• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT

PENCEMARAN AIR TANAH :

Studi Kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi

Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat

MAEDA NIELLA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Air Tanah : Studi Kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2012

Maeda Niella H44070035

(3)

RINGKASAN

MAEDA NIELLA. Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Air

Tanah : Studi Kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT.

Ekstraksi air tanah besar-besaran yang dilakukan baik oleh industri maupun domestik secara kolektif telah menyebabkan penurunan pada muka air tanah akibat semakin keringnya sumber air tanah di Kelurahan Harapan Jaya. Hal ini semakin diperburuk dengan perkembangan pemukiman warga yang cenderung semakin pesat dan tidak teratur, sehingga dapat menyebabkan perembesan zat pencemar yang berasal dari kebocoran saluran pembuangan limbah yang letaknya berdekatan dengan sumber air tanah warga. Berkurangnya jumlah air bersih akibat pencemaran pada sumber air tanah merupakan kerugian bagi penduduk setempat. Penduduk akan melakukan berbagai tindakan pencegahan dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik.

Penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah. Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mengidentifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk, (2) mengestimasi nilai kerugian ekonomi penduduk akibat adanya pencemaran air tanah, dan (3) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah.

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan bahwa Kelurahan Harapan Jaya merupakan wilayah perkotaan yang memiliki pemukiman padat penduduk dan berada di sekitar kawasan industri dimana air tanahnya diduga rawan terjadi pencemaran. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuisioner. Adapun data-data pendukung yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui studi literatur dari instansi-instansi terkait (Kantor Kelurahan Harapan Jaya, BPLH Kota Bekasi, PDAM Tirta Patriot dan Puskesmas Seroja) dan literatur-literatur yang relevan dengan penelitian. Identifikasi mengenai pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk menggunakan metode analisis deskriptif. Estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah dihitung dengan menggunakan metode biaya pencegahan (preventive expenditure) dan biaya kesehatan (cost of illness). Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan dianalisis menggunakan model regresi logistik. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14.0 for

Windows.

Pada umumnya terdapat dua sumber air bersih yang membentuk tiga pola penggunaan air bersih oleh penduduk di Kelurahan Harapan Jaya yakni penduduk yang hanya menggunakan air tanah atau air PDAM saja dan penduduk yang

(4)

iv mengombinasikan penggunaan kedua sumber tersebut untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari. Sebagian besar penduduk berada pada klasifikasi rumah tangga yang hanya menggunakan air tanah saja sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan air bersihnya dengan rata-rata volume penggunaan sebesar 10,75 m3 per bulan. Perilaku rumah tangga, baik yang air tanahnya mengalami pencemaran maupun yang tidak mengalami pencemaran, keduanya sama-sama melakukan tindakan pencegahan dengan membeli alat penyaring air (water

treatment decives) dan air galon (bottled water) untuk menghindari dampak

negatif dari tercemarnya sumber air tanah.

Adapun faktor-faktor yang secara statistik signifikan mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan adalah tingkat pendapatan dan kekhawatiran penduduk terhadap kondisi air tanah. Nilai kerugian ekonomi terbesar dirasakan oleh klasifikasi rumah tangga responden yang mengombinasikan penggunaan air tanah dan air PDAM sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersihnya sehari-hari (kelompok 3) yang nilainya mencapai Rp 128.933 per bulan. Nilai kerugian tersebut mengestimasi nilai minimum dari kerusakan sumberdaya air tanah akibat pencemaran yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya.

Kata Kunci: Pola Penggunaan Air Bersih, Pencemaran Air Tanah, Tindakan Pencegahan, Kerugian Ekonomi

(5)

ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT

PENCEMARAN AIR TANAH :

Studi Kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi

Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat

MAEDA NIELLA H44070035

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(6)

Judul Skripsi : Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi akibat Pencemaran Air Tanah : Studi kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat

Nama : Maeda Niella

NRP : H44070035

Menyetujui, Pembimbing Skripsi

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec NIP. 19631227 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini, antara lain kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat M.Ec yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dengan penuh kesabaran hingga skripsi ini selesai.

2. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT dan Bapak Novindra, SP, M.Si yang telah bersedia menjadi dosen penguji utama dan wakil departemen dalam sidang skripsi ini.

3. Bapak Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik.

4. Seluruh pihak di Kantor Kelurahan Harapan Jaya, Kantor Kecamatan Bekasi Utara, Kantor BPLH Kota Bekasi, Puskesmas Seroja, PDAM Tirta Patriot dan masyarakat Kelurahan Harapan Jaya yang telah bersedia membantu penulis untuk memberikan data dan informasi terkait penelitian yang dilakukan.

5. Ayahnda Dahnial Young Mart (alm.) dan Ibunda Emma Sumarni serta seluruh keluarga besar H. Matsunan (Umi, Uncu & Om Syaiful, Angku Edi & Mauo Is, Mama & Papa Mitra, Angku War & Mauo Jan, Om Iyan & Tante Fat, Om Andi & Tante Ita, Kak Wira & Mitra, Karim & Hafif, Ayu, Kika & Dudi) atas perhatian, nasehat, doa, segala kasih sayang dan cintanya.

6. Kak Sahabuddin, ST yang senantiasa memberikan semangat, mendukung dan mendoakan penulis.

(8)

viii 7. Teman-teman satu bimbingan (Nurul, Feni, Resti, Syifa, dan Riony) serta seluruh keluarga besar ESL 44 yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis.

8. Sahabat Kostan Retno dan Wisma Intan (Mia, Zia, Nunu, Raiz, Risna, Yuni, Adies, Geidy, Daya, Keken, Wardah dan Yasmin) yang selalu memberi semangat dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Dosen pengajar dan staf departemen yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL FEM IPB.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi akibat Pencemaran Air Tanah: Studi Kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat”. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kerugian ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat Kelurahan Harapan Jaya akibat pencemaran pada sumber air tanahnya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan agar dapat menyelesaikan Program Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2012

Maeda Niella H44070035

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Ekonomi Sumber Daya Air ... 11

2.1.1 Nilai Ekonomi Air Tanah ... 12

2.1.2 Metode Valuasi Ekonomi Air Tanah ... 15

2.2 Air Tanah ... 18

2.2.1 Pencemaran Air Tanah ... 19

2.2.2 Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah ... 22

2.3 Penelitian Terdahulu ... 25

2.4 Perbedaan terhadap Penelitian Terdahulu ... 26

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 28

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 28

3.1.1 Metode Biaya Pencegahan dan Biaya Kesehatan ... 28

3.1.2 Teori Model Regresi Logistik ... 30

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 31

IV. METODE PENELITIAN ... 36

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 36

4.3 Metode Pengambilan Contoh ... 37

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 38

4.4.1 Identifikasi Pola Penggunaan Air Bersih Dan Perilaku Penduduk Dalam Menanggapi Kondisi Air Tanah ... 39

4.4.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Akibat Pencemaran Air Tanah ... 40

4.4.2.1 Metode Biaya Pencegahan ... 42

4.4.2.2 Metode Biaya Kesehatan ... 44

4.4.3 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penduduk dalam Melakukan Tindakan Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah ... 45

4.4.3.1 Model Regresi Logistik ... 45

(11)

xi

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 52

5.1 Keadaaan Umum Lokasi Penelitian ... 52

5.2 Kondisi Hidrologi Kelurahan Harapan Jaya ... 54

5.3 Karakteristik Umum Responden ... 60

VI. POLA DAN PERILAKU PENGGUNAAN AIR BERSIH OLEH PENDUDUK ... 63

6.1 Pola Penggunaan Air Bersih oleh Penduduk ... 63

6.1.1 Pola Penggunaan Air Bersih Bagi Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 1 ... 64

6.1.2 Pola Penggunaan Air Bersih Bagi Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 2 ... 65

6.1.3 Pola Penggunaan Air Bersih Bagi Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 3 ... 66

6.2 Perilaku Penduduk Terhadap Kondisi Air Tanah ... 68

6.2.1 Perilaku Pencegahan pada Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 1 ... 69

6.2.2 Perilaku Pencegahan pada Klasifikasi Rumah Tangga Responden Kelompok 3 ... 70

VII. ESTIMASI NILAI KERUGIAN EKONOMI PENDUDUK AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH ... 73

7.1 Biaya untuk Memperoleh Sumber Air Tanah ... 73

7.2 Biaya Berlangganan Air PDAM ... 75

7.3 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Berdasarkan Pendekatan Perilaku Pencegahan ... 78

7.3.1 Biaya Pembelian Alat Penjernih Air ... 79

7.3.2 Biaya Pembelian Air Galon ... 81

7.3.3 Total Biaya Pencegahan ... 84

7.4 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Berdasarkan Pendekatan Biaya Kesehatan ... 85

7.5 Nilai Kerugian Rumah Tangga Responden Akibat Pencemaran Air Tanah ... 89

VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PENDUDUK UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN PENCEGAHAN AKIBAT PENCEMARAN AIR TANAH ... 92 8.1 Fungsi Keputusan Penduduk untuk Melakukan Tindakan Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah ... 93

8.2 Pengujian Hipotesis ... 94

8.2.1 Uji Likelihood Ratio ... 95

8.2.2 Uji Goodness of Fit ... 96

8.2.3 Uji Wald ... 96

8.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penduduk untuk Melakukan Tindakan Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah ... 97

(12)

xii

8.3.1 Variabel yang Berpengaruh Signifikan ... 98

8.3.2 Variabel yang Tidak Berpengaruh Signifikan ... 99

IX. SIMPULAN DAN SARAN ... 102

9.1 Simpulan ... 102

9.2 Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 105

LAMPIRAN ... 107

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Nilai Sumberdaya Air Tanah ... 14 2. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian “Estimasi Nilai

Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Air Tanah” dengan Penelitian Sebelumnya ...

27 3. Matriks Keterkaitan Tujuan, Jenis dan Sumber Data, serta

Metode Analisis Data ... 39 4. Matriks Pola Penggunaan Air Bersih dan Perilaku Penduduk

dalam Menanggapi Kondisi Air Tanah ... 40 5. Matriks Analisis Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Akibat

Pencemaran Air Tanah ... 42 6. Jumlah Penduduk Kelurahan Harapan Jaya Menurut Tingkat

Usia ... 53 7. Jumlah Sarana Pembangunan Publik di Kelurahan Harapan

Jaya ... 54 8. Perhitungan Volume Resapan Air pada Akuifer Tertekan dan

Akuifer Tidak Tertekan di Kota Bekasi Secara Umum ... 56 9. Kondisi Air Tanah Berdasarkan Zonasi Air Tanah di Kota

Bekasi, Tahun 2006 ... 57 10. Data Karakteristik Responden ... 61 11. Sumber dan Volume Penggunaan Air Bersih oleh Penduduk .. 67 12. Jenis Tindakan Pencegahan oleh Klasifikasi Rumah Tangga

Responden Kelompok 1 ... 70 13. Jenis Tindakan Pencegahan oleh Klasifikasi Rumah Tangga

Responden Kelompok 3 ... 72 14. Biaya Memperoleh Air Tanah ... 75 15. Biaya Berlangganan Air PDAM ... 77 16. Jenis Alat Penjernih Air yang Digunakan oleh RT Responden 79 17. Biaya Pencegahan Atas Upaya Pembelian Alat Penjernih Air 81 18. Perilaku Responden dalam Penggunaan Air Galon ... 82 19. Biaya Pencegahan atas Pembelian Air Galon ... 84 20. Total Biaya Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah ... 85 21. Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Penyakit dan Pilihan

Berobat ... 87 22. Biaya Kesehatan Akibat Pencemaran Air Tanah ... 89 23. Rincian Biaya Peroleh Air Bersih, Biaya Pencegahan, dan

(14)

xiv 24. Nilai Kerugian Ekonomi Rumah Tangga ... 91 25. Hasil Regresi Logistik Keputusan Penduduk Untuk

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Biaya-Biaya Ekstraksi Sumberdaya Air Tanah ... 13 2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 35

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Nilai rata-rata Parameter Kualitas Air di Lokasi Penelitian 107 2. Peta Kecamatan Bekasi Utara ... 108 3. Peta Kelurahan Harapan Jaya ... 109 4. Peta Zona Air Bawah Tanah ... 110 5. Sumber, Volume, dan Jenis Penggunaan Sumber Air Bersih

Penduduk Kelurahan Harapan Jaya ... 111 6. Komponen Biaya Pencegahan dan Biaya Kesehatan

Penduduk Kelurahan Harapan Jaya Akibat Pencemaran Air

Tanah ... 114 7. Hasil Olah Data Regresi Logistik “Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Keputusan Penduduk Untuk Melakukan Tindakan Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah” dengan Menggunakan Software Minitab 14.0 for Windows

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumberdaya alam dan jasa lingkungan merupakan aset yang menghasilkan arus barang dan jasa, baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sumberdaya alam seperti air, lahan, udara, hutan, ikan, minyak, dan lain-lain merupakan sumberdaya yang sangat esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Kerusakan atau kehilangan atas sumberdaya tersebut dapat mempengaruhi kelangsungan hidup manusia. Keberadaan sumberdaya ini tidak saja untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, namun juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa. Pengelolaan sumberdaya alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan manusia, dan sebaliknya pengelolaan sumberdaya alam yang tidak baik akan berdampak buruk bagi umat manusia. Oleh karena itu, menurut Fauzi (2006) persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam adalah bagaimana agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

Dalam konsep ekonomi klasik, sumberdaya diidentikan dengan input produksi dari alam yang diperlukan untuk menghasilkan output atau barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi. Namun demikian, pengertian sumberdaya tersebut tidak terbatas sebagai faktor input saja karena proses produksi dan konsumsi tidak hanya menghasilkan keuntungan dan kepuasan bagi pengguna, namun juga menghasilkan residual atau limbah yang menyebabkan terjadinya eksternalitas negatif. Perman et al. (1996) dalam Fauzi (2006) melihat bahwa residual merupakan bagian intrinsic atau bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas

(18)

2 ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas tersebut. Dalam pendekatan ekonomi tradisional, dampak dari residual tersebut tidak secara eksplisit diakomodasikan dalam model produksi dan konsumsi. Padahal dengan mengabaikan dampak eksternalitas tersebut, bukan saja syarat optimimalitas produksi dan konsumsi tidak bisa terpenuhi, namun juga mengabaikan biaya sosial yang sebenarnya harus ditanggung oleh maysarakat.

Sumberdaya air adalah salah satu sumberdaya yang sering dimanfaatkan oleh manusia yang memberikan manfaat dalam mewujudkan kesejahteraan umat manusia di segala bidang. Kontribusi sumberdaya air terhadap pembangunan ekonomi dan sosial sangat vital. Awal peradaban manusia dan lahirnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi juga dimulai dari sumber-sumber air, seperti sungai dan mata air. Seiring dengan bertambahnya penduduk dan ekskalasi pembangunan ekonomi, menyebabkan fungsi ekonomi dan sosial air sering terganggu karena semakin kritisnya suplai air, sementara permintaan terus meningkat. Bahkan dilihat dari sisi geopolitik, para ahli memprediksi bahwa air akan menjadi sumber konflik di abad 21 ini (Fauzi, 2006).

Pada dasarnya Indonesia yang terletak di kawasan tropika basah memiliki sumberdaya air yang cukup melimpah, namun jika dikaji secara mendalam, maka sumberdaya air tersebut tidak selalu tersedia sesuai keinginan kita. Disamping penyebarannya secara geografis tidak merata, juga dapat kita catat adanya perubahan yang drastis karena unsur waktu dan musim serta perilaku manusia yang sering menganggap sumberdaya air sebagai sesuatu yang tidak berharga dan diharapakan akan selalu tersedia dalam jumlah yang cukup. Persepsi yang keliru

(19)

3 inilah yang kemudian mengarah pada krisis sumberdaya air (Kodoatie dan Sjarief, 2008).

Air tanah sebagai bagian dari sumberdaya air juga mengalami permasalahan serupa. Air tanah di Indonesia hingga kini sering diperlakukan sebagai barang bebas atau free good yang tidak memiliki nilai ekonomi. Air tanah masih dianggap sebagai sumberdaya yang dapat diperbaharui, padahal seharusnya air tanah dikategorikan sebagai sumberdaya yang tidak terbarukan karena meskipun memiliki kemampuan memulihkan kembali (recharge rate) lewat hujan, jika jumlah yang dimanfaatkan melebihi kemampuan recharge, maka sumberdaya ini dapat terdeplesi. Apabila sumberdaya ini terdeplesi, maka membutuhkan waktu yang relatif lama yakni berupa proses geologi yang membutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk membuatnya pulih kembali (Fauzi, 2006).

Menurut Putranto dan Kusuma (2009), pengambilan air tanah terjadi karena adanya pengaruh dari pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin tinggi, sehingga mengakibatkan kebutuhan air akan semakin besar. Kebutuhan air yang besar mendorong manusia untuk mencari pengganti air sungai yang merupakan sumber utama air bersih karena sudah mulai tercemar oleh berbagai macam limbah. Oleh karena itu, sebagai pengganti air sungai penduduk beralih menggunakan air tanah sebagai bahan baku untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sebagai imbas dari peralihan penduduk yang menggunakan air tanah sebagai air bersih, maka banyak muncul sumur-sumur gali dan dilakukan pemboran sumur untuk kegiatan industri yang memerlukan banyak air untuk

(20)

4 melakukan proses produksi. Kegiatan eksplorasi air tanah yang berlebihan ini merupakan sumber utama timbulnya masalah air tanah pada daerah perkotaan.

Selain itu menurut Saeni (1997), pertumbuhan penduduk yang pesat berbanding lurus dengan perkembangan pemukiman yang juga semakin pesat dan tidak teratur, sehingga cenderung akan merusak kualitas air tanah. Keterbatasan dan mahalnya harga lahan menyebabkan perbandingan antara luas bangunan dan tanah terbuka menjadi tidak serasi. Permasalahan kualitas air tanah muncul terutama di daerah yang rapat dengan sarana tangki septik yang berdekatan dengan sumur air minum. Disamping itu pengambilan air tanah dangkal yang berlebihan dapat menyebabkan turunnya muka air tanah. Jika keadaan demikian tidak dapat dikendalikan, dapat mengakibatkan masuknya zat pencemar asal saluran pembuangan limbah rumah tangga yang konstruksinya kurang baik ke dalam akuifer air tanah dangkal. Perembesan air selokan atau tangki septik tersebut dapat efektif bila terjadi penurunan muka air tanah dangkal yang dalam terutama pada musim kemarau. Akibatnya banyak zat pencemar yang masuk ke dalam sistem akuifer. Bila musim hujan tiba pencemar tersebut akan terlarut. Demikian proses tersebut berjalan, sehingga air tanah dangkal menjadi tercemar oleh limbah domestik, misalnya ammonia, nitrit, nitrat, deterjen, dan E. coli.

Pertambahan jumlah penduduk dengan segala aktivitasnya yang sangat pesat telah mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan kota yang cepat pula. Hal ini seringkali mengakibatkan suatu kota tidak siap dalam memberikan pelayanan sarana dan prasarana kepada masyarakatnya. Fenomena ini terjadi di banyak kota besar di Indonesia dan salah satunya adalah Kota Bekasi. Kota Bekasi merupakan bagian dari wilayah Jabodetabek, yakni sebagai pintu gerbang

(21)

5 dan penyangga pusat ibukota yang berfungsi sebagai penyeimbang DKI Jakarta. Fungsi Kota Bekasi sebagai penyangga ibukota menyebabkan jumlah penduduk cenderung meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk kota Bekasi meningkat dari 1.663.802 jiwa di tahun 2000 menjadi 2.336.498 jiwa pada tahun 2010. Dalam rentang sepuluh tahun ini penduduk Kota Bekasi meningkat sebesar 40,43% dengan laju pertumbuhan penduduk setiap tahun mencapai 3,48%.1 Peningkatan jumlah penduduk di Kota Bekasi tersebut seharusnya disertai dengan perbaikan dan peningkatan jumlah pelayanan publik, khususnya pada sektor sanitasi dan air bersih. Namun keterbatasan anggaran dan sistem yang tidak mendukung menyebabkan akses masyarakat Kota Bekasi masih terbatas terhadap pelayanan sanitasi dan air bersih yang baik.

Kota Bekasi yang kini berkembang dengan sangat pesat tersebut, ternyata masih belum mampu memberikan pelayanan air bersih kepada seluruh masyarakatnya. Jangkauan pelayanan PDAM baru mencapai 36% dari total kebutuhan masyarakat Kota Bekasi. Terbatasnya pelayanan air bersih akan dirasakan oleh semua pihak, namun akan sangat berpengaruh bagi masyarakat miskin perkotaan di Kota Bekasi yang pada tahun 2010 totalnya mencapai sekitar 97.000 kepala keluarga (Dinas Kependudukan Kota Bekasi, 2011).2 Keterbatasan layanan air bersih tersebut mengharuskan masyarakat golongan ekonomi lemah tersebut untuk mencari alternatif sumber air lain, seperti air tanah dangkal dari sumur gali atapun air isi ulang depot dan air kemasan yang lebih mudah untuk diperoleh, namun kemungkinan besar sudah rawan oleh zat pencemar.

1 http://www.bekasikota.bps.go.id. diakses pada tanggal 4 Februari 2011.

(22)

6 Tercemarnya air tanah sebagai salah satu sumber air bersih utama yang masih digunakan oleh penduduk menyebabkan mereka harus melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi. Menurut Traore et al. (1999), beberapa tindakan pencegahan yang lazim dilakukan penduduk pada umumnya adalah mengganti air minum mereka dengan membeli air dalam kemasan, memasak atau merebus air yang akan dikonsumsi terlebih dahulu, ataupun upaya penjernihan air dengan pemasangan filter. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan tersebut akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang baik. Korbanan biaya tersebut merupakan biaya sosial akibat dari eksternalitas negatif yang terjadi akibat tercemarnya sumber air tanah yang seharusnya dapat mereka konsumsi secara bebas.

1.2 Perumusan Masalah

Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi di Kota Bekasi mengakibatkan kebutuhan air bersih juga akan semakin besar. Menurut Putranto dan Kusuma (2009), kebutuhan air bersih yang besar mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan sumber air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-harinya akibat sumber air permukaan yang selama ini mereka gunakan tidak lagi mencukupi dan cenderung telah tercemar. PDAM yang diandalkan sebagai salah satu penyedia kebutuhan air bersih masih belum mampu menjangkau seluruh kebutuhan masyarakat karena keterbatasan volume air bersih dan jangkauan perpipaan yang tersedia. Sebagai imbasnya maka banyak muncul sumur-sumur gali dan pemboran sumur yang dilakukan baik oleh industri maupun

(23)

7 domestik akibat peralihan masyarakat menggunakan air tanah sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih. Fenomena ini terjadi di banyak kota besar di Indonesia dan salah satunya adalah Kelurahan Harapan Jaya sebagai salah satu pusat kegiatan industri di Kota Bekasi bagian utara.

Saat ini ekstraksi air tanah besar-besaran yang dilakukan baik oleh industri maupun domestik secara kolektif di Kelurahan Harapan Jaya telah menyebabkan penurunan pada muka air tanah akibat semakin keringnya sumber air tanah. Selain itu, perkembangan pemukiman penduduk yang semakin pesat dan tidak teratur juga telah merusak kualitas air tanah. Menurut Saeni (1997), permasalahan kualitas air tanah ini muncul akibat rapatnya pemukiman penduduk, sehingga jarak antara sarana pembuangan limbah dengan air sumur warga cenderung saling berdekatan dan berakibat pada rawannya sumber air bersih warga terhadap perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik.

Penduduk Kelurahan Harapan Jaya pada umumnya merasakan kerugian akibat tercemarnya sumber air bersih mereka. Perubahan secara fisik telah dirasakan oleh penduduk melalui indikator warna, rasa, bau, serta tingkat kekeruhan pada sumber air tanah yang mereka gunakan. Perubahan tersebut menyebabkan air tanah tidak lagi dapat dikonsumsi secara bebas. Berkurangnya jumlah air bersih akibat perubahan kondisi air tanah ini merupakan kerugian bagi penduduk setempat. Oleh karena itu, penduduk akan melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih mereka dalam upaya menghindari dampak negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan akan menyebakan korbanan

(24)

8 biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka timbul pertanyaan penelitian yang perlu dikaji yaitu:

1. Bagaimana pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk di Kelurahan Harapan Jaya?

2. Berapa besar kerugian ekonomi penduduk akibat adanya pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya?

3. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahn yang terdapat dalam perumusan masalah sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengidentifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk Kelurahan Harapan Jaya

2. Mengestimasi nilai kerugian ekonomi penduduk akibat adanya pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya.

(25)

9

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian tentang estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya diharapkan dapat bermanfaat, yakni:

1. Bagi Akademisi dan Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan khazanah pengetahuan dan informasi kepada akademisi dan peneliti dalam pelaksanaan penelitian yang berkaitan dengan estimasi nilai kerugian ekonomi akibat adanya pencemaran air tanah.

2. Bagi Pemerintah Kelurahan Harapan Jaya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah, khususnya pemerintah Kelurahan Harapan Jaya dalam mengevaluasi berbagai kebijakan yang terkait dengan pengelolaan dan pendayagunaan air tanah agar dapat diimplementasikan secara efektif dan berkelanjutan. 3. Bagi Masyarakat Kelurahan Harapan Jaya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan insentif perilaku bagi masyarakat Kelurahan Harapan Jaya untuk dapat menjaga kelestarian sumberdaya air tanah dengan melakukan ekstraksi sumberdaya air tanah sesuai dengan aturan hak guna pakai air agar ketersediaan sumberdaya air tanah dapat terjaga dan masih dapat terus dimanfaatkan oleh generasi di masa yang akan datang.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(26)

10 1. Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya untuk mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. 2. Responden adalah rumah tangga yang berdomisili di sekitar kawasan

industri di Kelurahan Harapan Jaya.

3. Estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah adalah untuk tahun 2011.

4. Estimasi nilai kerugian yang dilakukan adalah berdasarkan pada biaya-biaya pencegahan dan kesehatan yang dikeluarkan oleh rumah tangga akibat adanya pencemaran pada sumber air tanah yang digunakan oleh penduduk yang berada di Kelurahan Harapan Jaya.

5. Estimasi nilai kerugian dilakukan pada tahun 2011, sehingga tingkat harga yang digunakan sebagai proxy merupakan nilai yang berlaku pada bulan Agustus – Desember 2011.

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekonomi Sumberdaya Air

Air merupakan bagian penting dari sumberdaya alam yang mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan sumberdaya lainnya. Menurut Fauzi (2006), air dapat diklasifikasikan ke dalam sumberdaya yang terbarukan maupun tidak terbarukan, tergantung pada sumber dan pemanfaatannya. Air permukaan atau surface water seperti air yang diperoleh dari sungai maupun danau dapat dikategorikan sebagai sumberdaya terbarukan karena adanya proses siklus hidrologi dari bumi. Adapun air yang bersumber dari bawah tanah atau

groundwater diperoleh melalui proses geologi selama ratusan bahkan ribuan

tahun, sehingga meskipun memiliki kemampuan untuk memulihkan kembali (recharge rate) lewat hujan, jika jumlah yang dimanfaatkan melebihi kemampuan

recharge, groundwater sering dikatakan sebagai sumberdaya yang tidak

terbarukan.

Pembahasan mengenai ekonomi sumberdaya air tidak terlepas dari pertanyaan tentang bagaimana memanfaatkan sumberdaya air dengan sebaik-baiknya dengan tidak mengorbankan kelestariannya. Menurut Fauzi (2006), air juga memiliki nilai intrinsik dan pemanfaatannya memiliki nilai tambah karena dari ekstraksi sampai pemanfaatan langsung untuk konsumsi menimbulkan biaya yang cukup substansial. Seperti barang dan jasa lingkungan lainnya, nilai air diturunkan dari arti penting dan kontribusi air bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Nilai air dapat diidentifikasi dari peranan air yang meliputi: (1) sumber kehidupan (physiological need) bagi seluruh makhluk hidup, terutama manusia (provisioning services); (2) memberikan manfaat tidak langsung seperti input

(28)

12 antara (intermediate input) dalam proses produksi, terutama untuk sektor pertanian (irigasi) dan industri, serta menjaga fungsi dan proses ekologi; dan (3) digunakan untuk tujuan rekreasi, estetika, sosial, dan keagamaan (cultural

services). Dari sudut pandang ekonomi, peranan air tersebut dapat diringkas

menjadi tiga jenis, yaitu sebagai barang akhir untuk dikonsumsi, input antara untuk produksi, dan penyedia jasa lingkungan dan ekosistem.

2.1.1 Nilai Ekonomi Air Tanah

Sebagai bagian dari sumberdaya air, saat ini air tanah lebih cenderung diapresiasi dengan nilai yang rendah (undervalued), terutama dalam kondisi dimana air tanah tersebut bersifat common property. Menurut Fauzi (2006), hal ini disebabkan karena pada saat sumberdaya tersebut tidak dimiliki dengan jelas, ia akan menjadi common pool dimana setiap pengguna sumberdaya air meyakini bahwa ekstraksi yang dilakukannya tidak akan mempengaruhi stok sumberdaya air, sehingga deplesi dari sumberdaya air dinilai tanpa harga (zero price). Lebih lanjut lagi Kemper et al. (2006) menyebutkan bahwa pada kondisi tersebut, pengguna sumberdaya air tanah akan menerima manfaat penuh dari keberadaan sumberdaya air tanah, namun mengabaikan biaya-biaya yang harus dibayarkan atas ekstraksi sumberdaya air tanah yang mereka lakukan.

Menurut Kemper et al. (2006), biaya yang dibayarkan oleh pengguna air tanah pada umumnya hanya berkisar pada biaya untuk memperoleh air tanah seperti biaya pengeboran (capital cost) dan biaya pengoperasian serta pemeliharaan pompa untuk ekstraksi air tanah (Operation and Mantainance Cost), namun mengabaikan biaya-biaya lainnya seperti biaya eksternalitas dan biaya sosial yang timbul akibat kegiatan ekstraksi yang dilakukan. Dalam sudut

(29)

13 pandang ekonomi, kondisi undervaluation ini akan menyebabkan inefisiensi dalam penggunaan sumberdaya air tanah. Biaya-biaya ekstraksi sumberdaya air tanah dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: Kemper et al., 2006

Gambar 1. Biaya-Biaya Ekstraksi Sumberdaya Air Tanah

Menurut Jones et al. (2000), estimasi nilai ekonomi total air seharusnya melibatkan semua nilai, baik nilai guna (use value) maupun nilai bukan guna (non-use value). Nilai guna langsung (direct use value) dari air merujuk pada penggunaan air untuk menunjang kehidupan dan aktivitas ekonomi manusia, sedangkan nilai guna tidak langsung (indirect use value) terkait dengan fungsi air sebagai suatu ekosistem. Nilai pilihan (option value) merupakan nilai untuk mempertahankan nilai air yang akan digunakan di waktu yang akan datang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sementara itu, nilai bukan guna (non-use

value) meliputi nilai pengetahuan tentang ketersediaan air untuk generasi

mendatang (bequest value) dan nilai intrinsik dari ekosistem air (existance value). Adapun National Research Council (1997) mengklasifikasikan nilai sumberdaya air tanah berdasarkan dua terminologi, yakni berdasarkan nilai air tanah secara fisik (physical state terminology) dan nilai air tanah secara ekonomi

(30)

14 (economic terminology). Secara fisik air tanah terdiri dari nilai guna (extractive

value) yaitu apabila air tanah dimanfaatkan atau digunakan untuk berbagai

keperluan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan nilai in-situ yaitu manfaat atas air tanah apabila dibiarkan tetap dalam kondisi aslinya. Nilai guna air tanah terdiri dari kegunaan air tanah untuk berbagai keperluan domestik, pertanian, dan industri, sedangkan nilai in-situ terdiri dari manfaat ekologis, manfaat buffering, nilai pencegahan atas amblesan tanah dan muka air tanah (land subsidence

avoidance values) dan instrusi air laut serta manfaat rekreasi.

Tabel 1. Nilai Sumberdaya Air Tanah

Physical State Terminology Economic Terminology

A. Extractive Values

1. Municipal use values 2. Industrial use values 3. Agricultural use values 4. Other extractive use values B. In Situ Values

1. Ecological values 2. Buffer values

3. Subsidence avoidance values 4. Recreational values

5. Sea water intrusion values 6. Existance values

7. Bequest values

Sumber: National Research Council, 1997

Selanjutnya apabila ditinjau dari sudut pandang ekonomi (economic

terminology), nilai air tanah diklasifikasikan menjadi nilai guna (use values) dan

nilai bukan guna (non-use values). Nilai guna merujuk pada penggunaan air baik secara langsung maupun tidak langsung yang mencakup semua nilai pada

extractive value yang identik dengan nilai guna langsung (direct use value) dan in-situ value yang identik dengan nilai guna tidak langsung (indirect use value).

Adapun untuk nilai bukan guna terdiri dari nilai keberadaan (existance value) dan Use Value

Non Use Value

(31)

15 nilai warisan (bequest value). Nilai sumberdaya air tanah berdasarkan dua terminologi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

2.1.2 Metode Valuasi Ekonomi Air Tanah

Ekstraksi yang berlebihan oleh industri dan domestik secara kolektif pada sumber air tanah di Kelurahan Harapan Jaya menyebabkan menurunnya kuantitas dan kualitas air tanah. Kondisi ini semakin diperburuk oleh perkembangan pemukiman penduduk yang semakin pesat dan tidak teratur sehingga menyebabkan masuknya zat pencemar yang berasal dari kebocoran pada saluran pembuangan limbah ke dalam sistem akuifer atau air tanah, sehingga menyebabkan air tanah tidak dapat lagi dikonsumsi secara bebas. Pencemaran yang terjadi pada sumber air tanah ini merupakan kerugian bagi penduduk setempat karena berkurangnya sumber air bersih yang dapat mereka manfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Salah satu pendekatan untuk mengukur kehilangan ekonomi akibat pencemaran adalah berdasarkan perilaku pencegahan (averting behaviour

method). Perilaku pencegahan adalah tindakan yang dilakukan rumah tangga yang

bertujuan untuk mengurangi atau menghindari bahaya akibat kerusakan pada suatu ekosistem. Menurut Fauzi (2006), metode tersebut merupakan salah satu teknik valuasi ekonomi non-pasar berbasiskan biaya (cost-based approach) yang mengandalkan harga implisit dimana keinginan membayar seseorang terungkap melalui model yang dikembangkan (revealed willingness to pay).

Menurut National Research Council (1997), sedikitnya terdapat tiga respon yang terkait dengan upaya yang dilakukan oleh rumah tangga dalam mengurangi dampak akibat pencemaran air tanah yakni: (1) membeli durable

(32)

16

goods, misalnya alat-alat penyaring (filter) untuk memberikan perlakuan semacam water treatment terhadap air tanah sebelum dikonsumsi; (2) membeli nondurable goods, misalnya air galon; dan (3) merubah kebiasaan sehari-hari untuk

menghindari dampak kerusakan akibat pencemaran, misalnya (a) memasak atau mendidihkan air yang digunakan untuk keperluan memasak dan minum atau (b) mengurangi frekuensi atau lamanya penggunaan air tanah untuk keperluan mencuci ataupun mandi apabila adanya indikasi bahan pencemar, baik organik maupun kimia dalam kandungan air tanah tersebut.

Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa rumah tangga merespon perubahan pada harga, kuantitas dan kualitas sumberdaya non-market dengan melihat pembelian barang pasar yang serupa atau memiliki hubungan dengan sumberdaya non-market tersebut. Biaya-biaya tersebut akan mengestimasi kemampuan membayar maksimum dari masyarakat untuk perbaikan kualitas air tanah atau air sumur. Namun, menurut Brouwer dan Pearce (2005), biaya dari perilaku pencegahan ini memiliki kekurangan. Pertama, pengeluaran atau biaya seringkali menaksir terlalu rendah nilai pada kualitas sumberdaya. Kedua, pendekatan ini hanya berlaku ketika terdapat perilaku pencegahan yang memilki nilai pasar.

Untuk memperoleh nilai kerugian atas pencemaran air tanah yang terjadi digunakan teknik yang relevan dengan pendekatan averting behavior method yakni metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Pendekatan ini merupakan teknik yang memperkirakan valuasi minimal dari individu, habitat atau kualitas lingkungan dalam hal kesedian mengeluarkan biaya agar terhindar dari pengaruh kurang baik pada habitat atau lingkungan. Pendekatan ini mengkaji

(33)

17 pengeluaran yang sesungguhnya yang mampu dilakukan orang agar terhindar dari kerusakan yang disebabkan degradasi lingkungan. Pendekatan tersebut memberikan nilai pada hal-hal di dalam lingkungan yang dirasa negatif dengan mencari bagaimana individu atau kelompok membelanjakan uang agar terhindar dari dampak negatif. Dalam hal ini dampak negatif belum terjadi, namun individu atau kelompok percaya akan mengalami dampak negatif jika pengeluaran untuk tindakan pencegahan tidak dilakukan (Jones et al., 2000).

Menurut Jones et al. (2000), individu atau kelompok sering mengeluarkan uang untuk menghindari atau mengeliminasi kerusakan yang disebabkan dampak lingkungan yang merugikan. Biaya pencegahan ini menciptakan harga implisit dari kondisi lingkungan dan keanekaragaman hayati yang baik, namun dianggap merupakan estimasi minimum dari keuntungan perbaikan lingkungan tersebut. Dalam teknik ini diasumsikan bahwa individu mengeluarkan uangnya untuk mencapai perbaikan kualitas lingkungan yang setidaknya setara dengan sumberdaya yang hilang.

Selain kerugian berupa biaya pencegahan yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga atas upaya mereka untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah yang terjadi, terdapat pula biaya lain yang timbul akibat rumah tangga masih menggunakan sumber air tanah yang telah tercemar sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-harinya karena kesulitan untuk memperoleh alternatif sumber air bersih lainnya. Menurut National Research Council (1997), berdasarkan berbagai kasus pencemaran air tanah yang telah terjadi, konsumsi atas air tanah yang tercemar dapat menyebabkan pengkonsumsinya terkena penyakit kronis jangka panjang, seperti kanker ataupun premature death.

(34)

18 Peningkatan resiko terkena penyakit tersebut menyebabkan peningkatan pula pada biaya berobat, kehilangan waktu untuk kegiatan luang atau bersantai (leisure

time), kehilangan pendapatan ataupun pekerjaan serta kerugian-kerugian lain yang

ditanggung oleh manusia sebagai akibat atas konsumsi air tanah yang telah tercemar tersebut. Oleh karena itu untuk menghitung biaya-biaya tersebut digunakan pendekatan biaya kesehatan (cost of illness) yang juga merupakan salah satu teknik valuasi ekonomi yang berbasiskan biaya (cost-based approach).

Cost of Illness merupakan salah satu pendekatan yang bertujuan untuk

memberikan nilai pada perubahan kesehatan manusia atau kesejahteraan yang muncul dari perubahan kualitas lingkungan. Menurut Yakin (1997), pendekatan ini terdiri dari faktor-faktor berikut:

1. Biaya kesehatan langsung seperti biaya medis, biaya-biaya asuransi medis, dimana biaya pengeluaran medis terdiri dari biaya medis, biaya rumah sakit, biaya obat, biaya rehabilitasi, dan nilai hilangnya waktu yang sama dengan hilangnya upah atau pendapatan.

2. Nilai hilangnya waktu orang yang sakit (pendapatan yang hilang dan kesenangan yang hilang)

2.2 Air Tanah

Air tanah merupakan salah satu komponen dalam peredaran air di bumi yang dikenal sebagai siklus hidrologi. Dalam siklus hidrologi, air tanah juga mempunyai peran sebagai salah satu mata rantai yang berfungsi sebagai reservoir, yang melepaskannya secara perlahan ke dalam sungai atau danau, sehingga kesinambungan aliran terjaga (Notodarmojo, 2005). Namun menurut Fauzi (2006), meskipun memiliki kemampuan memulihkan kembali lewat hujan

(35)

19 (recharge rate), jika jumlah yang dimanfaatkan melebihi kemampuan recharge, maka sumberdaya ini dapat terdeplesi. Apabila sumberdaya ini terdeplesi, maka membutuhkan waktu yang relatif lama yakni berupa proses geologi yang membutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk membuatnya pulih kembali. Oleh karena itu sumberdaya air tanah ini sering diklasifikasikan sebagai sumberdaya yang tidak terbarukan.

Menurut UU No. 7 Tahun 2004, air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Sedangkan menurut Kodoatie dan Sjarief (2008), air tanah merupakan salah satu komponen dalam daur hidrologi (hydrologic cycle) yang berlangsung di alam. Sumber ini terbentuk dari air hujan yang meresap ke dalam tanah di daerah imbuhan (recharge area) dan mengalir melalui lapisan batuan, terutama lapisan pembawa air (akuifer) dalam satu cekungan air bawah tanah (groundwater basin) yang berada di bawah permukaan tanah menuju ke daerah lepasan (discharge area). Air tanah dapat berupa air sumur dalam maupun air sumur dangkal. Air sumur dalam ialah air yang telah merembes melalui lapisan-lapisan mineral masuk ke tanah, dimana selama perembesan bahan-bahan organiknya tertahan, air sumur dalam dapat diminum karena bebas bakteri. Sebaliknya air sumur dangkal tidak dapat langsung diminum karena rawan perembesan oleh zat pencemar yang berasal dari limbah buangan kegiatan domestik, pertanian, ataupun indsutri.

2.2.1 Pencemaran Air Tanah

Menurut Undang Undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982, pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau

(36)

20 berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya dan telah melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Baku mutu lingkungan hidup atau kriteria lingkungan hidup merupakan ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. Pencemaran lingkungan hidup ini terdiri dari pencemaran tanah, pencemaran udara, pencemaran suara, dan pencemaran air.

Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya secara normal disebut dengan pencemaran air (Kristanto, 2004). Sampai saat sekarang ini sebagian besar masyarakat masih menggunakan air tanah sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan air besih sehari-sehari. Oleh karena itu kualitas air tanah menjadi sangat penting karena sebagian besar pengguna air tanah menggunakan air tersebut secara langsung. Meskipun ada beberapa yang melakukan pengolahan, namun hanya terbatas pada pengolahan fisik atau kimia yang sederhana. Beragamnya kontaminan dengan tingkat bahaya (toksisitas) yang bervariasi dan mahalnya biaya untuk pemulihan kualitas (remediasi), maka menjaga kualitas air tanah akan lebih baik daripada mencemari kemudian memperbaikinya. Beberapa kontaminan mempunyai sifat kumulatif dan resistan, kadang-kadang secara kasat mata tidak terlihat keberadaannya atau berbau, seperti misalnya organo-klorin sebagai pestisida atau pelarut yang penggunaannya sangat sulit untuk dikontrol. Keadaan tersebut tentu

(37)

21 meningkatkan risiko bagi manusia sebagai pengguna air tanah (Notodarmojo, 2005).

Harus diakui bahwa tanah sebagai tempat buangan akhir bagi limbah merupakan alternatif yang menarik dan mudah untuk dilakukan. Disamping itu, cara ini juga telah dipraktikkan sejak adanya kehidupan manusia. Pencemaran pada air tanah telah terjadi di beberapa tempat, baik dalam skala kecil maupun regional. Degradasi kualitas air tanah dan tanah sebagai mediumnya dapat terjadi karena berbagai hal. Menurut Notodarmojo (2005) beberapa diantaranya adalah perkolasi dari efluen tangki septik, rembesan aliran air permukaan yang telah tercemar, tempat pembuangan akhir sampah, ataupun tumpahan (spilling) dari zat pencemar yang tidak disengaja, merupakan penyebab yang sering dijumpai. Jenis sumbernya pun dapat berupa sumber tersebar (diffuse source), terpusat (point

source) ataupun dalam bentuk memanjang (line source). Kemudian seberapa jauh

kontaminan tersebut dapat bersifat racun terhadap manusia dan lingkungannya tergantung pada berbagai faktor, seperti misalnya sifat resistansi dan akumulasi dalam tubuh ataupun kepekaan manusia terhadap kontaminan tersebut.

Pencemaran air minum oleh air limbah dapat disebabkan karena sumber air yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat mengandung organisme seperti bakteri dan virus. Selain disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme, pencemaran air juga dapat terjadi akibat adanya kandungan zat atau senyawa kimia dalam sumber air yang melebihi ambang batas konsentrasi yang diizinkan. Kontaminasi kandungan zat atau senyawa kimia ini dapat terjadi secara alami ataupun akibat aktivitas manusia seperti limbah rumah tangga dan industri. beberapa zat atau senyawa kimia yang bersifat racun terhadap tubuh manusia

(38)

22 misalnya logam berat, pestisida, senyawa mikro polutan hidrokarbon, zat-zat radio aktif alami atau buatan dan sebagainya. Kontaminasi baik oleh mikroorganisme maupun oleh zat atau senyawa kimia terhadap sumber air yang digunakan oleh masyarakat akan menyebabkan pengkonsumsinya dapat rentan terhadap berbagai penyakit (Said, 1999).

Menurut Said (1999), beberapa penyakit yang berhubungan dengan air yang paling sering berjangkit akibat kontaminasi zat-zat pencemar ke dalam sumber air yang dikonsumsi oleh warga antara lain adalah disentri, thypus dan

parathypus, kholera, hepatitis A, polio, dermatritis (penyakit kulit) serta diare.

Seringkali penyebab penyakit tersebut diakibatkan oleh kondisi lingkungan rumah yang tidak sehat dan perilaku individu yang tidak menjaga kebersihan dirinya dan lingkungannya. Salah satu faktor yang penting untuk menanggulangi hal tersebut yakni dengan cara meningkatkan kebersihan lingkungan, meningkatkan pelayanan air bersih yang sehat, meningkatkan sistem pembuangan limbah yang memenuhi syarat, serta meningkatkan peran dan fungsi pemerintah dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan.

2.2.2 Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah

Berdasarkan definisi pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 2008 tentang air tanah menyebutkan bahwa pengelolaan air tanah adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, mengevaluasi penyelenggaraan konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah, dan pengendalian daya rusak air tanah yang berlandaskan pada strategi pelaksanaan pengelolaan air tanah dengan keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan air tanah. Adapun menurut sudut pandang ekonomi pengelolaan air bawah tanah atau

(39)

23

groundwater merupakan contoh menarik untuk memahami kasus sumberdaya

yang bersifat common property dalam bentuknya yang paling asli (the purest

common pool problem). Hal ini disebabkan karena pada saat sumberdaya tersebut

tidak dimiliki dengan jelas, ia akan menjadi common pool dimana setiap pengguna sumberdaya air meyakini bahwa ekstraksi yang dilakukannya tidak akan mempengaruhi stok sumberdaya air, sehingga deplesidari sumberdaya air dinilai tanpa harga (zero price). Namun demikian, jika tidak diatur, ekstraksi akan terlalu besar sehingga menyebabkan ketersediaan air menurun dan menyebabkan biaya yang terlalu besar (Fauzi, 2006).

Neher (1990) dalam Fauzi (2006) melihat bahwa deplesi sumberdaya air bawah tanah ini menyebabkan dampak ekonomi dalam tiga hal. Pertama, sumberdaya air bisa menjadi langka (extinct) melalui pemanfaatan yang berlebihan (overuse) yang pada gilirannya akan menyebabkan kolapsnya kanal yang dapat berakibat pada biaya ekonomi yang sangat mahal. Kedua, air bawah tanah dapat diibaratkan uang di bank yang dapat dijadikan cadangan pada saat curah hujan menurun akibat musim kemarau. Jika cadangan ini habis karena terdeplesi, ia akan menyebakan bencana yang menumbulkan biaya ekonomi yang sangat mahal. Ketiga, ketika ketersediaan air dalam tanah (water table) habis, biaya ekstraksi akan meningkat. Dalam rejim pengelolaan yang tidak terkendali, biaya ini akan sangat mahal, sehingga salah satu tujuan utama dari pengelolaan sumber daya air bawah tanah adalah bagaimana mengendalikan biaya tersebut.

Sedangkan pendayagunaan air tanah adalah upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan air tanah secara optimal agar berhasil guna dan berdayaguna dengan mengutamakan pemanfaatan

(40)

24 air tanah pada pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat secara adil dan berkelanjutan. Lebih lanjut lagi Kodoatie dan Sjarief (2008) menjelaskan bahwa pendayagunaan sumber daya air tanah dilakukan dengan mengutamakan fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan dengan memperhatikan prinsip pemanfaat air membayar biaya jasa pengelolaan sumberdaya air dan dengan melibatkan peran serta masyarakat. Prinsip pemanfaat membayar biaya jasa pengelolaan adalah penerima manfaat ikut menanggung biaya pengelolaan sumberdaya air baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketentuan ini tidak diberlakukan kepada pengguna air untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat.

Pengelolaan sumberdaya air sangat penting untuk menjaga kualitas dan kuantitas air tanah secara adil dan berkelanjutan. Saat ini data pemanfaatan air tanah menunjukan bahwa 80% kebutuhan air bersih masyarakat perkotaan dan pedesaan berasal dari air tanah. Peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat menyebabkan kebutuhan akan air bersih turut meningkat. Peningkatan akan kebutuhan air bersih ini akan merubah nilai dari sumberdaya air tanah yang sebelumnya merupakan barang bebas (free good) menjadi barang yang bernilai ekonomi (economic good) dan diperdagangkan seperti komoditi lain. Perkiraan dalam sepuluh tahun mendatang, nilai strategis sumberdaya air bawah tanah akan semakin besar sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan meningkatnya pembangunan pemukiman, bangunan publik, perhotelan, industri makanan, minuman, obat-obatan, dan indsutri lainnya yang memerlukan air sebagai bahan baku dan proses (Kodoatie dan Sjarief, 2008).

(41)

25

2.3 Penelitian Terdahulu

Topik penelitian mengenai estimasi nilai kerugian ekonomi akibat degradasi lingkungan atau kerusakan sumberdaya dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Perkasa (2010) yang berjudul “Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Willingness To Pay Masyarakat akibat Pencemaran Air Tanah” diperoleh bahwa kerugian ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat Kelurahan Kapuk Muara akibat adanya pencemaran air tanah adalah berupa korbanan biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk memperoleh sumber air bersih alternatif selain air tanah, biaya untuk menyaring air tanah, dan biaya kesehatan. Total nilai kerugian yang dialami oleh masyarakat diestimasi dengan menggunakan pendekatan perilaku pencegahan (averting behaviour method) dengan menggunakan teknik valuasi replacement cost, prevventive expenditure, dan cost of illness. Total kerugian yang harus dibayar oleh masyarakat Kapuk Muara akibat pencemaran air tanah yang terjadi adalah sebesar Rp 9.926.489.524 per tahun. Adapun nilai total Willingness To Pay masyarakat untuk upaya perbaikan kualitas air tanah di Kelurahan Kapuk Muara diestimasi dengan menggunakan teknik valuasi Contingent Valuation Method (CVM) dan diperoleh nilai sebesar Rp 62.958.646 dari populasi Kelurahan Kapuk Muara.

Wicaksono (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Akibat Bencana Banjir dan Kesediaan Membayar Masyarakat Terhadap Program Perbaikan Lingkungan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi nilai kerugian akibat banjir yang terjadi di Kampung Pulo. Estimasi nilai kerugian dilakukan dengan menghitung biaya-biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat Kampung Pulo sebagai upaya untuk mencegah

(42)

26 datangnya banjir yakni berupa biaya peninggian rumah, biaya penanaman pohon, biaya membangun tanggul, dan biaya kebersihan dengan menggunakan pendekatan Damage Cost Avoided (DCA). Berdasarkan biaya-biaya tersebut, maka total kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Kampung Pulo yaitu sebesar Rp 50.384.428.043. Adapun nilai total kesediaan masyarakat membayar untuk program perbaikan lingkungan adalah sebesar Rp 9.040.696/bulan/KK.

Adapun hasil penelitian Bujagunasti (2009) yang berjudul “Estimasi Manfaat dan Kerugian Masyarakat Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir” didapatkan bahwa kerugian yang dirasakan oleh masyarakat Ciketing Udik akibat adanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang diantaranya adalah pengurangan estetika, sarang penyakit, pencemaran udara, dan pencemaran air. Total nilai kerugian yang dialami oleh masyarakat diestimasi dengan menggunakan pendekatan perilaku pencegahan (averting behaviour method) dengan menggunakan teknik valuasi replacement cost untuk menghitung biaya yang dikeluarkan masyarakat atas upaya mereka untuk mengganti air bersih akibat air yang tercemar dan cost of illness untuk menghitung biaya berobat masyarakat akibat pencemaran air dan udara yang terjadi di lokasi penelitian tersebut. Total kerugian yang dialami oleh masyarakat Ciketing Udik akibat pencemaran yang terjadi adalah sebesar Rp 13.385.300 per tahun.

2.4 Perbedaan Terhadap Penelitian Terdahulu

Perbedaan penelitian kali ini terhadap penelitian terdahulu dapat dilihat dari tujuan, metode penelitian, dan hasil estimasi nilai kerugian yang diperoleh. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

(43)

27

Tabel 2. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian “Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Air Tanah” dengan Penelitian Sebelumnya

Judul Skripsi/tesis Tujuan Metode Penelitian Hasil

*Estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya

 Pola dan perilaku penggunaan air tanah

 Estimasi nilai kerugian ekonomi  Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan  Analisis deskriptif  Metode biaya pencegahan dan biaya kesehatan  Analisis fungsi regresi logistik - Nilai kerugian ekonomi terbesar dirasakan oleh RT kelompok 3 yang besarnya mencapai Rp 128.933 per bulan.

- Faktor yang secara statistik nyata mempengaruhi keputusan RT untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah adalah tingkat pendapatan dan kekhawatiran RT terhadap kondisi air tanah Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Willingness To Pay Masyarakat akibat Pencemaran Air Tanah  Karakteristik sosial ekonomi penduduk responden

 Estimasi nilai kerugian ekonomi

Analisis Willingess To Pay masyarakat untuk perbaikan kondisi air tanah  Analisis deskriptif  Metode Biaya Pengganti, Biaya Pencegahan, dan Biaya Kesehatan  Metode CVM

- Total nilai kerugian adalah Rp 9.926.489.524 per tahun. - Total nilai WTP masyarakat untuk upaya perbaikan kualitas air tanah adalah Rp 62.958.646 Estimasi Nilai

Kerugian Masyarakat Akibat Bencana Banjir dan Kesediaan Membayar

Masyarakat Terhadap Program Perbaikan Lingkungan

 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi

Metode Damage

Cost Avoided - Total nilai kerugian adalah Rp50.384.428.043 - Total WTP masyarakat untuk program perbaikan adalah Rp 9.040.696 per bulan per KK Estimasi Manfaat dan

Kerugian Masyarakat Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir

 Identifikasi manfaat dan kerugian akibat keberadaan TPA Bantar Gebang

 Estimasi nilai manfaat dan kerugian Bantar Gebang

 Perbandingan besaran nilai manfaat dan kerugian

 Alternatif pilihan sistem penangan sampah

Replacement Cost

Cost of Illness

- Nilai manfaat bersih atas keberadaan TPA Bantar Gebang adalah sebesar Rp 170.161.700

- Total nilai kerugian adalah sebesar Rp 13.385.300 per tahun.

(44)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi landasan teori yang menjadi dasar dalam menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang diuraikan meliputi konsep dasar dari metode perilaku pencegahan (averting behavior

method) beserta teknik valuasi yang digunakan untuk mengetahui nilai kerugian

yang dirasakan oleh penduduk akibat pencemaran air tanah yang terjadi dan analisis model regresi logistik yang akan digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya.

3.1.1 Metode Biaya Pencegahan dan Biaya Kesehatan

Pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya menyebabkan sumber air tanah tidak lagi dapat dikonsumsi secara bebas. Berkurangnya jumlah air bersih akibat pencemaran pada sumber air tanah merupakan kerugian bagi penduduk setempat. Penduduk akan melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih mereka dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik.

Salah satu pendekatan untuk mengukur kehilangan ekonomi akibat pencemaran adalah berdasarkan perilaku pencegahan (averting behaviour

(45)

29 bertujuan untuk mengurangi atau menghindari bahaya akibat kerusakan pada suatu ekosistem. Menurut Yakin (1997), pendekatan ini menaksir nilai dari komoditi non-market seperti air tanah, melalui jumlah yang rela dibayarkan individu untuk barang dan jasa yang memiliki nilai pasar untuk mengurangi eksternalitas lingkungan atau mencegah utilitas yang hilang dari degradasi lingkungan ataupun untuk mengubah perilaku individu untuk memperoleh kualitas lingkungan yang lebih baik. Biaya-biaya tersebut akan mengestimasi kemampuan membayar maksimum dari masyarakat untuk perbaikan kualitas air tanah atau air sumur.

Adapun untuk memperoleh nilai kerugian atas pencemaran air tanah yang terjadi digunakan teknik yang relevan dengan pendekatan averting behavior

method yakni metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Pendekatan ini

merupakan teknik yang memperkirakan valuasi minimal dari individu, habitat atau kualitas lingkungan dalam hal kesedian mengeluarkan biaya agar terhindar dari pengaruh kurang baik pada habitat atau lingkungan. Pendekatan ini mengkaji pengeluaran yang sesungguhnya yang mampu dilakukan orang agar terhindar dari kerusakan yang disebabkan degradasi lingkungan (Jones et al., 2000). Pengeluaran masyarakat yang dikaji dalam penelitian ini adalah pengeluaran penduduk dalam upayanya untuk mencegah dampak negatif yang terjadi akibat pencemaran air tanah yakni berupa biaya pembelian alat penyaring air (water

treatment devices) dan biaya untuk memperoleh sumber air bersih alternatif

pengganti air tanah yang tercemar.

Selain itu, menurut Said (1999), konsumsi atas air tanah yang tercemar dapat menyebakan pengkonsumsinya terkena resiko penyakit disentri, thypus dan

(46)

30

parathypus, kholera, hepatitis A, polio, dermatritis (penyakit kulit) serta diare.

Kondisi tersebut merupakan kerugian bagi penduduk karena harus mengeluarkan sejumlah uang untuk mengobati penyakit yang dideritanya akibat pencemaran air tanah yang terjadi. Menurut National Research Council (1997), biaya-biaya tersebut dapat berupa biaya kesehatan langsung seperti biaya medis, biaya rumah sakit, biaya obat, biaya rehabilitasi, dan nilai hilangnya waktu yang sama dengan hilangnya upah atau pendapatan. Oleh karena itu untuk menghitung biaya-biaya tersebut digunakan pendekatan biaya kesehatan (cost of illness).

Cost of Illness merupakan salah satu pendekatan yang bertujuan untuk

memberikan nilai pada perubahan kesehatan manusia atau kesejahteraan yang muncul dari perubahan kualitas lingkungan. Pengeluaran masyarakat atas biaya kesehatan yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi hanya pada biaya-biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk memperoleh pengobatan ke rumah sakit, puskesmas, ataupun dokter praktek atas penyakit yang dideritanya akibat mereka masih mengkonsumsi air tanah yang telah tercemar tersebut.

3.1.2 Teori Model Regresi Logistik

Regresi logistik merupakan suatu model analisis untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel prediktor yang berskala metrik (kontinyu) atau kategorik (nominal) terhadap variabel respon yang berskala kategorik (Juanda, 2009). Adapun tujuan dari penggunaan regresi logistik dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang secara nyata mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya. Tindakan pencegahan yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah berupa pembelian air

Gambar

Gambar 1. Biaya-Biaya Ekstraksi Sumberdaya Air Tanah
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 3.   Matriks Keterkaitan Tujuan, Jenis dan Sumber Data, serta Metode  Analisis Data
Tabel 7.  Jumlah Sarana Pembangunan Publik di Kelurahan Harapan Jaya
+3

Referensi

Dokumen terkait

Oleh kerana hanya satu fantom yang digunakan bagi setiap parameter dedahan, ketebalan dan ketumpatan tisu yang adalah tetap arus tiub yang digunakan sepanjang pemeriksaan adalah

faktor-faktor yang berdasarkan hasil dari wawancara survei terbanyak mempengaruhi kinerja karyawan dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang meliputi

Identifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang kompleks sehingga harus memerlukan latihan yang intensif. 2)

Pada fase ini, akan dilakukan pengujian terhadap sistem pencarian dokumen jurnal menggunakan BM25+, apakah sistem sudah sesuai dengan definisi kebutuhan yang ditentukan

NOTIS: Pemilihan sarung tangan spesifik untuk aplikasi khas dan tempoh penggunaan di tempat kerja perlu mengambil kira semua faktor relevan tempat kerja seperti, tetapi tidak terhad

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari 9 variabel bebas yang dianalisis, terdapat 3 variabel bebas yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian

Meningkatnya partisipasi akseptor setelah diberikan pesan kesehatan melalui Bobodoran merupakan faktor penting untuk mengubah seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu

Hasil ini tidak meyakinkan penulis akan peranan biaya outsourcing sumber daya manusia dalam menunjang efisiensi biaya operasional, berarti teori yang dikemukakan oleh Richardus