• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Kelurahan Cikaret

Kelurahan Cikaret merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kelurahan ini memiliki luas lahan sebesar 153,470 Ha. Kelurahan Cikaret memiliki sebanyak 12 RW yang tersebar di beberapa daerah. Kelurahan Cikaret sebelum menjadi bagian dari Kota Bogor adalah sebuah desa yang termasuk kedalam wilayah Desa Kota Batu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

Tahun 1995 Desa Cikaret kemudian ditarik ke wilayah Kota Bogor dan dijuluki dengan sebutan “Desa di dalam Kota”. Tahun 1998 Desa Cikaret memisahkan diri dari Desa Kota Batu dan berganti nama menjadi Kelurahan Cikaret yang terdiri dari 12 RW. Kelurahan Cikaret kemudian diresmikan menjadi bagian dari Kecamatan Bogor Selatan Kota Bogor dengan dipimpin oleh seorang lurah.

4.1.1 Kondisi Geografis dan Infrastruktur Kelurahan Cikaret

Secara geografis Kelurahan Cikaret dibatasi oleh beberapa wilayah bagian. Sebelah utara dibatasi oleh Kelurahan Pasir Kuda, sebelah timur dibatasi oleh Kelurahan Pasir Jaya. Sebelah selatan dibatasi oleh Kelurahan Mulyaharja dan sebelah barat dibatasi oleh Desa Kota Batu. Areal pemukiman Kelurahan Cikaret terbagi menjadi 12 Rukun Warga (RW) dan 70 Rukun Tetangga (RT).

Suhu rata-rata harian Kelurahan Cikaret mencapai 23 sampai 32 derajat celcius dengan tinggi tempat dari permukaan laut mencapai 300-400 M. Jarak pemerintahan Kelurahan Cikaret dengan pusat pemerintahan kecamatan ditempuh dengan jarak 3 km, sedangkan dengan pemerintah kota ditempuh dengan jarak 4 km.

Kekayaan tanah Kelurahan Cikaret terbagi menjadi beberapa bagian. Tanah yang digunakan sebagai jalan seluas 1,36 Ha, pemakaman seluas 2 Ha, pemukiman seluas 142,51 Ha, jalur hijau seluas 0,2 Ha, bangunan-bangunan umum seperti tempat ibadah, mushola seluas 3 Ha, digunakan untuk kepentingan

(2)

industri sebesar 0,6 Ha dan lain-lainnya. Akses menuju kantor Kelurahan Cikaret sangat mudah. Kondisi jalan Kelurahan Cikaret sudah berupa aspal dan banyak sarana transportasi seperti kendaraan umum yang melintas ke wilayah Kelurahan Cikaret. Perjalanan menuju kantor Kelurahan Cikaret dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan motor melalui jasa tukang ojeg.

4.1.2 Kondisi Sosial dan Ekonomi Penduduk

Jumlah penduduk Kelurahan Cikaret dapat dilihat berdasarkan komposisi umur dan berdasarkan jenis kelamin. Jumlah penduduk Kelurahan Cikaret disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Kelurahan Cikaret Berdasarkan Komposisi Umur, Maret 2011

No Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa)

1 0-4 1.796 2 5-9 2.121 3 10-14 2.023 4 15-19 1.667 5 20-24 1.297 6 25-29 1.342 7 30-34 1.243 8 35-39 1.091 9 40-44 1.054 10 45-49 951 11 50-54 826 12 55-59 715 13 60-64 599 14 64+ 414 Jumlah 17.139

Sumber : Data Laporan Penduduk Berdasarkan Mutasi Lahir, Mati, Datang, Pindah Bulan Maret 2011

Berdasarkan data pada Tabel 3 menggambarkan mengenai jumlah penduduk Kelurahan Cikaret berdasarkan komposisi umur. Data pada Tabel 3 menunjukan bahwa penduduk usia produktif yang berkisar antara 15 tahun hingga 64 tahun mendominasi jumlah penduduk lainnya. Jumlah penduduk usia produktif sebanyak 10.785 jiwa. Jumlah penduduk usia belum produktif yaitu penduduk dengan usia 15 tahun ke bawah hanya berjumlah 5.940 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Kelurahan Cikaret sudah termasuk kategori usia produktif.

(3)

Jumlah penduduk di Kelurahan Cikaret berdasarkan jenis kelamin yang mencapai 17.139 jiwa terdiri dari 4.231 KK. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 8.969 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 8.170 jiwa. Hal ini disajikan dalam Tabel 4 mengenai jumlah penduduk Kelurahan Cikaret Bedasarkan jenis kelamin.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Kelurahan Cikaret Berdasarkan Jenis Kelamin, 2011

No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)

1 Laki-laki 8.969

2 Perempuan 8.170

Jumlah 17.139

Sumber : Data Laporan Penduduk Berdasarkan Mutasi Lahir, Mati, Datang, Pindah Bulan Maret 2011

Keberagaman tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Cikaret merupakan gambaran dari kesadaran akan pendidikan di kalangan masyarakat yang berbeda-beda. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat Kelurahan Cikaret lebih dominan pada urutan pertama tertinggi adalah tamatan SMP/SLTP/MI yaitu sebesar 3.701 jiwa. Tingkat pendidikan pada urutan kedua tertinggi adalah tamatan SMA/SLTA/Aliyah yaitu sebesar 3.679 jiwa. Pada Tabel 5 disajikan mengenai tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Cikaret.

Tabel 5. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Cikaret Tahun 2008

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa)

1 2 2 3 4 5 Tamat TK Tamat SD/MI Tamat SMP/SLTP/MI Tamat SMA/SLTA/Aliyah Tamat Akademik/D1-D3 Tamat Sarjana S1-S3 199 3.541 3.701 3.679 437 269 Jumlah 11.826 Sumber: Data Kependudukan Monografi Kelurahan Cikaret, 2008

Berdasarkan Tabel 5 fasilitas jalan dan transportasi yang telah memadai tidak menghambat masyarakat untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Hal ini terbukti di Kelurahan Cikaret sebanyak 267 jiwa merupakan tamatan

(4)

S1-S3. Sebanyak 437 jiwa merupakan tamatan D1-D3. Tamatan TK hanya sebesar 199 jiwa sangat kecil bila dibandingkan dengan tamatan pendidikan lainnya.

Terdapat keberagaman mata pencaharian pada penduduk di Kelurahan Cikaret seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6. Beberapa jenis mata pencaharian seperti PNS, TNI, POLRI, Swasta/BUMN/BUMD, Wiraswasta/pedagang, tani, pertukangan, buruh tani, pensiunan, jasa dan lain-lain. Pada mata pencaharian TNI dan POLRI merupakan mata pencaharian yang sangat kecil baik jumlah jiwa dan persentasenya. Pada Tabel 6 disajikan data mengenai mata pencaharian masyarakat di Kelurahan Cikaret.

Tabel 6. Mata Pencaharian Masyarakat di Kelurahan Cikaret 2008

No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 PNS TNI POLRI Swasta/BUMN/BUMD Wiraswasta/pedagang Tani Pertukangan Buruh Tani Pensiunan Jasa /lain-lain 157 5 6 1.585 1.795 37 496 115 181 1.522 3 0 0 27 30 1 8 2 3 26 Jumlah 5.899 100 Sumber: Data Kependudukan Monografi Kelurahan Cikaret, 2008

Berdasarkan Tabel 6 pada urutan nomor lima, mata pencaharian sebagai wiraswasta/pedagang sebesar 1.795 jiwa atau sebesar 30 persen yang mendominasi urutan mata pencaharian lainnya. Mata pencaharian pada urutan kedua adalah swasta/BUMN/BUMD sebanyak 1.585 jiwa atau sebesar 27 persen.

4.1.3 Tata Guna Lahan di Kelurahan Cikaret

Tata guna lahan di Kelurahan Cikaret digunakan untuk berbagai macam kebutuhan seperti penggunaan tanah untuk pemukiman, sawah, ladang, perkebunan rakyat, empang, pekarangan, jalan, jalur hijau, pemakaman, bangunan umum, perkantoran, industri hingga pertokoan dan lainnya. Lahan yang digunakan Kelurahan Cikaret lebih dominan pada penggunaan lahan untuk

(5)

pemukiman sebesar 142,51 hektar. Penggunaan lahan untuk pemukiman ini setara dengan tingkat penduduknya yang padat. Selain lahan digunakan untuk pemukiman, lahan digunakan untuk bangunan umum sebanyak tiga hektar, bangunan umum yang dimaksudkan seperti tempat ibadah, klinik, dan lainnya. Pada Tabel 7 disajikan mengenai penggunaan dan peruntukan luas lahan di Kelurahan Cikaret.

Tabel 7. Penggunaan dan Peruntukan Luas Lahan Kelurahan Cikaret, Kecamatan Bogor Selatan, 2008

No Penggunaan Lahan Luas Lahan (Hektar) Persentase (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Pemukiman Sawah Ladang/huma Perkebunan rakyat Empang Pekarangan Jalan Jalur hijau Pemakaman Bangunan umum Perkantoran industri Pertokoan Lain-lain 142,51 2,00 0,10 0,10 0,30 6,00 1,36 0,20 2,00 3,00 0,07 0,60 0,50 2,00 86 1 0 0 0 4 1 0 1 2 0 0 0 1 Jumlah 166,14 100

Sumber: Data Kependudukan Monografi Kelurahan Cikaret, 2008

Luas lahan di Kelurahan Cikaret juga digunakan untuk pekarangan sebesar enam hektar. Lahan yang digunakan untuk jalan sebesar 1,36 hektar. Lahan yang digunakan untuk sawah hanya dua hektar. Selebihnya luas lahan digunakan untuk industri, pertokoan, empang, bangunan umum, dan lain-lainnya.

4.2 Gambaran Umum Kampung Cikaret dan Industri Pengolahan Tahu Kampung Cikaret merupakan salah satu kampung yang berada di Kelurahan Cikaret. Sebelumnya Kelurahan Cikaret merupakan sebuah desa yang dikenal dengan nama Desa Cikaret, setiap wilayah di Desa Cikaret diberi julukan kampung dengan nama kampung yang berbeda-beda. Setelah Desa Cikaret berubah menjadi kelurahan, setiap wilayah hanya diberi julukan berdasarkan

(6)

urutan RW. Kampung Cikaret merupakan wilayah RW 01 dan berjumlah tujuh RT. Setiap wilayah RW di Kelurahan Cikaret memiliki sejarah nama masing-masing. Seperti pada RW 01 atau merupakan Kampung Cikaret, nama Cikaret sendiri berdasarkan karena di wilayah tersebut dulu dipercaya oleh masyarakat Kelurahan Cikaret bahwa terdapat sejumlah pohon karet. Hal ini seperti diungkapkan oleh informan dari staf kelurahan sebagai berikut:

“Dulu disini banyak pohon karet, makanya disebut sebagai Kampung Cikaret. Nah..sungai yang melintasi kelurahan cikaret juga disebutnya itu Sungai Cikaret karena dulu di sungai itu ada satu pohon karet tumbuh di tengah-tengah sungai, tapi sekarang sudah tidak ada lagi” (Bapak Mmn, 50 tahun, seorang staf kelurahan).

Kampung Cikaret memiliki dua RW yaitu RW 01 yang berada di wilayah Gang Madrasah dan RW 04 yang berada di Gang Pangumbahan. RW 01 dan RW 04 ini merupakan wilayah yang berdekatan namun berbeda Gang. Wilayah RW 01 merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan RW 04. Wilayah RW 01 dilintasi oleh dua buah anak sungai yaitu Sungai Cimanglid dan Sungai Cikaret. Sungai Cimanglid melintasi jalur RW 04/RT 05 Gang Pangumbahan sampai ke RW 01/RT03 Gang Madrasah. Lebar anak Sungai Cimanglid ini ± 2 meter. Sedangkan anak Sungai Cikaret melintasi wilayah RW 01/RT 07 dan RT 06 di Gang Pangumbahan Kampung Cikaret.

Wilayah RW 04 masih termasuk Kampung Cikaret namun berbeda Gang dengan wilayah RW 01. RW 04 lebih sering disebut dengan wilayah Gang Pangumbahan. Nama pangumbahan memiliki arti sendiri bagi masyarakat di RW 04, seperti yang diungkapkan oleh informan dari straf kelurahan sebagai berikut:

“RW 04 di Gang Pangumbahan, disebut Pangumbahan karena dulu ada tempat pencucian mobil atau kendaraan-kendaraan, tempatnya besar dan ramai dikunjungi orang-orang yang ingin mencuci mobil, makanya disebut Gang Pangumbahan. Tempat pencucian mobilnya sudah bangkrut, sekarang sudah tidak ada lagi” (Bapak Mmn, 50 tahun, seorang staf kelurahan).

(7)

Wilayah RW 04 memiliki ciri khas yaitu terdapat industri pengolahan tahu yang sudah lama berdiri. Industri pengolahan tahu tersebut sudah sejak tahun 1993 berdiri disana. Industri pengolahan tahu milik Pak Hto, memproduksi berbagai jenis tahu. Tahu yang diproduksi ada yang berbentuk kotak yang disebut tahu sayur, ada tahu segitiga yang biasa dimakan dengan siomay, ada tahu goreng yang berwarna cokelat, ada juga tahu bulat yang sudah setahun ini diproduksi di industri pengolahan tahu milik Pak Hto. selain memproduksi tahu, industri pengolahan tahu milik Pak Hto juga memproduksi tempe. Bahan baku utama tahu maupun tempe semua berasal dari kacang kedelai yang bermutu. Jenis kedelai yang digunakan adalah jenis kedelai berwarna kuning dan putih.

Pak Hto mengharapkan bahwa berdirinya industri pengolahan tahu di wilayahnya mampu membuka lapangan pekerjaan untuk warga di sekitarnya. Tetapi pada kenyataannya warga di sekitar industri pengolahan tahu cenderung lebih memilih menjadi buruh pabrik non tahu daripada harus belajar membuat tahu. Sehingga Pak Hto mengajak tetangga-tetangganya dari daerah asal Tasikmalaya untuk ikut serta belajar menjadi pengrajin tahu. Hal ini diungkapkan oleh Pak Hto pemilik industri pengolahan tahu di Kampung Cikaret:

“Awalnya saya mengontrak satu orang yang memang sudah ahli dalam membuat tahu untuk melatih para pengrajin disini. Para pengrajin disini dulu tidak bisa membuat tahu. Setelah mengikuti pelatihan berkali-kali, mereka akhirnya bisa membuat tahu. Pengrajin disini juga ada yang dulunya hanya sebagai tukang becak, ada yang dulunya kerja di supermarket, ada juga yang datang kesini meminta pekerjaan ketika dia masih menggunakan seragam SD, namun sekarang dia sudah berumur 20 tahunan dan masih bekerja disini” (Bapak Hto, 54 tahun, pemilik industri pengolahan tahu).

Pengrajin tahu yang berada di industri pengolahan tahu milik Pak Hto berjumlah 19 orang dengan pekerja enam orang. Pekerja tahu bulat hanya berjumlah enam orang yang berasal dari masyarakat lokal. Pengrajin tahu di industri ini berasal dari berbagai daerah antara lain daerah Tasikmalaya, Ciamis, Madura, Garut, Magelang, Bogor. Menariknya, Pak Hto memberikan fasilitas berupa tempat tinggal untuk pengrajin yang datang dari daerah jauh dan membawa serta keluarganya untuk tinggal secara gratis, Menyediakan

(8)

bahan-bahan membuat tahu dan tempe, alat-alat membuat tahu dan tempe, serta menyediakan bahan utama tahu dan tempe yaitu kedelai jenis kuning dan jenis putih. Industri pengolahan tahu ini setiap hari memproduksi 5-6 kwintal atau 90 papan dengan isi satu papan dapat menghasilkan 100 potong tahu.

Sistem yang dilaksanakan oleh para pengrajin tahu adalah para pengrajin membeli kedelai yang telah disediakan Pak Hto dengan harga 1 kg kedelai Rp. 9.500,00. Biasanya rata-rata pengrajin akan membeli 5-10 kg kedelai setiap harinya, sehingga uang yang harus disetorkan pada Pak Hto rata-rata sebesar Rp. 47.500,00- Rp. 95.000,00 setiap pengrajin. Harga setoran ini disesuaikan dengan pengambilan berat kacang kedelai oleh masing-masing pengrajin. Penghasilan bersih Pak Hto setiap hari sebesar Rp. 1.200.000,00 dari hasil penjualan kacang kedelainya. Industri pengolahan tahu milik Pak Hto menghasilkan ampas sebanyak 12 karung setiap harinya. Ampas merupakan hasil sisa dari produksi tahu yang dapat dijual kembali atau dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau bahan membuat oncom. Ampas dari industri pengolahan tahu milik Pak Hto dijual kembali kepada pengusaha oncom sebanyak tujuh karung dengan harga per karungnya Rp. 12.500,00 dan empat karung sisanya diberikan kepada ternak kambing miliknya sendiri. Menariknya lagi, Pak Hto merupakan salah satu anggota KOPTI (Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia) yang telah lama dipercaya untuk memegang peranan dalam pemasokan kedelai bagi industri-industri pengolahan tahu dan tempe di wilayah sekota Bogor Selatan.

Tahun 1996-1997, Pak Hto mendapatkan kesulitan dalam pengelolaan limbah cair. Teknologi yang sederhana dan belum adanya tempat penampungan limbah cair menjadi kendala dalam usaha industri pengolahan tahu skala usaha kecil miliknya. Industri pengolahan tahu miliknya pernah dipermasalahkan oleh warga di RW 01 karena limbah cair hasil kegiatan pengolahannya dibuang langsung ke bantaran kali di sekitar industri miliknya. Pembuangan limbah cair ke kali menyebabkan bau limbah yang mengganggu penciuman warga disekitar bantaran Sungai Cimanglid yang melintasi RW 01/ RT 03 dan RT 06. Hal ini diungkapkan Pak Hto selaku pemilik industri pengolahan tahu di Kampung Cikaret:

(9)

“Dulu saya sempat di demo oleh warga tahun 1996-1997. Saya tidak mengetahui kalau warga di RW 01 masih ada yang menggunakan sungai untuk mandi dan cuci. Limbah tahunya bau sekali karena saat itu memang sedang kemarau. Tapi sekarang saya kalau buang limbah cair malam hari, jadi limbahnya saya tampung dulu di septitank, kalau turun hujan baru malam-malamnya saya buka saluran septitanknya biar limbahnya mengalir ke kali” (Bapak Hto, 54 tahun, pemilik industri pengolahan tahu).

Pengolahan kedelai menjadi tahu melewati beberapa tahapan. Tahapan-tahapan dalam pada pengolahan tahu membutuhkan alat dan bahan yang sesuai dengan pengolahan tahu seperti biasanya. Gambar 4 disajikan alur pembuatan tahu milik Pak Hto.

Gambar 4. Diagram Alur Pembuatan Tahu pada Industri Pengolahan Tahu Milik Pak Hto di Kampung Cikaret

Keterangan:

Saling berhubungan: Alat/bahan penunjang : Menghasilkan: Pembuangan limbah :

Kedelai

Ditimbang g

Direndam Dicuci Digiling

Dimasak Disaring Ditampung Dicetak Pengempresan Pemotongan Air Limbah Ampas Tahu Limbah Gas Tungku Kayu Bakar Kain Diberikan Air Whey Papan Cetakan Sungai Pakan Ternak

(10)

Berdasarkan Gambar 4 pengolahan tahu yang dilakukan oleh industri pengolahan tahu milik Pak Hto sama seperti kebanyakan industri-industri pengolahan tahu lainnya. Alat-alat dalam membuat tahu yaitu timbangan untuk menimbang kacang kedelai, wadah untuk merendam kedelai menggunakan tong plastik dengan diameter 0,4-0,8 m, alat penggiling kedelai, alat pemasak bubur kedelai berupa wajan yang ditempatkan diatas tungku semen, tungku pemanas menggunakan kayu bakar, alat penyaring bubur kedelai biasanya menggunakan kain, alat pencetak tahu terbuat dari kayu ukuran 60 cm x 60 cm x 10 cm untuk ukuran tahu yang besar dan 40 cm x 40 cm x 5 cm untuk tahu ukuran kecil, wadah untuk tahu yang sudah jadi, penggaris untuk mengukur ukuran tahu yang diinginkan, pisau untuk memotong dan penggorengan jika tahu yang dihasilkan adalah tahu yang dijual sudah jadi.

Pertama kedelai ditimbang, Setelah ditimbang, kemudian kedelai direndam dalam wadah atau tong plastik. Kedelai yang telah direndam selama 2-3 jam kemudian di cuci hingga bersih. Kedelai yang telah dicuci bersih kemudian digiling menggunakan mesin penggiling. Saat proses penggilingan harus diberikan air hal ini agar kedelai mudah terdorong keluar dan menjadi adonan seperti bubur. Bubur kedelai kemudian dimasak hingga mendidih, proses pemanasan ini menggunakan uap air, dengan menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk menghasilkan api.

Bubur kedelai dalam keadaan panas lalu disaring dengan kain untuk mengambil sari buburnya. Ampas tahu hasil penyaringan dipisahkan jauh-jauh dari sari kedelai agar tidak terkontaminasi. Sari kedelai yang diperoleh lalu ditampung dalam bak semen, diaduk secara perlahan, lalu diberikan air biang atau air whey sebanyak 700 liter hal ini untuk memudahkan sari kedelai melekat satu sama lain, jika telah menggumpal pemberian whey dihentikan. Gumpalan tahu dituangkan di dalam cetakan kayu yang telah dialasi kain disediakan baik ukuran besar maupun ukuran kecil sesuai dengan keinginan pengrajin. Gumpalan tahu yang sudah tertuang dalam cetakan kemudian segera ditutup dengan kain lalu dilakukan pengempresan. Pemotongan berdasarkan ukuran tahu yang dinginkan dilakukan setelah cetakan tahu dingin.

(11)

Limbah yang dihasilkan industri pengolahan tahu milik Pak Hto terdiri dari tiga macam. Pertama adalah limbah cair, limbah cair dihasilkan dari proses pencucian dan perendaman. Kedua adalah limbah gas yang dihasilkan dari proses pemasakan tahu menggunakan kayu bakar. Ketiga adalah limbah ampas yang diperoleh dari hasil penyaringan pada bubur kedelai.

4.3 Karakteristik Responden

Responden merupakan mayoritas penduduk asli di Kampung Cikaret. Responden lahir dan dibesarkan di Kampung Cikaret sehingga mengetahui kondisi Kampung Cikaret. Mayoritas responden adalah Suku Sunda, hanya tiga responden dari 66 responden yang merupakan Suku Jawa. Responden dominan menggunakan bahasa sehari-hari dengan Bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia.

Responden memiliki beragam mata pencaharian. Hal ini disebabkan beragamnya tingkat pendidikan yang dimiliki responden. Keberagaman tingkat pendidikan ini juga disebabkan tingkat kesadaran akan pendidikan yang berbeda-beda. Keberagaman mata pencaharian dan tingkat pendidikan ini membuat pendapatan yang dimiliki oleh tiap rumahtangga responden berbeda-beda.

4.3.1 Mata Pencaharian Responden

Masyarakat di Kampung Cikaret RW 01 memiliki mata pencaharian yang berbeda-beda. Gambar 5 menyajikan Persentase mata pencaharian responden di Kampung Cikaret RW 01.

Sumber: Hasil Olah Data, 2011

Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga

(12)

Berdasarkan Gambar 5 dijelaskan bahwa tertinggi pertama, sebanyak 19 rumahtangga dari 66 rumahtangga respoden atau sebanyak 29 persen memiliki mata pencaharian sebagai penjual atau membuka usaha warung. Tertinggi kedua sebanyak 10 dari 66 responden atau sebanyak 15 persen bermata pencaharian sebagai buruh pabrik. Keberagaman mata pencaharian yang dimiliki oleh responden sesuai dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya.

4.3.2 Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh responden berbeda-beda. Responden di Kampung Cikaret ada yang merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), maupun Perguruan tinggi. Responden di Kampung Cikaret lebih banyak merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD). Pada Gambar 6 disajikan persentase tingkat pendidikan responden di Kampung Cikaret.

Keterangan: n Kampung Cikaret = 66 rumahtangga

Gambar 6. Tingkat Pendidikan Responden Kampung Cikaret, 2011

Berdasarkan pada Tabel 6 sebagian besar responden yang merupakan masyarakat RW 01 Kampung Cikaret memiliki jenjang pendidikan tamatan Sekolah Dasar (SD). Tamatan Sekolah Dasar sebesar 42 persen atau sebanyak 28 rumahtangga. Kedua tertinggi adalah jenjang pendidikan tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA). Tamatan SMA sebesar 24 persen atau sebanyak 16

(13)

rumahtangga. Lalu diikuti dengan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan jenjang pendidikan perguruan tinggi.

4.3.3 Kegiatan-Kegiatan Sosial Respoden

Kampung Cikaret memiliki kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan bersama warganya berupa kegiatan kerja bakti, pengajian, arisan. Kegiatan pengajian biasanya empat kali dalam seminggu, sedangkan arisan hanya berlaku untuk para wanita dan dilakukan sebulan sekali. Kerja bakti yang diadakan di Kampung Cikaret tidak tentu, hal ini disebabkan kegiatan kerja bakti yang dilakukan biasanya bagaimana ketentuan dari pihak kelurahan. Biasanya kegiatan kerja bakti yang dilakukan adalah membersihkan selokan, membetulkan jalan, membersihkan sampah di sepanjang pinggir jalan.

Kegiatan yang lebih menarik lagi adalah kegiatan “Ngaliweut” bersama. Ngaliweut adalah kegiatan makan bersama dimana nasi yang biasa dimakan dituangkan diatas daun pisang dan diberi beberapa lauk yang dicampurkan. Kegiatan ngaliweut di Kelurahan Cikaret ini dilakukan setiap satu tahun sekali pada Bulan Juli sebagai hari ulang tahun kelurahan dan menyambut HUT RI di Bulan Agustus, uniknya ngaliweut yang dilakukan sepanjang 2 km. Jarak panjang daun pisang untuk kegiatan ngaliweut sendiri dimulai dari Gang Kosasih Kelurahan Cikaret hingga berakhir pada lapangan cepot ujung Gang Kosasih. Warga yang tinggal di Kelurahan Cikaret, terutama warga Kampung Cikaret berkumpul dan melakukan kegiatan ngaliwet secara bersama-sama. Kegiatan ngaliweut tidak hanya diikuti oleh warga Kampung Cikaret saja, tetapi warga dari kampung lain yang masih satu kelurahan juga ikut serta.

4.4 Ikhtisar Karakteristik Responden Kampung Cikaret

Karakteristik responden di Kampung Cikaret dengan jumlah total 66 rumahtangga sangat beragam. Karakteristik responden ini berdasarkan asal kependudukan responden, suku yang dimiliki responden, mata pencaharian responden, tingkat pendidikan yang ditempuh responden dan kegiatan-kegiatan sosial diikuti oleh responden. Pada Tabel 8 disajikan mengenai karakteristik responden di Kampung Cikaret.

(14)

Tabel 8. Ikhtisar Karakteristik Responden Kampung Cikaret Aspek Penelitian Kampung Cikaret

Asal Kependudukan Suku

Mata Pencaharian Tingkat Pendidikan

Kegiatan Sosial Responden

Asli Sunda Beragam Sedang

Pengajian, Arisan, Kerja bakti, Ngaliweut

Berdasarkan Tabel 8 responden merupakan penduduk asli dan mayoritas suku sunda. Mata pencaharian yang dimiliki beragam dan semua merupakan mata pencaharian pada non industri pengolahan tahu. Keberagaman mata pencaharian ini disebabkan tingkatan pendidikan yang dimiliki oleh responden pun berbeda-beda. Tingkatan pendidikan responden termasuk kedalam kategori golongan sedang, karena masih ada sembilan responden yang merupakan lulusan perguruan tinggi. Kegiatan-kegiatan yang biasa diikuti oleh responden merupakan kegiatan yang sering diadakan di wilayahnya, baik tingkat kelurahan maupun tingkat kampung. Jenis kegiatan yang biasa responden ikuti yaitu: pengajian, arisan, kerja bakti, dan ngaliweut bersama setahun sekali.

Wilayah Kampung Cikaret merupakan wilayah yang dikelilingi oleh dua buah sungai yaitu Sungai Cikaret dan Sungai Cimanglid. Kedua buah sungai ini melintasi wilayah RW 01, wilayah RW 01 merupakan wilayah tempat tinggal responden. Responden menyadari kehadiran industri pengolahan tahu menghasilkan limbah yang setiap hari mencemari lingkungannya. Bau limbah yang menyengat dapat dirasakan oleh responden setiap hari terutama pada musim kemarau. Responden memiliki karakteristik yang sama dalam pemanfaatan sungai. Responden lebih banyak menggunakan sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya meskipun telah memiliki sumur. Kehadiran industri pengolahan tahu mengubah pola pemanfaatan pada sungai yang biasa dilakukan oleh responden, sehingga responden memiliki respon yang berbeda-beda mengenai dampak yang dirasakan atas hadirnya industri pengolahan tahu berdasarkan lapisan atau struktur pendapatan rumahtangganya.

Gambar

Tabel 4.  Jumlah Penduduk Kelurahan Cikaret Berdasarkan Jenis Kelamin, 2011
Tabel 6. Mata Pencaharian Masyarakat di Kelurahan Cikaret 2008
Tabel 7. Penggunaan dan Peruntukan Luas Lahan Kelurahan Cikaret, Kecamatan  Bogor Selatan, 2008
Gambar 4. Diagram Alur Pembuatan Tahu pada Industri Pengolahan Tahu  Milik Pak Hto di Kampung Cikaret

Referensi

Dokumen terkait

Data yang didapat saat berada di lapangan menunjukkan sebanyak 61,25 persen responden bertempat tinggal pada wilayah ring satu yaitu lingkar kampus IPB.. Jumlah

Pola tanam yang telah diterapkan oleh petani responden telah mengikuti prinsip dalam melakukan teknik budidaya tanaman, yaitu lahan yang telah digunakan atau

Respon Responden Terhadap Pelatihan Dalam Bidang Pembukuan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa respon responden terhadap pelatihan dalam

Informasi mengenai kegiatan produksi sebagian besar didapatkan responden langsung dari perusahaan. Setelah ditelusuri lebih lanjut, dapat diketahui bahwa beberapa

Pada awalnya, masyarakat yang menetap di desa-desa tersebut adalah masyarakat melayu yang berasal dari daerah Sepintun, Desa Sungai Manau dan masyarakat sekitar Taman Nasional

Sungai Aek Siancing mempunyai potensi besar dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat kelurahan negeri lama karena pada sungai Aek Siancing ini selain memiliki air

Hal ini disebabkan karena responden pada tingkat pendidikan perguruan tinggi lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan sekitar, dan lebih banyak membutuhkan bahan

Pada awal dilakukannya pembendungan, populasi ikan di waduk Jatiluhur tidaklah banyak, hal ini dikarenakan jenis-jenis ikan rheophylic yang berasal dari sungai tidak dapat