• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rangkuman tata bahasa Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rangkuman tata bahasa Indonesia"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh Ivan Lanin

I. Bahasa ... 1 II. Fonologi ... 5 III. Morfologi ... 6 IV. Sintaksis ... 16 V. Semantik ... 31 VI. Kesusastraan ... 40

VII. Gaya bahasa ... 54

VIII. Kemahiran berbahasa... 59

Disusun berdasarkan materi dari http://bit.ly/dAUQ8u sebagai bahan bacaan tambahan bagi para peserta TSN HPI 2010.

Lisensi CC-BY-NC-SA: Diperkenankan untuk menyalin, mendistribusikan, dan mengadaptasi karya ini asalkan mencantumkan sumber, bukan untuk tujuan komersial, dan menggunakan lisensi yang serupa dengan lisensi ini.

Penafian: Meskipun segala upaya telah dilakukan untuk memastikan validitasnya, informasi pada karya ini diberikan apa adanya tanpa jaminan validitas. Penulis karya tidak bertanggung jawab terhadap informasi yang tak akurat atau terhadap penggunaan Anda atas informasi yang ada dalam karya ini. Selamat mengikuti ujian. Teruskan perjuangan!

Jakarta, 9 Juli 2010.

(2)

I. Bahasa

A.

Pengertian bahasa

Secara umum bahasa didefinisikan sebagai lambang. Bahasa adalah alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia.

Sebagaimana kita ketahui, bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. Masing-masing mempunyai makna, yaitu, hubungan abstrak antara kata sebagai lambang dengan objek atau konsep yang diwakili Kumpulan kata atau kosakata itu oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis, atau menurut urutan abjad, disertai penjelasan artinya dan kemudian dibukukan menjadi sebuah kamus atau leksikon.

Pada waktu kita berbicara atau menulis, kata-kata yang kita ucapkan atau kita tulis tidak tersusun begitu saja, melainkan mengikuti aturan yang ada. Untuk mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaan, kita harus memilih kata-kata yang tepat dan menyusun kata-kata itu sesuai dengan aturan bahasa. Seperangkat aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita gunakan sebagai pedoman berbahasa inilah yang disebut tata bahasa.

Pada bab berikutnya, sehubungan dengan tata bahasa akan kita bicarakan secara terperinci fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan etimologi. Fonologi ialah bagian tata bahasa yang membahas atau mempelajari bunyi bahasa. Morfologi mempelajari proses pembentukan kata secara gramatikal beserta unsur-unsur dan bentuk-bentuk kata. Sintaksis membicarakan komponen-komponen kalimat dan proses pembentukannya. Bidang ilmu bahasa yang secara khusus menganalisis arti atau makna kata ialah semantik, sedang yang membahas asal-usul bentuk kata adalah etimologi,

B.

Fungsi bahasa

Fungsi utama bahasa, seperti disebutkan di atas, adalah sebagai alat komunikasi, atau sarana untuk menyampaikan informasi (fungsi informatif).

Tetapi, bahasa pada dasarnya lebih dari sekadar alat untuk menyampaikan informasi, atau mengutarakan pikiran, perasaan, atau gagasan, karena bahasa juga berfungsi:

a. untuk tujuan praktis: mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari.

b. untuk tujuan artistik: manusia mengolah dan menggunakan bahasa dengan seindah-indahnya guna pemuasan rasa estetis manusia.

c. sebagai kunci mempelajari pengetahuan-pengetahuan lain, di luar pengetahuan kebahasaan. d. untuk mempelajari naskah-naskah tua guna menyelidiki latar belakang sejarah manusia, selama

kebudayaan dan adat-istiadat, serta perkembangan bahasa itu sendiri (tujuan filologis).

Dikatakan oleh para ahli budaya, bahwa bahasalah yang memungkinkan kita membentuk diri sebagai makhluk bernalar, berbudaya, dan berperadaban. Dengan bahasa, kita membina hubungan dan kerja sama, mengadakan transaksi, dan melaksanakan kegiatan sosial dengan bidang dan peran kita masing-masing. Dengan bahasa kita mewarisi kekayaan masa lampau, menghadapi hari ini, dan merencanakan masa depan.

Jika dikatakan bahwa setiap orang membutuhkan informasi itu benar. Kita ambil contoh, misalnya, mahasiswa. Ia membutuhkan informasi yang berkaitan dengan bidang studinya agar lulus dalam setiap ujian dan sukses meraih gelar atau tujuan yang diinginkan. Seorang dokter juga sama. Ia memerlukan informasi tentang kondisi fisik dan psikis pasiennya agar dapat menyembuhkannya dengan segera. Contoh lain, seorang manager yang mengoperasikan, mengontrol, atau mengawasi perusahaan tanpa informasi tidak mungkin dapat mengambil keputusan atau menentukan kebijakan. Karena setiap orang

(3)

membutuhkan informasi, komunikasi sebagai proses tukar-menukar informasi, dengan sendirinya bahasa juga mutlak menjadi kebutuhan setiap orang.

C.

Perkembangan bahasa Indonesia

Kata Indonesia berasal dari gabungan kata Yunani Indus ‘India’ dan nesos ‘pulau atau kepulauan’. Jadi secara etimologis berarti kepulauan yang telah dipengaruhi oleh kebudayaan India, atau hanya kepulauan India. Pencipta kata tersebut ialah George Samuel Windsor Earl, sarjana Inggris yang menulis dan memakai kata itu dalam Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia, Vol. IV, hlm. 17, bulan Februari 1850. Ia menggunakan kata Indonesians dalam majalah itu. Sedangkan, orang yang memopulerkan kata lndonesien adalah ahli etnologi Jerman, Adolf Bastian, yang memakainya dalam buku yang ditulisnya sejak tahun 1884. Buku ini diberi judul Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel.

Bahasa Indonesia yang sekarang itu ialah bahasa Melayu Kuno, yang dahulu digunakan orang Melayu di Riau, Johor. dan Lingga, yang telah mengalami perkembangan berabad-abad lamanya Dalam keputusan Seksi A No. 8. hasil Kongres Bahasa Indonesia 11 di Medan, 1954, dikatakan bahwa dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang disesuaikan dengan pertumbuhan dalam masyarakat dan kebudayaan Indonesia sekarang.

Sehubungan dengan perkembangan bahasa Indonesia, ada beberapa masa dan tahun bersejarah yang penting, yakni:

1. Masa Kerajaan Sriwijaya sekitar abad ke-7. Pada waktu itu Bahasa Indonesia yang masih bernama bahasa Melayu telah digunakan sebagai lingua franca atau bahasa penghubung, bahasa pengantar. Bukti historis dari masa ini antara lain prasasti atau batu bertulis yang ditemukan di Kedukan Bukit, Kota Kapur, Talang Tuwo. Karang Brahi yang berkerangka tahun 680 Masehi. Selain ini dapat disebutkan bahwa data bahasa Melayu paling tua justru dalam prasasti yang ditemukan di Sojomerta dekat Pekalongan, Jawa Tengah.

2. Masa Kerajaan Malaka, sekitar abad ke-15. Pada masa ini peran bahasa Melayu sebagai alat komunikasi semakin penting. Sejarah Melayu karya Tun Muhammad Sri Lanang adalah peninggalan karya sastra tertua yang ditulis pada masa ini. Sekitar tahun 1521, Antonio Pigafetta menyusun daftar kata Italia-Melayu yang pertama. Daftar itu dibuat di Tidore dan berisi kata-kata yang dijumpai di sana.

3. Masa Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, sekitar abad ke-19. Fungsi bahasa Melayu sebagai sarana pengungkap nilai-nilai estetik kian jelas. Ini dapat dilihat dari karya-karya Abdullah seperti Hikayat Abdullah, Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jeddah, Syair tentang Singapura Dimakan Api, dan Pancatanderan. Tokoh lain yang Perlu dicatat di sini ialah Raja Ali Haji yang terkenal sebagai pengarang Gurindam Dua Belas, Silsilah Melayu Bugis, dan Bustanul Katibin. 4. Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan yang pertama kali oleh Prof. Ch. van Ophuysen

dibantu Engku Nawawi dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van Ophuysen ditulis dalam buku yang berjudul Kitab Logat Melajoe.

5. Tahun 1908 pemerintah Belanda mendirikan Commissie der lndlandsche School en Volkslectuur (Komisi Bacaan Sekolah Bumi Putra dan Rakyat). Lembaga ini mempunyai andil besar dalam menyebarkan serta mengembangkan bahasa Melayu melalui bahan-bahan bacaan yang diterbitkan untuk umum.

6. Tahun 1928 tepatnya tanggal 28 Oktober, dalam Sumpah Pemuda, bahasa Melayu diwisuda menjadi bahasa Nasional bangsa Indonesia sekaligus namanya diganti menjadi bahasa Indonesia. Alasan dipilihnya bahasa Melayu menjadi bahasa nasional ini didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa tersebut (1) telah dimengerti dan dipergunakan selama berabad-abad sebagai lingua

(4)

franca hampir di seluruh daerah kawasan Nusantara, (2) strukturnya sederhana sehingga mudah dipelajari dan mudah menerima pengaruh luar untuk memperkaya serta menyempurnakan fungsinya, (3) bersifat demokratis sehingga menghindarkan kemungkinan timbulnya perasaan sentimen dan perpecahan, dan (4) adanya semangat kebangsaan yang lebih besar dari penutur bahasa Jawa dan Sunda.

"Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa jang sama, bahasa Indonesia" demikian rumusan Sumpah Pemuda yang terakhir dan yang benar.

7. Tahun 1933 terbit majalah Poedjangga Baroe yang pertama kali. Pelopor pendiri majalah ini ialah Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane, yang ketiganya ingin dan berusaha memajukan bahasa Indonesia dalam segala bidang.

8. Tahun 1938, dalam rangka peringatan 10 tahun Sumpah Pemuda diadakan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, yang dihadiri ahli-ahli bahasa dan para budayawan seperti Ki Hadjar Dewantara, Prof Dr Purbatjaraka, dan Prof Dr. Husain Djajadiningrat. Dalam kongres ditetapkan keputusan untuk mendirikan Institut Bahasa Indonesia, mengganti ejaan van Ophuysen, serta menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar dalam Badan Perwakilan.

9. Masa pendudukan Jepang (1942-1945). Pada masa ini peran bahasa Indonesia semakin penting karena pemerintah Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda yang dianggapnya sebagai bahasa musuh. Penguasa Jepang terpaksa mengangkat bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dalam administrasi pemerintahan dan bahasa pengantar di lembaga pendidikan, karena bahasa Jepang sendiri belum banyak dimengerti oleh bangsa Indonesia. Untuk mengatasi berbagai kesulitan, akhirnya Kantor Pengajaran Balatentara Jepang mendirikan Komisi Bahasa Indonesia. 10. Tahun 1945, tepatnya 18 Agustus, bahasa Indonesia diangkat sebagai bahasa negara, sesuai

dengan bunyi UUD 45, Bab XV, Pasal 36: Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.

11. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan pemakaian Ejaan Repoeblik sebagai penyempurnaan ejaan sebelumnya. Ejaan ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan Ejaan Soewandi.

12. Balai Bahasa yang dibentuk Wont 1948, yang kemudian namanya diubah menjadi Lembaga Bahasa Nasional (LBN) tahun 1968, dan diubah lagi menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pada tahun 1972 adalah lembaga yang didirikan dalam rangka usaha pemantapan perencanaan bahasa.

13. Atas prakarsa Menteri PP dan K, Mr. Moh. Yamin, Kongres Bahasa Indonesia Kedua diadakan di Medan tanggal 28 Oktober s.d. 1 November 1954. Dalam kongres ini disepakati suatu rumusan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, tetapi bahasa Indonesia berbeda dari bahasa Melayu karena bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang sudah disesuaikan pertumbuhannya dengan masyarakat Indonesia sekarang .

14. Tahun 1959 ditetapkan rumusan Ejaan Malindo, sebagai hasil usaha menyamakan ejaan bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu yang digunakan Persekutuan Tanah Melayu. Akan tetapi, karena pertentangan politik antara Indonesia dan Malaysia, ejaan tersebut menjadi tidak pernah diresmikan pemakaiannya.

15. Tahun 1972, pada tanggal 17 Agustus, diresmikan pemakaian Ejaan Yang Disempurnakan yang disingkat EYD. Ejaan yang pada dasarnya adalah hasil penyempurnaan dari Ejaan Bahasa Indonesia yang dirancang oleh panitia yang diketuai oleh A. M. Moeliono juga digunakan di Malaysia dan berlaku hingga sekarang.

16. Tahun 1978, dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda yang ke-50. bulan November di Jakarta diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III. Kongres ini berhasil mengambil keputusan tentang pokok-pokok pikiran mengenai masalah pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Di antaranya ialah penetapan bulan September sebagai bulan bahasa.

(5)

17. Tanggal 21-26 November 1983, di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, berlangsung Kongres Bahasa Indonesia IV. Kongres yang dibuka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof Dr. Nugroho Notosusanto, berhasil merumuskan usaha-usaha atau tindak lanjut untuk memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan negara.

18. Dengan tujuan yang sama, di Jakarta 1988, diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V.

19. Tahun 1993, diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Kongres Bahasa Indonesia berikutnya akan diselenggarakan setiap lima tahun sekali.

D.

Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia

Sebagaimana kita ketahui dari uraian di atas, bahwa sesuai dengan ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia diangkat sebagai bahasa nasional, dan sesuai dengan bunyi UUD 45, Bab XV, Pasal 36 Indonesia juga dinyatakan sebagai bahasa negara. Hal ini berarti bahwa bahasa Indonesia mempunyai kedudukan baik sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.

Yang dimaksud dengan kedudukan bahasa ialah status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai budaya, yang dirumuskan atas dasar nilai sosialnya Sedang fungsi bahasa adalah nilai pemakaian bahasa tersebut di dalam kedudukan yang diberikan.

1.

Bahasa Nasional

Sehubungan dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki empat fungsi. Keempat fungsi tersebut ialah sebagai:

1. lambang identitas nasional, 2. lambang kebanggaan nasional,

3. alat pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda, dan

4. alat perhubungan antarbudaya dan daerah.

2.

Bahasa Negara

Berkaitan dengan statusnya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: 1. bahasa resmi negara,

2. bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,

3. bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan

4. bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi.

E.

Bahasa Indonesia baku

Bahasa Indonesia yang baku ialah bahasa Indonesia yang digunakan orang-orang terdidik dan yang dipakai sebagai tolak bandingan penggunaan bahasa yang dianggap benar. Ragam bahasa Indonesia yang baku ini biasanya ditandai oleh adanya sifat kemantapan dinamis dan ciri kecendekiaan. Yang dimaksud dengan kemantapan dinamis ini ialah bahwa bahasa tersebut selalu mengikuti kaidah atau aturan yang tetap dan mantap namun terbuka untuk menerima perubahan yang bersistem. Ciri kecendekiaan bahasa

(6)

baku dapat dilihat dari kemampuannya dalam mengungkapkan proses pemikiran yang rumit di berbagai bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan.

Bahasa Indonesia baku dipakai dalam:

1. komunikasi resmi, seperti dalam surat-menyurat resmi, peraturan pengumuman instansi resmi atau undang-undang;

2. tulisan ilmiah, seperti laporan penelitian, makalah, skripsi, disertasi dan buku-buku ilmu pengetahuan;

3. pembicaraan di muka umum, seperti dalam khotbah, ceramah, kuliah pidato; dan 4. pembicaraan dengan orang yang dihormati atau yang belum dikenal.

II. Fonologi

A.

Pengertian

Fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. Istilah fonologi, yang berasal dari gabungan kata Yunani phone ‘bunyi’ dan ‘logos’ tatanan, kata, atau ilmu’ disebut juga tata bunyi. Bidang ini meliputi dua bagian.

 Fonetik, yaitu bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia.

 Fonemik, yaitu bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti.

Bunyi ujaran yang bersifat netral, atau masih belum terbukti membedakan arti disebut fona, sedang fonem ialah satuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti. Variasi fonem karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alofon. Gambar atau lambang fonem dinamakan huruf. Jadi fonem berbeda dengan huruf.

Untuk menghasilkan suatu bunyi atau fonem, ada tiga unsur yang penting yaitu: 1. udara,

2. artikulator atau bagian alat ucap yang bergerak, dan

3. titik artikulasi atau bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator.

B.

Vokal dan konsonan

Vokal adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar tanpa rintangan. Konsonan adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar dengan rintangan.

Yang dimaksud dengan rintangan dalam hal ini adalah terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan atau perubahan posisi artikulator .

C.

Diftong

Diftong adalah dua vokal berurutan yang diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Diftong dalam bahasa Indonesia adalah ai, au, dan oi. Contoh: petai, lantai, pantai, santai, harimau, kerbau, imbau, pulau, amboi, sepoi.

(7)

D.

Fonem

Fonem adalah satuan bunyi terkecil yang berfungsi membedakan arti. Fonem dapat dibuktikan melalui pasangan minimal.

Pasangan minimal adalah pasangan kata dalam satu bahasa yang mengandung kontras minimal. Contoh:

 pola & pula: membedakan /o/ dan /u/  barang & parang: membedakan /b/ dan /p/

E.

Fonem dan huruf

Bahasa Indonesia memakai ejaan fonemis, artinya setiap huruf melambangkan satu fonem. Namun demikian masih terdapat fonem-fonem yang dilambangkan dengan digraf (dua huruf melambangkan satu fonem) seperti ny, ng, sy, dan kh.

Di samping itu ada pula diafon (satu huruf yang melambangkan dua fonem) yakni huruf e yang digunakan untuk menyatakan e pepet dan e taling.

Huruf e melambangkan e pepet terdapat pada kata seperti: sedap, segar, terjadi. Huruf e melambangkan e taling terdapat pada kata seperti: ember, tempe, dendeng.

III. Morfologi

Bidang linguistik atau tata bahasa yang mempelajari kata dan proses pembentukan kata secara gramatikal disebut morfologi. Dalam beberapa buku tata bahasa, morfologi dinamakan juga tata bentukan.

Satuan ujaran yang mengandung makna (leksikal atau gramatikal) yang turut serta dalam pembentukan kata atau yang menjadi bagian dari kata disebut morfem. Berdasarkan potensinya untuk dapat berdiri sendiri dalam suatu tuturan, morfem dibedakan atas dua macam yaitu:

1. morfem terikat, morfem yang tidak mempunyai potensi untuk berdiri sendiri, sehingga harus selalu hadir dengan mengikatkan dirinya dengan modem bebas lewat proses morfologis, atau proses pembentukan kata, dan

2. morfem bebas, yang secara potensial mampu berdiri sendiri sebagai kata dan secara gramatikal menduduki satu fungsi dalam kalimat.

Dalam bahasa Indonesia morfem bebas disebut juga kata dasar. Satuan ujaran seperti buku, kantor, arsip, uji, ajar, kali, pantau, dan liput merupakan modem bebas atau kata dasar; sedang me-, pe-, -an, ke--an, di-, swa-, trans-, -logi, -isme merupakan morfem terikat.

Sebuah morfem, jika bergabung dengan morfem lain, sering mengalami perubahan. Misalnya, morfem terikat me- dapat berubah menjadi men-, mem-, meny-, menge-, dan menge- sesuai dengan lingkungan yang dimasuki. Variasi modem yang terjadi karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alomorf.

A.

Proses morfologis

Proses morfologis adalah proses pembentukan kata dari suatu bentuk dasar menjadi suatu bentuk jadian. Proses ini , meliputi afiksasi (pengimbuhan), reduplikasi (pengulangan), dan komposisi (pemajemukan). Sebelum diuraikan lebih lanjut tentang ketiga proses morfologis di atas perlu ditegaskan terlebih dahulu tiga istilah pokok dalam proses ini, Yaitu kata dasar, bentuk dasar, dan unsur langsung.

(8)

Kata dasar: kata yang belum berubah, belum mengalami proses morfologis, baik berupa proses penambahan imbuhan, proses pengulangan, maupun proses pemajemukan.

Bentuk dasar: bentuk yang menjadi dasar dalam proses morfologis, dapat berupa kata dasar, kata berimbuhan, kata ulang, dan dapat pula berupa kata majemuk.

Unsur langsung: bentuk dasar dan imbuhan yang membentuk kata jadian.

1.

Afiksasi

Dalam tata bahasa tradisional afiks disebut imbuhan, yaitu morfem terikat yang dapat mengubah makna gramatikal suatu bentuk dasar. Misalnya me- dan -kan, di- dan -kan, yang dapat mengubah arti gramatikal seperti arsip menjadi mengarsipkan, diarsipkan.

Proses penambahan afiks pada sebuah bentuk dasar atau kata dasar inilah yang disebut afiksasi.

Afiks yang terletak di awal bentuk kata dasar. seperti ber-, di-; ke-, me-, se-, pe-, per-, ter-, pre-, swa-, adalah prefiks atau awalan.

Yang disisipkan di dalam sebuah kata dasar, seperti -em, -er-, -el-, disebut infiks atau sisipan.

Yang terletak di akhir kata dasar, seperti -i -an, -kan, -isme, -isasi, -is,-if dan lain-lain dinamakan sufiks atau akhiran.

Gabungan prefiks dan sufiks yang membentuk satu kesatuan dan bergabung dengan kata dasarnya secara serentak seperti:ke-an pada kata keadilan, kejujuran, kenakalan, keberhasilan, kesekretarisan, pe-an seperti pada kata pemberhentian, pendahuluan, penggunaan, penyatuan, dan per-an sebagaimana dalam kata pertukangan, persamaan, perhentian, persatuan dinamakan konfiks.

Ingat, karena konfiks sudah membentuk satu kesamaan, maka harus tetap dihitung satu morfem. Jadi kata pemberhentian dihitung tiga morfem, bukan empat, Bentuk dasarnya henti, satu morfem, mendapat prefiks ber-, satu morfem, dan mendapat konfiks pe-an yang juga dihitung satu morfem, maka semuanya tiga morfem.

Tidak semua afiks dibicarakan di sini. Yang akan dibahas hanya afiks-afiks yang memiliki frekuensi kemunculan dalam soal-soal tinggi.

Afiks produktif ialah afiks yang mampu menghasilkan terus dan dapat digunakan secara teratur membentuk unsur-unsur baru. Yang termasuk afiks produktif ialah: me-, di-, pe-, ber-, -an, -i, pe-an, per- an, dan kean. Sedangkan yang termasuk afiks improduktif ialah: sisipan el, em, er, atau akhiran -wati.

a)

Prefiks me-

Berfungsi membentuk verba atau verba. Prefiks ini mengandung arti struktural:

a. ‘melakukan tindakan seperti tersebut dalam kata dasar’. Contoh: menari, melompat, mengarsip, menanam, menulis, mencatat.

b. ‘membuat jadi atau menjadi’. Contoh: menggulai, menyatai, meninggi, menurun, menghijau, menua.

c. ‘mengerjakan dengan alat’. Contoh: mengetik, membajak, mengail mengunci, mengetam. d. ‘berbuat seperti atau dalam keadaan sebagai’. Contoh: membujang, menjanda, membabi buta. e. ‘mencari atau mengumpulkan’. Contoh: mendamar, merotan.

(9)

b)

Prefiks ber-

Berfungsi membentuk verba (biasanya dari nomina, adjektiva, dan verba sendiri). Prefiks ini mengandung arti:

a. ‘mempunyai’ contoh: bernama, beristri, beruang, berjanggut. b. ‘memakai’ contoh: berbaju biru, berdasi, berbusana.

c. ‘melakukan tindakan untuk diri sendiri (refleksif)’ contoh: berhias, bercukur, bersolek.

d. ‘berada dalam keadaan’ contoh: bersenang-senang, bermalas-malas, berpesta-ria, berleha-leha. e. ‘saling’, atau ‘timbal-balik’ (resiprok) contoh:bergelut, bertinju bersalaman, berbalasan. f. dll.

c)

Prefiks pe-

Berfungsi membentuk nomina (dan verba, adjektiva, dan nomina sendiri). Prefiks ini mendukung makna gramatikal:

a. ‘pelaku tindakan seperti tersebut dalam kata dasar contoh: penguji, pemisah, pemirsa, penerjemah, penggubah, pengubah, penatar, penyuruh, penambang.

b. ‘alat untuk me...’ contoh: perekat, pengukur, pengadang, penggaris.

c. ‘orang yang gemar’ contoh: penjudi, pemabuk, peminum, pencuri pecandu, pemadat. d. ‘orang yang di ...’ contoh: petatar, pesuruh.

e. ‘alat untuk ...’ contoh: perasa, penglihat, penggali. f. dll.

d)

Prefiks per-

Berfungsi membentuk verba imperatif. Mengandung arti:

a. ‘membuat jadi’ (kausatif) contoh: perbudak, perhamba, pertuan. b. ‘membuat lebih’ contoh. pertajam, perkecil, perbesar, perkuat c. ‘membagi jadi’ contoh: pertiga, persembilan

d. dll.

e)

Prefiks di-

Berfungsi membentuk verba, dan menyatakan makna pasif, contoh: diambil, diketik, ditulis, dijemput, dikelola.

f)

Prefiks ter-

Berfungsi membentuk verba (pasif) atau adjektiva. Arti yang dimiliki antara lain ialah:

a. ‘dalam keadaan di’ contoh: terkunci, terikat, tertutup, terpendam, tertumpuk, terlambat. b. ‘dikenai tindakan secara tak sengaja’, contoh: tertinju, terbawa, terpukul.

(10)

d. ‘paling (superlatif)’, contoh: terbaik, terjauh, terkuat, termahal, terburuk. e. dll.

g)

Prefiks ke-

Berfungsi membentuk kata bilangan tingkat dan kata bilangan kumpulan, nomina, dan verba. Sebagai pembentuk nomina, prefiks ke- bermakna gramatikal ‘yang di ... i’, atau ‘yang di ... kan’, seperti pada kata kekasih dan ketua.

h)

Sufiks –an

Berfungsi membentuk nomina. Prefiks ini mengandung arti:

a. ‘hasil’ atau ‘akibat dari me-’, contoh: tulisan, ketikan, catatan, pukulan, hukuman, buatan, tinjauan, masukan.

b. ‘alat untuk melakukan pekerjaan’, contoh: timbangan, gilingan, gantungan. c. ‘setiap’, contoh: harian, bulanan, tahunan, mingguan.

d. ‘kumpulan’, ‘seperti’, atau ‘banyak’, contoh: lautan, durian, rambutan. e. dll.

i)

Konfiks ke-an

Berfungsi membentuk nomina abstrak, adjektiva, dan verba pasif. Konfiks ini bermakna:

a. ‘hal tentang’, contoh: kesusastraan, kehutanan, keadilan, kemanusiaan, kemasyarakatan, ketidakmampuan, kelaziman.

b. ‘yang di...i’, contoh: kegemaran ‘yang digemari’, kesukaan ‘yang disukai’, kecintaan ‘yang dicintai’.

c. ‘kena’, atau ‘terkena’, contoh: kecopetan, kejatuhan, kehujanan, kebanjiran, kecolongan. d. ‘terlalu’, contoh: kebesaran, kekecilan, kelonggaran, ketakutan.

e. ‘seperti’, contoh: kekanak-kanakan, kemerah-merahan. f. dll.

j)

Konfiks pe-an

Berfungsi membentuk nomina. Arti konfiks ini di antaranya ialah:

a. ‘proses’, contoh: pemeriksaan ‘proses memeriksa’, penyesuaian ‘proses menyesuaikan’, pelebaran ‘proses melebarkan’;

b. ‘apa yang di-’, contoh: pengetahuan ‘apa yang diketahui’, pengalaman ‘apa yang dialami’, pendapatan ‘apa yang didapat’.

c. dll.

k)

Konfiks per-an

(11)

a. ‘perihal ber-’, contoh: persahabatan ‘perihal bersahabat’, perdagangan ‘perihal berdagang’, perkebunan ‘perihal berkebun’, pertemuan ‘perihal bertemu’.

b. ‘tempat untuk ber-’, contoh: perhentian, perburuan persimpangan, pertapaan. c. ‘apa yang di’, contoh: pertanyaan, perkataan.

d. dll.

l)

Afiks serapan

Untuk memperkaya khazanah bahasa Indonesia, kita menyerap unsur-unsur dari bahasa daerah dan bahasa asing. Contoh afiks serapan:

1. dwi-: dwilingga, dwipurwa, dwiwarna, dwipihak, dwifungsi.

2. pra-: praduga, prasangka, prasejarah, prasarana, prakiraan, prasaran, prabakti, prasetia, prawacana, prakata.

3. swa-: swalayan. swadesi, swasembada, swapraja, swatantra, swadaya, swasta. 4. awa-: awagas, awabau, awaracun, awalengas.

5. a-, ab-: asusila, amoral, ateis, abnormal.

6. anti-: antipati, antiklimaks, antitoksin, antihama, antiseptik

7. homo-: homogen, homoseks, homofon, homonim, homograf, homorgan 8. auto-: autodidak, autokrasi, autobiografi, automobil, autonomi

9. hipo-: hiponim, hipotesis, hipokrit, hipovitaminosis 10. poli-: polisemi, poligami, poliandri, polisilabis, poliklinik 11. sin-: sintesis, sinonim, sintaksis, sinkronis, simpati, simposium 12. tele-: telepon, telegraf, telegram, telepati, teleskop, teleks

13. trans-: transaksi, transisi, transportasi, transkripsi, transmisi, transliterasi, transformasi, transmigrasi, transfer, transitif

14. inter-: interaksi, interelasi, interupsi, internasional, intersuler, intermeso, interlokal, dan lain-lain. 15. -isasi: modernisasi, tabletisasi, pompanisasi, kuningisasi, dan lain-lain

2.

Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses pembentukan kata dengan cara mengulang bentuk dasar. Ada beberapa macam reduplikasi, sebagai berikut:

1. Kata ulang penuh, yaitu yang diperoleh dengan mengulang seluruh bentuk dasar ; ada dua. macam:

a. Yang bentuk dasarnya sebuah morfem bebas, disebut dwilingga: ibu-ibu, buku-buku, murid-murid

b. Yang bentuk dasarnya kata berimbuhan: ujian-ujian, kunjungan-kunjungan, persoalan-persoalan

(12)

2. Dwipurwa, yang terjadi karena pengulangan suku pertama dari bentuk dasarnya: reranting, lelaki, leluhur, tetangga, kekasih, lelembut. Di antara dwipurwa ada yang mendapat akhiran, seperti kata ulang pepohonan, rerumputan, dan tetanaman.

3. Dwilingga salin suara adalah dwilingga yang mengalami perubahan bunyi: sayur-mayur, mondar-mandir, gerak-gerik, bolak-baliki, seluk-beluk, compang-camping, ingar-bingar, hiruk-pikuk, ramah-tamah, serba-serbi, serta-merta, dan lain-lain.

4. Kata ulang berimbuhan: berjalan-jalan, anak-anakan, guruh-gemuruh, rias-merias, tulis-menulis, berbalas-balasan, kekanak-kanakan, mengulur-ulur, meraba-raba, menjulur-julurkan, dan lain-lain.

5. Kata ulang semu (bentuk ini sebenarnya merupakan kata dasar, jadi bukan hasil pengulangan atau reduplikasi): laba-laba, ubur-ubur, undur-undur, kupu-kupu, dan empek-empek.

Reduplikasi menyatakan arti antara lain sebagai berikut:

1. ‘jamak’: Murid-murid berkumpul di halaman sekolah. Di perpustakaan terdapat buku-buku pelajaran.

2. ‘intensitas kualitatif’: Anto menggandeng tangan Anti erat-erat. Baju yang dijual di toko itu bagus-bagus.

3. ‘intensitas kuantitatif’: Berjuta-juta penduduk Bosnia menderita akibat perang berkepanjangan. Kapal itu mengangkut beratus-ratus peti kemas.

4. ‘intensitas frekuentatif’: Orang itu berjalan mondar-mandir. Pada akhir bulan ini ayah pergi-pergi saja. Berkali-kali anak itu dimarahi ibunya.

5. ‘melemahkan’: Warna bajunya putih kehijau-hijauan. Wati tersenyum kemalu-maluan melihat calon mertuanya datang.

6. ‘bermacam-macam’: Pepohonan menghiasi puncak bukit itu. Ibu membeli buah-buahan. Sayur-mayur dijual di pasar itu.

7. ‘menyerupai’: Tingkah laku orang itu kekanak-kanakan. Orang-orangan dipasang di tengah sawah. Adik bermain mobil-mobilan.

8. ‘resiproks (saling)’ : Mereka tolong-menolong menggarap ladang. Kedua anak itu berpukul-pukulan setelah cekcok mulut.

9. ‘dalam keadaan’: Dimakannya singkong itu mentah-mentah. Pada zaman jahiliah banyak orang dikubur hidup-hidup.

10. ‘walaupun meskipun’: Kecil-kecil, Mang Memet berani juga melawan perampok itu.

11. ‘perihal’: Ibu-ibu PKK di Kampung Bugis menyelenggarakan kursus masak-memasak dan jahit-menjahit. Sekretaris di kantor kami bukan hanya menangani surat-menyurat, tetapi juga pembukuan dan daftar gaji pegawai.

12. ‘seenaknya, semaunya atau tidak serius’: Saya melihat tiga orang remaja duduk-duduk di bawah pohon. Kerjanya hanya tidur-tiduran saja. Adik membaca-baca majalah di kamar.

13. ‘tindakan untuk bersenang-senang’: Mereka makan-makan di restoran tadi malam

3.

Komposisi

Komposisi ialah proses pembentukan kata majemuk atau kompositum. Kata majemuk ialah gabungan kata yang telah bersenyawa atau membentuk satu kesatuan dan menimbulkan arti baru, contoh: kamar mandi, kereta api, rumah makan, baju tidur.

(13)

Gabungan kata yang juga membentuk satu kesatuan, tetapi tidak menimbulkan makna baru disebut frasa, contoh: sapu ijuk, meja itu, kepala botak, rambut gondrong, mulut lebar.

Jenis kata majemuk

1. Kata majemuk setara, yang masing-masing unsurnya berkedudukan sama, contoh: tua muda, laki bini, tegur sapa, besar kecil, ibu bapak, tipu muslihat dan baik buruk.

2. Kata majemuk bertingkat, yaitu yang salah satu unsurnya menjelaskan unsur yang lain. Jenis kata majemuk itu bersifat endosentris, yakni salah satu unsurnya dapat mewakili seluruh konstruksi, contoh: kamar mandi, sapu tangan, meja gambar, dan meja tulis.

B.

Kelas kata

Kata ialah satuan bahasa terkecil yang mengandung arti, baik arti leksikal maupun arti gramatikal, dan yang dapat berdiri sendiri serta dapat dituturkan sebagai bentuk bebas.

Ada dua jenis kata: kata dasar, yakni kata yang belum mengalami proses morfologis, dan kata jadian, yakni kata yang sudah mengalami proses morfologis. Yang termasuk kata jadian ialah kata berimbuhan, kata ulang, dan kata majemuk.

Kata dasar sering juga dinamakan kata tunggal, yaitu kata yang hanya terdiri atas satu morfem, sedangkan kata jadian yang terdiri atas beberapa morfem, disebut juga kata kompleks.

Kelas kata ialah pengelompokan kata berdasarkan perilaku atau sifat kata tersebut dalam kalimat. Kata-kata yang memiliki sifat atau perilaku sama dikelompokkan dalam satu kelas Kata-kata. Misalnya:

Ia tidak belajar. Ia bukan pelajar. Ia agak tinggi. Ia tidak membaca. Ia bukan pemalas. Ia lebih tinggi. Ia tidak bekerja. Ia bukan guru. Ia paling tinggi.

Kata belajar, membaca, bekerja mempunyai perilaku sama, dan karena itu ketiga kata tersebut dikelompokkan menjadi satu kelas kata. Sebaliknya kata pelajar berbeda dari kata belajar; terbukti bahwa kata pelajar tidak dapat ditempatkan setelah kata tidak. Selanjutnya kata belajar maupun pelajar berbeda dari kata tinggi; terbukti bahwa kedua kata itu tidak dapat didahului oleh kata agak, lebih atau paling. Berdasarkan perilakunya seperti di atas, kata belajar, membaca, dan bekerja dikelompokkan ke dalam satu kelas verba. Kata pelajar, pemalas, guru digolongkan ke dalam kelas nomina. Sedang kata-kata yang sama dengan kata tinggi dikelompokkan menjadi satu kelas adjektiva. Selain ketiga kelas tersebut terdapat kelas lain, yakni kelas kata tugas.

1.

Kata benda (nomina)

Kata benda disebut juga nomina (substantiva), yaitu semua kata yang dapat diterangkan atau yang diperluas dengan frasa yang + adjektiva. Misalnya:

bunga yang indah, sekretaris yang terampil, guru yang bijaksana, siswa yang cendekia, Tuhan yang Maha Esa, udara yang segar,

(14)

persoalan yang rumit, perjanjian yang gagal, keadilan yang rapuh.

Semua kata yang tercetak miring adalah nomina.

Dalam sebuah wacana, sering nomina diganti kedudukannya oleh kata yang lain. Misalnya:

"Kemarin Amir mengatakan kepada Hendro dan Herman bahwa Amir akan menemui Hendro dan Herman di tempat yang sama",

yang sering dan lebih wajar jika dituturkan kembali menjadi:

"Kemarin Amir mengatakan kepada Hendro dan Herman bahwa dia akan menemui mereka di tempat yang sama".

Kata dia yang menggantikan Amir dan mereka yang menggantikan Hendro dan Herman adalah kata ganti atau pronomina.

Dalam tata bahasa tradisional nomina dibedakan atas: 1. Kata benda abstrak, seperti kejujuran.

2. Kata benda konkret, misalnya gedung.

3. Kata benda nama diri, yang huruf awalnya selalu ditulis dengan huruf kapital, misalnya Amir Kata benda kumpulan, seperti regu, masyarakat, tim, kelas, keluarga.

Selanjutnya kata ganti juga dibedakan atas beberapa subkelas: 1. Kata ganti orang: dia, mereka, engkau, saudara, Anda. 2. Kata ganti tunjuk: ini, itu.

3. Kata ganti hubung: yang, tempat, serta. 4. Kata ganti tanya: apa, siapa, kapan, berapa.

2.

Kata kerja (verba)

Semua kata yang dapat diperluas atau dijelaskan dengan frasa dengan+ adjektiva, misalnya: membaca dengan lancar,

belajar dengan sungguh-sungguh, berpakaian dengan rapi,

makan dengan lahap, berjalan dengan santai, tidur dengan nyenyak, adalah kata kerja atau verba.

Kata kerja atau verba dibedakan atas:

1. Kata kerja transitif, yaitu verba yang memadukan objek, contoh: membeli, memikirkan, mengutarakan, membahas, menertawakan, memahami, menanamkan.

(15)

Antara verba transitif dengan objek langsung tidak boleh disela oleh preposisi atau kata depan. Jadi bentuk ujaran seperti:"Panitia membicarakan tentang keuangan" tidak benar atau rancu. Kalimat di atas dapat dibakukan dengan menghilangkan kata tentang.

2. Kata kerja transitif ganda, ialah verba yang memerlukan objek dua, contoh: membelikan, dan membawakan dalam kalimat

a. Ayah membelikan adik sepeda mini;

b. Kakak membawakan kakek barang bawaannya.

3. Kata kerja intransitif, ialah verba yang tidak memerlukan objek, contoh: berlari, berdiri, tertawa, menyanyi, merokok, melamun.

4. Kata kerja reflektif, yang menyatakan tindakan untuk diri sendiri, contoh: bersolek, berhias, bercukur, bercermin, mengaca.

5. Kata kerja resiprok, yang menunjukkan tindakan atau perbuatan berbalasan atau menyatakan makna saling, contoh: bergelut, berpandangan, bergandengan, bertinju, pukul-memukul, surat-suratan, senggol-senggolan.

Sehubungan dengan verba ini, kita sering membuat kesalahan dengan menambahkan kata saling di depan verba ini, misalnya: saling tolong-menolong, saling bergandengan, saling bertinju. Semua bentuk pengungkapan tersebut salah atau rancu, dan dapat dibetulkan dengan menghilangkan kata saling, atau mengubah menjadi saling menolong, saling menggandeng, saling meninju.

6. Kata kerja instrumental, yang menunjuk sarana perbuatan: mengetik, bermotor, bersepeda, membajak, dan mengetam.

7. Kata kerja aktif, yang subjeknya melakukan tindakan seperti yang dimaksud. Biasanya berawalan me- atau ber-, contoh: menyanyi, mengungkit, berdebat, dan bermalam.

8. Kata kerja pasif, yang subjeknya menjadi sasaran dari tindakan dimaksud. Biasanya berawalan di-, ter- dan berimbuhan ke- an. contoh: dibahas, diminati, diulang, terpukul, tertindas, kecopetan.

Kata kerja yang menduduki fungsi predikat disebut verba finit (predikatif), sedang verba yang berfungsi nominal atau berfungsi sebagai nomina, yang menduduki fungsi subjek atau objek, dinamakan verba infinit (substantiva). Misalnya dalam kalimat: Belajar itu penting dan ia belajar membaca. Belajar dan membaca adalah verba infinit.

3.

Kata sifat (adjektiva)

Semua kata yang dapat diperluas dengan kata lebih, paling, sangat, atau mengambil bentuk se-reduplikasi-nya, adalah kata sifat. Kata ini disebut juga adjektiva, contoh:

 lebih cermat, agak membosankan, sangat cantik, semahal-mahalnya  lebih bijaksana, paling enak, sangat mahal, sebaik-baiknya

 lebih bahagia, tua sekali, sangat pandai, sejelek-jeleknya  paling menarik, cantik sekali, kurang berharga, seteliti-telitinya

Kata sifat dikatakan berfungsi atributif jika digunakan untuk menjelaskan nomina, dan adjektiva tersebut bersama-sama dengan nominanya membentuk frasa nominal. Jika digunakan sebagai predikat sebuah kalimat ia dikatakan berfungsi predikatif. Perhatikan contoh berikut:

(16)

(1) Mahasiswa baru itu sedang mengikuti penataran P4. (2) Buku itu baru.

Kata baru dalam kalimat (1) berfungsi atributif, sedangkan dalam kalimat (2) berfungsi predikatif.

4.

Kata tugas

Kata yang berfungsi total, memperluas atau mentransformasikan kalimat dan tidak dapat menduduki jabatan-jabatan utama dalam kalimat, seperti kata dan, di, dengan, dll. dikelompokkan ke dalam kelas kata tugas. Yang termasuk kata tugas ialah:

(1) Kata depan atau preposisi: di, ke, dari

(2) Kata hubung atau konjungsi: dan, atau, karena, dengan (3) Kata sandang atau artikula: si, sang, para, kaum

(4) Kata keterangan atau adverbia: sangat, selalu, agak, sedang, secepat-cepatnya

a)

Ciri kata tugas

1. Tidak dapat berdiri sendiri sebagai tuturan yang bebas.

2. Tidak pernah mendapat imbuhan atau mengalami afiksasi. Perhatikan, kata ke, dari, di, tetapi, telah, akan, dsb., tidak mengalami afiksasi.

3. Berfungsi menyatakan makna gramatikal kalimat. Sebuah kalimat akan berubah artinya jika kata tugasnya diganti dengan kata tugas yang lain. Perhatikan contoh di bawah ini:

a. Herman sedang mandi b. Herman sudah mandi c. Herman belum mandi d. Herman akan mandi e. Herman selalu mandi f. Herman pernah mandi

4. Jumlah kata tugas hampir tidak berkembang karena sifat keanggotaannya tertutup. Ini berbeda sekali dengan nomina, verba, atau adjektiva yang terus berkembang dan diperkaya oleh kata-kata baru.

b)

Fungsi kata tugas

Fungsi kata tugas ialah untuk memperluas atau menyatakan hubungan unsur-unsur kalimat dan menyatakan makna gramatikal atau arti struktural kalimat tersebut. Secara terperinci kata tugas berfungsi untuk menunjukkan hubungan:

1. arah: di, ke, dari 2. pelaku perbuatan: oleh

3. penggabungan: dan, lagi, pula, pun, serta, tambahan 4. kelangsungan: sedang, akan, sudah, belum, pernah, sesekali 5. waktu: ketika, tatkala, selagi, waktu, saat, sejak

(17)

6. pemilihan: atau

7. pertentangan: tetapi, padahal, namun, walaupun, meskipun, sedangkan

8. pembandingan: seperti, sebagai, penaka, serasa, ibarat, bagai, daripada, mirip, persis 9. persyaratan: jika, asalkan, kalau, jikalau, sekiranya, seandainya, seumpama, asal 10. sebab: sebab, karena, oleh karena

11. akibat: hingga, sehingga, sampai-sampai, sampai, akibatnya 12. pembatasan: hanya, saja, melulu, sekadar, kecuali

13. pengingkaran: bukan, tidak, jangan 14. peniadaan: tanpa

15. penerusan: maka, lalu, selanjutnya, kemudian 16. penegasan: bahwa, bahwasanya, memang

17. derajat: agak, cukup, kurang, lebih, amat, sangat, paling 18. tujuan: agar, biar, supaya, untuk

19. peningkatan: makin, semakin, kian, bertambah 20. penyangsian: agaknya, kalau-kalau, jangan-jangan

21. pengharapan: moga-moga, semoga, mudah-mudahan, sudilah 22. orangan: sang, si, yang, para, kaum

23. menjelaskan: ialah, adalah, yaitu, yakni, merupakan

Kata tugas yang menyatakan hubungan arah di dan ke, yang merupakan kata yang penuh berdiri sendiri dan dipisahkan dari kata yang mengikuti, sering dikacaukan dengan prefiks di- dan ke- yang harus digabung dengan bentuk dasarnya.

Perhatikan perbedaan berikut:

di sini , ke sini, ditulisi, kedua

di sana, ke samping, dikemukakan, kegemaran di dalam, ke luar daerah, dikelilingi, kekasih di bawah, ke Surabaya, dikeluarkan, kedalaman di luar kota, ke utara, diutarakan, keringanan

IV. Sintaksis

Sintaksis atau tata kalimat adalah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari proses pembentukan kalimat atau yang menganalisis kalimat atas bagian-bagiannya. Objek yang dibahas dalam sintaksis adalah frasa, klausa, dan kalimat. Perbedaan di antara ketiga istilah ini dapat dilihat pada contoh berikut.

 Kalimat: Mahasiswa itu sudah mengatakan bahwa dia tidak dapat ikut ujian bahasa Indonesia.  Klausa: (1) mahasiswa itu sudah mengatakan dan (2) bahwa dia tidak dapat ikut ujian bahasa

(18)

 Frasa: (1) mahasiswa itu, (2) sudah mengatakan, (3) tidak dapat ikut, serta (4) ujian bahasa Indonesia, serta

Berikut akan dijabarkan berturut-turut mengenai frasa, klausa, dan kalimat.

A.

Frasa

Frasa adalah kesatuan yang terdiri atas dua kata atau lebih, yang masing-masing mempertahankan makna dasar katanya, sementara gabungan itu menghasilkan suatu relasi tertentu, dan tiap kata pembentuknya tidak bisa berfungsi sebagai subjek dan predikat dalam konstruksi itu.

Frasa dapat dikelompokkan berdasarkan (1) inti kata, (2) kelas kata, dan (3) makna frasa.

1.

Jenis frasa menurut inti kata

1) Frasa nominal, yaitu frasa yang intinya nomina, atau nomina, dan dapat berfungsi menggantikan nomina. Misalnya: buku tulis, lemari arsip, guru bahasa Indonesia, ibu bapak, para orang tua. 2) Frasa verbal, yang intinya verba dan dapat mengganti kedudukan verba dalam kalimat. Misalnya:

sedang belajar, sudah belajar, tidak belajar, akan belajar, tidak harus belajar, tidak akan ingin belajar.

3) Frasa adjektival, yang intinya adjektiva atau adjektiva. Misalnya: sungguh pintar, cukup pintar, agak pintar, paling pintar, pintar sekali.

4) Frasa preposisional, yang salah satu unsurnya kata depan atau preposisi. Misalnya: di depan, dari depan, ke depan, oleh mereka, kepada kami, dengan tangan kiri.

2.

Jenis frasa menurut kelas kata

1) Frasa endosentris adalah sebuah susunan yang merupakan gabungan dua kata atau lebih ,yang menunjukkan bahwa kelas kata dari perpaduan itu sama dengan kelas kata dari salah satu (atau lebih) unsur pembentuknya. Contoh:

 guru agama (nomina) = guru (nomina) agama (nomina)  gadis cantik (nomina) = gadis (nomina) cantik (adjektiva). Frasa endosentris dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a) Frasa bertingkat (frasa subordinatif, frasa atributif): frasa yang mengandung unsur inti (D) dan unsur penjelas (M). Menurut urutan unsurnya, frasa bertingkat dapat dibagi tiga.

i) Pola DM. Contoh: baju baru, roti rawar, sersan mayor

ii) Pola MD. Contoh: seorong prajurit, sehelai kertas, letnan jenderal iii) Pola MDM. Contoh: selembar uang kertas, segelas anggur merah

b) Frasa setara (frasa koordinatif): frasa yang mengandung dua buah unsur inti (tidak ada unsur penjelas/atribut). Contoh: suami istri, sawah ladang, sanak saudara.

2) Frasa eksosentris adalah sebuah susunan yang merupakan gabungan dua kata (atau lebih) yang menunjukkan bahwa kelas kata dari perpaduan itu tidak sama dengan kelas kata dari salah satu (atau lebih) unsur pembentukannya. Contoh:

 dari sekolah (kata keterangan) = dari (kata depan) sekolah (nomina),  yang memimpin (nomina) = yang (kata tugas) memimpin (verba)

(19)

3.

Jenis frasa menurut makna frasa

1) Frasa idiomatik, kelompok kata yang maknanya merupakan idiom (ungkapan), memiliki arti konotatif. Misalnya, bermental baja, membanting tulang.

2) Frasa biasa, yang memiliki arti sebenarnya. Misalnya, rumah Ateng, sedang pergi.

4.

Fungsi kata yang dalam pembentukan frasa

Kata yang dalam pembentukan frasa berfungsi sebagai (1) pembentuk frasa nominal dan (2) pengubah klausa menjadi frasa nominal.

Membentuk frasa nominal (frasa berkelas nomina). Contoh: yang cantik, yang satu, yang ke sini, yang merah, yang berlari, yang baik.

Mengubah klausa menjadi frasa nominal. Contoh:  Ali sedang duduk ~ Ali yang sedang duduk  dia telah pergi ~ dia yang telah pergi  wajahnya sayu ~ wajahnya yang sayu

 perbuatannya tercela ~ perbuatannya yang tercela

B.

Klausa

Klausa adalah suatu konstruksi yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata, yang mengandung hubungan fungsional subjek-predikat, dan secara fakultatif, dapat diperluas dengan beberapa fungsi lain seperti objek dan keterangan-keterangan lain. Klausa dapat dibedakan berdasarkan (1) urutan kata, (2) urutan subjek-predikat, dan (3) keterkaitan terhadap klausa lain.

1.

Klausa berdasarkan urutan kata

1) Klausa normal: subjek mendahului predikat. Contoh: ia datang ke rumahku, adik penari, orang itu kurus.

2) Klausa inversi: predikat mendahului subjek. Contoh: datang dia malam itu, pergi ayah tak tentur arah.

3) Klausa inversi khusus: klausa inversi yang didahului oleh keterangan. Contoh: ke tanah leluhur perrgi mereka, kemarin datanglah surat itu, karena sakit menangislah dia.

2.

Klausa berdasarkan jenis predikat

1) Klausa berpredikat verba intrasitif. Contoh: anak itu menari, kuda meringkik, kakek merokok, nenek duduk.

2) Klausa berpredikat verba transitif. Contoh: guru mengajar murid, kurir mengantar surat, Andi mencintai Dian.

3) Klausa berpredikat nomina. Contoh: pamannya lurah, ibunya seorang bidan, kakaknya tentara. 4) Klausa berpredikat adjektiva. Contoh: gadis itu cantik, bapak saya tampan, bapakmu pelit.

5) Klausa berpredikat adverbial (frasa preposisional). Contoh: nenekku dari Kalimantan, ibu ke Bandung kemarin, ayah ke Bekasi naik onta.

(20)

6) Klausa berpredikat frasa konektif. Contoh: anak itu merupakan musuh mereka, Sinta menjadi pramugari.

3.

Klausa berdasarkan keterikatan terhadap klausa lain

1) Klausa bebas. Klausa yang dapat berdiri sendiri dan tidak bergantung pada klausa lain. Contoh: Ani membawa buku, guru mengajar murid.

2) Klausa terikat. Klausa yang kehadirannya bergantung pada klausa lain dan biasanya ditandai oleh adanya konjungsi (kata penghubung). Contoh: ketika ayah pergi, agar tubuh subur, sebab kehadirannya tak diperhitungkan.

Klausa terikat merupakan bagian dari sebuah kalimat, dan dapat hadir bersama-sama atau dikaitkan dengan klausa bebas. Klausa di atas, misalnya, merupakan bagian dari kalimat: Ibu merasa sedih ketika ayah pergi; Tanamanan itu diberinya pupuk agar tumbuh subur; Dadang kecewa sebab kehadirannya tak diperhitungkan.

C.

Kalimat

Kalimat ialah kesatuan bahasa atau ujaran yang berupa kata atau kumpulan kata yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan dan disertai intonasi yang menunjukkan bahwa kesatuan itu sudah lengkap. Setiap kalimat mewakili satu gagasan utama .

1.

Unsur fungsional kalimat

Kalimat umumnya terdiri atas kumpulan kata. Kata ataupun kelompok kata dalam kalimat memiliki fungsi sesuai dengan kedudukannya. Fungsi kata atau kelompok kata dalam kalimat inilah yang dinamakan jabatan kalimat atau fungsi gramatikal kalimat. yang di antaranya ialah:

a)

Subjek

Subjek atau pokok kalimat adalah bagian kalimat yang menjadi pokok pembicaraan atau masalah pokok. Jabatan ini lazimnya diduduki oleh nomina atau frasa nominal.

(1) Buku sekarang mahal.

(2) Kejujuran sudah merupakan barang langka saat ini. (3) Rapat itu membahas kurikulum.

Umumnya subjek tidak dapat didahului oleh preposisi seperti di, dalam, bagi, kepada, dari, dengan, untuk, dll.

Kalimat di bawah ini rancu atau tidak baku, dan dapat dibakukan dengan menghilangkan preposisinya. (4)* Dalam rapat itu membicarakan kurikulum.

(5)* Kepada para mahasiswa perlu diajar bahasa Indonesia .

(6)* Dengan kejadian itu menunjukkan bahwa pekerjaannya tidak beres. Kalimat di atas seharusnya demikian:

(4a) Rapat itu membicarakan kurikulum. atau (4b) Dalam rapat itu dibicarakan kurikulum.

(21)

(5b) Bahasa Indonesia perlu diajarkan kepada para mahasiswa (6a) Kejadian itu menunjukkan bahwa pekerjaannya tidak beres. (6b) Dengan kejadian itu ditunjukkan bahwa pekerjaannya tidak beres.

b)

Predikat

Predikat atau sebutan ialah bagian kalimat yang menandai apa yang dibicarakan tentang subjek. Predikat sebuah kalimat dapat berupa nomina atau frasa nominal, verba atau frasa verbal, adjektiva atau frasa adjektival, frasa preposisional, dan kata bilangan atau numeralia, seperti kita lihat pada kalimat berikut. (7) Suaminya guru.

(8) Suaminya bekerja (9) Suaminya rajin.

(10) Suaminya dari kantor. (11) Rumahnya satu.

c)

Objek

Objek adalah bagian kalimat yang mengikuti verba transitif atau yang melengkapi predikat verbal transitif. Berdasarkan langsung tidaknya tujuan tindakan yang dimaksud oleh verba, objek dapat dibagi menjadi dua: (1) objek langsung dan (2) objek tak langsung. Objek langsung tidak dapat didahului oleh preposisi.

(12) Kami akan bertemu lagi dan akan membicarakan tentang soal itu. (13) Guru itu sering memberi saya tugas.

(14) Guru itu menjanjikan sesuatu kepada saya.

Dalam kalimat (12) soal itu adalah objek langsung, dengan demikian penyisipan preposisi tentang tidak dibenarkan. Jadi kalimat itu rancu dan tidak baku, dan dapat dibakukan dengan menghilangkan preposisi tentang.

Dalam kalimat (13) saya adalah objek langsung, dan tugas merupakan objek tidak langsung

Sedangkan dalam kalimat (14) yang menjadi objek langsung ialah sesuatu, dan yang tidak langsung adalah saya.

d)

Keterangan

Keterangan adalah bagian kalimat yang memberi kejelasan tentang kapan, di mana, dan bagaimana peristiwa yang diutarakan dalam kalimat itu berlangsung.

(1) Keterangan tempat:

(15) Pedagang itu menjajakan barangnya di kota.

(15a) Dia melamar pekerjaan di kantor tempat adiknya bekerja.

(2) Keterangan waktu:

(16) Anaknya menulis surat itu kemarin.

(22)

(3) Keterangan sebab:

(17) Anaknya tidak masuk sekolah karena sakit.

(17a) Budiman tidak masuk sekolah karena ia sakit dan harus ke dokter.

(4) Keterangan kecaraan:

(18) Ia membaca dengan tekun.

(18a) Ia membaca dengan suara keras dan nyaring.

(5) Keterangan tujuan:

(19) Ia belajar tekun supaya lulus.

(19a) Ia belajar tekun supaya tahun depan ia dapat ikut cepat tepat.

(6) Keterangan syarat:

(20) Pelajar itu diizinkan masuk kelas jika rapi.

(20a) Pelajar itu diizinkan masuk kelas jika bajunya sudah rapi.

2.

Pola kalimat

a)

Berdasarkan unsur fungsional

Pola kalimat ialah susunan fungsi gramatikal yang tepat untuk mewujudkan suatu kalimat. Dalam bahasa Indonesia banyak pola yang mungkin disusun, antara lain sebagai berikut:

(1) Subjek-Predikat (S-P)

(21) Dia membaca.

(22) Gadis berambut panjang itu tidak di sini lagi.

(2) Subjek-Predikat-Objek (S-P-O)

(23) Dia membaca buku bahasalndonesia. (24) Anwar mengembalikan buku saya.

(3) Subjek-Predikat-Objek-Keterangan ( S-P-O-K)

(25) Anaknya meminjam kamus kemarin.

(26) Direktur itu menandatangani perjanjian tersebut dengan terpaksa

(4) Predikat-Subjek ( P-S)

(27) Belum dikembalikan juga buku saya. (28) Sedang tidur ayah.

(5) Subjek-Predikat-Keterangan (S-P-K)

(29) Sekretarisnya sedang mengetik di ruang sebelah. (30) Pelajar itu menyimak dengan penuh perhatian.

(6) K-S-P-01-02-K

(31) Pada waktu itu dia menyerahkan bingkisan kepada pembantunya secara diam-diam. (32) Karena hujan dan meminjami saya sebuah payung kemarin

(23)

b)

Berdasarkan kelas kata

Pola dasar kalimat mempersoalkan kelas kata (jenis kata) apa yang mendasari pembentukan kalimat inti. Di sini kita melihat kelas kata apa yang menduduki jabatan subjek dan kelas kata apa pula yang menduduki jabatan predikat. Berdasarkan kelas kata yang menduduki fungsi S-P, dapat ditentukan empat pola dasar kalimat bahasa Indonesia.

(1) Nomina + Nomina

(33) Paman saya pedagang. (34) Itu rumah paman.

(2) Nomina + Verba

(35) Paman Ateng melawak (36) Iwan yang pandai itu pergi.

(3) Nomina + Adjektiva

(37) Kelinci itu lucu sekali. (38) Motor Honda Samsu rusak.

(4) Nomina + Kata Tugas

(39) Ibu ke pasar.

(40) Kakek dari Sukabumi.

Pola dasar no.4 sebagaimana terlihat pada contoh kalimat di atas, seringkali tidak terterima sebagai kalimat yang baik dan benar. Kalimat contoh tersebut akan diterima sebagai kalimat yang baik dan benar apabila diubah menjadi sebagai berikut:

 Ibu pergi ke pasar.

 Kakek berasal dari Sukabumi. (atau)  Kakek datang dari Sukabumi.

3.

Ragam kalimat

Dengan sejumlah kosakata yang kita kuasai, kita dapat menyusun berbagai jenis kalimat sesuai dengan pikiran, gagasan, atau perasaan yang ingin kita utarakan. Variasi bentuk atau jenis kalimat ini lazim disebut ragam kalimat.

Kalimat dapat dibedakan berdasarkan bermacam-macam hal sebagai berikut.

1. Berdasarkan nilai informasi atau sasaran yang akan dicapai dan intonasi: (a) kalimat deklaratif, (b) kalimat interogatif, (c) kalimat imperatif: suruhan, ajakan, permintaan, larangan.

2. Berdasarkan diatesis: (a) kalimat aktif (subjek melakukan perbuatan) dan (b) kalimat pasif (subjek dikenai perbuatan).

3. Berdasarkan urutan kata: (a) kalimat normal (subjek mendahului predikat) dan (b) kalimat inversi (predikat mendahului subjek).

4. Berdasarkan jumlah inti yang membentuknya: (a) kalimat minor (hanya mengandung satu inti) dan (b) kalimat mayor (mengandung lebih dari satu inti).

(24)

5. Berdasarkan jenis kata yang menduduki posisi predikat: (a) kalimat verbal dan (b) kalimat nominal.

6. Berdasarkan pola-pola dasar yang dimilikinya atau jumlah unsur pusat dan penjelasannya: (a) kalimat inti dan (b) kalimat transformasi (perubahan dari kalimat inti).

7. Berdasarkan jumlah kontur (bagian arus ujaran yang diapit oleh dua kesenyapan) yang terdapat di dalamnya: (a) kalimat minim (hanya mengandung satu kontur) dan (b) kalimat panjang (mengandung lebih dari satu kontur).

a. Kalimat minim: # Pergi! #

b. Kalimat panjang: # Berita daerah membangun # disiarkan TVRI # setiap hari #

8. Berdasarkan jumlah klausa dan sifat hubungan antar klausa yang terkandung di dalamnya: (1) kalimat tunggal (kalimat yang hanya mengandung satu klausa/satu pola S-P) dan (2) kalimat majemuk (kalimat yang mengandung lebih dari satu klausa/lebih dari satu pola S-P).

Kalimat majemuk, berdasarkan hubungan antar klausanya: (a) kalimat majemuk setara: setara menggabungkan, setara memilih, setara mempertentangkan, setara menguatkan, (b) kalimat majemuk bertingkat, (c) kalimat majemuk rapatan.

9. Berdasarkan cara penyampaian pendapat atau ujaran orang ketiga: (1) kalimat langsung dan (2) kalimat tak langsung.

10. Berdasarkan lengkap tidaknya unsur utama: (1) kalimat lengkap dan (2) kalimat elips.

a)

Kalimat deklaratif

Kalimat deklaratif, kalimat pernyataan, atau kalimat berita adalah kalimat yang mengandung informasi tentang suatu hal untuk disampaikan kepada orang kedua agar yang bersangkutan memakluminya.

(41) Besok paman pergi ke Medan.

(42) Menyerah kepada takdir bukan berarti menyerah untuk kalah karena sesungguhnya manusia ditakdirkan untuk menang.

(43) Kecemburuan pribumi terhadap nonpribumi, terutama golongan Cina, saya pikir hanya karena perbedaan status sosial.

b)

Kalimat interogatif

Kalimat interogatif atau kalimat tanya ialah yang berisi permintaan agar orang kedua memberi informasitentang sesualu.

(44) Dia pergi ke situ?

(45) Siapa menurut pendapatmu yang akan lulus?

(46) Hidup sederhana sudah sering dan sudah lama kita gembar-gemborkan. Tetapi hasilnya?

(47) Benarkah generasi muda sukar diajak maju? Ataukah sebaliknya generasi tua yang kurang mampu menawarkan kesempatan?

c)

Kalimat imperatif

Kalimat imperatif atau kalimat perintah yaitu kalimat yang mengandung permintaan agar orang kedua melakukan tindakan atau mengambil sikap tertentu sesuai dengan verba yang dimaksud. Contoh:

(25)

(48) Silakan dipahami kenyataan bahwa kaum tua-muda, wajib saling menghargai untuk saling melengkapi.

(49) Sebagai kaum tua, Saudara harus ,sadar bahwa dalam diri kaum muda pun tersirat nilai-nilai dan harapan yang jauh lebih sesuai dengan situasi baru serta dunianya sendiri.

(50) Sebaliknya kalian, kaum muda, harap mencari, bimbingan dan pegangan dari kaum tua yang lebih berpengalaman, sebab kamu tak akan dapat bergerak meraba-raba dalam gelap menuju ide atau cita-cita.

d)

Kalimat aktif

Kalimat yang subjeknya dianggap melakukan tindakan seperti yang dimaksud oleh verbanya. (86) Amat belajar.

(87) Kita dapat mengenal watak seseorang dengan jalan mengetahui dengan siapa saja dia bisa bergaul. (88) Amsah sedang tidur.

e)

Kalimat pasif

Kalimat yang mengandung predikat verbal yang menunjukkan bahwa subjek menjadi tujuan dan sasaran perbuatan yang dimaksud oleh verba tersebut. Contoh:

(89) Bukunya sadah diambil.

(90) Bingkisan tersebut sudah mereka kirim.

(91) Tidak lama setelah dibebaskan dari hukuman itu, dia ketahuan mencuri lagi. (92) Akhirnya persoalan itu terselesaikan juga.

f)

Kalimat inversi (susun balik)

Kalimat yang predikatnya mendahului subjek. Contoh: (83) Telah dibenahi kakak semua mainan adik.

(84) Sadarlah Andi bahwa mencintai orang lain sebagaimana mencintai diri sendiri adalah jalan terbaik menuju bahagia.

(85) Dialah pencurinya.

g)

Kalimat minor

Kalimat yang hanya mengandung satu unsur pusat atau inti. (93) Diam!

(94) Sangat bahagia. (95) Silakan saja! (96) Apa?

h)

Kalimat mayor

(26)

(97) Dia sudah berangkat (98) Kasur kakak rusak

(99) Jika ingat melakukan kebajikan, lakukanlah sekarang; jika bermaksud berbuat kejahatan tundalah hingga esok.

i)

Kalimat verbal

Kalimat yang predikatnya verba. (51) Adik tidur.

(52) Dia tidak melamun, tetapi berpikir,

(53) Rasa hormat memang tidak selalu mendatangkan persahabatan, tetapi persahabatan selalu menuntut adanya rasa hormat dan mustahil tanpa itu.

j)

Kalimat nominal

Kalimat yang predikatnya bukan verba. (54) Nartosabdo dalang.

(55) Mereka murid-murid kebanggaan.

(56) Pelajar di sekolah ini hampir semuanya rajin dan disiplin (57) Yang bersampul merah berada di meja kami.

k)

Kalimat inti

Kalimat yang terdiri dari dua unsur pusat atau inti. Contoh: (58) Adik menangis.

Ciri-ciri kalimat inti:

 hanya terdiri atas dua kata

 kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat (kata pertama menduduki jabatan subjek, kata kedua menduduki jabatan predikat)

 urutannya adalah subjek mendahului predikat  intonasinya adalah intonasi berita yang netral

l)

Kalimat transformasi

Kalimat inti yang mengalami pembalikan susunan (59), perubahan intonasi (60 dan 61), perluasan (62), atau penegasian (63).

(59) Menangis adik. (60) Adik menangis? (61) Adik, menangis?

(62) Adik saya sedang menangis dikamar. (63) Adik tidak menangis.

(27)

m)

Kalimat tunggal

Kalimat yang hanya mengandung satu klausa atau yang hanya mempunyai satu objek dan satu predikat. (64) Kita perlu berkreasi.

(65) Mahasiswa itu mengadakan penelitian

(66) Kini mahasiswa itu sedang mengadakan penelitian tentang fluktuasi harga semen.

n)

Kalimat majemuk setara

Kalimat majemuk setara adalah kalimat yang mengandung dua pola klausa atau lebih yang hubungan antarklausa bersifat setara. Hubungan setara itu dapat diperinci lagi atas:

(1) Setara menggabungkan

Penggabungan ini dapat terjadi dengan merangkaikan dua kalimat tunggal dengan diantarai kesenyapan antara atau dirangkaikan dengan kata-kata tugas seperti: dan, lagi, sesudah itu, karena itu

(67) Saya menangkap ayam itu, dan ibu memotongnya.

(68) Ayah memanjat pohon mangga itu, sesudah itu dipetiknya beberapa buah.

(2) Setara memilih

Kata tugas yang dipakai untuk menyatakan hubungan ini adalah: atau.

(69) Engkau tinggal saja di sini, atau engkau ikut dengan membawa barang itu.

(3) Setara mempertentangkan

Kata-kata tugas yang dipakai dalam hubungan ini adalah: tetapi, melainkan, hanya (70) Adiknya rajin, tetapi ia sendiri malas .

(71) Ia tidak meniaga adiknya, melainkan membiarkannya saja.

(4) Setara menguatkan

Kata tugas yang digunakan: bahkan. lagipula lagi. (72) Anak ini pintar, bahkan budi pekertinya baik.

o)

Kalimat majemuk bertingkat

Kalimat yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua klausa, sedangkan klausa yang satu menjadi bagian klausa yang lain.

Klausa yang menjadi bagian klausa yang lain disebut klausa terikat atau anak kalimat, sedang klausa yang memuat klausa terikat dinamakan klausa bebas.

(73) Saya tidak tahu kapan ayahnya kembali.

(74) Saya sendiri, yang sudah sedemikian dekat kepadanya,juga tidak tahu apa sebenamya yang dla lnginkan sehingga tega berbuat semacam itu terhadap istrinya.

p)

Kalimat majemuk rapatan

Gabungan beberapa kalimat tunggal yang karena subjek atau predikatnya sama maka bagian yang sama hanya disebutkan sekali.

(28)

(75a) Pekerjaannya hanya makan. (75b) Pekerjaannya hanya tidur. (75c) Pekerjaannya hanya merokok.

Semua kalimat tersebut kemudian dirapatkan menjadi: (75d) Pekerjaannya hanya makan, tidur, dan merokok. (76a) Mereka tidak perlu tahu kapan kita harus pergi.

(76b) Mereka tidak perlu tahu bagaimana kita harus pergi. Yang penting tugas itu harus terlaksana. Kedua kalimat tersebut kemudian dirapatkan menjadi:

(76c) Mereka tidak perlu tahu kapan dan bagaimana kita harus pergi. Yang penting tugas itu harus terlaksana.

q)

Kalimat langsung

Kalimat yang menyatakan pendapat orang ketiga dengan mengutip kata-katanya persis seperti waktu dikatakannya.

(77) "Aku benar-benar mencintaimu.Aku ingin kau menjadi milikku" kata ibu kepada ayah.

(78) "Kontak batin antara lbu dan anak," katanya, "ialah rahmat Tuhan yang tak ternilai harganya."

r)

Kalimat tak langsung

Kebalikan kalimat langsung, yaitu yang menyatakan isi ujaran orang ketiga tanpa mengulang kata-katanya secara tepat. Misalnya:

(79) Dia mengatakan bahwa kontak batin antara ibu dan anak adalah rahmat Tuhan yang tak ternilai harganya.

(80) D. J Schwartz menegaskan bahwa, yang penting bukan kenapa kita tidak maju, tetapl bagaimana kita harus maju.

s)

Kalimat elips

Disebut juga kalimat tidak sempurna atau kalimat tak lengkap, yaitu kalimat yang sebagian unsurnya dihilangkan karena dianggap sudah jelas dari konteksnya.

(81) Ah, masa?

(82) Yah... mudah-mudahan saja!

t)

Kalimat pasif inversi

Kalimat pasif inversi adalah kalimat pasif dengan pola inversi. Kalimat pasif adalah kalimat berpredikat verba yang subjeknya terkena perbuatan yang tersebut dalam predikat. Kalimat berpola inversi adalah kalimat yang predikatnya mendahului subjek.

Contoh:

(1) Diambilnya uang itu dari dalam laci.

Gambar

Tabel 1 Kesatuan dalam kalimat efektif
Tabel 2 Kepaduan dalam kalimat efektif
Tabel 3 Kewajaran dalam kalimat efektif

Referensi

Dokumen terkait

Makna Aktionsarten yang dihasilkan dari morfem terikat auf antara lain; (1) makna inkoatif/inseptif dengan padanan pengungkapannya dalam BI melalui aspektualiser

Dalam pandangan gramatikal yang menganggap tata bahasa sebagai subsistem yang hierarkis, kalimat hanyalah merupakan salah satu satuan yang tetap terikat pada satuan yang lebih

Adapun dalam sufiksasi, misalnya kata ambilin yang terbentuk gabungan morfem afiks {-in} dengan BD /ambil/ jika dalam proses pembentukan kata berupa ({-in} + [ambil]

Sementara itu Muchtar (2006:35) berpendapat bahwa yang disebut afiksasi atau pengimbuhan adalah pembentukan kata dengan membubuhkan afiks (imbuhan) pada morfem dasar bak

Afiksasi merupakan nama lain dari morfem terikat. Morfem terikat kata yang tidak dapat berdiri sendiri. Sedangkan kata yang dapat berdiri sendiri disebut sebagai morfem

Sedangkan unsur – unsur yang berupa fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana biasa disebut sebagai tataran gramatikal.. Sebenarnya, wujud tuturan tersebut secara

Adapun dalam sufiksasi, misalnya kata ambilin yang terbentuk gabungan morfem afiks {-in} dengan BD /ambil/ jika dalam proses pembentukan kata berupa ({-in} + [ambil] →

Masalah yang ditemukan berkaitan dengan fungsi dan makna morfem afiks dalam konstruksi morfologis derivasi dan infleksi, morfofonemik BI dari BA, tipologi morfologis BI dari BA,