• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan salah satu produk budaya yang diciptakan oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan salah satu produk budaya yang diciptakan oleh"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan salah satu produk budaya yang diciptakan oleh pengarang yang menampilkan gambaran kehidupan masyarakat dengan bahasa sebagai mediumnya. Kehidupan yang dilukiskan di dalam karya sastra mencerminkan fakta-fakta kehidupan manusia dalam masyarakat. Manusia adalah makhluk sosial. Sejak dilahirkan, ia membutuhkan pergaulan dengan orang-orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya, yaitu makan, minum, dan lain-lain (Gerungan, 2004: 26). Kehidupan sosial manusia yang saling membutuhkan, tidak jarang menimbulkan gesekan akibat interaksi, sehingga menimbulkan pertentangan-pertentangan yang berupa konflik sosial di dalam masyarakat tersebut. Persoalan tersebut terjadi karena setiap individu memiliki kepentingan yang relatif berbeda-beda.

Dengan adanya fenomena-fenomena sosial seperti konflik yang ada dalam kehidupan masyarakat menjadi daya tarik bagi pengarang untuk merekamnya dalam karya sastra. Persoalan yang terjadi kemudian ditulis oleh pengarang dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hal tersebut menandakan bahwa karya sastra bukan semata-mata lahir dari kekosongan budaya. Melainkan lahir dari permasalahan sosial dari reaksi kegelisahan pengarang terhadap kenyataan yang terjadi di masyarakat sehari-hari. Jadi, karya sastra yang ditulis oleh pengarang bukan hanya sekedar wahana hiburan bagi masyarakat, tetapi juga dapat menjadi wahana refleksi bagi masayarakat itu sendiri.

(2)

Konflik yang timbul dalam kehidupan masyarakat merupakan proses sosial antara satu orang atau lebih (bisa juga kelompok), dimana salah satunya berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan dan membuatnya tidak berdaya (Abidin & Beni Ahmad Saebani, 2014: 271). Konflik menjadi sesuatu yang tidak terhindarkan dalam kehidupan masyarakat. Konflik yang terjadi di masyarakat muncul karena pihak-pihak yang terlibat konflik mempunyai tujuan yang berbeda (Hocker & Wilmot dalam Wirawan, 2013: 8). Perbedaan-perbedaan tujuan itulah yang dapat melahirkan adanya pertentangan-pertentangan di masyarakat tersebut bahkan dapat berlanjut pada aksi pertikaian yang seringkali mengakibatkan jatuhnya korban. Dengan kata lain, konflik sosial selalu bersifat merusak bagi masyarakat yang mengalaminya.

Novel Surga Sungsang adalah salah satu novel yang menceritakan kehidupan masyarakat Tanjung yang mengalami konflik dalam kehidupan sosialnya. Terjadinya konflik dalam novel Surga Sungsang terjadi antara penduduk asli (mewakili masyarakat tradisional) yang mencoba bertahan, dengan warga kota dan investor (mewakili masyarakat modern). Warga kota berusaha menyingkirkan penduduk asli karena ingin menguasai serta membangun resor di Tanjung Kluwung. Akibatnya, beberapa reaksi muncul dari tokoh-tokohnya yang mengakibatkan mereka saling berselisih satu sama lain. Dari persoalan itu, kemudian terjadi pertentangan-pertentangan antartokoh-tokohnya yang berujung pada konflik sosial di Tanjung Kluwung.

Konflik sosial yang dialami oleh para tokoh umumnya terjadi karena perbedaan tujuan dan kepentingan atau beberapa kesamaan yang pada akhirnya saling berbenturan. Seperti adanya keinginan untuk saling memperoleh kekuasaan yang

(3)

dialami oleh orang-orang kota itu sendiri dalam usaha memperebutkan Tanjung Kluwung sehingga mereka harus saling berselisih secara diam-diam. Dari hal tersebut, dalam novel Surga Sungsang pengarang memunculkan adanya konflik laten antara kubu yang berbeda dan berusaha menyingkirkan satu sama lain yang memicu terjadinya konflik sosial. Dalam novel tersebut juga tidak lepas dari peristiwa pergolakan sosial politik yang pernah terjadi di Indonesia: tentang pembantaian orang-orang PKI pada tahun 1965, persoalan agama, serta wabah celeng yang meresahkan semua orang karena menularkan penyakit yang aneh. Selain itu, konspirasi orang-orang kota untuk merebut Tanjung dan kemudian hendak menjadikannya sebuah resor dengan cara-cara mereka yang picik menjadi persoalan yang memicu konflik sosial dan menarik untuk diungkap.

Dalam novel Surga Sungsang peneliti menemukan beberapa kutipan yang menunjukkan adanya konflik sosial yang berupa pertentangan antartokoh seperti pada kutipan berikut.

“Hentikan ajaran sesatmu,” Syekh Bintoro berteriak lebih keras.

Syekh Bintoro menganggap Syekh Muso telah mewartakan ajaran sesat karena tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan warga kampung sesuai syariat. Tidak menjawab pertanyaan warga kampung berarti menyetujui segala perkataan mereka. Dan itu bahaya bagi penegakan agama. ...

“Jika tak kauhentikan ajaran sesatmu, Allah akan melenyapkanmu. Percayalah padaku!”

...

“Aku tak tahu apa-apa tentang ajaran sesat. Mengapa pula Allah akan melenyapkanku?” desis Syekh Muso sambil menatap laut lepas, ...

Syekh Muso sedih karena merasa tak seorang pun memahami dirinya. Tak penduduk kampung. Tak juga Syekh Bintoro, bayang-bayang yang sangat ia cintai itu (Surga Sungsang, 2014: 13-14).

Kutipan di atas menunjukkan adanya bentuk konflik sosial yang berupa konflik antarindividu, karena adanya pertentangan yang dialami oleh dua individu tokoh, yaitu Syekh Bintoro dan Syekh Muso. Masalah tersebut berawal dari Syekh Bintoro

(4)

menuduh Syekh Muso menyebarkan ajaran sesat kepada para pengikutnya karena Syekh Muso tidak memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan warga kampung yang penasaran dengan segala kehidupan di Tanjung. Karena hal tersebut Syekh Bintoro pun mengancam jika Syekh Muso tidak menghentikan ajaran sesat kepada umatnya, Allah akan segera melenyapkan Syekh Muso. Tetapi karena Syekh Muso tidak tahu apa-apa tentang ajaran sesat ia pun mengelak. Maka terjadilah pertentangan karena salah satu pihak (Syekh Bintoro) merasa dirinya yang benar sehingga pertentangan pun tidak bisa dihindari.

Selain itu, peneliti menemukan bentuk konflik lain dalam novel Surga Sungsang karya Triyanto Triwikromo, yaitu sebagai berikut.

... Allah sama sekali tidak berurusan dengan pembunuhan Syekh Muso. Ketimbang Allah, Lurah Lading Kuning ingin lebih segera menghilangkan nyawa Syekh Muso. ... lelaki kencana ini bersama murid taklid juga dituduh menjadi maling yang setiap malam Jumat Kliwon mencuri di rumah para bekel, demang, dan lurah.

Karena tidak ingin dianggap tak mampu menjaga keamanan desa dan menumpas para begundal, Lurah Lading Kuning kemudian menyewa sebelas pembunuh upahan untuk menaklukkan Syekh Muso. ... Ia meminta sebelas pembunuh upahan untuk membunuh Syekh Muso.

...

“Dia memang tidak pernah mencuri untuk dirinya sendiri. Dia memang selalu membagi-bagikan hasil curian kepada warga miskin, tetapi tetap saja dia bajingan tengik meskipun kalian akan menyebut dia sebagai maling aguna,” kata Lurah Lading Kuning sesaat sebelum memberikan perintah pembunuhan Syekh Muso kepada sebelas pembunuh upahan (Surga Sungsang, 2014: 15). Kutipan tersebut menunjukkan adanya bentuk konflik sosial yang berupa konflik antarkelas sosial. Hal tersebut digambarkan oleh pengarang melalui adanya pertentangan dua kelas sosial yang berbeda, yaitu antara Lurah Lading Kuning (penguasa) dengan Syekh Muso (rakyat). Pertentangan tersebut bermula dari tuduhan Lurah Lading Kuning yang menganggap Syekh Muso dan para muridnya sebagai

(5)

maling yang suka mencuri di rumah para bekel, demang, dan lurah setiap malam Jumat Kliwon. Karena Lurah Lading Kuning tidak ingin disebut sebagai pemimpin yang tidak tanggap serta tidak mampu menupas kejahatan di Tanjung Kluwung, ia memerintah sebelas pembunuh upahan untuk membunuh Syekh Muso. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk menyingkirkan lawannya yang dianggap sebagai penghalang dalam mencapai kepentingannya.

Fenomena konflik sosial dalam Novel Surga Sungsang karya Triyanto Triwikromo menarik untuk dijelaskan atau dibahas lebih lanjut. Oleh karena itu, dengan adanya bentuk-bentuk konflik sosial yang disertai dengan adanya faktor penyebab terjadinya konflik sosial yang dialami oleh tokoh-tokoh di dalam novel Surga Sungsang karya Triyanto Triwikromo perlu dibuktikan. Untuk membuktikan adanya fenomena konflik sosial, maka penelitian dengan judul “Konflik Sosial dalam Novel Surga Sungsang Karya Triyanto Triwikromo: Kajian Sosiologi Sastra” penting untuk dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang peneliti sebut di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bentuk konflik sosial apa saja yang terdapat dalam novel Surga Sungsang karya Triyanto Triwikromo?

2. Apa sajakah faktor-faktor penyebab terjadinya konflik sosial dalam novel Surga Sungsang karya Triyanto Triwikromo?

C. Tujuan Penelitian

(6)

1. Mendeskripsikan bentuk konflik sosial yang terdapat dalam novel Surga Sungsang karya Tiyanto Triwikromo.

2. Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab terjadinya konflik sosial dalam novel Surga Sungsang karya Triyanto Triwikromo.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan secara jelas, rinci, dan sistematis tentang bentuk-bentuk konflik sosial serta faktor penyebab terjadinya konflik sosial yang dialami oleh para tokoh di dalam novel Surga Sungsang karya Triyanto Triwikromo.

2. Manfaat Teoretis

a. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan bagi penelitian sejenis yang dapat dikembangkan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan dan pemahaman tentang aplikasi teori sosiologi sastra untuk mahasiswa dalam suatu penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian dari mereka mungkin akan menyuarakan ketidak puasan dengan mengajukan keluhan (complain), tetapi tidak sedikit pula dari mereka yang memilih untuk diam. Namun ada hal yang

Pada stadium awal demensia, pasein menunjukkan kesulitan untuk kesulitan untuk mempertahankan kinerja mental, fatigue, dan kecendrungan untuk gagal jika suatu

Nilai rata - rata diameter batang mangrove di kawasan pesisir Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata - rata diameter

Dari semua keselurahan proses produksi hanya mesin slittinglah yang berbeda dari beberapa proses,contohnya pada proses printing yang membutuhkan bahan baku seperti tinta

(2) Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari skor tertinggi 1,0 (untuk faktor yang paling penting) sampai dengan skor terrendah 0,0

Menurut Sukirno (2001), bila dilihat dari aspek ekonomi, pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan masyarakat meningkat

pada menjalankan kuasa yang diberikan oleh seksyen 168 kanun tanah negara, notis adalah dengan ini diberi bahawa adalah dicadangkan hendak mengeluarkan hakmilik sambungan bagi

Buatan Tempat Ada Dinas Parperindagkop & UMKM 2. Hotel Bintang Lima Tidak PHRI Pangandaran 2). Hotel Bintang Empat Tidak PHRI Pangandaran 3). Hotel Bintang Tiga