• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. memberikan sumbangan yang cukup besar bagi devisa negara, menjadi ekspor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. memberikan sumbangan yang cukup besar bagi devisa negara, menjadi ekspor"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini karena kopi telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi devisa negara, menjadi ekspor non migas, selain itu dapat menjadi penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani pekebun kopi maupun bagi pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam budidaya, pengolahan, maupun dalam mata rantai pemasaran.

Terdapat dua spesies tanaman kopi yang dikembangkan di Indonesia, yaitu kopi arabika dan kopi robusta. Kopi arabika merupakan jenis kopi tradisional, dianggap paling enak rasanya, dan kopi robusta yang memiliki kafein lebih tinggi, dapat dikembangkan dalam lingkungan dimana kopi arabika tidak dapat tumbuh, dengan rasa yang pahit dan asam (Anonim, 2009).

Selama lima tahun terakhir, Indonesia menempati posisi keempat sebagai negara eksportir kopi setelah Brazil, Kolombia dan Vietnam. Indonesia juga merupakan negara penghasil kopi robusta terbesar kedua di dunia setelah Vietnam (ICO, 2010). Di sisi lain, meskipun kontribusi kopi Arabika Indonesia dalam perdagangan kopi dunia secara kuantitatif sangat kecil, namun secara kualitatif sangat disukai konsumen dengan keanekaragaman jenis serta cita rasanya yang spesifik.

Indonesia terkenal dengan berbagai jenis kopi dengan cita rasa yang berbeda-beda, bahkan namanya terkenal di pasar kopi internasional, seperti Java coffee, Gayo Mountain coffee, Mandheiling coffee, dan Toraja/Kalosi coffee 1.1. Latar Belakang Penelitian

(2)

(Karo, 2010). Keseluruhan dari jenis kopi tersebut merupakan kopi Arabika spesialti. Kopi spesialti asal Indonesia makin popular mulai akhir tahun 1980-an terutama di kalangan masyarakat Amerika Serikat dan Eropa Barat. Pada tahun 1997, Indonesia menjadi pemasok kopi spesialti terbesar ketiga setelah Kolombia dan Meksiko dengan pangsa 10% dari total impor kopi spesialti Amerika Serikat yang besarnya mencapai 75 ribu ton (Herman, 2008).

Ekspor kopi arabika dari Indonesia sebagian besar dipasarkan ke segmen pasar khusus (kopi spesialti) karena mutu citarasanya khas dan digemari oleh para penikmat kopi di negara-negara konsumen utama. Di segmen spesialti harga kopi lebih mahal dan fluktuasinya tidak terlalu tajam, yang tentunya berdampak pada pendapatan petani dan devisa negara (Wahyudi, 2008).

Sulawesi Selatan merupakan salah satu propinsi di Kawasan Timur Indonesia yang memiliki potensi pengembangan kopi. Hal ini ditunjukkan dengan areal penanaman yang cukup luas serta keadaan agroklimatologi yang sangat mendukung. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Sul-Sel (2009), volume ekspor kopi arabika asal Sul-Sel periode 2009 tercatat 4,11 juta ton dengan nilai ekspor sebanyak 14,45 juta dolar AS. Dari total volume ekspor kopi arabika tersebut, terbanyak dikirim ke AS yakni 1,9 juta ton, kemudian Jepang 628.037 ton, dan Belgia 379.200 ton. Sementara ekspor kopi ke Italia hanya 36.000 ton dengan nilai ekspor 113.400 dolar AS.

Pada rentang waktu tahun 1977 – 2002, produksi kopi Sulawesi Selatan mencapai 202.165,50 ton kopi robusta dan 15.619 kopi arabika. Lokasi

(3)

1000 ton/tahun dihasilkan di Kabupaten Bulukumba, Bantaeng, Sinjai, Pinrang, Luwu, Lutra dan Toraja. Sementara kopi arabika di Kabupaten Toraja, Enrekang dan Gowa yang produksinya juga masing-masing mencapai di atas 1000 ton/tahun (Alam, 2006). Kopi arabika yang dihasilkan oleh Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Enrekang di Sulawesi Selatan ini sudah dikenal luas di luar negeri dengan nama Kopi Toraja dan Kopi Kalosi.

Kopi kalosi adalah salah satu kopi terbaik di dunia, merupakan salah satu komoditi unggulan Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Di Indonesia, jenis kopi kalosi ini hanya bisa tumbuh di Kabupaten Enrekang yang terletak di daerah pegunungan (dengan ketinggian kurang 2.000 meter di atas permukaan laut) dengan iklim dingin. Kabupaten Enrekang, menjadi salah satu penghasil kopi berkualitas bagus yang mendapat pengakuan dari beberapa negara di dunia. Sejak beberapa tahun silam, kopi Kalosi sudah terkenal bahkan diekspor hingga ke luar negeri dengan harga tinggi, seperti ke Jerman, Jepang dan Amerika. Kopi ini disukai di luar negeri karena rasa dan aromanya yang khas. Memang kopi ini lebih dikenal diluar negeri, dan untuk di Indonesia sendiri kopi ini masih kalah pamor dengan kopi luwak, kopi Bali, atau kopi Toraja. Selain itu pemasarannya khusus di Indonesia masih terbatas karena kelangkaannya.

Pengembangan kopi Arabika di Enrekang dilakukan sejak masa penjajahan Belanda. Pada masa itu, di antara tahun 1725 sampai 1780, Pemerintah Belanda melalui VOC memonopoli perdagangan kopi dunia. Mereka melakukan penanaman kopi di daerah sekitar Batavia (Jakarta), Sukabumi, Bogor, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Selanjutnya, mereka melebarkan sayap

(4)

dengan menanam kopi di luar Pulau Jawa, seperti di Sulawesi, Sumatera dan Bali. Di Sulawesi, tepatnya di wilayah Kabupaten Enrekang, penanaman kopi Arabica typica mulai ditanam tahun 1750. Dengan menerapkan sistem tanam paksa (cultuurstelsel), VOC menangguk keuntungan besar dari perdagangan kopi tersebut(http://www.enrekang.com).

Perkebunan kopi Arabica typica tersebut sebagian besar hancur saat penyakit daun kopi menyerang Indonesia. Sehingga, kopi jenis ini sempat hilang di pasaran dan dianggap punah. Keberadaan kopi Kalosi dengan berjalannya waktu, sempat mengalami pergeseran sebagai tanaman perkebunan yang mulai langka di era tahun 1970-an, sebab mulai bermunculan berbagai jenis kopi lain yang berbeda dengan produksi sedikit lebih tinggi.

Ketika nilai kopi mengalami kemerosotan, dan tingkat produksi rendah, sebagian petani menghentikan menanam kopi, sebagian menggantinya dengan kopi USDA, Kartika, dan terakhir kopi Jember. Bagi yang berhenti menanam kopi, mereka beralih bercocok tanam hortikultura. Ketika permintaan dan nilai kopi semakin membaik, sebagian yang sudah mengonversi lahan kembali melirik tanaman kopi. Berdasarkan pengalaman yang sudah dilalui akan lesunya nilai kopi, para petani tetap menanam hortikultura, dan juga beternak.

Di Kabupaten Enrekang tercatat sekitar 1.480 ha dari total area 10.444 ha merupakan tanaman berumur lanjut yang perlu untuk diremajakan. Tanpa usaha peremajaan Kabupaten Enrekang akan kehilangan pertanaman kopi arabika sekitar 1.480 ha. Setara dengan produksi tidak kurang dari 1.036 ton atau

(5)

kehilangan penerimaan sebesar US $ 1,15 juta/tahun (Dinas Perkebunan Enrekang, 2005).

Demam akan biji kopi yang ternyata dikenal kopi Kalosi, mendorong pemda setempat melalui teknis terkait bersama pakar pertanian Universitas Hasanuddin (Unhas) kembali melacak keberadaan tanaman tersebut yang masih bertahan di sekitar areal kaki pegunungan Latimojong tepatnya di Kecamatan Bungin Perkampungan Nating Desa Sawitto. Disitulah ditemukan kembali kopi Kalosi dan dibudidayakan dengan kultur jaringan dalam laboratorium. Selain itu Pemerintah kabupaten bekerjasama dengan Unhas melakukan kegiatan pembibitan sambung pucuk pohon kopi Arabica typica dan pembangunan kebun induk benih seluas 30 ha di Desa Sawitto. Saat ini, tercatat hanya ada sekitar 13.200 pohon kopi Arabica typica yang tersebar di 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Bungin, Buntubatu, Masalle, Baraka dan Baroko (http://www.sentrakukm.com). Kecamatan Bungin yang juga dipersiapkan sebagai sentra pengembangan specialty coffee Kalosi. Langkah tersebut dilakukan untuk menyediakan benih tanaman kopi bermutu dan menjaga keaslian kopi Kalosi. Sebab, disinyalir selama ini ada pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab mencampur kopi Kalosi dengan jenis kopi lain sehingga menghilangkan kepercayaan pasar.

Cita rasa kopi Enrekang telah menarik perhatian investor asal Malaysia, Australia, China, dan Jerman. Tiga negara yang terakhir, belum lama ini juga menyatakan keseriusannya menggarap potensi kopi arabika di Kabupaten Enrekang, yang rata-rata per tahun di tiap desa bisa menghasilkan 300 ton. Dengan semakin banyaknya investor yang tertarik dengan kopi Enrekang, hal itu

(6)

semakin menambah semangat petani setempat untuk lebih mengembangkan tanaman kopi. Selain itu pemasaran lebih mudah, harga jual kopi Enrekang pun terus merambat naik. Saat ini, harga kopi jenis arabika mencapai 18 dollar AS (setara Rp 160.000) per kilogram (Fiyan, 2011).

Berikut ini adalah data perkembangan luas areal, jumlah produksi dan jumlah KK yang berusahatani kopi arabika di Kabupaten Enrekang, disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Luas Areal, Jumlah Produksi dan Jumlah KK Komoditi Kopi Arabika di Kabupaten Enrekang Tahun 2006 dan 2011.

Tahun Luas Areal (ha) (ton/tahun)Produksi Petani (KK)Jumlah

TBM TM TR/TT Jumlah

2006 1.246 7.254 2.331 10.833 6.413,00 14.837 2011 1.132 8.409 2.408 11.949 7.932,74 17.521 Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Enrekang, 2006.

Dinas Perkebunan Kabupaten Enrekang, 2011.

Ket: TBM = tanaman belum menghasilkan TM = tanaman menghasilkan TR = tanaman yang direhabilitasi TT = tanaman yang sudah tua KK = kepala keluarga

Dari Tabel 1.1 terlihat bahwa baik luas areal penanaman, produksi maupun jumlah petani yang mengusahakan kopi arabika terus mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan potensi pasar kopi global khusus spesialty terbuka luas. Namun disisi lain petani kopi di Kabupaten Enrekang masih memiliki kendala dalam mengembangkan usahataninya, misalnya dalam hal kendala teknis dan manajemen yang dihadapi petani untuk memenuhi standar perusahaan dan pasar internasional. Masalah lain adalah kurang efektifnya peran penyuluhan.

(7)

Di samping itu pemerintah mestinya lebih gencar menyadarkan petani untuk memperbaiki mutu kopi yang dihasilkan dengan mengintensifkan pembinaan petani dan penguatan kelompok tani melalui petugas pendamping sehingga dengan keberadaan petugas pendamping, para petani bisa tergerak untuk menerapkan teknologi budidaya tanaman kopi secara modern. Karena mutu kopi sangat mempengaruhi stabilitas harga, bila mutunya bagus maka harga jualnya juga akan tinggi dan selanjutnya harga kopi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan petani kopi dan risiko petani terhadap harga kopi yang tinggi dapat ditekan.

Pada dasarnya setiap rumahtangga tani bertujuan untuk meningkatkan produksi usahatani kopinya agar pendapatannya meningkat. Oleh karena itu petani sebagai pengelola usahatani harus memahami dan mengerti cara mengalokasikan input atau faktor produksinya sehingga tujuan peningkatan pendapatan dapat tercapai.

Pertanaman kopi yang ada di Kabupaten Enrekang umumnya adalah perkebunan rakyat. Pola perkebunan rakyat pada dasarnya mempunyai pengelolaan yang masih bersifat sederhana, penggunaan teknologi yang masih rendah, seperti pohon pelindung yang kurang terawat, kurangnya pemeliharaan pada tanaman kopi seperti tidak dilakukannya pemangkasan pada tanaman kopi. Hal-hal tersebut yang menyebabkan produksi rendah, rendahnya mutu biji kopi yang dihasilkan, terlambat panen bahkan gagal panen.

(8)

Selain masalah teknis tersebut, masalah lain yang ditemukan yang menjadi kendala usahatani kopi, yaitu: kurangnya modal, tingginya upah tenaga kerja harian, iklim, hama dan penyakit, dan kebijakan pemerintah setempat. Risiko yang dihadapi petani yang disebabkan oleh kendala tersebut secara langsung mempengaruhi produksi dan pendapatan petani kopi serta mempengaruhi perilaku petani dalam pengambilan keputusan berusahatani.

Rendahnya produktivitas dan mutu biji kopi mengakibatkan keuntungan yang dicapai belum maksimal. Petani dalam berusahatani selain memperhatikan keuntungan yang akan diperoleh juga mempertimbangkan tinggi rendahnya risiko yang dihadapi. Disamping itu perubahan iklim, kebijakan pemerintah setempat juga merupakan faktor yang sepenuhnya berada diluar jangkauan petani. Hal ini juga yang patut dipertanyakan apakah usahatani ini bisa terus berlanjut atau tidak. Suatu sistem usahatani yang layak dan berkelanjutan secara ekologis (ramah lingkungan) tidak selalu menjadi sustainable bila tidak layak secara ekonomi. Usaha pertanian yang berlanjut secara ekonomi harus memberikan insentif ekonomi yang cukup bagi petani sebagai pelaku utama dalam kegiatan pertanian. Salah satu tolok ukurnya adalah pendapatan usahatani yang memadai.

Keberlanjutan usahatani tidak terlepas dari tujuan ekonomi yang merefleksikan kehidupan petani yang lebih baik melalui kecukupan penyediaan pangan. Pertimbangan ekonomi seperti profitabilitas, efisiensi, dan produktivitas merupakan hal penting untuk pertanian berkelanjutan. Akan tetapi bagaimanapun juga menjaga lingkungan dan kehidupan sosial yang lebih baik merupakan hal

(9)

yang penting bagi pertanian berkelanjutan dan ketiganya harus ada keseimbangan dan merupakan sebuah sistem dalam pertanian berkelanjutan.

Lebih lanjut pertanian berkelanjutan antar petani relatif berbeda-beda, ada yang perhatiannya pada aspek untuk mengatasi degradasi sumberdaya seperti lahan, agar menjadi lebih produktif. Petani lain perhatiannya pada degradasi profitabilitas, karena peningkatan tenaga kerja atau biaya produksi, perencanaan yang kurang baik atau perubahan kondisi perekonomian. Penyebab yang berbeda serta situasi yang berbeda tentunya pemecahannya juga berbeda-beda (Mason, 2004).

Bagaimana keberlanjutan sistem usahatani kopi arabika bila dilihat dari aspek sosial ekonomi, aspek lingkungan biofisik (menurut penilaian petani)? Ketiga aspek tersebut sangatlah luas cakupannya, sehingga untuk bisa didapatkan kajian yang komprehensif dari aspek-aspek tersebut diperlukan penelitian multidisiplin. Hal tersebut tidak dilakukan dalam penelitian ini, sehingga ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini.

Petani dalam berusahatani kopi dihadapkan pada preferensi terhadap risiko demi keberlanjutan usahataninya. Untuk memberikan kerangka pemikiran secara utuh terhadap permasalahan usahatani kopi di Kabupaten Enrekang, maka perlu dilakukan analisis keadaan produksi, efisiensi penggunaan faktor produksi, risiko dan perilaku petani terhadap risiko serta keberlanjutan usahatani kopi arabika. Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah:

(10)

1. Apakah usahatani kopi arabika yang dilakukan petani di Kabupaten Enrekang sudah efisien baik secara teknis, alokatif dan ekonomi?

2. Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap risiko produksi dan pendapatan usahatani kopi arabika di Kabupaten Enrekang?

3. Apakah petani bersifat risk averse, risk neutral atau risk lover dalam menghadapi risiko usahatani kopinya?

4. Bagaimana keberlanjutan usahatani kopi arabika di Enrekang ditinjau dari aspek sosial ekonomi dan lingkungan (biofisik) menurut penilaian petani?

Penelitian ini bertujuan untuk:

usahatani kopi arabika di Kabupaten Enrekang.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi dan risiko pendapatan pada usahatani kopi arabika di Kabupaten Enrekang.

3. Menganalisis perilaku petani kopi arabika di Kabupaten Enrekang dalam menghadapi risiko usahatani kopi.

4. Mengetahui keberlanjutan usahatani kopi arabika di Kabupaten Enrekang ditinjau dari aspek sosial ekonomi dan lingkungan (biofisik) menurut penilaian petani.

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka kegunaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis efisiensi teknis, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi

1.4. Kegunaan Penelitian 1.3. Tujuan Penelitian

(11)

1. Sebagai dasar kebijakan pemerintah daerah dalam mengembangkan usahatani kopi arabika, khususnya berkaitan dengan efisiensi produksi, keberlanjutan usahatani dan perilaku petani terhadap risiko.

2. Bagi peneliti dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam melakukan penelitian lebih lanjut.

berbagai komoditi telah banyak dilakukan. Namun penelitian yang berfokus pada komoditas kopi arabika belum ada. Meskipun kajian tentang efisiensi kopi sudah banyak dilakukan di daerah lain. Kajian tentang efisiensi kopi yang dapat ditelusuri adalah hasil penelitian Nurung (1997) mengenai efisiensi alokatif dan respon penawaran usahatani kopi rakyat di Kabupaten Bengkulu, Wally (2001) yang meneliti analisis keuntungan dan efisiensi alokatif usahatani kopi rakyat di Jayawijaya Irian Jaya, Alam (2006) mengenai kelayakan pengembangan kopi sebagai komoditas unggulan di Sulawesi Selatan, Mayasari (2008) melakukan studi tentang analisis efisiensi biaya dan kontribusi pendapatan usahatani rakyat terhadap pendapatan total keluarga, Ariswandi (2009) dalam studinya strategi kebijakan pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat, Karo (2009) dalam studinya analisis usahatani kopi di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo, Sinaga (2009) yang melihat perbedaan karakteristik sosial ekonomi, sumber informasi dan pendapatan petani kopi arabika dengan petani kopi robusta, Poudelet al. (2011) mengestimasi fungsi produksi dan penggunaan sumberdaya alam budidaya kopi organik dengan berbagai skala usaha dan Penelitian tentang efisiensi usahatani dan sikap petani terhadap risiko pada 1.5. Keaslian dan Hal Baru dalam Penelitian

(12)

kategori ketinggian tempat di Nepal, dan Van Der Vossen (2005) meneliti keberlanjutan usahatani kopi organik di Kenya dan Prasmatiwi dkk (2010) mengenai keberlanjutan sistem kopi naungan atau multistrata.

Hal baru dalam penelitian ini adalah estimasi terhadap efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi, yang membedakan dengan penelitian sebelumnya yang hanya mengestimasi dari sisi efisiensi teknis atau alokatif saja. Penelitian ini juga diperluas dengan melihat risiko produksi dan pendapatan serta perilaku petani terhadap risiko dengan menggunakan model Moscardi dan de Janvry, ditambah lagi dengan melihat keberlanjutan usahatani kopi arabika menurut penilaian petani, dan hubungan antara efisiensi produksi, risiko, perilaku petani menghadapi risiko, dan keberlanjutan usahatani. Hal penting yang menurut penulis justru menjadi faktor utama yang mendorong petani untuk meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan usahataninya.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa kualitas sistem informasi akuntansi yang diukur dengan kemudahan dan manfaat yaitu berpengaruh terhadap kinerja

Untllk  mengembangkan.  palawija  di  suatu  daerah,  perlu  didekati  pada  awal  usaha,  bagaimana  rnenciptakan  sistem  lalu·lintas  benih antar  lapang yang 

Ada pula anak yang mempunyai imajinasi lebih tinggi, dimana anak sering kali menganggap benda-benda mati juga mempunyai kekuatan seperti benda hidup (manusia) dalam berbuat

Anthony, Edward. Approach Method and Technique. AnnArbor: University of Michigan Press. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Introduction to

b. Penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu penilaian yang dilakukan dengan membandingkan capaian siswa dengan kriteria kompetensi yang ditetapkan. Hasil penilaian baik

Sementara itu, data dari BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa terdapat indikasi permasalahan dalam metodologi penentuan dan penghitungan luas lahan

Macculoch (via Murti Bunanta, 1998:22) mengemukakan bahwa cerita rakyat adalah bentuk tertua dari sastra romantik dan imaginatif, fiksi tak tertulis dari manusia masa

Karyawan yang dapat membuat konsumen diperlakukan dengan tulus ( deep acting ) dibandingkan dengan memalsukan emosi ( surface acting ), maka akan menimbulkan dampak