• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi akibat Pencemaran Air Tanah : Studi kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi akibat Pencemaran Air Tanah : Studi kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat"

Copied!
257
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumberdaya alam dan jasa lingkungan merupakan aset yang menghasilkan

arus barang dan jasa, baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak untuk

memenuhi kebutuhan manusia. Sumberdaya alam seperti air, lahan, udara, hutan,

ikan, minyak, dan lain-lain merupakan sumberdaya yang sangat esensial bagi

kelangsungan hidup manusia. Kerusakan atau kehilangan atas sumberdaya

tersebut dapat mempengaruhi kelangsungan hidup manusia. Keberadaan

sumberdaya ini tidak saja untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, namun

juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa.

Pengelolaan sumberdaya alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan

manusia, dan sebaliknya pengelolaan sumberdaya alam yang tidak baik akan

berdampak buruk bagi umat manusia. Oleh karena itu, menurut Fauzi (2006)

persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam adalah

bagaimana agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia

dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

Dalam konsep ekonomi klasik, sumberdaya diidentikan dengan input

produksi dari alam yang diperlukan untuk menghasilkan output atau barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi. Namun demikian, pengertian sumberdaya tersebut

tidak terbatas sebagai faktor input saja karena proses produksi dan konsumsi tidak hanya menghasilkan keuntungan dan kepuasan bagi pengguna, namun juga

menghasilkan residual atau limbah yang menyebabkan terjadinya eksternalitas

(2)

2

ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas tersebut.

Dalam pendekatan ekonomi tradisional, dampak dari residual tersebut tidak secara

eksplisit diakomodasikan dalam model produksi dan konsumsi. Padahal dengan

mengabaikan dampak eksternalitas tersebut, bukan saja syarat optimimalitas

produksi dan konsumsi tidak bisa terpenuhi, namun juga mengabaikan biaya

sosial yang sebenarnya harus ditanggung oleh maysarakat.

Sumberdaya air adalah salah satu sumberdaya yang sering dimanfaatkan

oleh manusia yang memberikan manfaat dalam mewujudkan kesejahteraan umat

manusia di segala bidang. Kontribusi sumberdaya air terhadap pembangunan

ekonomi dan sosial sangat vital. Awal peradaban manusia dan lahirnya

pusat-pusat pertumbuhan ekonomi juga dimulai dari sumber-sumber air, seperti sungai

dan mata air. Seiring dengan bertambahnya penduduk dan ekskalasi pembangunan

ekonomi, menyebabkan fungsi ekonomi dan sosial air sering terganggu karena

semakin kritisnya suplai air, sementara permintaan terus meningkat. Bahkan

dilihat dari sisi geopolitik, para ahli memprediksi bahwa air akan menjadi sumber

konflik di abad 21 ini (Fauzi, 2006).

Pada dasarnya Indonesia yang terletak di kawasan tropika basah memiliki

sumberdaya air yang cukup melimpah, namun jika dikaji secara mendalam, maka

sumberdaya air tersebut tidak selalu tersedia sesuai keinginan kita. Disamping

penyebarannya secara geografis tidak merata, juga dapat kita catat adanya

perubahan yang drastis karena unsur waktu dan musim serta perilaku manusia

yang sering menganggap sumberdaya air sebagai sesuatu yang tidak berharga dan

(3)

3

inilah yang kemudian mengarah pada krisis sumberdaya air (Kodoatie dan Sjarief,

2008).

Air tanah sebagai bagian dari sumberdaya air juga mengalami

permasalahan serupa. Air tanah di Indonesia hingga kini sering diperlakukan

sebagai barang bebas atau free good yang tidak memiliki nilai ekonomi. Air tanah masih dianggap sebagai sumberdaya yang dapat diperbaharui, padahal seharusnya

air tanah dikategorikan sebagai sumberdaya yang tidak terbarukan karena

meskipun memiliki kemampuan memulihkan kembali (recharge rate) lewat hujan, jika jumlah yang dimanfaatkan melebihi kemampuan recharge, maka sumberdaya ini dapat terdeplesi. Apabila sumberdaya ini terdeplesi, maka

membutuhkan waktu yang relatif lama yakni berupa proses geologi yang

membutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk membuatnya pulih

kembali (Fauzi, 2006).

Menurut Putranto dan Kusuma (2009), pengambilan air tanah terjadi

karena adanya pengaruh dari pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin tinggi,

sehingga mengakibatkan kebutuhan air akan semakin besar. Kebutuhan air yang

besar mendorong manusia untuk mencari pengganti air sungai yang merupakan

sumber utama air bersih karena sudah mulai tercemar oleh berbagai macam

limbah. Oleh karena itu, sebagai pengganti air sungai penduduk beralih

menggunakan air tanah sebagai bahan baku untuk memenuhi kebutuhan hidup

mereka. Sebagai imbas dari peralihan penduduk yang menggunakan air tanah

sebagai air bersih, maka banyak muncul sumur-sumur gali dan dilakukan

(4)

4

melakukan proses produksi. Kegiatan eksplorasi air tanah yang berlebihan ini

merupakan sumber utama timbulnya masalah air tanah pada daerah perkotaan.

Selain itu menurut Saeni (1997), pertumbuhan penduduk yang pesat

berbanding lurus dengan perkembangan pemukiman yang juga semakin pesat dan

tidak teratur, sehingga cenderung akan merusak kualitas air tanah. Keterbatasan

dan mahalnya harga lahan menyebabkan perbandingan antara luas bangunan dan

tanah terbuka menjadi tidak serasi. Permasalahan kualitas air tanah muncul

terutama di daerah yang rapat dengan sarana tangki septik yang berdekatan

dengan sumur air minum. Disamping itu pengambilan air tanah dangkal yang

berlebihan dapat menyebabkan turunnya muka air tanah. Jika keadaan demikian

tidak dapat dikendalikan, dapat mengakibatkan masuknya zat pencemar asal

saluran pembuangan limbah rumah tangga yang konstruksinya kurang baik ke

dalam akuifer air tanah dangkal. Perembesan air selokan atau tangki septik

tersebut dapat efektif bila terjadi penurunan muka air tanah dangkal yang dalam

terutama pada musim kemarau. Akibatnya banyak zat pencemar yang masuk ke

dalam sistem akuifer. Bila musim hujan tiba pencemar tersebut akan terlarut.

Demikian proses tersebut berjalan, sehingga air tanah dangkal menjadi tercemar

oleh limbah domestik, misalnya ammonia, nitrit, nitrat, deterjen, dan E. coli. Pertambahan jumlah penduduk dengan segala aktivitasnya yang sangat

pesat telah mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan kota yang cepat pula.

Hal ini seringkali mengakibatkan suatu kota tidak siap dalam memberikan

pelayanan sarana dan prasarana kepada masyarakatnya. Fenomena ini terjadi di

banyak kota besar di Indonesia dan salah satunya adalah Kota Bekasi. Kota

(5)

5

dan penyangga pusat ibukota yang berfungsi sebagai penyeimbang DKI Jakarta.

Fungsi Kota Bekasi sebagai penyangga ibukota menyebabkan jumlah penduduk

cenderung meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010,

jumlah penduduk kota Bekasi meningkat dari 1.663.802 jiwa di tahun 2000

menjadi 2.336.498 jiwa pada tahun 2010. Dalam rentang sepuluh tahun ini

penduduk Kota Bekasi meningkat sebesar 40,43% dengan laju pertumbuhan

penduduk setiap tahun mencapai 3,48%.1 Peningkatan jumlah penduduk di Kota

Bekasi tersebut seharusnya disertai dengan perbaikan dan peningkatan jumlah

pelayanan publik, khususnya pada sektor sanitasi dan air bersih. Namun

keterbatasan anggaran dan sistem yang tidak mendukung menyebabkan akses

masyarakat Kota Bekasi masih terbatas terhadap pelayanan sanitasi dan air bersih

yang baik.

Kota Bekasi yang kini berkembang dengan sangat pesat tersebut, ternyata

masih belum mampu memberikan pelayanan air bersih kepada seluruh

masyarakatnya. Jangkauan pelayanan PDAM baru mencapai 36% dari total

kebutuhan masyarakat Kota Bekasi. Terbatasnya pelayanan air bersih akan

dirasakan oleh semua pihak, namun akan sangat berpengaruh bagi masyarakat

miskin perkotaan di Kota Bekasi yang pada tahun 2010 totalnya mencapai sekitar

97.000 kepala keluarga (Dinas Kependudukan Kota Bekasi, 2011).2 Keterbatasan

layanan air bersih tersebut mengharuskan masyarakat golongan ekonomi lemah

tersebut untuk mencari alternatif sumber air lain, seperti air tanah dangkal dari

sumur gali atapun air isi ulang depot dan air kemasan yang lebih mudah untuk

diperoleh, namun kemungkinan besar sudah rawan oleh zat pencemar.

1 http://www.bekasikota.bps.go.id. diakses pada tanggal 4 Februari 2011.

(6)

6

Tercemarnya air tanah sebagai salah satu sumber air bersih utama yang

masih digunakan oleh penduduk menyebabkan mereka harus melakukan berbagai

tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih

dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi.

Menurut Traore et al. (1999), beberapa tindakan pencegahan yang lazim dilakukan penduduk pada umumnya adalah mengganti air minum mereka dengan

membeli air dalam kemasan, memasak atau merebus air yang akan dikonsumsi

terlebih dahulu, ataupun upaya penjernihan air dengan pemasangan filter.

Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan tersebut akan menyebakan

korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan

kuantitas air yang baik. Korbanan biaya tersebut merupakan biaya sosial akibat

dari eksternalitas negatif yang terjadi akibat tercemarnya sumber air tanah yang

seharusnya dapat mereka konsumsi secara bebas.

1.2 Perumusan Masalah

Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi di Kota Bekasi

mengakibatkan kebutuhan air bersih juga akan semakin besar. Menurut Putranto

dan Kusuma (2009), kebutuhan air bersih yang besar mendorong masyarakat

untuk beralih menggunakan sumber air tanah untuk memenuhi kebutuhan air

bersih sehari-harinya akibat sumber air permukaan yang selama ini mereka

gunakan tidak lagi mencukupi dan cenderung telah tercemar. PDAM yang

diandalkan sebagai salah satu penyedia kebutuhan air bersih masih belum mampu

menjangkau seluruh kebutuhan masyarakat karena keterbatasan volume air bersih

dan jangkauan perpipaan yang tersedia. Sebagai imbasnya maka banyak muncul

(7)

7

domestik akibat peralihan masyarakat menggunakan air tanah sebagai sumber

pemenuhan kebutuhan air bersih. Fenomena ini terjadi di banyak kota besar di

Indonesia dan salah satunya adalah Kelurahan Harapan Jaya sebagai salah satu

pusat kegiatan industri di Kota Bekasi bagian utara.

Saat ini ekstraksi air tanah besar-besaran yang dilakukan baik oleh industri

maupun domestik secara kolektif di Kelurahan Harapan Jaya telah menyebabkan

penurunan pada muka air tanah akibat semakin keringnya sumber air tanah. Selain

itu, perkembangan pemukiman penduduk yang semakin pesat dan tidak teratur

juga telah merusak kualitas air tanah. Menurut Saeni (1997), permasalahan

kualitas air tanah ini muncul akibat rapatnya pemukiman penduduk, sehingga

jarak antara sarana pembuangan limbah dengan air sumur warga cenderung saling

berdekatan dan berakibat pada rawannya sumber air bersih warga terhadap

perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik.

Penduduk Kelurahan Harapan Jaya pada umumnya merasakan kerugian

akibat tercemarnya sumber air bersih mereka. Perubahan secara fisik telah

dirasakan oleh penduduk melalui indikator warna, rasa, bau, serta tingkat

kekeruhan pada sumber air tanah yang mereka gunakan. Perubahan tersebut

menyebabkan air tanah tidak lagi dapat dikonsumsi secara bebas. Berkurangnya

jumlah air bersih akibat perubahan kondisi air tanah ini merupakan kerugian bagi

penduduk setempat. Oleh karena itu, penduduk akan melakukan berbagai tindakan

pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih mereka

dalam upaya menghindari dampak negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi.

(8)

8

biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air

yang lebih baik.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka timbul pertanyaan

penelitian yang perlu dikaji yaitu:

1. Bagaimana pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk di

Kelurahan Harapan Jaya?

2. Berapa besar kerugian ekonomi penduduk akibat adanya pencemaran air

tanah di Kelurahan Harapan Jaya?

3. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk

melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran air tanah di

Kelurahan Harapan Jaya?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahn yang terdapat dalam perumusan masalah

sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengidentifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk

Kelurahan Harapan Jaya

2. Mengestimasi nilai kerugian ekonomi penduduk akibat adanya

pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk

untuk melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran air

(9)

9 1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian tentang estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air

tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya diharapkan dapat bermanfaat,

yakni:

1. Bagi Akademisi dan Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan khazanah

pengetahuan dan informasi kepada akademisi dan peneliti dalam

pelaksanaan penelitian yang berkaitan dengan estimasi nilai kerugian

ekonomi akibat adanya pencemaran air tanah.

2. Bagi Pemerintah Kelurahan Harapan Jaya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah,

khususnya pemerintah Kelurahan Harapan Jaya dalam mengevaluasi

berbagai kebijakan yang terkait dengan pengelolaan dan pendayagunaan

air tanah agar dapat diimplementasikan secara efektif dan berkelanjutan.

3. Bagi Masyarakat Kelurahan Harapan Jaya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan insentif

perilaku bagi masyarakat Kelurahan Harapan Jaya untuk dapat menjaga

kelestarian sumberdaya air tanah dengan melakukan ekstraksi sumberdaya

air tanah sesuai dengan aturan hak guna pakai air agar ketersediaan

sumberdaya air tanah dapat terjaga dan masih dapat terus dimanfaatkan

oleh generasi di masa yang akan datang.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(10)

10

1. Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya untuk mengestimasi nilai

kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan

Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat.

2. Responden adalah rumah tangga yang berdomisili di sekitar kawasan

industri di Kelurahan Harapan Jaya.

3. Estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah adalah untuk

tahun 2011.

4. Estimasi nilai kerugian yang dilakukan adalah berdasarkan pada

biaya-biaya pencegahan dan kesehatan yang dikeluarkan oleh rumah tangga

akibat adanya pencemaran pada sumber air tanah yang digunakan oleh

penduduk yang berada di Kelurahan Harapan Jaya.

5. Estimasi nilai kerugian dilakukan pada tahun 2011, sehingga tingkat harga

(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekonomi Sumberdaya Air

Air merupakan bagian penting dari sumberdaya alam yang mempunyai

karakteristik unik dibandingkan dengan sumberdaya lainnya. Menurut Fauzi

(2006), air dapat diklasifikasikan ke dalam sumberdaya yang terbarukan maupun

tidak terbarukan, tergantung pada sumber dan pemanfaatannya. Air permukaan

atau surface water seperti air yang diperoleh dari sungai maupun danau dapat dikategorikan sebagai sumberdaya terbarukan karena adanya proses siklus

hidrologi dari bumi. Adapun air yang bersumber dari bawah tanah atau

groundwater diperoleh melalui proses geologi selama ratusan bahkan ribuan tahun, sehingga meskipun memiliki kemampuan untuk memulihkan kembali

(recharge rate) lewat hujan, jika jumlah yang dimanfaatkan melebihi kemampuan

recharge, groundwater sering dikatakan sebagai sumberdaya yang tidak terbarukan.

Pembahasan mengenai ekonomi sumberdaya air tidak terlepas dari

pertanyaan tentang bagaimana memanfaatkan sumberdaya air dengan

sebaik-baiknya dengan tidak mengorbankan kelestariannya. Menurut Fauzi (2006), air

juga memiliki nilai intrinsik dan pemanfaatannya memiliki nilai tambah karena

dari ekstraksi sampai pemanfaatan langsung untuk konsumsi menimbulkan biaya

yang cukup substansial. Seperti barang dan jasa lingkungan lainnya, nilai air

diturunkan dari arti penting dan kontribusi air bagi manusia dan makhluk hidup

lainnya. Nilai air dapat diidentifikasi dari peranan air yang meliputi: (1) sumber

(12)

12

antara (intermediate input) dalam proses produksi, terutama untuk sektor pertanian (irigasi) dan industri, serta menjaga fungsi dan proses ekologi; dan (3)

digunakan untuk tujuan rekreasi, estetika, sosial, dan keagamaan (cultural services). Dari sudut pandang ekonomi, peranan air tersebut dapat diringkas menjadi tiga jenis, yaitu sebagai barang akhir untuk dikonsumsi, input antara

untuk produksi, dan penyedia jasa lingkungan dan ekosistem.

2.1.1 Nilai Ekonomi Air Tanah

Sebagai bagian dari sumberdaya air, saat ini air tanah lebih cenderung

diapresiasi dengan nilai yang rendah (undervalued), terutama dalam kondisi dimana air tanah tersebut bersifat common property. Menurut Fauzi (2006), hal ini disebabkan karena pada saat sumberdaya tersebut tidak dimiliki dengan jelas, ia

akan menjadi common pool dimana setiap pengguna sumberdaya air meyakini bahwa ekstraksi yang dilakukannya tidak akan mempengaruhi stok sumberdaya

air, sehingga deplesi dari sumberdaya air dinilai tanpa harga (zero price). Lebih lanjut lagi Kemper et al. (2006) menyebutkan bahwa pada kondisi tersebut, pengguna sumberdaya air tanah akan menerima manfaat penuh dari keberadaan

sumberdaya air tanah, namun mengabaikan biaya-biaya yang harus dibayarkan

atas ekstraksi sumberdaya air tanah yang mereka lakukan.

Menurut Kemper et al. (2006), biaya yang dibayarkan oleh pengguna air tanah pada umumnya hanya berkisar pada biaya untuk memperoleh air tanah

seperti biaya pengeboran (capital cost) dan biaya pengoperasian serta pemeliharaan pompa untuk ekstraksi air tanah (Operation and Mantainance Cost), namun mengabaikan biaya-biaya lainnya seperti biaya eksternalitas dan biaya

(13)

13

pandang ekonomi, kondisi undervaluation ini akan menyebabkan inefisiensi dalam penggunaan sumberdaya air tanah. Biaya-biaya ekstraksi sumberdaya air

tanah dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: Kemper et al., 2006

Gambar 1.Biaya-Biaya Ekstraksi Sumberdaya Air Tanah

Menurut Jones et al. (2000), estimasi nilai ekonomi total air seharusnya melibatkan semua nilai, baik nilai guna (use value) maupun nilai bukan guna (non-use value). Nilai guna langsung (direct use value) dari air merujuk pada penggunaan air untuk menunjang kehidupan dan aktivitas ekonomi manusia,

sedangkan nilai guna tidak langsung (indirect use value) terkait dengan fungsi air sebagai suatu ekosistem. Nilai pilihan (option value) merupakan nilai untuk mempertahankan nilai air yang akan digunakan di waktu yang akan datang, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Sementara itu, nilai bukan guna (non-use value) meliputi nilai pengetahuan tentang ketersediaan air untuk generasi mendatang (bequest value) dan nilai intrinsik dari ekosistem air (existance value). Adapun National Research Council (1997) mengklasifikasikan nilai

sumberdaya air tanah berdasarkan dua terminologi, yakni berdasarkan nilai air

(14)

14

(economic terminology). Secara fisik air tanah terdiri dari nilai guna (extractive value) yaitu apabila air tanah dimanfaatkan atau digunakan untuk berbagai keperluan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan nilai in-situ yaitu manfaat atas air tanah apabila dibiarkan tetap dalam kondisi aslinya. Nilai guna air tanah terdiri

dari kegunaan air tanah untuk berbagai keperluan domestik, pertanian, dan

industri, sedangkan nilai in-situ terdiri dari manfaat ekologis, manfaat buffering, nilai pencegahan atas amblesan tanah dan muka air tanah (land subsidence avoidance values) dan instrusi air laut serta manfaat rekreasi.

Tabel 1. Nilai Sumberdaya Air Tanah

Physical State Terminology Economic Terminology

A.Extractive Values

Selanjutnya apabila ditinjau dari sudut pandang ekonomi (economic terminology), nilai air tanah diklasifikasikan menjadi nilai guna (use values) dan nilai bukan guna (non-use values). Nilai guna merujuk pada penggunaan air baik secara langsung maupun tidak langsung yang mencakup semua nilai pada

extractive value yang identik dengan nilai guna langsung (direct use value) dan

in-situ value yang identik dengan nilai guna tidak langsung (indirect use value). Adapun untuk nilai bukan guna terdiri dari nilai keberadaan (existance value) dan

Use Value

(15)

15

nilai warisan (bequest value). Nilai sumberdaya air tanah berdasarkan dua terminologi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

2.1.2 Metode Valuasi Ekonomi Air Tanah

Ekstraksi yang berlebihan oleh industri dan domestik secara kolektif pada

sumber air tanah di Kelurahan Harapan Jaya menyebabkan menurunnya kuantitas

dan kualitas air tanah. Kondisi ini semakin diperburuk oleh perkembangan

pemukiman penduduk yang semakin pesat dan tidak teratur sehingga

menyebabkan masuknya zat pencemar yang berasal dari kebocoran pada saluran

pembuangan limbah ke dalam sistem akuifer atau air tanah, sehingga

menyebabkan air tanah tidak dapat lagi dikonsumsi secara bebas. Pencemaran

yang terjadi pada sumber air tanah ini merupakan kerugian bagi penduduk

setempat karena berkurangnya sumber air bersih yang dapat mereka manfaatkan

untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Salah satu pendekatan untuk mengukur kehilangan ekonomi akibat

pencemaran adalah berdasarkan perilaku pencegahan (averting behaviour method). Perilaku pencegahan adalah tindakan yang dilakukan rumah tangga yang bertujuan untuk mengurangi atau menghindari bahaya akibat kerusakan pada

suatu ekosistem. Menurut Fauzi (2006), metode tersebut merupakan salah satu

teknik valuasi ekonomi non-pasar berbasiskan biaya (cost-based approach) yang mengandalkan harga implisit dimana keinginan membayar seseorang terungkap

melalui model yang dikembangkan (revealed willingness to pay).

Menurut National Research Council (1997), sedikitnya terdapat tiga

respon yang terkait dengan upaya yang dilakukan oleh rumah tangga dalam

(16)

16 goods, misalnya alat-alat penyaring (filter) untuk memberikan perlakuan semacam

water treatment terhadap air tanah sebelum dikonsumsi; (2) membeli nondurable goods, misalnya air galon; dan (3) merubah kebiasaan sehari-hari untuk menghindari dampak kerusakan akibat pencemaran, misalnya (a) memasak atau

mendidihkan air yang digunakan untuk keperluan memasak dan minum atau (b)

mengurangi frekuensi atau lamanya penggunaan air tanah untuk keperluan

mencuci ataupun mandi apabila adanya indikasi bahan pencemar, baik organik

maupun kimia dalam kandungan air tanah tersebut.

Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa rumah tangga merespon

perubahan pada harga, kuantitas dan kualitas sumberdaya non-market dengan melihat pembelian barang pasar yang serupa atau memiliki hubungan dengan

sumberdaya non-market tersebut. Biaya-biaya tersebut akan mengestimasi kemampuan membayar maksimum dari masyarakat untuk perbaikan kualitas air

tanah atau air sumur. Namun, menurut Brouwer dan Pearce (2005), biaya dari

perilaku pencegahan ini memiliki kekurangan. Pertama, pengeluaran atau biaya

seringkali menaksir terlalu rendah nilai pada kualitas sumberdaya. Kedua,

pendekatan ini hanya berlaku ketika terdapat perilaku pencegahan yang memilki

nilai pasar.

Untuk memperoleh nilai kerugian atas pencemaran air tanah yang terjadi

digunakan teknik yang relevan dengan pendekatan averting behavior method

yakni metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Pendekatan ini merupakan teknik yang memperkirakan valuasi minimal dari individu, habitat

atau kualitas lingkungan dalam hal kesedian mengeluarkan biaya agar terhindar

(17)

17

pengeluaran yang sesungguhnya yang mampu dilakukan orang agar terhindar dari

kerusakan yang disebabkan degradasi lingkungan. Pendekatan tersebut

memberikan nilai pada hal-hal di dalam lingkungan yang dirasa negatif dengan

mencari bagaimana individu atau kelompok membelanjakan uang agar terhindar

dari dampak negatif. Dalam hal ini dampak negatif belum terjadi, namun individu

atau kelompok percaya akan mengalami dampak negatif jika pengeluaran untuk

tindakan pencegahan tidak dilakukan (Jones et al., 2000).

Menurut Jones et al. (2000), individu atau kelompok sering mengeluarkan uang untuk menghindari atau mengeliminasi kerusakan yang disebabkan dampak

lingkungan yang merugikan. Biaya pencegahan ini menciptakan harga implisit

dari kondisi lingkungan dan keanekaragaman hayati yang baik, namun dianggap

merupakan estimasi minimum dari keuntungan perbaikan lingkungan tersebut.

Dalam teknik ini diasumsikan bahwa individu mengeluarkan uangnya untuk

mencapai perbaikan kualitas lingkungan yang setidaknya setara dengan

sumberdaya yang hilang.

Selain kerugian berupa biaya pencegahan yang harus dikeluarkan oleh

rumah tangga atas upaya mereka untuk melakukan tindakan pencegahan akibat

pencemaran air tanah yang terjadi, terdapat pula biaya lain yang timbul akibat

rumah tangga masih menggunakan sumber air tanah yang telah tercemar sebagai

pemenuhan kebutuhan sehari-harinya karena kesulitan untuk memperoleh

alternatif sumber air bersih lainnya. Menurut National Research Council (1997),

berdasarkan berbagai kasus pencemaran air tanah yang telah terjadi, konsumsi

atas air tanah yang tercemar dapat menyebabkan pengkonsumsinya terkena

(18)

18

Peningkatan resiko terkena penyakit tersebut menyebabkan peningkatan pula pada

biaya berobat, kehilangan waktu untuk kegiatan luang atau bersantai (leisure time), kehilangan pendapatan ataupun pekerjaan serta kerugian-kerugian lain yang ditanggung oleh manusia sebagai akibat atas konsumsi air tanah yang telah

tercemar tersebut. Oleh karena itu untuk menghitung biaya-biaya tersebut

digunakan pendekatan biaya kesehatan (cost of illness) yang juga merupakan salah satu teknik valuasi ekonomi yang berbasiskan biaya (cost-based approach).

Cost of Illness merupakan salah satu pendekatan yang bertujuan untuk memberikan nilai pada perubahan kesehatan manusia atau kesejahteraan yang

muncul dari perubahan kualitas lingkungan. Menurut Yakin (1997), pendekatan

ini terdiri dari faktor-faktor berikut:

1. Biaya kesehatan langsung seperti biaya medis, biaya-biaya asuransi medis,

dimana biaya pengeluaran medis terdiri dari biaya medis, biaya rumah sakit,

biaya obat, biaya rehabilitasi, dan nilai hilangnya waktu yang sama dengan

hilangnya upah atau pendapatan.

2. Nilai hilangnya waktu orang yang sakit (pendapatan yang hilang dan

kesenangan yang hilang)

2.2 Air Tanah

Air tanah merupakan salah satu komponen dalam peredaran air di bumi

yang dikenal sebagai siklus hidrologi. Dalam siklus hidrologi, air tanah juga

mempunyai peran sebagai salah satu mata rantai yang berfungsi sebagai reservoir,

yang melepaskannya secara perlahan ke dalam sungai atau danau, sehingga

kesinambungan aliran terjaga (Notodarmojo, 2005). Namun menurut Fauzi

(19)

19

(recharge rate), jika jumlah yang dimanfaatkan melebihi kemampuan recharge, maka sumberdaya ini dapat terdeplesi. Apabila sumberdaya ini terdeplesi, maka

membutuhkan waktu yang relatif lama yakni berupa proses geologi yang

membutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk membuatnya pulih

kembali. Oleh karena itu sumberdaya air tanah ini sering diklasifikasikan sebagai

sumberdaya yang tidak terbarukan.

Menurut UU No. 7 Tahun 2004, air tanah adalah air yang terdapat dalam

lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Sedangkan menurut

Kodoatie dan Sjarief (2008), air tanah merupakan salah satu komponen dalam

daur hidrologi (hydrologic cycle) yang berlangsung di alam. Sumber ini terbentuk dari air hujan yang meresap ke dalam tanah di daerah imbuhan (recharge area) dan mengalir melalui lapisan batuan, terutama lapisan pembawa air (akuifer)

dalam satu cekungan air bawah tanah (groundwater basin) yang berada di bawah permukaan tanah menuju ke daerah lepasan (discharge area). Air tanah dapat berupa air sumur dalam maupun air sumur dangkal. Air sumur dalam ialah air

yang telah merembes melalui lapisan-lapisan mineral masuk ke tanah, dimana

selama perembesan bahan-bahan organiknya tertahan, air sumur dalam dapat

diminum karena bebas bakteri. Sebaliknya air sumur dangkal tidak dapat langsung

diminum karena rawan perembesan oleh zat pencemar yang berasal dari limbah

buangan kegiatan domestik, pertanian, ataupun indsutri.

2.2.1 Pencemaran Air Tanah

Menurut Undang Undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4

Tahun 1982, pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya

(20)

20

berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam

sehingga kualitas turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan

menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya dan

telah melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Baku mutu

lingkungan hidup atau kriteria lingkungan hidup merupakan ukuran batas

perubahan sifat fisik, kimia, dan atau hayati lingkungan hidup yang dapat

ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.

Pencemaran lingkungan hidup ini terdiri dari pencemaran tanah, pencemaran

udara, pencemaran suara, dan pencemaran air.

Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tidak dapat digunakan

sesuai dengan peruntukannya secara normal disebut dengan pencemaran air

(Kristanto, 2004). Sampai saat sekarang ini sebagian besar masyarakat masih

menggunakan air tanah sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan air besih

sehari-sehari. Oleh karena itu kualitas air tanah menjadi sangat penting karena

sebagian besar pengguna air tanah menggunakan air tersebut secara langsung.

Meskipun ada beberapa yang melakukan pengolahan, namun hanya terbatas pada

pengolahan fisik atau kimia yang sederhana. Beragamnya kontaminan dengan

tingkat bahaya (toksisitas) yang bervariasi dan mahalnya biaya untuk pemulihan

kualitas (remediasi), maka menjaga kualitas air tanah akan lebih baik daripada

mencemari kemudian memperbaikinya. Beberapa kontaminan mempunyai sifat

kumulatif dan resistan, kadang-kadang secara kasat mata tidak terlihat

keberadaannya atau berbau, seperti misalnya organo-klorin sebagai pestisida atau

(21)

21

meningkatkan risiko bagi manusia sebagai pengguna air tanah (Notodarmojo,

2005).

Harus diakui bahwa tanah sebagai tempat buangan akhir bagi limbah

merupakan alternatif yang menarik dan mudah untuk dilakukan. Disamping itu,

cara ini juga telah dipraktikkan sejak adanya kehidupan manusia. Pencemaran

pada air tanah telah terjadi di beberapa tempat, baik dalam skala kecil maupun

regional. Degradasi kualitas air tanah dan tanah sebagai mediumnya dapat terjadi

karena berbagai hal. Menurut Notodarmojo (2005) beberapa diantaranya adalah

perkolasi dari efluen tangki septik, rembesan aliran air permukaan yang telah

tercemar, tempat pembuangan akhir sampah, ataupun tumpahan (spilling) dari zat pencemar yang tidak disengaja, merupakan penyebab yang sering dijumpai. Jenis

sumbernya pun dapat berupa sumber tersebar (diffuse source), terpusat (point source) ataupun dalam bentuk memanjang (line source). Kemudian seberapa jauh kontaminan tersebut dapat bersifat racun terhadap manusia dan lingkungannya

tergantung pada berbagai faktor, seperti misalnya sifat resistansi dan akumulasi

dalam tubuh ataupun kepekaan manusia terhadap kontaminan tersebut.

Pencemaran air minum oleh air limbah dapat disebabkan karena sumber

air yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat mengandung organisme seperti

bakteri dan virus. Selain disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme,

pencemaran air juga dapat terjadi akibat adanya kandungan zat atau senyawa

kimia dalam sumber air yang melebihi ambang batas konsentrasi yang diizinkan.

Kontaminasi kandungan zat atau senyawa kimia ini dapat terjadi secara alami

ataupun akibat aktivitas manusia seperti limbah rumah tangga dan industri.

(22)

22

misalnya logam berat, pestisida, senyawa mikro polutan hidrokarbon, zat-zat radio

aktif alami atau buatan dan sebagainya. Kontaminasi baik oleh mikroorganisme

maupun oleh zat atau senyawa kimia terhadap sumber air yang digunakan oleh

masyarakat akan menyebabkan pengkonsumsinya dapat rentan terhadap berbagai

penyakit (Said, 1999).

Menurut Said (1999), beberapa penyakit yang berhubungan dengan air

yang paling sering berjangkit akibat kontaminasi zat-zat pencemar ke dalam

sumber air yang dikonsumsi oleh warga antara lain adalah disentri, thypus dan

parathypus, kholera, hepatitis A, polio, dermatritis (penyakit kulit) serta diare. Seringkali penyebab penyakit tersebut diakibatkan oleh kondisi lingkungan rumah

yang tidak sehat dan perilaku individu yang tidak menjaga kebersihan dirinya dan

lingkungannya. Salah satu faktor yang penting untuk menanggulangi hal tersebut

yakni dengan cara meningkatkan kebersihan lingkungan, meningkatkan pelayanan

air bersih yang sehat, meningkatkan sistem pembuangan limbah yang memenuhi

syarat, serta meningkatkan peran dan fungsi pemerintah dengan memberikan

pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan.

2.2.2 Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah

Berdasarkan definisi pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.

43 Tahun 2008 tentang air tanah menyebutkan bahwa pengelolaan air tanah

adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, mengevaluasi

penyelenggaraan konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah, dan pengendalian

daya rusak air tanah yang berlandaskan pada strategi pelaksanaan pengelolaan air

tanah dengan keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan air

(23)

23 groundwater merupakan contoh menarik untuk memahami kasus sumberdaya yang bersifat common property dalam bentuknya yang paling asli (the purest common pool problem). Hal ini disebabkan karena pada saat sumberdaya tersebut tidak dimiliki dengan jelas, ia akan menjadi common pool dimana setiap pengguna sumberdaya air meyakini bahwa ekstraksi yang dilakukannya tidak akan

mempengaruhi stok sumberdaya air, sehingga deplesidari sumberdaya air dinilai

tanpa harga (zero price). Namun demikian, jika tidak diatur, ekstraksi akan terlalu besar sehingga menyebabkan ketersediaan air menurun dan menyebabkan biaya

yang terlalu besar (Fauzi, 2006).

Neher (1990) dalam Fauzi (2006) melihat bahwa deplesi sumberdaya air

bawah tanah ini menyebabkan dampak ekonomi dalam tiga hal. Pertama,

sumberdaya air bisa menjadi langka (extinct) melalui pemanfaatan yang berlebihan (overuse) yang pada gilirannya akan menyebabkan kolapsnya kanal yang dapat berakibat pada biaya ekonomi yang sangat mahal. Kedua, air bawah

tanah dapat diibaratkan uang di bank yang dapat dijadikan cadangan pada saat

curah hujan menurun akibat musim kemarau. Jika cadangan ini habis karena

terdeplesi, ia akan menyebakan bencana yang menumbulkan biaya ekonomi yang

sangat mahal. Ketiga, ketika ketersediaan air dalam tanah (water table) habis, biaya ekstraksi akan meningkat. Dalam rejim pengelolaan yang tidak terkendali,

biaya ini akan sangat mahal, sehingga salah satu tujuan utama dari pengelolaan

sumber daya air bawah tanah adalah bagaimana mengendalikan biaya tersebut.

Sedangkan pendayagunaan air tanah adalah upaya penatagunaan,

penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan air tanah secara

(24)

24

air tanah pada pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat secara adil

dan berkelanjutan. Lebih lanjut lagi Kodoatie dan Sjarief (2008) menjelaskan

bahwa pendayagunaan sumber daya air tanah dilakukan dengan mengutamakan

fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan dengan memperhatikan prinsip

pemanfaat air membayar biaya jasa pengelolaan sumberdaya air dan dengan

melibatkan peran serta masyarakat. Prinsip pemanfaat membayar biaya jasa

pengelolaan adalah penerima manfaat ikut menanggung biaya pengelolaan

sumberdaya air baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketentuan ini tidak

diberlakukan kepada pengguna air untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari

dan pertanian rakyat.

Pengelolaan sumberdaya air sangat penting untuk menjaga kualitas dan

kuantitas air tanah secara adil dan berkelanjutan. Saat ini data pemanfaatan air

tanah menunjukan bahwa 80% kebutuhan air bersih masyarakat perkotaan dan

pedesaan berasal dari air tanah. Peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat

menyebabkan kebutuhan akan air bersih turut meningkat. Peningkatan akan

kebutuhan air bersih ini akan merubah nilai dari sumberdaya air tanah yang

sebelumnya merupakan barang bebas (free good) menjadi barang yang bernilai ekonomi (economic good) dan diperdagangkan seperti komoditi lain. Perkiraan dalam sepuluh tahun mendatang, nilai strategis sumberdaya air bawah tanah akan

semakin besar sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti

dengan meningkatnya pembangunan pemukiman, bangunan publik, perhotelan,

industri makanan, minuman, obat-obatan, dan indsutri lainnya yang memerlukan

(25)

25 2.3 Penelitian Terdahulu

Topik penelitian mengenai estimasi nilai kerugian ekonomi akibat

degradasi lingkungan atau kerusakan sumberdaya dapat dilihat pada penelitian

yang dilakukan oleh Perkasa (2010) yang berjudul “Estimasi Nilai Kerugian

Ekonomi dan Willingness To Pay Masyarakat akibat Pencemaran Air Tanah”

diperoleh bahwa kerugian ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat Kelurahan

Kapuk Muara akibat adanya pencemaran air tanah adalah berupa korbanan biaya

yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk memperoleh sumber air bersih

alternatif selain air tanah, biaya untuk menyaring air tanah, dan biaya kesehatan.

Total nilai kerugian yang dialami oleh masyarakat diestimasi dengan

menggunakan pendekatan perilaku pencegahan (averting behaviour method) dengan menggunakan teknik valuasi replacement cost, prevventive expenditure, dan cost of illness. Total kerugian yang harus dibayar oleh masyarakat Kapuk Muara akibat pencemaran air tanah yang terjadi adalah sebesar Rp 9.926.489.524

per tahun. Adapun nilai total Willingness To Pay masyarakat untuk upaya

perbaikan kualitas air tanah di Kelurahan Kapuk Muara diestimasi dengan

menggunakan teknik valuasi Contingent Valuation Method (CVM) dan diperoleh nilai sebesar Rp 62.958.646 dari populasi Kelurahan Kapuk Muara.

Wicaksono (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Estimasi Nilai

Kerugian Masyarakat Akibat Bencana Banjir dan Kesediaan Membayar Masyarakat Terhadap Program Perbaikan Lingkungan”. Penelitian ini bertujuan

untuk mengestimasi nilai kerugian akibat banjir yang terjadi di Kampung Pulo.

Estimasi nilai kerugian dilakukan dengan menghitung biaya-biaya yang

(26)

26

datangnya banjir yakni berupa biaya peninggian rumah, biaya penanaman pohon,

biaya membangun tanggul, dan biaya kebersihan dengan menggunakan

pendekatan Damage Cost Avoided (DCA). Berdasarkan biaya-biaya tersebut, maka total kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Kampung Pulo yaitu

sebesar Rp 50.384.428.043. Adapun nilai total kesediaan masyarakat membayar

untuk program perbaikan lingkungan adalah sebesar Rp 9.040.696/bulan/KK.

Adapun hasil penelitian Bujagunasti (2009) yang berjudul “Estimasi

Manfaat dan Kerugian Masyarakat Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir” didapatkan bahwa kerugian yang dirasakan oleh masyarakat Ciketing Udik

akibat adanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang diantaranya

adalah pengurangan estetika, sarang penyakit, pencemaran udara, dan pencemaran

air. Total nilai kerugian yang dialami oleh masyarakat diestimasi dengan

menggunakan pendekatan perilaku pencegahan (averting behaviour method) dengan menggunakan teknik valuasi replacement cost untuk menghitung biaya yang dikeluarkan masyarakat atas upaya mereka untuk mengganti air bersih akibat

air yang tercemar dan cost of illness untuk menghitung biaya berobat masyarakat akibat pencemaran air dan udara yang terjadi di lokasi penelitian tersebut. Total

kerugian yang dialami oleh masyarakat Ciketing Udik akibat pencemaran yang

terjadi adalah sebesar Rp 13.385.300 per tahun.

2.4 Perbedaan Terhadap Penelitian Terdahulu

Perbedaan penelitian kali ini terhadap penelitian terdahulu dapat dilihat

dari tujuan, metode penelitian, dan hasil estimasi nilai kerugian yang diperoleh.

(27)

27 Tabel 2. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian “Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Air Tanah” dengan Penelitian Sebelumnya

Judul Skripsi/tesis Tujuan Metode Penelitian Hasil

*Estimasi nilai

Cost Avoided - Total nilai kerugian adalah

(28)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi landasan teori yang

menjadi dasar dalam menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang diuraikan

meliputi konsep dasar dari metode perilaku pencegahan (averting behavior method) beserta teknik valuasi yang digunakan untuk mengetahui nilai kerugian yang dirasakan oleh penduduk akibat pencemaran air tanah yang terjadi dan

analisis model regresi logistik yang akan digunakan untuk mengidentifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan

pencegahan akibat pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya.

3.1.1 Metode Biaya Pencegahan dan Biaya Kesehatan

Pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya

menyebabkan sumber air tanah tidak lagi dapat dikonsumsi secara bebas.

Berkurangnya jumlah air bersih akibat pencemaran pada sumber air tanah

merupakan kerugian bagi penduduk setempat. Penduduk akan melakukan

berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air

bersih mereka dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif dari

pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka

lakukan akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi

memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik.

Salah satu pendekatan untuk mengukur kehilangan ekonomi akibat

(29)

29

bertujuan untuk mengurangi atau menghindari bahaya akibat kerusakan pada

suatu ekosistem. Menurut Yakin (1997), pendekatan ini menaksir nilai dari

komoditi non-market seperti air tanah, melalui jumlah yang rela dibayarkan individu untuk barang dan jasa yang memiliki nilai pasar untuk mengurangi

eksternalitas lingkungan atau mencegah utilitas yang hilang dari degradasi

lingkungan ataupun untuk mengubah perilaku individu untuk memperoleh

kualitas lingkungan yang lebih baik. Biaya-biaya tersebut akan mengestimasi

kemampuan membayar maksimum dari masyarakat untuk perbaikan kualitas air

tanah atau air sumur.

Adapun untuk memperoleh nilai kerugian atas pencemaran air tanah yang

terjadi digunakan teknik yang relevan dengan pendekatan averting behavior method yakni metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Pendekatan ini merupakan teknik yang memperkirakan valuasi minimal dari individu, habitat

atau kualitas lingkungan dalam hal kesedian mengeluarkan biaya agar terhindar

dari pengaruh kurang baik pada habitat atau lingkungan. Pendekatan ini mengkaji

pengeluaran yang sesungguhnya yang mampu dilakukan orang agar terhindar dari

kerusakan yang disebabkan degradasi lingkungan (Jones et al., 2000). Pengeluaran masyarakat yang dikaji dalam penelitian ini adalah pengeluaran

penduduk dalam upayanya untuk mencegah dampak negatif yang terjadi akibat

pencemaran air tanah yakni berupa biaya pembelian alat penyaring air (water treatment devices) dan biaya untuk memperoleh sumber air bersih alternatif pengganti air tanah yang tercemar.

Selain itu, menurut Said (1999), konsumsi atas air tanah yang tercemar

(30)

30 parathypus, kholera, hepatitis A, polio, dermatritis (penyakit kulit) serta diare. Kondisi tersebut merupakan kerugian bagi penduduk karena harus mengeluarkan

sejumlah uang untuk mengobati penyakit yang dideritanya akibat pencemaran air

tanah yang terjadi. Menurut National Research Council (1997), biaya-biaya

tersebut dapat berupa biaya kesehatan langsung seperti biaya medis, biaya rumah

sakit, biaya obat, biaya rehabilitasi, dan nilai hilangnya waktu yang sama dengan

hilangnya upah atau pendapatan. Oleh karena itu untuk menghitung biaya-biaya

tersebut digunakan pendekatan biaya kesehatan (cost of illness).

Cost of Illness merupakan salah satu pendekatan yang bertujuan untuk memberikan nilai pada perubahan kesehatan manusia atau kesejahteraan yang

muncul dari perubahan kualitas lingkungan. Pengeluaran masyarakat atas biaya

kesehatan yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi hanya pada biaya-biaya yang

dikeluarkan masyarakat untuk memperoleh pengobatan ke rumah sakit,

puskesmas, ataupun dokter praktek atas penyakit yang dideritanya akibat mereka

masih mengkonsumsi air tanah yang telah tercemar tersebut.

3.1.2 Teori Model Regresi Logistik

Regresi logistik merupakan suatu model analisis untuk mengetahui

pengaruh variabel-variabel prediktor yang berskala metrik (kontinyu) atau

kategorik (nominal) terhadap variabel respon yang berskala kategorik (Juanda,

2009). Adapun tujuan dari penggunaan regresi logistik dalam penelitian ini adalah

untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang secara nyata mempengaruhi

keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan akibat adanya

pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya. Tindakan

(31)

31

galon yang diasumsikan dapat mewakili tindakan pencegahan yang dilakukan

oleh rumah tangga secara keseluruhan. Adapun faktor-faktor yang akan

diidentifikasi dalam penelitian ini meliputi penggunaan sumber air tanah oleh

penduduk, tingkat pendidikan, lama tinggal penduduk, status kepemilikan tempat

tinggal penduduk, dan kekhawatiran penduduk terhadap kondisi air tanah.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi di Kota Bekasi

mengakibatkan kebutuhan air bersih juga akan semakin besar. Menurut Putranto

dan Kusuma (2009), kebutuhan air bersih yang besar mendorong masyarakat

untuk beralih menggunakan sumber air tanah untuk memenuhi kebutuhan air

bersih sehari-harinya akibat sumber air permukaan yang selama ini mereka

gunakan tidak lagi mencukupi dan cenderung telah tercemar. PDAM yang

diandalkan sebagai salah satu penyedia kebutuhan air bersih masih belum mampu

menjangkau seluruh kebutuhan masyarakat karena keterbatasan volume air bersih

dan jangkauan perpipaan yang tersedia.

Saat ini ekstraksi air tanah besar-besaran yang dilakukan baik oleh industri

maupun domestik secara kolektif di Kelurahan Harapan Jaya telah menyebabkan

penurunan pada muka air tanah akibat semakin keringnya sumber air tanah. Selain

itu, perkembangan pemukiman penduduk yang semakin pesat dan tidak teratur

juga telah merusak kualitas air tanah. Menurut Saeni (1997), permasalahan

kualitas air tanah ini muncul akibat rapatnya pemukiman penduduk, sehingga

jarak antara sarana pembuangan limbah dengan air sumur warga cenderung saling

berdekatan dan berakibat pada rawannya sumber air bersih warga terhadap

(32)

32

Pencemaran yang terjadi pada sumber air tanah ini merupakan kerugian

bagi penduduk setempat karena berkurangnya sumber air bersih yang dapat

mereka manfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Penduduk akan

melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas

pasokan air bersih mereka dalam upaya menghindari kemungkinan dampak

negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan

yang mereka lakukan akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka

keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik.

Kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini merupakan

keterkaitan antara tahapan pelaksanaan penelitian dengan tujuan penelitian.

Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama yakni mengidentifikasi pola dan perilaku

penggunaan air bersih oleh penduduk, mengestimasi nilai kerugian ekonomi

penduduk dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan

penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran

tanah di Kelurahan Harapan Jaya. Keseluruhan data yang digunakan untuk

menjawab ketiga tujuan penelitian ini diperoleh melalui metode survei dengan

unit analisis rumah tangga yang masih menggunakan sumber air tanah sebagai

sumber pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-hari disamping sumber alternatif

lainnya. Kajian mengenai pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk

dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran umum

mengenai pola penggunaan air bersih berdasarkan jenis sumber dan volume

konsumsi air bersih oleh penduduk serta perilaku penduduk terhadap kondisi air

(33)

33

Selanjutnya, kajian mengenai estimasi nilai kerugian ekonomi akibat

pencemaran air tanah dianalisis melalui pendekatan perilaku pencegahan (averting behavior method) dengan menggunakan metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Metode biaya pencegahan digunakan untuk mengetahui besaran biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga atas pembelian alat penjernih air

(water treatment devices) dan pembelian sumber air alternatif pengganti berupa air galon yang terdiri dari air minum dalam kemasan (AMDK) dan air minum isi

ulang (AMIU). Selain biaya pencegahan, penduduk juga mengalami kerugian

berupa biaya yang harus dikeluarkan atas upayanya untuk mengobati

penyakit-penyakit yang timbul akibat pencemaran pada air tanah yang mereka konsumsi,

baik yang digunakan untuk konsumsi secara langsung ataupun hanya untuk

keperluan MCK. Adapun metode yang digunakan untk menghitung biaya tersebut

adalah metode biaya kesehatan (cost of illness). Metode biaya kesehatan digunakan untuk mengetahui besaran biaya yang harus dikeluarkan oleh rumah

tangga untuk mengobati penyakit-penyakit yang timbul akibat pencemaran pada

air tanah. Total dari biaya-biaya tersebut merupakan nilai kerugian yang dirasakan

oleh masyarakat atas tercemarnya sumber air tanah. Nilai kerugian tersebut

menggambarkan kemampuan membayar maksimum dari masyarakat untuk

perbaikan kualitas air tanah yang tercemar dan juga menggambarkan nilai

minimum dari kerusakan sumberdaya air tanah akibat pencemaran yang terjadi di

Kelurahan Harapan Jaya.

Adapun kajian mengenai identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran

(34)

34

variabel-variabel independen yang berpengaruh nyata dalam keputusan penduduk

untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah yang terjadi

di Kelurahan Harapan Jaya. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran tersebut,

maka alur kerangka berpikir terkait dengan rencana penelitian tersaji pada

(35)

35

Perbaikan dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Air Tanah di Kelurahan Harapan Jaya

yang pesat, rapat dan tidak teratur

(36)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kelurahan

Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat.

Kawasan ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut memiliki pemukiman padat penduduk yang berada di sekitar

kawasan industri, dimana air tanahnya diduga rawan pencemaran akibat

perembesan zat pencemar oleh saluran pembuangan limbah domestik yang

memiliki konstruksi kurang memadai. Berdasarkan kondisi tersebut, maka

diharapkan penduduk yang berada di Kelurahan Harapan Jaya akan lebih

memiliki pengalaman dalam melakukan berbagai upaya pencegahan akibat

pencemaran air tanah dibandingkan penduduk di lokasi lainnya di Kota Bekasi.

Penelitian ini dilakukan selama empat bulan. Pengambilan data primer dilakukan

pada bulan Agustus - Desember 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer.

Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden melalui kuisioner.

Data primer meliputi data mengenai karakteristik sosial ekonomi penduduk,

sumber dan volume air bersih yang digunakan oleh penduduk, biaya-biaya yang

dikeluarkan oleh penduduk atas upaya pencegahan terhadap kondisi air tanah

yang tercemar, serta data lainnya yang diperlukan dalam penelitian. Adapun

data-data pendukung yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui studi

(37)

37

Kota Bekasi, PDAM Tirta Patriot dan Puskesmas Seroja) dan literatur-literatur

yang relevan dengan penelitian.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Penelitian ini akan menganalisis responden pada unit rumah tangga. Hal

ini dikarenakan rumah tangga memiliki peran penting dalam pengambilan

keputusan dan penentuan pengalokasian sumberdaya (Sumarwan, 2002).

Responden adalah pihak yang dapat memberikan keterangan atau informasi

mengenai dirinya sendiri. Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk di

Kelurahan Harapan Jaya yang berada disekitar kawasan industri yang masih

menggunakan sumber air tanah sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih

sehari-hari disamping sumber alternatif lainnya. Pengambilan sampel (responden)

dilakukan dengan purposive sampling dengan metode survei (non-probability sampling). Pada metode ini tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk dijadikan anggota sampel. Pengambilan sampel dilakukan di

Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa

Barat. Jumlah responden atau sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini

ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin. Rumus Slovin digunakan karena

ukuran populasi diketahui dan asumsi bahwa populasi menyebar normal

(Prasetyo, 2006). Penentuan jumlah sampel yang akan dijadikan responden dalam

penelitian ini dihitung dengan menggunakan persamaan (4.1) berikut:

(38)

38

Keterangan:

N : Ukuran Populasi

n : Ukuran Sampel/Responden

e : Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditoleransi yaitu 10 persen.

Berdasarkan persamaan (4.1) yang digunakan, maka diperoleh jumlah

penduduk yang akan dijadikan sampel (responden) dalam penelitian ini yakni

berjumlah 100 kepala keluarga dari 19.266 kepala keluarga yang berada di

Kelurahan Harapan Jaya.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan

kuantitatif dengan menggunakan kuisioner. Pengolahan dan analisis data

dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14.0 for Windows. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer. Data primer meliputi data mengenai

karakteristik sosial ekonomi penduduk, sumber dan volume air bersih yang

digunakan oleh penduduk, biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penduduk atas

upaya pencegahan terhadap kondisi air tanah yang tercemar, serta data lainnya

yang diperlukan dalam penelitian.

Data-data tersebut digunakan untuk mengkaji ketiga tujuan dari penelitian

ini yakni mengidentifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh

penduduk, mengestimasi nilai kerugian ekonomi penduduk serta mengidentifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan upaya

(39)

39

penelitian, jenis dan sumber data, dan metode analisis data yang digunakan dalam

peneltian tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3. Matriks Keterkaitan Tujuan, Jenis dan Sumber Data, serta Metode Analisis Data

Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber Data Metode Analisis

Data

4.4.1 Identifikasi Pola dan Perilaku Penggunaan Air Bersih oleh Penduduk

Identifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk akan

diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif. Menurut Prasetyo (2006),

analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu sistem pemikiran

maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah membuat

suatu deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat

(40)

40

untuk mengidentifikasi pola penggunaan air bersih dilihat dari jenis sumber air

bersih dan seberapa banyak volume air yang digunakan oleh penduduk dari tiap

sumber setiap bulannya. Data mengenai jenis sumber air dan volume air yang

digunakan tersebut dimasukkan ke dalam bentuk tabel agar terlihat kombinasi dari

keduanya. Kombinasi volume air yang digunakan dari setiap sumber air ini yang

nantinya akan membentuk suatu pola dalam penggunaan air tanah.

Selanjutnya, perilaku penduduk terhadap kondisi air tanah akan dikaji

secara deskriptif dengan mengklasifikasikan perilaku responden menjadi dua

jenis, yakni perilaku pada responden yang mengalami pencemaran dan yang tidak

mengalami pencemaran pada sumber air tanah yang mereka gunakan. Kemudian

berdasarkan dari kedua jenis perilaku tersebut akan dikaji jenis-jenis tindakan

pencegahan yang dilakukan oleh responden atas kondisi pada air tanah yang

digunakan oleh masing-masing kelompok rumah tangga sesuai sumber air bersih

yang digunakan. Matriks mengenai identifikasi pola dan perilaku penggunaan air

bersih oleh penduduk tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Matriks Pola dan Perilaku Penggunaan Air Bersih oleh Penduduk

Indikator Parameter

1. Pola Penggunaan Air Bersih Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji jenis sumber air bersih dan besaran volume air yang digunakan dari tiap sumber setiap bulannya.

2. Perilaku Penduduk Terhadap Kondisi Air Tanah

Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji jenis perilaku

pencegahan penduduk terhadap kondisi air tanah yang digunakan.

4.4.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Akibat Pencemaran Air Tanah

Pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya

(41)

41

Berkurangnya jumlah air bersih akibat pencemaran pada sumber air tanah

merupakan kerugian bagi penduduk setempat. Penduduk akan melakukan

berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air

bersih mereka dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif dari

pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka

lakukan akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi

memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik.

Salah satu pendekatan untuk mengukur kehilangan ekonomi akibat

pencemaran adalah berdasarkan perilaku pencegahan (averting behaviour method). Perilaku pencegahan adalah tindakan yang dilakukan rumah tangga yang bertujuan untuk mengurangi atau menghindari bahaya akibat kerusakan pada

suatu ekosistem. Perilaku pencegahan responden yang akan dikaji dalam

penelitian ini adalah berdasarkan upaya mereka untuk membeli alat penjernih air

(water treatment devices) dan sumber air bersih pengganti air tanah yakni berupa air galon untuk menghindari dampak negatif akibat tercemarnya sumber air tanah.

Oleh karena itu untuk memperoleh nilai kerugian atas pencemaran air tanah yang

terjadi digunakan teknik yang relevan dengan pendekatan averting behavior method yakni metode biaya pencegahan (preventive expenditure).

Selain biaya pencegahan, penduduk juga mengalami kerugian berupa

biaya yang harus dikeluarkan atas upayanya untuk mengobati penyakit-penyakit

yang timbul akibat pencemaran pada air tanah yang mereka konsumsi, baik yang

digunakan untuk konsumsi secara langsung ataupun hanya untuk keperluan MCK.

Adapun metode yang digunakan untuk menghitung biaya tersebut adalah metode

(42)

42

yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi hanya pada biaya-biaya yang dikeluarkan

masyarakat untuk memperoleh pengobatan ke rumah sakit, puskesmas, ataupun

dokter praktek atas penyakit yang dideritanya akibat mereka masih

mengkonsumsi air tanah yang telah tercemar tersebut. Matriks mengenai analisis

nilai kerugian ekonomi masyarakat akibat pencemaran air tanah dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Matriks Analisis Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Akibat Pencemaran Air Tanah

Indikator Parameter

1. Kerugian atas perilaku pencegahan (averting behavior) oleh penduduk akibat pencemaran air tanah

Analisis dilakukan secara kuantitatif dengan menghitung pengeluaran penduduk atas biaya pencegahan untuk pembelian alat penjernih air dan sumber air bersih pengganti (air galon) 2. Kerugian atas penyakit yang diderita

oleh penduduk terkait pencemaran

Kerugian ekonomi penduduk dapat diestimasi dengan menggunakan

metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Metode ini digunakan untuk mengetahui besaran biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga atas pembelian

alat penjernih air (water treatment devices) serta pembelian sumber air alternatif pengganti berupa air galon dalam upaya untuk mencegah dampak negatif yang

ditimbulkan oleh kondisi air tanah yang tercemar. Besaran biaya yang dikeluarkan

oleh rumah tangga untuk pembelian alat penjernih air diperoleh dengan

mengumpulkan informasi dari rumah tangga responden mengenai jenis alat

(43)

43

tercemarnya sumber air tanah beserta biaya yang dikeluarkan setiap bulannya

untuk memperoleh alat penjernih air tersebut.

Selain pembelian alat penjernih air, rumah tangga responden juga

melakukan tindakan pencegahan dengan mengganti sumber air tanah mereka

dengan air galon. Penggantian sumber air bersih ini diasumsikan sebagai suatu

tindakan pencegahan oleh rumah tangga untuk menghindari dampak negatif

akibat tercemarnya sumber air tanah. Besaran biaya yang dikeluarkan oleh rumah

tangga untuk pembelian sumber air pengganti diperoleh dengan mengumpulkan

informasi dari rumah tangga responden mengenai jenis sumber air pengganti yang

dipilih oleh rumah tangga responden untuk mengurangi atau agar tidak

mengkonsumsi air tanah lagi secara langsung, jumlah atau frekuensi penggunaan

sumber air bersih pengganti yang dipilih oleh rumah tangga responden, serta biaya

yang dikeluarkan oleh rumah tangga responden untuk memperoleh sumber air

bersih pengganti tersebut setiap bulannya.

Masing-masing data biaya pengeluaran rumah tangga responden untuk

melakukan tindakan pencegahan melalui upaya-upaya pembelian alat penjernih

air maupun alternatif sumber air bersih pengganti akan ditabulasikan ke dalam

tabel yang berisi jenis tindakan pencegahan yang dilakukan, jumlah rumah tangga

responden yang melakukan tindakan pencegahan, biaya rata-rata yang dikeluarkan

serta total biaya untuk setiap tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumah

tangga responden. Rata-rata dari masing-masing biaya pencegahan dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan (4.2), dimana total jumlah uang yang

Gambar

Gambar 1. Biaya-Biaya Ekstraksi Sumberdaya Air Tanah
Tabel 2.  Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian “Estimasi Nilai
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 3.  Matriks Keterkaitan Tujuan, Jenis dan Sumber Data, serta Metode
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dampak negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas industri sarung tenun Desa Wanarejan Utara,

Hal tersebut membuktikan bahwa durasi terjadinya banjir mempengaruhi besaran dari kerugian ekonomi yang terjadi akibat banjir di Sungai Pesanggrahan pada sektor komersil

Penelitian ini diperlukan untuk mengetahui eksternalitas positif dan negatif yang dirasakan oleh masyarakat, mengestimasi nilai kerugian ekonomi yang harus ditanggung oleh

Informasi yang diperlukan diantaranya: (1) jenis penyakit, penyakit apa yang diderita oleh responden akibat menghirup udara yang telah terkontaminasi dan apakah penyakit

Data primer yang dibutuhkan antara lain: karakteristik sosial ekonomi masyarakat, persepsi masyarakat mengenai kerusakan Situ Pladen, total biaya yang dikeluarkan

Rata-rata biaya kesehatan per bulan diperoleh dengan membagi total biaya dari ketiga pilihan berobat yang dilakukan dengan 45 responden yang mengeluarkan biaya

Keamanan, Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan Lingkungan (K3L) adalah bidang yang penting dalam manajemen perusahaan yang bertujuan untuk melindungi dan memastikan kesejahteraan karyawan serta menjaga kelestarian lingkungan tempat kerja. Konsep K3L mencakup serangkaian praktik dan kebijakan yang dirancang untuk mencegah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, serta kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas perusahaan. Keamanan: Fokus pada upaya perlindungan terhadap karyawan dari potensi bahaya fisik dan kejahatan di tempat kerja. Ini meliputi penerapan sistem keamanan, pelatihan untuk tindakan darurat, penggunaan peralatan pelindung diri, dan penegakan aturan keselamatan di tempat kerja. Kesehatan: Berkaitan dengan upaya menjaga kesehatan fisik dan mental karyawan. Ini meliputi pencegahan penyakit akibat kerja, akses terhadap layanan kesehatan, program kesehatan dan kesejahteraan, serta promosi gaya hidup sehat. Keselamatan Kerja: Berfokus pada identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko di tempat kerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan cedera. Ini termasuk pembangunan budaya keselamatan, pelatihan keselamatan, audit keselamatan, dan penerapan prosedur kerja yang aman. Lingkungan: Melibatkan upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan tempat kerja dan mencegah polusi serta kerusakan lingkungan. Ini termasuk pengelolaan limbah, konservasi sumber daya alam, penggunaan energi yang efisien, dan kepatuhan terhadap peraturan lingkungan. Dengan menerapkan praktik K3L yang baik, perusahaan dapat meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya akibat cedera dan penyakit, serta membangun citra perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan. Selain itu, pemenuhan kriteria K3L juga seringkali menjadi persyaratan hukum dan regulasi yang harus dipatuhi oleh perusahaan untuk menjaga keberlanjutan operasional