• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi petani terhadap petik merah kopi di desa Kemiri kecamatan Jabung Kabupaten Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Persepsi petani terhadap petik merah kopi di desa Kemiri kecamatan Jabung Kabupaten Malang"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PETANI TERHADAP PETIK MERAH KOPI

DI DESA KEMIRI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG

PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN

DANIAR NOVIKA PUTRI 04.01.18.129

POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MALANG BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN 2022

(2)

PERSEPSI PETANI TERHADAP PETIK MERAH KOPI DI DESA KEMIRI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG

Diajukan sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Terapan (S.Tr.P)

PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN

DANIAR NOVIKA PUTRI 04.01.18.129

POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN MALANG BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN 2022

(3)
(4)
(5)

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus.

Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya tugas akhir yang sederhana ini dapat terselesaikan.

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang paling berharga dalam hidup saya :

Keluarga Terkasih

Untuk Ayah (Wawan Sutiono) yang telah berpulang saat saya sedang penelitian, Mama (Sri Setyo Adiningsih) tersayang yang selalu berjuang mendukung hingga

saat ini dan kakak (Anggi Ernata & Vike Alam Putri)

Tugas akhir ini saya persembahkan, tiada kata yang bisa menggantikan segala sayang, usaha, semangat dan juga doa yang telah dicurahkan untuk

penyelesaian tugas akhir ini.

Dosen Pembimbing

Kepada Bapak Dr. Gunawan SP, M.Si dan Bapak Dr. Hamyana, SST, M.Si yang telah membimbing selama tugas akhir, terima kasih banyak atas arahan,

kesabaran, dan kemudahan yang telah Bapak berikan. Semoga Bapak senantiasa diberikan kesehatan dan kebahagiaan.

Teman-Teman dan Orang Terdekatku

Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan di asrama yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas dukungan, bantuan dan waktunya

selama tugas akhir ini berjalan.

Last but not least, untuk Julius Thomas sebagai kekasih seperjuangan yang selalu sabar dan membantu dalam hal apapun, terima kasih sudah tidak

menyerah hingga kita bisa sama-sama menyelesaikan tugas akhir ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi dan menjaga kita semua....

(6)
(7)

Merah Kopi di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Pembimbing satu Dr.

Gunawan, SP, MP dan Pembimbing dua Dr. Hamyana, SST, M.Si.

Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang berperan penting bagi perekonomian di Indonesia baik ekspor maupun import. Salah satu daerah penghasil kopi di Jawa Timur ialah Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Desa Kemiri sangat berpotensi menghasilkan kopi robusta unggulan, akan tetapi masih banyak petani yang belum menerapkan petik merah kopi untuk menghasilkan biji kopi dengan kualitas yang baik. Hal ini perlu diperhatikan oleh petani agar biji kopi yang dihasilkan dapat bersaing dengan kopi dari daerah lainnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan persepsi petani, serta menganalisis hubungan karakteristik petani dan pelatihan terhadap persepsi petani tentang petik merah kopi. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif. Penentuan sampel responden menggunakan teknik proportionate random sampling, serta analisis data yang digunakan adalah Pearson Product Moment untuk mengetahui apakah ada hubungan antar variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil penelitian ini menunjukkan persepsi petani terhadap petik merag kopi dikatakan pada tahap baik dengan nilai hasil 61%, namun untuk melakukan petik merah kopi petani perlu dukungan baik dalam diri petani itu sendiri, dukungan penyuluh, dan dukungan pemerintah.

Kata kunci : Persepsi Petani, Petik Merah Kopi

(8)

i

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul

“Persepsi Petani Terhadap Petik Merah Kopi di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang”. Tugas Akhir ini disusun sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Terapan (S.Tr.P). Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Gunawan, SP, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I Tugas Akhir 2. Dr. Hamyana, SST, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II Tugas Akhir 3. Dr. Eny Wahyuning P., SP, MP selaku Ketua Jurusan dan Ketua Program

Studi Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan Politeknik Pembangunan Pertanian Malang

4. Dr. Setya Budhi Udrayana, S.Pt, M.Si selaku Direktur Politeknik Pembangunan Pertanian Malang

5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Proposal Tugas Akhir

Penulis menyadari Tugas Akhir ini tidak luput dari berbagai kekurangan.

Penulis mengharapkan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan dan penerapan di lapangan serta dapat dikembangkan lebih lanjut.

Malang, Juli 2022

Penulis

(9)

ii

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Manfaat ... 4

1.5 Hipotesis ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Penelitian Terdahulu ... 6

2.2 Landasan Teori ... 8

2.2.1 Persepsi ... 8

2.2.2 Petani ... 15

2.2.3 Tanaman Kopi (Coffea sp.) ... 16

2.2.4 Proses Pemetikan Kopi ... 20

2.3 Aspek Penyuluhan ... 22

2.3.1 Definisi Penyuluhan Pertanian ... 22

2.3.2 Tujuan Penyuluhan ... 22

2.3.3 Sasaran Penyuluhan ... 23

2.3.4 Metode Penyuluhan ... 24

2.3.5 Media Penyuluhan ... 24

2.3.6 Materi Penyuluhan ... 26

2.3.6 Evaluasi Penyuluhan ... 26

2.3.8 Kerangka Pikir ... 31

2.3.9 Alur Pikir Tugas Akhir ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Lokasi dan Waktu ... 33

3.2 Metode Penelitian ... 33

3.2.1 Populasi dan Sampel ... 33

(10)

iii

3.2.5 Variabel Penelitian ... 36

3.2.6 Definisi Operasional ... 37

3.2.7 Teknik Pengujian Instrumen ... 39

3.2.8 Analisis Data ... 40

3.3 Metode Perancangan ... 41

3.1 Sasaran Penyuluhan ... 41

3.3.2 Tujuan Penyuluhan ... 42

3.3.3 Materi Penyuluhan ... 42

3.3.4 Metode Penyuluhan ... 42

3.3.5 Media Penyuluhan ... 42

3.4 Metode Implementasi ... 43

3.4.1 Tujuan dan Sasaran Implementasi ... 43

3.4.2 Implementasi Materi Penyuluhan ... 43

3.4.3 Implementasi Metode Penyuluhan ... 43

3.4.5 Implementasi Media Penyuluhan ... 43

3.5 Metode Evaluasi Rancangan ... 43

3.5.1 Tujuan Evaluasi ... 44

3.5.2 Skala Pengukuran Evaluasi ... 44

3.5.3 Sasaran Evaluasi ... 44

3.5.4 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.5.5 Instrumen Evaluasi ... 44

3.5.6 Analisis Data Evaluasi ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46

4.1.1 Keadaan Geografis Wilayah Desa Kemiri ... 46

4.1.2 Keadaan Demografi Desa Kemiri ... 46

4.2 Hasil Uji Instrumen ... 48

4.2.1 Uji Validitas ... 48

4.2.2 Uji Reliabilitas ... 49

4.3 Deskripsi Variabel Karakteristik Petani ... 49

4.3.1 Umur ... 50

4.3.2 Tingkat Pendidikan ... 51

(11)

iv

4.4 Deskripsi Variabel Pelatihan ... 54

4.4.1 Kesesuaian Materi ... 54

4.4.2 Tenaga Pengajar ... 55

4.4.3 Pelaksanaan Pelatihan ... 57

4.4.4 Intensitas Pelatihan ... 57

4.5 Hasil Kajian Persepsi Petani ... 58

4.5.1 Risiko ... 59

4.5.2 Kemudahan ... 60

4.5.3 Manfaat ... 61

4.6 Hasil Kajian ... 62

4.6.1 Hubungan Variabel Karakteristik Petani (X1) dan Persepsi (Y) ... 62

4.6.2 Hubungan Variabel Pelatihan (X2) dan Persepsi Petani (Y) ... 68

BAB V PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI ... 71

5.1 Kontekstualisasi Hasil Kajian dengan Rancangan Penyuluhan ... 71

5.1.1 Tahap Pengumpulan Data ... 71

5.1.2 Pembuatan Matriks IFAS dan EFAS ... 71

5.1.3 Analisis SWOT ... 74

5.1.4 Pengambilan Keputusan ... 75

5.2 Perancangan Penyuluhan ... 76

5.2.1 Karakteristik Wilayah ... 76

5.2.2 Penetapan Tujuan Penyuluhan ... 78

5.2.3 Penetapan Sasaran Penyuluhan ... 78

5.2.4 Penetapan Materi Penyuluhan ... 79

5.2.5 Penetapan Metode Penyuluhan ... 79

5.2.5 Penetapan Media Penyuluhan ... 79

5.3 Implementasi ... 80

5.3.1 Persiapan Penyuluhan ... 80

5.3.2 Pelaksanaan Penyuluhan ... 80

5.4 Evaluasi Penyuluhan ... 81

5.4.1 Jenis Evaluasi Penyuluhan ... 81

5.4.2 Tujuan Evaluasi Penyuluhan ... 81

5.4.3 Instrumen Evaluasi Penyuluhan ... 81

(12)

v

BAB VI PEMBAHASAN ... 93

6.1 Pembahasan Implentasi dan Evaluasi Penyuluhan ... 93

6.1.1 Implementasi Penyuluhan Pertanian ... 93

6.1.2 Hasil Penyuluhan Pertanian ... 93

6.1.3 Rencana Tindak Lanjut... 95

BAB VII PENUTUP ... 96

7.1 Kesimpulan ... 96

7.2 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98

LAMPIRAN ... 101

(13)

vi

Tabel 3. 1 Nama Kelompok Tani Desa Kemiri...34

Tabel 3. 2 Interpretasi korelasi nilai r...40

Tabel 4. 1 Batas Wilayah Desa Kemiri...46

Tabel 4. 2 Jumlah Penduduk Desa Kemiri...46

Tabel 4. 3 Mata Pencaharian Penduduk Desa Kemiri...47

Tabel 4. 4 Pendidikan Penduduk Desa Kemiri...47

Tabel 4. 5 Distribusi Frekuensi Jawaban Kuesioner Kesesuaian Materi...54

Tabel 4. 6 Distribusi Frekuensi Jawaban Kuesioner Tenaga Pengajar...56

Tabel 4. 7 Distribusi Frekuensi Jawaban Kuesioner Pelaksanaan Pelatihan...57

Tabel 4. 8 Distribusi Frekuensi Jawaban Kuesioner Intensitas Pelatihan...58

Tabel 4. 9 Distribusi Frekuensi Jawaban Kuesioner Persepsi Risiko...59

Tabel 4. 10 Distribusi Frekuensi Jawaban Kuesioner Persepsi Kemudahan...60

Tabel 4. 11 Distribusi Frekuensi Jawaban Kuesioner Persepsi Manfaat...61

Tabel 4. 12 Umur...62

Tabel 4. 13 Tingkat Pendidikan...64

Tabel 4. 14 Lama Usahatani...65

Tabel 4. 15 Luas Lahan...67

Tabel 4. 16 Hasil Uji Korelasi Pearson Variabel (X2) dan (Y)...68

Tabel 5. 1 Rating Skor Analisis SWOT...68

Tabel 5. 2 Hasil Analisis IFAS...68

Tabel 5. 3 Hasil Analisis EFAS...69

Tabel 5. 4 Matriks Strategi SWOT...71

Tabel 5. 5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Aspek Pengetahuan...78

Tabel 5. 6 Hasil Uji Reliabilitas Aspek Sikap...78

Tabel 5. 7 Hasil Uji Reliabilitas Aspek Keterampilan...79

Tabel 5. 8 Data Responden Berdasarkan Umur...79

Tabel 5. 9 Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan...80

Tabel 5. 10 Persentase Aspek Keterampilan Per Responden...87

(14)

vii

Gambar 2. 1 Kerangka Pikir ... 31

Gambar 2. 2 Alur Pikir Tugas Akhir ... 32

Gambar 5.1 Hasil Matriks Analisis SWOT………..85

Gambar 6.1 Grafik Peningkatan Pengetahuan Petani………..86

(15)

viii

Lampiran 1. Kisi-kisi Instrumen Kajian ... 105

Lampiran 2. Kuesioner Kajian ... 106

Lampiran 3. Uji Validitas Kuesioner Kajian ... 109

Lampiran 4. Kuesioner Evaluasi Penyuluhan ... 115

Lampiran 5. Uji Validitas Evaluasi Pengetahuan ... 118

Lampiran 6. Uji Validitas Evaluasi Sikap ... 119

Lampiran 7. Uji Validitas Evaluasi Keterampilan ... 120

Lampiran 8. Rekapitulasi Data Evaluasi Penyuluhan ... 121

Lampiran 9. Matriks Pengambilan Keputusan Materi Penyuluhan ... 122

Lampiran 10. Matriks Pertimbangan Pemilihan Metode Penyuluhan Pertanian 123 Lampiran 11. Matriks Pertimbangan Pemilihan Media Penyuluhan ... 124

Lampiran 12. Media Penyuluhan Folder... 125

Lampiran 13. Media Penyuluhan Video... 126

Lampiran 14. Daftar Hadir Penyuluhan ... 127

Lampiran 15. Lembar Persiapan Menyuluh ... 128

Lampiran 16. Sinopsis Penyuluhan ... 129

Lampiran 17. Berita Acara Pelaksanaan Penyuluhan ... 130

Lampiran 18. Dokumentasi ... 131

Lampiran 19. Kisi-kisi Pertanyaan ... 133

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang berperan penting bagi perekonomian di Indonesia. Disamping peluang ekspor yang semakin terbuka, pasar kopi di dalam negeri masih cukup besar (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016). Komoditi perkebunan yang satu ini juga merupakan salah satu produk yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi dan merupaan sumber penghasilan bagi kurang dari satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia yang dikemukakan oleh Achmad Rizki dkk (2017). Menurut Hasbiullah (2008), kopi bagi petani bukan hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat, tetapi juga mempunyai arti ekonomi yang begitu penting dan sebagian besar bahkan menggantungkan hidupnya dari hasil kopi. Bagi bangsa Indonesia kopi merupakan salah satu mata dagang yang bernilai ekonomis tinggi.

Di Indonesia terdapat 5 provinsi produsen kopi terbesar di Indonesia diantaranya Sumatera Selatan, Lampung, Aceh, Sumatera Utara, dan Jawa Timur. Menurut data Statistik Kopi BPS tahun 2019, Provinsi Jawa Timur berada pada urutan ke empat penghasil kopi di dunia dengan produksi kopi mencapai 65,414 ton pada tahun 2017 dimana kopi tersebut berasal dari beberapa daerah di Jawa Timur.

Kabupaten Malang adalah salah satu daerah di Jawa Timur yang mempunyai potensi untuk memproduksi kopi. Total terdapat 15.085 Ha perkebunan kopi di Kabupaten Malang dengan produksi kopi mencapai 12.849 ton padan tahun 2020 (BPS, 2021). Kopi tersebut berasal dari 33 kecamatan yang tersebar di Kabupaten Malang.

Kecamatan Jabung merupakan sentra penghasil kopi di Kabupaten Malang yang berada di ketinggian 800 - 1200 mdpl dengan luas lahan kopi 701

(17)

hektar dengan produksi 284 ton pada tahun 2020 (BPS, 2021). Hal ini merupakan potensi yang baik untuk kopi dapat tumbuh dengan baik di kecamatan ini khususnya di Desa Kemiri Kecamatan Jabung. Jenis kopi robusta dapat tumbuh dengan baik namun kualitas kopi yang dihasilkan belum mampu bersaing dengan daerah lain.

Salah satu faktor penentu kualitas kopi yang dihasilkan ialah saat pemetikan biji kopi. Metode pemetikan biji kopi terbagi dalam dua metode, yaitu metode petik merah dan metode racutan. Metode petik merah merupakan cara panen yang dipetik saat buah matang sempurna dengan syarat buah 85%

berwarna merah, 15% berwarna kuning kemerahan tanpa buah berwarna hijau.

Petik racutan adalah sistem panen yang dipetik serentak atau asal-asalan semua buah kopi yang ada (merah, kuning dan hijau) (Elisa Ramanda, 2016). Menurut Ayu Ida & Dewi Listia (2020) dalam penelitiannya ciri buah matang ditandai dengan perubahan warna kulit buah. Kulit buah berwarna hijau tua adalah buah yang masih muda, berwarna kuning adalah setengah masak, sedangkan berwarna merah menandakan buah kopi sudah masak sempurna, dan warna menjadi kehitam-hitaman menandakan buah terlalu masak (over ripe).

Biji kopi yang baik adalah biji kopi yang sudah matang sempurna biasanya ditandai kulit buah berwarna merah, selain menignkatkan mutu dari biji kopi pemetikan secara petik merah akan membuat cita rasa kopi yang kuat dan harga jualnya pun tinggi (Elisa Ramanda, 2016). Menurut Prasetyo & Rosalina (2015) hasil rendemen kopi petik merah lebih tinggi dibandingkan kopi hasil petik racutan. Rendemen hasil kopi petik merah selektif adalah 15,24% dan rendemen hasil kopi petik racutan adalah 13,64%. Kelebihan kopi yang dipetik dengan metode petik merah adalah kualitas kopi yang dihasilkan akan lebih baik karena mempunyai kandungan air lebih rendah dibandingkan metode petik racutan, oleh

(18)

karena itu cita rasa dan aroma yang muncul saat dikonsumsi lebih enak dan harum.

Banyak petani di Desa Kemiri yang menggunakan metode petik secara asal-asalan atau racutan. Metode ini tidak dianjurkan karena buah kopi yang dipetik secara racutan dapat menurunkan kualitas dan harga jual buah kopi itu sendiri. Ramanda & Lestari (2016) mengungkapkan ada beberapa petani yang memperkirakan waktu panennya sendiri kemudian memetik buah secara serentak. Dahan digoyangkan dengan menggunakan tangan sehingga buah jatuh ke dalam sebuah keranjang atau terpal yang dibentangkan dibawah pohon.

Metode petik racutan memang lebih cepat, namun kualitas biji yang dihasilkan lebih rendah. Harga biji kopi hasil petik racutan yang mana didominasi oleh biji kopi yang masih berwarna hijau dan kuning dihargai Rp 4500 – Rp 5000/kg.

Sedangkan untuk kopi petik merah yang didominasi biji kopi yang berawarna kuning sampai kemerahan matang sempurna tanpa adanya warna hijau dihargai sebesar Rp 7000 – Rp 8000/kg ditingkat pengepul, hal ini tentu menjadi pertanyaan mengapa sampai saat ini petani masih enggan untuk melakukan metode petik kopi secara selektif (petik merah) yang mengakibatkan kualitas biji kopi dan harga kopi di Kecamatan Jabung masih belum mampu bersaing dengan daerah lainnya.

Prasetyo & Rosalina (2015) dalam penelitiannya mengungkapkan tentang persepsi petani terhadap teknologi petik merah ialah petani sudah mengetahui keunggulan dan manfaat kopi petik merah, namun hal tersebut masih sulit diterapkan petani. Alasan sulitnya untuk diterapkan adalah tuntutan ekonomi dan faktor non teknis lainnya yang menyebabkan metode panen secara petik merah belum dilakukan oleh petani kopi. Persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti dan merupakan

(19)

aktivitas yang integrasi dalam diri individu (Walgito, 2004). Proses pengambilan keputusan yang dilakukan petani terhadap petik merah kopi sangat terkait dengan persepsi petani terhadap metode pemetikan kopi yang dilakukan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui persepsi petani terhadap petik merah kopi, dan bagaimana hubungan karakteristik petani dan pelatihan di desa tersebut, oleh karena itu penulis tertarik melakukan pengkajian dengan judul “Persepsi Petani Terhadap Petik Merah Kopi di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang.”

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana persepsi petani kopi terhadap metode panen secara petik merah kopi di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang?

2. Bagaimana hubungan faktor-faktor pembentuk persepsi (umur, tingkat pendidikan, lama usahatani, luas lahan, dan pelatihan) terhadap persepsi petani di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang?

3. Bagaimana rancangan penyuluhan petik merah kopi di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang?

1.3 Tujuan

1. Mendeskripsikan persepsi petani terhadap petik merah kopi di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang

2. Menganalisis hubungan (umur, tingkat pendidikan, lama usahatani, luas lahan, dan pelatihan) terhadap persepsi petani di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang

3. Menyusun rancangan penyuluhan petik merah kopi di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang.

1.4 Manfaat

1. Bagi Politeknik Pembangunan Pertanian Malang, sebagai sarana dan upaya untuk mengenalkan Politeknik Pembangunan Pertanian Malang kepada

(20)

masyarakat sekitar tempat penelitian yaitu Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang dan juga pihak yang terlibat dalam penelitian.

2. Bagi mahasiswa, sebagai sarana untuk meningkatkan ilmu khususnya dalam aspek atau bidang persepsi petani, dapat dijadikan suatu pengalaman, wawasan serta sebagai wujud implementasi saat menempuh pembelajaran, serta pendidikan di Politeknik Pembangunan Pertanian Malang. Serta dapat digunakan sebagai literatur penelitian-penelitian yang mendalam pada masa yang akan datang.

3. Bagi Desa Kemiri, diharapkan dapat digunakan sebagai evaluasi, masukan dan referensi bagi pengelola dalam meningkatkan kualitas biji kopi melalui pemanenan secara petik merah.

1.5 Hipotesis

H0 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor internal karakteristik petani berupa umur, tingkat pendidikan, lama usahatani, luas lahan dan faktor eksternal berupa pelatihan.

H1 : Terdapat hubungan antara faktor internal karakteristik petani berupa umur, tingkat pendidikan, lama usahatani, luas lahan dan faktor eksternal berupa pelatihan.

(21)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Satria Yudhi Darma (2016) tentang persepsi petani terhadap penerapan Good Agriculture Practice (GAP) komoditi sayur-sayuran di Kecamatan Stabat didapat kesimpulan yaitu pendidikan, umur, pengalaman, luas lahan, akses informasi dan peran penyuluh secara bersama-sama berpengaruh terhadap persepsi petani, sedangkan secara parsial luas lahan, akses informasi dan peran penyuluh masing-masing berpengaruh signifikan terhadap persepsi petani, sementara pendidikan, umur dan pengalaman tidak berpengaruh terhadap persepsi petani.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Achmad Rizki (2017) tentang persepsi petani kopi arabika terhadap program sertifikasi organik di Kecamatan Atu Lintang Kabupaten Aceh Tengah didapati bahwa faktor pengalaman, pendidikan dan motivasi memiliki hubungan terhadap program sertifikasi kopi arabika organik, sedangkan umur dan pendapatan hubungan dengan tingkat korelasi yang rendah. Sebaiknya petani kopi yang memiliki pengalaman lebih tinggi dalam mengembangkan kopi dapat menambah informasi dan membantu mengatasi masalah yang dihadapi petani dalam membudidayakan kopi arabika organik.

Menurut Mikru Tesfa (2019) dalam penelitiannya tentang tinjauan pengolahan pasca panen yang mempengaruhi kualitas kopi di Ethiopia mengungkapkan bahwa teknik pengolahan pasca panen yang tidak tepat seperti pemanenan buah ceri yang belum matang, kurangnya penyortiran selama grading dan pemrosesan, pengeringan yang tidak tepat tanpa mempertimbangkan waktu pengeringan, tempat pengeringan, ketebalan lapisan dan bahan pengeringan, transportasi, penyimpanan, fermentasi berlebihan dll

(22)

sebagian besar berkontribusi pada penurunan kopi kualitas Etiopia. Kemudian tergantung pada proses pasca panen, konsekuensi kuat pada kualitas kopi dapat diamati. Namun, kurangnya informasi tentang pengaruh pengolahan pasca panen dan pengeringan terhadap kualitas memerlukan kajian yang komprehensif.

Menurut Afrizon dkk (2020) meneliti tentang upaya peningkatan produksi kopi dengan panen petik merah di Kabupaten Rejang Lebong. Metode analisis data penelitian menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan panen petik merah tanaman kopi dapat meningkatkan produksi sebanyak 30% dibanding panen pelangi dan meningkatkan pendapatan petani sebanyak Rp 2.295.000 (51,4%) /720 kg buah dibandingkan penerapan panen racutan.

Menurut Teshale (2018) meneliti tentang analisis rantai nilai faktor pra dan pasca panen menurunnya kualitas kopi di Distrik Chole, Oromia Region, Ethiopia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penurunan mutu pada tingkat pra dan pasca panen terhadap nilai kopi. Hasilnya menunjukkan bahwa, pada tingkat pra panen, penggunaan yang tidak memadai pupuk, kelembaban terbatas, kurangnya praktik peremajaan dan pemangkasan, penyakit layu kopi dan buah beri, hama serangga insiden merupakan faktor utama penurunan kualitas produksi kopi. Pada tingkat pasca panen, melaksanakan praktik panen yang tidak tepat, hampir tidak menggunakan bahan kemasan yang direkomendasikan, sistem penyimpanan yang tidak kondusif, pencampuran air dan benda asing pada kopi kering merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas kopi.

Menurut Ramanda dkk, (2016) melakukan penelitian tentang analisis daya saing dan mutu kopi petik merah di Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Lampung Barat. Pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Hasil

(23)

penelitian usaha tani kopi petik merah di Desa Tugusari Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Lampung Barat berdaya saing dengan nilai DRC sebesar 0,35 artinya memiliki keunggulan komparatif dan nilai PCR sebesar 0,83 yang artinya memiliki keunggulan kompetitif. Usaha tani kopi di Desa Tugusari Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Lampung Barat berdaya saing dan sejalan dengan mutu biji kopi yang dihasilkan yaitu sesuai dengan standar GMP, yaitu ICO 407 dan SNI 01-2907- 1008.

Menurut Ristiani, (2018) pada penelitiannya tentang komparasi nilai tambah dan pendapatan usaha bubuk kopi robusta dengan bahan baku kopi petik merah di Kecamatan Semendo Darat Laut Kabupaten Muara. Pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini yaitu rata- rata hasil pendapatan yang diperoleh industri bubuk kopi robusta asalan sebesar Rp 2.035.878, 22/bulan dengan nilai tambah 44.23%. Selanjutnya, rata-rata pendapatan yang diperoleh pengolah industri bubuk kopi robusta petik merah yaitu sebesar Rp 3.467.480,90/bulan dengan nilai tambah 52,51%. Untuk mengembangkan usaha industri pengolahan bubuk kopi robusta asalan dan bubuk kopi robusta petik merah digunakan strategi agresif, yaitu menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Persepsi

A. Pengertian Persepsi

Walgito (2004) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang

(24)

bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman – pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam mempersepsi suatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar individu satu dengan individu lain.

Persepsi termasuk dalam salah satu komponen dari kognitif yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap, sekali kepercayaan tersebut telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu (Teten dkk, 2017). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses seseorang mengetahui beberapa hal ialah melalui panca inderanya.

Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata (Riandri, 2017).

Walgito (2004) mengungkapkan persepsi merupakan suatu proses penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Persepsi adalah proses kognitif yang memungkinkan kita menginterpretasikan dan memahami disekitar kita, orang harus mengenal objek untuk berinteraksi dengan lingkungannya (Kreitner dan Kinicki, 2014). Proses persepsi tidak lepas dari penginderaan yaitu alat indera dari mata sebagai pengelihatan, lidah sebagai alat pengecapan, telinga sebagai alat pendengan, hidung sebagai alat penciuman, dan kulit sebagai alat perabaan.

Semua alat indera itu berguna untuk menerima stimulus dari luar individu, kemudian stimulus itu digunakan untuk menerima stimulus dari luar individu,

(25)

kemudian stimulus itu diorganisasikan dan dikembangan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang dirasakan indera tersebut maka dapat disebut persepsi.

B. Faktor – Faktor Pembentuk Persepsi

Untuk mengadakan persepsi adanya beberapa faktor yang berperan yang merupakan syarat terjadinya persepsi (Walgito, 2004) yaitu sebagai berikut :

a. Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.

Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsikan. Tetapi juga dapat datang dari dalam individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.

b. Alat indera, syaraf dan pusat susunan syaraf

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus yang diterima dari reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris.

c. Untuk menyadari alat dalam melakukan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas yang ditunjukkan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.

Dari pendapat diatas disimpulkan bahwasannya persepsi merupakan sebuah pemikiran terhadap sebuah rangsangan atau stimulus baik berupa informasi maupun objek tertentu yang akan mempengaruhi sikap manusia dalam bertindak.

Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman atau proses fisik, stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf

(26)

sensoris ke otak. Proses ini yang disebut proses fisiologis. Kemudian individu menyadari apa yang dilihat, apa yang didengar atau apa yang di raba. Dengan demikian taraf akhir dari proses persepsi adalah individu menyadari dengan apa yang dilihat, apa yang dirasakan atau apa yang diraba (Walgito, 2004).

C. Aspek – aspek Persepsi

Terdapat 3 komponen yang dapat membentuk struktur sebuah persepsi yakni : a. Komponen kognitif (cognition), merupakan segmen pendapat atau

kesadaran akan suatu sikap

b. Komponen afektif (affect), merupakan segmen emosional atau perasaan dari suatu sikap

c. Komponen konatif atau perilaku (behavior), merupakan suatu maksud berperilaku dengan suatu cara tertentu terhadao seseorang atau sesuatu.

Memandang sikap yang tersusun atas 3 komponen tersebut membantu kita memahami kerumitan sikap dan hubungan yang potensial antara sikap dan perilaku (Adolfina, 2017). Komponen kognitif ini meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari, yang berkenaan dengan kemampuan berpikir, kompetensi memperoleh pengetahuan, pengenalan dan pemahaman. Komponen afektif ini merupakan ranah yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, emosi serta derajat penerimaan atau penolakan suatu obyek dlam kegiatan belajar mengajar. Komponen konatif atau kecenderungan bertindak (berperilaku) dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap. Perilaku seseorang dalam situasi tertentu dan dalam situasi menghadapi stimulus tertentu, banyak ditentukan oleh kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.

Dharma (2016) mengungkapkan petani dalam menerima stimulus berupa informasi tentu akan menimbulkan persepsi dan pendapat yang beragam, petani akan memproses dalam dirinya untuk menafsirkan apakan informasi itu

(27)

memberikan manfaat untuk dirinya dan apakah inovasi tersebut berkaitan dengan aktivitas dirinya dan profesinya. Maka untuk menciptakan persepsi yang baik di kalangan petani, perlu dicermati dahulu apakah sebuah inovasi tersebut harus bersentuhan langsung dengan peningkatan produktifitas dan kemudahan mereka dalam menjalankan profesinya, dalam hal ini persepsi terbagi dari tiga kategori yaitu :

1. Persepsi Manfaat

Jogiyanto (2019) menyatakan persepsi manfaat adalah sejauh mana seseorang percaya bahwa dalam menggunakan suatu teknologi tertentu akan meningkatkan kinerja pekerjaannya. Seseorang akan menggunakan suatu teknologi apabila suatu teknologi tersebut dapat memberikan manfaat kepada mereka. Sebaliknya, jika menurutnya teknologi tersebut kurang berguna maka ia tidak akan menggunakannya.

Menurut Davis dkk (2017) persepsi manfaat dapat diukur dari beberapa indikator sebagai berikut :

a) Effectiveness

Effectiveness adalah persepsi yang menunjukkan adanya penghematan waktu dari penggunaan teknologi. Dalam lingkup petik merah kopi, hal ini mengacu pada hematnya waktu yang diperlukan saat proses pengolahan biji kopi.

b) Accomplish Faster

Accomplish faster adalah dimensi yangmenjelaskan sejauh mana pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dengan sebuah teknologi.

c) Useful

Useful adalah dimensi yang menjelaskan sejauh mana sebuah sistem dapat berguna bagi kegitan seseorang individu, terutama mengenai teknik untuk meningkatkan kualitas hasil panen kopi.

(28)

d) Advantageous

Advantageous adalah keuntungan dari penggunaan sebuah sistem bagi seorang individu. Dalam lingkup petik merah kopi, memberikan keuntungan harga jual kopi yang lebih tinggi, kualitas biji kopi lebih terjaga dan proses pengolahan yang mudah.

2. Persepsi Kemudahan

Persepsi kemudahan merupakan suatu kepercayaan tentang proses pengambilan keputusan. Jika seseorang merasa percaya bahwa suatu inovasi mudah digunakan atau tidak sulit untuk dipahami maka ia akan menggunakannya. Sebaliknya jika seseorang merasa bahwa inovasi tersebut sulit dipahami maka orang tersebut tidak akan menggunakannya.

Davis et al (2019) mengungkapkan ada beberapa indikator yang dapat mengukur kemudahan penggunaan yaitu :

a) Easyness

Easyness adalah kemudahan sebuah sistem untuk digunakan. Dalam lingkup petik merah kopi, hal ini mengacu pada kemudahan petani dalam memahami materi dan teknik panen petik merah.

b) Clear and understandable

Clear and understandable adalah tingkat sejauh mana sebuah inovasi memiliki kejelasan. Dalam ruang lingkup petik merah kopi, hal ini mengacu pada petik memiliki standar kualitas yang jelas.

c) Easy to learn

Easy to learn adalah tingkat sejauh mana sebuah inovasi mudah dipelajari dan diadopsi oleh seorang individu. Dalam lingkup petik merah kopi, hal ini mengacu pada sejauh mana pemanenan petik merah dapat dipelajari nantinya diterapkan oleh petani.

(29)

d) Overall Easyness

Overall easyness adalah tingkat kemudahan secara keseluruhan yang dimiliki oleh sebuah inovasi. Dalam lingkup petik merah kopi, hal ini mengacu pada kemudahan secara keseluruhan yang dirasakan petani dalam menerapkan panen kopi petik merah.

3. Persepsi Risiko

Persepsi risiko didefinisikan sebagai ketidakpastian yang dihadapi seseorang ketika melakukan keputusan. Dimensi ini menekankan bahwa seseorng dipengaruhi oleh risiko yang mereka persepsikan. Risiko yang tidak ada dalam persepsi seseorang tidak akan mempengaruhi perilaku seseorang tersebut (Schiffman dan Kanuk, 2010). Suryani (2015) mengungkapkan ada 6 jenis risiko yang dipersepsikan oleh konsumen memiliki beberapa indikator, yaitu:

a) Risiko Keuangan

Risiko yang akibatnya berupa kerugian dari aspek keuangan ini yang dapat dialami petani. Risiko keuangan menjadi pertibangan penting ketika petani melakukan petik merah seperti keuntungan tiap periode panen tergantung pada banyak buah kopi yang matang, harga jual yang tidak menentu di tingkat petani dan biaya tenaga kerja.

b) Risiko Kinerja

Risiko bahwa panen petik merah membutuhkan lebih banyak tenaga kerja karena buah kopi dipanen dengan memetik buah kopi merah (matang) secara manual mengguakan tangan.

c) Risiko Psikologis

Risiko psikologis dalam pembelian produk berupa ketidaknyamanan psikologis, citra diri yang buruh, dlan harga diri yang menjadi rendah.

(30)

d) Risiko Fisiologis

Risiko fisiologis atau risiko fisik merupakan risiko akibat pembelian produk.

e) Risiko Sosial

Risiko sosial berupa produk kurang diterima di masyarakat.

f) Risiko Waktu

Risiko waktu adalah risiko yang diterima petani dalam memanen kopi secara petik merah. Seperti petani membutuhkan lebih banyak waktu panen karena kematangan buah kopi yang tidak serentak.

2.2.2 Petani

Permentan Nomor 67/Permentan/Sm.050/12/2016, Pembinaan Kelembagaan Petani menjelaskan pengertian petani yaitu pelaku utama selanjutnya disebut Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usahatani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan. Petani adalah pelaku utama agribisnis, baik agribisnis monokultur maupun polikultur dengan komoditas tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan dan/atau perkebunan.

Menurut Rodjak (2006), petani sebagai unsur usaha tani memegang peranan penting dalam pemeliharaan tanaman atau ternak agar dapat tumbuh dengan baik, petani berperan sebagai pengelola usaha tani. Petani sebagai pengelola usaha tani berarti harus mengambil berbagai keputusan didalam memanfaatkan lagan yang dimiliki atau disewa untuk kesejahteraan hidup keluarganya. Dalam hal ini petani yang dimaksud adalah orang yang bercocok tanam hasil bumi atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan dari kegiatan tersebut.

(31)

2.2.3 Tanaman Kopi (Coffea sp.)

Tanaman kopi ialah tanaman perkebunan yang berasal dari Benua Afrika, tepatnya dari negara Ethiopia pada abad ke-9. Suku Ethiopia mencampur biji kopi dengan makanan pokok mereka lainnya seperti daging dan ikan. Tanaman kopi mulai diperkenalkan di dunia pada abad ke-17 di India. Selanjutnya, tanaman kopi menyebar ke Benua Eropa oleh seseorang berkebangsaan Belanda dan dilanjutkan ke negara lain termasuk Indonesia.

Tanaman kopi digolongkan ke dalam genus Coffea keluarga Rubiaceae.

Genus Coffea memiliki lebih dari 100 anggota spesies. Dari jumlah tersebut hanya tiga spesies yang dibudidayakan untuk tujuan komersial, yakin Coffea arabica, Coffea canephora, dan Coffea liberica. Pada umumnya tanaman kopi imanfaatkan bijinya lalu diekstrak sebagai minuman. Sebagian besar biji kopi yang diperdagangkan secara global dihasilkan dari dari tanaman Coffea arabica dan Coffea canephora dengan nama popular kopi arabika dan kopi robusta.

Klasifikasi tanaman kopi (Coffea sp.) menurut Rahardjo (2012) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Subkingdom : Trachebionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Coffea

Spesies : Coffea sp (Coffea arabica L., Coffea canephora, Coffea liberica, Coffea excels).

(32)

A. Jenis – jenis Tanaman Kopi

Terdapat tiga jenis kopi yang dibudidayakan untuk tujuan komersial yaitu : 1) Kopi Arabika (Coffea arabica)

Kopi arabika adalah jenis tanaman kopi yang pertama kali dibudidayakan. Tanaman ini berasal dari dataran tinggi Etiopia. Kemudian dibawa dan dikembangkan bangsa Arab di Yaman. Di abad ke-17 orang-orang Eropa membawanya ke Jawa, Brazil dan menyebar ke berbagai belahan dunia.

Kopi robusta baru ditemukan pada tahun 1898 di Kongo oleh Emil Laurent, seorang pedagang asal Perancis. Selain di Kongo tanaman ini juga diperikarakan ada di Sudan, Liberia dan Uganda. Pada mulanya tanaman ini disebut sebagai spesies Coffea laurentii sesuai dengan nama penemunya.

Pohon kopi arabika berbentuk perdu, namun bila tidak dipangkas ketinggiannya bisa mencapai 6 meter. Tanaman ini bisa di bawah naungan pohon peneduh ataupun lahan terbuka. Pohon kopi arabika memiliki perakaran yang dalam, bisa ditanam secara tumpang sari dengan tanaman kayu atau tanaman lainnya.

Daun kopi arabika berukuran relatif kecil dibanding jenis kopi lainnya, panjangnya 10 - 15 cm dan lebarnya 4 - 6 cm. Tanaman bisa menyerbuk sendiri, proses penyerbukan bisa terjadi diantara bunga yang terdapat dalam satu pohon. Lamanya perkembangan buah sejak berbunga hingga siap panen berkisar 7-9 bulan. Buah yang telah matang berwarna merah dan mudah rontok.

Kopi arabika merupakan jenis kopi yang memiliki kandungan kafein sebesar 0,8 - 1,4%, jenis kopi ini awalnya berasal dari Brasil dan Etiopia.

Arabika atau Coffea arabica merupakan spesies kopi pertama yang ditemukan dan dibudidayakan manusia hingga sekarang. Kopi arabika tumbuh di ketinggian 700-1700 mdpl dengan suhu 16-20oC, beriklim kering tiga bulan secara berturut-turut. Jenis kopi arabika sangat rentang terhadap serangan

(33)

penyakit karat daun Hemileia vastatrix (HV), terutama bila ditanam di daerag dengan elevasi kurang dari 700 meter, sehingga dari segi perawatan dan pembudayaan kopi arabika membutuhkan perhatian lebih dibanding kopi Robustan atau jenis kopi lainnya. Di Indonesia perkebunan kopi arabika banyak ditemukan di daerah pegunungan Toraja, Sumatera Utara, Aceh dan di beberapa daerah di Pulau Jawa. Beberapa varietas kopi arabika sedang banyak dikembangkan di Indonesia antara lain kopi arabika jenis Abesinia, arabika Pasumah, Marago, Typica dan kopi arabika Congensis.

Pada umumnya kopi arabika beraroma wangi buah-buahan, bunga- bungaan hingga kacang-kacangan. Rasanya lebih halus dan penuh. Oleh karena itu harga kopi arabika lebih mahal dibanding jenis kopi lainnya.

2) Kopi Robusta (Coffea canephora var. Robusta)

Pohon kopi robusta bisa tumbuh hingga 12 meter bila tidak dipangkas.

Tanaman ini memiliki perakaran yang dangkal sehingga membutuhkan tanah yang subur. Daun kopi robusta memiliki panjang sekitar 20-35 cm dan lebar 8- 15 cm. Tanaman kopi robusta melakukan penyerbukan silang. Ukuran buahnya lebih kecil dibanding arabika berdiameter 16-18 mm. Diperlukan waktu mulai dari berbunga hingga buah siap panen sekitar 9-11 bulan. Buah yang telah matang tetap kuat menempel pada tangkainya. Jenis robusta ini dapat tumbuh dengan baik di dataran yang lebih rendah daripada arabika yaitu sekitar 250 - 1500 meter dari permukaan laut. Suhu yang dibutuhkan rata-rata yang lebih hangat, sekitar 18-36oC dengan curah hujam 2.200 - 3.000 mm per tahun.

3) Kopi Liberika (Coffea liberica var. Liberica)

Pohon kopi liberika memiliki ukuran yang cukup besar, tingginya bisa mencapai 18 meter. Diameter buah kopi liberika lebih besar sekitar 18-30 mm.

Hanya saja rasio berat kering terhadao berat buah segarnya sangat rendah.

Tanaman kopi liberika dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian kurang dri

(34)

700 meter. Selain itu ada tipe kopi liberika yang tahan ditanam di lingkungan tanah yang memiliki tingkat keasaman tinggi seperti lahan gambut.

4) Kopi Excelsa (Coffea liberica var. Dewevrei)

Pohon kopi jenis excelsa memiliki sifat yang mirip dengan jenis liberika.

Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah dengan rentang ketinggian 0-700 meter diatas permukaan laut. Kopi jenis excelsa dibudidayakan secara terbatas.

B. Morfologi Tanaman Kopi

Morfologi tanaman kopi terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah, berikut merupakan morfologi pada tanaman kopi :

a. Akar

Tanaman kopi memiliki sistem perakaran tunggang yang tidak rebah, perakaran tanaman kopi relatif dangkal, lebih dari 90% dari berat akar terdapat lapisan tanah 0-30 cm (Najiyati dan Danarti, 2012).

b. Batang

Batang tanaman kopi berkayu, tumbuh tegak ke atas dan berwarna putih keabu-abuan. Pada batang terdiri dari 2 macam tunas yaitu tunas seri (tunas reproduksi) yang tumbuh searah dengan tempat asalnya dan tunas legitim yang hanya dapat tumbuh sekali dengan arah tumbuh membentuk sudut nyata dengan tempat aslinya, (Arief dkk, 2011).

c. Daun

Daun berbentuk menjorong, berawarna hijau dan pangkal ujung meruncing. Bagian tepi daun berpisah, karena ujung tangkai tumpul. Tulang daun menyirim dan memiliki tulang daun yang terbentang dari pangkal ujung daun hingga terusan dari tangkai daun. Selain itu, daun juga berombak dan tampak mengkilap tergantung dengn spesiesnya.

(35)

d. Bunga

Bunga tanaman kopi berukuran relatif kecil, mahkota bunga berwarna putih dan berbau harum. Kelopak bunga berwarna hijau. Bunga dewasa, kelopak dan mahkota akan membuka dan segera mengadakan penyerbukan sehingga akan terbentuk buah. Waktu yang diperlukan tergantung dari jenis dan faktor lingkungannya (Direktorat Jendral Perkebunan, 2009).

e. Buah dan biji

buah tanaman kopi terdiri dari daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas 3 bagian yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging (mesokarp), dan lapisan kulit tanduk (endokarp) yang tipis dan keras. Buah kopi menghasilkan biji atau hanya menghasilkan satu butir saja. Biji kopi terdiri atas kulit biji dan lembaga. Secara morfologi, biji kopi berbentuk bulat telur, bertekstur keras dan berwarna kotor (Najiyati dan Danarti, 2012).

2.2.4 Proses Pemetikan Kopi

Hal yang perlu diperhatikan dalam proses panen ataupun pemetikan adalah sebagai berikut :

a. Panen (pemetikan)

Pemetikan atau pemanenan buah kopi yang umum dilakukan dengan cara memetik buah yang telah masak pada tanaman kopi berusia mulai sekitar 2,5 - 3 tahun (Risandewi, 2013). Buah matang ditandai oleh perubahan warna kulit buah. Kulit buah berwarna hijau tua adalah buah masih muda, kulit buah berwarna kuning adalah setengah masak, sedangkan kulit buah berwarna merah menandakan buah kopi sudah masak penuh dan warna menjadi kehitam-hitaman setelah masak penuh terlampaui (over ripe). Dengan mendapatkan hasil yang bermutu tinggi, buah kopi harus dipetik dalam keadaan masak penuh. Kopi robusta memerlukan waktu 8-11 bulan sejak dari kuncup sampai matang, sedangkan kopi arabika 6-8 bulan. Beberapa jenis kopi seperti kopi liberika dan

(36)

kopi yang ditanaman di daerah kering biasanya menghasilkan buah pada musim tertentu, sehingga pemanenan juga dilakukan secara musiman. Musim panen ini biasanya terjadi mulai bulan Mei/Juni dan berakhir pada bulan Agustus/September (Budiharto, 2010).

b. Tahap Pemungutan Hasil

Menurut M. Subandi (2011) pemanena buah kopi terjadi dalam beberapa tahap yaitu :

1. Tahap permulaan (Voor – oogst), buah yang dipetik belum banyak terutama diambil dari yang diserang bubuk daun buah kopi yang kering.

2. Tahap pertengahan (Hoofd – oogst) atau panen besar, yang dipetik hanya yang masak/tua, pertama masih sedikit, selanjutnya makin banyak, dan kemudian berkurang kembali.

3. Tahap akhir (Na – oogst) pada tingkat ini buah-buah diambil, baik yang sudah tua maupun yang muda dan juga buah yang terdapat diatas tanah agar kebun bersih dan tidak menjadi sumber bubuk buah

c. Metode / Jenis Pemetikan Tabel 2. 1 Kriteria Pemetikan

Jenis Pemetikan Racutan dan Lelesan Petik Merah

Waktu pemetikan Lelesan sudah banyak banyak buah kopi yang gugur terlebih dulu

sebeluh proses

pemetikan, racutan setiap waktu

Setelah pemetikan pertama dengan jumlah buah merah lebih banyak

Syarat buah Semua buah kopi yang ada (merah, kuning, dan hijau), termasuk buah kopi yang sudah jatuh ke tanah

85% berwarna merah, 15% berwarna kuning kemerahan, tanpa buah berwarna hijau

Teknik Ditarik pergugus Memilih kondisi gugusan

yang sudah matang.

Sumber : Ramanda & Lestari, (2016)

(37)

Pemetikan dilakukan tergantung dengan tingkat kematangan buah yaitu berkisar 2-4 kali setahum tergantung dengan banyak buah atau matangnya buah.

2.3 Aspek Penyuluhan

2.3.1 Definisi Penyuluhan Pertanian

UU RI No. 16 tentang SP3K Tahun 2006 bahwa sistem penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi hidup.

Penyuluhan juga dapat diartikan sebagai perubahan perilaku (sikap, pengetahuan dan keterampilan) petani, sehingga fungsi penyuluhan dapat tercapai yaitu sebagai penyebar inovasi, penghubung antara petani, penyuluh dan lembaga penelitian, melaksanakan proses pendidikan khusus, yaitu pendidikan praktis dalam bidang pertanian dan mengubah perilaku lebih menguntungkan. Penyuluhan sebagai proses pendidikan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1). Penyuluhan adalah sistem pendidikan non-formal (di luar sekolah) yang terencana, dapat dilakukan dimana saja, tidak terikat waktu, disesuaikan dengan kebutuhan sasaran dan pendidikan dapat berasal dari salah satu anggita peserta didik; 2). Penyuluhan merupakan pendidikan orang dewasa (Mardikanto, 1993).

2.3.2 Tujuan Penyuluhan

Menurut UU RI Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Perikanan dan Kehutanan Pertanian (SP3K) bahwa pengaturan sistem penyuluhan bertujuan mengatur sistem penyuluhan yang mencakup

(38)

pengembangan sumber daya manusia dan memperluas modal sosial. Tujuan penyuluhan yaitu :

a. Memperkuat peningkatan layanan agribisnis, perikanan dan penjaga hutan yang profesional dalam pekerjaan yang berkelanjutan.

b. Memungkinkan pelaku utama dan pelaku usaha dalam batasan kerja melalui pembentukan lingkungan bisnis yang membantu, menginpirasi, menciptakan potensi, memberikan kebebasan, membawa masalah ke permukaan, mengajar dan bekerja sama.

c. Memberikan jaminan yang sah atas terselenggaranya organisasi yang kuat, efektif, terdesentralisasi, partisipatif, terbuka, otonom, sederajat, kesetaraan orientasi seksual, toleran, solid ekologis, dan dapat menjamin terlaksananya pemajuan jasa hortikultura, perikanan, dan penjaga hutan.

d. Memberikan jaminan, keadilan dan kepastian hukum bagi para pelaku utama dan pelaku usaha untuk mendapatkan penyuluhan.

e. Mewujudkan sumber daya manusia yang maju dan sejahtera, sebagai pelaku utama dan fokus untuk meningkatkan layanan pertanian, perikanan dan kehutanan.

2.3.3 Sasaran Penyuluhan

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang SP3K menyatakan bahwa yang paling berhak memperoleh manfaat penyuluhan meliputi sasaran utama dan sasaran antara. Sasaran utama yaitu pelaku utama dan pelaku usaha sedangkan sasaran antara penyuluhan yaitu pemangku kepentingan lainnya (stake holders) yang meliputi kelompok atau lembaga pemerhati pertanian, perikanan dan kehutanan serta generasi muda dan tokoh masyarakat.

(39)

2.3.4 Metode Penyuluhan

Metode penyuluhan pertanian diartikan sebagai cara penyampaian materi penyuluhan oleh para penyuluh kepada para petani beserta keluarganya baik secara langsung maupun tidak langsung, agar mereka tau, mau dan mampu menerapkan inovasi (teknologi baru). (Kementrian Pertanian, 2009). Metode ini bertujuan untuk : 1). Mempercepat dan mempermudah penyampaian materi dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian; 2). Meningkatkan efektivias dan efisiensi penyelenggaraan dan pelaksanaan penyuluhan pertanian; 3).

Mempercepat proses adopsi inovasi dan teknologi pertanian.

2.3.5 Media Penyuluhan

Rustandi (2011) menyatakan bahwa media penyuluhan adalah segala bentuk benda yang berisi pesan atau informasi yang dapat membantu kegiatan penyuluhan pertanian. Menurut Mardikanto (2009) salah satu alat peraga yang paling mudah diperoleh adalah berupa benda, untuk mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan penerima manfaat dalam tahap minat, menilai, dan mencoba. Ada beberapa macam benda yang digunakan untuk media penyuluhan yaitu:

1. Sampel atau contoh, yaitu benda atau barang asli yang dapat dibawa penyuluh untuk menjelaskan kepada penerima manfaat penyuluhannya;

2. Model atau tiruan, digunakan sebagai alat peraga jika benda asli sulit didapat, terlalu besar untuk dibawa atau terlalu kecil untuk diamati;

3. Spesimen atau benda asli yang diawetkan karena benda asli sulit didapat.

Menurut Nuraedi (2014) media penyuluhan adalah alat untuk memudahkan penyuluh dalam melakukan kegiatan penyuluhan sebagai bentuk rangsangan kepada sasaran agar pesan yang disampaikan dapat diadopsi.

Sedangkan sasaran media disesuaikan dengan karakteristik sasaram, kondisi,

(40)

dan beberapa aspek yang menunjukan keefktifan media penyuluhan, macam- macam media penyuluhan menurut Bambang (2019) yaitu :

1. Media cetak

Contoh media penyuluhan cetak adalah leaflet, folder, buku, dan poster, media cetak memiliki kelebihan yaitu tahan lama, dapat dilihat berkali-kali dan fleksibel karena dapat dibawa kemana saja.

2. Media penyuluhan audio

Contoh media penyuluhan audio yaitu radio, kaset, mp3, dan CD.

Kelebihan media ini adalah informasi yang dikemas sudah tetap, tergolong ekonomis dan mudah disebarkan. Kekurangan media ini bila penyuluhan yang disampaikan terlalu lama akan membosankan.

3. Media penyuluhan objek atau benda nyata

Contoh media penyuluhan objek adalah spesimen atau benda nyata yang dibawa saat penyuluhan. Kelebihan media ini yaitu sasaran dapat lebih memahami karena melihat secara langsung, namun adapula kekurangannya yaitu tidak mudah dibawa kemana-mana tergantung objek itu sendiri.

4. Media penyuluhan audio-visual

Contoh media penyuluhan audio-visual adalah film atau video.

Kelebihan media ini yaitu dapat sasaran dapat melihat dan mendengar penyuluhan yang disampaikan, bersifat tetap, mudah didistribusikan, tidak membutuhkan biaya yang banyak dan dapat digunakan berulang kali.

Kekurangan media ini yaitu membutuhkan perangkat tambahan untuk menampilkannya seperti laptop, hp, dan layar lcd.

5. Media penyuluhan visual

Media penyuluhan visual adalah power point, website, dan aplikasi pertanian. Kelebihan media ini yaitu bersifat tetap, komunikatif, dapat

(41)

digunakan berulang kali. Kekurangannya yaitu untuk memproduksi memerlukan waktu dan peralatan yang tidak murah.

2.3.6 Materi Penyuluhan

Mardikanto (1993) menyatakan, bahwa materi penyuluhan adalah segala bentuk pesan yang ingin disampaikan oleh seorang penyuluh kepada masyarakat sasarannya dalam upaya mewujudkan proses komunikasi pembangunan. Materi atau bahan penyuluhan adalah segala bentuk pesan, informasi, inovasi teknologi baru yang diajarkan atau disampaikan kepada sasaran meliputi berbagai ilmu, teknik, dan berbagai metode pengajaran yang diharapkan akan dapat mengubah perilaku, meningkatkan produktivitas, efektifitas usaha dan meningkatkan pendapatan sasaran (Isbandi, 2005).

Materi atau pesan yang ingin disampaikan dalam proses penyuluhan harus bersifat informatif, inovatif, persuasif, dan intertainment agar mampu mendorong terjadinya perubahan-perubahan ke arah terjadinya pembaharuan dalam segala aspek kehidupan masyarakat sasaran dan mewujudkan perbaikan mutu hidup setiap individu warga masyarakat yang bersangkutan (Mardikanto,1993).

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SP3K menyebutkan bahwa materi penyuluhan dibuat berdasarkan kebutuhan dan kepentingan pelaku utama dan pelaku usaha dengan memperhatikan kemanfaatan dan kelestarian sumber daya pertanian, perikanan dan kehutanan. Materi penyuluhan dapat berupa unsur pengembangan sumber daya manusia dan pengingkatan modal sosial serta unsur ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, ekonomi, manajemen, hukum, dan pelestarian lingkungan.

2.3.6 Evaluasi Penyuluhan

Evaluasi merupakan metode untuk mengkaji keberhasilan suatu aktivitas tertentu, dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan lagi hasil-hasil yang

(42)

telah dicapai sebelumnya (Nasution, 1990). Evaluasi penyuluhan pertanian digunakan untuk memperbaiki kegiatan sekarang dan yang akan datang seperti dalam perencanaan program, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan program untuk mencapai kebijaksanaan penyuluhan yang lebih efektif.

Selanjutnya Mardikanto (2003) menyebutkan landasan evaluasi penyuluhan pertanian merupakan keinginan untuk mengetahui sesuatu dan berasal dari fakta. Dengan demikian, perlu diperhatikan adanya beberapa prinsip penyelenggaraan evaluasi sebagai berikut :

1. Evaluasi harus berdasarkan pada fakta atau obyektif dan bukan atas dasar opini yang bersifat subyektif dan tidak menentu

2. Kegiatan evaluasi merupakan bagian penting dari penyuluhan.

Kegiatan evaluasi penyuluhan pertanian merupakan satu rangkaian kegiatan yang saling berurutan dan berkaitan atas berbagai langkah. Derajat tertinggi kegiatan evaluasi adalah “penelitian ilmiah” yaitu suatu kegiatan evaluasi yang dilaksanakan dengan menerapkan metode penelitian ilmiah. Sebagai suatu proses ilmiah, evaluasi yang baik harus dirancang sebagai suatu proses kegiatan bertahap yang mencakup tahap-tahapan sebagai berikut :

1. Perumusan Tujuan Evaluasi

Dalam merumuskan tujuan penyuluhan perlu memahami tujuan evaluasi secara jelas dan rinci yang dikemukakan di dalam kerangka acuan atau Terms of Reference/TOR seperti :

a. Aspek yang akan dievaluasi b. Sasaran evaluasi

c. Seberapa jauh cakupan evaluasi

d. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk mengevaluasi

e. Apa dan bagaimana hasil evaluasi tersebut akan dilaporkan

(43)

2. Permusuan Indikator

Dalam setiap evaluasi harus diketahui atau dirumuskan terlebih dahulu tentang ukuran atau indikator yang digunakan atau alat ukur yang akan ditetapkan. Indikator keberhasilan program penyuluhan harus memperhatikan frekuensi penyuluhan yang telah dilaksanakan, bagaimana mutu proses kegiatan yang dilaksanakan, serta seberapa jauh telah terjadi perubahan pada sasaran.

Sehubungan dengan hal ini, evaluasi terhadap perubaha perilaku biasanya menggunakan indikator berupa jenjang tingkat adopsi yang

dikemukakan oleh Rogers (1961) yaitu kesadaran, minat, menilai, mencoba, dan menerapkan.

3. Pengukuran Indikator / Parameter

Pengukuran sangat diperlukan untuk merumuskan instrumen yang akan digunakan dalam pengumpulan data. Adapun yang menjadi parameter evaluasi yaitu :

A. Parameter Pengetahuan

Pengetahuan adalah keseluruhan suatu obyek yang diketahui seseorang baik berupa ilmu, seni, atau agama. Secara langsung atau tidak langsung dapat memperkaya kehidupan seseorang (Sumantri, 2001). Pengetahuan diartikan juga sebagai hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indra yang dimilikinya seperti indra pengelihatan, indra pendengaran, indra penciuman, indra rasa, dan raba. Pada dasarnya, pengetahuan meliputi sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami suatu gejala dan memecahkan suatu permasalahan yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2003). Bloom (1964) dalam Mardikanto (1993) membagi tingkat pengetahuan menjadi berikut :

a) Mengetahui (know) adalah mengetahui dan mengingat suatu materi yang telah didapatkan dan dipelajari sebelumnya.

(44)

b) Memahami (comprehention) adalah kemampuan mendeskripsikan dan menginterpretasikan obyek tersebut secara benar.

c) Aplikasi (application) adalah kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi nyata

d) Analisis (analysis) adalah kemampuan menjelaskan, menggambarkan, membedakan, dan mengelompokkan materi.

e) Sintesis (syntesis) adalah kemampuan menyusun formulasi dari materi yang telah dipelajarinya

f) Evaluasi (evaluation) adalah kemampuan menilai terhadap suatu materi atau objek berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiiri atau yang telah ada.

B. Parameter Sikap

Sikap merupakan pendaoat sasaran terhadap suatu objek yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan, kemudian dinyatakan pendapat responden. Menurut Notoatmodjo (2012), tingkatan sikap sebagai berikut :

a) Menerima (receiving) artinya seseorang mau menerima stimulus yang diberikan.

b) Merespon (responding) adalah memberi jawaban atas pertanyaan, menyelesaikan tanggung jawab yang diberikan dan menerima ide yang diberikan.

c) Menghargai (valuing) yaitu mempengaruhi orang lain dalam mengerjakan sesuatu.

d) Bertanggung jawab (responsible) dengan sesuatu yang telah diyakini.

C. Parameter Keterampilan

Keterampilan disebut dengan kemampuan untuk mengerjakan atau melaksankana sesuatu dengan baik (Mulyati, 2007). Artinya bahwa kemampuan

(45)

merupakan kecakapan untuk menguasai suatu keahlian yang dimiliki manusia sejak lahir.

Keterampilan dapat dicapai dan ditingkatkan dengan adanya latihan atau tindakan secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Keterampilan tidak hanya membutuhkan training atau latihan saja, tetapi kemampuan dasar dapat membantu menghasilkan sesuatu hal yang bernilai dengan lebih cepat dan tepat.

Menurut Robbins (2000), keterampilan dikategorikan sebagai berikut : a. Keterampilan Dasar (Basic literacy skill)

Keterampilan dasar merupakan keahlian seseorang yang pasti dan wajib dimiliki oleh kebanyakan orang seperti membaca, menulis, dan lain-lain.

b. Keahlian Teknik (Technical skill)

Kemampuan secara teknis yang diperoleh melalui pembelajaran seperti mengoperasikan teknologi, dan lain-lain.

c. Keahlian Interpersonal (Interpersonal skill)

Kemampuan interpersonal merupakan kemampuan seseorang secara efektif untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja seperti menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerjasama dalam suatu tim.

d. Menyelesaikan Masalah (Problem solving)

Menyelesaikan masalah adalah proses aktivitas untuk menjalankan logika, berargumentasi dalam menyelesaikan masalah serta kemampuan untuk mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan menganalisa serta memilih penyelesaian yang baik.

(46)

2.3.8 Kerangka Pikir

Kajian

Persepsi Petani Terhadap Petik Merah Kopi

(Studi kasus : Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang Gambar 2. 1 Kerangka Pikir

Tujuan

Mengetahui persepsi petani terhadap petik merah kopi di Desa Kemiri Kecamatan J Menganalisis faktor-faktor pembentuk persepsi terhadap persepsi petani di Desa Kemiri Mengetahui rancangan penyuluhan petik merah kopi di Desa Kemiri

Hipotesis

H0 : Tidak terdapat hubungan antara faktor internal karakteristik petani berupa umur, tingkat pendidikan, lama usahatani, luas lahan dan faktor eksternal berupa pelatihan.

H1 : Terdapat hubungan antara faktor internal karakteristik petani berupa umur, tingkat pendidikan, lama usahatani, luas lahan dan faktor eksternal berupa pelatihan.

Judul

Persepsi Petani Terhadap Petik Merah Kopi di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang

Akar Masalah

Kualitas kopi di Desa Kemiri belum mampu bersaing dengan daerah lainnya Biji kopi yang dihasilkan berasal dari pemetikan secara racutan

Petani belum menerapkan pemetikan biji kopi secara petik merah

Analisis Data Korelasi Pearson Metode Penelitian

Kuantitatif Variabel Y (Dependen)

Y1 : Persepsi Petani Y1.1 Manfaat

Y1.2 Kemudahan Y1.3 Risiko Variabel X (Independen)

X1 : Karakteristik Petani X1.1 Umur

X1.2 Pendidikan formal X1.3 Lama usahatani X1.4 Luas lahan X.2 : Pelatihan

X2.1 Kesesuaian materi X2.2 Tenaga pengajar X2.3 Pelaksanaan pelatihan X2.4 Intensitas pelatihan

Keadaan Sekarang

1. Kualitas kopi rendah karena penanganan pasca panen yang tidak optimal

2. Biji kopi dihasilkan dari pemanenan secara petik racutan

3. Petani belum menerapkan pemanenan kopi secara petik merah.

Keadaan yang Diharapkan 1. Meningkatkan kualitas kopi dengan

penanganan pasca panen yang tepat

2. Biji kopi berasal dari pemanenan secara petik merah

3. Petani mulai menerapkan pemanenan kopi secara petik merah

(47)

2.3.9 Alur Pikir Tugas Akhir

Sasaran Petani kopi di

Desa Kemiri

Materi Teknik panen kopi

Media Folder, video, benda

sesungguhnya

Metode Demonstrasi

cara,ceramah,diskusi

Implementasi Rancangan Hasil kajian persepsi petani terhadap petik merah

RTL/Rekomendasi Evaluasi Implementasi

Rancangan Pengetahuan, sikap,

keterampilan Identifikasi Potensi Wilayah

Keadaan Sekarang

4. Kualitas kopi rendah karena penanganan pasca panen yang tidak optimal

5. Biji kopi dihasilkan dari pemanenan secara petik racutan

6. Petani belum menerapkan pemanenan kopi secara petik merah.

Keadaan yang Diharapkan 4. Meningkatkan kualitas kopi dengan

penanganan pasca panen yang tepat

5. Biji kopi berasal dari pemanenan secara petik merah

6. Petani mulai menerapkan pemanenan kopi secara petik merah

Rumusan Masalah

1. Bagaimana persepsi petani terhadap petik merah di Desa Kemiri ?

2. Bagaiimana hubungan karakteristik petani dan pelatihian terhadap petik merah kopi?

3. Bagaimana rancangan penyuluhan tentang petik merah kopi?

Tujuan

1. Mengetahui persepsi petani terhadap petik merah di Desa Kemiri

2. Mengetahui hubungan karakteristik petani dan pelatihan terhadap petik merah kopi di Desan Kemiri

3. Mengetahui rancangan penyuluhan tentang petik merah kopi

Kajian

Persepsi Petani Terhadap Petik Merah Kopi

(Studi kasus : Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang

Perancangan dan Implementasi

Gambar 2. 2 Alur Pikir Tugas Akhir

(48)

33 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu

Tugas akhir (TA) ini dilaksanakan pada bulan Februari 2022 sampai April 2022 di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang Jawa Timur.

Pemilihan lokasi pengkajian dilakukan secara purposive yaitu dengan cara sengaja adapun alasan pemilihan lokasi di desa tersebut karena desa tersebut merupakan desa yang memiliki potensi lahan kopi.

3.2 Metode Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian tersebut merupakan jenis penelitian yang memungkinkan dapat menggambarkan suatu keadaan mutlak pada lokasi penelitian tanpa adanya unsur kesengajaan. Hal tersebut meliputi beberapa aspek, mulai dari relasi, perspektif, attitude dan proses-proses yang mampu mempengaruhi dari suatu kondisi.

3.2.1 Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2019). Populasi dalam penelitian ini adalah petani kopi yang tergabung dalam kelompok tani di Desa Kemiri yaitu kelompok tani Mekarsari I, Mekarsari II, Mekarsari III dan Mekarsari IV.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan dipilih untuk objek penelitian. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Teknik pengambilan sampel

Referensi

Dokumen terkait

bahwa untuk kelancaran tugas kepolisian di perairan, perlu ada suatu tata cara dalam pelaksanaan selam bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

Data dari penelitian ini adalah pelafalan atau pengucapan Bahasa Inggris mahasiswa semester II Pendidikan Bahasa Inggris berdasarkan kosa kata yang terdapat pada aplikasi

Dari hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel interaksi antara indeks

[r]

Persentase Perubahan Tingkat Nyeri Sendi Tangan Setelah Dilakukan Masase Swedia pada Penderita Artritis di Puskesmas Sungai Besar Banjarbaru Perubahan Tingkat Nyeri

Cara yang tepat dalam pemberantasan penyakit DBD adalah melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yaitu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik

Pengalaman kerja yang luas tentang berbagai aspek yang terkait dengan bidang pekerjaannya mendorong kemampuan petugas melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, yang

Seluruh  penerimaan  bahan  baku  kayu  PT.  Deka  Sari  Perkasa  didukung  dengan  dokumen  angkutan  hasil  hutan  yang  sah.  Hasil  uji  petik  stock  bahan