• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran Berbasis multiple intelligences (Kecerdasan Majemuk) (Studi Kasus Di Sd Immersion Ponorogo) - Electronic theses of IAIN Ponorogo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran Berbasis multiple intelligences (Kecerdasan Majemuk) (Studi Kasus Di Sd Immersion Ponorogo) - Electronic theses of IAIN Ponorogo"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

  vii  

ABSTRAK

Maulida, Ahsana Matswaya. 2018 Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran

Berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) (Studi Kasus di

SD Immersioon Ponorogo). Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Lia Amalia, M.Si.

Kata Kunci: Guru, Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk)

Seorang guru harus selalu meningkatkan kualitas dirinya. Guru memiliki peran utama dalam proses pembelajaran. Salah satu tugas guru yaitu mengenali kecerdasan para siswa-siswanya. Siswa dituntut untuk selalu aktif, kreatif, cakap dan mandiri. Oleh karena itu siswa diminta untuk terus mengembangkan kemampuannya baik dalam kemampuan sikap (afektif), pengetahuan (kognitif) maupun keterampilan (psikomotorik). Salah satu solusi yang bisa menangani hal tersebut adalah dengan mengenali kecerdasan mereka melalui metode pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences). Dari latar belakang inilah, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian stusi kasus dengan judul “Peran Guru Dalam Proses

Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) (Studi Kasus di SD Immersion Ponorogo)”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Bagaimana peran guru dalam proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo, (2) Bagaimana hasil proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, penulis melalukan penelitian di SD Immersion Ponorogo menggunakan pendekatan kualitatif jenis penelitian studi kasus. Pengumpulan data dari penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi, sedangkan teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

(4)
(5)
(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini masyarakat Indonesia tengah memasuki era globalisasi

dan moderenisasi yang penuh dengan tantangan yang menuntut masyarakat

Indonesia menjadi manusia yang lebih berkualitas tinggi dengan wawasan luas

dan segala ketrampilan yang dimiliki. Seiring dengan kemajuan dalam bidang

ilmu pengetahuan dan teknologi, maka setiap organisasi harus mampu

menerapkan, memanfaatkan, serta mengelolanya. Berhubungan dengan

perkembangan tersebut, maka pelaksanaan berbagai usaha yang dilakukan

organisasi maupun lembaga harus sejalan dengan kemajuan dan perkembangan

yang ada.1

Salah satu usaha yang dapat dilakukan organisasi atau lembaga yaitu

pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia

dapat didefinisikan sebagai seperangkat aktivitas yang sistematis dan terencana

yang dirancang dalam memfasilitasi para pegawainya dengan kecakapan yang

dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan, baik pada saat ini maupun masa

yang akan datang. Serta suatu usaha yang terencana dan berkelanjutan yang

      

1

(7)

 

 

dilakukan oleh organisasi dalam meningkatkan kompetensi pegawai dan kinerja

organisasi melalui program-program pelatihan, pendidikan, dan pengembangan.

Pendidikan harus memenuhi standar, metode dan kurikulum yang tepat,

serta kualitas guru yang baik. Dalam pembelajaran yang harus diperhatikan

adalah proses, bukan semata-mata hasil akhir. Dengan kondisi tenaga pendidik

yang diposisikan sebagai sentral keterlaksanaan proses pembelajaran di sekolah,

maka senantiasa menjadi topik pembicaraan dan sorotan banyak pihak berkaitan

dengan kinerjanya.

Meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, bukan hanya menjadi

tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab semua

lapisan masyarakat. Hal ini berlaku juga dengan pengembangan SDM yaitu

tenaga pendidik yang memegang peranan utama dalam penyelenggaraan

pembelajaran di sekolah dan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari sebuah

bangsa, bahkan maju atau mundurnya kualitas suatu bangsa dapat diukur melalui

maju atau tidaknya dalam sektor pendidikan. Jika ingin memajukan sebuah

bangsa maka hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan

kualitas pendidikan yang ada, salah satunya dengan meningkatkan kualitas

tenaga pendidik.2

Tenaga pendidik merupakan unsur terdepan yang menentukan kemajuan

sebuah bangsa. Tenaga pendidik yang kompeten sangat menjamin perbaikan

      

2Ibid.

(8)

 

 

kualitas sumber daya manusia di sebuah negara, sehingga tidak berlebihan jika

mengatakan bahwa guru memang harus memiliki kompetensi yang luar biasa.3

Seorang guru dituntut untuk menjadi tenaga pendidik yang professional.

Sebagai tenaga professional guru memiliki tugas yang sangat berat dan sangat

mulia. Tugas mendidik generasi anak bangsa adalah tugas yang sangat terhormat.

Dalam PP Nomor 74 tahun 2008 tentang guru disebutkan bahwa tugas utama

guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai

dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan

formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.4

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

pasal 7 ayat 1 menyebutkan beberapa prinsip professional yang diperlukan

pendidik, antara lain; memiliki bakat, minat dan panggilan jiwa; memiliki

kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan yang sesuai bidangnya;

memenuhi kode etik guru; memiliki hak dan kewajiban; memperoleh

penghasilan sesuai prestasi; memiliki kesempatan mengembangkan profesinya;

memperoleh perlindungan hukum serta memiliki organisasi profesi.5

      

3

Leonard, “Kompetensi Tenaga Pendidik di Indonesia: Analisis Dampak Rendahnya Kualitas SDM Guru dan Solusi Perbaikannya,” Formatif, 5 (3) (2015), 192.

4 Miftahul Ulum, Demitologi Profesi Guru Studi Analisis Profesi Guru Dalam UU Tentang Guru dan Dosen No. 14/2005 (Ponorogo, STAIN Ponorogo Press, 2011), 17. 

5

(9)

 

 

Di era globalisasi ini, informasi begitu mudah diakses, bukan hanya

bersumber melalui buku, melainkan juga lewat media massa dan internet.

Pendidik harus menguasai, memahami dan terampil menggunakan

sumber-sumber belajar baru di dirinya. Apabila pendidik tidak mampu menyesuaikan diri

dengan perkembangan perubahan, maka pendidik tersebut akan mudah

diabadikan dan ditinggalkan oleh peserta didiknya.6

Guru adalah orang yang dipandang serba tahu dalam segala ilmu. Guru

memiliki otoritas kebenaran. Jika ada hal yang berbeda antara di rumah dan

sekolah, maka sekolah (guru) yang menjadi patokan kebenaran bagi anak. Ini

menggambarkan sebegitu besarnya peran dari seorang figur guru di mata anak

didiknya. Bahkan bila guru melakukan kesalahan, tak ada yang pernah bisa

menyangkal kesalahannya. Kepercayaan sepenuhnya dan seluruhnya menjadikan

guru berada pada posisi sentral di sekolah.7

Tugas seorang guru tidak cukup sampai di situ saja. Guru diharapkan

memiliki kemampuan dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang

akan dijadikan pedoman pelaksanaan pembelajaran dan pembentukan

kompetensi peserta didik. Menyusun Lesson Plan merupakan bagian penting

yang harus diperhatikan, yang akan menentukan kualitas pembelajaran secara

keseluruhan dan menentukan kualitas pendidikan serta kualitas sumber daya

      

6

Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung: Alfabeta, 2013), 14.

7

(10)

 

 

manusia (SDM), baik di masa sekarang maupun dimasa depan. Oleh Karena itu,

dalam kondisi dan situasi bagaimanapun, guru tetap harus menyusun Lesson

Plan karena perencanaan merupakan pedoman pembelajaran.8

Dalam penyusunan pedoman pembelajaran, guru diharapkan mampu

mengembangkan tiga aspek yang dimiliki seorang siswa. Siswa sebagai seorang

manusia dikaruniai tiga potensi dari Sang Pencipta, yakni akal (kognisi), indra

(afeksi) dan nurani (hati). Maka dalam dunia pendidikan, ketiga potensi tersebut

harus dikembangkan secara seimbang. Setiap manusia diberi kemampuan untuk

berfikir menggunakan kecerdasan yang dimilikinya.

Kecerdasan yang dimiliki manusia merupakan salah satu anugerah besar

dari Allah SWT menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia

dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat

terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang

semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus.

Inteligensi (kecerdasan) merupakan interaksi aktif antara kemampuan

yang dibawa sejak lahir dengan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan

yang menghasilkan kemempuan individu untuk memperoleh, mengingat dan

menggunakan pengetahuan, mengerti makna dan konsep konkret dan konsep

abstrak, memahami hubungan-hubungan yang ada di antara objek, peristiwa, ide

      

8

(11)

 

 

dan kemampuan dalam menerapkan semua hal tersebut untuk memecahkan

masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.9

Setiap anak memiliki potensi kecerdasan yang dapat berkembang sesuai

dengan tingkatan perkembangannya. Sehingga secara keseluruhan, sampai anak

berusia kurang lebih delapan tahun, 80% kapasitas kecerdasannya sudah

terbentuk, dan kapasitas kecerdasan anak tersebut hanya akan bertambah 30%

setelah usianya empat tahun hingga mencapai usia delapan tahun. Selanjutnya

kapasitas kecerdasan anak tersebut akan mencapai 100% setelah anak tersebut

berusia kurang lebih delapan belas tahun.10

Bentuk kecerdasan manusia itu banyak dan tak terbatas. Manusia

memiliki tiga kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi dan

kecerdasan spiritual. Ketiga kemampuan tersebut sangat membantu seseorang

dalam meningkatkan kualitas diri, mengabaikkan salah satu kemampuan tersebut

menyebabkan banyak individu dililit masalah secara pribadi maupun sosial

masyarakat.

Selama ini masyarakat mempercayai dan mengagung-agungkan akan arti

kecerdasan intelektual bahwa jika seseorang memiliki tingkat kecerdasan

intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih

kesuksesan yang lebih besar disbanding orang lain. Pada kenyataannya, ada       

9

Martini Jamaris, Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), 91. 

10

(12)

 

 

banyak kasus dimana seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual

yang tinggi terisish dari orang lain yang tingkat kecerdasan intelektualnya lebih

rendah. Ternyata IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi tidak menjamin

seseorang akan meraih kesuksesan. Realitas menunjukkan bahwa banyak orang

IQ-nya tinggi, tetapi tidak selalu berhasil dalam hidupnya.11

Solusi yang bisa digunakan oleh seorang guru untuk mengatasi

permasalahan di atas salah satunya dengan menggunakan pendekatan berbasis

kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences). Kecerdasan majemuk merupakan

validasi tertinggi gagasan bahwa perbedaan individu adalah penting.

Pemakaiannya dalam pendidikan sangat tergantung pada pengenalan, pengakuan

dan penghargaan terhadap setiap atau berbagai cara siswa (pelajar) belajar,

disamping pengenalan, pengakuan dan penghargaan terhadap setiap minat dan

bakat masing-masing pembelajaran. Teori KM bukan hanya mengakui perbedaan

individual ini untuk tujuan-tujuan praktis, seperti pengajaran dan penilaian, tetapi

juga menganggap serta menerimanya sebagai sesuatu yang normal, wajar bahkan

menarik dan sangat berharga.

Dalam konsep Multiple Intelligences (kecerdasan majemuk), perbedaan

individual peserta didik diterima dan dilayani dengan suatu keyakinan berpijak

sebagaimana dinyatakan Howard Gardner bahwa “ kita semua begitu berbeda

karena pada hakikatnya kita memiliki kombinasi inteligensi yang berbeda. Jika

      

11

(13)

 

 

kita sadari hal ini, setidaknya kita lebih berpeluang untuk mampu mengatasi

secara tepat berbagai problem yang kita hadapi dalam hidup di dunia.Aplikasi

Multiple Intelligences dalam pendidikan akan menyebabkan pendidik lebih arif

dan mampu menghargai sertamemfasilitasi perkembangan anak.12

Sesuai dengan penjajakan awal di SD Immersion Ponorogo ditemukan

berbagai kegiatan yang dilaksanakan pihak sekolah dalam meningkatkan kualitas

tenaga pendidik (guru), di antaranya melalui pelatihan, worksop dan juga

seminar. Sekolah tersebut memiliki sistem pendidikan yang unik yaitu

menggunakan proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan

Majemuk). Di sekolah tersebut juga menerima peserta didik yang ABK (Anak

Berkebutuhan Khusus). Para guru dituntut untuk bisa mengajar dengan berbagai

latar belakang, karakter serta kondisi para siswanya.

Berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan maka perlu diadakan

penelitian yang bertujuan untuk mengetahui peran serta cara mengajarnya tenaga

pendidik (guru) dengan menggunakan proses pembelajaran berbasis Multiple

Intelligences (Kecerdasan Majemuk), sehingga dengan demikian penelitian ini

meneliti tentang “Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran Berbasis Multiple

Intelligences (Kecerdasan Majemuk) (Studi Kasus di SD Immerson

Ponorogo) ”.

      

12

(14)

 

 

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka fokus penelitian ini

adalah:

1. Tentang peran guru dalam proses pembelajaran berbasis Multiple

Intelligences (Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo

2. Tentang hasil proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences

(Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana peran guru dalam proses pembelajaran berbasis Multiple

Intelligences (Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo?

2. Bagaimana hasil proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences

(Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo?

D. Tujuan Penelitian

Berangkat dari permasalahan yang diungkapkan di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peran serta tenaga pendidik (guru) dalam melaksanakan

proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) di

(15)

 

 

2. Untuk mengetahui hasil dari diterapkannya proses pembelajaran berbasis

Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo.

E. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu

untuk menambah wawasan, pengalaman dan ilmu pengetahuan dalam bidang

pendidikan sehingga dapat memberikan kontribusi informasi terkait dengan

Multiple Intelligences (kecerdasan majemuk) yang dimiliki masing-masing

peserta didik.

F. Sistematika Pembahasan

Agar lebih mudah memahami pembahasan penelitian kualitatif ini, maka

penulis membagi enam bab, dari masing-masing bab dibagi lagi menjadi sub-sub

bab. Adapun sistematika pembahasan penelitian kualitatif ini adalah sebagai

berikut:

Bab I berisi pendahuluan yang merupakan pola dasar atau tempat

berpijak dari keseluruhan skripsi ini yang terdiri dari: Latar Belakang Masalah,

Fokus Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,

Sistematika Pembahasan.

Bab II berisi tentang telaah hasil penelitian terdahulu dan kajian teori

tentang Multiple Intelligences (kecerdasan majemuk).

Bab III berisi metode penelitian, yang terdiri dari pendekatan dan jenis

(16)

 

 

pengumpulan data, teknik analisis data, pengecekan keabsahan temuan,

tahapan-tahapan penelitian.

Bab IV berisi tentang deskripsi data, yaitu meliputi deskripsi data umum

tentang SD Immersion Ponorogo dan deskripsi data khusus tentang peran guru

dalam proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (kecerdasan

majemuk).

Bab V berisi tentang analisis data tentang peran guru dalam proses

pembelajaraan berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk).

Bab VI berupa penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran serta

(17)

12

BAB II

TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU DAN KAJIAN TEORI

A. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini selain melakukan observasi dan pengumpulan data,

penulis juga mengambil telaah terdahulu yang ada relevansinya dalam penelitian

ini diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Raini dengan judul: Konsep Guru

Profesional Dalam Buku “Gurunya Manusia” Karya Munif Chatib dan

Relevansinya Terhadap Guru PAI. Tujuan penelitiannya yaitu untuk

mendeskripsikan tentang konsep guru professional yang terkandung dalam

buku Gurunya Manusia karya Munif Chatib dan relevansinya dengan guru

PAI. Hasil penelitiannya antara lain:1

a. Konsep guru professional dalam buku Gurunya Manusia, dapat

dikategorikan berdasarkan kompetensi yang dimiliki guru, yaitu,

kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan

kompetensi professional.

b. Adapun relevansinya dengan guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

berkaitan dengan lima kompetensi pendidik yaitu kompetensi pedagogik,

1

Nur Raini, Konsep Guru Profesional Dalam Buku “Gurunya Manusia” Karya Munif Chatib

(18)

kompetensi kepribadian, kompetensi professional, kompetensi sosial dan

yang terakhir yaitu kompetensi kepemimpinan.

Adapun persamaan dengan penelitian yang saya buat yaitu sama-sama

menjelaskan tentang guru sehingga memberikan gambaran mengenai guru

yang professional. Sedangkan perbedaannya adalah dalam penelitian ini

membahas tentang relevansi konsep guru professional dalam buku “Gurunya

Manusia” karya Munif Chatib dengan guru PAI, sedangkan penelitian yang

saya buat berkaitan dengan tugas guru dalam proses pembelajaran berbasis

Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Rian Sulistyohadi dengan judul: Penerapan

Kecerdasan Majemuk Dalam Pembelajaran Keagamaan (Studi Multi Situs Di

MTsN Bandung Dan MTs Al-Huda Bandung). Tujuan penelitiannya yaitu

untuk mengetahui penerapan kecerdasan majemuk dalam proses

pembelajaran keagamaan di MTsN Bandung dan MTs Al-Huda Bandung.

Hasil penelitiannya antara lain:2

a. Penerapan kecerdasan linguistik di masing-masing lembaga pendidikan. Di

MTsN Bandung menitiktekankan pada aplikasi berbahasa. Sedangkan di

MTs Al Huda Bandung, kegiatan perencanaan meliputi pengenalan

mufrodat, metode Drill, metode ceramah, dan diskusi.

2

Rian Sulistyohadi, Penerapan Kecerdasan Majemuk Dalam Pembelajaran Keagamaan (Studi

(19)

b. Penerapan kecerdasan kinestetik di masing-masing lembaga pendidikan.

Di MTsN Bandung kegiatan perencanaan menggunakan metode ceramah

dan diskusi yang dipresentasikan di depan kelas. Dan di MTs Al Huda

Bandung perencanaannya menggunakan metode ceramah, dan kegiatan

diskusi yang terbatas.

c. Penerapan kecerdasan musikal di masing-masing lembaga pendidikan. Di

MTsN Bandung, kegiatan perencanaan menggunakan metode ceramah,

diskusi, dan tanya jawab dengan memperhatikan situasi dan kondisi. Dan

di MTs Al Huda Bandung kegiatan perencanaan menggunakan metode

ceramah dan CTL (Contekstual Teaching Learning).

d. Penerapan kecerdasan intrapersonal di masing-masing lembaga pendidikan.

Di MTsN Bandung menitik tekankan pada aplikasi perenungan dan

intropeksi diri. Adapun di MTs Al Huda Bandung kegiatan perencanaan

menggunakan metode lebih dominan yaitu ceramah.

e. Strategi penerapan kecerdasan majemuk dalam pembelajaran keagamaan.

Di MTsN Bandung, kegiatan perencanaan lebih terprogram di RPP.

Sedangkan di MTs Al Huda Bandung kegiatan perencanaan menekankan

pada peningkatan kompetensi pendidik dengan cara mengirimkan pendidik

ke acara study banding maupun workshop ke luar kota, dan lain-lain.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rian Sulistyohadi terdapat persamaan

(20)

majemuk dalam proses pembelajaran. Adapun perbedaannya adalah lokasi

yang digunakan untuk penelitian, di penelitiannya Rian Sulistyohadi

lokasinya di MTsN Bandung dan MTs Al-Huda Bandung, dan di penelitian

yang saya lakukan lokasinya di SD Immersion Ponorogo.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Ulvi Mualivah dengan judul: Analisis

Penerapan Konsep Kecerdasan Majemuk Pada Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam Dalam Mencapai Tujuan Pendidikan Nasional Di Kelas IV

Sekolah Dasar Juara Yogyakarta. Tujuan penelitiannya yaitu: untuk

mengetahui implementasi konsep kecerdasan majemuk dalam pembelajaran

PAI di kelas IV SD Juara Yogyakarta dan untuk mengetahui relevansi

penerapan kecerdasan majemuk pada pembelajaran PAI dengan tujuan

pendidikan nasional. Hasil penelitiannya antara lain:3

a. Berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui kegiatan pembelajaran di

sekolah. Upaya yang dilakukan melalui rencana pengajaran atau biasa

disebut juga dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Adapun

penerapan kecerdasan majemuk yang dilakukan guru pada pendidikan

agama islam yaitu dengan cara pengembangan kecerdasan majemuk

melalui setiap kali tatap muka atau satu kali pertemuan. Dengan demikian

dalam satu kali pertemuan akan dikembangkan beberapa kecerdasan.

3

(21)

Dalam pengembangan kecerdasan majemuk siswa pada pembelajaran PAI

dilakukan dengan cara menetapkan indicator atau subtema pembelajaran

yang akan dicapai dalam setiap kali pertemuan. Untuk mencapai indikator

tersebut digunakan bermacam-macam metode yang melibatkan beberapa

macam kecerdasan. Dari hasil penelitian yang dilakukan dari Sembilan

kecerdasan yang diungkapkan Gardner, pada materi shalat barulah

diterapkan delapan kecerdasan dalam hal ini yang belum diterapkan ialah

kecerdasan naturalis.

b. Relevansi penerapan konsep kecerdasan majemuk pada pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di kelas IV SD Juara Yogyakarta dengan tujuan

pendidikan nasional yaitu sebagai metode atau cara dalam mencapai

tujuan pendidikan nasional secara maksimal. Karena pembelajaran dengan

metode kecerdasan majemuk (Multiple Intellegences) lebih manusiawi

dan akan lebih baik jika kecenderungan individu dihargai dan diasah,

bukan diabaikan atau diminimalkan.

Adapun persamaan penelitian Ulvi Mualivah dengan penelitian saya yaitu

sama-sama membahas tentang penerapan Multiple Intelligences (kecerdasan

majemuk) dalam proses pembelajaran. Sedangkan perbedaannya adalah

dalam penelitian Ulvi Mualivah difokuskan pada pembelajaran PAI untuk

(22)

pada peran guru dalam proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences

(kecerdasan majemuk).

B. Kajian Teori

1. Peran Guru

a. Pengertian Guru

Secara etimologis (asal usul kata), istilah “guru” berasal dari

bahasa India yang artinya orang yang mengajarkan tentang kelepasan dari

sengsara. Dalam tradisi agama hindu, guru dikenal sebagai

“maharesiguru”, yakni para pengajar yang bertugas untuk menggembleng

para calon biksu di bhinaya panti (tempat pendidikan bagi para biksu).

Dalam bahasa Arab guru dikenal dengan al-muta’alim atau al-ustadz yang

bertugas memberikan ilmu dalam majelis taklim (tempat memperoleh

ilmu). Dengan demikian, al-muta’alim atau al-ustadz dalam hal ini

memunyai pengertian orang yang mempunyai tugas untuk membangun

aspek spiritual manusia. Guru merupakan seorang yang memiliki tugas

sebagai fasilitator sehingga siswa dapat belajar dan atau mengembangkan

potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, melalui lembaga

pendidikan sekolah, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun oleh

masyarakat atau swasta.4

4

(23)

Guru adalah orang yang memberikan ilmu kepada peserta didik,

serta membimbing jiwa mereka sekaligus pula mengarahkan tingkah laku

mereka kepada yang baik. Tugas mereka ada tiga yaitu: pertama,

mentransferkan ilmu, memberikan ilmu kepada peserta didiknya dalam

bentuk proses pengajaran. Kedua, menanamkan nilai-nilai yang baik,

dalam hal ini menanamkan value (nilai), di sinilah letak pembentukan

akhlakul karimah, membentuk karakter. Ketiga, melatih mereka untuk

memiliki keterampilan dan amal yang baik. Guru ini dapat berfungsi dan

melaksanakan tugasnya pada pendidikan formal dan nonformal.5

Guru juga memiliki tanggung jawab dan fungsi yang sangat

strategis dalam mengembangkan dan mengoptimalkan potensi yang

dimiliki oleh peserta didik. Memahami potensi peserta didik tidak bisa

dilakukan secara instan, tetapi berdasarkan pada urutan sikap dan perilaku

tertentu dari peserta didik dalam kurun waktu tertentu.6

Seorang guru dituntut juga untuk profesional dan berkarakter.

Guru yang profesional dan berkarakter adalah guru yang mampu dan mau

menjalankan tugasnya secara baik dan menginternalisasikan nilai-nilai

positif kepada siswa. Guru yang berkarakter siap untuk terus-menerus

meninjau arah hidup dan kehidupannya serta menjadikan profesinya

5

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filsafat (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), 103.

6

(24)

sebagai panggilan hidup. Guru senantiasa berusaha dan berjuang

mengembangkan berbagai potensi kecerdasan yang dimilikinya.7

b. Tugas Guru

Sebagai seorang guru tentunya memiliki tugas sebagai tanggung

jawabnya, yaitu antara lain: 8

1. Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program

pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta

mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program

dilaksanakan.

2. Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada

tingkat kedewasaan dan berkeribadian kamil seriring dengan tujuan

Allah menciptakannya.

3. Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, mengendalikann

kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait.

c. Sifat-sifat Guru

Seorang pendidik (guru) haruslah memiliki sifat-sifat sebagai

berikut: 9

1. Ikhlas, artinya suci, bersih, sesuatu yang tidak ternoda. Seorang guru,

memulai niatnya dengan ikhlas, agar semuanya menjadi tampak mena-

7 A. Rusdiana dan Yeti Heryati, Pendidikan Profesi Keguruan (Menjadi Guru Inspiratif dan

Inovatif) (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 66.

8

Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), 93.

9

(25)

rik dan indah.

2. Cinta, yaitu penggerak utama kreativitas manusia dalam hidup. Seorang

guru mestilah mencintai murid-muridnya, guru menjadikan muridnya

seperti anak kandungnya sendiri. Cinta sang gurulah yang akan

melahirkan semangat megajar guru, kelembutan hati, kasih sayang,

motivator, kerelaan berkorban, mengedepankan kesuksesan murid. Dari

cinta sang guru inilah lahirnya berbagai sifat dan sikap baik lainnya.

Dari cinta sang guru inilah lahir kepedulian.

3. Teladan, memiliki posisi penting dalam dunia pendidikan. Seorang

peserta didik termotivasi berakhlak baik, karena dia melihat contoh

teladan yang baik pula. Keteladannya adalah “guru” yang diam. Ia akan

memasuki relung hati sang murid, dan dihadapan matanya ada sosok

yang diidolakannya.

4. Objektif, yaitu membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah,

itulah gambaran dari sifat dan sikap objektif. Sikap ini adalah sikap

yang berasal dari sikap jujur dan benar. Di sini akan dilihat aplikasinya

tidak pilih kasih.

5. Emosi stabil, seorang guru harus dapat mengendalikan dirinya. Dapat

dimaklumi bahwa tingkah laku peserta didik bermacam-macam, di

antara mereka ada saja yang menjengkelkan guru, di sinilah dituntut

(26)

6. Tawadlu’, yaitu sifat rendah hati, lawannya sombong. Guru yang

rendah hati adalah guru yang rela menerima kebenaran dari mana pun

datangnya, walaupun itu dari muridnya, mungkin ada pendapat, saran

dan pemikiran muridnya yang cemerlang dan bagus, maka tanpa

merasa kehilangan wibawa sang guru dengan ikhlas menerimanya.

7. Qanaah (tidak materialistis), guru adalah manusia biasa, dia perlu

kebutuhan hidup, sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan.

Sikap yang diambil oleh guru dalam hal ini tidak mengandalkan prinsip

akhlakul karimahnya. Sang guru harus tegar mengedepankan prinsip

hidup qanaah. Banyak cara yang dapat ditempuh oleh guru yang

materialistik untuk memperoleh penghasilan yang tidak halal, tetapi itu

tidak dilakukannya. Prinsip seperti inilah yang disebut dengan prinsip

qanaah.

d. Peran dan Fungsi Guru

Status guru mempunyai implikasi terhadap peran dan fungsi yang

menjadi tanggung jawabnya. Guru memiliki satu kesatuan peran dan

fungsi yang tidak terpisahkan, antara kemampuan mendidik,

membimbing, mengajar dan melatih. Keempat kemampuan tersebut

merupakan kemampuan integratif, antara yang satu dengan yang lain tidak

dapat dipisahkan.10

(27)

Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik atau

siapa saja yang telah menerjemahkan diri sebagai guru. Semua peranan

yang diharapkan dari guru seperti berikut:11

1. Korektor. Guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana

nilai yang buruk. Kedua nilai ini mungkin telah anak didik miliki dan

mungkin pula telah mempengaruhinya sebelum anak didik masuk

sekolah.

2. Inspirator. Guru harus dapat memberikan petunjuk yang baik bagi

kemajuan belajar anak didik.

3. Informator. Guru harus dapat memberikan informasi perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Informasi yang baik dan efektif

diperlukan dari guru.

4. Organisator. Dalam bidang ini, guru memiliki kegiatan pengelolaan

akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik

dan sebagainya.

5. Motivator. Guru dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif

belajar. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan

kebutuhan anak didik.

6. Inisiator. Guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam

pendidikan dan pengajaran.

11

(28)

7. Fasilitator. Guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang

memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik.

8. Pembimbing. Kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing

anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa

bimbingan anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi

perkembangan dirinya.

9. Demonstrator. Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran

dapat anak didik pahami. Guru harus berusaha dengan membantunya,

dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis,

sehingga apa yang diinginkan guru sejalan dengan pemahaman anak

didik.

10.Pengelolaan kelas. Guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik,

karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru

dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru.

11.Mediator. Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman

yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan

jenisnya, baik media nonmaterial maupun materiil.

12.Supervisor. Guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki dan

menilai secara kritis terhadap proses pengajaran.

13.Evaluator. Guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik

(29)

trinsik dan instrinsik.

e. Kode Etik Guru

Sebagai seorang pendidik haruslah memiliki kode etik, yaitu

norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan antara pendidik dan

peserta didik, orang tua peserta didik, koleganya, masyarakat serta dengan

atasannya. Etika pendidik terbagi atas tiga macam, yaitu: 12

1. Etika yang terkait dengan dirinya sendiri yaitu: (1) memiliki sifat

keagamaan yang baik, meliputi tunduk dan patuh terhadap syari’at

Allah dalam bentuk ucapan dan perbuatan, baik yang wajib maupun

yang sunnah, senantiasa membaca Al-Qur’an, berdzikir baik dengan

hati maupun lisan, memelihara wibawa Nabi Muhammad SAW,

menjaga perilaku lahir dan batin, (2) memiliki akhlak yang mulia,

seperti menghias diri dengan menjaga diri, khusyu’, tawadlu’, qanaah,

zuhud dan memiliki daya dan hasrat yang kuat.

2. Etika terhadap peserta didiknya yaitu: (1) sifat adabiyah yang terkait

dengan akhlak mulia, (2) sifat-sifat memudahkan, menyenangkan dan

menyelamatkan.

3. Etika dalam proses belajar mengajar yaitu: (1) sifat-sifat memudahkan,

menyenangkan dan menyelamatkan, (2) sifat seni (menyenangkan)

dalam mengajar sehingga peserta didik tidak merasa bosan.

12

(30)

8. Proses Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan

Majemuk)

a. Pengertian Proses Pembelajaran

Proses menurut Wikipedia adalah urutan pelaksanaan atau

kejadian yang saling terkait yang bersama-sama mengubah masukan

menjadi keluaran. Pelaksanaan ini dapat dilakukan oleh manusia, alam

atau mesin dengan menggunakan berbagai sumber daya.13

Pengertian proses secara umum adalah serangkaian langkah

sistematis, atau tahapan yang jelas dan dapat ditempuh berulangkali, untuk

mencapai hasil yang diinginkan. Jika ditempuh, setiap tahapan itu secara

konsisten mengarah pada hasil yang diinginkan.14

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran

merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses

pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran serta

pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.

Dengan kata lain pembelajaran adalah proses untuk membantu

peserta didik agar dapaat belajar dengan baik. Proses pembelajaran

dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku kapanpun

dan dimanapun. Menurut Dimyati dan Mudjiono, pembelajaran adalah

13

https://id.m.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 18 Mei 2018, pukul 10.45 WIB.

14

(31)

kegiatan guru secara terprogram untuk membuat belajar secara aktif, yang

menekankan pada sumber belajar.15

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pasal I ayat 20 dinyatakan bahwa pembelajaran

adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar

pada suatu lingkungan belajar.16

Jadi pembelajaran adalah usaha membantu siswa atau anak didik

mencapai perubahan struktur kognitif melalui pemahaman. Sedangkan

dalam psikologi humanistik, pembelajaran adalah usaha guru untuk

menciptakan suasana yang menyenangkan untuk belajar (enjoy learning),

yang membuat siswa dipanggil untuk belajar. Sehingga disini ada

semangat pada siswa untuk belajar dengan baik.17

b. Sejarah munculnya Multiple Inteligences (Kecerdasan Majemuk)

Sejarah penemuan teori Multiple Intelligences awalnya merupakan

teori kecerdasan dalam ranah psikologi.18 Howard Gardner merupakan

penggagas teori Multiple Intelligences yakni pada tahun 1983. Gardner

mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan

masalah atau menciptakan produk yang berharga dalam satu atau berbagai

lingkungan budaya dan masyarakat. Dari definisi tersebut terdapat hal

15 Syaiful Sagala, Pengembangan Pembelajaran (Jakarta: Media, 2011), 61.

16

UUD No. 20, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Depdiknas), I.

17

Sudjana dan Rivai, Media Pembelajaran (Bandung: Sinar Baru, 1990), 81.

18

(32)

yang bisa digaris bawahi yaitu kata “kemampuan”. Kemampuan berasal

dari kata “mampu” atau memiliki kemampuan dari dua hal, yaitu

pembiasaan-pembiasaan yang disebabkan oleh perilaku fisik dan

pembiasaan-pembiasaan yang disebabkan oleh factor non fisik.

Pembiasaan-pembiasaan yang disebabakan oleh perilaku fisik dihasilkan

oleh gerakan kinetik tubuh, seperti memainkan alat musik, membentuk

pola, menentukan gradasi warna, dan lain sebagainya yang berhubungan

dengan perilaku fisik. Sedangkan pembiasaan-pembiasaan yang

disebabkan oleh faktor non fisik, tindakan tersebut berupa pemikiran yang

terpola pada bentuk kebiasaan dalam kemampuan mengolah kata,

memahami perhitungan bilangan dalam matematika, merasa nyaman dan

bahagia dalam interaksi personal, serta merefleksikan lingkungan.19

Kecerdasan seseorang dapat dilihat dari banyak dimensi, tidak

hanya kecerdasan verbal (berbahasa) atau kecerdasan logika. Gardner

dengan cerdas member label “multiple” (jamak atau majemuk) pada

luasnya makna kecerdasan. Gardner sepertinya sengaja tidak memberikan

label tertentu pada makna kecerdasan seperti yang dilakukan oleh para

penemu teori kecerdasan lain. Namun, Gardner menggunakan istilah

multiple” sehingga memungkinkan ranah kecerdasan tersebut terus

berkembang. Dan terbukti ranah kecerdasan yang ditemukan Gardner

19

(33)

terus berkembang, mulai dari enam kecerdasan (ketika pertama kali

konsep ini muncul) hingga sembilan kecerdasan.20 Bahkan Gardner

menambahkan keyakinannya akan adanya kecerdasan-kecerdasan baru

yang belum ditemukan, sehingga hal itu menandakan betapa luasnya arti

sebuah kecerdasan.

c. Pengertian Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk)

Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang secara harfiah berarti

sempurna perkembangan akal budinya, pandai dan tajam pemikirannya.21

Kecerdasan adalah kemampuan seseorang dalam memproses jenis

informasi tertentu yang berasal dari faktor biologis dan psikologis

manusia. Teori kecerdasan ini mulanya untuk ranah psikologi, yang

kemudian dikembangkan di dunia pendidikan.

Menurut Gardner, kecerdasan adalah kemampuan untuk

menyelesaikan masalah, atau menciptakan produk, yang berharga dalam

satu atau beberapa lingkungan budaya dan masyarakat.22 Kecerdasan

merupakan kemampuan umum yang ditemukan dalam berbagai tingkat

pada setiap individu sebagai kumpulan kemampuan bakat dan

keterampilan emosi mental.23

20

Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia (Bandung: Kaifa, 2014), 75-76.

21

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2003), 46.

22

Howard Gardner, Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) Kecerdasan Teori dalam Praktek. Terj oleh Alexander Sindoro (Batam: Interaksa, 2003), 22.

23Ibid.,

(34)

Kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan

diri terhadap situasi baru secara cepar dan efektif. Menurut Ratna

Sulastami dan Erlinda Manaf Mahdi, kecerdasan meliputi tiga pengertian,

yaitu:

a. Kemampuan beradaptasi dan memenuhi tuntutan situasi (lingkungan)

yang dihadapi dengan tepat dan efektif

b. Kemampuan menggunakan konsep-konsep abstrak secara efektif

c. Kemampuan memahami hubungan dan mempelajarinya secara cepat.24

Kata majemuk adalah gabungan dua kata (morfem) dasar yang

pada akhirnya memiliki makna baru.25 Sedangkan pengertian kecerdasan

majemuk adalah pendekatan perkembangan dalam belajar yang ditandai

anak tumbuh dan berkembang sebagai suatu keseluruhan, tidak hanya satu

dimensi saja yang berkembang dalam suatu waktu tertentu atau sebaliknya

tidak semua dimensi memiliki kecepatan perkembangan yang sama. Teori

kecerdasan majemuk merupakan validasi tertinggi gagasan bahwa

perbedaan individu adalah penting.26

d. Macam-macam Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk)

Multiple Intellegences (Kecerdasan Majemuk) merupakan teori

kecerdasan yang dikemukakan oleh Howard Gardner, seorang psikolog

24

Ratna Sulastami D. dan Erlinda Manaf Mahdi, Universal Intelligence: Tonggak Kecerdasan untuk Menciptakan Strategi dan Solusi Menghadapi Perbedaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), 37.

25

www.studibelajar.com/kata-majemuk/. Diakses tanggal 03 Januari 2018 pukul 13.40 WIB.

26

(35)

dari Harvard University, bahwa setiap anak punya kecenderungan

kecerdasan dari sembilan kecerdasan, yaitu cerdas bahasa (linguistik),

cerdas matematis-logis (kognitif), cerdas gambar dan ruang

(visual-spasial), cerdas musik, cerdas gerak (kinestetis), cerdas bergaul

(interpersonal), cerdas diri (intrapersonal), cerdas alam dan cerdas

eksistensial.27

1. Kecerdasan linguistik (cerdas bahasa)

Merupakan kemampuan berpikir dalam bentuk kata-kata,

menggunakan bahasa untuk mengekspresikan, dan menghargai makna

yang kompleks. Karakteristiknya meliputi:

a) Mendengar serta merespons setiap suara ritme, warna dan berbagai

ungkapan kata.

b)Menirukan suara, bahasa, membaca, dan menulis dari orang

lainnya.

c) Menyimak, membaca termasuk mengeja, menulis dan diskusi.

Adapun strategi mengajar yang bisa dilakukan yaitu melalui:

Membaca, menulis informasi, menulis naskah, wawancara, presentasi,

mendongeng, bercerita, debat, membaca puisi, dan lain-lain. Dari

strategi mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir

terbaik sebagai: Cerpenis, sastrawan, pembaca puisi, penulis buku,

penulis naskah, drama, wartawan, dan lain-lain.

27

(36)

2. Kecerdasan logis-matematis (cerdas angka)

Merupakan kecerdasan dalam hal angka dan logika. Kecerdasan ini

melibatkan keterampilan mengolah angka dan kemahiran

menggunakan logika atau akal sehat.28 Karakteristiknya meliputi:

a) Kepekaan dalam memahami pola-pola logis atau numeris, dan

kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang.

b)Memiliki respons yang cepat terhadap kalkulasi angka.

c) Mengenal konsep-konsep yang bersifat kuantitas, waktu dan

hubungan sebab akibat.

Seorang guru dalam mengajarkan kecerdasan ini bisa melalui berbagai

strategi di antaranya: Grafik, pembuatan pola, kode, perhitungan,

tebak angka, tebak simbol, dan lain-lain. Dari strategi mengajar

tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir terbaik sebagai:

Astronot, ilmuwan, ahli ekonomi, ahli statistic, pengacara, dokter, dan

lain-lain.

3. Kecerdasan spasial-visual (cerdas ruang dan gambar)

Merupakan kemapuan untuk memvisualisasikan gambar di dalam diri

seseorang.29 Kecerdasan ini sebagai cara pandang dalam proyeksi

tertentu dan kapasitas untuk berpikir dalam tiga cara dimensi.

28

Elis Nurapipah, Penerapan Konsep Pendidikan Berbasis Multiple Intelligences Munif Chatib Dalam Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Skripsi: UIN Yogyakarta, 2015), 12.

29

(37)

Kecerdasan ini memungkinkan seseorang untuk melakukan eksplorasi

imajinasi, misalnya memodifikasi bayangan suatu objek dengan

melakukan percobaan sederhana. Karakteristiknya meliputi:

a) Belajar dengan melihat dan mengamati.

b)Merasakan dan menghasilkan imajinasi memvisualisasikan secara

detail.

c) Menciptakan bentuk-bentuk baru dari media visual-spasial atau

karya seni asli.

Strategi mengajar yang bisa digunakan antara lain: Visualisasi,

fotografi, dekorasi ruang, desain, melukis, kaligrafi, dan lain-lain. Dari

strategi mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir

terbaik sebagai: Perancang, seniman, pelukis, pembuat patung, arsitek,

sutradara, dan lain-lain.

4. Kecerdasan kinestetis (cerdas olah tubuh-jasmani)

Merupakan kemampuan belajar lewat tindakan dan pengalaman

melalui praktik langsung. Karakteristiknya meliputi:

a) Menjelajahi lingkungan dan sasaran melalui sentuhan dan gerakan

b)Mengerti dan hidup dalam standar kesehatan fisik

c) Memiliki kegemaran dalam bidang olahraga atau olah tubuh

Strategi mengajar yang bisa digunakan antara lain: Menari, pantonim,

(38)

mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir terbaik

sebagai: Atlet, penari, guru tari, mekanik, instruktur tari, dan

lain-lain.30.

5. Kecerdasan musik (cerdas musik)

Merupakan kemampuan seseorang yang punya sensitivitas pada pola

titi nada, melodi, ritme, dan nada. Musik tidak hanya dipelajari secara

audiotori, tapi juga melibatkan semua fungsi pancaindra.

Karakteristiknya meliputi:

a) Mendengarkan dan merespons dengan ketertarikan terhadap

berbagai bunyi

b)Menikmati dan mencari kesempatan untuk mendengarkan music

atau suara-suara alam pada suasana belajar

c) Dapat menciptakan komposisi asli dan tau instrument musik

Strategi mengajar yang bisa digunakan meliputi: Konser, bernyanyi,

paduan suara, menciptakan lagu, merancang irama lagu, dan lain-lain.

Dari strategi mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir

terbaik sebagai: Penyanyi, composer, musisi, pencipta lagu, pembuat

instrument musik, dan lain-lain.

6. Kecerdasan interpersonal (cerdas bergaul)

Kecerdasan interpersonal (berkaitan dengan hubungan pribadi sosial),

30

(39)

yaitu kecerdasan antar pribadi dibangun antara lain atas kemauan inti

dan untuk mengenali perbedaan: secara khusus, perbedaan besar

dalam suasana hati, tempramen, motivasi dan kehendak.31

Karakteristiknya meliputi:

a) Terikat dengan orang tua dan berinteraksi dengan orang lain

b)Membentuk dan menjaga hubungan sosial

c) Mempengaruhi pendapat dan perbuatan orang lain

Strategi mengajar yang bisa dilakukan antara lain: Tenaga pemasaran,

kerja kelompok, belajar kelompok, kerja sama, negosiasi, dan

lain-lain. Dari strategi mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi

akhir terbaik sebagai: Konselor, politikus, penghibur, pemimpin,

manajer, kepala sekolah, dan lain-lain.

7. Kecerdasan intrapersonal (cerdas diri)

Kecerdasan intrapersonal (berkaitan dengan hal-hal yang sangat

mempribadi)32 dan merupakan kemampuan membuat persepsi yang

akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam itu

dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang.

Karakteristiknya meliputi:

a) Memahami perasaan sendiri, pengetahuan tentang pengenalan diri

sendiri termasuk kekuatan dan kelemahan diri

31

Howard Gardner, Multiple Intelligences…,45.

32

(40)

b)Mengembangkan model diri yang akurat

c) Bekerja mandiri

Strategi mengajar yang bisa diguunakan antara lain: Berbagi kisah,

motivasi diri, belajar melalui perasaan, nilai-nilai, sikap, dan lain-lain.

Dari strategi mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir

terbaik sebagai: Psiko-terapis, pemimpin agama, penasehat, motivator,

dan lain-lain.

8. Kecerdasan naturalis (cerdas alam)

Merupakan jenis kecerdasan yang erat berhubungan dengan

lingkungan, flora dan fauna, yang tidak hanya menyenangi alam untuk

dinikmati keindahannya, akan tetapi sekaligus juga punya kepedulian

untuk kelestarian alam tersebut. Karakteristiknya meliputi:

a) Kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan dan kerusakan

lingkungan dan ketidakseimbangan ekosistem.

b)Kemampuan meneliti gejala-gejala alam, mengklasifikasi dan

mengidentifikasi penyebab gejala-gejala alam.

c) Menunjukkan kesenangan terhadap dunia hewan dan tumbuhan.

Strategi mengajar yang bisa dilakukan antara lain: Koleksi tumbuhan,

wisata alam, menanam pohon, memelihara hewan, dan lain-lain. Dari

strategi mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir

(41)

lain-lain.

9. Kecerdasan eksistensialis (cerdas spiritual)

Merupakan kesiapan manusia dalam menghadapi kematian.

Karakteristiknya meliputi:

a) Kesadaran akan Tuhan

b) Kecerdasan ini memiliki ciri-ciri: cenderung bersikap

mempertanyakan segala sesuatu mengenai keberadaan manusia, arti

kehidupan, mengapa manusia mengalami kematian, dan realitas

yang dihadapinya.

Strategi mengajar yang bisa dilakukan antara lain:

a) Menceritakan peristiwa, seperti tsunami di Aceh, gempa dan

tsunami di Jepang, atau letusan gunung merapi di Yogyakarta.

b)Mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa kematian, muhasabah

(introspeksi) dan ziarah ke makam.

Dari strategi mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir

terbaik sebagai: Tidak dapat dinyatakan dalam dunia kerja atau

sebagai profesi, tetapi merupakan wujud kesiapan dan bakal menuju

kehidupan yang kekal setelah kematian.33

e. Konsep Mendidik Kecerdasan Majemuk menurut Munif Chatib

Multiple intelligences merupakan teori kecerdasan jamak yang

sebelumnya telah dikemukakan oleh pencetusnya yaitu Howard Gardner

(42)

dan kemudian dikembangkan oleh Thomas Amstrong. Ketika sampai di

Indonesia teori multiple intelligences akhirnya dikembangkan oleh Munif

Chatib seorang dosen, trainer dan konsultan pendidikan di Lazuardi Next

World View Jakarta dan Surabaya.

Munif Chatib juga seorang penulis dengan karya empat buku

best-seller pendidikan. Pokok-pokok pikiran Munif Chatib tentang multiple

intelligences, diantaranya yaitu: 1) Munif Chatib mendefinisikan bahwa

setiap individu itu unik dan masing-masing peserta didik memiliki

multiple intelligences yang berbeda. Sumber kecerdasan seseorang adalah

kebiasaannya untuk membuat produk-produk baru yang mempunyai nilai

daya (kreativitas) dan kebiasaannya menyelesaikan masalah secara

mandiri (problem solving), 2) Ada hal menarik dari intisari hasil

belajarnya tersebut dan dikemas dalam sebuah rumus yang cukup

mengagetkan banyak orang, yaitu sebuah rumus untuk sekolah unggul.

Sekolah unggul menurut beliau adalah sekolah yang memandang tidak ada

siswa yang bodoh dan semua siswanya merasakan tidak ada pelajaran

satupun yang sulit.

Setiap sekolah dimanapun dengan kualitas apapun, para siswanya

adalah amanah yang perlu dijaga. Dan orang yang paling

(43)

mempunyai guru profesional. Dan penyelenggara sekolah yang

profesional adalah yang selalu memikirkan kesejahteraan para gurunya.

Menurut Munif Chatib cara mendidik kecerdasan majemuk yaitu

dilihat dari potensi yang dimiliki oleh pendidik dan peserta didik. Sekolah

unggul yang menganut konsep “the best process” dapat berhasil apabila

didukung oleh kualitas guru yang professional. Menjadi guru professional

berarti menjadi guru yang tidak pernah berhenti belajar. Aset terbesar dan

paling bernilai di sebuah sekolah adalah guru yang berkualitas.

Agar dapat membantu siswa belajar dengan teori multiple

intelligences guru harus mengenal multiple intelligences siswa, antara lain

melalui tes, mengamati kegiatan siswa di luar kelas dan mengetahui serta

memahami data-data siswa. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam persiapan mengajar, yaitu berfokus pada topik tertentu,

menganalisa pendekatan multiple intelligences yang sesuai dengan materi

ajar yang akan diberikan, membuat skema untuk mendapatkan gambaran

dalam menentukan metode yang dapat digunakan, memilih dan menyusun

dalam rencana pembelajaran.34

f. Proses Pembelajaran Berbasis Multiple Intteligences (Kecerdasan

Majemuk)

Menurut paparan teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

34

(44)

ses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk)

merupakan serangkaian pelaksanaan kegiatan interaksi antara pendidik

dan peserta didik untuk menerapkan sembilan kecerdasan yang dimiliki

oleh masing-masing peserta didik yang dikemas dalam kegiatan belajar

mengajar. Sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakan dapat

membantu guru untuk memprogram kegiatan belajar yang aktif dan

menekankan pada sumber belajar.35

Pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan

Majemuk) biasanya menggunakan proses pembelajaran kooperatif. Yaitu

proses pembalajaran yang secara aktif melibatkan kecerdasan

interpersonal, mengajar siswa untuk dapat bekerjasama dengan baik

dengan orang lain, mendorong kolaborasi (kerjasama), berkompromi dan

bermusyawarah mencapai kesepakatan. Dan secara umum menyiapkan

mereka untuk dunia hubungan personal dan bisnis yang sebenarnya.36

Ada empat komponen dasar dalam pembelajaran kooperatif yang

harus diketahui oleh seorang guru, yaitu:37

1. Dalam pembelajaran kooperatif, semua anggota kelompok perlu

bekerjasama untuk menyelesaikan tugas

2. Kelompok pembelajaran kooperatif seharusnya heterogen

35 Syaiful Sagala, Pengembangan Pembelajaran…, 61.

36

Julia Jasmine, Mengajar dengan Metode Kecerdasan Majemuk: Implementasi Multiple Intelligences (Bandung: Nuansa, 2007), 139.

37Ibid

(45)

3. Aktivitas-aktivitas pembelajaran kooperatif perlu dirancang

sedemikian rupa sehingga setiap siswa berkontribusi kepada kelompok

dan setiap anggota kelompok dapat dinilai atas dasar kinerjanya.

4. Tim pembelajaran kooperatif perlu mengetahui tujuan akademik

maupun sosial suatu pelajaran.

Selama pembelajaran kooperatif, seorang guru juga harus

mengetahui peran apa saja yang harus ia jalankan. Guru mempunyai

beberapa keputusan penting untuk memprioritaskan suatu pelajaran dari

pelajaran lainnya, tetapi tatkala siswa belajar dalam kelompok kooperatif,

peran guru hanyalah sebagai fasilitator selain itu juga sebagai pelatih.

Ketika semuanya berjalan lancar, guru hendaknya berkeliling dan

mengamati bagaimana tim bekerja.

Setelah mengetahui peran apa saja yang harus dijalankan,

kemudian seorang guru harus menyiapkan beberapa tahapan dalam

pembelajaran, di antaranya yaitu:

1. Perencanaan dalam proses pembelajaran berbasis Multiple

Intelligences (Kecerdasan Majemuk). Dua hal pokok yang dilakukan

guru dalam merencanakan pembelajaran berbasis multiple intelligences,

yaitu: mengenali multiple intelligences siswa dan membuat rencana

pembelajaran/lesson plan. Beberapa langkah yang perlu diperhatikan

(46)

antara lain: mengenal intelegensi ganda siswa, mempersiapkan

pengajaran, strategi pengajaran, dan menentukan evaluasi.

2. Pelaksanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences

(Implementing). Guru membagi kegiatan pembelajaran menjadi tiga

bagian, yaitu: a) kegiatan awal, meliputi pra-pembelajaran dan

pemberian apersepsi, b) kegiatan inti, meliputi kegiatan pembelajaran

berbasis multiple intelligences, serta c) kegiatan akhir.

3. Penilaian pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Assessment).

Menurut Munif Chatib, teori multiple intelligences menganjurkan sistem

yang tidak bergantung pada tes standar atau tes yang didasarkan pada

nilai formal, tetapi lebih banyak didasarkan pada penilaian autentik yang

mengacu pada kriteria khusus dengan menggunakan tes yang memiliki

titik acuan spesifik dan ipsative/tes yang membandingkan prestasi siswa

saat ini dengan prestasinya yang lalu. Adapun jenis penilaian kognitif

menurut Munif Chatib meliputi tes dan tugas. Penilaian psikomotorik

yaitu: a) unjuk kerja atau kinerja, b) penilaian proyek, dan c) penilaian

portofolio. Dan penilaian afektif yang dilakukan guru adalah dengan

melakukan pengamatan untuk menilai sikap siswa selama

pembelajaran.38

38

(47)

Adapun kontekstualisasi pembelajaran berbasis Multiple

Intelligences (kecerdasan majemuk) di sekolah menurut Munif Chatib

dijelaskan bahwa konsep pembelajaran berbasis Multiple Intelligences di

sekolah secara global meliputi tiga tahap penting, yaitu: input, proses dan

output. Pada tahap input, menggunakan multiple intelligences research

(MIR) dalam penerimaan peserta didik barunya. Tahapan yang kedua

adalah tahapan pada proses pembelajaran, dimana nantinya gaya mengajar

gurunya harus sama dengan gaya belajar peserta didiknya. Pada tahap

proses, pembelajaran berbasis multiple intelligences ini, terdapat teknik

dan strategi mengajar baik itu dalam pemilihan media dan pendekatan

pembelajaran. Pada tahap output, dalam pembelajaran berbasis multiple

intelligences ini menggunakan penilaian autentik. Penilaian autentik

adalah sebuah penilaian terhadap sosok utuh seorang peserta didik yang

bukan diukur dari segi kognitifnya saja melainkan juga diukur dari segi

afektif dan psikomotorik peserta didik.39 Dalam artian tahap ketiga ini

tugas sekolah yaitu bagaimana proses pengambilan nilai (assessment)

terhadap aktivitas pembelajaran yang adil dan manusiawi sehingga didapat

hasil pembelajaran yang otentik dan terukur.40

39

Munif Chatib, Sekolahnya Manusia (Bandung: Kaifa, 2016), 86-157.

40

(48)

43   

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena yang dialami oleh subyek penelitian. Dalam hal ini jenis

penelitian yang digunakan peneliti lapangan adalah studi kasus yaitu uraian dari

penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu

kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program atau suatu situasi social.

Peneliti studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek

yang diteliti.1

Jenis penelitian studi kasus ini digunakan karena peneliti dapat meneliti

terkait tentang kejadian, aktivitas, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh

SD Immersion Ponorogo.

B. Kehadiran Peneliti

Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan

berperanserta, namun peranan penelitianlah yang menentukan keseluruhan

      

1

(49)

 

skenarionya. Sehingga dalam penelitian ini, seorang peneliti bertindak sebagai

instrument kunci sekaligus pengumpul data.2

Untuk itu dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrument

kunci, partisipan penuh sekaligus pengumpul data yang mana informan

mengetahui peneliti melakukan penelitian agar mempermudah dalam melakukan

pengumpulan data. Adapun instrumen yang lain hanya sebagai penunjang.

Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan mutlak diperlukan

sebagai partisipan penuh, pengamat partisipan atau pengamat penuh.3

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di SD Immersion Ponorogo. Peneliti memilih

lokasi ini karena di sekolah tersebut terdapat kegiatan dalam meningkatkan

kualitas tenaga pendidik (guru) untuk mempersiapkan diri mengajar dalam proses

pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk).

Oleh karena itu dengan fenomena yang sudah baik tersebut peneliti

memilih sekolah tersebut untuk dijadikan lokasi penelitian. Meskipun objek

penelitian ini adalah suatu fakta yang sangat mungkin ditemukan atau wilayah

lain, akan tetapi oleh karena beberapa alasan dan pertimbangan, terutama masalah

dana dan waktu, maka pengamatan di lapangan hanya difokuskan pada fakta yang

terjadi di SD Immersion Ponorogo.

      

2

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), 163.

3

(50)

 

D. Data dan Sumber Data

Data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan

selebihnya adalah tambahan seperti sumber data tertulis dan foto. Yang dimaksud

kata-kata dan tindakan yaitu kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati

atau diwawancarai.4

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ini adalah para guru yang

dipilih untuk melaksanakan proses pembelajaran, siswa-siswi yang mengikuti

proses pembelajaran serta Waka Kurikulum, selebihnya adalah tambahan seperti

dokumen dan lainnya.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi wawancara,

observasi, dokumentasi dan triangulasi.

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban

atas pertanyaan itu.5

Wawancara kualitatif merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan

data dan informasi. Penggunaan metode ini didasarkan pada dua alas an.

Pertama, dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak apa saja yang

      

4

Tim Penyusun, Buku Pedoman Penulisan Skripsi, 48.

5

(51)

 

diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi apa yang tersembunyi jauh di

dalam diri subjek penelitian. Kedua, apa yang ditanyakan pada inorman bisa

mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa

lampau, masa kini dan juga masa mendatang. Wawancara yan digunakan

adalah wawancara kualitatif. Artinya, peneliti mengajukan

pertanyaan-pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh suatu suasana

pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.6

Untuk mengetahui lebih dalam tentang penelitian ini, peneliti melakukan

wawancara dengan kepala sekolah, pihak dewan guru, siswa-siswi SD

Immersion Ponorogo.

2. Teknik observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara

sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.7 Metode

observasi (pengamatan) merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang

mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan

dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan

dan perasaan.8

Dengan teknik ini, peneliti mengamati tingkah laku objek ketika

mengikuti kegiatan pembinaan moral yang dilakukan oleh para siswa dan guru.

      

6

Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 176.

7

Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 158.

8

(52)

 

3. Teknik dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlaku.

Dokumentasi bisa berbentuk tulisan atau gambar. Dokumen yang berbentuk

tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita,

biografi, peraturan, kebijakan. Dokumentasi ini berbentuk gambar misalnya

foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Studi dokumentasi merupakan

pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian

kualitatif.9

Dengan teknik ini, peneliti menggali data melalui catatan harian,

foto-foto dan lain-lain.

4. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling

digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.

a. Membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan sustu informasi

yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian

kualitatif.10

      

9

Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan RD (Bandung: Alfabeta, 2007), 329.

10

(53)

 

b. Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan

apa yang dikatakannya secara pribadi.

c. Membandingkan dengan apa yang dilakukan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

d. Membandingkan keadaan dan pperspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan seperti orang yang berpendidikan, menengah atau

tinggi, orang pemerintah.

e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi satu dokumen yang

berkaitan.11

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan

kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengoorganisasikan data,

menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola,

memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat

kesimpulannya dapat diceritakan kepada orang lain.12

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

konsep yang diberikan Miles dan Huberman yang mengemukakan bahwa

aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung

      

11

M. Djunaidi Ghony, Metode Penelitian Kualitatif, 144-147.

12

(54)

 

secara terus-menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan

datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data, meliputi:13

1. Reduksi data

Dalam konteks penelitian reduksi data adalah penelitian merangkum dan

memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,

membuat kategori. Dengan demikian data yang telah direduksi oleh peneliti

telah memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya.

2. Penyajian data

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah peneliti menyajikan data

kedalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik,

matrik, network dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh

data selama penelitian, maka pola tersebut telah menjadi pola yang baku yang

selanjutnya akan di displaykan pada laporan akhir penelitian.

3. Penarikan kesimpulan

Peneliti menarik kesimpulan data-data yang telah diperoleh dengan

menggunakan metode induktif yang penarikan kesimpulan yang dinilai dari

pernyataan atau fakta-fakta khusus menuju pada kesimpulan umum.

G. Pengecekan Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbarui dari konsep

kesahihan validitas dan keandalan realibilitas.14 Untuk menentukan keabsahan       

13

(55)

 

data diperlukan teknik pemeriksaan, yakni pemeriksaan didasarkan atas jumlah

kriteria tertentu ada empat kriteria dalam menentukan keabsahan data yakni

derajat kepercayaan, keteralihan, ketergantungan dan kepastian.15 Dalam

keabsahan data diadakan pengecekan dengan teknik:

1. Pengamatan yang tekun

Ketekunan yang dimaksud ialah menemukan cirri-ciri dan unsur dalam

situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari.

Ketekunan pengamatan ini digunakan dengan cara pertama mengadakan

pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap

factor-faktor yang menonjol dan yang ada hubungannya dengan paradigma, kedua

menelaah secara rinci sampai pada suatu titik sehingga pada pemeriksaan tahap

awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah dippahami

dengan cara yang biasa.

2. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling

digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.

       

14

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), 171-177.

15

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan langkah-langkah strategi pembelajaran berbasis multiple intelligences yang dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas

Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahuai pola asuh orang tua siswa kelas XI jurusan kecantikan SMKN 2 Ponorogo Tahun Ajaran 2017/2018, (2) Untuk mengetahui peran

Pengkategorian tersebut dapat diketahui bahwa yang menyatakan kecerdasan adversitas ( Adversity Quotient ) mahasiswa Jurusan PAI Semester IV IAIN Ponorogo Tahun Akademik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan teori kecerdasan ganda ( Multiple Intelligences ) terhadap tingkat keterlibatan dan pemahaman siswa dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran yayasan LKSA yatim piatu Al-Ikhlas Ponorogo dalam membentuk karakter anak asuh yang mandiri, disiplin dan bertanggung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1 Manajemen kelas fisik berbasis multiple intelligences pada siswa kelas V di SD Plus Al-Kautsar Malang adalah meliputi penataan perlengkapan

Multiple Intelligences Research adalah sebuah alat Tes untuk menentukan suatu kecendrungan kecerdasan dari setiap siswa dalam hal ini digunakan oleh SD Plus

Validitas buku teks strategi pembelajaran berbasis multiple intelligences: tinjauan teoritis dan praktis di SD/MI dilakukan oleh 3 orang pakar atau ahli, antara lain: ahli