• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ERRA MEDIKA RUKO SUKMAJAYA

JALAN TOLE ISKANDAR NOMOR 4-5 DEPOK

PERIODE 10 – 29 AGUSTUS 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

SITI DZATIR ROHMAH, S.Farm.

1306502850

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ERRA MEDIKA RUKO SUKMAJAYA

JALAN TOLE ISKANDAR NOMOR 4-5 DEPOK

PERIODE 10 – 29 AGUSTUS 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

SITI DZATIR ROHMAH, S.Farm.

1306502850

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(3)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI APOTEK ERRA MEDIKA RUKO SUKMAJAYA

JALAN TOLE ISKANDAR NOMOR 4-5 DEPOK

PERIODE 10-29 AGUSTUS 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

SITI DZATIR ROHMAH, S.Farm.

1306502850

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(4)
(5)
(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Erra Medika. Laporan PKPA ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA ini, yaitu kepada :

1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

2. Bapak Dr. Hayun, M.Si, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia

3. Ibu Dra. Alfina Rianti, M.Pharm., Apt. Selaku pembimbing dari Apotek Erra Medika yang telah berbagi ilmu kepada penulis serta membimbing penulis selama pelaksanaan PKPA di Apotek Erra Medika dan selama penyusunan laporan ini.

4. Bapak Sutriyo, M.Si., Apt. selaku pembimbing dari Universitas Indonesia yang telah bersedia meluangkan waktunya membimbing penulis selama penyusunan laporan ini.

5. Seluruh staf dan karyawan di Apotek Erra Medika atas bimbingan, kerjasama dan informasi yang diberikan selama penulis melaksanakan kegiatan PKPA. 6. Seluruh staf pengajar dan bagian Tata Usaha program Profesi Apoteker Fakultas

Farmasi Universitas Indonesia, atas ilmu, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

7. Kedua orang tua, keluarga dan orang-orang terdekat penulis yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan doa.

8. Seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 79 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas kerja sama, dukungan, semangat, dan persahabatan yang telah terjalin selama menempuh pendidikan di program profesi apoteker.

(8)

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan di dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk menerima saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki penulisan laporan penulis ke depannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, baik bagi diri penulis maupun pihak lain yang terlibat dan membaca laporan ini.

Penulis

(9)
(10)

ABSTRAK

Nama : Siti Dzatir Rohmah, S.Farm. NPM : 1306502850

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Erra Medika Ruko Sukmajaya Jalan Tole Iskandar Nomor 4-5 Depok Periode 10-29 Agustus 2014

Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat. Keberhasilan pembangunan kesehatan dipengaruhi oleh faktor yang mencakup akses dan kualitas layanan kesehatan yang terus membaik. Apotek sebagai salah satu fasilitas layanan kesehatan adalah suatu tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Salah satu fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang Apoteker harus berdasar pada standar pelayanan kefarmasian. Pada saat ini orientasi pelayanan kefarmasian telah bergeser dari pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient oriented) dengan mengacu kepada Pharmaceutical Care. Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Erra Medika Depok bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan mampu menerapkan tugas dan tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan apotek. Selain itu, melalui praktek kerja ini diharapkan calon apoteker memahami tanggung jawab apoteker dalam melakukan praktek pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan etika yang berlaku khususnya pada pelayanan kefarmasian di Apotek.

Kata Kunci : Apotek, Erra Medika, Praktek Kerja Profesi Apoteker, Pelayanan Kefarmasian

Tugas Umum : xiv + 81 halaman ; 18 lampiran Tugas Khusus : v + 53 halaman ; 6 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 18 (1978-2014)

(11)

ABSTRACT

Name : Siti Dzatir Rohmah, S.Farm. NPM : 1306502850

Study Program: Apothecary Profession

Title : Pharmacist Internship Report at Apotek Erra Medika Ruko Sukmajaya Jalan Tole Iskandar Nomor 4-5 Depok Periods of August 10th-29th 2014

Health development aims to improve the quality of public health. The success of health development is influenced by factors that include access to and quality of health care that continues to improve. Pharmacy as one of the health care facility is a place to do the work of pharmacy, distribution of pharmaceutical preparations and other medical supplies to the community. One of the function of pharmacy is as a place of apothecary devotion who have took the oath of office. In performing its duties, apothecary must be based on the standard of pharmacy services. At this time the pharmacy service orientation has shifted from drug services (drug oriented) into patient care (patient-oriented) with reference to the Pharmaceutical Care. Pharmacist internship at Apotek Erra Medika Depok aims to know and understand the role and responsibility of Pharmacist in managing the pharmacy. In addition trough this Internship a future pharmacist also could understand the pharmaceutical care practice in pharmacy.

Keywords : Pharmacy, Erra Medika, Pharmacist Internship Program, Pharmaceutical Care

General assigment : xiv + 81 pages ; 18 appendices Special assigment : v + 53 pages ; 6 appendices Bibliography of General Assignment : 18 (1978-2014)

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... iv

HALAMAN PENGESAHAN ...v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT...x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ...2

BAB 2. TINJAUAN UMUM ...3

2.1 Definisi Apotek ... 3

2.2 Landasan Hukum Apotek ...3

2.3 Tugas dan Fungsi Apotek ...4

2.4 Persyaratan Pendirian Apotek...4

2.5 Tata Cara Perizinan Apotek ...6

2.6 Petugas Apotek ...12

2.7 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA) ...13

2.8 Pelanggaran Apotek ...14

2.9 Pencabutan Surat Izin Apotek ...15

2.10 Perbekalan Farmasi ...17

2.11 Pengelolaan Apotek ...21

2.11.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi... 22

2.11.2 Pengelolaan Keuangan... 24

2.11.3 Administrasi ... 24

2.12 Pelayanan Apotek ...25

2.12.1 Pengkajian Resep ... 27

2.12.2 Dispensing ... 27

2.12.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO) ... 28

2.12.4 Konseling... 30

2.12.5 Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care) 31 2.12.6 Pemantauan Terapi Obat ... 32

2.12.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)... 33

2.12.8 Pelayanan Swamedikasi ... 33

2.12.9 Promosi dan Edukasi ... 34

2.13 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika di Apotek...34

(13)

2.13.2 Pengelolaan Psikotropika... 37

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS APOTEK ERRA MEDIKA ... 39

3.1 Sejarah Singkat Apotek Erra Medika ... 39

3.2 Lokasi, Bangunan, dan Tata Ruang Apotek Erra Medika ... 39

3.3 Struktur Organisasi Apotek Erra Medika ... 41

3.4 Kegiatan di Apotek Erra Medika ... 44

3.4.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian... 44

3.4.1.1 Pengadaan/Pembelian Perbekalan Farmasi ... 44

3.4.1.2 Penyimpanan dan Pengeluaran Barang ... 45

3.4.1.3 Penjualan ... 46

3.4.2 Kegiatan Non Teknis Kefarmasian ... 47

3.4.2.1 Bagian Keuangan ... 47

3.4.2.2 Kegiatan Administrasi ... 47

3.5 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika... 47

3.5.1 Pengadaan Narkotika dan Psikotropika ... 48

3.5.2 Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika ... 48

3.5.3 Pelayanan Resep Narkotika dan Psikotropika ... 48

3.5.4 Laporan Penggunaan Narkotika dan Psikotropika ... 49

BAB 4. PEMBAHASAN ... 50

4.1 Lokasi dan Tata Ruang Apotek ... 51

4.2 Sumber Daya Manusia (SDM) ... 53

4.3 Pembelian dan Pengadaan Barang ... 54

4.4 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika... 57

4.5 Pengelolaan dan Pelayanan Resep ... 58

4.6 Pengelolaan Administrasi Keuangan ... 60

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Kesimpulan... 61

5.2 Saran ... 61

DAFTAR ACUAN ... 62

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas ...18

Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas ...18

Gambar 2.3 Tanda Peringatan Pada Obat Bebas Terbatas ...19

Gambar 2.4 Penandaan Obat Keras ...19

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lokasi Denah Apotek Erra Medika ...64

Lampiran 2. Desain Eksterior Apotek Erra Medika ...65

Lampiran 3. Desain Interior Apotek Erra Medika...66

Lampiran 4. Denah Ruangan Apotek Erra Medika ...67

Lampiran 5. Salinan Resep ...68

Lampiran 6. Etiket Obat...69

Lampiran 7. Plastik Pembungkus Obat ...70

Lampiran 8. Nota Apotek Erra Medika ...71

Lampiran 9. Struktur Organisasi Apotek Erra Medika ...72

Lampiran 10. Surat Pesanan ...73

Lampiran 11. Faktur Pembelian ...74

Lampiran 12. Kartu Stok Barang ...75

Lampiran 13. Surat Pesanan Narkotika ...76

Lampiran 14. Surat Pesanan Psikotropika ...77

Lampiran 15. Contoh Pelaporan Narkotika ...78

Lampiran 16. Laporan Penggunaan Narkotika ...79

Lampiran 17. Contoh Pelaporan Psikotropika...80

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar pada masyarakat sehingga dibutuhkan suatu usaha dalam rangka meningkatkan mutu kesehatan pada masyarakat. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional yang diselenggarakan pada semua bidang kehidupan yang bertujuan untuk dapat meningkatkan mutu kesehatan masyarakat. Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan telah berhasil meningkatkan status kesehatan. Keberhasilan itu banyak dipengaruhi oleh pengemban layanan kesehatan di sektor publik. Keberhasilan pembangunan kesehatan dipengaruhi oleh faktor yang mencakup akses dan kualitas layanan kesehatan yang terus membaik. Akses layanan kesehatan ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah, jaringan, dan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu puskesmas, rumah sakit, dan tidak terkecuali apotek.

Apotek adalah suatu tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, dan sebagai sarana farmasi untuk melakukan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat dan sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

Pada pelaksanaan tugasnya, seorang Apoteker harus berdasar pada standar pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004). Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, Apotek disebutkan sebagai salah satu fasilitas yang digunakan dalam pelayanan kefarmasian, maka dari itu apotek harus melakukan pelayanan kefarmasian.

Pada saat ini orientasi paradigma pelayanan kefarmasian telah bergeser dari pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient oriented) dengan

(17)

mengacu kepada pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan yang tadinya hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi berubah menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut maka apoteker dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya agar mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain secara aktif, berinteraksi langsung dengan pasien di samping menerapkan keilmuannya di bidang farmasi (Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004).

Pelayanan kefarmasian harus diterapkan dengan baik dan tepat di apotek oleh apoteker. Maka dari itu, para calon apoteker memerlukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di apotek. Hasil yang diharapkan adalah para calon apoteker akan mendapatkan pembekalan baik secara teori ataupun praktek dan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkannya selama masa perkuliahan. Oleh karena itu, maka diadakan kerja sama antara Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dengan Apotek Erra Medika dalam bentuk Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan pada tanggal 10-29 Agustus 2014.

1.2. Tujuan

Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Erra Medika yang diselenggarakan oleh Fakultas Farmasi Universitas Indonesia adalah agar calon apoteker :

a. Memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan apotek, serta melakukan praktek pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan perudang-undangan dan etika yang berlaku.

b. Memperoleh wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan praktik kefarmasian di apotek.

c. Memperoleh gambaran nyata tentang permasalahan praktek kefarmasian serta mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktek kefarmasian.

(18)

BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1. Definisi Apotek

Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Kepmenkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002). Sementara menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 dalam ketentuan umum dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

2.2. Landasan Hukum Apotek

Apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan memiliki landasan hukum yang diatur dalam :

1. Undang-Undang :

a. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan b. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika c. Undang -Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika 2. Peraturan Pemerintah :

a. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian b. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26

tahun 1965 tentang Apotek 3. Peraturan Menteri Kesehatan :

a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 695/Menkes/Per/VI/2007 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184 tahun 1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Izin kerja Apoteker.

b. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek

(19)

4. Keputusan Menteri Kesehatan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.

2.3. Tugas dan Fungsi Apotek

Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 fungsi dan tugas apotek adalah :

1. Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

2. Sebagai sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian.

3. Sebagai sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.

4. Sebagai sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

2.4. Persyaratan Pendirian Apotek

Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek yaitu (Permenkes RI No.922/Menkes/PER/X/1993) :

1. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker, atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.

3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.

Selain itu persyaratan lain yang disebutkan adalah sebagai berikut (Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004) :

(20)

1. Sarana apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat.

2. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. 3. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.

4. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan.

5. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.

6. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, bebas dari hewan pengerat, serangga.

7. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek, diantaranya :

a. Lokasi dan Tempat.

Faktor yang digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk menentukan lokasi usaha apotek pada umumnya adalah mudah diakses oleh masyarakat, keamanan lingkungan, ada atau tidaknya apotek lain, letak apotek yang didirikan mudah atau tidaknya pasien untuk memarkir kendaraan, jumlah penduduk, jumlah praktek dokter, serta keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat (Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004).

b. Bangunan dan Kelengkapan.

Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan farmasi. Apotek harus mempunyai papan nama yang terbuat dari bahan yang memadai dan memuat nama apotek, nama Apoteker Pengelola Apotek (APA), nomor SIA, dan alamat apotek. Luas bangunan apotek tidak dipermasalahkan, bangunan apotek terdiri dari ruang tunggu, ruang administrasi, ruang peracikan, ruang penyimpanan obat, dan toilet. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, ventilasi, dan sistem sanitasi yang baik.

(21)

Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan apotek. Perlengkapan yang harus tersedia di apotek adalah :

1) Alat pembuatan, pengolahan, dan peracikan, seperti timbangan, mortir, dan gelas ukur.

2) Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat dan lemari pendingin.

3) Wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket dan plastik pengemas. 4) Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika, dan bahan beracun. 5) Alat dan perlengkapan laboratorium untuk pengujian sederhana seperti

erlenmeyer, dan gelas ukur.

6) Alat administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur, kuitansi, dan salinan resep.

7) Buku standar yang diwajibkan antara lain Farmakope Indonesia edisi terbaru, ISO, dan MIMS.

8) Kumpulan peraturan dan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek.

2.5. Tata Cara Perizinan Apotek

Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk membuka apotek di tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri yang melimpahkan wewenangnya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin dilaporkan setahun sekali oleh Kepala Dinas Kesehatan kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Berdasarkan pedoman perizinan sarana farmasi makanan dan minuman provinsi DKI Jakarta maka perizinan apotek dibagi menjadi 4, yaitu :

a. Apotek Kerjasama, adalah apotek dimana apoteker hanya sebagai apoteker pengelola apotek (APA), sedangkan pemilik sarana apotek (PSA) adalah dari pihak lain (bisa perorangan, PT, dan lain-lain).

(22)

b. Apotek Profesi, adalah apotek yang apoteker pengelola apotek (APA) juga sebagai pemilik sarana apoteknya (PSA).

c. Depo Farmasi/Depo Obat, adalah apotek yang berada di klinik, dan hanya boleh menerima resep dari klinik tersebut.

d. Apotek Rakyat (apotek sederhana) adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya pelayanan kefarmasian di mana dilakukan penyerahan obatdan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan, serta tidak menjualobat golongan narkotika dan psikotropika, di mana terhitung sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 284/MenKes/PER/III/2007, seluruh izin dan status apotek yang berasal dari apotek sederhana akan disesuaikan menjadi apotek.

Sebelum melaksanakan kegiatannya, Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA). Izin apotek berlaku untuk seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melaksanakan pekerjaannya dan masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh izin apotek tidak dipungut biaya dalam bentuk apapun (Permenkes RI No. 922/Menkes/PER/X/1993).

Untuk mendapatkan SIA, APA harus menyiapkan tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek harus mempunyai luas yang memadai, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek, serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek minimal terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat, dan toilet/ WC. Bangunan apotek harus dilengkapi sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, serta ventilasi dan sistem sanitasi yang baik. Apotek harus mempunyai papan nama apotek berukuran minimal 40x60 cm dengan tulisan berwarna hitam (ukuran 5 cm) di atas dasar berwarna putih yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA dan alamat apotek.

(23)

Secara umum persyaratan izin apotek yang bekerja sama dengan pihak lain adalah :

a. Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp.6000,00. b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI.

c. Fotokopi KTP dari APA.

d. Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Izin Praktek (SIP) apoteker, dengan lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai negeri. e. Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung milik

sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua) tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun, bila kontrak/sewa.

f. Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG). g. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). h. Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat.

i. Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepadaperaturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00.

j. Peta lokasi dan denah ruangan.

k. Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidakakan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidakakan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00.

l. Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00.

m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu tanpa resep di atas materai Rp.6000,00.

n. Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk Organogram). o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan.

p. SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi. q. Rencana jadwal buka apotek. r. Daftar peralatan peracikan obat.

(24)

s. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi. t. Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika.

u. Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir). v. Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil.

Secara umum persyaratan izin apotek praktek profesi :

a. Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas

materai Rp.6000,00.

b. Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi yang diterbitkan setiap tahun sekali.

c. Fotokopi KTP DKI apoteker apotek praktek profesi.

d. Status kepemilikan bangunan, IMB dan surat sewa menyewa minimal 2 tahun. e. Denah bangunan beserta peta lokasi.

f. Daftar peralatan peracikan, etiket, dll. g. Fotokopi NPWP apoteker.

h. SIK/SIP apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan surat selesai masa bakti apoteker.

i. Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup).

j. Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta.

Secara umum persyaratan izin depo obat/farmasi :

a. Surat permohonan apoteker penanggung jawab depo ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp.6000,00.

b. Fotokopi izin klinik yang masih berlaku.

c. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk badan hukum.

d. Fotokopi KTP APA.

(25)

f. Surat pengangkatan apoteker sebagai karyawan/penanggung jawab depo obat/farmasi.

g. Proposal untuk mendirikan depo obat/farmasi. h. Ijazah/SIK asisten apoteker.

i. Peta lokasi dan denah bangunan seatap/sepekarangan dengan klinik serta denah bangunan tertutup.

j. NPWP perusahaan. k. UUG.

l. Status gedung/sertifikat gedung sewa minimal dua tahun.

m. Surat pernyataan apoteker hanya melayani resep dari klinik perusahaannya (bukan dari resep umum), kecuali atas nama pasien perusahaan.

SIA berlaku seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan tidak ada perubahan fisik dan non fisik. SIA harus diperbaharui bila terjadi perubahan fisik dan non fisik dari sarana apotek. Kriteria perubahan non fisik yakni apabila terjadi pergantian apoteker pengelola sarana apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian nama sarana kesehatan apotek, terjadi perubahan alamat sarana kesehatan apotek tanpa pemindahan lokasi, dan/atau terjadi karena surat izin sarana kesehatan apotek hilang atau rusak. Sedangkan perubahan fisik, yakni apabila terjadi perubahan denah sarana kesehatan apotek dan terjadi perubahan pindah lokasi apotek (Kepmenkes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002).

Permohonan perubahan izin karena pergantian APA harus disertai dengan lampiran sebagai berikut : SIA lama, fotokopi KTP APA baru, surat perjanjian kerjasama antara APA baru dengan PSA yang disahkan oleh notaris, surat serah terima apotek dari apoteker lama kepada apoteker baru, surat pernyataan apoteker baru tidak merangkap pada sarana farmasi makanan minuman lainnya, SIK/SP APA baru, surat kematian apoteker lama (bila meninggal), surat pernyataan APA lama tidak keberatan atas pergantian APA baru serta berita acara serah terima dalam rangka peralihan tanggung jawab pelayanan kefarmasian dari APA lama ke APA baru disertai dengan saksi dan juga menerangkan bahwa telah melakukan penyerahan kunci tempat penyimpanan narkotika, kunci penyimpanan obat keras dan bahan

(26)

berbahaya lainnya, resep-resep, obat narkotik dan psikotropik. Sedangkan permohonan perubahan izin karena pergantian PSA harus disertai dengan : SIA lama, surat perjanjian kerja sama antara apoteker dengan pemilik sarana yang baru disahkan oleh notaris, surat pernyataan pemilik sarana apotek yang baru tidak pernah terlibat dalam pelanggaran dibidang farmasi, surat kematian dari pemilik lama (jika meninggal dunia), dan bukti pengalihan dari PSA lama ke PSA yang baru. Data tersebut diarsipkan oleh Sudinkes untuk selanjutnya dibuat rekapitulasi dan pemutakhiran data.

Permohonan perubahan izin karena perubahan nama apotek harus disertai dengan SIA apotek yang lama, surat perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek dengan nama apotek yang baru disahkan notaris, NPWP yang baru, dan alasan perubahan tanpa pindah lokasi nama. Sedangkan permohonan perubahan izin apotek karena perubahan alamat harus disertai dengan SIA apotek yang lama, surat perjanjian kerja sama apoteker dengan pemilik sarana apotek dengan alamat apotek yang baru disahkan notaris, serta surat keterangan telah terjadi perubahan/nama jalan. Namun, jika perubahan alamat karena pindah lokasi maka permohonan perubahan izin disertai dengan pengembalian SIA lama, UUG yang baru, peta lokasi yang baru, denah ruangan apotek yang baru, contoh etiker. kopi resep, kop surat dengan alamat yang baru serta status gedung yang baru. Data tersebut diarsipkan oleh Sudinkes untuk selanjutnya dibuat rekapitulasi dan pemutakhiran data.

Apotek harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan, mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan obat, termasuk lemari khusus narkotika dan psikotropika, kartu stok, dan sebagainya. Apotek harus melaporkan pemakaian narkotika setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM di DKI Jakarta, sedangkan pemakaian psikotropika harus dilaporkan maksimal setahun sekali.

Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh apoteker pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara. Apabila apotek melakukan pelanggaran, maka dapat diberikan teguran secara lisan

(27)

untuk segera dilakukan perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan dari apotek tersebut, maka diberikan peringatan tertulis kepada APA. Pelaksanaan pencabutan SIA dapat dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan atau pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan. Akan tetapi, pembekuan izin ini dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Kepmenkes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002).

2.6. Petugas Apotek

Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA).

Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka APA harus menunjuk Apoteker Pendamping. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang telah bekerja di apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan/atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apabila APA dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk Apoteker Pengganti. Apoteker Pengganti yaitu apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. Penunjukkan Apoteker Pendamping/Pengganti harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat dengan menggunakan formulir model APT-9. Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker yang bersangkutan dapat dicabut (Kepmenkes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002).

Untuk mendukung kegiatan di apotek apabila apotek yang dikelola cukup besar dan padat diperlukan tenaga kerja lain seperti Asisten Apoteker yang

(28)

berdasarkan peraturan perundang-undangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker di bawah pengawasan Apoteker, juru resep yaitu petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker, kasir yaitu orang yang bertugas mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kuitansi dan nota, pegawai tata usaha, yaitu petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, dan keuangan apotek.

Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping maupun Apoteker Pengganti, dalam pengelolaan apotek. Apoteker Pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA. Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh Apoteker Pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika, dan perbekalan farmasi lainnya, serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara. Apabila APA meninggal dunia, maka (Permenkes RI No.922/Menkes/PER/X/1993) :

1. Ahli waris APA wajib melaporkan dalam waktu 2 x 24 jam kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker Pendamping, maka laporan wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika.

3. Penyerahan dibuat Berita Acara Serah Terima sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (2) kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir model APT-11 dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat.

2.7. Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA)

Apoteker Pengelola Apotek (APA) wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Sesuai dengan Permenkes RI No. 1332/MENKES/SK/2002, APA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

(29)

2. Telah mengucapkan sumpah atau janji Apoteker. 3. Memiliki Surat Izin Kerja dari Menteri Kesehatan.

4. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker.

5. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain.

2.8. Pelanggaran Apotek

Pelanggaran apotek dapat dikategorikan berdasarkan berat atau ringannya pelanggaran tersebut. Kegiatan yang termasuk dalam pelanggaran berat, yaitu: 1. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi

2. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap 3. Pindah alamat apotek tanpa izin

4. Menjual narkotika tanpa resep dokter.

5. Kerja sama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar.

6. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti pada waktu APA keluar daerah selama tiga bulan berturut-turut.

Kegiatan yang termasuk dalam pelanggaran ringan yaitu :

1. Tidak menunjuk Apoteker pendamping pada waktu APA tidak dapat hadir pada jam buka apotek.

2. Mengubah denah apotek tanpa izin.

3. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak. 4. Melayani resep yang tidak jelas dokternya.

5. Menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum dimusnahkan. 6. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada.

7. Salinan resep yang tidak ditanda tangani oleh Apoteker. 8. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain. 9. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat.

10. Resep narkotika tidak dipisahkan.

(30)

12. Tidak mempunyai atau tidak mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui dengan jelas asal-usul obat tersebut.

Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik bersifat administratif ataupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 dan Permenkes No. 992/MENKES/PER/1993 adalah diberikan peringatan secara tertulis kepada APA secara tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan. Selain itu, dilakukan pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya Penetapan Pembekuan Izin Apotek.

Keputusan Pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Balai/Balai Besar POM setempat. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam Keputusan Menteri Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tersebut telah dipenuhi. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila terdapat pelanggaran terhadap :

1. Undang-Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541) 2. Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 3. Undang-Undang Narkotika No. 22 tahun 1997 4. Undang-Undang Psikotropika No. 5 tahun 1997

2.9. Pencabutan Surat Izin Apotek

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri Kesehatan dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotek apabila (Permenkes RI No.1332/MENKES/SK/X/2002) :

(31)

1. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang sudah dikatakan tidak bermutu baik atau karena sesuatu hal tidak dapat dan dilarang untuk digunakan, seharusnya dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri.

2. Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus.

3. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika, Undang-Undang Obat Keras No. St. 1973 No. 541, Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

4. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut.

5. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat.

6. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan harus berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan setelah dikeluarkan :

1. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan dengan menggunakan contoh Formulir APT-12.

2. Pembekuan izin Apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek dengan menggunakan contoh Formulir APT-13.

Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimaksud dalam poin (2) di atas, dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini dengan menggunakan contoh formulir APT-14. Pencairan Izin Apotek dimaksud di atas dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau

(32)

Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan yang dimaksud wajib mengikuti tata cara sebagai berikut :

1. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lain serta seluruh resep yang tersedia di apotek.

2. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci

3. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang olehnya, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam poin (1).

2.10. Perbekalan Farmasi

Pemerintah menetapkan beberapa peraturan mengenai “Tanda” untuk membedakan jenis-jenis obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia agar pengelolaan obat menjadi mudah. Beberapa peraturan tersebut antara lain yaitu :

1. UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

2. Kepmenkes RI No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas.

3. Kepmenkes RI No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G.

4. Kepmenkes RI No. 347/Menkes/SK/VIII/90 tentang Obat Wajib Apotek. 5. Permenkes RI No.688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika.

Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, maka obat dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu (Umar, 2007) :

1. Obat Bebas

Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam.

(33)

Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas

2. Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tandanya berupa lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam.

Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas

Obat golongan ini termasuk obat keras namun dapat dibeli tanpa resep dokter. Komposisi obat bebas terbatas merupakan obat keras sehingga dalam wadah atau kemasan perlu dicantumkan tanda peringatan (P1-P6). Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (disesuaikan dengan warna kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih.

Tanda-tanda peringatan ini sesuai dengan golongan obatnya yaitu : a. P No 1: Awas! Obat keras. Baca aturan memakainya. Contoh: Inza®.

b. P No 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan. Contoh: Betadine® Obat Kumur Antiseptik.

c. P No 3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh: Canesten®.

d. P No 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. Contoh: Sigaret Asma. e. P No 5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Sulfanilamid Steril. f. No 6: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol

(34)

Gambar 2.3 Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas

3. Obat Keras Daftar G

Obat keras adalah obat-obatan yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, mendesinfeksi, dan lain-lain, pada tubuh manusia, baik dalam bungkusan atau tidak yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tanda khusus obat keras yaitu lingkaran merah dengan garis tepi hitam dan huruf K di dalamnya yang ditulis pada etiket dan bungkus luar.

Gambar 2.4 Penandaan Obat Keras

Psikotropika termasuk dalam golongan obat keras. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter dan dapat diulang tanpa resep baru bila dokter menyatakan pada resepnya “boleh diulang“. Obat-obat golongan ini antara lain obat jantung, obat diabetes, hormon, antibiotika, beberapa obat ulkus lambung, dan semua obat suntik.

4. Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf

(35)

pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Penggolongan dari psikotropika adalah (Undang-Undang No. 5 Tahun 1997) : a. Psikotropika golongan I adalah Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: etisiklidina, tenosiklidina, metilendioksi metilamfetamin (MDMA).

b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, fensiklidin.

c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentobarbital, siklobarbital.

d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: diazepam, estazolam, etilamfetamin, alprazolam.

5. Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan (Undang-Undang No.35 Tahun 2009).

(36)

Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009) :

a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kokain, opium, heroin, ganja.

b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, normetadona, metadona.

c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kodein, norkodeina, etilmorfina.

2.11. Pengelolaan Apotek

Pengelolaan apotek adalah seluruh upaya dan kegiatan apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek. Pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Kepmenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993) :

1. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, penyerahan obat atau bahan obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat, pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya.

2. Pengelolaan non teknis kefarmasian meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, pelayanan komoditas selain perbekalan farmasi dan bidang lainnya yang berhubungan dengan fungsi apotek.

(37)

2.11.1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi 1. Perencanaan

Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan dan alat kesehatan, maka perlu dilakukan pengumpulan data obat-obatan yang akandipesan. Data obat-obatan tersebut biasanya ditulis dalam buku defekta, yaitu jika barang habis atau persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulan-bulan sebelumnya. Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan APA di dalam melaksanakan perencanaan pemesanan barang, yaitu memilih Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memberikan keuntungan dari segala segi, misalnya harga yang ditawarkan sesuai, ketepatan waktu pengiriman, diskon dan bonus yang diberikan sesuai, jangka waktu kredit yang cukup, serta kemudahan dalam pengembalian obat-obatan yang hampir kadaluarsa.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi yaitu (Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004) :

a. Pola penyakit, maksudnya adalah perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk penyakit tersebut.

b. Tingkat perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya beli terhadap obat-obatan.

c. Budaya masyarakat dimana pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan khususnya obat-obatan tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut.

2. Pengadaan

Pabrik dapat menyalurkan produksinya langsung ke PBF, apotek, toko obat, apotek rumah sakit, dan sarana kesehatan lain (Permenkes RI No. 918/Menkes/per/X/1993). Pengadaan barang di apotek meliputi pemesanan dan

(38)

pembelian. Pembelian barang dapat dilakukan secara langsung ke produsen atau melalui PBF. Proses pengadaan barang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : a. Tahap persiapan, dilakukan dengan cara mengumpulkan data barang-barang

yang akan dipesan dari buku defekta, termasuk obat baru yang ditawarkan pemasok.

b. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP). SP minimal dibuat 2 lembar (untuk pemasok dan arsip apotek) dan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK.

Pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara antara lain :

a. Pembelian dalam jumlah terbatas yaitu pembelian dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam waktu pendek, misalnya satu minggu. Pembelian ini dilakukan bila modal terbatas dan PBF berada dalam jarak tidak jauh dari apotek, misalnya satu kota dan selalu siap untuk segera mengirimkan obat yang dipesan.

b. Pembelian berencana dimana metode ini erat hubungannya dengan pengendalian persediaan barang. Pengawasan stok obat atau barang dagangan penting sekali, untuk mengetahui obat yang fast moving atau slow moving, hal ini dapat dilihat pada kartu stok. Selanjutnya dilakukan perencanaan pembelian sesuai dengan kebutuhan.

c. Pembelian secara spekulasi merupakan pembelian dilakukan dalam jumlah yang lebih besar dari kebutuhan, dengan harapan akan ada kenaikan harga dalam waktu dekat atau karena ada diskon atau bonus. Pola ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu jika diperkirakan akan terjadi peningkatan permintaan. Meskipun apabila spekulasinya benar akan mendapat keuntungan besar, tetapi cara ini mengandung resiko obat akan rusak atau kadaluarsa.

3. Penyimpanan

Penyimpanan obat sebaiknya digolongkan berdasarkan bentuk sediaan, seperti sediaan padat dipisahkan dari sediaan cair atau setengah padat. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari zat-zat yang bersifat higroskopis. Serum, vaksin, dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar disimpan dalam lemari pendingin. Penyusunan obat dapat dilakukan secara alfabetis untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan obat saat diperlukan. Pengaturan pemakaian barang

(39)

di apotek sebaiknya menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out), sehingga obat-obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat disimpan paling depan dan memungkinkan diambil terlebih dahulu.

2.11.2 Pengelolaan Keuangan

Laporan keuangan yang biasa dibuat di apotek adalah : a. Laporan Rugi-Laba

Laporan rugi-laba adalah laporan yang menyajikan informasi tentang pendapatan, biaya, laba atau rugi yang diperoleh perusahaan selama periode tertentu. Laporan rugi-laba biasanya berisi hasil penjualan, HPP (persediaan awal + pembelian-persediaan akhir), laba kotor, biaya operasional, laba bersih usaha, laba bersih sebelum pajak, laba bersih setelah pajak, pendapatan non usaha, dan pajak. b. Neraca

Neraca adalah laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada waktu tertentu. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban yang disebut pasiva, atau dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan dan pasiva merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut. Oleh karena itu, dapat dilihat dalam neraca bahwa jumlah aktiva akan sama besar dengan pasiva. Aktiva dikelompokkan dalam aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar berisi kas, surat-surat berharga, piutang, dan persediaan. Aktiva tetap dapat berupa gedung atau tanah, sedangkan pasiva dapat berupa hutang dan modal.

c. Laporan Hutang-Piutang

Laporan utang adalah laporan yang berisi utang yang dimiliki apotek pada periode tertentu dalam satu tahun, sedangkan laporan piutang berisikan piutang yang ditimbulkan karena transaksi yang belum lunas dari pihak lain kepada pihak apotek. 2.11.3 Administrasi

Administrasi yang biasa dilakukan apotek meliputi antara lain :

1. Administrasi umum, kegiatannya meliputi, membuat agenda atau mengarsipkan surat masuk dan surat keluar, pembuatan laporan-laporan seperti, laporan

(40)

narkotika dan psikotropika, pelayanan resep dengan harganya, pendapatan, alat dan obat KB, obat generik, dan lain-lain.

2. Pembukuan meliputi pencatatan keluar dan masuknya uang disertai bukti-bukti pengeluaran dan pemasukan.

3. Administrasi penjualan meliputi pencatatan pelayanan obat resep, obat bebas, dan pembayaran secara tunai atau kredit.

4. Administrasi pergudangan meliputi, pencatatan penerimaan barang, masing-masing barang diberi kartu stok, dan membuat defekta.

5. Administrasi pembelian meliputi pencatatan pembelian harian secara tunai atau kredit dan asal pembelian, mengumpulkan faktur secara teratur. Selain itu dicatat kepada siapa berhutang dan masing-masing dihitung besarnya hutang apotek. 6. Administrasi piutang, meliputi pencatatan penjualan kredit, pelunasan piutang,

dan penagihan sisa piutang.

7. Administrasi kepegawaian dilakukan dengan mengadakan absensi karyawan, mencatat kepangkatan, gaji, dan pendapatan lainnya dari karyawan.

2.12 Pelayanan Apotek

Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 yang meliputi :

1. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.

2. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan yang bermutu baik dan absah.

3. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten. Namun resep dengan obat paten boleh diganti dengan obat generik. 4. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat

mengikuti ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Balai Besar POM.

(41)

5. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat. 6. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat

secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat.

7. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.

8. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker.

9. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun.

10. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. 11. Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti

diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Pelayanan yang dilakukan di apotek, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 tahun 2014, harus menerapkan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Untuk mewujudkan pelayanan kefarmasian, apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian dan pencatatan serta pelaporan, sedangkan pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, dispensing, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care), Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

(42)

2.12.1. Pengkajian Resep

Pengkajian resep menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 35 Tahun 2014 meliputi kajian administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis resep.

Kajian administratif meliputi :

a. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan.

b. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf. c. Tanggal penulisan resep.

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi : a. Bentuk dan kekuatan sediaan

b. Stabilitas.

c. Kompatibilitas (ketercampuran obat).

Sedangkan kajian pertimbangan klinis meliputi : a. Ketepatan indikasi dan dosis obat.

b. Aturan, cara dan lama penggunaan obat. c. Duplikasi dan/atau polifarmasi.

d. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain).

e. Kontra indikasi. f. Interaksi.

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep.

2.12.2 Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut (Permenkes RI No.35 Tahun 2014) :

a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep, menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep, mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.

(43)

c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi : i. warna putih untuk obat dalam/oral.

ii. warna biru untuk obat luar dan suntik.

iii. menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspense atau emulsi.

d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut :

a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).

b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien. c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.

d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.

e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain.

f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil. g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.

h. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker (apabila diperlukan).

i. Menyimpan resep pada tempatnya;

j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien.

Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan bat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

2.12.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Apotek merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan

(44)

bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain (Permenkes RI No.35 Tahun 2014) .

Kegiatan pelayanan informasi obat di Apotek meliputi (Permenkes RI No.35 Tahun 2014) :

a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.

b. Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan).

c. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.

d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi.

e. Melakukan penelitian penggunaan Obat.

f. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah. g. Melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan Formulir. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat :

a. Topik pertanyaan.

b. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan.

c. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon).

d. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium).

e. Uraian pertanyaan. f. Jawaban pertanyaan. g. Referensi.

h. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, per telepon) dan data Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.

(45)

2.12.4 Konseling

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 35 tahun 2014, konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling :

a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).

b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi).

c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).

d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin).

e. Pasien dengan polifarmasi, pasien menerima beberapa obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.

f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Tahap kegiatan konseling adalah sebagai berikut: a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien

b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three Prime Questions, yaitu:

i. Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?

ii. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat Anda?

iii. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi obat tersebut?

Gambar

Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas   2.   Obat Bebas Terbatas
Gambar 2.4 Penandaan Obat Keras
Gambar 2.1  Contoh dan Bagian Resep........................................................................7  Gambar 4.1  Perbandingan Resep Biasa, Narkotik dan Psikotropik Selama Bulan
Tabel  4.1  Data hasil Analisis 7 Benar Pada Resep di Apotek Erra Medika Selama  Bulan Juni 2014..........................................................................................20  Tabel 4.2  Data Hasil Analisis Benar Waktu, Durasi dan Frekuensi P
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah menelaan hadist-hadist penentuan awal Ramadhan dan hari raya serta data-data tentang penentuan awal Ramadhan dan hari raya oleh Kementerian Agama RI, maka dapat

Berdasarkan hasil pengukuran masing-masing indikator dengan menggunakan rata-rata skor dari lima indikator yang digunakan, maka kecenderungan kualitas pelayanan pada

Apabila dalam pembuktian kualifikasi saudara dapat memenuhi jadwal waktu pelaksanaan serta Pembuktian Kualifikasi dimaksud, maka akan dilanjutkan dengan Pembuktian

Berdasarkan pengujian variabel dengan menggunakan uji F secara simultan F hitung sebesar 30,114 dan F tabel sebesar 2,975 yang menunjukkan ada pengaruh antara

BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA TAHUN ANGGARAN 2012. No Kegiatan / Paket Peker jaan Lokasi Volume

Di antara ketiga elemen yang berada di sekolah, yaitu gaya kepemimpinan, budaya oragisasi, dan kompetensi yang paling berperan penting bagi sekolah adalah

Metode analisis yang digunakan Analisis Deskriptif, yaitu menjelaskan pengaruh kualitas produk dan kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen pengguna ponsel Samsung di

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA. KABUPATEN ACEH BARAT