• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah : survei bagi guru-guru SD Afiliasi Katholik, Kristen dan Nasional di Kota Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah : survei bagi guru-guru SD Afiliasi Katholik, Kristen dan Nasional di Kota Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
284
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK

OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH : SURVEI BAGI

GURU-GURU SD AFILIASI KATHOLIK, KRISTEN DAN

NASIONAL DI KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Lucia Dian Rosita NIM : 101134033

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK

OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH : SURVEI BAGI

GURU-GURU SD AFILIASI KATHOLIK, KRISTEN DAN

NASIONAL DI KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Lucia Dian Rosita NIM : 101134033

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya yang sederhana dan jauh dari sempurna ini kupersembahkan bagi : Tuhan Yesus Kristus yang menjadi kekuatan dalam hidup saya

Ibu Catur Rismiati dan Ibu Andri Anugrahana yang selalu sabar dalam membimbing saya

Bapak, Ibu dan adikku yang selalu setia memberikan dukungan dan perhatian yang besar kepadaku

Almamaterku,

(6)

v

MOTTO

Menjadi kuat itu sulit, tetapi adanya kalian membuatku selalu

berusaha untuk menjadi kuat.

Apakah saya gagal atau sukses

Bukanlah hasil perbuatan orang lain.

Sayalah yang menjadi pendorong diri sendiri.

-Elaine Maxwell-

Kita yakin kita semua bisa, yang kita perlu sekarang cuma kaki

yang berjalan lebih jauh dari biasanya,

Tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya,

Mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya,

Leher yang akan sering melihat keatas,

Lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja,

Hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya,

Serta mulut yang akan selalu berdoa.

(7)
(8)
(9)

viii

ABSTRAK

TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH: SEBUAH SURVEI BAGI GURU-GURU SEKOLAH DASAR AFILIASI KATHOLIK, KRISTEN DAN

NASIONAL DI KOTA YOGYAKARTA

Oleh: Lucia Dian Rosita

NIM: 101134033

Pendidikan di Indonesia telah mengalami perubahan kearah yang lebih baik. Perubahan dilakukan dengan menyempurnakan kurikulum. Kurikulum 2006 dan kurikulum 2013 menggunakan pembelajaran tematik yang dianggap sesuai dengan karakteristik dan kemampuan siswa SD.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah Katolik, Kristen dan nasional di kota Yogyakarta dan perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD Katolik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor dukungan kepala sekolah dan pengalaman mengajar. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2014 di Kota Yogyakarta khususnya di sekolah dasar katholik, kristen dan nasional.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental cross sectional dengan metode survei. Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru pengampu kelas bawah SD Katholik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta yang berjumlah 111 guru, sampel sejumlah 54 guru diambil menggunakan teknik purposive random sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan Rumus Sturges dan uji independent sampel t test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru-guru pengampu kelas bawah SD Katholik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta masuk dalam kategori rendah; 2) ada perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD Katolik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor dukungan kepala sekolah Sig. (2-tailed) 0,001 < α (0,05); 3) tidak ada perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD Katolik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor pengalaman mengajar Sig. (2-tailed) 0,360 > α (0,05).

(10)

ix

ABSTRACT

THE IMPLEMENTATION LEVEL OF THEMATIC INSTRUCTION CONDUCTED BY LOWER (1st– 3rd) GRADE TEACHERS: A SURVEY

OF ELEMENTARY SCHOOL TEACHERS AFFILIATED WITH PRIVATE CATHOLIC, PROTESTANT, AND NATIONAL SCHOOLS IN

YOGYAKARTA

By:

Lucia Dian Rosita NIM: 101134033

Education in Indonesia continuously improves and changes its curriculum. The current curriculum development which is closely paid into attention is the development of thematic learning. The thematic learning integrates concepts from various subjects into a theme. It emphazises how the students successfully organize their learning experiences directly.

This study aims to investigate the implementation level of thematic instruction conducted by lower (1st-3rd) grade elementary school teachers affiliated with private catholic, protestant, and national schools in Yogyakarta. Furthermore, it seeks to examine the difference of the implementation level of the thematic instruction by considering the demographic factors, namely the principal’s supports and teaching experiences. This research was conducted in January-February 2014.

This research employed a non-experimental cross sectional design, by using a survey method. The population was 111 1st-3rd grade elementary school teachers at private catholic, protestant, and national schools in Yogyakarta. The researcher chose 54 teachers as the samples by using a purposive random sampling technique. To analyze the data, the researcher employed Sturges' formula

and independent-samples t-test.

The results indicated that the implementation level of the thematic instruction was categorized as low. The findings also demonstrated that the implementation of the thematic instruction differed based on the principal’s supports (Sig. (2 -tailed) 0.001<0.05), while it did not differ based on the teaching experience (Sig. (2-tailed) 0.360>0.05).

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah melimpahkan berkat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS

BAWAH : SURVEI BAGI GURU-GURU SEKOLAH DASAR AFILIASI

KATHOLIK, KRISTEN DAN NASIONAL DI KOTA YOGYAKARTA.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyadari dalam penyusunan ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah melimpahkan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma.

3. Romo G. Ari Nugrahanta selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Catur Rismiati selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dengan penuh kesabaran.

(12)

xi

6. Kedua orangtuaku, Bapak Bernadus Sumardiman dan Ibu Bernadetta Sumarsilah yang tidak pernah lelah memberikan kasih sayang, dukungan baik moril maupun material serta semangat kepada penulis.

7. Adikku Yohanes Hendy Wijaya yang telah memberikan doa dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

8. Simbah Sumirah Wirodarsono dan Simbah Harjo Suwarno yang telah memberikan doa.

9. Om, Bulik, Pakdhe dan Budhe yang selalu memberikan dukungan dan doa. 10.Klara, Agnes, Aryo dan Ryno yang selalu memberikan semangat.

11.Yohanes Prasetya Jati yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

12.Teman-teman kelompok studi survei tematik: Anis, Ria, Tessa, Aji, Amel, Dian, Deo, terima kasih atas kebersamaan dan kerjasama dalam proses penyelesaian skripsi ini.

13.Sahabat-sahabatku terkasih: Avi, Yogi, Sasa, Pendol, yang selalu memberikan semangat kepada saya. Terima kasih sudah menjadi teman berkeluh kesah selama ini.

14.Teman-teman kelas E angkatan 2010, terima kasih atas dukungan dan perhatiannya selama ini.

15.Priyatno Ardi yang telah membantu peneliti dalam menyusun abstract. 16.Keluarga Vocastella Voice yang selalu memberikan semangat.

(13)
(14)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

SURAT PERNYATAAN ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBILKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Definisi Operasional... 7

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A. Tinjauan Teoritik 1. Reformasi Pendidikan secara Global ... 9

2. Reformasi Pendidikan di Indonesia ... 10

3. Reformasi Kurikulum di Indonesia ... 11

4. Kurikulum 2006 dan kurikulum 2013 ... 15

5. Pembelajaran Terpadu ... 18

6. Pembelajaran Tematik ... 22

7. Implikasi Pembelajaran Tematik ... 27

8. Karakteristik Pembelajaran Tematik ... 29

9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi ... 31

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 35

C. Kerangka Berpikir ... 40

D. Hipotesis Penelitian ... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

A. Jenis dan Desain Penelitian ... 42

B. Waktu dan Tempat ... 44

C. Variabel Penelitian ... 44

D. Populasi dan Sampel ... 45

E. Teknik Pengumpulan Data ... 46

F. Instrumen Penelitian/Alat Ukur ... 47

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 52

(15)

xiv

2. Reliabilitas ... 67

H. Prosedur Analisis Data ... 69

1. Menentukan Hipotesis Statistik ... 69

2. Pengelolaan Data ... 71

3. Analisis Data Deskriptif ... 73

4. Menentukan Taraf Signifikansi ... 75

5. Menguji Asumsi Klasik ... 75

6. Uji Hipotesis ... 81

I. Jadwal Penelitian ... 86

BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 88

A. Deskripsi Penelitian ... 88

B. Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 89

C. Hasil Penelitian ... 89

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994 ... 14

Tabel 2.2 Perubahan Kurikulum di Indonesia... 15

Tabel 2.3 Landasan Pengembangan Kurikulum 2013 ... 17

Tabel 2.4 Perbedaan Esensial Kurikulum 2006 dengan Kurikulum 2013 ... 18

Tabel 2.5 Landasan Pembelajaran Tematik ... 24

Tabel 3.1 Pengukuran Kuesioner item positif dan item negatif ... 48

Tabel 3.2 Sebaran item positif dan item negatif ... 49

Tabel 3.3 Indikator Kuesioner... 51

Tabel 3.4 Kriteria Revisi ... 53

Tabel 3.5Hasil Expert Judgement: Kegiatan Pembelajaran yang Berpusat pada Siswa ... 54

Tabel 3.6 Hasil Expert Judgement: Siswa Mengalami Pengalaman Langsung dalam Belajar ... 55

Tabel 3.7 Hasil Expert Judgement: Pemisahan pada Setiap Mata Pelajaran Tidak Begitu Jelas... 56

Tabel 3.8 Hasil Expert Judgement:Pembelajaran yang Menyajikan Konsep dari Satu Mata Pelajaran... 57

Tabel 3.9 Hasil Expert Judgement :Pembelajaran Bersifat Fleksibel ... 58

Tabel 3.10 Hasil Expert Judgement :Hasil Pembelajaran yang Sesuai dengan Minat dan Kebutuhan Siswa ... 60

Tabel 3.11 Hasil Expert Judgement :Prinsip Belajar Sambil Bermain yang Menyenangkan Bagi Siswa ... 61

Tabel 3.12 Validitas Muka ... 63

Tabel 3.13 Hasil Validitas Implementasi Pembelajaran Tematik ... 65

Tabel 3.14 Hasil Validitas Item Dukungan Kepala Sekolah... 67

Tabel 3.15 Tingkat Koefisien dan Tingkat Hubungan ... 68

Tabel 3.16 Hasil Reliabilitas Implementasi Tematik ... 69

Tabel 3.17 Hasil Reliabilitas Dukungan Kepala Sekolah ... 69

Tabel 3.18 Contoh Coding Data ... 72

Tabel 3.19 Jadwal Penelitian... 86

Tabel 4.1 Panjang Kelas Interval ... 90

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Distribusi Frekuensi ... 90

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Dukungan Kepala Sekolah Rendah ... 92

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Dukungan Kepala Sekolah Tinggi ... 95

Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Dukungan Kepala Sekolah ... 99

Tabel 4.6 Hasil Uji Independent Sample t-test Dukungan Kepala Sekolah ... 100

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Mengajar Junior ... 103

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Mengajar Senior ... 106

Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Pengalaman Mengajar ... 109

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Penelitian yang Relevan ... 39

Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 43

Gambar 3.2 Rumus Product Moment ... 65

Gambar 3.3 Rumus Koefisien Alpha Cronbach ... 68

Gambar 3.4 Rumus Jarak atau Rentangan ... 74

Gambar 3.5 Rumus Sturges ... 74

Gambar 3.6 Rumus Panjang Kelas Interval ... 74

Gambar 3.7 Rumus Uji Normalitas ... 78

Gambar 3.8 Rumus Lavene’s test ... 80

Gambar 3.9 Rumus Uji t-dua sample ... 82

Gambar 3.10 Rumus Independent sample t-test ... 82

Gambar 3.11 Rumus Man Whitney ... 83

Gambar 3.12 Rumus Effect Size Data Normal ... 84

Gambar 3.13 Rumus Effect Size Data Tidak Normal ... 84

Gambar 3.14 Rumus Koefisien Determinasi ... 85

Gambar 4.1 Uji Normalitas P-P Plot Dukungan Kepala Sekolah Rendah ... 93

Gambar 4.2 Uji Normalitas Histogram Dukungan Kepala Sekolah Rendah ... 94

Gambar 4.3 Uji Normalitas PP Plot Dukungan Kepala Sekolah Tinggi... 96

Gambar 4.4 Uji Normalitas Histogram Dukungan Kepala Sekolah Tinggi... 97

Gambar 4.5 Perhitungan Effect Size ... 101

Gambar 4.6 Uji Normalitas P-P Plot Pengalaman Mengajar Junior ... 103

Gambar 4.7 Uji Normalitas Histogram Pengalaman Mengajar Junior ... 104

Gambar 4.8 Uji Normalitas P-P Plot Pengalaman Mengajar Senior ... 106

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 122

Lampiran 2 Surat Ijin Telah Melakukan Penelitian ... 128

Lampiran 3 Expert Judgement ... 131

Lampiran 4 Validitas Muka ... 206

Lampiran 5 Data Validitas Implementasi Tematik ... 217

Lampiran 6 Hasil Validitas Implementasi Tematik ... 218

Lampiran 7 Data Reliabilitas Implementasi Tematik ... 219

Lampiran 8 Hasil Reliabilitas Implementasi Tematik ... 220

Lampiran 9 Data Validitas Dukungan Kepala Sekolah ... 222

Lampiran 10 Hasil Validitas Dukungan Kepala Sekolah ... 224

Lampiran 11 Hasil Reliabilitas Dukungan Kepala Sekolah ... 225

Lampiran 12 Data Asli... 227

Lampiran 13 Hasil Distribusi Frekuensi Implementasi Tematik ... 228

Lampiran 14 Hasil Uji Normalitas Dukungan Kepala Sekolah Kategori 1... 229

Lampiran 15 Hasil Uji Normalitas Dukungan Kepala Sekolah Kategori 2... 234

Lampiran 16 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Mengajar Kategori 1... 239

Lampiran 17 Hasil Uji Normalitas Pengalaman Mengajar Kategori 2... 244

Lampiran 18 Hasil Uji Independent Sample t-test Dukungan Kepala Sekolah ... 249

Lampiran 19 Hasil Uji Independent Sample t-test Pengalaman Mengajar ... 250

Lampiran 20 Tabel r Product Moment ... 251

Lampiran 21 Tabel Krejcie ... 252

Lampiran 22 Kuesioner Penelitian ... 253

Lampiran 23 Contoh Kuesioner yang Sudah diisi ... 259

(19)

xviii

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab I dalam penelitian ini membahas tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sebagai suatu sistem pencerdasan anak bangsa, dewasa ini dihadapkan pada berbagai persoalan ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Persoalan tersebut menjadi tugas kita untuk menjawab tantangan globalisasi ini melalui pendidikan (Uno, 2007: 1). Menghadapi berbagai masalah dan tantangan yang terjadi di era global ini, perlu dilakukan penataan terhadap sistem pendidikan secara utuh dan menyeluruh berkaitan dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja (Mulyasa, 2013: 1). Perubahan ini dilakukan karena sistem dan mutu pendidikan di negara kita masih tertinggal jauh dibanding negara-negara lain. (Mendiknas) Abdul Malik Fajar pun mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia sangatlah terburuk di kawasan Asia, seperti yang diberitakan KOMPAS, 5 September 2001 (Sukorini, 2009). Bank Dunia melaporkan tentang hasil pengukuran indikator mutu secara kuantitatif pada Sekolah Dasar (SD) di beberapa Negara Asia.

(21)

bacaan yang dibacanya. Direktorat Pendidikan TK dan SD Departemen Pendidikan Nasional tahun 2000/2001 juga melaporkan bahwa rata-rata daya serap kurikulum secara nasional masih rendah, yaitu 5,1 untuk lima mata pelajaran (Majid, 2014: 5). Hasil survey “Trends in International Math and

Science” tahun 2007 yang dilakukan Global Institute, menunjukkan hanya 5%

peserta didik Indonesia yang mampu mengerjakan soal penalaran berkategori tinggi. Peserta didik Korea dapat mencapai 71 persen. Data lain diungkapkan oleh

Programme International Student Assessment (PISA), hasil studinya tahun 2009 menempatkan Indonesia pada peringkat 10 terbawah, dari 65 negara peserta PISA (Mulyasa, 2013: 60).

Pendidikan di Indonesia kurang memperhatikan faktor hak-hak anak, serta kurangnya pemberian kesempatan kepada mereka untuk melakukan pengembangan dalam aktivitas pendidikannya. Anak yang belum memahami suatu pelajaran, terlalu cepat untuk dinyatakan sebagai anak bodoh yang menjadi penyebab mereka kehilangan jati diri (Uno, 2007: 9). Kondisi ini menunjukkan bahwa reformasi dalam dunia pendidikan nasional kita sudah menjadi suatu keharusan dan tidak bisa ditunda lagi, terutama pada jenjang pendidikan dasar (Majid, 2014: 5). Perubahan pendidikan yang bersifat mendasar diperlukan dalam kehidupan pada era global seperti saat ini. Perubahan mendasar tersebut berkaitan dengan kurikulum, yang dengan sendirinya menuntut dan mempersyaratkan berbagai perubahan pada komponen pendidikan lain (Mulyasa, 2012: 2-5).

Kurikulum berasal dari bahasa Yunani Curir yang artinya pelari, dan

(22)
(23)

bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak (Depdiknas, 2009).

Keberhasilan kurikulum atau kegagalan implementasi kurikulum di sekolah sangat bergantung pada guru dan kepala sekolah. Dua figur tersebut merupakan kunci yang menentukan serta menggerakkan berbagai komponen yang ada di sekolah. Implementasi KTSP perlu ditunjang oleh guru yang berkualitas. KTSP perlu ditunjang pula oleh kepala sekolah yang professional, demokratis, dan transparan, sehingga mampu bekerjasama dan meningkatkan kualitas pembelajaran (Mulyasa, 2008: 46). Supardi (2013: 8) mengatakan bahwa salah satu kunci sukses pelaksanaan kurikulum adalah guru. Peran guru dalam penyelenggaraan pendidikan sangat dominan terhadap pencapaian kualitas pendidikan. Supardi (2013: 51) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru yaitu faktor individual (dari dalam) dan faktor situasional (dari luar). Faktor individual meliputi umur, tingkat pendidikan, lamanya training, pengalaman mengajar, keahlian guru, pengalaman berinovasi, pengalaman guru terhadap materi, dan waktu. Faktor situasional yang dimaksud meliputi dukungan kepala sekolah ataupun ukuran dari setiap kelas.

(24)

B. Batasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada guru kelas bawah SD afiliasi Katholik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta. Guru merupakan kunci sukses berlangsungnya pembelajaran, maka penelitian ini difokuskan pada guru. Guru yang dimaksud dalam penelitian ini adalah guru kelas bawah yaitu kelas 1, 2, dan 3 yang sudah menerapkan pembelajaran tematik sesuai dengan kurikulum 2006 (KTSP) yang sudah mensyaratkan pelaksanaan pembelajaran tematik.

C. Rumusan Masalah

Rumusan Masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah di SD afiliasi Katolik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta?

2. Apakah ada perbedaan implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor demografi dukungan kepala sekolah?

(25)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta.

2. Mengetahui perbedaan implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor demografi dukungan kepala sekolah.

3. Mengetahui perbedaan implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor demografi pengalaman mengajar guru.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Guru, Mahasiswa dan Peneliti. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu Guru untuk lebih meningkatkan pelaksanaan pembelajaran tematik.

2. Bagi mahasiswa pendidikan guru sekolah dasar

(26)

3. Bagi Program Studi PGSD

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya. Memberikan informasi bagi mahasiswa FKIP untuk mengetahui sejauh mana tingkat implementasi pembelajaran tematik di SD afiliasi Katholik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta.

F. Definisi Operasional

1. Pembelajaran tematik adalah pendekatan yang mengintegrasikan kompetensi pembelajaran menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman belajar bermakna kepada peserta didik di SD kelas rendah (disebut juga pembelajaran tematik integratif).

2. Kurikulum adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam proses pembelajaran.

3. Demografi adalah faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang antara lain dukungan kepala sekolah, pengalaman mengajar, pengalaman menggunakan pembelajaran tematik, jumlah siswa, jumlah rekan yang menerapkan pembelajaran tematik, status kepegawaian, dan latar belakang pendidikan terakhir.

4. Reformasi adalah suatu bentuk perbaikan menuju ke arah yang lebih baik. 5. Guru kelas bawah adalah seorang pendidik yang memiliki kemampuan

untuk mendidik siswa kelas bawah (kelas 1, 2, 3).

(27)

7. Survei adalah kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi dari sebagian populasi.

8. Afiliasi adalah hubungan sebagai anggota cabang.

9. Kepala sekolah adalah guru yang diberi tugas untuk memimpin sekolah dan bertanggung jawab memajukan sekolah.

(28)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini membahas enam bagian pendahuluan dari penelitian ini, yaitu: definisi operasional, manfaat penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah, rumusan masalah, dan latar belakang masalah. Bagian- bagian tersebut akan diajabarkan sebagai berikut:

A. Tinjauan Teoritik

1. Pentingnya Reformasi Pendidikan secara Global

Reformasi merupakan istilah yang sangat populer pada masa ini dan menjadi kata kunci dalam membenahi tatanan hidup bangsa termasuk bidang pendidikan (Suyanto dan Hisyam, 2000). Abad ke 19-20 kehidupan berada pada tingkat persaingan global yang sangat ketat. Globalisasi menyebabkan informasi bergerak amat cepat, materi pembelejaran yang selama ini menjadi penguasaan guru kini dapat diakses siapa saja melalui internet (Kunandar, 2007: 18). Siapa saja yang tidak memenuhi persyaratan kualitas global, akan tersingkir secara sendirinya (Suyanto dan Hisyam, 2000). Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang bersifat mendasar (Mulyasa, 2013: 4).

(29)

terhadap status pendidikan di seluruh dunia pada masa kini. Pendidikan diterima dan dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga dan sangat produktif, karena pekerjaan produktif saat ini didasarkan pada akal (Kunandar, 2007). Pembentukan orang-orang terdidik merupakan modal suatu bangsa, sehingga hamper di semua Negara menjadikan pendidikan sebagai pokok perhatian (Kunandar, 2007: 9).

2. Reformasi Pendidikan di Indonesia

Tenaga ahli yang dimiliki kurang cukup memadai untuk bersaing di tingkat global. Angkatan kerja saat ini masih memprihatinkan dilihat dari pendidikannya. Sebagian besar angkatan kerja (53%) tidak berpendidikan, yang berpendidikan dasar sebanyak 34% , berpendidikan menengah 11% dan berpendidikan tinggi hanya 2% (Boediono dalam Suyanto dan Hisyam, 2000: 3). Masyarakat Indonesia kini sedang berada dalam masa reformasi. Era reformasi telah lahir dan masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupannya. Sektor pendidikan memiliki peran yang strategis dan fungsional dalam upaya membangun suatu masyarakat (Tilaar dalam Sanaky, 2009). Era reformasi mempunyai tujuan mengembalikan pendidikan pada fungsinya yaitu memberdayakan masyarakat. Pendidikan nasional perlu direformasi untuk mewujudkan visi baru masyarakat Indonesia yaitu suatu masyarakat madani Indonesia (Tilaar dalam Sanaky, 2009).

(30)

dan orde reformasi. Perubahan-perubahan ini dilakukan untuk meningkatkan hasil sehingga masyarakat Indonesia siap menghadapi persaingan global.

3. Reformasi Kurikulum di Indonesia

Kurikulum sekolah dasar di Indonesia telah mengalami perubahan. Perubahan pertama dilakukan pada masa orde lama. Triyanto (2010: 55) menjelaskan bahwa kurikulum yang pertama kali dilaksanakan pada masa kemerdekaan bernama Rencana Pembelajaran 1947 . Rencana pembelajaran bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Susunan Rencana pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Garis-garis besar pengajarannya pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan murid mempelajari (Trianto, 2012). Rencana Pembelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani merupakan hal yang diutamakan dalam Rencana pelajaran 1947 (Muzamiroh, 2013: 41).

(31)

Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada kurikulum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar : pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9, dan hanya memuat mata pelajaran pokok saja. Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi mengaitkannya dengan permasalahan faktual di lingkungan sekitar (Trianto, 2012).

Kurikulum 1975 mempunyai konsep, pendidikan ditentukan dari pusat, para pengajar tidak perlu berpikir membuat konsep sendiri bagaimana pola pengajaran yang baik harus dilaksanakan dalam kelas (Yamin, 2012: 125). Metode, materi dan tujuan pengajaran dalam kurikulum 1975 tertuang secara gamblang dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), melalui PPSI kemudian lahir satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan bahasan memiliki unsur-unsur : petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 didasari konsep SAS (struktural, analisis, sintesis). Anak menjadi pintar karena paham dan mampu menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata pelajaran di sekolah. Dampak kurikulum 1975 adalah banyak guru menghabiskan waktunya untuk mengerjakan tugas administrasi, seperti membuat TIU, TIK dan lain-lain (Trianto,2012).

(32)

sebagai subyek belajar dari hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). CBSA didasarkan pada disertasi Conny R. Semiawan yang didasarkan pada pandangan Sikortsky (Trianto,2012). Sekolah-sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA, yang terlihat adalah suasana kelas gaduh karena siswa berdiskusi, sehingga menyebabkan terjadinya penolakan CBSA (Muzamiroh, 2013: 44).

Pendidikan dasar pada kurikulum 1994 dipatok menjadi sembilan tahun (SD dan SMP). Kurikulum 1994 berusaha menyatukan kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1975 dengan pendekatan tujuan dan kurikulum 1984 dengan tujuan pendekatan proses. Muatan lokal dimasukkan dalam kurikulum ini, fungsinya untuk mengembangkan kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerahnya. Beban belajar siswa dalam kurikulkum 1984 dinilai terlalu berat, karena ada muatan nasional dan lokal (Trianto,2012).

(33)

Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan kepada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu (Trianto,2011: 131). Tabel 2.1 menunjukkan keunggulan KBK dibandingkan dengan kurikulum 1994.

Tabel 2.1

Keunggulan KBK dengan Kurikulum 1994

Subjek 1994 KBK

Utama Penguasaan materi Hasil dan kompetensi

Paradigma pembelajaran

Versi UNESCO: belajar mengetahui, belajar untuk bertindak, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi diri sendiri.

Silabus Silabus disamakan Silabus menjadi kewenangan guru.

Jumlah jam

Keterampilan proses PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) dan CTL (Contextual Teaching learning)

Sistem penilaian Memfokuskan pada aspek kognitif

Penilaian dilakukan dengan memadukan

keseimbangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor dengan menekankan nilai yang berbasis kelas.

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa KBK lebih memadukan keseimbangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jumlah jam pelajaran pada KBK lebih sedikit dibandingkan pada kurikulum 1994, sehingga mengurangi beban siswa serta guru. KBK juga lebih mengedepankan PAKEM dan CTL.

(34)

sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada peserta didik (Trianto,2011: 139).

Tabel 2.2

Reformasi Pendidikan di Indonesia

Tahun Nama Kurikulum Ide pokok

1947 Rencana

Pembelajaran 1947

Memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar

pengajarannya. Garis-garis besar pengajarannya pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan murid mempelajari

Orde Baru 1968

Kurikulum 1968 Pendidikan pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk manusia pancasila sejati.

1975 Kurikulum 1975 Menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Kurikulum 1975 mempertegas tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran.

1984 Kurikulum 1984 Dalam kurikulum 1984 siswa diposisikan sebagai subyek belajar dari hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif.

1994 Kurikulum 1994 Kurikulum 1994 menggunakan pendekatan proses.

Kurikulum ini pun dimasukkan muatan lokal, yang berfungsi mengembangkan kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerahnya.

Orde Reformasi 2004

Kurikulum 2004 Kurikulum ini menekankan kepada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.

2006 Kurikulum 2006 Strategi pengembangan dalam kurikulum 2006

mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. Model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran tematik dan model pendekatan mata pelajaran.

Tabel 2.2 menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum ini bertujuan untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia kearah yang lebih baik. Kurikulum 2006 merupakan kurikulum penyempurnaan yang mulai menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar.

4. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013

(35)

efektif, produktif, dan berprestasi. Kurikulum 2006 mempunyai dua model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran tematik dan model pendekatan mata pelajaran. Model pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada peserta didik (Trianto, 2011: 139).

Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan bagian dari strategi meningkatkan capaian pendidikan (Majid, 2014). Berkaitan dengan perubahan kurikulum, berbagai pihak menganalisis dan melihat perlunya diterapkan kurikulum berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter. Peserta didik dibekali dengan berbagai sikap dan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tuntutan teknologi. Kurikulum 2013 ditekankan pada pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar, yang akan menjadi fondasi bagi tingkat berikutnya (Mulyasa, 2013: 6-7).

(36)

Kurikulum 2013 memiliki landasan atau dasar dalam proses pengembangannya. Mulayasa (2013: 64) menyebutkan ada tiga landasan pengembangan Kurikulum 2013 seperti yang dijelaskan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3

Landasan Pengembangan Kurikulum 2013

Landasan Filosofis Landasan Yuridis Landasan Konseptual a. Filosofis Pancasila yang

memberikan berbagai prinsip dasar dalam pembangunan

pendidikan.

b. Filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik, kebutuhan peserta didik, dan masyarakat. tentang standar nasional pendidikan.

c. Instruktur Presiden (INPRES) No. 1 Tahun 2010, tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional, penyempurnaan

kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa.

a. Relevansi pendidikan (link and match).

b. Kurikulum berbasis kompetensi dan karakter. c. Pembelajaran kontekstual

(Contextual Teaching and

Learning).

d. Pembelajaran aktif (Student Active Learning). e. Penilaian yang valid, utuh,

dan menyeluruh.

Tabel 2.3 menunjukkan tiga landasan kurikulum 2013, yaitu landasan filosofis, landasan yuridis dan landasan konseptual. Dilihat dari landasan filosofis, kurikulum 2013 berbasis pada Pancasila dan nilai-nilai luhur serta nilai akademik. Landasan yuridis pada kurikulum 2013 adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Peraturan Pemerintah dan Instruktur Presiden. Landasan konseptual kurikulum 2013, pembelajaran bersifat aktif dan kontekstual serta berbasis pada kompetensi dan karakter.

(37)

Tabel 2.4

Perbedaan Esensial Kurikulum SD

Kurikulum 2006 Kurikulum 2013 Mata pelajaran tertentu hanya

mendukung kompetensi tertentu.

Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi (sikap, keterampilan, dan pengetahuan).

Mata pelajaran dirancang berdiri sendiri dan memiliki kompetensi dasar sendiri.

Mata pelajaran dirancang terkait satu dengan yang lain dan memiliki kompetensi dasar yang diikat oleh kompetensi inti di setiap kelas.

Bahasa Indonesia sejajar dengan mata pelajaran lain.

Bahasa Indonesia sebagai penarik mata pelajaran lain (sikap dan keterampilan berbahasa)

Tiap mata pelajaran disajikan dengan pendekatan yang berbeda.

Semua mata pelajaran disajikan menggunakan pendekatan yang sama (saintifik) melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mendemonstrasikan.

Tiap jenis isi pembelajaran disajikan terpisah (separated curriculum).

Berbagai jenis isi pelajaran disajikan secara berkaitan dan terpadu satu sama lain (cross

curriculum atau integrated curriculum).

Konten ilmu pengetahuan Konten ilmu pengetahuan diintegrasikan dan dijadikan penggerak konten pembelajaran lainnya. Tematik untuk kelas I sampai kelas

III (belum integratif).

Tematik terintegratif untuk kelas I sampai kelas VI.

Sumber : Mulyasa, 2013: 169

Tabel 2.4 menunjukkan pembelajaran dalam kurikulum 2006 masih terpisah antar mata pelajaran, dan pembelajaran tematik baru diterapkan dikelas bawah. Pembelajaran dalam kurikulum 2013 dirancang saling terkait dan terpadu. Pembelajaran tematik diterapkan untuk kelas I-IV.

5. Pembelajaran Terpadu

a. Pengertian Pembelajaran Terpadu

(38)

“Pembelajaran terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu

pokok bahasan atau tema tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar siswa, maka pembelajaran menjadi lebih bermakna. Maka pada umumnya pembelajaran tematik/terpadu adalah pembelajaran yang menggunakan tema tertentu untuk mengaitkan antara beberapa isi mata pelajaran dan pengalaman kehidupan nyata sehari-hari siswa sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa” (Hadi Subroto, 2000: 9).

Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang memerhatikan dan menyesuaikan pemberian konsep sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pendekatan berangkat dari teori pembelajaran tematik yang menolak drill-system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak (Depdikbud dalam Prabowo, 2000).

Pembelajaran Terpadu merupakan model pembelajaran yang memadukan keterampilan, konsep dan pokok bahasan dalam satu mata pelajaran maupun antar pelajaran. Pembelajaran terpadu merupakan model pembelajaran yang efektif karena mampu mengaitkan pokok bahasan yang tumpang tindih. Siswa juga lebih proaktif karena pembelajaran ini sesuai dengan karakteristiknya.

b. Ciri-ciri Pembelajaran Terpadu

(39)

pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi. Bermakna, keterkaitan antara konsep-konsep lain akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari dan diharapkan anak mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah nyata di dalam kehidupannya. Aktif, pembelajaran terpadu dikembangkan melalui pendekatan diskoveri-inkuiri. Peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran yang secara tidak langsung dapat memotivasi anak untuk belajar.

c. Model Pembelajaran Terpadu

Pembelajaran terpadu memiliki sepuluh cara atau model, yaitu fragmented, connected, nested, sequenced, shared, webbed, threaded, integrated, immersed,

dan networked (Robin Fogarty dalam Prastowo, 2013).

Model Penggalan (Fragmented), model ini ditandai dengan pemanduan yang hanya terbatas pada satu mata pelajaran. Misalnya, dalam pembelajaran bahasa Indonesia, materi pelajaran tentang menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dapat dipadukan dalam materi pembelajaran keterampilan berbahasa (Prastowo, 2013).

(40)

Model Sarang (Nested) merupakan pemaduan berbagai bentuk penguasaan konsep keterampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran. Keterampilan sosial, berpikir, dan konten dicapai di dalam satu mata pelajaran. Mata pelajaran yang berbeda dalam dicapai dalam waktu yang bersamaan.

Model Rangkaian (Sequenced) merupakan model pemaduan topik-topik antar mata perlajaran yang berbeda secara paralel. Persamaan-persamaan yang ada diajarkan secara bersamaan, meskipun termasuk dalam pelajaran yang berbeda.

Model Bagian (Shared) merupakan model pemaduan pembelajaran akibat adanya kesamaan ide pada dua mata pelajaran yang sama. Materi yang ada pada satu pelajaran missal PKn sama dengan materi yang ada di mata pelajaran IPS. Model ini melibatkan dua disiplin ilmu dalam satu pembelajaran.

Model Laba-laba (Webbed) merupakan model pemaduan dengan menggunakan pendekatan tematik. Pembelajaran tematik menggunakan satu tema sebagai dasar pembelajaran dalam berbagai disiplin mata pelajaran. Tema yang digunakan harus dipilih secara selektif agar menjadi berarti dan relevan dengan konten.

Model Galur (Threaded) model ini merupakan model perpaduan bentuk keterampilan. Siswa mampu mempelajarai cara mereka belajar dan memfasilitasi transfer pembelajaran selanjutnya.

(41)

Model Celupan (Immersed) model ini dirancang untuk membantu siswa dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan pemakaiannya. Model ini mendorong siswa untuk saling tukar pengalaman dan pemanfaatan pengalaman. Siswa memadukan apa yang dipelajari dengan cara memandang seluruh pembelajaran melalui perspektif yang disukai.

Model Jaringan (Networked) merupakan model perpaduan pembelajaran yang mengandaikan kemungkinan pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk keterampilan baru setelah siswa melakukan studi lapangan dalam situasi yang berbeda-beda. Model pembelajaran ini menjadikan siswa bersifat proaktif. Siswa terstimulasi oleh informasi, keterampilan dan konsep-konsep baru.

Prabowo (dalam Prastowo, 2013) menyatakan bahwa dari sepuluh model pembelajaran terpadu tersebut yang layak dan tidak terlalu sulit dikembangkan di sekolah dasar adalah model keterhubungan, jaring laba-laba dan keterpaduan.

6. Pembelajaran Tematik

a. Pengertian Pembelajaran Tematik

(42)

menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan (Depdiknas, 2009: 6).

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta dalam Depdiknas, 2009).

Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran termasuk salah satu tipe/jenis dari model pembelajaran terpadu yang dikenal dengan model jaring laba-laba (webbed). Istilah pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa Depdiknas, (2006: 5).

(43)

sebagai suatu pendekatan belajar yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Bermakna karena dalam pembelajaran tematik siswa akan dapat memahami konsep yang dipelajari melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang dipahaminya (Sukandi dalam Trianto, 2011).

Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas, model pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan tema. Tema tersebut digunakan untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman belajar bermakna kepada peserta didik di sekolah dasar kelas rendah. Pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa diharapkan mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami pembelajaran.

Depdiknas (2009: 8) menyebutkan ada tiga landasan diterapkannya pembelajaran tematik. Landasan tersebut antara lain landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan yuridis. Penjelasan mengenai ketiga landasan tersebut ada pada tabel 2.5.

Tabel 2.5

Landasan Pembelajaran Tematik

Landasan Filosofis Landasan Psikologis Landasan Yuridis

a. Progresivisme, aliran ini memandang bahwa proses pembelajaran lebih ditekankan pada pembentukan kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah, dan tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai minatnya agar pribadi dan tingkat kecerdasannya

(44)

Landasan Filosofis Landasan Psikologis Landasan Yuridis

siswa.

c. Humanisme, melihat siswa dari keunikan/kekhasannya, potensi, dan motivasi yang dimilikinya.

suatu materi disajikan dan bagaimana siswa setiap peserta didik pada setiap satuan

Tabel 2.5 menunjukkan bahwa pembelajaran tematik memiliki tiga landasan, yaitu landasan filosofis berisi tentang teori-teori para ahli yang sesuai dengan pembelajaran tematik. Landasan psikologis berisi tentang teori psikologi yang sesuai dengan pembelajaran tematik. Landasan yuridis berisi Undang-Undang yang mendasari lahirnya pembelajaran tematik.

b. Keuntungan dan Kelemahan Pembelajaran Tematik

Keuntungan pembelajaran tematik di antaranya: a) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, b) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama, c) Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, d) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa, e) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas (Depdiknas, 2009).

(45)

siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar isi mata pelajaran dalam tema yang sama, c) pemahaman materi mata pelajaran lebih mendalam dan berkesan, d) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa, e) lebih dapat dirasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas, f) siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam suatu mata pelajaran dan sekaligus dapat mempelajari mata pelajaran lain, g) guru dapat menghemat waktu sebab mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus, dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, dan waktu selebihnya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan materi.

(46)

7. Implikasi Pembelajaran Tematik

Depdiknas (2009: 11) mengatakan Implementasi pembelajaran tematik di sekolah dasar mempunyai berbagai implikasi yang mencakup :

Pertama, Implikasi terhadap guru: Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.

Kedua, Implikasi bagi siswa : a) Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal, b) Siswa juga harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah. Pembelajaran yang bervariasi akan meningkatkan kemampuan belajar peserta didik lebih baik, baik dalam aspek intelegensi maupun kreativitas. Pembelajaran tematik dilaksanakan dengan metode yang bervariasi supaya tidak membosankan. Pembelajaran juga lebih banyak berpusat pada siswa agar dapat mengembangkan kemampuan siswa.

(47)

yang tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization), c) pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervariasi sehingga akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak, d) penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masing-masing mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi.

Keempat, pengaturan ruangan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik meliputi : a) ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan, b) susunan bangku peserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengan keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung, c) peserta didik tidak selalu di kursi tetapi dapat duduk di tikar/karpet, d) kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, e) dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar, f) alat, sarana dan sumber belajar hendaknya dikelola sehingga memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan menyimpannya kembali.

(48)

8. Karakteristik Pembelajaran Tematik

Majid, (2014) mengemukakan Pembelajaran tematik merupakan suatu model pembelajaran di Sekolah Dasar yang memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut :

Berpusat pada siswa, pembelajaran tematik dilaksanakan dengan berpusat pada siswa (student centered) yang dalam hal ini siswa berperan sebagai subjek pembelajaran dan guru berperan hanya sebagai fasilitator. Siswa harus mampu mengembangkan keterampilan untuk menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajari. Guru sebagai fasilitator bertugas sebagai pembimbing dan mengarahkan siswa dalam mencari pengetahuan.

Memberikan pengalaman langsung, pembelajaran tematik memberikan pengalaman langsung kepada para siswa, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Siswa dihadapkan pada sesuatu yang yang nyata atau konkret melalui pengalaman langsung sebagai alat bantu untuk memahami hal-hal abstrak. Siswa yang berlajar melalui pengalaman langsung, akan selalu mengingat apa yang didapatnya melalui pengalaman yang pernah dialami.

Pemisahan mata pelajaran pembelajaran tematik tidak begitu jelas, berfokus pada tema-tema yang berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Kehidupan sehari-hari bersifat konkret dan siswa pernah mengalami. Materi pelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari mempermudah siswa dalam memahami materi.

(49)

Dengan disajikannya konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran tersebut, siswa diharapkan mampu untuk memahami konsep secara komprehensif. Hal tersebut akan berguna bagi siswa untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari;

Pembelajaran tematik memiliki sifat fleksibel dimana bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya dapat dikaitkan oleh guru. Tidak hanya mata pelajaran saja yang dapat dikaitkan, namun juga dapat dikaitkan dengan kehidupan siswa dan lingkungan siswa berada.

Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa, melalui pembelajaran tematik siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan talenta atau potensi yang dimiliki sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Siswa yang belajar tidak sesuai dengan minat dan kebutuhannya, maka hasil pembelajaran pun tidak maksimal. Sesuatu yang dilakukan tanpa rasa suka pasti hasilnya kurang optimal

Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan, pembelajaran tematik dapat dilaksanakan dengan berbagai macam cara diantaranya melalui permainan, diskusi, dan lain-lain. Konsep pembelajaran yang telah dirancang bertujuan agar anak merasa senang ketika belajar. Guru yang menerapkan pembelajaran tematik diharapkan dapat mengemas pembelajaran secara bervariasi sehingga dapat menarik perhatian siswa. Siswa menjadi tertarik untuk terus belajar.

(50)

sehari-hari siswa agar mudah dipahami. Pembelajaran tematik juga memiliki prinsip belajar sambil bermain supaya siswa tidak mudah bosan dalam pembelajaran.

9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Pembelajaran

Tematik

Supardi (2013: 8) mengatakan bahwa peran guru dalam penyelenggaraan pendidikan sangat dominan terhadap pencapaian kualitas pendidikan. Salah satu kunci sukses pelaksanaan kurikulum adalah guru. Sukmadinata (Supardi, 2013: 12) mengatakan bahwa :

“implementasi kurikulum semua tergantung kepada kreativitas, kecakapan,

kesungguhan, dan ketekunan guru”

Pemahaman guru terhadap kurikulum mempengaruhi kinerja guru. Guru dituntut memiliki kemampuan mengimplementasikan kurikulum (Supardi, 2013: 12). Salah satu faktor individu yang mempengaruhi kinerja guru adalah Demografis (Supardi, 2013: 14).

(51)

faktor individual (dari dalam) dan faktor situasional (dari luar). Faktor individual meliputi umur, tingkat pendidikan, lamanya training, pengalaman mengajar, keahlian guru, pengalaman berinovasi, pengalaman guru terhadap materi, dan waktu. Faktor situasional yang dimaksud meliputi dukungan kepala sekolah ataupun ukuran dari setiap kelas.

Rismiati (2012: 12) menjabarkan faktor demografi yang mempengaruhi pembelajaran tematik antara lain dukungan kepala sekolah, pengalaman mengajar menggunakan pembelajaran tematik, status kepegawaian, jumlah jam training, jumlah siswa, jumlah rekan guru yang menggunakan tematik dan pengalaman mengajar.

Pelaksanaan tugas profesional guru memerlukan bimbingan dari berbagai pihak khususnya kepala sekolah (Supardi, 2013). Tingkat keberhasilan kinerja yang dicapai guru, dapat diketahui melalui kegiatan supervisi pendidikan yang dilakukan oleh kepala sekolah. Supervisi kepala sekolah adalah segala kegiatan pemberian pengarahan dan bantuan dengan cara membimbing langsung kegiatan guru dalam pembelajaran (Supardi,2013). Peter (dalam Supardi, 2013; 9) mengatakan :

“Rendahnya motivasi dan prestasi guru yang mempengaruhi profesi guru tidak

terlepas dari rendahnya kontribusi kepala sekolah dalam membina guru di sekolah melalui kegiatan supervisi”. Jadi, salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja

(52)

sekolah seperti bimbingan akan berpengaruh terhadap guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Pendidikan memberikan pengetahuan tentang pelaksanaan tugas. Pendidikan juga landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada di sekitar kita untuk kelancaran tugas. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi produktivitas kerja (Arfrida dalam Widjayanti, 2012: 18). Semakin tinggi pendidikan seseorang, akan semakin tinggi produktivitas kerjanya. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mudah mereka menerima dan mengembangkan pengetahuan dan teknologi (Simanjuntak dalam Widjayanti, 2012: 18).

Siagian (Widjayanti, 2012: 19) menyatakan bahwa masa kerja menunjukkan berapa lama seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan. Semakin lama pengalaman kerja seseorang, maka semakin terampil. Seseorang yang sudah lama masa kerjanya semakin mudah memahami tugas dan tanggungjawabnya, sehingga memberi peluang meningkatkan prestasi kerja (Anderson dalam Widjayanti, 2012: 20).

(53)

tertentu dan digaji oleh yayasan tersebut. Guru swasta dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu : guru honorer, guru yayasan, guru tidak tetap.

Pelatihan adalah suatu proses yang membantu memperoleh skill dan pengetahuan (Good dalam Chaerunniza, 2012: 14). Pelatihan merupakan proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu agar guru semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan lebih baik (Chaerunniza, 2012: 14). Pelatihan merupakan proses memperoleh pengetahuan, pengalaman dan keterampilan untuk mengembangkan keahlian yang telah dimiliki. Semakin sering seorang guru mengikuti pelatihan, maka semakin banyak pengetahuan baru yang didapatkan. Semakin banyak pengetahuan yang didapatkan akan memberikan peluang untuk meningkatkan kinerja guru tersebut.

Mulyasa (2003: 115) menyatakan pengetahuan Kepala sekolah tercermin dalam kemampuan memahami kondisi tenaga kependidikan, memahami karakteristik siswa, memahami program pengembangan tenaga kependidikan, memahami karakteristik siswa, memahami program pengembangan tenaga kependidikan, dan memahami kritik dan saran. Professional skills dapat tercermin dalam kemampuan dalam mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi. Kepala sekolah sebagai pemimpin bertugas mengarahkan guru, siswa serta komponen sekolah lainnya agar mau berprestasi dan mempunyai motivasi tinggi, sehingga tujuan pendidikan tercapai.

(54)

“Rendahnya motivasi, dan prestasi guru yang mempengaruhi profesi guru tidak

terlepas dari rendahnya kontribusi kepala sekolah dalam membina guru di sekolah melalui kegiatan supervisi”

Pengalaman mengajar pada hakekatnya merupakan rangkuman dari pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dialami dalam mengajar, sehingga hal-hal yang dialami tersebut telah dikuasainya, baik tentang pengetahuan, ketrampilan maupun nilai-nilai yang menyatu padanya (Widoyoko dalam Yuliyani, 2010). Guru-guru yang berpengalaman di bawah tiga tahun cenderung kurang efektif dalam mengajar (Rice dalam Donald, 2014). Ainley dan Luntley (dalam Donald, 2014) juga menyatakan bahwa guru-guru yang berpengalaman lebih mampu mengatasi apa pun yang terjadi dalam kelas dan menggunakan hal-hal yang mereka amati untuk menyesuaikan metode pengajaran mereka. Peneliti melakukan pembatasan pada indikator faktor demografi. Indikator yang akan dibahas dan diteliti lebih lanjut adalah faktor dukungan kepala sekolah dan lama mengajar.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

(55)

pengamatan dan komunikasi langsung. Sumber data dalam penelitian ini adalah peserta didik dan guru dalam proses pembelajaran soal cerita dengan menggunakan metode deskriptif. Instrumen pertama penelitian ini adalah peneliti sendiri yang bertindak sebagai pengumpul data dengan menggunakan instrumen penunjang berupa lembar observasi. Analisis data dilakukan dengan mengikuti alur analisis data yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil pelaksanaan tindakan pembelajaran penyelesaian soal-soal bergambar dengan menggunakan metode pemecahan masalah pada setiap siklusnya selalu mengalami peningkatan yaitu pada siklus I rata-rata indikator 60% dan pada siklus II rata-rata indikator 88%. Kesimpulan bahwa diharapkan dapat meningkatkan kinerja guru yang profesional dan memperbaiki mutu aktivitas peserta didik dengan implementasi pembelajaran tematik.

(56)

penyusunan silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dengan menggunakan pendekatan tematik. (3) Guru belum dapat menyampaikan pembelajaran tematik. Pembelajaran yang disampaikan masih terkotak-kotak dalam berbagai mata pelajaran yang ditematikkan. (4) Guru belum mampu menyusun instrumen penilaian untuk pembelajaran tematik. Adanya beberapa permasalahan penting itu perlu segera dicarikan jalan keluarnya oleh berbagai pihak terkait, seperti dinas pendidikan, MGMP, KKG, forum guru, dan sebagainya melalui pemberian pelatihan pembelajaran tematik pada para guru SD yang mengajar di kelas rendah. Hal ini penting dilakukan agar guru benar-benar paham akan seluk beluk pembelajaran tematik, dapat menerapkan pembelajaran tematik itu dalam kegiatan pembelajaran sehingga mampu menghasilkan pengalaman belajar yang holistik, efektif, dan bermakna bagi siswa SD kelas rendah.

(57)

Penelitian selanjutnya dilaksanakan oleh Wanto (2012) tentang Supervisi Pembelajaran Tematik pada Guru di SD Negeri Donorojo I Pacitan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini melihat karakteristik supervisor pembelajaran tematik di SD Negeri Donorojo I Pacitan dan melihat karakteristik aktivitas guru dalam pembelajaran tematik di SD Negeri Donorojo I Pacitan. Hasil dari penelitian karakteristik guru kelas bawah ini, guru menggunakan satu tema saling berkaitan dengan mata pelajaran lain dan menggabungkan beberapa mata pelajaran yang materinya saling berkaitan. Model pembelajaran tematik yang digunakan bisa menimbulkan minat anak.

Penelitian juga dilakukan oleh Dursun Dilek (2002) tentang Using a Thematic Teaching Approach Based on Pupil’s Skill and Interest in Social Studies

(58)

Gambar 2.1 Literatur Map

Gambar 2.1 menjelaskan posisi penelitian diantara lima penelitian yang relevan. Lima penelitian yang relevan merupakan penelitian tentang implementasi pembelajaran tematik. Kelima penelitian tersebut menjadi acuan bagi peneliti dalam melakukan penelitian yang berjudul Implementasi Pembelajaran Tematik oleh Guru Pengampu Kelas Bawah: Survei bagi Guru-guru Pengampu Kelas

Sukini. 2012. Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar Kelas Rendah dan Pelaksanaannya.

Ni Wayan Sadri . 2012.“Studi Evaluasi Implementasi Pembelajaran Tematik Pada Sekolah Dasar Gugus I Denpasar

Timur Di Denpasar”.

Dursun Dilek. 2002. Using a Thematic Teaching Approach Based

on Pupil’s Skill and interest in Social

Studies Teaching.

Wanto. 2012. Supervisi Pembelajaran Tematik pada Guru di SD Negeri Donorojo I Pacitan. Implementasi Pembelajaran Tematik

(59)

Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah ada. Penelitian ini membandingkan tingkat pembelajaran tematik di SD kelas bawah ditinjau dari faktor dukungan kepala sekolah dan pengalaman mengajar.

C. Kerangka Berpikir

(60)

berpusat pada siswa, siswa mengalami sendiri sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna sehingga mampu meningkatkan hasil belajar.

Keberhasilan dalam pelaksanaan kurikulum dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah guru. Kinerja seorang guru akan sangat mempengaruhi pelaksanaan kurikulum. Kinerja guru yang baik akan mempengaruhi tinggi rendahnya implementasi kurikulum yang sedang dilaksanakan. Guru dalam melaksanakan tugasnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi antara lain : tinggi rendahnya dukungan kepala sekolah yang akan berpengaruh terhadap kinerja guru, pengalaman mengajar, status kepegawaian, tingkat kependidikan, jumlah siswa, pengalaman menggunakan pembelajaran tematik, dan jumlah jam training.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta.adalah tinggi.

2. Ada perbedaan implementasi pembelajaran tematik oleh guru kelas bawah SD afiliasi Katolik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta ditinjau dari faktor demografi dukungan kepala sekolah.

(61)

42

BAB III

METODE PENELITIAN

Bagian III berisi delapan bagian yaitu tentang jenis penelitian, setting penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, validitas dan reliabilitas instrumen, serta prosedur analisis data.

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental cross sectional

metode survey. John & Christensen (Rismiati, 2014: 21) menyebutkan bahwa dalam penelitian non eksperimental desain, variabel independent tidak bisa dimanipulasi dan tidak ada “random assignment” yang dilakukan oleh peneliti.

Penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan dengan menggunakan populasi besar atau kecil, namun data yang digunakan merupakan sampel dari populasi sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan-hubungan relatif, distribusi, dan hubungan-hubungan-hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis (Kerlinger dalam Sugiyono, 2011: 12).

(62)

teorinya sudah ada dan dipergunakan sebagai dasar untuk menentukan atau menginterpretasikan data. Gambar 3.1 menjelaskan alur pada penelitian ini.

Gambar 3.1

Alur Penelitian

Keterangan:

X1 : Dukungan Kepala Sekolah X2 : Lama Mengajar

Y : Implementasi pembelajaran tematik

Gambar 3.1 menggambarkan bahwa penelitian melihat bagaimana tingkat implementasi pembelajaran tematik yang dilakukan oleh guru-guru pengampu kelas bawah SD afiliasi Katholik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta. Penelitian mencoba melihat apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik yang dilakukan oleh guru-guru pengampu kelas bawah SD afiliasi Katholik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta ditinjau dari dukungan kepala sekolah. Penelitian ini juga mencoba melihat apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi pembelajaran tematik yang dilakukan oleh guru-guru pengampu kelas bawah SD afiliasi Katholik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta ditinjau dari pengalaman mengajar.

X1

X2

(63)

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan. Penelitian dimulai sejak bulan September 2013 sampai dengan bulan Juli 2014. Kegiatan yang dilakukan

Penelitian mengambil tempat SD afiliasi Katholik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta sejumlah 18 sekolah. Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti sebelum pengambilan data, ditemukan 18 SD yang termasuk dalam SD afiliasi Katholik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta. Hasil penyebaran surat ijin, terdapat 5 SD yang menolak untuk dilakukan penelitian dengan berbagai alasan maka diputuskan bahwa penelitian dilakukan hanya pada 13 SD.

C. Variabel Penelitian

(64)

1. Variabel Bebas

Variabel bebas (independent) pada penelitian ini adalah faktor demografi berupa dukungan kepala sekolah dan pengalaman mengajar guru. Variabel

Independent adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat) (Sugiyono, 2011: 39). 2. Variabel Terikat

Variabel terikat (dependent) pada penelitian ini adalah tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah SD afiliasi Katholik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel independent

(Sugiyono, 2011: 39).

D. Populasi dan Sampel

Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011: 297). Sampel adalah sebagian dari populasi itu (Sugiyono, 2011: 297). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru pengampu kelas bawah SD afiliasi Katholik, Kristen dan nasional di Kota Yogyakarta yang berjumlah 111 guru. Data diperoleh dari wawancara dengan masing-masing sekolah.

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2 menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia telah mengalami
Tabel 2.3 menunjukkan tiga landasan kurikulum 2013, yaitu landasan
Tabel 2.4 Perbedaan Esensial Kurikulum SD
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Objek Retribusi Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum,

Tujuan melakukan uji t dalam peneltian ini adalah untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh dari variabel-variabel bebas (independent variabel) yaitu variabel X 1

Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia; dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang

Guna memenuhi standar kompetensi dasar Widyaiswara sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Nomor

Pengaturan tegangan jangkar pada saat start dapat meredam  (putaran motor) motor DC dan lonjakan arus jangkar I a. Didalam motor DC daur tertutup ini dapat dinyatakan

Kebiijakan Pemerintah mengeluarkan Perda No. 10 tahun 1956 tentang pemberantasan pelacuran di jalanan dalam Kota Besar Semarang dan penutupan rumah tempat pelacuran

Yang Baru di Situs Liyangan, menggambarkan tentang data baru yang dihasilkan dari penelitian tahun 2017 dan 2018, meliputi 5 spot, yaitu: spot A di area pemujaan yang berupa

Membuat laporan rapat pembahasan untuk menetapkan kerangka regulasi berdasarkan skala prioritas untuk lima tahun ke depan dan dijabarkan dalam rencana tahunan. Tidak