• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh stres terhadap daya anti inflamasi kalium diklofenak pada mencit putih betina - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh stres terhadap daya anti inflamasi kalium diklofenak pada mencit putih betina - USD Repository"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STRES TERHADAP DAYA ANTI INFLAMASI KALIUM DIKLOFENAK PADA MENCIT PUTIH BETINA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan oleh :

Ines Septi Arsiningtyas

NIM : 058114061

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2009

(2)

PENGARUH STRES TERHADAP DAYA ANTI INFLAMASI KALIUM DIKLOFENAK PADA MENCIT PUTIH BETINA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan oleh :

Ines Septi Arsiningtyas

NIM : 058114061

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2009

(3)
(4)
(5)

Jiwa Dunia dihidupi oleh kebahagiaan orang-orang.

Juga oleh ketidakbahagiaan, rasa iri, dan cemburu.

Satu-satunya kewajiban sejati manusia adalah mewujudkan

takdirnya.

Semuanya satu adanya…

Dan saat engkau menginginkan sesuatu, seluruh jagat raya

bersatu padu untuk membantumu meraihnya

Paulo Coelho—sang Alkemis

Skripsi ini kupersembahkan untuk : Tuhan Yesus Gembalaku

Keluargaku tercinta

Koordinator tim sukses hatiku Almamaterku…

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha

Esa, atas karunia-Nya, skripsi yang berjudul: “Pengaruh Stres terhadap Daya

Anti-Inflamasi Kalium Diklofenak pada Mencit Putih Betina” ini telah dapat diselesaikan.

Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi. Keberhasilan dalam

penyelesaian skripsi ini tidak lepas berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.

Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen pembimbing dan dosen penguji, atas

segala bimbingan, bantuan, nasehat dan waktu yang diberikan dalam

menyelesaikan naskah ini

2. Bapak.Yosef Wijoyo, M. Si., Apt. selaku dosen penguji atas segala bantuan dan

bimbingan yang telah diberikan

3. Bapak Ipang Djunarko, S. Si., Apt. selaku dosen penguji atas segala bantuan dan

bimbingan yang telah diberikan.

4. Ibu Rita Suhadi selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

5. Direktur PT. Dexa Medica Palembang yang telah bersedia memberikan

sumbangan bahan serbuk kalium diklofenak.

6. Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Heru atas bantuannya di laboratorium selama ini.

(9)

7. Mama dan Papa, dan adikku Nita, atas doa dan dorongan semangat.

8. Untuk teman-teman dekatku, Rita, Yuan, Kaka, Hesti, dan Rosye, yang

membantuku menyemangati menyelesaikan naskah ini.

9. Untuk Widi, Dani, Nixon, Rias, dan Inus, teman-teman seperjuangan dalam

bimbingan dan menemani berdiskusi

10.Mas Momon yang bersedia menemani di laboratorium sehingga pengambilan data

dapat terselesaikan.

11.Untuk teman-teman yang tidak henti-hentinya memberikanku semangat Mas

Agung Budyawan, Mas Wawan, Kak Ucok, Tri, komunitas Wiridan Sarikraman,

Kaum Muda Katolik dan MAGiS.

12.Semua teman-teman angkatan 2005, terima kasih atas kebersamaannya.

13.Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang juga telah membantu

selama penyelesaian skripsi ini.

Semoga Tuhan melimpahkan anugerah-Nya, atas segala kebaikan dan jasa

yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab

itu, penulis akan menerima dengan senang hati segala masukan, kritikan yang

membangun dan saran demi kemajuan di masa datang.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para

pembaca untuk menambah ilmu pengetahuan dan berperan dalam pengembangan

untuk kemajuan masyarakat.

Penulis

(10)

INTISARI

Stres dan kesehatan telah terbukti memiliki keterkaitan. Stres berperan dalam modulasi pelepasan hormon kortisol dan katekolamin oleh sistem saraf pusat yang mempengaruhi fungsi sel termasuk produksi mediator inflamasi. Seiring dengan meningkatnya kejadian stres maka akan berpengaruh juga terhadap respon inflamasi di dalam tubuh. Dengan demikian, daya anti-inflamasi suatu obat anti-inflamasi yang terpengaruhi stres tersebut berpengaruh terhadap progresivitas penyembuhan pasien. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh stres terhadap daya anti inflamasi kalium diklofenak.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak pola searah. Metode perlakuan stres menggunakan restraint test dan metode uji daya anti-inflamasi menggunakan metode induksi udema pada kaki hewan uji dengan suspensi karagenin 1%. Dua puluh delapan ekor mencit betina, umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 g dibagi dalam 4 kelompok, yaitu kelompok karagenin,kontrol negatif, kontrol positif, kelompok perlakuan masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor mencit. Data yang diperoleh berupa berat udem kaki mencit yang kemudian dilakukan perhitungan daya anti inflamasi menurut metode Langford dkk., distribusi data diketahui dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan dengan uji homogenitas. Hasilnya dianalisis dengan metode statistik ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres tidak menurunkan secara signifikan daya anti-inflamasi kalium diklofenak. Persen (%) daya anti-inflamasi kelompok aquades, diklofenak dengan perlakuan stres, dan diklofenak tanpa stres berturut-turut sebesar 13,27%, 21,14%, dan 33,60%.

Kata kunci : daya anti-inflamasi, stres, kalium diklofenak

(11)

ABSTRACT

Stress and health had proven that had an association. Stress had a role in modulated releaasing cortisol and cathecolamine from the central nervous system that affect the cell function include peroduction of inflammation mediator.As increasing stres there is also increasing in releasing the response of inflammatory in the body so there was a need to increase the dose of anti inflammatory drugs. The aim of research was to know the effect of stress to the diclofenac potassium anti-inflammatory effect.

The experimental study was conducted according to one way statistic of randomized design. The method used for stress was restraint test and for anti-inflammatory effect of sodium diclofenac was performed by inducing oedema on test animal paw with subplantar injection of 1% carageenan suspension. Twenty eight female mice (with) weighing 20-30 g (2-3 months) consists of 4 groups and each of the groups were consist of 7 mice. The result were data at mice paw’s weight that were used to calculate the percentage of anti-inflammatory effect according to the Langford, et al. then using one sample Kolmogorov-Smirnov test for the distribution and continued with homogeneity test. The result would be analyzed with using One Way ANOVA analysis with 95% significance level.

The result showed stress had no decrased the anti-inflammatory effect of diclofenac potassium significantly. The percentage of anti inflammatory effect of aquadest was 13,27%, diclofenac treatment with restraint test was 21,14%, diclofenac treatment without restraint test was 33,60%.

Key words : Anti-inflammatory effect, stress, diclofenac potassium

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

PRAKATA ... viii

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

(13)

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 4

A. Stres ... 4

B. Stresor ... 7

C. Keterkaitan Stres dengan Fisiologi Tubuh ... 9

D. Reaksi Stres ... 10

E. Inflamasi ... 12

F. Mediator Inflamasi ... 14

G. Obat Anti-Inflamasi ... 18

H. Kalium diklofenak ... 19

I. Metode Perilaku Stres ... 20

J. Metode Uji Daya Anti-Inflamasi ... 21

K. Landasan Teori ... 23

L. Hipotesis... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 25

B. Variabel ... 25

1. Variabel penelitian ... 25

2. Variabel pengacau ... 25

C. Definisi Operasional ... 26

D. Bahan dan Alat yang Digunakan ... 26

E. Tata Cara Penelitian ... 27

1. Penyiapan hewan uji ... 28

(14)

2. Penyiapan bahan uji ... 28

3. Uji pendahuluan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin ... 29

4. Uji pendahuluan waktu pemberian diklofenak dengan dosis efektif ... 29

5. Perlakuan hewan uji ... 30

6. Perhitungan daya anti inflamasi ... 32

F. Analisis Hasil ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Uji Pendahuluan ... 33

1. Orientasi waktu pemotongan kaki mencit ... 33

2. Orientasi waktu pemberian larutan kalium diklofenak dengan dosis terapi ... 36

B. Hasil Uji Daya Anti-Inflamasi ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

LAMPIRAN ... 52

BIOGRAFI PENULIS ... 65

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan waktu pemotongan

kaki setelah diinjeksi karagenin 1%

subplantar………. 34

Tabel II. Hasil rata-rata berat udem setelah injeksisuspensi karagenin 1% secara sub plantar pada telapak kaki kiri bagian belakang pada rentang waktu

tertentu……….. 35

Tabel III. Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan waktu pemberian

larutan kalium diklofenak pada dosis

terapi………. 37

Tabel IV. Data rata-rata berat udem kaki mencit pada uji pendahuluan setelah pemberian dosis terapi kalium diklofenak pada rentang waktu

tertentu……….……… 37

Tabel V. Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data berat udema kaki mencit pada uji daya

anti-inflamasi……….. 41

Tabel VI. Data rata-rata berat udem kaki mencit sesuai dengan kelompok

perlakuan………... 41

Tabel VII. Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% 44

(16)

data persen (%) daya anti-inflamasi pada setiap masing-masing

kelompok perlakuan………...

Tabel VIII. Rangkuman data persen (%) daya anti-inflamasi antarkelompok dan %

kenaikan daya anti-inflamasi antarkelompok……… 44

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Stres sebagai suatu stimulus... 4

Gambar 2. Stres sebagai suatu respon... 6

Gambar 3. Diagram Interaksi karakteristik Stresor dengan Internal Proses (Kognitif, Respon Fisiologi, dan Perilaku) Menghadapi Situasi... 8

Gambar 4. Hubungan Stres dengan Sistem Endokrin... ... 10

Gambar 5. Sindrom Gejala Adaptasi menurut Hans Selye... 11

Gambar 6. Pathogenesis dan gejala peradangan... 12

Gambar 7. Diagram mediator inflamasi turunan dari fosfolipid dengan aksinya pada tubuh dan sisi aksi obat anti-inflamasi... 17

Gambar 8. Struktur kalium diklofenak... 20

Gambar 9. Diagram batang rata-rata berat udem setelah injeksi suspensi karagenin 1% secara sub plantar pada telapak kaki kiri bagian belakang pada rentang waktu tertentu... 36

Gambar 10. Diagram batang rata-rata berat udem kaki mencit pada uji pendahuluan setelah pemberian dosis terapi kalium diklofenak pada rentang waktu tertentu... 38

Gambar 11. Diagram batang berat udem rata-rata kaki mencit sesuai dengan kelompok perlakuan... 42

Gambar 12. Diagram batang persen (%) daya anti-inflamasi hasil perlakuan kalium diklofenak... 45

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Co-Analysis kalium diklofenak... 52

Lampiran 2. Skema kerja uji pendahuluan pemotongan kaki mencit setelah diinjeksi karagenin 1% 0,05 ml subplantar pada rentang waktu

tertentu... 53

Lampiran 3. Skema kerja uji pendahuluan penetapan waktu pemberian kalium diklofenak dosis 13 mg/kg BB... 54

Lampiran 4. Skema kerja pada kelompok perlakuan setelah perlakuan stres beserta kontrol... 55

Lampiran 5. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan setelah diinjeksi karagenin 1% pada rentang waktu tertentu... 56

Lampiran 6. Data berat udema kaki mencit hasil uji pendahuluan akibat pemberian kalium diklofenak 13 mg/kgBB pada rentang waktu

tertentu... 57

Lampiran 7. Data berat udema kaki mencit dan % daya antiinflamasi hasil uji daya antiinflamasi pada kelompok kontrol dan perlakuan... 58

Lampiran 8. Data rata-rata berat udem masing-masing kelompok perlakuan... 59

Lampiran 9. Data perhitungan persen (%) daya anti-inflamasi... 60

Lampiran 10. Hasil analisis statistik data orientasi waktu pemotongan kaki setelah injeksi subplantar karagenin 1%... 61

Lampiran 11. Hasil analisis statistik data orientasi waktu pemberian kalium 62

(19)

diklofenak pada dosis 13 mg/kg BB...

Lampiran 12. Hasil analisis statistik rata-rata berat udem antara kontrol dengan perlakuan... 63

Lampiran 13. Hasil analisis statistik persen (%) daya anti-inflamasi dengan

kelompok perlakuan... 64

(20)
(21)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Stres dan kesehatan memilliki keterkaitan, dimana stres adalah suatu reaksi psikofisiologi tubuh terhadap jenis-jenis stimulus emosional ataupun fisik yang dapat mengancam homeostasis (Forsythe, Cory, John, Dean, Harrisios, 2003). Faktor interferensi intrinsik dan ekstrinsik yang mengganggu keseimbangan fisiologis tubuh (homeostasis) ini disebut stresor (Levenstein,dkk., 2004). Hubungan antara stres dan inflamasi ditujukan berdasarkan pada studi manusia yang menunjukkan bahwa stres emosional mengeksaserbasi gejala gangguan inflamasi (Forsythe, dkk., 2003).

Keterkaitan stres dengan kesehatan adalah stres dapat memodulasi respon imun melalui aktivasi sumbu Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dan memicu sistem saraf pusat untuk melepaskan kortisol dan katekolamin yang mempengaruhi transportasi sel, proliferasi, dan fungsi termasuk produksi sitokin dan mediator inflamasi (Forsythe, dkk., 2003) seperti peningkatan interleukin-I beta oleh sel imun (Suwito, 2004).

Besarnya peranan stres dalam memicu berbagai penyakit tanpa disadari oleh penderitanya bahkan tak jarang oleh tenaga medis sendiri, berpengaruh pada progresivitas penyembuhan (Irawan, 2007). Penggunaan obat anti-inflamasi golongan non-steroid seperti diklofenak banyak digunakan di masyarakat. Produk diklofenak

(22)

2

yang beredar di pasaran antara lain Cataflam®, Eflagen® (kalium diklofenak), Voltaren®(natrium diklofenak) dan tersedia dalam sediaan tablet, sediaan topikal, dan tetes mata (Anonim, 2007). Diklofenak banyak digunakan masyarakat dalam kondisi menderita inflamasi baik pada inflamasi ringan seperti radang gusi, hingga gejala inflamasi yang berat seperti rheumatoid arthritis. Seiring dengan penggunaan diklofenak yang banyak di masyarakat dan banyaknya kejadian stres yang ada di sekitar masyarakat, maka penulis ingin melihat keterkaitan antara stres dengan daya anti-inflamasi diklofenak, khususnya pada penelitian ini menggunakan kalium diklofenak. Hal ini disebabkan durasi dan besarnya peningkatan stres maka akan terdapat perbedaan mekanisme fisiologis yang secara kualitatif dan jelas memberikan respon inflamasi yang berbeda (Forsythe, dkk., 2003). Seiring dengan meningkatnya stres maka terjadi pula peningkatan respon inflamasi di dalam tubuh dengan demikian daya anti-inflamasi suatu obat akan terpengaruh.

1. Perumusan masalah

Dalam penelitian ini akan dilihat apakah stres memiliki pengaruh menurunkan secara signifikan terhadap daya anti-inflamasi kalium diklofenak.

2.Keaslian penelitian

(23)

3

3.Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan untuk kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis kepada masyarakat sebagai informasi baru tentang pengaruh stres terhadap daya anti-inflamasi kalium diklofenak dan menjadi lebih bijak dalam penggunaan kalium diklofenak

c. Manfaat metodologis

Selain itu metode ini diharapkan menjadi metode alternatif yang dapat dilakukan untuk membuktikan pengaruh stres terhadap efek anti-inflamasi suatu obat.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi baru pengaruh stres terhadap terhadap obat-obat yang memiliki daya anti-inflamasi.

2. Tujuan khusus

(24)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Stres

Stres dapat didefinisikan sebagai ketegangan fisiologis atau psikologis yang disebabkan oleh rangsangan merugikan fisik, mental atau emosi, internal atau eksternal, yang cenderung menganggu fungsi organisme dan keinginan alamiah organisme tersebut untuk menghindar (Dorland, 2000).

Dalam perkembangannya terdapat 3 pendekatan mengenai stres, yaitu : 1. Stres sebagai ’stimulus’

Pendekatan yang pertama menitikberatkan pada lingkungan dan menggambarkan stres sebagai suatu stimulus (gambar 1).

R Ketegangan

stres LINGKUNGAN

stres

stres

stres

s

S = stimulus R = respon

Gambar 1. Stres sebagai suatu stimulus

(25)

5

Menurut model ini, seorang individu bertemu secara terus menerus sumber-sumber stresor yang potensial yang ada di dalam lingkungan. Contoh : kejadian pada orang-orang yang mempunyai pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi. Orang demikian akan merasa tegang dan tidak enak. Kejadian atau lingkungan yang menimbulkan perasaan-perasaan tegang disebut stresor (Smet, 1994).

Oleh Holmes dan Rahe (1967), kemudian disusun social readjustment rating scale (SRRS) yang meninjau nilai berharga untuk membedakan stresor dan telah digunakan banyak pada studi mengenai keterkaitan antara stres dan kejadian penyakit (Marks, Murray, Evans, dan Willig, 2000). Kelemahan model ini ditunjukkan oleh perbedaan individual, tingkat toleransi seseorang dan harapan-harapannya. Selain itu tidak ada kriteria yang obyektif yang bisa mengukur situasi yang penuh stres, kecuali ukuran pengalaman individu, sedangkan lingkungan yang memberi tekanan dapat berupa lingkungan kerja, seperti : kondisi kerja yang miskin fasilitas, kondisi pekerjaan yang tidak memuaskan, dll (Smet, 1994).

2. Stres sebagai ’respon’

(26)

6

Gambar 2. Stres sebagai suatu respon

Dalam konteks ini sering terdapat contoh sebagai berikut : seseorang akan merasa stres bila suruh pidato di depan suatu pertemuan. Respon yang dialami itu mengandung dua komponen yaitu :

a. komponen psikologis yang meliputi : perilaku, pola pikir, emosi dan perasaan stres b. komponen fisiologis, berupa rangsangan-rangsangan fisik yang meningkat seperti : jantung berdebar-debar, mulut menjadi kering, perut mules, badan berkeringat.

Respon-respon psikologis dan fisiologis terhadap stresor ini disebut juga

strain atau ketegangan (Smet, 1994).

3. Stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan

(27)

7

juga suatu proses dimana seseorang adalah pengantara (agen) yang aktif yang dapat mempengaruhi stresor melalui strategi-strategi perilaku, kognitif, dan emosional (Smet, 1994).

Stres terjadi ketika terdapat ketidakcocokan antara ketika merasakan ancaman dan merasakan kemampuan untuk menghadapinya (Marks, dkk., 2000). Stres merupakan transaksi antara manusia dengan lingkungannya yang di dalamnya termasuk penilaian sesorang pada tantangan yang dihadapinya pada situasi tertentu sebaik-baiknya dengan menggunakan sumber-sumber yang ada untuk menghadapinya seiring dengan respon secara psikologi dan respon fisiologi pada saat merasakan tantangan-tantangan tersebut (Bishop, 2004).

B. Stresor

Rangsangan yang dapat memicu stres disebut stresor. Stresor ini bervariasi menurut intensitas dan durasinya (Morris dan Maisto, 2002). Menurut Selye, stresor ini kemudian dibedakan menjadi distress (stres yang merugikan) dan eustress (stres yang positif). Walaupun reaksi stressor terhadap fisik tidaklah jauh berbeda, namun

eustress dianggap menghasilkan kerusakan yang lebih ringan dibandingkan dengan

distress (Bishop, 1994).

(28)

8

1. akut, time-limited stresors : misalnya sesorang ada dalam keadaan terancam di jalan, atau ketika menjalani ujian mengemudi

2. rangkaian stresor (stresor sequences) : misalnya sesorang yang menjual rumah satu-satunya atau kehilangan rumah satu-satunya

3. kronik, intermitten stresors : misalnya akan menghadapi deadline penulisan jurnal bagi jurnalis, atau tegangan saraf yang meningkat pada masa pre-menstrual

4. stresor kronik : misalnya seorang dokter yang menghadapi situasi darurat pada lingkungan yang padat penduduk dan mengekang dirinya (Marks, dkk., 2000)

Gambar 3. Diagram Interaksi karakteristik Stresor dengan Internal Proses (Kognitif, Respon Fisiologi, dan Perilaku) Menghadapi Situasi (Michael, dan Ronald, 2007)

Efek :

- Rasa khawatir - Piker yang sulit

terkendali

- Kepercayan diri yang rendah

- Mengharapkan yang terburuk

- Merasakan tidakada harapan

Karakteristik stresor

Proses internal

Intensitas/ting kat keparahan

- Ketegangan otot - Detak jantung

meningkat Penilaian Kognitif - Tergantung

permintaan (primer) - Dari sumber

(sekunder) - Konsekuensinya - Arti dari konsekuensi

kronisitas

Perilakuself destructive(misal: - Perilaku yang rigid atau terjadi

disorganisasi

(29)

9

Stres meliputi interaksi yang kompleks antara karakteristik situasi (stresor), proses penilaian kognitif, respon fisiologi, dan perilaku yang dilakukan untuk mengahadapi situasi tersebut. Karakteristik stresor yang mempengaruhi respon stres dapat dilihat pada gambar 3.

C. Keterkaitan Stres dengan Fisiologi Tubuh

(30)

10

Stres

Sistem Syaraf Simpatik

Hipotalamus

Medula Adrenal menghasilkan Epinefrin dan Norepinefrin : - meningkatkan

aktivitas`kardiovaskular - meningkatkan respirasi - meningkatkan perspirasi - membawa darah menuju otot - menstimulasi aktivitas mental - meningkatkan metabolisme - memicu ketegangan otot

Kelenjar Pituitari

Korteks Adrenal menghasilkan kortikosteroid :

- meningkatkan pelepasan energi - menekan respon inflamasi - menekan respon imun

Sistem

Hypothalmic-pituitary-adrenocortical

Sistem

Sympathoacdreno-Gambar 4. Hubungan Stres dengan Sistem Endokrin (Bishop, 1994)

D. Reaksi Stres

(31)

11

(resistance), selama tahap ini muncul gejala fisik dan rangkaian tanda yang muncul untuk melawan peningkatan disorganisasi psikologi (Morris dan Maisto, 2002), yang telah dibawa pada tahap alarm. Apabila stresor ini berlanjut, tubuh akan memulai pengaturannya pada level sedang tanda-tanda fisiologi. Apabila gagal, maka akan sampai pada tahap ketiga (III) yaitu muncul mekanisme kelelahan (exhaustion), dengan adanya tambahan stresor atau kehilangan kemampuan dalam bertahan, tubuh akan memasuki tahap yang memungkinkan terjadinya bermacam-macam kejadian penyakit atau bahkan kematian (Stephen, dan Joseph, 1997) yang tidak efektif untuk mengatasi stres (Morris dan Maisto, 2002).

I

Gambar 5. Sindrom Gejala Adaptasi menurut Hans Selye

(32)

12

E. Inflamasi

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan (Harvey, Mycek, dan Champe, 2001).

Gejala peradangan dimulai dari adanya noksius atau stimulus yang menyebabkan terjadinya kerusakan sel. Dari kerusakan sel ini akan terjadi emigrasi leukosit dan proliferasi sel. Seiring dengan terjadinya kerusakan sel, maka akan terjadi pembebasan mediator-mediator inflamasi yang menyebabkan terjadinya eksudasi, perangsangan reseptor nyeri, serta gangguan sirkulasi lokal. Dimana gangguan sirkulasi lokal akan menyebabkan terjadinya pemerahan dan rasa panas, dari eksudasi akan menyebabkan pembengkakan yang berpengaruh pada gangguan fungsi, dan adanya perangsangan pada reseptor nyeri akan menyebabkan juga gangguan fungsi serta rasa nyeri, Seperti tertera pada gambar 6 di bawah ini :

nyeri Pembebasan bahan mediator

Proliferasi sel Noksius Kerusakan sel

Emigrasi leukosit

(33)

13

Dalam reaksi ini ikut berperan pembuluh darah, saraf, dan sel tubuh di tempat jejas. Proses radang memusnahkan, melarutkan atau membatasi agen penyebab jejas dan merintis jalan untuk pemulihan jaringan yang rusak pada tempat itu. Untuk mencapai tujuan tersebut, reaksi radang seringkali menimbulkan gejala-gejala klinik seperti rasa nyeri. Pemulihan ialah proses dimana sel-sel yang hilang atau rusak diganti dengan sel-sel hidup, kadang-kadang melalui regenerasi oleh sel parenkim asal, tetapi lebih sering oleh sel fibroblast jaringan ikat yang membentuk parut.

Radang akut adalah radang yang disebabkan oleh rangsangan yang berlangsung mendadak (akut) (Sander, 2003). Gejala reaksi radang yang dapat diamati berupa kemerahan (rubor), panas meningkat (calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (functio laesa) (Price dan Wilson, 1995).

Manifestasi lokal dari radang akut, ada tiga macam yaitu : 1. Perubahan hemodinamik

(34)

14

2. Perubahan permeabilitas

Perubahan pembuluh darah meningkat, sehingga terjadi banyak kebocoran pembuluh darah, dan akhirnya plasma protein dengan berat molekul yang besar dapat menerobos dinding pembuluh darah ke jaringan interstitial.

3. White cell event

Sel-sel leukosit dalam keadaan normal berjalan di tengah-tengah dari pembuluh darah begitu terdapat keradangan di suatu organ, maka pembuluh darah sekitar daerah peradangan akan melebar, dan sel-sel radang PMN akan menepi (margination). Setelah itu, sel-sel radang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas kapiler yang meningkat (emigration). Sel-sel PMN yang berada di luar pembuluh darah, dengan sendirinya akan menuju pusat radang karena pengaruh mediator kimia (prostaglandin, leukotrien, komplemen C5a) disebut kemotaksis. Lalu sel-sel PMN menggerombol pada pusat radang atau mengelilingi pusat radang dengan tujuan melokalisir daerah radang (aggregration). Pada akhirnya sel-sel PMN memakan kuman atau sel-sel mati dan dicernakan oleh enzim katalitik dari lisosom (phagocytosis) (Sander, 2003).

F. Mediator Inflamasi

(35)

15

produk inaktif pada tempat kerjanya. Karena itu, prostaglandin tidak bersikulasi dengan konsentrasi bermakna dalam darah (Harvey, dkk, 2001)

Metabolisme asam arakhidonat berlangsung melalui salah satu dari dua jalur utama, yaitu sesuai dengan enzim yang mencetuskan reaksi:

1. Jalur siklooksigenase (COX)

Mula-mula dibentuk suatu endoperiksida siklik prostaglandin G

2 (PGG2), yang

kemudian dikonversi menjadi prostaglandin H

2 (PGH2) oleh peroksidase. PGH2

sendiri sangat tidak stabil, lalu membentuk prostasiklin (PGI

2) dan tromboksan

(TXA

2), prostaglandin D2 (PGD2), prostaglandin E2 (PGE2), prostaglandin F2 (PGF2).

Aspirin dan agen antiinflamasi non steroid (AINS) seperti indometasin menghambat siklooksigenase dan karena itu menghambat sintesis prostaglandin (Robbin dan Kumar, 1995).

Telah diteliti bahwa ada dua isoenzim siklooksigenase yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Di dalam tubuh COX-1 merupakan bentuk yang lebih dominan. Enzim COX-1 disebut juga sebagai enzim “constitutive” yang mengubah PGH

2 menjadi beberapa jenis prostaglandin (PGE2, PGI2) dan tromboksan

(TXA

2) yang dibutuhkan dalam fungsi homeostatis. Enzim COX-1 terdapat di

(36)

16

sinovial, sangat mudah diinduksi oleh berbagai mekanisme, akan mengubah PGH

2

manjadi PGE

2 yang berperan dalam kejadian inflamasi, nyeri dan demam. Oleh

karena itu, COX-2 dikenal sebagai enzim pertahanan. Tapi pada kenyataannya,, baik COX-1 dan COX-2 adalah isoenzim yang dapat diinduksi. Menurut perkiraan, penghambatan COX-2 lebih memberikan efek antiinflamasi terhadap obat antinflamasi non steroid (Lelo, 2002).

2. Jalur lipoksigenase

Jalur ini merupakan jalan lain. Reaksi awal pada jalur ini ialah adanya tambahan gugus hdroperoksi pada posisi karbon 5-, 12-, 15- yang oleh enzim masing-masing membentuk lipoksigenase-5, lipoksigenase-12, lipoksigenase-15. Lipoksigenase-5 merupakan enzim utama neutrofil dan metabolit-metabolit hasil kerjanya berciri khas. Derivat hidroperoksi asam arakhidonat yang disebut 5-HPETE, sangat tidak stabil dan direduksi sebagai 5-HETE (yang bekerja kemotaksis untuk neutrofil) atau diubah menjadi golongan leukotrien. Leukotrien pertama yang dihasilkan dari 5-HPETE disebut leukotrien A

4 (LTA4), kemudian oleh hidrolisis dan

akhirnya menjadi leukotrien E(LTE). Leukotrien Benzim membentuk leukotrien B

4

(LTB

4) atau leukotrien C4 (LTCa) dengan penambahan glutation. Leukotrien C4

diubah menjadi leukotrien D

4 (LTD) merupakan agen kemotaksis kuat dan

menyebabkan agregasi neutrofil. Leukotrien C

(37)

17

vasokonstriksi, spasmus bronkus dan meningkatkan permeabilitas vaskular (Robbin, dan Kumar, 1995).

Glukokortikoid (menginduksi annexin 1

Gambar 7. Diagram mediator inflamasi turunan dari fosfolipid dengan aksinya pada tubuh dan sisi aksi obat anti-inflamasi (Rang, Dale, Ritter dan Flower, 2007)

Keterangan gambar 7: PG = prostaglandin; PGI

(38)

18

Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa mediator PGF2α memiliki pengaruh

bronkokonstriktor, kontraksi miometrial, PGD2 menyebabkan penghambatan agregrsi

pletelet dan vasodilator, sedangkan PGI2 dan PGE2 menyebabkan terjadinya

vasodilator dan hiperalgesik. Sedangkan Leukotrien bersifat bronkokonstriktor dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah (Rang, Dale, Ritter, dan Flower, 2007).

G. Obat Anti-inflamasi

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat anti inflamasi terbagi dalam golongan steroid yang terutama bekerja dengan cara menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya, dan golongan obat anti inflamasi non-steroid (AINS) yang bekerja melalui mekanisme lain seperti inhibisi siklooksigenase yang berperan pada biosintesis prostaglandin (Anonim, 2000).

(39)

19

H. Kalium diklofenak

Kalium diklofenak merupakan obat anti inflamasi non-steroid (AINS) poten dan disertai dengan daya antipiretik dan analgesik. Kalium diklofenak termasuk dalam derivate asam fenilasetat. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Walaupun waktu paruh singkat yakni 1-3 jam, diklofenak diakumulasi di cairan sinovia yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut (Wilmana, 1995).

Diklofenak memiliki mekanisme aksi dengan menghambat sintesis prostaglandin dengan menurunkan aktivitas enzim siklooksigenase sehingga akan menurunkan pembentukan prekursor prostaglandin (Lacy, Armstrong, Goldman, dan Lance, 2006). Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala (Wilmana, 1995). Faktor resiko penggunaan kalium diklofenak topical pada masa kehamilan termasuk dalam golongan B, sedangkan pada sediaan kalium diklofenak oral, termasuk dalam golongan C (trimester ketiga). Diklofenak dapat meningkatkan efek/toksisitas digoksin, methotrexate, insulin. Diklofenak juga dapat menurunkan efek aspirin, golongan thiasid, dan furosemid apabila digunakan dalam waktu yang sama.

(40)

20

metabolit, waktu puncak di serum dicapai dalam waktu satu jam. Dieksresikan di urine sebesar 65%, dan di feses 35% (Lacy, Armstrong, Goldman, dan Lance, 2006)

Gambar 8. Struktur kalium diklofenak (O'Neil, dan Smith, 2001)

I. Metode Perilaku Stres

1. Restraint Test

Perlakuan stres dilakukan dengan metode restraint test selama 30 menit, yaitu memasukkan tikus dalam pipa paralon dengan ukuran diameter 31,75 mm dan panjang 50-100 mm, kemudian kedua ujungnya ditutup dengan kawat kasa dan diletakkan horizontal sedemikian rupa sehingga stabil dan tidak berubah posisi. Selama proses perlakuan restraint test, mencit tidak memiliki akses ke makanan dan minuman (Ghoshal, Wang, Sheridan, dan Jacob, 1998).

2. Forced Swim Stress

(41)

21

ketinggian 15 cm selama 30 menit. Hewan uji kemudian dikeringkan dengan handuk dan dibiarkan selama 10 menit di dalam kandang (Forsythe, dkk., 2003).

J. Metode Uji Daya Anti-Inflamasi

Terdapat dua golongan uji daya anti-inflamasi, yaitu secara in vivo dan in vitro. Metode in vivo yang dilakukan untuk uji daya anti-inflamasi antara lain :

1.Uji udema pada telapak kaki tikus

Hewan uji yang digunakan adalah tikus dengan berat badan 120-180 g. Bahan penginduksi radang yang digunakan adalah karagenin 1% dalam NaCl 0,9% b/v dengan volume sebesar 0,1 ml untuk tikus dan 0,05 ml untuk mencit; kapsaisin 1-10µg/kg dalam 105 atau dalam tween 80 atau NaCl 0,9%; dekstrin 6% b/v dalam gom akasia b/v sebanyak 0,1 ml; dan kaolin yang disuspensikan dalam NaCl 0,9% atau gom arab 0,9%.

(42)

22

selanjutnya udema diukur dengan membandingkan volume kaki yang dibengkakkan dengan kaki yang tidak dibengkakkan.

Selain karagenin, terdapat juga agen penginduksi lainnya anatra lain kapsaisin, formalin, albumin telur, dan prostglandin E2 (Nwafor, Jacks, Ekanem,

2007).

2. Cotton Pellet Granuloma

Hewan uji yang digunakan berupa tikus betina galur Wistar dengan berat badan

rata-rata 150 g, diinjeksi secara subkutan dengan 25 ml udara, kemudian diinjeksikan 0,5

ml minyak kapas sebagai senyawa kimia yang merangsang pembentukan udema. Hari

kedua setelah pembentukkan kantong, udara dihampakan. Pada hari ketiga, kantong

ditekan secara manual untuk mencegah terjadinya perlekatan. Pada hari keempat,

kantong dibuka dan cairan eksudat disedot lalu volumenya diuku (Vetrchelvan, dan Jegadeesan, 2002).

. Metode uji daya anti-inflamasi secara in vitro antara lain dengan pengukuran mediator-mediator inflamasi. Percobaan invitro ini berdasarkan pada kemampuan suatu obat untuk melepaskan diri dari proses oksidasi fosforilasi, tetapi tidak semua penghambatan eksudasi fosforilasi adalah antiinflamasi, misalnya 2,4-dinitrofenol. Metode in vitro yang sering digunakan antara lain dengan cara pengukuran sitokin antara lain mediator IL-6, IL-9, IL-10, IL-13, dan IFN-γ dengan menggunakan prosedur ELISA pada cairan bronkoalveolar (Forsthye, dkk., 2003).

Adapun metode yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada konsep metode

(43)

23

adalah pada penggunaan zat peradang serta perlakuan pada kaki bagian belakang, yaitu

menggunakan zat peradang suspensi ragi 5%; dan pada kedua kaki bagian belakang

diberi perlakuan yang sama (kedua kaki bagian belakang disuntik zat peradang, baik

kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol). Pada penelitian ini zat peradang yang

digunakan adalah suspensi karagenin 1%; perlakuan kaki bagian belakang berbeda antara

kaki kiri dan kanan (kaki kiri disuntik suspensi karagenin 1% subplantar, sedangkan kaki

kanan disuntik subplantar tanpa karagenin sebagai kontrol).

Perhitungan besar kecilnya efek/respon antiinflamasi (yang dinyatakan dalam

daya, karena menunjukkan kuantitas) menurut metode Langford dinyatakan sebagai

berikut:

% daya anti inflamasi = Keterangan :

U = harga rata-rata berat kaki kiri kelompok karagenin (tanpa perlakuan pemberian larutan kalium diklofenak) dikurangi rata-rata berat kaki kanan mencit

D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dengan larutan kalium diklofenak dikurangi rata-rata berat kaki kanan mencit

K. Landasan Teori

(44)

24

penyembuhanError! Reference source not found.. Namun, pada kondisi stres terjadi peningkatan kortikosteroid yang dapat mensupresi inflamasi (Bishop, 1994).

L. Hipotesis

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni. Berdasarkan cara pengambilan sampel dan jumlah variabel bebas, penelitian ini menggunakan rancangan acak dengan pola satu arah.

B. Variabel

1. Variabel penelitian

a. variabel bebas : restraint stress

b. variabel tergantung : persentase daya anti inflamasi

2. Variabel pengacau

a. variabel terkendali

1) jenis kelamin mencit : betina 2) umur mencit : 2-3 bulan 3) berat badan mencit : 20-30 g 4) galur mencit : lokal

b. variabel tidak terkendali : kondisi patofisiologis hewan uji, suhu ruangan, kelembaban, kebisingan

(46)

26

C. Definisi Operasional

a. Stres

Stres merupakan suatu keadaan dimana merasa terancam dengan sesuatu yang dapat mempengaruhi keadaan psikologis maupun keadaan fisiologisnya.

b. Uji daya anti-inflamasi

Uji daya anti inflamasi adalah uji dengan menggunakan mencit galur lokal sebagai hewan uji yang diradangkan telapak kaki kirinya, dan diukur bobot kakinya dengan cara memotong kedua kaki belakang mencit, kemudian ditimbang dan dibandingkan dengan perlakuan kelompok kontrol negatif karagenin 1% subplantar.

D. Bahan dan Alat yang Digunakan

1. Bahan

a. Hewan uji : mencit betina, galur lokal, umur: 2-3 bulan, berat badan : 20-30g. Diperoleh dari : peternakan Sleman Yogyakarta.

b. Zat peradang : karagenin tipe I (Sigma Chemical Co) dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

c. Pensuspensi karagenin : NaCl fisiologis 0,9% (Otsuka-NS).

d. Kalium diklofenak yang diperoleh dari PT. Dexa Medica Palembang

(47)

27

2. Alat yang digunakan

a. Alat-alat gelas merk Pyrek

b. Neraca analitik Mettler Toledo AB 204 (Germany) c. Spuit injeksi subplantar

d. Spuit injeksi per oral e. Gunting dan pinset f. Pipa paralon

E. Tata Cara Penelitian

(48)

28

1. Penyiapan hewan uji

Hewan diadaptasikan selama 1 minggu sebelum diberi perlakuan. Mencit putih betina yang digunakan diberi pakan pelet butiran, air minum. Hewan kemudian dikelompokkan secara acak.

2. Penyiapan bahan uji

a. Pembuatan larutan karagenin

Dosis karagenin yang digunakan sebesar 25 mg/kg BB berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Nugroho (2007). Pembuatan larutan karagenin dengan cara : sebanyak 100 mg karagenin, dilarutkan dalam NaCl fisiologis (0,90 %) hingga volume 10 ml akan diperoleh larutan karagenin 1% (b/v) setara dengan dosis 25 mg/kg BB. Volume pemberian adalah 0,05 ml, berat badan mencit rata-rata 20 gram = 0,02 kg.

Perhitungan dosis karagenin

= mg kgBB

b. Penentuan dosis kalium diklofenak

(49)

29

Dosis pada manusia 70 kg BB = 100 mg

Konversi ke mencit 20 g BB = 100 mg/70 kg BB × 0,0026 = 0,26 mg/ 20 g BB

= 13 mg/kg BB

3. Uji pendahuluan rentang waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin

Hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor, diberi perlakuan kaki kiri bagian belakang 0,05 ml suspensi karagenin dan kemudian dikorbankan dengan jangka waktu tertentu yaitu 1, 2, 3, dan 4 jam setelah penyuntikan suspensi karagenin. Setelah dikurbankan, kedua kaki belakang dipotong pada sendi torsocural dan ditimbang. Waktu pemotongan kaki ditentukan pada saat kaki mengalami peningkatan udema yang berarti berdasarkan uji statistik

Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi normal, yang apabila terdistribusi normal dilanjutkan dengan uji analisis varian ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95%, jika signifikasinya kurang dari <0,05, maka dilakukan uji Scheffe untuk mengetahui apakah perbedaan tersebut bermakna atau tidak.

4. Uji pendahuluan waktu pemberian diklofenak dengan dosis efektif

Hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing terdiri dari 3 mencit. Masing-masing kelompok diberi kalium diklofenak 13 mg/kg BB per oral selang waktu tertentu.

(50)

30

Kelompok II : 30 menit sebelum diinjeksi karagenin 1% Kelompok III : 45 menit sebelum diinjeksi karagenin 1% Kelompok IV : 60 menit sebelum diinjeksi karagenin 1%

Setelah pemberian larutan kalium diklofenak sesuai dengan rentang waktu yang diinginkan, kemudian dilakukan injeksi suspensi karagenin 1% secara sub plantar pada telapak kaki kiri bagian belakang mencit. Satu jam setelah injeksi suspensi karagenin tersebut, kemudian mencit dikorbankan dan kaki mencit dipotong pada sendi torsocural-nya, kemudian berat udem yang dihasilkan ditimbang. Waktu pemberian kalium diklofenak ditentukan saat kaki mengalami penurunan udem yang berarti berdasarkan dari uji statistik yang dilakukan.Untuk mengetahui distribusi kenormalan data dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov, apabila data terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% (signifikasi 0,05). Jika data yang didapat signifikan berbeda bermakna (<0,05) maka dilakukan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak.

5. Perlakuan hewan uji

Hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 7 ekor mencit.

Kelompok I : karagenin dosis 25 mg/kg BB Kelompok II : kontrol negatif aquadest

(51)

31

Kelompok IV : perlakuan stres dan pemberian kalium diklofenak

(52)

32

6. Perhitungan daya anti-inflamasi

Persentase daya anti inflamasi dihitung dengan cara % daya anti inflamasi = Keterangan :

U = harga rata-rata berat kaki kiri kelompok karagenin (tanpa perlakuan pemberian larutan kalium diklofenak) dikurangi rata-rata berat kaki kanan mencit

D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dengan larutan kalium diklofenak dikurangi rata-rata berat kaki kanan mencit

F. Analisis Hasil

Data yang diperoleh dari hasil penimbangan bobot kedua kaki belakang mencit dan dalam bentuk persentase daya anti inflamasi dianalisis dengan metode

(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan agar metode yang digunakan tepat, dan dapat terpercaya. Uji pendahuluan ini dilakukan sebelum uji perilaku selanjutnya, dan mendukung hasil dari uji daya antiinflamasi kalium diklofenak. Uji pendahuluan yang dilakukan meliputi uji pendahuluan waktu pemotongan kaki mencit, dan rentang waktu pemberian larutan kalium diklofenak pada dosis terapi. Uji pendahuluan bertujuan mengefisiensikan dan mengoptimalkan proses pengambilan data untuk langkah penelitian selanjutnya.

1. Orientasi waktu pemotongan kaki mencit

Uji pendahuluan waktu pemotongan kaki mencit bertujuan mengetahui waktu optimum pemotongan kaki mencit setelah pemberian injeksi suspensi karagenin 1% yang dapat menimbulkan udem terbesar. Dari hasil uji pendahuluan ini dapat diketahui keefektifan daya antiinflamasi kalium diklofenak.

Uji pendahuluan ini dilakukan dengan menginjeksikan suspensi karagenin 1% sebanyak 0,05 ml secara subplantar pada telapak kaki kiri bagian belakang mencit dimana kemudian dibandingkan dengan kaki kanan yang tidak diberi injeksi suspensi karagenin 1% pada selang waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 4 jam.

(54)

34

Untuk mengetahui distribusi data yang diperoleh dari hasil uji pendahuluan pemotongan kaki ini, maka diuji menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Data ini dapat dilihat pada lampiran 9, signifikasi yang diperoleh adalah sebesar 0,617 (>0,05) maka data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa distribusi data normal, dilanjutkan dengan uji homogenitas data, signifikasi yang diperoleh 0,601 (>0,05). Dengan demikian data yang diperoleh terdistribusi normal dan homogen. sehingga analisis selanjutnya menggunakan uji ANOVA pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95%.

Tabel I.Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan waktu pemotongan kaki setelah diinjeksi karagenin 1% subplantar

Keterangan Df F Probabilitas (p)

Berat udem antarkelompok

perlakuan

3 0,887 0,488

(55)

35

dan kinin yang terjadi pada 1 jam pertama, sementara pada fase kedua terjadi pelepasan prostaglandin pada jam ke 2-3 sehingga seharusnya pemotongan kaki mencit dilakukan pada jam ke-3 setelah injeksi suspensi karagenin. Sedangkan pada penelitian ini didapat pada waktu 1 jam sudah dapat terjadi udem yang tidak berbeda bermakna dengan kelompok lainnya. Adanya perbedaan ini mungkin disebabkan oleh faktor pengerjaan (misal : cara pemotongan kaki), dan faktor biologis hewan uji (kesehatan, iklim), kondisi pada saat pengerjaan di ruangan yang berbeda, antara lain suhu, kelembaban ruangan.

Tabel II. Hasil rata-rata berat udem setelah injeksi suspensi karagenin 1% secara sub plantar pada telapak kaki kiri bagian belakang pada rentang waktu tertentu

kelompok Mean udema (g) ± SE

1 jam 0,0351±0,0077

2 jam 0,0489±0,0126

3 jam 0,0183±0,0030

4 jam 0,0489±0,0270

(56)

36

Gambar 9. Diagram batang rata-rata berat udem setelah injeksi suspensi karagenin

1% secara sub plantar pada telapak kaki kiri bagian belakang pada rentang waktu tertentu

2. Orientasi waktu pemberian larutan kalium diklofenak dengan dosis terapi

Uji pendahuluan waktu pemberian larutan kalium diklofenak bertujuan mengetahui waktu yang tepat dalam pemberian larutan kalium diklofenak pada dosis terapi sebelum diinjeksi dengan suspensi karagenin 1% secara sub plantar. Waktu pemberian natrium diklofenak ditentukan saat kaki mengalami penurunan udem yang berarti.

(57)

37

Tabel III. Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data bobot udema kaki mencit pada uji pendahuluan waktu pemberian larutan kalium diklofenak pada dosis terapi

Untuk mengetahui distribusi data dari uji pendahuluan waktu pemberian larutan kalium diklofenak yang didapat, maka dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov. didapat nilai signifikasi yang diperoleh sebesar 0,955 (lampiran 10), karena nilai signifikasi lebih besar dari 0,05 maka data yang diperoleh terdistribusi normal, dilanjutkan dengan uji homogenitas data didapatkan signifikasi sebesar 0,616 (>0,05) maak data yang diperoleh homogen. Dengan demikian dilanjutkan dengan uji ANOVA pola satu arah dengan taraf kepercayaan 95%, dan nilai signifikasi yang didapat adalah 0,0685. Nilai signifikasi yang didapat lebih besar dari 0,05 maka data yang didapat tidak berbeda signifikan.

Tabel IV. Data rata-rata berat udem kaki mencit pada ujij pendahuluan setelah pemberian dosis terapi kalium diklofenak pada rentang waktu tertentu

Kelompok Mean udema (g) ± SE

15 menit 0,0279±0,0043

30 menit 0,0178±0,0103

45 menit 0,0229±0,0132

60 menit 0,0254±0,0147

(58)

38

Hal ini berarti pada menit ke-30 kalium diklofenak dapat diabsorpsi sehingga dapat memberikan penurunan berat udem secara maksimal. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa waktu pemberian larutan kalium diklofenak dengan dosis 13 mg/kg BB dapat diberikan 30 menit sebelum injeksi suspensi karagenin 1% secara sub plantar. Hasil rata-rata berat udem pada uji pendahuluan waktu pemberian kalium diklofenak terangkum dalam diagram batang pada gambar 10 di bawah ini:

(59)

39

B. Hasil Uji Daya Anti-Inflamasi

Kelompok yang dibandingkan adalah kelompok karagenin 1%, kontrol negatif (aquadest), kontrol positif (kalium diklofenak), dan kelompok pra perlakuan stres kemudian diberi kalium diklofenak. Besarnya daya anti-inflamasi dapat dilihat berdasarkan hasil persen daya anti-inflamasi yang dihitung berdasarkan metode Langford dkk (1972) dengan modifikasi. Alasan pemilihan metode ini adalah karena metode ini mempunyai kevalidan yang cukup baik, selain itu juga sederhana, dalam hal instrumen yang dibutuhkan, proses perlakuan, pengamatan, pengukuran sampai dengan pengolahan data.

Suspensi karagenin 1% merupakan suatu zat iritan yang digunakan sebagai zat penginduksi udem. Kemampuan induksi udem ini sering digunakan untuk memprediksi daya anti-inflamasi suatu obat anti-inflamasi baik dari golongan steroid maupun non-steroid. Respon udem yang dihasilkan oleh karagenin cukup menghasilkan respon yang peka, dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan pada kaki mencit setelah diinjeksi secara sub plantar.

(60)

40

Kalium diklofenak diketahui memiliki kemampuan untuk bekerja efektif dalam penghambatan kerja enzim siklooksigenase sehingga asam arakidonat tidak bisa diubah menjadi prostaglandin.

Metode restraint test dipilih untuk memberikan stres terhadap mencit, sehingga dapat diketahui pengaruh stres terhadap daya anti-inflamasi kalium diklofenak. Restraint test diasosiasikan dengan pemberian stresor psikososial yang dapat membuat stres terhadap mencit. Stresor ini dapat berpengaruh pada terjadinya peningkatan mediator inflamasi. Restraint test merupakan jenis stresor yang akut, karena diberikan pada waktu tertentu.

(61)

41

Tabel V. Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data berat udema kaki mencit pada uji daya anti-inflamasi

Keterangan Df F Probabilitas (p)

Berat udem antarkelompok

perlakuan

3 1,876 0,174

Data rata-rata berat udem yang didapat kemudian diuji statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi data yang dihasilkan dan didapatkan signifikasinya 0,998 (dapat dilihat di lampiran 11) karena lebih besar dari 0,05 maka data yang didapat dikatakan terdistribusi normal dan dari uji homogenitas signifikasi yang didapat 0,192, berarti data yang diperoleh homogen. Dari hasil ini kemudian dilakukan uji ANOVA (tabel V) satu arah dengan taraf kepercayaan 95%, didapatkan signifikasi sebesar 0,174 (>0,05), berarti data rata-rata berat udem tidak berbeda signifikan. Antara kelompok aquades, kontrol positif, dan kelompok dengan perlakuan restraint test menghasilkan rata-rata berat udem yang tidak berbeda bermakna. Pada table VI tertera rata-rata berat udem masing-masing kelompok :

Tabel VI. Data rata-rata berat udem kaki mencit sesuai dengan kelompok perlakuan

Kelompok Mean udema (g) ± SE

karagenin 0,0376±0,0024

Kontrol aquades 0,0362±0,0079

diklofenak dengan stres 0,0224±0,0051

(62)

42

Rata-rata berat udem yang diperoleh, kemudian dirangkum dalam diagram batang seperti yang terlihat di gambar 11:

Gambar 11. Diagram batang berat udem rata-rata kaki mencit sesuai dengan kelompok perlakuan

(63)

43

berbeda jauh, dapat dikatakan bahwa kalium diklofenak tersebut memiliki daya anti-inflamasi namun tidak besar.

Dari hasil rata-rata berat udem ini kemudian dilakukan perhitungan persen (%) daya anti-inflamasi kelompok kontrol negatif, kontrol positif kalium diklofenak, dan kelompok dengan pra perlakuan restraint test. Data persen (%) daya anti-inflamasi diuji secara statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, nilai signifikasi yang dihasilkan adalah 0,975 (>0,05) dengan demikian dapat dikatakan bahwa datanya terdistribusi normal, dilanjutkan dengan uji homogenitas data, dan didapatkan signifikasinya 0,469 (>0,05) berarti data yang didapat homogen (lampiran12).

(64)

44

mempengaruhi tanda inflamasi lainnya, dan tidak mempengaruhi daya anti-inflamasi kalium diklofenak.

Tabel VII. Rangkuman hasil ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% data persen (%) daya anti-inflamasi pada setiap masing-masing kelompok perlakuan

Keterangan Df F Probabilitas (p)

Berat udem antarkelompok

perlakuan

2 2,045 0,172

Dari tabel VIII, dapat dilihat bahwa kelompok kontrol positif tanpa pra perlakuan stres memiliki persen (%) daya anti-inflamasi yang paling besar (33,60%), pada kelompok dengan perlakuan stres didapatkan persen (%) daya anti-inflamasinya 21,14%, sedangkan persen daya anti-inflamasi aquades adalah 13,27%.

Tabel VIII. Rangkuman data persen (%) daya anti-inflamasi antarkelompok dan % kenaikan daya anti-inflamasi antarkelompok

kelompok jumlah

replikasi (n)

Persen (%) daya anti-inflamasi ± SE

% kenaikan antarkelompok

aquades 5 13,27±11,30

-diklofenak dengan

stres 5 21,14±9,65

59.31

diklofenak tanpa

stres 5 33,60±12,75

153,21

(65)

45

Gambar 12. Diagram batang persen (%) daya anti-inflamasi hasil perlakuan kalium diklofenak

Pada stresor golongan akut, dapat menyebabkan stres, namun pada waktu yang singkat respon stres ini membantu tubuh untuk beradaptasi dengan perubahan dan adaptasi ini dapat membantu hewan untuk merespon stres antara lain untuk menginhibisi proses inflamasi dan resistensi terhadap infeksi (Pinel, 2000), namun apabila dalam jangka yang panjang, maka proses ini menjadi maladaptif dan dapat menyebabkan gangguan pada tubuh manusia, misal memperparah penyakit dan dapat menurunkan sistem imun tubuh. Dalam penelitian ini stres yang dihasilkan dari

(66)

46

ada, sehingga dapat menginhibisi terjadinya inflamasi, dan dengan demikian stres tidak mempengaruhi daya anti-inflamasi kalium diklofenak.

Dalam tahap akut ini dimungkinkan ada pelepasan glukokortikoid yang cukup mampu menghambat proses inflamasi. Adanya pelepasan glukokortikoid menghambat kerja enzim fosfolipase A2 sehingga pembentukan arakhidonat

terhambat dan proses selanjutnya hingga produksi mediator inflamasi tidak terjadi. Dan cara kerja glukokortikoid dalam penghambatan inflamasi bekerja dengan lambat karena harus menginduksi annexin terlebih dahulu untuk menghentikan proses penghentian produksi mediator inflamasi, tidak seperti kalium diklofenak yang termasuk dalam obat anti-inflamasi golongan non-steroid (AINS), menghambat enzim siklooksigenase untuk mengubah arakhidonat masuk ke dalam siklus enderperoksid, yang jalur produksi mediator inflamasinya lebih pendek sehingga golongan AINS lebih efektif dalam menghambat inflamasi.

(67)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Stres tidak menurunkan secara signifikan daya anti-inflamasi kalium diklofenak dosis 13 mg/kg BB. Persen (%) daya anti-inflamasi kelompok dengan perlakuan stres sebesar 21,14%

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh stres secara akut maupun kronis terhadap daya anti-inflamasi kalium diklofenak dengan menggunakan metode penelitian yang lebih valid.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh stres secara akut maupun kronis obat anti-inflamasi golongan steroid.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh stres baik akut maupun kronis terhadap daya kerja obat anti-inflamasi golongan non-steroid lainnya dan golongan obat lainnya.

(68)

48

DAFTAR PUSTAKA

Ader, D.N., Suzanne B.J., Shih-Wen, H., and William, R., 1991, Group Size, Cage Shelf Level, and Emotionality in Non-Obese Diabetic Mice: Impact on Onset and Incidence of IDDM, Psychosomatic Medicine, 53:313-32, USA.

Anderson, P.O., Knoben, J.E., and Troutman, W.G., 2001, Handbook of Clinical Drug Data, 10th ed., 24, McGraw-Hill, USA.

Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 357, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Anonim, 2007, Informasi Spesialite Obat Indonesia, 237-238, PT. Ikrar Mandiriabadi, Jakarta

Bishop, G.D., 1994, Health Psychology : Integrating Mind and Body, 395-396, Allyn and Bacon, Boston London Toronto Sydney Tokyo Singapore.

Brooks, P.M., and Day, R.O., 1991, Non Steroidal Anti-Inflammatory Drugs Difference and Similarities. J N Engl Med,; 324:1716-25., dalam Vetrichelvan, T., Jegadeesan, M., 2002, Effect Of Alcoholic Extract Of Achyranthes Bidentata Blume On Acute And Sub Acute Inflammation, Indian Journal of Pharmacology, 34 : 115-118.

Carlson, N,R., 1994, Physiology of Behaviour,5th ed., Paramount Publishing, USA. Evans, F.J., and Williamson, E.M., 1996, Selection, Preparation and

Pharmacologically Evaluation of Plant Material, 131-137, John Wiley, New York.

DiRosa, M., Giroud, J.P., and Willoughby, D.A., 1971, Studies of The Acute Inflammatory Response Induced in Rats in Different Sites by Carrageenan and Turpentine. J. Pathol. 104: 15 – 29, dalam Kumar, A., Ilavarasan, R., Jayachandran, T., Deecaraman, M., Kumar, M. R., Aravindan, P., et al., 2008, Anti-Inflammatory Activity of Syzygium cumini Seed, African Journal of Biotechnology, vol. 7: 941-943.

(69)

49

Forsythe, P., Cory E., John, R.G., Dean, B., and Harissios, V., 2003, Opposing Effects of Short- and Long-term Stress on Airway Inflammation: Stress and Allergic Airway Inflammation, AJRCCM Articles in Press, Diterbitkan pada 6 November 2003, Canada.

Harvey, A.R., Mycek, J.M., and Champe, C.D., 1997, Lippicott’s Ilustrated Review: Pharmacology, diterjemahkan oleh Azwar Agoes, Farmakologi : Ulasan Bergambar, edisi II, 404-406, Penerbit Widya Medika, Jakarta.

Ghoshal, K., Wang, Y., Sheridan, J.F., and Jacob, S.T., 1998, Metallothionein Induction In Response to Restraint Stress : Transcriptional Control, Adaptation to Stress, and Role of Glucocorticoid, The Journal Of Biological Chemistry Vol. 273, No. 43, Issue of October 23, pp. 27904–27910.

Irawan, E. "Stres dan Reaksi Tubuh." www.waspada.co.id. September 14, 2007. (diakses September 17, 2008).

Keßler, M., 2006, in LAB Mice: Physiological and Behavioral Effects, Dissertation, Faculty of Biology Ludwig Maximilians University Munich.

Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance, L.L., 2006, Drug Information Handbook : A Comprehensive Resources for all Clinicians and Healthcare Professionals, forth edition,454-456, Lexi-Comp, USA

Langford, F. D., Holmes, P. A., and Emele, J. F., 1972, Objective Method for Evaluation of Analgetics/Anti-inflammatory Activity, J. Pharm, Sci., 61, 75-77.

Lelo, E.A., 2002, Pertimbangan Baru Dalam Pemilihan Selektivitas Penghambatan COX-2 Sebagai Antinyeri Dan Antiinflamasi, dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.

Levenstein, S., Prantera, C., Varvo, V., Scribano, M.L., Andreoli, A., Luzi, C., et al., 2000, Stress and Exacerbationin Ulcerative Colitis: a Prospective Study of Patients Enrolled in Remission., Am J Gastroenterol;95:1213–1220.

Marks, D.F., Murray, M., Evans, B. and Willig, C., 2000, Healthy Psychology: Theory, Research and Practice, 100-115, Sage Publications, British.

(70)

50

Morris, C.G., and Maisto, A.A., 2002, Psychology: an Introduction, 11th edition, 479, Prentice Hall, USA.

Mutshcler, E., 1986, Arzneimittelwirkungen, diterjemahkan oleh Widianto, M. B. dan Ranti, A. S., Dinamika Obat, edisi V,177-197, Penerbit ITB, Bandung.

Nwafor, P.A., Jacks, T.W., and Ekanem, A.U., 2007, Analgesik and Anti-Inflammatory Effects of Methanolic Extract of Pausinystalia macroceras

Stem-Bark in Rodents, International Journal of Pharamcology 3 (1): 86-90, Asian Network for Scientific Information.

Nugroho, B.S., 2007, Daya Antiinflamasi Jus Tomat (Solanum lycopersicum L.) pada Mencit Putih Jantan, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

O'Neil, M.J., and Smith, A., 2001, The Merck Index : An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biologicals, 13thed., 542, Merck Reserach Laboratories Division of Merc & Co,. Inc,. USA.

Peters, E.M.J., Bori, H., Arne, K., Evelin, H., Hannes, B., Armin, B., et al., 2004, Neurogenic Inflammation in Stress-Induced Termination of Murine Hair Growth Is Promoted by Nerve Growth Factor, American Journal of Pathology, Vol. 165, No. 1.

Pinel, J.P.J., 2000, Biopsychology, 4th ed., 478, A Pearson Education Company, USA. Price, S.A., dan Wilson, L.M., 1995, Pathophsyiology, diterjemahkan oleh Peter

Anugrah, Patofisiologi, edisi IV, buku I, 36-57, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, J.M., and Moore, P.K., 2003, Pharmacology, 5th ed., 231-237, Bath Press, USA.

Robbin, L.S., dan Kumar, V.N., 1995, Basic Pathology I, diterjemahkan oleh Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Buku Ajar Patologi I, edisi 4, 27-33, EGC, Jakarta.

Smet, B., 1994, Psikologi Kesehatan, 107-118, PT Grasindo, Jakarta. Sander, M.A., 2003, Patologi Anatomi, jilid 1, 12-13, UMM Press, Malang.

(71)

51

Suwito, J., Putra, S.T., Sudiana, I.K., dan Mu’afiro, A., 2004, Pengaruh Stresor Psikososial Terhadap Peningkatan Kadar Kortisol dan IL-1 Beta Serum Pada Tikus Jantan Galur Wistar, Artocarpus, vol 4: 1, 14-20.

Santoso, W.K., 2008, Pengaruh Stres terhadap Efek Analgesik Petidin pada Mencit Putih Jantan Galur Swiss Webster, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Turner, R.A., 1965, Screening Methods in Pharmacology, 163, Academic Press, New York

Wilmana, F.P., 1995, Analgesik Anti-inflamasi Non-steroid dan Obat Pirai, dalam Ganiswara, S. G., Farmakologi dan Terapi, edisi IV, 207-223, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Vetrichelvan T., and Jegadeesan M., 2002, Effect of Alcoholic Extract of

(72)
(73)

Lampiran 1. Certificate of Co-Analysis

(74)

54

Lampiran 2. Skema kerja uji pendahuluan pemotongan kaki mencit setelah diinjeksi karagenin 1% 0,05 ml subplantar pada rentang waktu tertentu

Dua belas ekor mencit dibagi dalam empat kelompok (n=3)

Kelompok I 1 jam setelah

diinjeksi

Kelompok II 2 jam setelah

diinjeksi

Kelompok III 3 jam setelah

diinjeksi

Mencit dikurbankan, kedua kaki bagian belakang dipotong pada sendi torsocural

Kelompok IV 4 jam setelah

diinjeksi

(75)

55

Lampiran 3. Skema kerja uji pendahuluan penetapan waktu pemberian kalium diklofenak dosis 13 mg/kg BB

Kelompok I Diberi diklofenak-Na pada menit ke-15

Kelompok II pada menit ke-45

ditimbang

1 jam sesudahnya, mencit dikurbankan, kedua kaki bagian belakang dipotong pada sendi torsocural

Kelompok IV

injeksi subplantar suspensi karagenin 1% pada kaki kiri mencit, sedangkan kaki kanan hanya disuntik tanpa karagenin

Diberi diklofenak-Na pada menit ke-60 Dua belas ekor mencit dibagi dalam

(76)

56

Lampiran 4. Skema kerja pada kelompok perlakuan setelah perlakuan stres beserta kontrol

selama 30 menit

Diberi kalium diklofenak 13 mg/kg BB Dua puluh delapan ekor mencit

dibagi dalam empat kelompok (n=7)

30 menit sesudahnya

injeksi subplantar suspensi karagenin 1% pada kaki kiri mencit, sedangkan kaki kanan hanya disuntik tanpa karagenin

ditimbang

(77)

57

Lampiran 5. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan setelah diinjeksi karagenin 1% pada rentang waktu tertentu

Berat udem kaki mencit (gram) pada rentang waktu (jam) setelah injeksi karagenin 1% subplantar

Mencit Waktu

Kaki kiri 0,1737 0,2225 0,1372 0,176

Kaki kanan 0,1389 0,1487 0,1172 0,1502

1

Udem (g) 0,0348 0,0738 0,020 0,0258

Kaki kiri 0,1828 0,207 0,1831 0,1562

Kaki kanan 0,1343 0,1671 0,1607 0,138

(78)

58

Lampiran 6. Data berat udema kaki mencit hasil uji pendahuluan akibat pemberian kalium diklofenak 13 mg/kgBB pada rentang waktu tertentu

(79)

59

Lampiran 7. Data berat udema kaki mencit dan % daya antiinflamasi hasil uji daya antiinflamasi pada kelompok kontrol dan perlakuan

Kelompok

(80)

60

Lampiran 8. Data rata-rata berat udem masing-msing kelompok perlakuan

Kelompok perlakuan

Mencit

karagenin aquades Dengan stress Tanpa stres

1 0,0372 0,0239 0,0256 0,0301

2 0,0297 0,0312 0,0370 0,0247

3 0,0337 0,0264 0,0225 0,0095

4 0,0419 0,0244 0,0333 0,0171

5 0,0316 0,0451 0,0189 0,0342

Rata-rata berat udem ±

SE

(81)

61

Lampiran 9. Data perhitungan persen (%) daya anti-inflamasi

Kelompok perlakuan

karagenin aquades dengan stress tanpa stres

1 0 31,36 26,48 13,56

0 13,27±11,30 21,14±9,65 33,60±12,752

Contoh 1.

Rumus persen (%) daya anti-inflamasi= Keterangan :

U = harga rata-rata berat kaki kiri kelompok karagenin (tanpa perlakuan pemberian

larutan kalium diklofenak) dikurangi rata-rata berat kaki kanan mencit D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dengan larutan kalium diklofenak

dikurangi rata-rata berat kaki kanan mencit

Contoh perhitungan % daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan tanpa

(82)

62

Lampiran 10. Hasil analisis statistik data orientasi waktu pemotongan kaki setelah injeksi subplantar karagenin 1%

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

berat

N 12

Mean .037800

Normal Parameters(a,b)

Std. Deviation .0263144

Absolute .218

Positive .218

Most Extreme Differences

Negative -.168

Kolmogorov-Smirnov Z .756

Asymp. Sig. (2-tailed) .617

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

ANOVA

(83)

63

Lampiran 11. Hasil analisis statistik data orientasi waktu pemberian kalium diklofenak pada dosis 13 mg/kg BB

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

kelompok Berat

N 12 12

Mean 37.50 .023500

Normal Parameters(a,b)

Std. Deviation 17.516 .0097389

Absolute .166 .148

Positive .166 .111

Most Extreme Differences

Negative -.166 -.148

Kolmogorov-Smirnov Z .574 .513

Asymp. Sig. (2-tailed) .897 .955

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

ANOVA

Uji homogenitas

Subset for

Gambar

Gambar 1. Stres sebagai suatu stimulus
Gambar 2. Stres sebagai suatu respon
Gambar 3. Diagram Interaksi karakteristik Stresor dengan Internal Proses (Kognitif, Respon Fisiologi, dan Perilaku) Menghadapi Situasi (Michael, dan Ronald, 2007)
Gambar 4. Hubungan Stres dengan Sistem Endokrin (Bishop, 1994)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persentase daya anti-inflamasi semua kelompok kontrol dan perlakuan produk jamu pegel linu kemudian dibandingkan dengan persentase daya anti- inflamasi natrium diklofenak

Melihat kenyataan bahwa buah makuto dewo memiliki efek hepatoprotektif, efek analgesik dan anti inflamasi dan karena kandungan senyawa dari Virgin Coconut Oil yang cukup

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa berkat kasih karuniaNya lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Efek Anti Inflamasi Ekstrak Etanol Akar

Berdasarkan hasil analisis terhadap kontrol positif menunjukan bahwa kelompok interaksi jus buah nanas dosis 3,75 g/kg BB hari 1 dengan parasetamol dosis 91 mg/kg BB