vii
ABSTRAK
Maulida, Ahsana Matswaya. 2018 Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) (Studi Kasus di
SD Immersioon Ponorogo). Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Lia Amalia, M.Si.
Kata Kunci: Guru, Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk)
Seorang guru harus selalu meningkatkan kualitas dirinya. Guru memiliki peran utama dalam proses pembelajaran. Salah satu tugas guru yaitu mengenali kecerdasan para siswa-siswanya. Siswa dituntut untuk selalu aktif, kreatif, cakap dan mandiri. Oleh karena itu siswa diminta untuk terus mengembangkan kemampuannya baik dalam kemampuan sikap (afektif), pengetahuan (kognitif) maupun keterampilan (psikomotorik). Salah satu solusi yang bisa menangani hal tersebut adalah dengan mengenali kecerdasan mereka melalui metode pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences). Dari latar belakang inilah, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian stusi kasus dengan judul “Peran Guru Dalam Proses
Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) (Studi Kasus di SD Immersion Ponorogo)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Bagaimana peran guru dalam proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo, (2) Bagaimana hasil proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, penulis melalukan penelitian di SD Immersion Ponorogo menggunakan pendekatan kualitatif jenis penelitian studi kasus. Pengumpulan data dari penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi, sedangkan teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini masyarakat Indonesia tengah memasuki era globalisasi
dan moderenisasi yang penuh dengan tantangan yang menuntut masyarakat
Indonesia menjadi manusia yang lebih berkualitas tinggi dengan wawasan luas
dan segala ketrampilan yang dimiliki. Seiring dengan kemajuan dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi, maka setiap organisasi harus mampu
menerapkan, memanfaatkan, serta mengelolanya. Berhubungan dengan
perkembangan tersebut, maka pelaksanaan berbagai usaha yang dilakukan
organisasi maupun lembaga harus sejalan dengan kemajuan dan perkembangan
yang ada.1
Salah satu usaha yang dapat dilakukan organisasi atau lembaga yaitu
pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia
dapat didefinisikan sebagai seperangkat aktivitas yang sistematis dan terencana
yang dirancang dalam memfasilitasi para pegawainya dengan kecakapan yang
dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan, baik pada saat ini maupun masa
yang akan datang. Serta suatu usaha yang terencana dan berkelanjutan yang
1
dilakukan oleh organisasi dalam meningkatkan kompetensi pegawai dan kinerja
organisasi melalui program-program pelatihan, pendidikan, dan pengembangan.
Pendidikan harus memenuhi standar, metode dan kurikulum yang tepat,
serta kualitas guru yang baik. Dalam pembelajaran yang harus diperhatikan
adalah proses, bukan semata-mata hasil akhir. Dengan kondisi tenaga pendidik
yang diposisikan sebagai sentral keterlaksanaan proses pembelajaran di sekolah,
maka senantiasa menjadi topik pembicaraan dan sorotan banyak pihak berkaitan
dengan kinerjanya.
Meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, bukan hanya menjadi
tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab semua
lapisan masyarakat. Hal ini berlaku juga dengan pengembangan SDM yaitu
tenaga pendidik yang memegang peranan utama dalam penyelenggaraan
pembelajaran di sekolah dan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari sebuah
bangsa, bahkan maju atau mundurnya kualitas suatu bangsa dapat diukur melalui
maju atau tidaknya dalam sektor pendidikan. Jika ingin memajukan sebuah
bangsa maka hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan
kualitas pendidikan yang ada, salah satunya dengan meningkatkan kualitas
tenaga pendidik.2
Tenaga pendidik merupakan unsur terdepan yang menentukan kemajuan
sebuah bangsa. Tenaga pendidik yang kompeten sangat menjamin perbaikan
2Ibid.
kualitas sumber daya manusia di sebuah negara, sehingga tidak berlebihan jika
mengatakan bahwa guru memang harus memiliki kompetensi yang luar biasa.3
Seorang guru dituntut untuk menjadi tenaga pendidik yang professional.
Sebagai tenaga professional guru memiliki tugas yang sangat berat dan sangat
mulia. Tugas mendidik generasi anak bangsa adalah tugas yang sangat terhormat.
Dalam PP Nomor 74 tahun 2008 tentang guru disebutkan bahwa tugas utama
guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.4
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
pasal 7 ayat 1 menyebutkan beberapa prinsip professional yang diperlukan
pendidik, antara lain; memiliki bakat, minat dan panggilan jiwa; memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan yang sesuai bidangnya;
memenuhi kode etik guru; memiliki hak dan kewajiban; memperoleh
penghasilan sesuai prestasi; memiliki kesempatan mengembangkan profesinya;
memperoleh perlindungan hukum serta memiliki organisasi profesi.5
3
Leonard, “Kompetensi Tenaga Pendidik di Indonesia: Analisis Dampak Rendahnya Kualitas SDM Guru dan Solusi Perbaikannya,” Formatif, 5 (3) (2015), 192.
4 Miftahul Ulum, Demitologi Profesi Guru Studi Analisis Profesi Guru Dalam UU Tentang Guru dan Dosen No. 14/2005 (Ponorogo, STAIN Ponorogo Press, 2011), 17.
5
Di era globalisasi ini, informasi begitu mudah diakses, bukan hanya
bersumber melalui buku, melainkan juga lewat media massa dan internet.
Pendidik harus menguasai, memahami dan terampil menggunakan
sumber-sumber belajar baru di dirinya. Apabila pendidik tidak mampu menyesuaikan diri
dengan perkembangan perubahan, maka pendidik tersebut akan mudah
diabadikan dan ditinggalkan oleh peserta didiknya.6
Guru adalah orang yang dipandang serba tahu dalam segala ilmu. Guru
memiliki otoritas kebenaran. Jika ada hal yang berbeda antara di rumah dan
sekolah, maka sekolah (guru) yang menjadi patokan kebenaran bagi anak. Ini
menggambarkan sebegitu besarnya peran dari seorang figur guru di mata anak
didiknya. Bahkan bila guru melakukan kesalahan, tak ada yang pernah bisa
menyangkal kesalahannya. Kepercayaan sepenuhnya dan seluruhnya menjadikan
guru berada pada posisi sentral di sekolah.7
Tugas seorang guru tidak cukup sampai di situ saja. Guru diharapkan
memiliki kemampuan dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang
akan dijadikan pedoman pelaksanaan pembelajaran dan pembentukan
kompetensi peserta didik. Menyusun Lesson Plan merupakan bagian penting
yang harus diperhatikan, yang akan menentukan kualitas pembelajaran secara
keseluruhan dan menentukan kualitas pendidikan serta kualitas sumber daya
6
Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung: Alfabeta, 2013), 14.
7
manusia (SDM), baik di masa sekarang maupun dimasa depan. Oleh Karena itu,
dalam kondisi dan situasi bagaimanapun, guru tetap harus menyusun Lesson
Plan karena perencanaan merupakan pedoman pembelajaran.8
Dalam penyusunan pedoman pembelajaran, guru diharapkan mampu
mengembangkan tiga aspek yang dimiliki seorang siswa. Siswa sebagai seorang
manusia dikaruniai tiga potensi dari Sang Pencipta, yakni akal (kognisi), indra
(afeksi) dan nurani (hati). Maka dalam dunia pendidikan, ketiga potensi tersebut
harus dikembangkan secara seimbang. Setiap manusia diberi kemampuan untuk
berfikir menggunakan kecerdasan yang dimilikinya.
Kecerdasan yang dimiliki manusia merupakan salah satu anugerah besar
dari Allah SWT menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia
dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat
terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang
semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus.
Inteligensi (kecerdasan) merupakan interaksi aktif antara kemampuan
yang dibawa sejak lahir dengan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan
yang menghasilkan kemempuan individu untuk memperoleh, mengingat dan
menggunakan pengetahuan, mengerti makna dan konsep konkret dan konsep
abstrak, memahami hubungan-hubungan yang ada di antara objek, peristiwa, ide
8
dan kemampuan dalam menerapkan semua hal tersebut untuk memecahkan
masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.9
Setiap anak memiliki potensi kecerdasan yang dapat berkembang sesuai
dengan tingkatan perkembangannya. Sehingga secara keseluruhan, sampai anak
berusia kurang lebih delapan tahun, 80% kapasitas kecerdasannya sudah
terbentuk, dan kapasitas kecerdasan anak tersebut hanya akan bertambah 30%
setelah usianya empat tahun hingga mencapai usia delapan tahun. Selanjutnya
kapasitas kecerdasan anak tersebut akan mencapai 100% setelah anak tersebut
berusia kurang lebih delapan belas tahun.10
Bentuk kecerdasan manusia itu banyak dan tak terbatas. Manusia
memiliki tiga kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi dan
kecerdasan spiritual. Ketiga kemampuan tersebut sangat membantu seseorang
dalam meningkatkan kualitas diri, mengabaikkan salah satu kemampuan tersebut
menyebabkan banyak individu dililit masalah secara pribadi maupun sosial
masyarakat.
Selama ini masyarakat mempercayai dan mengagung-agungkan akan arti
kecerdasan intelektual bahwa jika seseorang memiliki tingkat kecerdasan
intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih
kesuksesan yang lebih besar disbanding orang lain. Pada kenyataannya, ada
9
Martini Jamaris, Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), 91.
10
banyak kasus dimana seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual
yang tinggi terisish dari orang lain yang tingkat kecerdasan intelektualnya lebih
rendah. Ternyata IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi tidak menjamin
seseorang akan meraih kesuksesan. Realitas menunjukkan bahwa banyak orang
IQ-nya tinggi, tetapi tidak selalu berhasil dalam hidupnya.11
Solusi yang bisa digunakan oleh seorang guru untuk mengatasi
permasalahan di atas salah satunya dengan menggunakan pendekatan berbasis
kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences). Kecerdasan majemuk merupakan
validasi tertinggi gagasan bahwa perbedaan individu adalah penting.
Pemakaiannya dalam pendidikan sangat tergantung pada pengenalan, pengakuan
dan penghargaan terhadap setiap atau berbagai cara siswa (pelajar) belajar,
disamping pengenalan, pengakuan dan penghargaan terhadap setiap minat dan
bakat masing-masing pembelajaran. Teori KM bukan hanya mengakui perbedaan
individual ini untuk tujuan-tujuan praktis, seperti pengajaran dan penilaian, tetapi
juga menganggap serta menerimanya sebagai sesuatu yang normal, wajar bahkan
menarik dan sangat berharga.
Dalam konsep Multiple Intelligences (kecerdasan majemuk), perbedaan
individual peserta didik diterima dan dilayani dengan suatu keyakinan berpijak
sebagaimana dinyatakan Howard Gardner bahwa “ kita semua begitu berbeda
karena pada hakikatnya kita memiliki kombinasi inteligensi yang berbeda. Jika
11
kita sadari hal ini, setidaknya kita lebih berpeluang untuk mampu mengatasi
secara tepat berbagai problem yang kita hadapi dalam hidup di dunia.Aplikasi
Multiple Intelligences dalam pendidikan akan menyebabkan pendidik lebih arif
dan mampu menghargai sertamemfasilitasi perkembangan anak.12
Sesuai dengan penjajakan awal di SD Immersion Ponorogo ditemukan
berbagai kegiatan yang dilaksanakan pihak sekolah dalam meningkatkan kualitas
tenaga pendidik (guru), di antaranya melalui pelatihan, worksop dan juga
seminar. Sekolah tersebut memiliki sistem pendidikan yang unik yaitu
menggunakan proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan
Majemuk). Di sekolah tersebut juga menerima peserta didik yang ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus). Para guru dituntut untuk bisa mengajar dengan berbagai
latar belakang, karakter serta kondisi para siswanya.
Berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan maka perlu diadakan
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui peran serta cara mengajarnya tenaga
pendidik (guru) dengan menggunakan proses pembelajaran berbasis Multiple
Intelligences (Kecerdasan Majemuk), sehingga dengan demikian penelitian ini
meneliti tentang “Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran Berbasis Multiple
Intelligences (Kecerdasan Majemuk) (Studi Kasus di SD Immerson
Ponorogo) ”.
12
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka fokus penelitian ini
adalah:
1. Tentang peran guru dalam proses pembelajaran berbasis Multiple
Intelligences (Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo
2. Tentang hasil proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences
(Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana peran guru dalam proses pembelajaran berbasis Multiple
Intelligences (Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo?
2. Bagaimana hasil proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences
(Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo?
D. Tujuan Penelitian
Berangkat dari permasalahan yang diungkapkan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui peran serta tenaga pendidik (guru) dalam melaksanakan
proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) di
2. Untuk mengetahui hasil dari diterapkannya proses pembelajaran berbasis
Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo.
E. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu
untuk menambah wawasan, pengalaman dan ilmu pengetahuan dalam bidang
pendidikan sehingga dapat memberikan kontribusi informasi terkait dengan
Multiple Intelligences (kecerdasan majemuk) yang dimiliki masing-masing
peserta didik.
F. Sistematika Pembahasan
Agar lebih mudah memahami pembahasan penelitian kualitatif ini, maka
penulis membagi enam bab, dari masing-masing bab dibagi lagi menjadi sub-sub
bab. Adapun sistematika pembahasan penelitian kualitatif ini adalah sebagai
berikut:
Bab I berisi pendahuluan yang merupakan pola dasar atau tempat
berpijak dari keseluruhan skripsi ini yang terdiri dari: Latar Belakang Masalah,
Fokus Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Sistematika Pembahasan.
Bab II berisi tentang telaah hasil penelitian terdahulu dan kajian teori
tentang Multiple Intelligences (kecerdasan majemuk).
Bab III berisi metode penelitian, yang terdiri dari pendekatan dan jenis
pengumpulan data, teknik analisis data, pengecekan keabsahan temuan,
tahapan-tahapan penelitian.
Bab IV berisi tentang deskripsi data, yaitu meliputi deskripsi data umum
tentang SD Immersion Ponorogo dan deskripsi data khusus tentang peran guru
dalam proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (kecerdasan
majemuk).
Bab V berisi tentang analisis data tentang peran guru dalam proses
pembelajaraan berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk).
Bab VI berupa penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran serta
12
BAB II
TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU DAN KAJIAN TEORI
A. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini selain melakukan observasi dan pengumpulan data,
penulis juga mengambil telaah terdahulu yang ada relevansinya dalam penelitian
ini diantaranya:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Raini dengan judul: Konsep Guru
Profesional Dalam Buku “Gurunya Manusia” Karya Munif Chatib dan
Relevansinya Terhadap Guru PAI. Tujuan penelitiannya yaitu untuk
mendeskripsikan tentang konsep guru professional yang terkandung dalam
buku Gurunya Manusia karya Munif Chatib dan relevansinya dengan guru
PAI. Hasil penelitiannya antara lain:1
a. Konsep guru professional dalam buku Gurunya Manusia, dapat
dikategorikan berdasarkan kompetensi yang dimiliki guru, yaitu,
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi professional.
b. Adapun relevansinya dengan guru Pendidikan Agama Islam (PAI)
berkaitan dengan lima kompetensi pendidik yaitu kompetensi pedagogik,
1
Nur Raini, Konsep Guru Profesional Dalam Buku “Gurunya Manusia” Karya Munif Chatib
kompetensi kepribadian, kompetensi professional, kompetensi sosial dan
yang terakhir yaitu kompetensi kepemimpinan.
Adapun persamaan dengan penelitian yang saya buat yaitu sama-sama
menjelaskan tentang guru sehingga memberikan gambaran mengenai guru
yang professional. Sedangkan perbedaannya adalah dalam penelitian ini
membahas tentang relevansi konsep guru professional dalam buku “Gurunya
Manusia” karya Munif Chatib dengan guru PAI, sedangkan penelitian yang
saya buat berkaitan dengan tugas guru dalam proses pembelajaran berbasis
Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) di SD Immersion Ponorogo.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Rian Sulistyohadi dengan judul: Penerapan
Kecerdasan Majemuk Dalam Pembelajaran Keagamaan (Studi Multi Situs Di
MTsN Bandung Dan MTs Al-Huda Bandung). Tujuan penelitiannya yaitu
untuk mengetahui penerapan kecerdasan majemuk dalam proses
pembelajaran keagamaan di MTsN Bandung dan MTs Al-Huda Bandung.
Hasil penelitiannya antara lain:2
a. Penerapan kecerdasan linguistik di masing-masing lembaga pendidikan. Di
MTsN Bandung menitiktekankan pada aplikasi berbahasa. Sedangkan di
MTs Al Huda Bandung, kegiatan perencanaan meliputi pengenalan
mufrodat, metode Drill, metode ceramah, dan diskusi.
2
Rian Sulistyohadi, Penerapan Kecerdasan Majemuk Dalam Pembelajaran Keagamaan (Studi
b. Penerapan kecerdasan kinestetik di masing-masing lembaga pendidikan.
Di MTsN Bandung kegiatan perencanaan menggunakan metode ceramah
dan diskusi yang dipresentasikan di depan kelas. Dan di MTs Al Huda
Bandung perencanaannya menggunakan metode ceramah, dan kegiatan
diskusi yang terbatas.
c. Penerapan kecerdasan musikal di masing-masing lembaga pendidikan. Di
MTsN Bandung, kegiatan perencanaan menggunakan metode ceramah,
diskusi, dan tanya jawab dengan memperhatikan situasi dan kondisi. Dan
di MTs Al Huda Bandung kegiatan perencanaan menggunakan metode
ceramah dan CTL (Contekstual Teaching Learning).
d. Penerapan kecerdasan intrapersonal di masing-masing lembaga pendidikan.
Di MTsN Bandung menitik tekankan pada aplikasi perenungan dan
intropeksi diri. Adapun di MTs Al Huda Bandung kegiatan perencanaan
menggunakan metode lebih dominan yaitu ceramah.
e. Strategi penerapan kecerdasan majemuk dalam pembelajaran keagamaan.
Di MTsN Bandung, kegiatan perencanaan lebih terprogram di RPP.
Sedangkan di MTs Al Huda Bandung kegiatan perencanaan menekankan
pada peningkatan kompetensi pendidik dengan cara mengirimkan pendidik
ke acara study banding maupun workshop ke luar kota, dan lain-lain.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rian Sulistyohadi terdapat persamaan
majemuk dalam proses pembelajaran. Adapun perbedaannya adalah lokasi
yang digunakan untuk penelitian, di penelitiannya Rian Sulistyohadi
lokasinya di MTsN Bandung dan MTs Al-Huda Bandung, dan di penelitian
yang saya lakukan lokasinya di SD Immersion Ponorogo.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ulvi Mualivah dengan judul: Analisis
Penerapan Konsep Kecerdasan Majemuk Pada Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam Dalam Mencapai Tujuan Pendidikan Nasional Di Kelas IV
Sekolah Dasar Juara Yogyakarta. Tujuan penelitiannya yaitu: untuk
mengetahui implementasi konsep kecerdasan majemuk dalam pembelajaran
PAI di kelas IV SD Juara Yogyakarta dan untuk mengetahui relevansi
penerapan kecerdasan majemuk pada pembelajaran PAI dengan tujuan
pendidikan nasional. Hasil penelitiannya antara lain:3
a. Berdasarkan penelitian yang dilakukan melalui kegiatan pembelajaran di
sekolah. Upaya yang dilakukan melalui rencana pengajaran atau biasa
disebut juga dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Adapun
penerapan kecerdasan majemuk yang dilakukan guru pada pendidikan
agama islam yaitu dengan cara pengembangan kecerdasan majemuk
melalui setiap kali tatap muka atau satu kali pertemuan. Dengan demikian
dalam satu kali pertemuan akan dikembangkan beberapa kecerdasan.
3
Dalam pengembangan kecerdasan majemuk siswa pada pembelajaran PAI
dilakukan dengan cara menetapkan indicator atau subtema pembelajaran
yang akan dicapai dalam setiap kali pertemuan. Untuk mencapai indikator
tersebut digunakan bermacam-macam metode yang melibatkan beberapa
macam kecerdasan. Dari hasil penelitian yang dilakukan dari Sembilan
kecerdasan yang diungkapkan Gardner, pada materi shalat barulah
diterapkan delapan kecerdasan dalam hal ini yang belum diterapkan ialah
kecerdasan naturalis.
b. Relevansi penerapan konsep kecerdasan majemuk pada pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di kelas IV SD Juara Yogyakarta dengan tujuan
pendidikan nasional yaitu sebagai metode atau cara dalam mencapai
tujuan pendidikan nasional secara maksimal. Karena pembelajaran dengan
metode kecerdasan majemuk (Multiple Intellegences) lebih manusiawi
dan akan lebih baik jika kecenderungan individu dihargai dan diasah,
bukan diabaikan atau diminimalkan.
Adapun persamaan penelitian Ulvi Mualivah dengan penelitian saya yaitu
sama-sama membahas tentang penerapan Multiple Intelligences (kecerdasan
majemuk) dalam proses pembelajaran. Sedangkan perbedaannya adalah
dalam penelitian Ulvi Mualivah difokuskan pada pembelajaran PAI untuk
pada peran guru dalam proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences
(kecerdasan majemuk).
B. Kajian Teori
1. Peran Guru
a. Pengertian Guru
Secara etimologis (asal usul kata), istilah “guru” berasal dari
bahasa India yang artinya orang yang mengajarkan tentang kelepasan dari
sengsara. Dalam tradisi agama hindu, guru dikenal sebagai
“maharesiguru”, yakni para pengajar yang bertugas untuk menggembleng
para calon biksu di bhinaya panti (tempat pendidikan bagi para biksu).
Dalam bahasa Arab guru dikenal dengan al-muta’alim atau al-ustadz yang
bertugas memberikan ilmu dalam majelis taklim (tempat memperoleh
ilmu). Dengan demikian, al-muta’alim atau al-ustadz dalam hal ini
memunyai pengertian orang yang mempunyai tugas untuk membangun
aspek spiritual manusia. Guru merupakan seorang yang memiliki tugas
sebagai fasilitator sehingga siswa dapat belajar dan atau mengembangkan
potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, melalui lembaga
pendidikan sekolah, baik yang didirikan oleh pemerintah maupun oleh
masyarakat atau swasta.4
4
Guru adalah orang yang memberikan ilmu kepada peserta didik,
serta membimbing jiwa mereka sekaligus pula mengarahkan tingkah laku
mereka kepada yang baik. Tugas mereka ada tiga yaitu: pertama,
mentransferkan ilmu, memberikan ilmu kepada peserta didiknya dalam
bentuk proses pengajaran. Kedua, menanamkan nilai-nilai yang baik,
dalam hal ini menanamkan value (nilai), di sinilah letak pembentukan
akhlakul karimah, membentuk karakter. Ketiga, melatih mereka untuk
memiliki keterampilan dan amal yang baik. Guru ini dapat berfungsi dan
melaksanakan tugasnya pada pendidikan formal dan nonformal.5
Guru juga memiliki tanggung jawab dan fungsi yang sangat
strategis dalam mengembangkan dan mengoptimalkan potensi yang
dimiliki oleh peserta didik. Memahami potensi peserta didik tidak bisa
dilakukan secara instan, tetapi berdasarkan pada urutan sikap dan perilaku
tertentu dari peserta didik dalam kurun waktu tertentu.6
Seorang guru dituntut juga untuk profesional dan berkarakter.
Guru yang profesional dan berkarakter adalah guru yang mampu dan mau
menjalankan tugasnya secara baik dan menginternalisasikan nilai-nilai
positif kepada siswa. Guru yang berkarakter siap untuk terus-menerus
meninjau arah hidup dan kehidupannya serta menjadikan profesinya
5
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filsafat (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), 103.
6
sebagai panggilan hidup. Guru senantiasa berusaha dan berjuang
mengembangkan berbagai potensi kecerdasan yang dimilikinya.7
b. Tugas Guru
Sebagai seorang guru tentunya memiliki tugas sebagai tanggung
jawabnya, yaitu antara lain: 8
1. Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program
pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta
mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program
dilaksanakan.
2. Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada
tingkat kedewasaan dan berkeribadian kamil seriring dengan tujuan
Allah menciptakannya.
3. Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, mengendalikann
kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait.
c. Sifat-sifat Guru
Seorang pendidik (guru) haruslah memiliki sifat-sifat sebagai
berikut: 9
1. Ikhlas, artinya suci, bersih, sesuatu yang tidak ternoda. Seorang guru,
memulai niatnya dengan ikhlas, agar semuanya menjadi tampak mena-
7 A. Rusdiana dan Yeti Heryati, Pendidikan Profesi Keguruan (Menjadi Guru Inspiratif dan
Inovatif) (Bandung: Pustaka Setia, 2015), 66.
8
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), 93.
9
rik dan indah.
2. Cinta, yaitu penggerak utama kreativitas manusia dalam hidup. Seorang
guru mestilah mencintai murid-muridnya, guru menjadikan muridnya
seperti anak kandungnya sendiri. Cinta sang gurulah yang akan
melahirkan semangat megajar guru, kelembutan hati, kasih sayang,
motivator, kerelaan berkorban, mengedepankan kesuksesan murid. Dari
cinta sang guru inilah lahirnya berbagai sifat dan sikap baik lainnya.
Dari cinta sang guru inilah lahir kepedulian.
3. Teladan, memiliki posisi penting dalam dunia pendidikan. Seorang
peserta didik termotivasi berakhlak baik, karena dia melihat contoh
teladan yang baik pula. Keteladannya adalah “guru” yang diam. Ia akan
memasuki relung hati sang murid, dan dihadapan matanya ada sosok
yang diidolakannya.
4. Objektif, yaitu membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah,
itulah gambaran dari sifat dan sikap objektif. Sikap ini adalah sikap
yang berasal dari sikap jujur dan benar. Di sini akan dilihat aplikasinya
tidak pilih kasih.
5. Emosi stabil, seorang guru harus dapat mengendalikan dirinya. Dapat
dimaklumi bahwa tingkah laku peserta didik bermacam-macam, di
antara mereka ada saja yang menjengkelkan guru, di sinilah dituntut
6. Tawadlu’, yaitu sifat rendah hati, lawannya sombong. Guru yang
rendah hati adalah guru yang rela menerima kebenaran dari mana pun
datangnya, walaupun itu dari muridnya, mungkin ada pendapat, saran
dan pemikiran muridnya yang cemerlang dan bagus, maka tanpa
merasa kehilangan wibawa sang guru dengan ikhlas menerimanya.
7. Qanaah (tidak materialistis), guru adalah manusia biasa, dia perlu
kebutuhan hidup, sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan.
Sikap yang diambil oleh guru dalam hal ini tidak mengandalkan prinsip
akhlakul karimahnya. Sang guru harus tegar mengedepankan prinsip
hidup qanaah. Banyak cara yang dapat ditempuh oleh guru yang
materialistik untuk memperoleh penghasilan yang tidak halal, tetapi itu
tidak dilakukannya. Prinsip seperti inilah yang disebut dengan prinsip
qanaah.
d. Peran dan Fungsi Guru
Status guru mempunyai implikasi terhadap peran dan fungsi yang
menjadi tanggung jawabnya. Guru memiliki satu kesatuan peran dan
fungsi yang tidak terpisahkan, antara kemampuan mendidik,
membimbing, mengajar dan melatih. Keempat kemampuan tersebut
merupakan kemampuan integratif, antara yang satu dengan yang lain tidak
dapat dipisahkan.10
Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik atau
siapa saja yang telah menerjemahkan diri sebagai guru. Semua peranan
yang diharapkan dari guru seperti berikut:11
1. Korektor. Guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana
nilai yang buruk. Kedua nilai ini mungkin telah anak didik miliki dan
mungkin pula telah mempengaruhinya sebelum anak didik masuk
sekolah.
2. Inspirator. Guru harus dapat memberikan petunjuk yang baik bagi
kemajuan belajar anak didik.
3. Informator. Guru harus dapat memberikan informasi perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Informasi yang baik dan efektif
diperlukan dari guru.
4. Organisator. Dalam bidang ini, guru memiliki kegiatan pengelolaan
akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik
dan sebagainya.
5. Motivator. Guru dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif
belajar. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan
kebutuhan anak didik.
6. Inisiator. Guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam
pendidikan dan pengajaran.
11
7. Fasilitator. Guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang
memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik.
8. Pembimbing. Kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing
anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa
bimbingan anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi
perkembangan dirinya.
9. Demonstrator. Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran
dapat anak didik pahami. Guru harus berusaha dengan membantunya,
dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis,
sehingga apa yang diinginkan guru sejalan dengan pemahaman anak
didik.
10.Pengelolaan kelas. Guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik,
karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru
dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru.
11.Mediator. Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman
yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan
jenisnya, baik media nonmaterial maupun materiil.
12.Supervisor. Guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki dan
menilai secara kritis terhadap proses pengajaran.
13.Evaluator. Guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik
trinsik dan instrinsik.
e. Kode Etik Guru
Sebagai seorang pendidik haruslah memiliki kode etik, yaitu
norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan antara pendidik dan
peserta didik, orang tua peserta didik, koleganya, masyarakat serta dengan
atasannya. Etika pendidik terbagi atas tiga macam, yaitu: 12
1. Etika yang terkait dengan dirinya sendiri yaitu: (1) memiliki sifat
keagamaan yang baik, meliputi tunduk dan patuh terhadap syari’at
Allah dalam bentuk ucapan dan perbuatan, baik yang wajib maupun
yang sunnah, senantiasa membaca Al-Qur’an, berdzikir baik dengan
hati maupun lisan, memelihara wibawa Nabi Muhammad SAW,
menjaga perilaku lahir dan batin, (2) memiliki akhlak yang mulia,
seperti menghias diri dengan menjaga diri, khusyu’, tawadlu’, qanaah,
zuhud dan memiliki daya dan hasrat yang kuat.
2. Etika terhadap peserta didiknya yaitu: (1) sifat adabiyah yang terkait
dengan akhlak mulia, (2) sifat-sifat memudahkan, menyenangkan dan
menyelamatkan.
3. Etika dalam proses belajar mengajar yaitu: (1) sifat-sifat memudahkan,
menyenangkan dan menyelamatkan, (2) sifat seni (menyenangkan)
dalam mengajar sehingga peserta didik tidak merasa bosan.
12
8. Proses Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan
Majemuk)
a. Pengertian Proses Pembelajaran
Proses menurut Wikipedia adalah urutan pelaksanaan atau
kejadian yang saling terkait yang bersama-sama mengubah masukan
menjadi keluaran. Pelaksanaan ini dapat dilakukan oleh manusia, alam
atau mesin dengan menggunakan berbagai sumber daya.13
Pengertian proses secara umum adalah serangkaian langkah
sistematis, atau tahapan yang jelas dan dapat ditempuh berulangkali, untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Jika ditempuh, setiap tahapan itu secara
konsisten mengarah pada hasil yang diinginkan.14
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran serta
pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Dengan kata lain pembelajaran adalah proses untuk membantu
peserta didik agar dapaat belajar dengan baik. Proses pembelajaran
dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku kapanpun
dan dimanapun. Menurut Dimyati dan Mudjiono, pembelajaran adalah
13
https://id.m.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 18 Mei 2018, pukul 10.45 WIB.
14
kegiatan guru secara terprogram untuk membuat belajar secara aktif, yang
menekankan pada sumber belajar.15
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal I ayat 20 dinyatakan bahwa pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar.16
Jadi pembelajaran adalah usaha membantu siswa atau anak didik
mencapai perubahan struktur kognitif melalui pemahaman. Sedangkan
dalam psikologi humanistik, pembelajaran adalah usaha guru untuk
menciptakan suasana yang menyenangkan untuk belajar (enjoy learning),
yang membuat siswa dipanggil untuk belajar. Sehingga disini ada
semangat pada siswa untuk belajar dengan baik.17
b. Sejarah munculnya Multiple Inteligences (Kecerdasan Majemuk)
Sejarah penemuan teori Multiple Intelligences awalnya merupakan
teori kecerdasan dalam ranah psikologi.18 Howard Gardner merupakan
penggagas teori Multiple Intelligences yakni pada tahun 1983. Gardner
mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan
masalah atau menciptakan produk yang berharga dalam satu atau berbagai
lingkungan budaya dan masyarakat. Dari definisi tersebut terdapat hal
15 Syaiful Sagala, Pengembangan Pembelajaran (Jakarta: Media, 2011), 61.
16
UUD No. 20, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Depdiknas), I.
17
Sudjana dan Rivai, Media Pembelajaran (Bandung: Sinar Baru, 1990), 81.
18
yang bisa digaris bawahi yaitu kata “kemampuan”. Kemampuan berasal
dari kata “mampu” atau memiliki kemampuan dari dua hal, yaitu
pembiasaan-pembiasaan yang disebabkan oleh perilaku fisik dan
pembiasaan-pembiasaan yang disebabkan oleh factor non fisik.
Pembiasaan-pembiasaan yang disebabakan oleh perilaku fisik dihasilkan
oleh gerakan kinetik tubuh, seperti memainkan alat musik, membentuk
pola, menentukan gradasi warna, dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan perilaku fisik. Sedangkan pembiasaan-pembiasaan yang
disebabkan oleh faktor non fisik, tindakan tersebut berupa pemikiran yang
terpola pada bentuk kebiasaan dalam kemampuan mengolah kata,
memahami perhitungan bilangan dalam matematika, merasa nyaman dan
bahagia dalam interaksi personal, serta merefleksikan lingkungan.19
Kecerdasan seseorang dapat dilihat dari banyak dimensi, tidak
hanya kecerdasan verbal (berbahasa) atau kecerdasan logika. Gardner
dengan cerdas member label “multiple” (jamak atau majemuk) pada
luasnya makna kecerdasan. Gardner sepertinya sengaja tidak memberikan
label tertentu pada makna kecerdasan seperti yang dilakukan oleh para
penemu teori kecerdasan lain. Namun, Gardner menggunakan istilah
“multiple” sehingga memungkinkan ranah kecerdasan tersebut terus
berkembang. Dan terbukti ranah kecerdasan yang ditemukan Gardner
19
terus berkembang, mulai dari enam kecerdasan (ketika pertama kali
konsep ini muncul) hingga sembilan kecerdasan.20 Bahkan Gardner
menambahkan keyakinannya akan adanya kecerdasan-kecerdasan baru
yang belum ditemukan, sehingga hal itu menandakan betapa luasnya arti
sebuah kecerdasan.
c. Pengertian Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk)
Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang secara harfiah berarti
sempurna perkembangan akal budinya, pandai dan tajam pemikirannya.21
Kecerdasan adalah kemampuan seseorang dalam memproses jenis
informasi tertentu yang berasal dari faktor biologis dan psikologis
manusia. Teori kecerdasan ini mulanya untuk ranah psikologi, yang
kemudian dikembangkan di dunia pendidikan.
Menurut Gardner, kecerdasan adalah kemampuan untuk
menyelesaikan masalah, atau menciptakan produk, yang berharga dalam
satu atau beberapa lingkungan budaya dan masyarakat.22 Kecerdasan
merupakan kemampuan umum yang ditemukan dalam berbagai tingkat
pada setiap individu sebagai kumpulan kemampuan bakat dan
keterampilan emosi mental.23
20
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia (Bandung: Kaifa, 2014), 75-76.
21
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2003), 46.
22
Howard Gardner, Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) Kecerdasan Teori dalam Praktek. Terj oleh Alexander Sindoro (Batam: Interaksa, 2003), 22.
23Ibid.,
Kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan
diri terhadap situasi baru secara cepar dan efektif. Menurut Ratna
Sulastami dan Erlinda Manaf Mahdi, kecerdasan meliputi tiga pengertian,
yaitu:
a. Kemampuan beradaptasi dan memenuhi tuntutan situasi (lingkungan)
yang dihadapi dengan tepat dan efektif
b. Kemampuan menggunakan konsep-konsep abstrak secara efektif
c. Kemampuan memahami hubungan dan mempelajarinya secara cepat.24
Kata majemuk adalah gabungan dua kata (morfem) dasar yang
pada akhirnya memiliki makna baru.25 Sedangkan pengertian kecerdasan
majemuk adalah pendekatan perkembangan dalam belajar yang ditandai
anak tumbuh dan berkembang sebagai suatu keseluruhan, tidak hanya satu
dimensi saja yang berkembang dalam suatu waktu tertentu atau sebaliknya
tidak semua dimensi memiliki kecepatan perkembangan yang sama. Teori
kecerdasan majemuk merupakan validasi tertinggi gagasan bahwa
perbedaan individu adalah penting.26
d. Macam-macam Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk)
Multiple Intellegences (Kecerdasan Majemuk) merupakan teori
kecerdasan yang dikemukakan oleh Howard Gardner, seorang psikolog
24
Ratna Sulastami D. dan Erlinda Manaf Mahdi, Universal Intelligence: Tonggak Kecerdasan untuk Menciptakan Strategi dan Solusi Menghadapi Perbedaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), 37.
25
www.studibelajar.com/kata-majemuk/. Diakses tanggal 03 Januari 2018 pukul 13.40 WIB.
26
dari Harvard University, bahwa setiap anak punya kecenderungan
kecerdasan dari sembilan kecerdasan, yaitu cerdas bahasa (linguistik),
cerdas matematis-logis (kognitif), cerdas gambar dan ruang
(visual-spasial), cerdas musik, cerdas gerak (kinestetis), cerdas bergaul
(interpersonal), cerdas diri (intrapersonal), cerdas alam dan cerdas
eksistensial.27
1. Kecerdasan linguistik (cerdas bahasa)
Merupakan kemampuan berpikir dalam bentuk kata-kata,
menggunakan bahasa untuk mengekspresikan, dan menghargai makna
yang kompleks. Karakteristiknya meliputi:
a) Mendengar serta merespons setiap suara ritme, warna dan berbagai
ungkapan kata.
b)Menirukan suara, bahasa, membaca, dan menulis dari orang
lainnya.
c) Menyimak, membaca termasuk mengeja, menulis dan diskusi.
Adapun strategi mengajar yang bisa dilakukan yaitu melalui:
Membaca, menulis informasi, menulis naskah, wawancara, presentasi,
mendongeng, bercerita, debat, membaca puisi, dan lain-lain. Dari
strategi mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir
terbaik sebagai: Cerpenis, sastrawan, pembaca puisi, penulis buku,
penulis naskah, drama, wartawan, dan lain-lain.
27
2. Kecerdasan logis-matematis (cerdas angka)
Merupakan kecerdasan dalam hal angka dan logika. Kecerdasan ini
melibatkan keterampilan mengolah angka dan kemahiran
menggunakan logika atau akal sehat.28 Karakteristiknya meliputi:
a) Kepekaan dalam memahami pola-pola logis atau numeris, dan
kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang.
b)Memiliki respons yang cepat terhadap kalkulasi angka.
c) Mengenal konsep-konsep yang bersifat kuantitas, waktu dan
hubungan sebab akibat.
Seorang guru dalam mengajarkan kecerdasan ini bisa melalui berbagai
strategi di antaranya: Grafik, pembuatan pola, kode, perhitungan,
tebak angka, tebak simbol, dan lain-lain. Dari strategi mengajar
tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir terbaik sebagai:
Astronot, ilmuwan, ahli ekonomi, ahli statistic, pengacara, dokter, dan
lain-lain.
3. Kecerdasan spasial-visual (cerdas ruang dan gambar)
Merupakan kemapuan untuk memvisualisasikan gambar di dalam diri
seseorang.29 Kecerdasan ini sebagai cara pandang dalam proyeksi
tertentu dan kapasitas untuk berpikir dalam tiga cara dimensi.
28
Elis Nurapipah, Penerapan Konsep Pendidikan Berbasis Multiple Intelligences Munif Chatib Dalam Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Skripsi: UIN Yogyakarta, 2015), 12.
29
Kecerdasan ini memungkinkan seseorang untuk melakukan eksplorasi
imajinasi, misalnya memodifikasi bayangan suatu objek dengan
melakukan percobaan sederhana. Karakteristiknya meliputi:
a) Belajar dengan melihat dan mengamati.
b)Merasakan dan menghasilkan imajinasi memvisualisasikan secara
detail.
c) Menciptakan bentuk-bentuk baru dari media visual-spasial atau
karya seni asli.
Strategi mengajar yang bisa digunakan antara lain: Visualisasi,
fotografi, dekorasi ruang, desain, melukis, kaligrafi, dan lain-lain. Dari
strategi mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir
terbaik sebagai: Perancang, seniman, pelukis, pembuat patung, arsitek,
sutradara, dan lain-lain.
4. Kecerdasan kinestetis (cerdas olah tubuh-jasmani)
Merupakan kemampuan belajar lewat tindakan dan pengalaman
melalui praktik langsung. Karakteristiknya meliputi:
a) Menjelajahi lingkungan dan sasaran melalui sentuhan dan gerakan
b)Mengerti dan hidup dalam standar kesehatan fisik
c) Memiliki kegemaran dalam bidang olahraga atau olah tubuh
Strategi mengajar yang bisa digunakan antara lain: Menari, pantonim,
mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir terbaik
sebagai: Atlet, penari, guru tari, mekanik, instruktur tari, dan
lain-lain.30.
5. Kecerdasan musik (cerdas musik)
Merupakan kemampuan seseorang yang punya sensitivitas pada pola
titi nada, melodi, ritme, dan nada. Musik tidak hanya dipelajari secara
audiotori, tapi juga melibatkan semua fungsi pancaindra.
Karakteristiknya meliputi:
a) Mendengarkan dan merespons dengan ketertarikan terhadap
berbagai bunyi
b)Menikmati dan mencari kesempatan untuk mendengarkan music
atau suara-suara alam pada suasana belajar
c) Dapat menciptakan komposisi asli dan tau instrument musik
Strategi mengajar yang bisa digunakan meliputi: Konser, bernyanyi,
paduan suara, menciptakan lagu, merancang irama lagu, dan lain-lain.
Dari strategi mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir
terbaik sebagai: Penyanyi, composer, musisi, pencipta lagu, pembuat
instrument musik, dan lain-lain.
6. Kecerdasan interpersonal (cerdas bergaul)
Kecerdasan interpersonal (berkaitan dengan hubungan pribadi sosial),
30
yaitu kecerdasan antar pribadi dibangun antara lain atas kemauan inti
dan untuk mengenali perbedaan: secara khusus, perbedaan besar
dalam suasana hati, tempramen, motivasi dan kehendak.31
Karakteristiknya meliputi:
a) Terikat dengan orang tua dan berinteraksi dengan orang lain
b)Membentuk dan menjaga hubungan sosial
c) Mempengaruhi pendapat dan perbuatan orang lain
Strategi mengajar yang bisa dilakukan antara lain: Tenaga pemasaran,
kerja kelompok, belajar kelompok, kerja sama, negosiasi, dan
lain-lain. Dari strategi mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi
akhir terbaik sebagai: Konselor, politikus, penghibur, pemimpin,
manajer, kepala sekolah, dan lain-lain.
7. Kecerdasan intrapersonal (cerdas diri)
Kecerdasan intrapersonal (berkaitan dengan hal-hal yang sangat
mempribadi)32 dan merupakan kemampuan membuat persepsi yang
akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam itu
dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang.
Karakteristiknya meliputi:
a) Memahami perasaan sendiri, pengetahuan tentang pengenalan diri
sendiri termasuk kekuatan dan kelemahan diri
31
Howard Gardner, Multiple Intelligences…,45.
32
b)Mengembangkan model diri yang akurat
c) Bekerja mandiri
Strategi mengajar yang bisa diguunakan antara lain: Berbagi kisah,
motivasi diri, belajar melalui perasaan, nilai-nilai, sikap, dan lain-lain.
Dari strategi mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir
terbaik sebagai: Psiko-terapis, pemimpin agama, penasehat, motivator,
dan lain-lain.
8. Kecerdasan naturalis (cerdas alam)
Merupakan jenis kecerdasan yang erat berhubungan dengan
lingkungan, flora dan fauna, yang tidak hanya menyenangi alam untuk
dinikmati keindahannya, akan tetapi sekaligus juga punya kepedulian
untuk kelestarian alam tersebut. Karakteristiknya meliputi:
a) Kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan dan kerusakan
lingkungan dan ketidakseimbangan ekosistem.
b)Kemampuan meneliti gejala-gejala alam, mengklasifikasi dan
mengidentifikasi penyebab gejala-gejala alam.
c) Menunjukkan kesenangan terhadap dunia hewan dan tumbuhan.
Strategi mengajar yang bisa dilakukan antara lain: Koleksi tumbuhan,
wisata alam, menanam pohon, memelihara hewan, dan lain-lain. Dari
strategi mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir
lain-lain.
9. Kecerdasan eksistensialis (cerdas spiritual)
Merupakan kesiapan manusia dalam menghadapi kematian.
Karakteristiknya meliputi:
a) Kesadaran akan Tuhan
b) Kecerdasan ini memiliki ciri-ciri: cenderung bersikap
mempertanyakan segala sesuatu mengenai keberadaan manusia, arti
kehidupan, mengapa manusia mengalami kematian, dan realitas
yang dihadapinya.
Strategi mengajar yang bisa dilakukan antara lain:
a) Menceritakan peristiwa, seperti tsunami di Aceh, gempa dan
tsunami di Jepang, atau letusan gunung merapi di Yogyakarta.
b)Mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa kematian, muhasabah
(introspeksi) dan ziarah ke makam.
Dari strategi mengajar tersebut nantinya data diperoleh kondisi akhir
terbaik sebagai: Tidak dapat dinyatakan dalam dunia kerja atau
sebagai profesi, tetapi merupakan wujud kesiapan dan bakal menuju
kehidupan yang kekal setelah kematian.33
e. Konsep Mendidik Kecerdasan Majemuk menurut Munif Chatib
Multiple intelligences merupakan teori kecerdasan jamak yang
sebelumnya telah dikemukakan oleh pencetusnya yaitu Howard Gardner
dan kemudian dikembangkan oleh Thomas Amstrong. Ketika sampai di
Indonesia teori multiple intelligences akhirnya dikembangkan oleh Munif
Chatib seorang dosen, trainer dan konsultan pendidikan di Lazuardi Next
World View Jakarta dan Surabaya.
Munif Chatib juga seorang penulis dengan karya empat buku
best-seller pendidikan. Pokok-pokok pikiran Munif Chatib tentang multiple
intelligences, diantaranya yaitu: 1) Munif Chatib mendefinisikan bahwa
setiap individu itu unik dan masing-masing peserta didik memiliki
multiple intelligences yang berbeda. Sumber kecerdasan seseorang adalah
kebiasaannya untuk membuat produk-produk baru yang mempunyai nilai
daya (kreativitas) dan kebiasaannya menyelesaikan masalah secara
mandiri (problem solving), 2) Ada hal menarik dari intisari hasil
belajarnya tersebut dan dikemas dalam sebuah rumus yang cukup
mengagetkan banyak orang, yaitu sebuah rumus untuk sekolah unggul.
Sekolah unggul menurut beliau adalah sekolah yang memandang tidak ada
siswa yang bodoh dan semua siswanya merasakan tidak ada pelajaran
satupun yang sulit.
Setiap sekolah dimanapun dengan kualitas apapun, para siswanya
adalah amanah yang perlu dijaga. Dan orang yang paling
mempunyai guru profesional. Dan penyelenggara sekolah yang
profesional adalah yang selalu memikirkan kesejahteraan para gurunya.
Menurut Munif Chatib cara mendidik kecerdasan majemuk yaitu
dilihat dari potensi yang dimiliki oleh pendidik dan peserta didik. Sekolah
unggul yang menganut konsep “the best process” dapat berhasil apabila
didukung oleh kualitas guru yang professional. Menjadi guru professional
berarti menjadi guru yang tidak pernah berhenti belajar. Aset terbesar dan
paling bernilai di sebuah sekolah adalah guru yang berkualitas.
Agar dapat membantu siswa belajar dengan teori multiple
intelligences guru harus mengenal multiple intelligences siswa, antara lain
melalui tes, mengamati kegiatan siswa di luar kelas dan mengetahui serta
memahami data-data siswa. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam persiapan mengajar, yaitu berfokus pada topik tertentu,
menganalisa pendekatan multiple intelligences yang sesuai dengan materi
ajar yang akan diberikan, membuat skema untuk mendapatkan gambaran
dalam menentukan metode yang dapat digunakan, memilih dan menyusun
dalam rencana pembelajaran.34
f. Proses Pembelajaran Berbasis Multiple Intteligences (Kecerdasan
Majemuk)
Menurut paparan teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
34
ses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk)
merupakan serangkaian pelaksanaan kegiatan interaksi antara pendidik
dan peserta didik untuk menerapkan sembilan kecerdasan yang dimiliki
oleh masing-masing peserta didik yang dikemas dalam kegiatan belajar
mengajar. Sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakan dapat
membantu guru untuk memprogram kegiatan belajar yang aktif dan
menekankan pada sumber belajar.35
Pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan
Majemuk) biasanya menggunakan proses pembelajaran kooperatif. Yaitu
proses pembalajaran yang secara aktif melibatkan kecerdasan
interpersonal, mengajar siswa untuk dapat bekerjasama dengan baik
dengan orang lain, mendorong kolaborasi (kerjasama), berkompromi dan
bermusyawarah mencapai kesepakatan. Dan secara umum menyiapkan
mereka untuk dunia hubungan personal dan bisnis yang sebenarnya.36
Ada empat komponen dasar dalam pembelajaran kooperatif yang
harus diketahui oleh seorang guru, yaitu:37
1. Dalam pembelajaran kooperatif, semua anggota kelompok perlu
bekerjasama untuk menyelesaikan tugas
2. Kelompok pembelajaran kooperatif seharusnya heterogen
35 Syaiful Sagala, Pengembangan Pembelajaran…, 61.
36
Julia Jasmine, Mengajar dengan Metode Kecerdasan Majemuk: Implementasi Multiple Intelligences (Bandung: Nuansa, 2007), 139.
37Ibid
3. Aktivitas-aktivitas pembelajaran kooperatif perlu dirancang
sedemikian rupa sehingga setiap siswa berkontribusi kepada kelompok
dan setiap anggota kelompok dapat dinilai atas dasar kinerjanya.
4. Tim pembelajaran kooperatif perlu mengetahui tujuan akademik
maupun sosial suatu pelajaran.
Selama pembelajaran kooperatif, seorang guru juga harus
mengetahui peran apa saja yang harus ia jalankan. Guru mempunyai
beberapa keputusan penting untuk memprioritaskan suatu pelajaran dari
pelajaran lainnya, tetapi tatkala siswa belajar dalam kelompok kooperatif,
peran guru hanyalah sebagai fasilitator selain itu juga sebagai pelatih.
Ketika semuanya berjalan lancar, guru hendaknya berkeliling dan
mengamati bagaimana tim bekerja.
Setelah mengetahui peran apa saja yang harus dijalankan,
kemudian seorang guru harus menyiapkan beberapa tahapan dalam
pembelajaran, di antaranya yaitu:
1. Perencanaan dalam proses pembelajaran berbasis Multiple
Intelligences (Kecerdasan Majemuk). Dua hal pokok yang dilakukan
guru dalam merencanakan pembelajaran berbasis multiple intelligences,
yaitu: mengenali multiple intelligences siswa dan membuat rencana
pembelajaran/lesson plan. Beberapa langkah yang perlu diperhatikan
antara lain: mengenal intelegensi ganda siswa, mempersiapkan
pengajaran, strategi pengajaran, dan menentukan evaluasi.
2. Pelaksanaan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences
(Implementing). Guru membagi kegiatan pembelajaran menjadi tiga
bagian, yaitu: a) kegiatan awal, meliputi pra-pembelajaran dan
pemberian apersepsi, b) kegiatan inti, meliputi kegiatan pembelajaran
berbasis multiple intelligences, serta c) kegiatan akhir.
3. Penilaian pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Assessment).
Menurut Munif Chatib, teori multiple intelligences menganjurkan sistem
yang tidak bergantung pada tes standar atau tes yang didasarkan pada
nilai formal, tetapi lebih banyak didasarkan pada penilaian autentik yang
mengacu pada kriteria khusus dengan menggunakan tes yang memiliki
titik acuan spesifik dan ipsative/tes yang membandingkan prestasi siswa
saat ini dengan prestasinya yang lalu. Adapun jenis penilaian kognitif
menurut Munif Chatib meliputi tes dan tugas. Penilaian psikomotorik
yaitu: a) unjuk kerja atau kinerja, b) penilaian proyek, dan c) penilaian
portofolio. Dan penilaian afektif yang dilakukan guru adalah dengan
melakukan pengamatan untuk menilai sikap siswa selama
pembelajaran.38
38
Adapun kontekstualisasi pembelajaran berbasis Multiple
Intelligences (kecerdasan majemuk) di sekolah menurut Munif Chatib
dijelaskan bahwa konsep pembelajaran berbasis Multiple Intelligences di
sekolah secara global meliputi tiga tahap penting, yaitu: input, proses dan
output. Pada tahap input, menggunakan multiple intelligences research
(MIR) dalam penerimaan peserta didik barunya. Tahapan yang kedua
adalah tahapan pada proses pembelajaran, dimana nantinya gaya mengajar
gurunya harus sama dengan gaya belajar peserta didiknya. Pada tahap
proses, pembelajaran berbasis multiple intelligences ini, terdapat teknik
dan strategi mengajar baik itu dalam pemilihan media dan pendekatan
pembelajaran. Pada tahap output, dalam pembelajaran berbasis multiple
intelligences ini menggunakan penilaian autentik. Penilaian autentik
adalah sebuah penilaian terhadap sosok utuh seorang peserta didik yang
bukan diukur dari segi kognitifnya saja melainkan juga diukur dari segi
afektif dan psikomotorik peserta didik.39 Dalam artian tahap ketiga ini
tugas sekolah yaitu bagaimana proses pengambilan nilai (assessment)
terhadap aktivitas pembelajaran yang adil dan manusiawi sehingga didapat
hasil pembelajaran yang otentik dan terukur.40
39
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia (Bandung: Kaifa, 2016), 86-157.
40
43
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena yang dialami oleh subyek penelitian. Dalam hal ini jenis
penelitian yang digunakan peneliti lapangan adalah studi kasus yaitu uraian dari
penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu
kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program atau suatu situasi social.
Peneliti studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek
yang diteliti.1
Jenis penelitian studi kasus ini digunakan karena peneliti dapat meneliti
terkait tentang kejadian, aktivitas, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh
SD Immersion Ponorogo.
B. Kehadiran Peneliti
Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan
berperanserta, namun peranan penelitianlah yang menentukan keseluruhan
1
skenarionya. Sehingga dalam penelitian ini, seorang peneliti bertindak sebagai
instrument kunci sekaligus pengumpul data.2
Untuk itu dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrument
kunci, partisipan penuh sekaligus pengumpul data yang mana informan
mengetahui peneliti melakukan penelitian agar mempermudah dalam melakukan
pengumpulan data. Adapun instrumen yang lain hanya sebagai penunjang.
Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan mutlak diperlukan
sebagai partisipan penuh, pengamat partisipan atau pengamat penuh.3
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di SD Immersion Ponorogo. Peneliti memilih
lokasi ini karena di sekolah tersebut terdapat kegiatan dalam meningkatkan
kualitas tenaga pendidik (guru) untuk mempersiapkan diri mengajar dalam proses
pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk).
Oleh karena itu dengan fenomena yang sudah baik tersebut peneliti
memilih sekolah tersebut untuk dijadikan lokasi penelitian. Meskipun objek
penelitian ini adalah suatu fakta yang sangat mungkin ditemukan atau wilayah
lain, akan tetapi oleh karena beberapa alasan dan pertimbangan, terutama masalah
dana dan waktu, maka pengamatan di lapangan hanya difokuskan pada fakta yang
terjadi di SD Immersion Ponorogo.
2
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), 163.
3
D. Data dan Sumber Data
Data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan
selebihnya adalah tambahan seperti sumber data tertulis dan foto. Yang dimaksud
kata-kata dan tindakan yaitu kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati
atau diwawancarai.4
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ini adalah para guru yang
dipilih untuk melaksanakan proses pembelajaran, siswa-siswi yang mengikuti
proses pembelajaran serta Waka Kurikulum, selebihnya adalah tambahan seperti
dokumen dan lainnya.
E. Prosedur Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi wawancara,
observasi, dokumentasi dan triangulasi.
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban
atas pertanyaan itu.5
Wawancara kualitatif merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan
data dan informasi. Penggunaan metode ini didasarkan pada dua alas an.
Pertama, dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak apa saja yang
4
Tim Penyusun, Buku Pedoman Penulisan Skripsi, 48.
5
diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi apa yang tersembunyi jauh di
dalam diri subjek penelitian. Kedua, apa yang ditanyakan pada inorman bisa
mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa
lampau, masa kini dan juga masa mendatang. Wawancara yan digunakan
adalah wawancara kualitatif. Artinya, peneliti mengajukan
pertanyaan-pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh suatu suasana
pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.6
Untuk mengetahui lebih dalam tentang penelitian ini, peneliti melakukan
wawancara dengan kepala sekolah, pihak dewan guru, siswa-siswi SD
Immersion Ponorogo.
2. Teknik observasi
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.7 Metode
observasi (pengamatan) merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang
mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan
dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan
dan perasaan.8
Dengan teknik ini, peneliti mengamati tingkah laku objek ketika
mengikuti kegiatan pembinaan moral yang dilakukan oleh para siswa dan guru.
6
Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 176.
7
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 158.
8
3. Teknik dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlaku.
Dokumentasi bisa berbentuk tulisan atau gambar. Dokumen yang berbentuk
tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita,
biografi, peraturan, kebijakan. Dokumentasi ini berbentuk gambar misalnya
foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Studi dokumentasi merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif.9
Dengan teknik ini, peneliti menggali data melalui catatan harian,
foto-foto dan lain-lain.
4. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling
digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.
a. Membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan sustu informasi
yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
kualitatif.10
9
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan RD (Bandung: Alfabeta, 2007), 329.
10
b. Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan
apa yang dikatakannya secara pribadi.
c. Membandingkan dengan apa yang dilakukan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan pperspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan seperti orang yang berpendidikan, menengah atau
tinggi, orang pemerintah.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi satu dokumen yang
berkaitan.11
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan
kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengoorganisasikan data,
menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat
kesimpulannya dapat diceritakan kepada orang lain.12
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
konsep yang diberikan Miles dan Huberman yang mengemukakan bahwa
aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
11
M. Djunaidi Ghony, Metode Penelitian Kualitatif, 144-147.
12
secara terus-menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan
datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data, meliputi:13
1. Reduksi data
Dalam konteks penelitian reduksi data adalah penelitian merangkum dan
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
membuat kategori. Dengan demikian data yang telah direduksi oleh peneliti
telah memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya.
2. Penyajian data
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah peneliti menyajikan data
kedalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik,
matrik, network dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh
data selama penelitian, maka pola tersebut telah menjadi pola yang baku yang
selanjutnya akan di displaykan pada laporan akhir penelitian.
3. Penarikan kesimpulan
Peneliti menarik kesimpulan data-data yang telah diperoleh dengan
menggunakan metode induktif yang penarikan kesimpulan yang dinilai dari
pernyataan atau fakta-fakta khusus menuju pada kesimpulan umum.
G. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbarui dari konsep
kesahihan validitas dan keandalan realibilitas.14 Untuk menentukan keabsahan
13
data diperlukan teknik pemeriksaan, yakni pemeriksaan didasarkan atas jumlah
kriteria tertentu ada empat kriteria dalam menentukan keabsahan data yakni
derajat kepercayaan, keteralihan, ketergantungan dan kepastian.15 Dalam
keabsahan data diadakan pengecekan dengan teknik:
1. Pengamatan yang tekun
Ketekunan yang dimaksud ialah menemukan cirri-ciri dan unsur dalam
situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari.
Ketekunan pengamatan ini digunakan dengan cara pertama mengadakan
pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap
factor-faktor yang menonjol dan yang ada hubungannya dengan paradigma, kedua
menelaah secara rinci sampai pada suatu titik sehingga pada pemeriksaan tahap
awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah dippahami
dengan cara yang biasa.
2. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling
digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.
14
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), 171-177.
15