TESIS
FAKTOR INDIVIDUAL DAN FAKTOR
STRUKTURAL YANG BERPERAN DALAM
KEIKUTSERTAAN BIDAN PRAKTEK MANDIRI
PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL DI KABUPATEN TABANAN
SITI ZAKIAH
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
TESIS
FAKTOR INDIVIDUAL DAN FAKTOR
STRUKTURAL YANG BERPERAN DALAM
KEIKUTSERTAAN BIDAN PRAKTEK MANDIRI
PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL DI KABUPATEN TABANAN
SITI ZAKIAH NIM 1392161038
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
FAKTOR INDIVIDUAL DAN FAKTOR
STRUKTURAL YANG BERPERAN DALAM
KEIKUTSERTAAN BIDAN PRAKTEK MANDIRI
PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL DI KABUPATEN TABANAN
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
SITI ZAKIAH NIM 1392161038
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 7 JULI 2015
Pembimbing I,
Dr. dr Dyah Pradnyaparamita Duarsa, Msi NIP 195807041987032001
Pembimbing II,
Putu Ayu Indrayathi,SE,MPH NIP. 197703312005012001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mayarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof.dr. D.N Wirawan, MPH NIP 194810101977021001 Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi,Sp.S (K) NIP 195902151985102001
Tesis Ini Telah Di Uji Pada Tanggal 7 Juli 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
Nomor: 2024/UN14.4/HK/2015 Tanggal 7 Juli 2015
Ketua : Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, Msi.
Anggota :
1. Putu Ayu Indrayathi,SE,MPH
2. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro, PA (K) 3. Dr. I Putu Ganda Wijaya, S.Sos, M.M
Surat Pernyataan Bebas Plagiat
Nama : Siti Zakiah
NIM : 1392161038
Program Studi : Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul Tesis : Faktor Individual dan Faktor Struktural Yang Berperan Dalam
Keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri Pada Program Jaminan
Kesehatan Nasional Di Kabupaten Tabanan.
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka
saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI Nomor : 17 Tahun
2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 7 Juli 2015
Siti Zakiah NIM: 1392161038
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puja dan puji syukur
kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
anugerah-Nya tesis ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Dr.dr Dyah Pradnyaparamita Duarsa, Msi, selaku
pembimbing I dan pembimbing akademik penulis yang dengan penuh perhatian
dan kesabaran telah memberikan semangat, bimbingan dan saran selama penulis
menempuh pendidikan magister khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima
kasih sebesar-besarnya kepada Putu Ayu Indrayathi,SE,MPH, Pembimbing II
yang selalu sabar dan penuh perhatian memberikan semangat, bimbingan dan
saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Ucapan yang sama ditujukan juga kepada Prof.dr. Dewa Nyoman
Wirawan, MPH, Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat yang
telah memberikan dorongan dan semangat selama penulis menempuh pendidikan
di Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan
kepada Rektor Universitas Udayana, Prof.Dr.dr. I Ketut Suastika, SP.PD-KEMD
atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan program magister di Universitas Udayana. Ucapan
terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas
yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister
Universitas Udayana.
Pada Kesempatan ini, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada
para penguji tesis yaitu Prof.Dr.dr.Mangku Karmaya, M. Repro, PA(K), Dr.I Putu
Ganda Wijaya, S.Sos, M.M dan dr Pande Putu Januraga, M.Kes yang telah
memberikan saran, masukan, sanggahan dan koreksi sehingga tesis ini dapat
terselesaikan. Terima kasih banyak kepada dr Pande Putu Januraga, M.Kes selain
sebagai penguji juga sebagai pembimbing yang dengan sabar membimbing dalam
penulisan penelitian kualitatif ini.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Kepala Dinas kesehatan
Kabupaten Tabanan, Ketua Pengurus Cabang Ikatan Bidan Indonesia Kabupaten
Tabanan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan
penelitian ini serta petugas BPJS Kabupaten Tabanan yang telah memberikan
bantuan dalam pencarian data. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para
bidan praktek mandiri dan para dokter keluarga yang telah bersedia menjadi
partisipan dan membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
tulus kepada semua dosen yang telah mengajar dan membimbing penulis saat
duduk di bangku kuliah, serta teman-teman seangkatan yang selalu memberikan
dukungan dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada mamak dan bapak yang selalu memberikan motivasi, do’a restu dan memberikan kasih sayangnya hingga saat ini.
Akhirnya penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Suami tercinta
Bapak Suharsono, yang selalu menemani dalam perjalanan kuliah, memberikan
dukungan moral dan materiil untuk menyelesaikan studi ini, serta anak-anakku
tersayang Kausar Afif Fatwa, Kausar Sadit Nugraha dan Puspa Elok Mutmainnah
yang selalu menjadi penyemangat dalam setiap langkah hidup penulis.
Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan
penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.
ABSTRAK
FAKTOR INDIVIDUAL DAN FAKTOR STRUKTURAL YANG BERPERAN DALAM KEIKUTSERTAAN BIDAN PRAKTEK MANDIRI
PADA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI KABUPATEN TABANAN
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi sosial yang bertujuan agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dengan sistem asuransi kesehatan sosial. Pelayanan kebidanan dan neonatal pada program JKN melibatkan dokter keluarga dan bidan praktek mandiri (BPM) sebagai jejaringnya. Keikutsertaan BPM pada program JKN di Kabupaten Tabanan masih sangat rendah (11,46%). Penelitian ini bertujuan untuk memahami lebih dalam tentang faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri pada program Jaminan Kesehatan Nasional.
Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara mendalam dilakukan pada 18 orang Bidan Praktek Mandiri (BPM) sebagai partisipan, 2 orang dokter keluarga dan 3 orang patisipan kunci yaitu Kepala dinas kesehatan, ketua pengurus cabang IBI dan petugas BPJS sebagai Triangulasi Data.
Hasil penelitian dilihat dari faktor individual,didapatkan kurangnya pengetahuan BPM tentang program JKN pada pelayanan kebidanan dan neonatal. Motivasi BPM mengikuti program JKN adalah untuk menyukseskan program pemerintah, sebagai media promosi dan sebagai tempat mengabdi pada profesinya, sedangkan harapannya adalah sebagian besar partisipan mengharapkan adanya perbaikan sistem administrasi , peningkatan jumlah klaim yang telah ditentukan dan BPM dapat bekerjasama dengan BPJS tanpa melalui sistem jejaring dengan dokter keluarga. Dari faktor struktural seperti dukungan dan kebijakan sebagian besar partisipan menyatakan kurangnya peran aktif dari pemerintah dan organisasi IBI terhadap BPM, menyebabkan enggannya BPM ikut program JKN.
Penelitian ini,dari faktor individual rendahnya pengetahuan BPM tentang pelayanan kebidanan dan neonatal pada program JKN, sebagian besar motivasi ikut JKN karena ingin mempromosikan tempat praktek, menyukseskan program pemerintah dan pengabdian terhadap profesinya. Dari faktor struktural didapatkan rendahnya dukungan dan tidak adanya kebijakan dari pemerintah dan Organisasi IBI pada program JKN.Saran kepada dinas kesehatan Kabupaten Tabanan, petugas BPJS dan organisasi IBI agar lebih menyosialisasikan program JKN pada bidan-bidan serta memberikan dukungan dan kebijakan yang mendukung pelaksanaan JKN untuk BPM.Pemerintah diharapkan untuk meninjau kembali klaim yang telah ditetapkan dan meninjau kembali sistem jejaring untuk lebih meningkatkan partisipasi BPM pada program JKN.
ABSTRACT
INDIVIDUAL FACTORS AND STRUCTURAL FACTOR THAT PLAY A ROLE IN THE PARTICICIPATIOAN OF INDEPENDENT PRACTICE
MIDWIVES ON NATIONAL HEALTH ASSURANCE PROGRAM
National Health Assurance (JKN) is part of the National Social Security System (SJSN) which was made through the mechanism of social insurance that aims to let all the people of Indonesia are protected with a social health insurance system implemented. Obstetrics and neonatal service at JKN programs involving family doctor and independent practices midwives (BPM) as networking. The participant of BPM on JKN in Tabanan is still very low (11,5%). The research aims to understand more deeply about the individual factors and structural factors that play a role in the participation of BPM on JKN.
This study used a qualitative approach to the design of phenomenology, the collection of data with in depth interviews. In-depth interviews on 18 persoan BPM as a participant, 2 doctors family and 3 person key participant, head of Departement of health, chairman of the executive board branch of IBI and officers of the BPJS as a triangulation of the data. Data analysis using the thematic analysis.
The results showed individual factors include : knowledge, motivation and expectations of BPM to JKN, obtained a lack of knowledge of BPM of JKN. The motivation of BPM program JKN is as media promotion and as a place to serve on his profession, whereas the expectation is largely participant expects improvement administration system and increasing the number of claims of that have been determined. From the structural factors that play a role in the participation of BPM on the program support and policies such as JKN most participants expressed less thus causing BPM was reluctant to join the program JKN.
The study of the individual factors of the low knowledge of BPM of obstetrics and neonatal services at JKN program, most of the motivation for wanting to join JKN promote places of practice, supporting government programs and serve on the profession. Structural factors obtained from the low level of support and the lack of policy from governments and organizations program IBI on JKN. Advice to health services offices BPJS Tabanan regency, and the organization to make it more socialize IBI program JKN on midwives as well as provide support and policy that supports the implementation of JKN to BPM. The government is expected to review the claims assigned and reviewing system network to further enhance the participation of BPM on JKN.
Keyword : Participation, Independent Practice Midwives, National Health Assurance.
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN SAMPUL DALAM JUDUL ... i
PRASYARAT GELAR ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR SINGKATAN ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 6 1.3 Tujuan Penelitian ... 7 1.3.1 Tujuan Umum ... 7 1.3.2 Tujuan Khusus ... 7 1.4 Manfaat Penelitian ... 7
1.4.1 Manfaat Teoritis ... 7
1.4.2 Manfaat Praktis ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN ... 9
2.1 Tinjauan Pustaka ... 9
2.1.1 Jaminan Kesehatan Nasional……….. 9
2.1.2 Bidan Praktek Mandiri……… 20
2.1.3 Faktor Individual yang berperan dalam keikutsertaan BPM pada Program JKN ... 21
2.1.4 Faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan BPM pada Program JKN ... 26
2.2 Konsep dan Kerangka Berpikir ... 29
2.2.1 Jaminan Kesehatan Nasional ... 29
2.2.2 Konsep Bidan Praktek Mandiri ... 30
2.2.3 Konsep Faktor Individual ... 31
2.2.4 Konsep Faktor Struktural ... 31
2.3 Landasan Teori ... 31
2.4 Model Penelitian ... 34
BAB III METODE PENELITIAN ... 35
3.1 Rancangan Penelitian ... 35
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36
3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian ... 36
3.3.2 Sampel Penelitian ... 36
3.4 Jenis Dan Sumber Data ... 38
3.5 Instrumen Penelitian ... 38
3.6 Metode Dan Teknik Pengumpulan Data ... 38
3.7 Metode Dan Teknik Analisis Data ... 39
3.8 Metode Dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ... 40
3.9 Etika Penelitian ... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….. ... 43
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……… 43
4.1.1 Data Perekonomian ... 44
4.1.2 Data Praktek Dokter ... 44
4.1.3 Data Umum Bidan ... 44
4.1.3.1 Jumlah Bidan yang ada di masing-masing kecamatan.. 44
4.1.3.2 Data Bidan Berdasarkan Pendidikan………..…… 46
4.1.3.3 Data Bidan Praktek Mandiri Yang mengikuti program Jampersal, JKBM dan JKN……….. 46
4.2 Karakteristik Partisipan ... 47
4.3 Hasil penelitian dan pembahasan ... 49
4.3.1 Faktor individual yang berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional……. 49
4.3.2 Faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri Pada Program Jaminan Kesehatan Nasional ……. . 70
4.5 Keterbatasan Penelitian ... 99
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 100
5.1 Simpulan ... 100
5.1.1 Faktor individual yang berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri pada program Jaminan Kesehatan Nasional ... 100
5.1.2 Faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri pada program Jaminan Kesehatan Nasional ... 103
5.2 Saran ... 105
5.2.1 Untuk Dinas Kesehatan Tabanan ... 105
5.2.2 Untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ... 106
5.2.3 Untuk Organisasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) ... 107
5.2.4 Untuk peneliti selanjutnya ... 107
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
Gambar 2.1 Skema Teori Kurt Lewin ... 32
Gambar 2.2 Faktor Individual dan Struktural yang berperan
dalam keikutsertaan BPM pada Program JKN ... 34
Gambar 4.1 Data Praktek Dokter ... 44
Gambar 4.2 Data Bidan per Kecamatan di Kabupaten Tabanan ... 45
Gambar 4.3 Data Bidan berdasarkan tingkat pendidikan di
Kabupaten Tabanan ... 46
Gambar 4.4 Data BPM yang mengikuti Program Jampersal,
DAFTAR TABEL
HALAMAN
Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan berdasarkan Umur,
DAFTAR SINGKATAN
AKI : Angka Kematian Ibu
AKB : Angka Kematian Bayi
SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
KH : Kelahiran Hidup
ASEAN : Association of South East Asia Nations.
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
UU : Undang-undang
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
SJSN : Sistem Jaminan Sosial Nasional
JAMPERSAL : Jaminan Persalinan
BPM : Bidan Praktek Mandiri
BPS : Bidan Praktek Swasta
PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan
IBI : Ikatan Bidan Indonesia
JKBM : Jaminan Kesehatan Bali mandara
KTP : Kartu Tanda Penduduk
SIPB : Surat Ijin Praktek Bidan
AKDR : Alat Kontrasepsi dalam Rahim
Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat
MDGs : Millineum Devlopment Gools
SK : Surat Keputusan
IUD : Intra Uterine Device
KB : Keluarga Berencana
BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
KIA : Kesehatan Ibu dan Anak
KN : Kunjungan Neonatus
SIPB : Surat Ijin Praktek Bidan
FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FKRTL : Fasilitas Kesehatan Rawat inap Tingkat Lanjutan
Faskes : Fasilitas Kesehatan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat-surat Ijin Penelitian
Lampiran 2 Panduan Wawancara Mendalam (Indept Interview)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan
tolak ukur dalam menilai kesehatan suatu bangsa, oleh sebab itu pemerintah
berupaya keras menurunkan AKI dan AKB melalui program Gerakan Sayang Ibu
(GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Bidan berperan sangat penting dalam
menurunkan AKI dan AKB. Karena bidan sebagai ujung tombak atau tenaga
kesehatan yang berada di garis terdepan dan berhubungan langsung dengan
masyarakat, dalam memberikan pelayanan yang berkesinambungan dan paripurna
berfokus pada aspek pencegahan melalui pendidikan kesehatan dan konseling,
promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal dengan berlandaskan
kemitraan dan pemberdayaan perempuan serta melakukan deteksi dini pada
kasus-kasus rujukan kebidanan (Depkes RI,2013).
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di dunia melalui World Health
Organization (WHO) telah membuat kesepakatan untuk mencapai Universal Health coverage (UHC) di tahun 2014, mengenai kepastian sistem kesehatan untuk setiap warga di suatu negara agar memiliki akses yang adil terhadap
pelayanan kesehatan berupa upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
bermutu dengan biaya terjangkau. Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) telah menjawab prinsip dasar dari
program UHC yaitu dengan mewajibkan setiap penduduk memiliki akses terhadap
pelayanan kesehatan yang menyeluruh atau komprehensif (Aulia, 2011).
Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 5 ayat 1
menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
akses atas sumber daya di bidang kesehatan (Depkes, 2009). Kesehatan
merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap manusia dan pembangunan
kesehatan pada dasarnya menyangkut kesehatan fisik maupun kesehatan mental.
Keadaan kesehatan seseorang dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonominya
pada suatu bangsa dan negara, baik di negara yang sudah maju maupun di negara
yang sedang berkembang seperti Indonesia. Tujuan pembangunan kesehatan
adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya agar
terwujud manusia Indonesia yang bermutu, sehat dan produktif (Notoatmodjo,
2005).
Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menurunkan
AKI dan AKB adalah membuat berbagai kebijakan untuk perbaikan akses dan
kualitas pelayanan kesehatan khususnya pada ibu bersalin dan perawatan bayi
baru lahir. Kebijakan untuk menurunkan AKI dan AKB tidak dapat dilakukan
dengan intervensi biasa, diperlukan suatu upaya terobosan serta peningkatan
kerjasama lintas sektoral untuk mengejar ketertinggalan penurunan AKI dan AKB
dalam rangka mempercepat pencapaian Millenium Development goals (MDGs)
tahun 2015.
Faktor terpenting yang dapat menurunkan kematian ibu dan bayi baru lahir
memberikan kemudahan pembiayaan untuk menghilangkan hambatan finansial
pada ibu hamil dan keluarga, maka pada tahun 2010 Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan tentang Jampersal. Tujuan dari
Jampersal yaitu untuk meningkatkan akses ibu hamil terhadap pelayanan
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, perawatan bayi baru lahir,
perawatan nifas dan pelayanan keluarga berencana (Kemenkes RI, 2011).
Hasil studi evaluasi Jampersal tahun 2012, menghasilkan evidence yang
meyakinkan bahwa Jampersal berhasil mengajak ibu hamil untuk melahirkan di
fasilitas kesehatan. Peran aktif dari bidan sebagai ujung tombak pemberi
pelayanan kebidanan dan neonatal, ketersediaan obat dan peralatan serta fasilitas
yang telah disediakan oleh pemerintah semakin meningkatkan jumlah kunjungan
ibu hamil ke fasilitas kesehatan. Masyarakat berpendapat dan mempunyai harapan
terhadap program Jampersal agar dapat dilanjutkan hingga saat program JKN
diberlakukan. Fakta tersebut menjadi alasan yang kuat program Jampersal
dipertahankan keberlangsungannya dalam program JKN dengan berbagai
perbaikan dalam proses pelaksanaannya (Rahmawaty, 2013).
Keberhasilan program Jampersal tergantung pada kondisi supply dan
demand dari pemberi pelayanan kesehatan di masing-masing daerah. Penelitian tentang “Evaluasi pelaksanaan program Jampersal ditinjau dari persepsi pengguna dan penyedia layanan di Puskesmas Mengwi I” menyatakan bahwa pelayanan Jampersal mendapatkan respon yang baik dari pasien maupun petugas kesehatan,
memberikan pelayanan yang profesional pada masing-masing pelayanan
kebidanan (Adiputra dan Aryati, 2012).
Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
menyatakan bahwa program Jampersal secara nasional telah berakhir tahun 2013
dan sejak awal tahun 2014 pemerintah Indonesia secara resmi melaksanakan
program JKN. Berlakunya program JKN diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan,
maka secara otomatis jaminan kesehatan yang pernah ada seperti Jamkesmas,
Jamkesda dan Jampersal masuk ke dalam program JKN. Propinsi Bali memiliki
Jamkesda yang bernama Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM). Pembiayaan
pelayanan kebidanan dan neonatal di Propinsi Bali sampai dengan tahun 2017
akan di tanggung oleh JKMB dan besaran klaimnya disesuaikan dengan standar
tarif pada JKN dan Propinsi Bali di harapkan sudah masuk ke dalam Program
JKN paling lambat pada tahun 2019 (Dinkes Propinsi Bali, 2014).
Desain asuransi kesehatan yang berbasis masyarakat seperti JKN,
membuat kontribusi masyarakat untuk berpartisipasi menjadi lebih tinggi.
Menurut Dror, dkk (2006) negara India melakukan penekanan biaya persalinan
dengan cara memberikan voucher yang bisa digunakan untuk membayar
transportasi saat akan bersalin. Hasil penelitian di Banglades menjelaskan bahwa
meskipun biaya persalinan gratis namun dari total pengeluaran langsung hampir
50 % untuk biaya rujukan (Dong dkk, 2004).
Implementasi JKN masih menimbulkan pertanyaan bagi para bidan,
karena Bidan Praktek Mandiri (BPM) tidak dapat bekerjasama langsung dengan
kesehatan tingkat I (Puskesmas) atau dokter praktek perseorangan. Sosialisasi
tentang JKN pada BPM tentang bagaimana mekanisme kerjasama, prosedur,
sistem pembayaran klaim dan cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang
ditanggung JKN masih kurang, sehingga Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
mengharapkan agar BPM dapat bekerjasama langsung dengan BPJS seperti saat
program Jampersal dan Jamkesda diberlakukan. Apabila BPM tidak dilibatkan
dalam JKN, maka dapat menghambat upaya pemerintah menekan AKI dan upaya
menggalakkan Program Keluarga Berencana (IBI, 2014).
Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan (2014) mencatat bahwa: bidan
yang ada di Kabupaten Tabanan sebanyak 457 orang bidan, yang menjalankan
praktek mandiri dan telah mempunyai SIPB sebanyak 96 orang (20,07%)
sedangkan BPM yang mengikuti program JKN hanya 11 orang (11,46%).
Pelaksanaan program Jampersal/JKBM di Kabupaten Tabanan belum berjalan
optimal, walaupun sosialisasi tentang program Jampersal telah dilakukan pada
para bidan termasuk BPM. Saat ini program JKN sudah mulai dilaksanakan secara
nasional, maka bidan juga diharapkan untuk ikut berpartisipasi dalam program
JKN. Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa BPM dikatakan bahwa:
“Program JKN belum disosialisasikan secara khusus kepada kami (BPM) sehingga kami malas untuk kerjasama dengan JKN, apalagi kami dengar akan ada potongan administrasi dari dinas dengan prosedur kerjasama yang tidak jelas ”
Pengetahuan, motivasi dan harapan BPM terhadap pelayanan kebidanan
dan neonatal pada program JKN di Kabupaten Tabanan umumnya masih belum
faktor struktural yang berperan dalam keikutsertaan BPM pada program JKN,
agar bidan dapat berpartisipasi ikut menyukseskan program tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Mayora,dkk (2012) di Kota Binjai
menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan bidan tentang Jampersal serta paket
manfaat yang diberikan menyebabkan bidan enggan untuk berpartisipasi dalam
program tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Rahmah tahun 2013, diketahui
bahwa motivasi BPM dalam penandatangan perjanjian kerjasama Jampersal,
adalah adanya faktor kebutuhan aktualisasi diri sebagai bentuk pengabdian BPM
kepada masyarakat dan kepatuhan terhadap aturan pemerintah, sementara
kecenderungan BPM tidak mengikuti Jampersal karena biaya pengganti yang
terlalu sedikit dan perasaan tidak nyaman harus mematuhi aturan Jampersal.
Pelaksanaan Jampersal di Kota Semarang dalam aspek pelaksanaan klaim terdapat
beberapa kendala pada aspek komunikasi dan sumber daya. Pelaksanaan
pelayanan Jampersal masih terkendala pada aspek sikap atau disposisi dan
struktur birokrasi (Mandasari, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
Apakah faktor individual dan faktor struktural yang berperan dalam
keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri pada Program Jaminan Kesehatan Nasional
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum:
Untuk memahami lebih dalam tentang faktor individual dan faktor struktural yang
berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri pada program Jaminan
Kesehatan Nasional di Kabupaten Tabanan tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
Penelitian ini untuk memahami lebih mendalam tentang :
1. Faktor individual yang meliputi : pengetahuan, motivasi dan harapan yang berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri pada program
Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Tabanan.
2. Faktor struktural yang meliputi : dukungan dan kebijakan yang berperan dalam keikutsertaan Bidan Praktek Mandiri pada program Jaminan
Kesehatan Nasional di Kabupaten Tabanan.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan dalam
memperkuat hasil-hasil studi yang berkaitan dengan faktor individual dan faktor
struktural yang berperan dalam keikutsertaan BPM pada program JKN serta
pengembangan penelitian kuantitatif selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Bidan
Dapat menjalankan profesionalisme sebagai tenaga kesehatan yang bekerja
standar profesi bidan serta dapat menjadi lebih termotivasi untuk berpartisipasi
menyukseskan program JKN.
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat membantu masyarakat untuk mengetahui tentang pelayanan
kebidanan dan neonatal pada program JKN sehingga masyarakat dapat menerima
dan mendukung program tersebut.
3. Bagi Pemerintah
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi
kepada pemerintah agar lebih memperhatikan dan lebih meningkatkan
program JKN terutama tentang pelayanan kebidanan dan neonatal.
b. Pemerintah dapat mempertimbangkan pelayanan kebidanan dan
neonatal yang telah dilakukan oleh bidan sehingga dapat meningkatkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
diselenggarakan melalui mekanisme asuransi sosial yang bertujuan agar seluruh
penduduk Indonesia terlindungi dengan sistem asuransi. Negara Indonesia menuju
Universal health Coverage (UHC) berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 pasal 13 menyatakan bahwa: setiap orang berkewajiban
ikut serta dalam program Jaminan kesehatan sosial. Jaminan Kesehatan Nasional
adalah bagian dari SJSN yang diselenggarakan melalui mekanisme asuransi
berdasarkan Undang-Undang RI nomor 40 tahun 2004. Tujuan asuransi kesehatan
agar seluruh penduduk Indonesia terlindungi dari masalah pembiayaan kesehatan
kebutuhan dasar masyarakat akan dapat terpenuhi (BPJS Kesehatan, 2014).
Implementasi JKN dalam SJSN tahun 2014 adalah untuk menurunkan
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) karena Millenium
Development Goals (MDGs) tahun 2015 harus segera dapat dicapai sehingga identifikasi perlindungan akses melalui jaminan pembiayaan persalinan dengan
kepesertaan dalam JKN menjadi penting. Sejalan dengan peningkatan cakupan
SJSN maka peserta Jampersal secara bertahap akan menjadi peserta JKN. Lingkup
paket manfaat jampersal menjadi bagian dari paket manfaat JKN yang
komprehensif sesuai dengan kebutuhan medis, kecuali ha-hal yang bersifat
nonmedis seperti biaya transportasi (Mukti, 2012).
Prinsip-prinsip Penyelenggaraan JKN berdasarkan Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2011, mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut: kegotong
royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan
efektifitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanah dan hasil
pengelolaan dana jaminan sosial. Manfaat jaminan kesehatan yang bisa diperoleh
dalam program JKN bersifat pelayanan perseorangan yang mencakup pelayanan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk pelayanan kebidanan dan
neonatal. Cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang termasuk di dalam
program JKN meliputi: pelayanan pemeriksaan kehamilan (antenatal care),
pertolongan persalinan (intranatal care), pemeriksaan bayi baru lahir (neonatus),
pemeriksaan pascasalin (postnatal care) dan pelayanan Keluarga Berencana
setelah melahirkan (BPJS Kesehatan, 2013).
Program JKN memberikan jaminan pembiayaan pada pelayanan
kebidanan dan neonatal berdasarkan pembayaran non kapitasi. Peserta JKN
mendapatkan pelayanan kebidanan pada puskesmas-puskesmas, rumah sakit dan
fasilitas pelayanan swasta yang bekerjasama dengan BPJS. Manfaat pelayanan
kebidanan dan neonatal yang diberikan oleh JKN berupa : Pemeriksaan ANC,
pelayanan persalinan, Pemeriksaan PNC dan bayi baru lahir (neonatus) dan
Indonesia menuju UHC berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor
36 tahun 2009 pasal 13 yang menyatakan bahwa: setiap orang berkewajiban ikut
serta dalam program Jaminan Kesehatan Sosial. Program JKN juga memberikan
jaminan pembiayaan pada pelayanan kebidanan dan neonatal berdasarkan
pembayaran non kapitasi untuk mendapatkan pelayanan kebidanan pada
puskesmas-puskesmas, rumah sakit dan fasilitas pelayanan swasta yang
bekerjasama dengan BPJS (BPJS Kesehatan, 2014).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 59
tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan
Program Jaminan Kesehatan pasal 11 ayat 1 (a) menyatakan bahwa: jasa
pelayanan kebidanan, neonatal dan keluarga berencana yang dilakukan oleh bidan
atau dokter bersifat non kapitasi yaitu besaran pembayaran klaim oleh BPJS
Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan
jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pemeriksaan kehamilan (ANC) sesuai standar yang diberikan dalam
bentuk paket paling sedikit 4 kali pemeriksaan, sebesar Rp 200.000,00
(dua ratus ribu rupiah)
2) Persalinan pervaginam normal sebesar Rp 600.000,00 (enam ratus ribu
rupiah)
3) Persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar sebesar di
puskesmas PONED Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)
4) Pemeriksaan PNC dan neonatus sesuai standar dilaksanakan dengan dua
ibu nifas dan neonatus kedua (KF2-KN2) serta satu kali kunjungan
neonatus ketiga (KN3) dan satu kali kunjungan ibu nifas ketiga (KF3),
sebesar Rp 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) untuk tiap kunjungan
dan diberikan kepada pemberi pelayanan yang pertama dalam kurun waktu
kunjungan.
5) Pelayanan tindakan pasca persalinan di puskesmas PONED, sebesar Rp
175.000,00 (seratus tujuh puluh lima ribu rupiah)
6) Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal Rp
125.000,00 (seratus dua puluh lima ribu rupiah), dan
7) Pelayanan Keluarga Berencana:
a) Pemasangan atau pencabutan IUD/Implan sebesar Rp 100.000,00
(seratus ribu rupiah)
b) Pelayanan suntik KB sebesar Rp 15.000,00 (lima belas ribu rupiah)
setiap kali suntik
c) Penanganan komplikasi KB sebesar Rp 125.000,00 (seratus dua puluh
lima ribu rupiah), dan
d) Pelayanan KB MOP/vasektomi sebesar Rp 350.000,00 (tiga ratus lima
puluh ribu rupiah).
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Nomor 143
Tahun 2014 tentang Implementasi Permenkes Nomor 59 tahun 2014 menjelaskan
bahwa :
1) Pemeriksaan ANC dan PNC/neonatus dapat diberikan dan ditagihkan
2) Penagihan biaya pelayanan oleh jejaring melalui faskes induk.
Pemotongan biaya pembinaan terhadap jejaring oleh faskes induk
maksimal 10 % dari total klaim (Permenkes nomor 28 tahun 2014)
3) Tarif pemeriksaan ANC merupakan tarif paket untuk pelayanan ANC
paling sedikit 4 (empat) kali pemeriksaan dalam masa kehamilannya
yaitu 1 (satu) kali pada trimester pertama, 1 (satu) kali pada trimester
kedua, dan 2 (dua) kali pada trimester ketiga kehamilan dan tidak dapat
dipecah menjadi 4 (empat) misalnya per kali pemeriksaan masing-masing
Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah)
4) Apabila pemeriksaan ANC dilakukan kurang dari jumlah minimal (< 4
kali) pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan maka biaya pemeriksaan
ANC tidak dapat ditagihkan.
5) Penagihan biaya pemeriksaan ANC dapat ditagihkan apabila telah
dilakukan minimal 4 kali pemeriksaan ANC sesuai waktu yang
ditetapkan (dapat bersamaan dengan klaim persalinan yang diajukan atau
terpisah jika persalinan dilakukan di faskes lain) disertai dengan bukti
pelayanan kepada peserta.
6) Untuk menjaga kontinuitas pelayanan pemeriksaan ANC maka perlu
adanya informed consent bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan
ANC dan PNC di satu tempat yang sama (baik oleh FKTP maupun
jejaring bidan sesuai dengan prosedur). Pemeriksaan ANC dan PNC pada
monitoring terhadap perkembangan kehamilan, memudahkan dalam
administrasi pengajuan klaim ke BPJS Kesehatan.
7) Yang dimaksud dengan perkali kunjungan pemeriksaan PNC adalah
paket kunjungan ibu nifas dan neonatus (kedatangan keduanya dihitung
untuk 1 kali kunjungan)
8) Pemeriksaan ANC dan PNC di Fasilitas Kesehatan Rawat inap Tingkat
Lanjutan (FKRTL) dilakukan berdasarkan indikasi medis
9) Kartu ibu dan buku kesehatan ibu dan anak (Buku KIA) disediakan oleh
faskes sebagai pencatatan dan pemantauan status kesehatan peserta
kebidanan.
10) Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dapat menagihkan tarif
pelayanan persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar
sebesar Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) dan pelayanan
tindakan pasca persalinan sebesar Rp 175.000,00 (seratus tujuh puluh
lima ribu rupiah) hanyalah Puskesmas yang ditetapkan sebagai
Puskesmas PONED (Pelayanan Obstretrik Neonatal Emergensi Dasar).
11) Apabila pelayanan persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi
dasar ditagihkan oleh FKTP lain selain Puskesmas PONED, maka
disetarakan sesuai tarif persalinan pervaginam normal sebesar Rp
600.000,00 (enam ratus ribu rupiah )
12) Pelayanan KB dapat diberikan dan ditagihkan oleh FKTP
13) Kantor cabang agar berkoordinasi dengan BKKBN di masing-masing
14) Penagihan biaya pelayanan oleh jejaring melalui faskes induk,
pemotongan biaya pembinaan terhadap jejaring oleh faskes induk
maksimal 10% dari total klaim (Permenkes nomor 28 tahun 2014)
15) Khusus pelayanan KB MOP/vasektomi dapat diberikan pada FKTP yang
ditunjuk berdasarkan rekomendasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan mempertimbangkan kompetensi dan kelengkapan sarana dan
prasarana faskes.
Tarif pelayanan kebidanan yang berlaku di Kabupaten Tabanan berdasarkan
kesepakatan organisasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) cabang Tabanan tahun 2013
menetapkan tarif minimal yang dapat dijadikan acuan oleh BPM, sudah termasuk
jasa pelayanan, obat yang digunakan dan kelengkapan sarana prasarana yaitu:
1) Pemeriksaan kehamilan : Rp 30.000 – Rp 50.000,-
2) Persalinan normal dan bayi baru lahir : Rp 900.000 – Rp 1.200.000,-
3) Perawatan nifas dan ibu menyusui : Rp 30.000 – Rp 50.000,-
4) Pemasangan IUD : Rp 150.000 – Rp 300.000,-
5) Suntik KB: Rp 25.000 – Rp 40.000,-
6) Konseling : Rp 10.000,-
7) Imunisasi : masing-masing Rp 20.000 – Rp 40.000,-
8) Rujukan : berdasarkan Unit Cost
Bila dilihat dari tarif tersebut maka terdapat kesenjangan antara kesepakatan yang
dibuat oleh organisasi dibandingkan dengan penetapan tarif pelayanan kebidanan
Hasil penelitian Januraga, dkk (2009) di Kabupaten Jembrana
menunjukkan bahwa: Terdapat pemahaman yang keliru pada sebagian besar
policy makers program Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ) terhadap konsep kebutuhan dasar kesehatan dan konsep keadilan egaliter dalam bidang kesehatan
sehingga menimbulkan resistensi atau penolakan terhadap kebijakan pembayaran
premi, khususnya premi Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) I JKJ. Sebagian
besar policy makers dan PPK program JKJ memiliki persepsi yang buruk terhadap
sistem pembayaran kapitasi karena dipandang memiliki kelemahan dalam
pemerataan, keadilan, kepuasan pasien dan mutu pelayanan kesehatan. Untuk
mengatasi hal itu sebaiknya besaran biaya per kapita dihitung berdasarkan unit
cost atau biaya klaim yang selama ini berlaku serta dikomunikasikan secara baik antara Badan pelayanan dan PPK . Selain itu, beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk mengurangi resiko kerugian finansial PPK adalah dengan melakukan risk
adjusment capitation, curve out, dan reinsurance.
Risk adjustment capitation, besaran kapitasi dihitung dengan penyesuaian terhadap faktor demografi, riwayat kesehatan peserta, riwayat kunjungan peserta,
dan beberapa indikator klinik. Curve out, dilakukan dengan mengeluarkan
pelayanan tertentu dari perhitungan kapitasi untuk dibayar dengan cara lain. Peran
Badan pelayanan bersama-sama dengan PPK dibutuhkan untuk membahas jenis
pelayanan yang harus dikeluarkan, tetapi dengan tetap memperhatikan hak-hak
peserta untuk memperoleh pelayanan yang optimal. Cara terakhir adalah dengan
Badan pelayanan untuk menghindari terjadinya kerugian pada PPK akibat
pengeluaran yang tidak terduga.
Hampir sama seperti pendapat policy makers, sebagian besar PPK melihat
Program Kesehatan Jembrana khususnya kapitasi sebagai sistem yang merugikan
dari sisi kebebasan konsumen dalam memilih pelayanan, di samping pandangan
negatif akan adanya risiko finansial berupa kerugian pada pihak PPK. Ketakutan
akan kegagalan secara finansial bahkan juga dirasakan oleh PPK yang justru
menganggap kapitasi sebagai suatu cara pembayaran yang baik. Senada dengan
pendapat sebelumnya pangkal semua ketakutan terjadi karena kebebasan
masyarakat memperoleh pelayanan yang menurut anggapan PPK sulit untuk
diubah.
Cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang ditanggung oleh BPJS
Kesehatan meliputi:
1) Pemeriksaan ANC sekurang-kurangnya dilakukan 4 kali dengan distribusi
waktu satu kali trimester satu, satu kali trimester dua dan dua kali pada
trimester ketiga kehamilan yang disesuaikan dengan usia kehamilan.
2) Pemeriksaan ANC berupa pengukuran tinggi badan dan berat badan,
pemeriksaan tekanan darah, pengukuran lingkar lengan atas, pemeriksaan
tinggi fundus uteri, pemeriksaan denyut jantung janin dan posisi janin,
skrining status dan pemberian imunisasi tetanus toksoid, pemberian tablet
tambah darah dan asam folat, serta temu wicara.
3) Pemeriksaan ANC berupa pemeriksaan laboraturium rutin meliputi
hamil wajib dilakukan oleh pemberi pelayanan antenatal yang memiliki
alat pemeriksaan laboraturium tersebut. Sedangkan untuk pemeriksaan
laboraturium lainnya dilakukan atas indikasi.
4) Persalinan pervaginam dengan tindakan emergensi dasar di puskesmas
PONED meliputi penatalaksanaan untuk mengatasi kegawatdaruratan
medis, perdarahan pada kehamilan muda (abortus), preeklamsia, eklamsia
dan persalinan macet (distosia)
5) Pelayanan pada ibu nifas meliputi : pemeriksaan tekanan darah, nadi,
respirasi dan suhu, pemeriksaan tinggi fundus uteri, pemeriksaan lochea
dan pengeluaran pervaginam lainnya, pemeriksaan payudara dan
dukungan pemberian ASI Ekslusif, pemberian vitamin A, pemberian
pelayanan Keluarga Berencana pascasalin, konseling dan edukasi
perawatan kesehatan, serta penanganan resiko tinggi dan komplikasi pada
ibu nifas.
6) Pelayanan pada ibu nifas diberikan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali
dengan distribusi waktu pada 6 jam sampai 3 hari setelah melahirkan
(KF1), pada hari ke 4 sampai dengan hari ke 28 pascapersalinan (KF2),
dan pada hari ke 29 sampai dengan hari ke 42 pasca bersalin (KF3).
7) Pelayanan neonatal meliputi: pelayanan neonatal dengan menggunakan
formulir Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM), memastikan
pemberian vitamin K1, pemberian salep mata antibiotika, pemberian
pemberian ASI ekslusif, perawatan tali pusat, deteksi dini tanda bahaya
dan pencegahan infeksi.
8) Pelayanan neonatus diberikan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali sesuai
standar dengan distribusi waktu pada 6 jam sampai dengan 48 jam pasca
salin (KN1), pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 setelah lahir (KN2)
dan pada hari ke 8 sampai dengan hari ke 28 setelah melahirkan (KN3).
9) Hasil pelayanan kebidanan, neonatal dan KB dicatat pada kartu ibu dan
buku KIA.
10) Buku KIA wajib dibawa oleh peserta Jaminan Kesehatan pada tiap
kunjungan untuk mendapatkan pelayanan kebidanan, neonatal dan KB.
Beberapa manfaat JKN untuk masyarakat adalah: memberikan keuntungan
dengan premi yang terjangkau, asuransi JKN yang menerapkan prinsip kendali
mutu dan biaya, asuransi kesehatan sosial yang menjamin kepastian pembiayaan
pelayanan kesehatan yang berkelanjutan serta asuransi kesehatan sosial yang
dapat digunakan diseluruh Indonesia (Kemenkes RI,2013).
Berdasarkan hasil analisis koordinasi pelaksanaan pembiayaan kesehatan
ibu dan anak (KIA) di Kabupaten Lombok Tengah, program Jampersal juga
belum berjalan optimal. Walaupun tidak ditemukan terjadinya tumpang tindih
pembiayaan dan tidak ada pelayanan KIA yang tidak terbiayai, namun masih
ditemukan adanya iuran biaya untuk obat maupun biaya rujukan serta tidak
dilibatkannya pihak swasta dalam program Jampersal. Pelaksanaan program
Jampersal dinas kesehatan kabupaten seharusnya dapat bekerjasama dengan klinik
2.1.2 Bidan Praktek Mandiri
Bidan Praktek Mandiri ( BPM ) adalah suatu institusi pelayanan kesehatan
secara mandiri yang memberikan asuhan pelayanan dalam lingkup kebidanan.
Praktek bidan mandiri merupakan serangkaian kegiatan pelayanan kebidanan
yang diberikan kepada pasien baik individu, keluarga dan masyarakat sesuai
dengan kewenangan dan kompetensi yang dimilikinya. Bidan yang menjalankan
praktek mandiri harus memiliki Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) untuk
menjalankan prakteknya pada sarana kesehatan yang dimilikinya. Praktek
pelayanan bidan mandiri merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki
kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Masyarakat sebagai
pengguna jasa layanan bidan dapat memperoleh akses pelayanan yang bermutu,
perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas persiapan sebelum
bidan melaksanakan pelayanan praktek seperti perizinan, tempat, ruangan,
peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan
standar seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 (Kemenkes, 2010).
Hasil penelitian Tambun, dkk (2013) menyatakan bahwa kebijakan
persalinan masyarakat miskin di Kota Tanjung Pinang belum mendapat dukungan
secara optimal dari pemerintah daerah. Plafon biaya yang kecil membuat tidak
semua bidan bersedia mengikuti program Jampersal dengan klaim biaya kecil.
Tidak ada perbedaan jenis pertolongan yang diberikan bidan praktek swasta antara
program Jampersal di Tanjung Pinang banyak ditemukan pemungutan iuran biaya
persalinan di luar tanggungan Jampersal yang dilakukan oleh bidan dalam bentuk
biaya transport rujukan dan obat - obatan tambahan.
Implementasi JKN masih menimbulkan pertanyaan bagi para bidan,
karena BPM tidak dapat bekerjasama langsung dengan BPJS Kesehatan dan harus
bergabung menjadi jejaring dulu pada fasilitas kesehatan tingkat I (Puskesmas)
atau dokter praktek perseorangan. Sosialisasi tentang JKN pada BPM tentang
bagaimana mekanisme kerjasama, prosedur, sistem pembayaran klaim dan
cakupan pelayanan kebidanan dan neonatal yang ditanggung JKN masih kurang,
sehingga IBI mengharapkan agar BPM dapat bekerjasama langsung dengan BPJS
Kesehatan seperti saat program Jampersal dan Jamkesda diberlakukan. Apabila
BPM tidak dilibatkan dalam JKN, maka dapat menghambat upaya pemerintah
menekan AKI dan upaya menggalakkan program KB (IBI,2013).
2.1.3 Faktor Individual Yang Berperan Dalam Keikutsertaan BPM Pada Program JKN
Faktor individual merupakan hubungan sikap seseorang terhadap
pekerjaannya. Penelitian ini yang dimaksud dengan faktor individual adalah
pengetahuan, motivasi dan harapan BPM terhadap program JKN dalam
memberikan asuhan kebidanan dan neonatal.
Menurut Achterbergh & Vriens (2002) pengetahuan memiliki dua fungsi
utama, pertama sebagai latar belakang dalam menganalisa sesuatu hal,
keputusan tindakan yang dianggap perlu. Kedua, peran pengetahuan dalam
mengambil tindakan yang perlu adalah menjadi latar belakang dalam
mengartikulasikan beberapa pilihan tindakan yang mungkin dapat dilakukan,
memilih salah satu dari beberapa kemungkinan tersebut dan
mengimplementasikan pilihan tersebut. Adapun faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pengetahuan adalah: pendidikan, pekerjaan, umur, keinginan,
pengalaman lingkungan dan sumber informasi (Notoatmojo,2010).
Pengetahuan masyarakat tentang JKN yang sangat minim terutama di
daerah-daerah perlu diselesaikan secara bertahap. Dalam mengatasi masalah ini,
kebijakan kesehatan pemerintah harus hati-hati, cermat dan teliti sehingga
investasi yang dilakukan selama ini tidak sia-sia (Kebijakan Kesehatan
Indonesia,2013). Komunikasi juga sangat berperan dalam menyosialisasikan
program JKN, karena komunikasi merupakan suatu proses kegiatan yang dapat
berlangsung secara dinamis. Sesuatu yang didefinisikan sebagai proses, berarti unsur-unsuryang ada di dalamnya bergerak aktif, dinamis, dan tidak statis.
Kegiatan sosialisasi merupakan kegiatan komunikasi, ini ditandai dengan adanya proses penyebaran pengetahuan dari seorang komunikator kepada komunikan dengan tujuan meningkatkan pengetahuan. Sosialisasi suatu program, merupakan pengetahuan yang disampaikan dalam suatu kegiatan sosialisasi yang berkaitan dengan konteks permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Sosialisasi akan memegang peranan penting di dalam menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan inovasi atau pengetahuan - pengetahuan yang berhubungan dengan inovasi, baik pengetahuan teknis maupun pengetahuanprinsip (Cangara, 2009).
Motivasi merupakan satu penggerak / pendorong dari dalam hati seseorang
untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan
sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari
kegagalan dalam mencapai tujuan hidup. Seseorang yang mempunyai motivasi
berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam
kehidupan. Motivasi dapat berupa motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi yang
bersifat intrinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat
seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan
pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau
bisa juga dikatakan seorang melakukan hobbinya, sedangkan motivasi ekstrinsik
adalah manakala elemen-elemen diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan
tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti status
ataupun kompensasi (Leidecker dkk, 2009).
Menurut teori Mc Clelland tentang teori kebutuhan untuk mencapai
prestasi (Need for achivenment) dalam Sudrajat (2008) menyatakan bahwa
motivasi berbeda-beda sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi.
Karakteristik orang yang berprestasi tinggi memiliki tiga ciri umum yaitu: sebuah
preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat,
menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya
mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, dan menginginkan umpan
balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka.
Hasil penelitian terkait motivasi keterlibatan Bidan Praktek Swasta (BPS)
program Jampersal di Kota Banjarmasin belum berjalan optimal. Pertolongan
persalinan oleh non nakes (dukun) meningkat dari 56 pada tahun 2010 menjadi
122 pada tahun 2011. Sosialisasi program Jampersal telah dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kota Banjarmasin kepada seluruh bidan. Kepala Dinas Kesehatan telah
mengeluarkan instruksi kepada seluruh BPS untuk menjalin kerjasama Jampersal,
namun demikian dari 346 BPS yang ada hanya 45 BPS (13%) yang bersedia
melakukan perjanjian kerjasama program Jampersal. Rendahnya motivasi BPS
untuk melakukan perjanjian kerjasama program Jampersal dipengaruhi oleh faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik (Noorhidayah,2012).
Hasil penelitian Brahmasari dan Suprayetno (2012) membuktikan bahwa
motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja
karyawan, artinya bahwa motivasi kerja memang sangat diperlukan oleh seorang
karyawan untuk dapat mencapai suatu kepuasan kerja yang tinggi meskipun
menurut sifatnya kepuasan kerja itu sendiri besarannya sangat relatif atau berbeda
antara satu orang dengan orang lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian Rahmah (2013), diketahui bahwa motivasi
BPM dalam penandatangan perjanjian kerjasama Jampersal, adalah adanya faktor
kebutuhan aktualisasi diri sebagai bentuk pengabdian BPM kepada masyarakat
dan kepatuhan terhadap aturan pemerintah, sementara kecenderungan BPM tidak
mengikuti Jampersal karena biaya pengganti yang terlalu sedikit dan perasaan
tidak nyaman harus mematuhi aturan Jampersal.
Harapan merupakan salah satu penggerak yang mendasari seseorang untuk
yang didapat akan sesuai dengan tujuan. Harapan merupakan usaha seseorang
untuk memaksimalkan sesuatu yang menguntungkan dan meminimalkan sesuatu
yang merugikan bagi pencapaian tujuan akhirnya. Menurut V.Room dalam Freddy
(2012) harapan adalah tingkat kepentingan pelanggan, yaitu keyakinan pelanggan
setelah mencoba atau menggunakan suatu produk atau jasa yang akan dijadikan
standar acuan untuk menilai produk atau jasa tersebut. Harapan dari tenaga
kesehatan adalah kunci pokok bagi setiap penyelenggaraan pelayanan kesehatan
seperti kesehatan ibu dan anak yang melibatkan bidan sebagai pelanggan internal
dan pasien atau klien sebagai pelanggan eksternal.
Menurut teori Maslow, pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan
pokok, yang ditunjukkan dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang
memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal
dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar
sampai motif psikologis yang lebih kompleks yang hanya akan penting setelah
kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat, paling tidak harus
terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi
penentu tindakan yang penting. Pengetahuan, motivasi dan harapan bidan untuk
mengikuti suatu program termasuk ke dalam kebutuhan penghargaan dan
aktualisasi diri. Bidan akan mempunyai motivasi dan harapan yang besar
terhadap suatu program seperti JKN apabila mendapatkan suatu penghargaan yang
layak bagi dirinya.
Hasil penelitian Dewi (2013) di Kabupaten Kapuas, Kalimantan tengah
harapan dengan pekerjaan bidan. Jika harapannya terpenuhi maka akan
menghasilkan kepuasan. Harapan bidan dalam bekerja berhubungan kinerja
provider dalam pelayanan antenatal berlaku pada lokasi tertentu dan situasi
tertentu saja sesuai dengan kondisi daerah, jika ingin meningkatkan kinerja maka
faktor harapan dalam bekerja yaitu memiliki uraian tugas yang jelas, prosedur
kerja yang tetap serta standar pelayanan antenatal harus tersedia agar dalam
menjalankan pekerjaan bidan tidak ragu-ragu dalam melaksanakan pekerjaan
sesuai dengan kompetensi dan kewenangan terhadap pelaksanaan pelayanan
sesuai dengan tanggung jawab yang akan memberikan dukungan bagi bidan untuk
berinisiatif dan berinovasi dalam memberikan pelayanan sehingga dapat
meningkatkan kinerja.
2.1.4 Faktor Struktural Yang Berperan Dalam Keikutsertaan BPM Pada Program JKN
Faktor struktural adalah suatu keadaan relatif yang dapat membantu untuk
memperoleh suatu hasil seperti kebijakan dari pemerintah dan dukungan sosial.
Penelitian ini yang dimaksud dengan faktor struktur adalah kebijakan – kebijakan
JKN yaitu: prosedur kerjasama, prosedur klaim dan prosedur administrasi.
Propinsi Bali mempunyai suatu program kesehatan yang bernama Jaminan
Kesehatan Bali Mandara (JKBM) juga memberikan jaminan pembiayaan pada ibu
hamil hingga melahirkan. Bagi penduduk Bali yang berdomisili dan mempunyai
KTP Bali bila tidak mempunyai jaminan kesehatan lain berhak untuk
mendapatkan pelayanan JKBM. Untuk pelayanan kebidanan dan neonatal belum
mengintegrasikan program Jampersal ke dalam program JKBM dan akan berakhir
pada tahun 2017.
Menurut Taylor, dkk (2000) dukungan sosial adalah pertukaran
interpersonal dimana seorang individu memberikan bantuan pada individu lain.
Dukungan sosial merupakan suatu bentuk kenyamanan, perhatian, penghargaan,
maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang diterimanya individu dari orang lain
ataupun dari kelompok. Dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan, seseorang
membutuhkan dukungan sosial. Ada lima bentuk dukungan sosial, yaitu:
dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan
informasi dan dukungan kelompok (Sarafino, 2002).
Menurut Ealau dan Pewitt (1973) dalam Suharto (2008), kebijakan adalah
sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan
berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut.
Menurut Yandrizal, dkk (2013) menyatakan bahwa kebijakan jaminan kesehatan
Kota Bengkulu dilaksanakan belum menerapkan prinsip asuransi, dimana
penyelenggara berfungsi mengendalikan mutu dan biaya pelayanan kesehatan
yang diberikan baik di pelayanan dasar/primer maupun di pelayanan rujukan.
Menurut Titmuss (1974) dalam Suharto (2008), kebijakan adalah prinsip-
prinsip yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuan tertentu. Kebijakan
adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara
bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten untuk mencapai tujuan
lingkungan tertentu. Mekanisme kerjasama BPM dengan program JKN diatur
dalam sistem jejaring, dimana seorang bidan dapat bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan selaku penyelenggara JKN melalui dokter keluarga. Dokter keluarga
akan bekerjasama dengan BPM dalam hal pelayanan kebidanan dan neonatal,
namun pada kenyataannya dokter sering mengambil alih tugas tersebut.
Mekanisme kerjasama antara BPM dengan program JKN yang
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan adalah melalui dokter keluarga. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 tahun 2014, menyatakan bahwa dokter
harus memiliki jejaring bidan, khusus untuk memberikan pelayanan kebidanan
dan neonatal. Dokter keluarga dapat bekerjasama dengan 1 sampai 3 orang bidan,
sedangkan bidan hanya boleh bekerjasama dengan satu dokter keluarga saja.
Sistem jejaring ini baru mulai diterapkan sejak 1 Januari 2015, karena diharapkan
adanya kolaborasi antara dokter keluarga dengan bidan.
Menurut Notoatmodjo (2005), kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama yang formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing anggota tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat dan saling berbagi (sharing) baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh. Terdapat tiga kata kunci dalam kemitraan, yaitu: (1) Kerja sama antara kelompok, organisasi dan individu, (2) Bersama-sama mencapai tujuan tertentu yang disepakati bersama, (3) Saling menanggung resiko dan keuntungan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hatta, dkk (2013) tentang peran
dokter dalam pelayanan maternal di Puskesmas Kota Yogyakarta menunjukkan
bahwa berdasarkan analisis univariat ditemukan peran dokter dalam pelayanan
maternal di puskesmas ada 61,1% responden yang tidak setuju bila ibu hamil
tanpa komplikasi untuk partus di bidan, dan 77,8% responden tidak setuju bila
bidan melakukan pemeriksaan rutin untuk mendeteksi kelainan pada infant.
Terdapat 66,7% dokter tidak setuju bila ibu hamil bebas memilih tempat
melahirkan di rumah atau fasilitas kesehatan dan 94,4% responden setuju pada
kebijakan pemerintah yang mengharuskan ibu hamil partus di fasilitas kesehatan.
Di dapati pula ada 83,3% responden mengatakan bahwa beban kerjanya ringan
dan 50% berpendapat tidak ada potensi sengketa antara profesi bila berperan
dalam pelayanan maternal.
2.2 Konsep Dan Kerangka Berpikir 2.2.1 Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari SJSN yang
diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang
bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah yang sudah terlaksana mulai 1
Januari 2014 untuk masyarakat umum. JKN yang ditawarkan berupa: jaminan
kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan
berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 pasal 13
menyatakan bahwa: setiap orang berkewajiban ikut serta dalam program jaminan
kesehatan sosial.
2.2.2 Konsep Bidan Praktek Mandiri
Bidan Praktek Mandiri (BPM) merupakan bentuk pelayanan kesehatan
secara mandiri yang dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan
kepada masyarakat. Kegiatan pelayanan yang diberikan haruslah sesuai dengan
standar, kewenangan dan kompetensi yang dimilikinya. Bidan dalam menjalankan
kegiatan praktek kebidanan pada sarana kesehatan pribadinya diwajibkan untuk
mempunyai Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) yang di keluarkan oleh dinas
kesehatan kabupaten. Regulasi pelayanan praktek bidan meliputi perijinan,
tempat, ruangan, peralatan praktek dan kelengkapan administrasi.
Bidan sebagai tenaga yang professional harus mampu bertanggung jawab
secara akuntabel, bekerja sebagai mitra perempuan dalam memberikan dukungan
asuhan kebidanan selama kehamilan, saat menolong persalinan dan perawatan
bayi baru lahir, saat masa nifas hingga perawatan bayi, balita dan anak prasekolah.
Asuhan yang diberikan berupa preventif , promotif serta kuratif untuk mendeteksi
komplikasi resiko tinggi pada ibu dan anak terhadap akses bantuan medis dan
bantuan lain yang sesuai serta kemampuan melaksanakan tindakan dan rujukan
terhadap kasus kegawat daruratan kebidanan.
Tugas bidan juga diharapkan mampu memberikan konseling termasuk
pendidikan kesehatan pada individu dan keluarga tentang asuhan kehamilan,
dan pengasuhan anak. Bidan diharapkan mampu menjadi fasilitator dan motivator
pada perempuan dan keluarga dalam mempersiapkan keuangan atau biaya untuk
melahirkan sehingga pada saat melahirkan ibu merasa aman dan nyaman karena
sudah ada persiapan untuk melahirkan.
2.2.3 Konsep Faktor Individual
Faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang berhubungan dengan
sikap orang tersebut terhadap pengambilan keputusan dalam pekerjaannya. Faktor
individual yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tentang pengetahuan
seorang BPM tentang program JKN yang berhubungan dengan motivasi dan
harapan bidan untuk ikutserta berpartisipasi pada program JKN.
2.2.4 Konsep Faktor Struktural
Faktor struktural sangat berperan dalam mensukseskan keberhasilan suatu
program. Dukungan dari organisasi dan pemerintah berupa dorongan,
penghargaan serta kenyamanan akan sangat membantu bidan untuk ikut
berpartisipasi dalam program JKN. Kebijakan-kebijakan yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan JKN dari pemerintah haruslah dapat memberikan
kepastian terhadap pelaksanaan program dan sesuai dengan apa yang telah
ditetapkan.
2.3 Landasan Teori
Menurut Kurt Lewin (1970) mengemukakan bahwa suatu keseimbangan
antara berbagai kekuatan pendorong (driving forces) dan berbagai kekuatan
penahan (restraining forces) membentuk perilaku seseorang. Model teori Kurt
Gambar 2.1 Skema Teori Kurt Lewin
Sumber : Teori Kurt Lewin dalam Notoatmodjo, 2003.
Adanya ketidakseimbangan antara kekuatan pendorong dan kekuatan
penahan tersebut di dalam diri seseorang menyebabkan perubahan perilaku,
sehingga kemungkinan tiga perubahan perilaku pada diri seseorang adalah sebagai
berikut:
a. Meningkatnya kekuatan-kekuatan pendorong.
Keadaan ini dapat terjadi karena adanya rangsangan-rangsangan yang
mendorong untuk terjadinya perubahan perilaku. Rangsangan ini berupa
sosialisasi, konseling, penyuluhan, pemberian informasi tentang hal yang
berkaitan dengan perilaku tersebut.
b. Menurunnya kekuatan penahan.
Keadaan ini disebabkan oleh melemahnya stimulus yang menyebabkan
menurunnya kekuatan penahan.
c. Meningkatnya kekuatan pendorong dan menurunnya kekuatan penahan
Bentuk-bentuk perubahan pada seseorang antara lain :
1) Perubahan alamiah (natural change) : perubahan seseorang karena
alamiah yang disebabkan oleh lingkungan disekitarnya.
2) Perubahan terencana (planned change) : perubahan yang memang telah
direncanakan oleh yang bersangutan.
3) Kesiapan untuk berubah (readiness): perubahan melalui proses internal
pada seseorang, dimana proses internal ini berbeda pada masing-masing