapat dilakukan guru dengan memberikan apersepsi serta motivasi kepada siswa; (2) Menguasai disiplin ilmu berkaitan dengan keluasan dan kedalaman serta dapat merepresentasikan materi

(43)

sesuai kebutuhan siswa. Guru harus dapat menguasai materi pelajaran serta menyampaikannya kepada siswa. Penyampaian materi pelajaran dapat menggunakan media dan sumber-sumber belajar serta dengan memberi pengarahan; (3) Memahami keunikan setiap siswa dengan semua kelebihan, kekurangan, dan kebutuhannya. Adanya perbedaan individual siswa disebabkan karena setiap siswa memiliki keunikan masing-masing. Setiap perbedaan keunikan dalam diri siswa harus mendapat perhatian dari guru; (4) Menguasai pengelolaan pembelajaran yang mendidik berorientasi pada siswa yang tercermin dalam kegiatan merencanakan, melaksanakan, serta mengevaluasi. Disebutkan dalam Depdiknas (2004:15) Perilaku pembelajaran guru sebagai pendidik mencakup pembuatan perencanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran serta menilai proses dan Kompetensi Belajar siswa; (5) Mengembangkan kepribadian dan keprofesionalan sebagai guru. Upaya pengembangkan kepribadian dan keprofesionalan seorang guru salah satunya adalah dengan menguasai keterampilan mengajar. Penguasaan terhadap keterampilan ini memungkinkan guru untuk dapat mengelola kegiatan pembelajaran secara lebih efektif.

Rusman (2013:67) mengemukakan bahwa keterampilan dasar mengajar (teaching skill) merupakan suatu karakteristrik umum dari seseorang yang berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diwujudkan melalui tindakan. Keterampilan dasar mengajar guru secara aplikatif indikatornya dapat

(44)

digambarkan melalui sembilan keterampilan mengajar (Rusman, 2012:67), yakni:

1. Keterampilan Membuka Pelajaran

Kegiatan membuka pelajaran merupakan kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan guru, karena dengan awal yang baik dalam proses belajar akan memengaruhi jalannya kegiatan belajar selanjutnya. Bila berhasil melakukan kegiatan pembukaan, maka sangat dimungkinan kegiatan inti dan penutup akan dapat berhasil pula. Uzer Usman (Rusman, 2012:68) menjelaskan komponen-komponen dalam membuka pelajaran, yaitu: (a) menarik perhatian siswa dengan gaya mengajar, penggunaan media pembelajaran, dan pola interaksi pembelajaran yang bervariasi; (b) menimbulkan motivasi, disertai kehangatan dan keantusiasan, menimbulkan rasa ingin tahu, mengemukakan ide yang bertentangan, dan memerhatikan minat atau interes siswa; (c) memberi acuan melalui berbagai usaha, seperti mengemuakan tujuan pembelajaran dan batas-batas tugas, menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan, mengingatkan masalah pokok yang akan dibahas, dan mengajukan beberapa pertanyaan; (d) memberikan apersepsi (memberi kaitan antara materi sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari), sehingga materi yang dipelajari merupakan suatu kesatuan yang utuh yang tidak terpisah-pisah.

(45)

2. Keterampilan Bertanya (questioning skills) Bertanya memainkan peranan penting yaitu pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik melontarkan pertanyaan yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap aktivitas dan kreativitas siswa (Rusman, 2013:69). Menurut Rusman (2012:83), komponen-komponen keterampilan bertanya meliputi: (a) Pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singkat; (b) Pemberian acuan jawaban; (c) Fokus pertanyaan; (d) Pemindahan giliran; (e) Pemusatan kea rah jawaban yang diminta; (f) Penyebaran; (g) Pemberian waktu berpikir; (h) Pemberian tuntutan

Keterampilan bertanya dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu sebagai berikut:

a. Keterampilan bertanya dasar

Komponen-komponen kegiatan bertanya dasar meliputi: (1)Pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singkat sehingga mudah dipahami siswa; (2) Pemberian acuan. Guru dapat memberikan jawaban antara sebagai acuan sebelum masuk pada jawaban yang diinginkan; (3) Fokus pertanyaan. Pertanyaan harus terfokus apakah dalam bentuk pertanyaan terbuka, tertutup, pertanyaan luas atau pertanyaan sempit; (4) Pemindahan giliran. Pertanyaan harus diberikan secara bergiliran agar tidak didominasi oleh beberapa orang saja; (5) Penyebaran. Pertanyaan diberikan ke kelas terlebih dahulu

(46)

sehingga semua siswa berpikir, setelah itu pertanyaan disebar untuk memberikan kesempatan pada semua siswa; (6) Pemberian waktu berpikir. Setelah pertanyaan diberikan, siswa diberi waktu untuk berpikir, setelah itu guru memberi kesempatan bagi siswa yang sudah siap atau menunjuk satu persatu; (7) Perberian tuntunan. Guru dapat memberikan tuntunan saat siswa mengalami kesulitan, sehingga siswa memiliki gambaran jawaban yang diharapkan. (Rusman, 2013:69-70).

b. Keterampilan bertanya lanjut

Komponen keterampilan bertanya lanjut: (1) Pengubahan tuntutan kognitif dalam menjawab. Guru diharapkan mengajukan pertanyaan yang tergolong pada tingkat kognitif tinggi yang bersifat pemahaman, aplikasi, analisis dan sintesis, evaluasi, dan kreasi. Pertanyaan yang bersifat ingatan dibatasi; (2) Pengaturan urutan pertanyaan. Pertanyaan pada tingkat tertentu hendaknya dimantapkan, kemudian beralih ke tingkat pertanyaan yang lebih tinggi; (3) Penggunaan pertanyaan pelacak. Jika guru mengajukan pertanyaan dan jawaban yang diberikan oleh siswa dianggap benar tetapi masih dapat dilengkapi lagi, guru dapat mengajukan pertanyaan pelacak yang dapat membimbing siswa untuk mengembangkan jawaban yang diberikan. Teknik pertanyaan pelacak yaitu: meminta klarifikasi, meminta siswa memberi alasan, meminta kesepakatan pandangan siswa,

(47)

meminta ketepatan jawaban, meminta jawaban yang lebih relevan, meminta contoh, meminta jawaban yang lebih kompleks; (4) Peningkatan terjadinya interaksi. Dalam kaitan dengan keterampilan bertanya lanjut, peningkatan terjadinya interaksi dapat dilakukan dengan cara: mengurangi pertanyaan yang hanya dijawab oleh seorang siswa, mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan, dan memberi kesempatan kepada siswa lain untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh teman mereka. (Anitah, 2008:7.12)

Dalam menerapkan keterampilan bertanya, guru hendaknya memperhatikan prinsip penggunaan atau hal-hal yang mempengaruhi keefektifan pertanyaan sebagai berikut: (a) Kehangatan dan keantusiasan. Pertanyaan hendaknya diajukan dengan penuh kantusiasan dan kehangatan karena akan mempengaruhi kesungguhan siswa dalam menjawab pertanyaan; (b) Menghindari kebiasaan-kebiasaan berikut: mengulangi pertanyaan sendiri, mengulangi jawaban siswa, menjawab pertanyaan sendiri, mengajukan pertanyaan yang memancing jawaban serentak, mengajukan pertanyaan ganda, menentukan siswa yang akan menjawab pertanyaan; (c) Memberikan waktu berpikir. Hal ini sangat perlu diperhatikan karena siswa memerlukan waktu yang cukup untuk berpikir dan menyusun jawaban; (d) mempersiapkan pertanyaan pokok yang diajukan; (e) Menilai

(48)

pertanyaan yang telah diajukan. (Anitah, 2008:7.16)

3. Keterampilan Memberi Penguatan (reinforcement skills)

Guru yang baik harus selalu memberikan penguatan, baik dalam bentuk penguatan verbal (diungkapkan dengan kata-kata langsung seperti betul, bagus, pintar, ya, seratus, tepat sekali, dan sebagainya), maupun nonverbal (biasanya dilakukan dengan gerak, elusan, isyarat, sentuhan, pendekatan, dan sebagainya) yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi siswa atas perbuatan yang baik sebagai suatu tindakan dorongan, sehingga perbuatan tersebut terus diulang. Rusman (2012:85) mengemukakan ada empat cara dalam memberikan penguatan, yaitu: (a) penguatan kepada pribadi tertentu. Penguatan harus jelas kepada siapa ditujukan, yaitu dengan cara menyebutkan namanya, karena jika tidak jelas akan kurang efektif; (b) penguatan kepada kelompok siswa. Caranya dengan memberikan penghargaan kepada kelompok siswa yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik; (c) pemberian penguatan dengan cara segera. Penguatan seharusnya diberikan sesegera mungkin setelah munculnya tingkah laku/respons siswa yang mendukung kegiatan belajar yang dilakukan; (d) variasi dalam penguatan. Jenis penguatan yang

Gambar

Gambar 2 skema kerangka pikir penelitian

Referensi

Dokumen terkait

1) Orang miskin adalah orang yang mempunyai sebagian harta untuk menutupi kebutuhannya, sedangkan fakir adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu. 2) Kelompok fuqarâ

Dinding bata tidak berfungsi sebagai beban melainkan berfungsi sebagai penerima beban saat terjadi pembebanan geser, ini dibuktikan dari hasil pengujian terjadinya

Jaman dulu sistem pengapian menggunakan sistem konfensional yaitu platina, seiring berjalannya waktu sistem ini mulai tidak di jaman sekarang , pada pengguna motor baru

Setiap menerima perintah kerja secara tertulis dalam bentuk surat atau instruksi kedinasan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan, kita harus dapat menindaklanjutinya..

Setelah disajikan kajian tentang sistem dan teori-teori yang akan mendasari dan digunakan dalam membahas reduksi orde model sistem LPV, maka pada bab selanjutnya akan dibahas

Pada saat acara dilaksanakan 2 orang audiens bertanya tentang cara perawatan luka dan makanan yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka SC.. • Menjawab

Dia adalah sarjana Ma- tema ka dari Universitas Indonesia dan juga mengiku beberapa ujian yang diselenggarakan oleh Persatuan Aktuaris Indonesia untuk menjadi Aktuaris. Dia

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun kersen ( M. calabura L.) memiliki efek terhadap penurunan kadar kolesterol total dalam