PENGARUH NILAI HLB (HYDROPHILE–LIPOPHILE BALANCE) CAMPURAN
SURFAKTAN POLYSORBATE 80 DAN CETYL ALCOHOL TERHADAP STABILITAS FISIK LOSION VCO (VIRGIN COCONUT OIL)
Five Septi Cicilia NIM: 098114104
Pembimbing: Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt
ABSTRACT
This research used to find out the HLB value influence towards physical stability of VCO lotion. The surfactants are polysorbate 80 and cetyl alcohol whereas VCO as the oil phase
This research included in the experimental research to seek HLB value out that resulting VCO lotion with optimum stability during storage. Qualitative data was an emulsion types determination with descriptive analyzed. Quantitative data were gotten from separation phase ratio tests, viscosity tests, extrudibility tests, and spreadibility tests analyzed by SPSS 22.
The result showed that emulsion type on stage I which form at HLB 8, 10, 12 and 14 is O/W, meanwhile the emulsion type which form on HLB 6 is W/O. Lotion VCO stage I within wide range HLB (HLB 6, 8, 10, 12 and 14) there was significant influence between the fifth HLB value towards separated ratio. HLB 6 – HLB 8 were chosen for the formulation stage II. On stage II within narrow range HLB (HLB 6; 6,5; 7; 7,5; dan 8) there was significant influence between the fifth HLB value towards separated ratio. On viscosity, extrudibility and spreadibility tests had done towards lotion on stage II that showed there were significant influence between HLB value towards viscosity, extrudibility and spreadibility variables. From physical stability lostion tests, the result show that HLB 6 with surfactants polysorbate 80 14g and cetyl alcohol 21g was having optimum stability of lotion VCO.
INTISARI
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh nilai HLB terhadap stabilitas fisik losion VCO. Surfaktan yang digunakan adalah polysorbate 80 dan cetyl alcohol, sedangkan fase minyak yang digunakan adalah VCO.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan mencari nilai HLB yang menghasilkan losion VCO dengan stabilitas optimum selama masa penyimpanan. Data kualitatif yakni determinasi tipe emulsi dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif dari pengujian pemisahan fase, viskositas, extrudabilitas dan daya sebar dianalisis dengan SPSS 22.
Hasil penelitian menunjukkan tipe emulsi tahap I yang terbentuk pada HLB 8, 10, 12 dan 14 adalah M/A sedangkan pada HLB 6 adalah tipe A/M. Pada losion VCO tahap I dengan rentang HLB yang lebar (HLB 6, 8, 10, 12 dan 14) terdapat pengaruh yang signifikan dari lima nilai HLB terhadap rasio pisah. Dipilih losion VCO dengan nilai HLB 6 – HLB 8 untuk formulasi tahap II. Pada tahap II dengan rentang HLB yang sempit (HLB 6; 6,5; 7; 7,5; dan 8) terdapat pengaruh yang signifikan dari lima nilai HLB terhadap rasio pisah. Pada uji viskositas, ekstrudabilitas dan daya sebar yang dilakukan terhadap losion tahap II terdapat pengaruh yang signifikan antar nilai HLB terhadap variabel viskositas, ekstrudabilitas dan daya sebar. Dari uji stabilitas fisik sediaan losion VCO, ditemukan bahwa pada nilai HLB 6 dengan komposisi surfaktan polysorbate 80 sebanyak 14g dan cetyl alcohol sebanyak 21g menghasilkan stabilitas losion VCO yang optimum.
PENGARUH NILAI HLB (HYDROPHILE–LIPOPHILE BALANCE)
CAMPURAN SURFAKTAN POLYSORBATE 80 DAN CETYL ALCOHOL TERHADAP STABILITAS FISIK LOSION VCO (VIRGIN COCONUT OIL)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh: Five Septi Cicilia NIM: 098114104
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PENGARUH NILAI HLB (HYDROPHILE–LIPOPHILE BALANCE)
CAMPURAN SURFAKTAN POLYSORBATE 80 DAN CETYL ALCOHOL TERHADAP STABILITAS FISIK LOSION VCO (VIRGIN COCONUT OIL)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh: Five Septi Cicilia NIM: 098114104
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu
bukanlah jalan-ku, demikianlah firman Tuhan.
(YESAYA 55:8)
Kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, perlindungan dan penyertaan-Nya dalam lika-liku hidup ini.
Orangtuaku yang selalu mendukung, mendoakan, berjuang dan berkorban untuk masa depanku.
My lovely lil’bro & lil’sissy dengan segala dukungannya.
Teman-teman dan almamaterku
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Nilai HLB (Hydrophile–Lipophile Balance) Campuran
Surfaktan Polysorbate 80 dan Cetyl Alcohol Terhadap Stabilitas Fisik Losion VCO (Virgin Coconut Oil)” ini dengan baik.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan
Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah suatu hal yang
mudah, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Orang tua dan adik-adikku atas doa, cinta, kasih sayang, perhatian,
kebersamaan, kesabaran, inspirasi dan motivasi yang diberikan kepada
penulis.
2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik
dan Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi
viii
4. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam proses
penyusunan skripsi.
5. Ibu Beti Pudiyastuti, M.Sc., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan
bimbingan, saran, dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi.
6. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt selaku dosen penguji yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam proses penyusunan
skripsi.
7. Devi Y.S.M, Mbak Ina, Faola, Cristina Jenny atas support, kekompakan dan
kebersamaan selama proses penyusunan skripsi ini.
8. Mbak Ina, Mbak Tina, Oyen, Sandra, dan teman-teman di Modist Home atas
kebersamaan, keceriaan, dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
9. Teman-teman FST A dan B 2009 atas kebersamaannya baik selama proses
perkuliahan maupun praktikum.
10.Bapak Musrifin, Bapak Mukminin, Mas Ottok, Bapak Heru, Bapak Parjiman,
Mas Darto, Bapak Yuwono, Bapak-bapak satpam dan seluruh laboran serta
karyawan lain di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
banyak membantu penulis selama penelitian
ix
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia
ini. Keterbatasan pikiran, waktu, dan tenaga membuat penulisan skripsi ini tidak
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar skripsi ini lebih baik lagi. Akhir kata, semoga skripsi ini
bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi
PRAKATA...………... vii
DAFTAR ISI ………... x
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR ………....………... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
INTISARI...……… ………... xvii
ABSTRACT... xviii
BAB I PENGANTAR... 1
A. Latar Belakang ………... 1
1. Rumusan masalah...………... 3
2. Keaslian penelitian ………... ... 3
3. Manfaat penelitian ………... .. 3
B. Tujuan Penelitian ………...………... 4
xi
BAB III METODE PENELITIAN... ... 19
A. Rancangan dan Jenis Penelitian... 19
B. Variabel Penelitian ... 19
C. Definisi Operasional ... 19
D. Bahan dan Alat Penelitian... 21
1. Bahan... 21
2. Alat... 21
E. Jalannya Penelitian ... 22
1. Pengujian sifat fisik Virgin Coconut Oil... 22
2. Pembuatan losion... 25
3. Evaluasi stabilitas fisik... 27
xii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 30
A. Pengujian Sifat Fisik Virgin Coconut Oil ....…… 30
1. Kerapatan... 30
2. Viskositas... 30
3. Indeks bias ... 31
B. Pembuatan Losion Tahap I dan Evaluasi Stabilitas Fisik... 31
1. Determinasi tipe emulsi... 32
2. Pemisahan fase ... .... 35
C. Pembuatan Losion Tahap II dan Evaluasi Stabilitas Fisik... 37
1. Pemisahan fase... .... 38
2. Viskositas... 40
3. Uji ekstrudabilitas ... 42
4. Uji daya sebar... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 48
A. Kesimpulan ... 48
B. Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA... 49
LAMPIRAN... .... 52
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Aktifitas dan nilai HLB surfaktan ………....…..…... 14
Tabel II. Komposisi formula losion pada tahap I……..………….... 25
Tabel III. Komposisi formula losion pada tahap II... 25
Tabel IV. Hasil uji metode pewarnaaan ……….…….... 33
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Stereokimia surfaktan ………... 8
Gambar 2. Fenomena ketidakstabilan emulsi ………... 10
Gambar 3. Struktur kimia cetyl alcohol……..………... 14
Gambar 4. Struktur kimia polysorbate 80………... 15
Gambar 5. Hubungan waktu penyimpanan terhadap rasio pemisahan pada tahap I………... 36
Gambar 6. Hubungan waktu penyimpanan terhadap rasio pemisahan pada tahap II... 39
Gambar 7. Hubungan waktu penyimpanan terhadap viskositas…... 41
Gambar 8. Hubungan waktu penyimpanan terhadap ekstrudabilitas... 43
Gambar 9. Hubungan waktu penyimpanan terhadap daya sebar... 45
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan nilai HLB……... 52
Lampiran 2. Perhitungan kerapatan VCO... 53
Lampiran 3. Perhitungan viskositas VCO….. ... 55
Lampiran 4. Perhitungan indeks bias terkoreksi VCO... 56
Lampiran 5. Data nilai rasio pisah losion tahap I…... 57
Lampiran 6. Data analisis regresi losion tahap I... 58
Lampiran 7. Uji distribusi data losion tahap I…... 59
Lampiran 8. Friedman test losion tahap I……... 60
Lampiran 9. Mann-whitney test losion tahap I... 61
Lampiran 10. Data nilai rasio pisah losion tahap II... 66
Lampiran 11. Data nilai viskositas losion tahap II... 68
Lampiran 12. Data nilai ekstrudabilitas losion tahap II... 70
Lampiran 13. Data nilai daya sebar losion tahap II... 72
Lampiran 14. Data analisis regresi losion tahap II... 74
Lampiran 15. Uji distribusi data losion tahap II... 77
Lampiran 16. Friedman test pada rasio pisah losion tahap II... 79
Lampiran 17. Mann-whitney test pada rasio pisah losion tahap II... 80
xvi
Lampiran 19. Test of homogeneity of variances losion tahap II... 87
Lampiran 20. Uji ANOVA losion tahap II... 88
Lampiran 21. Uji Tukey losion tahap II... 89
xvii
INTISARI
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh nilai HLB terhadap stabilitas fisik losion VCO. Surfaktan yang digunakan adalah polysorbate 80 dan
cetyl alcohol, sedangkan fase minyak yang digunakan adalah VCO.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan mencari nilai HLB yang menghasilkan losion VCO dengan stabilitas optimum selama masa penyimpanan. Data kualitatif yakni determinasi tipe emulsi dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif dari pengujian pemisahan fase, viskositas, extrudabilitas dan daya sebar dianalisis dengan SPSS 22.
Hasil penelitian menunjukkan tipe emulsi tahap I yang terbentuk pada HLB 8, 10, 12 dan 14 adalah M/A sedangkan pada HLB 6 adalah tipe A/M. Pada losion VCO tahap I dengan rentang HLB yang lebar (HLB 6, 8, 10, 12 dan 14) terdapat pengaruh yang signifikan dari lima nilai HLB terhadap rasio pisah. Dipilih losion VCO dengan nilai HLB 6 – HLB 8 untuk formulasi tahap II. Pada tahap II dengan rentang HLB yang sempit (HLB 6; 6,5; 7; 7,5; dan 8) terdapat pengaruh yang signifikan dari lima nilai HLB terhadap rasio pisah. Pada uji viskositas, ekstrudabilitas dan daya sebar yang dilakukan terhadap losion tahap II terdapat pengaruh yang signifikan antar nilai HLB terhadap variabel viskositas, ekstrudabilitas dan daya sebar. Dari uji stabilitas fisik sediaan losion VCO, ditemukan bahwa pada nilai HLB 6 dengan komposisi surfaktan polysorbate 80 sebanyak 14g dan cetyl alcohol sebanyak 21g menghasilkan stabilitas losion VCO yang optimum.
xviii
ABSTRACT
This research used to find out the HLB value influence towards physical stability of VCO lotion. The surfactants are polysorbate 80 and cetyl alcohol whereas VCO as the oil phase
This research included in the experimental research to seek HLB value out that resulting VCO lotion with optimum stability during storage. Qualitative data was an emulsion types determination with descriptive analyzed. Quantitative data were gotten from separation phase ratio tests, viscosity tests, extrudibility tests, and spreadibility tests analyzed by SPSS 22.
The result showed that emulsion type on stage I which form at HLB 8, 10, 12 and 14 is O/W, meanwhile the emulsion type which form on HLB 6 is W/O. Lotion VCO stage I within wide range HLB (HLB 6, 8, 10, 12 and 14) there was significant influence between the fifth HLB value towards separated ratio. HLB 6
– HLB 8 were chosen for the formulation stage II. On stage II within narrow range HLB (HLB 6; 6,5; 7; 7,5; dan 8) there was significant influence between the fifth HLB value towards separated ratio. On viscosity, extrudibility and spreadibility tests had done towards lotion on stage II that showed there were significant influence between HLB value towards viscosity, extrudibility and spreadibility variables. From physical stability lostion tests, the result show that HLB 6 with surfactants polysorbate 80 14g and cetyl alcohol 21g was having optimum stability of lotion VCO.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
VCO merupakan salah satu minyak tumbuhan berasal dari buah kelapa
(Cocos nucifera) yang memiliki banyak manfaat dan sudah banyak digunakan
masyarakat, baik secara topikal maupun oral. VCO sering digunakan secara
topikal yakni sebagai losion alami karena struktur molekul beberapa asam
lemak dalam VCO yang kecil memudahkan kulit dan rambut untuk
menyerapnya. Selain itu, VCO memiliki warna yang jernih, tekstur yang
lembut, tidak berbau dan ringan di kulit (Sukartin dan Sitanggang, 2005).
VCO dibuat dalam bentuk sediaan losion untuk memudahkan dalam
penggunaannya. Sediaan yang masih dalam bentuk minyak tentunya akan
menimbulkan rasa yang kurang nyaman jika dioleskan pada kulit (Rawling,
2002). Losion merupakan sediaan semisolid yang dimaksudkan untuk
pemakaian luar pada kulit. Secara umum dipakai untuk melembabkan,
melembutkan, dan menghaluskan kulit dengan menggunakan emolien,
humektan, dan zat pembawa dari losion tersebut. Losion harus memungkinkan
untuk pemakaian yang cepat merata pada permukaan kulit yang luas, segera
kering pada kulit setelah pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis pada
Pemilihan bentuk sediaan losion dikarenakan pertimbangan dari sisi
acceptability dengan menutupi ketidaknyamanan yang timbul akibat
penggunaan VCO secara langsung pada kulit. Dalam pembuatan sediaan losion
VCO, diperlukan emulsifying agent dalam formula. Hal ini disebabkan karena
losion termasuk dalam suatu sistem emulsi. Emulsifying agent yang berperan
sebagai surfaktan, akan mempengaruhi sifat fisis dan kestabilan losion (Friberg,
Quencer, dan Hilton, 2006)
Losion dapat dibuat dengan menggunakan surfaktan non ionik. Hal ini
dikarenakan surfaktan non ionik bersifat kurang iritan dibanding surfaktan
anionik atau kationik (Mestres dan Nielloud, 2000). Surfaktan non ionik
mempunyai karateristik nilai HLB yang sangat berpengaruh terhadap stabilitas
emulsi.
Pembuatan losion VCO menggunakan surfaktan non ionik akan
menghasilkan losion yang stabil apabila dibuat pada nilai HLB yang optimum.
Hal ini dikarenakan pada nilai HLB optimumnya, fase minyak akan dapat
terdispersi secara sempurna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh nilai HLB terhadap stabilitas fisik losion sehingga dapat diperoleh
formula yang stabil. Emulgator yang digunakan dalam penelitian ini adalah
cetyl alcohol dan polysorbate 80. Kombinasi surfaktan larut minyak dengan
surfaktan larut air menghasilkan emulsi yang lebih stabil dibandingkan dengan
penggunaan surfaktan tunggal. Kombinasi polysorbate 80 dan cetyl alcohol
yang memenuhi kriteria losion yang bisa diterima masyarakat dan stabil dalam
penyimpanan.
1. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengaruh nilai HLB campuran surfaktan polysorbate 80 dan
cetyl alcohol terhadap stabilitas fisik losion VCO yang meliputi
determinasi tipe emulsi, pemisahan fase, viskositas, ekstrudabilitas dan
daya sebar?
b. Berapakah nilai HLB yang menghasilkan losion VCO dengan stabilitas
fisik optimum pada rentang nilai HLB yang dibuat?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian yang
pernah dilakukan sebelumnya adalah “Optimasi Komposisi Polysorbate 80
dan Cetyl Alcohol sebagai Emulsifying Agent dalam Losion Virgin Coconut
Oil dengan Aplikasi Desain Faktorial” oleh Lucia Shintaningsih (2007).
Dalam penelitian ini tidak dibahas tentang pengaruh nilai HLB terhadap
stabilitas fisik lotion VCO.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang bentuk
sediaan losion yang berasal dari bahan alam.
b. Manfaat metodologis. Menambah informasi ilmu pengetahuan dalam
bidang kefarmasian mengenai pengaruh nilai HLB campuran surfaktan
c. Manfaat praktis. Dengan mengetahui nilai HLB campuran optimum dari
campuran surfaktan dalam losion VCO, diharapkan mampu
menghasilkan losion yang memenuhi kriteria dan stabil dalam
penyimpanan sehingga bisa diterima masyarakat.
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh nilai HLB campuran surfaktan polysorbate 80
dan cetyl alcohol terhadap stabilitas fisik losion VCO yang meliputi
determinasi tipe emulsi, pemisahan fase, viskositas, ekstrudabilitas dan
daya sebar.
2. Untuk mengetahui nilai HLB yang menghasilkan losion VCO dengan
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Losion
Losion merupakan sediaan semisolid yang dimaksudkan untuk
pemakaian luar pada kulit. Kebanyakan losion mengandung fase terdispersi
yang tidak bercampur dengan medium dispersi tetapi dengan bantuan zat
pengemulsi, sediaan dapat terdispersi dengan baik. Losion yang paling banyak
dibuat adalah emulsi tipe M/A. Losion yang diaplikasikan pada kulit biasanya
mempunyai daya sebar yang luas dengan membentuk lapisan tipis. Losion
memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit yang
luas. Setelah diaplikasikan dapat menimbulkan kesan halus, lembut, dan tidak
berminyak. (Ansel, 1989).
B. Emulsi
Emulsi merupakan suatu sistem heterogen, yang terdiri dari fase dispers
(fase internal atau discontinuous phase) dan medium dispers (fase eksternal
atau continuous phase), di mana kedua fase tersebut tidak saling bercampur.
Oleh karena itu, dibutuhkan emulsifying agent (emulsifier) yang dapat
menurunkan tegangan antarmuka kedua fase tersebut sehingga fase dispers
Emulsi dibagi menjadi dua tipe yakni:
1. Emulsi air dalam minyak (A/M) yaitu emulsi yang mempunyai fase dalam
air dan fase luarnya minyak.
2. Emulsi minyak dalam air (M/A) yaitu emulsi yang mempunyai fase dalam
minyak dan fase luarnya air (Ansel, 1989).
Agar terbentuk suatu sistem emulsi yang stabil, maka diperlukan adanya
emulsifying agent. Surfaktan merupakan salah satu emulsifying agent yang
dapat mengurangi besarnya tegangan antarmuka antara air dengan minyak,
sehingga besarnya energi permukaan dapat diminimalisir melalui pembentukan
droplet. Saat liquid digojok secara bersamaan, droplet dengan bentuk spheris
akan terbentuk. Hal ini dapat terjadi karena liquid akan berusaha
mempertahankan luas permukaannya sekecil mungkin, sehingga akan terbentuk
tegangan antarmuka dua fase tersebut, di mana bagian polar akan bergabung
dengan fase polar sedangkan bagian non polar akan bergabung dengan fase non
polar. Emulsifying agent akan memperkecil kemungkinan droplet untuk saling
bergabung membentuk globul (Allen, 2002).
Berdasarkan ionisasinya dalam larutan aqueous, emulsifying agent dibagi
menjadi empat kategori, yakni:
1. Surfaktan anionik
Komponen ini akan terdisosiasi di dalam larutan aqueous menjadi bentuk
ion negatif dan pada bagian tersebut akan bertanggung jawab terhadap
digunakan karena harganya murah. Namun karena toksisitasnya, pemakaian
surfaktan jenis ini hanya untuk pembuatan eksternal. Contoh sodium stearat.
2. Surfaktan kationik
Komponen ini akan terdisosiasi di dalam larutan aqueous menjadi bentuk
ion positif. Kebanyakan surfaktan jenis ini digunakan sebagai desinfektan
dan pengawet pada emulsi tipe M/A. Dari segi toksisitasnya, jenis surfaktan
ini biasa digunakan dalam formulasi krim antiseptik. Contoh: cetrimide.
3. Surfaktan non ionik
Surfaktan non ionik merupakan jenis surfaktan yang tidak memiliki
muatan dan penggunaan secara kombinasi akan menghasilkan bentuk
interfacial film yang stabil di antara permukaan droplet. Jenis surfaktan ini
banyak digunakan karena toksisitas dan tingkat iritasinya yang rendah serta
dapat dipergunakan untuk sediaan per oral maupun parenteral. Contoh:
polysorbate. Sebagian besar surfaktan non ionik ini terdiri dari:
a. Asam lemak atau alkohol (biasanya dengan 12-18 atom karbon), rantai
hidrokarbon yang sebagian bersifat hidrofobik.
b. Alkohol (-OH) dan atau gugus etilen oksida (-OCH2 CH2) yang tersusun
dari bagian hidrofilik suatu molekul.
4. Surfaktan amphoterik
Surfaktan jenis ini memiliki muatan negatif serta positif, bergantung
bermuatan positif dan sebaliknya. Surfaktan jenis ini jarang dipergunakan
sebagai emulsifying agent. Contoh: polisakarida (Billany, 2002).
Gambar 1. Stereokimia surfaktan: (A) Bentuk emulsifier, (B) Emulsi M/A, (C) Emulsi A/M, (D) Emulsi dengan emulsifier ganda (Leyden dan
Rawling, 2002)
Setiap surfaktan memiliki penampakan stereokimia yang berbeda-beda,
bergantung dari besarnya nilai HLB yang dimiliki. Emulsifier dengan HLB
12-15 memiliki afinitas yang tinggi terhadap fase air daripada fase minyak.
Stereokimia dari gugus kepala yang bersifat polar memiliki kontribusi terhadap
sifat tersebut. Droplet spheris dari fase minyak yang terbentuk di dalam fase air
akan membatasi jumlah emulsifier yang digunakan untuk setiap unit luas
permukaan dari fase minyak. Emulsifier dengan HLB 5-12 memiliki afinitas
yang lebih besar terhadap fase minyak daripada terhadap fase airnya dengan
pemakaian jumlah emulsifier yang jauh lebih besar untuk setiap unit luas
permukaan fase minyak. Emulsifier dengan HLB 1-5 secara cepat dapat
dari satu emulsifier memiliki kemampuan lebih baik untuk membentuk molekul
emulsifier per luas permukaan droplet (Leyden dan Rawling, 2002).
Gambar 1D menunjukkan efek bilayer yang dihasilkan akan mengelilingi
droplet minyak dengan posisi gugus non polar dan gugus polar yang saling
terarah pada posisi alternating fashion. Bagian luar droplet terdiri bagian
hidrofilik di mana bagian hidrofilik dari emulsifier primer maupun sekunder
saling tersusun satu sama lain pada bagian antarmuka minyak-air yang disertai
dengan adanya peristiwa pemasukan rantai lipofilik dari emulsifier sekunder ke
dalam droplet. Sehingga secara keseluruhan hal ini akan membuat sistem
emulsi menjadi stabil (Leyden dan Rawling, 2002).
Menurut Mollet dan Grubenmann (2001), hal yang paling penting dalam
emulsi untuk sediaan farmasi dan kosmetik adalah kestabilan produk hasil
emulsi. Stabilitas emulsi ini merupakan acuan untuk mengetahui life time dari
emulsi tersebut. Metode evaluasi stabilitas emulsi antara lain:
1. Pemisahan fase
Stabilitas fisik emulsi dapat diketahui dengan pemeriksaan tingkat
creaming atau coalecense yang terjadi dalam periode waktu tertentu.
Caranya dengan membandingkan volume emulsi yang masih stabil terhadap
volume totalnya dengan menggunakan tabung berskala.
2. Analisis ukuran droplet
Jika rata – rata ukuran droplet bertambah, bersamaan dengan
coalescence. Analisis ukuran droplet dilakukan untuk membandingkan rata – rata laju terjadinya coalescence untuk tiap formula emulsi. Pemeriksaan
mikroskopik secara elektronik dapat dilakukan dengan pengukuran laser
difraksi suatu emulsi selama masa penyimpanan.
3. Perubahan viskositas
Perbedaan ukuran dan mobilitas dari droplet yang terjadi selama periode
waktu tertentu dapat berpengaruh terhadap perubahan viskositas (Aulton,
1988).
Berbagai fenomena ketidakstabilan emulsi yang dapat terjadi diantaranya
adalah:
1. Creaming
Creaming terjadi ketika droplet-droplet saling terflokulasi dan
mengumpul di satu bagian spesifik pada emulsi. Pada tipe emulsi M/A,
creaming dapat diketahui ketika droplet minyak saling berkumpul dan naik
sampai pada bagian atas emulsi. Kondisi ini terjadi karena minyak memiliki
kerapatan yang lebih rendah daripada air. Creaming bersifat reversible
karena masing-masing droplet masih dikelilingi oleh lapisan film (Allen,
2002).
Pertimbangan dari aplikasi kualitatif Hukum Stoke menunjukkan
bahwa kecepatan creaming dapat dikurangi dengan cara:
a. Menghasilkan emulsi dengan ukuran droplet yang kecil
Suatu emulsifying agent tidak hanya bekerja untuk menstabilkan sistem
emulsi saja, tetapi juga bertugas untuk memfasilitasi terjadinya suatu
proses emulsifikasi untuk menghasilkan suatu droplet dengan ukuran
optimal.
b. Meningkatkan viskositas dari fase kontinyu
Menyimpan produk atau suatu sediaan pada suhu yang rendah (di atas
titik beku) akan meningkatkan viskositas dari fase kontinyu dan juga
dapat menurunkan energi kinetik dari sistem sehingga dapat mengurangi
c. Mengurangi perbedaan kerapatan antar dua fase
Terjadinya creaming dapat dicegah dengan menyamakan densitas dari
kedua fase tersebut (Aulton,2002).
2. Flokulasi
Flokulasi disebabkan karena agregasi dari droplet yang terdispersi
membentuk suatu kelompok. Seharusnya setiap droplet memiliki karateristik
tersendiri sebagai satu unit. Namun, pada peristiwa flokulasi, sekumpulan
droplet menunjukkan secara fisik satu unit, dimana peristiwa ini dapat
meningkatkan kecepatan dari creaming (Aulton, 2002).
3. Coalescence dan ostwald ripening
Coalescence dan ostwald ripening merupakan tipe instabilitas emulsi
yang paling serius. Coalescence merupakan peristiwa saling bergabungnya
droplet berukuran kecil yang pada akhirnya menghasilkan suatu droplet
dengan ukuran yang lebih besar. Sedangkan ostwald ripening merupakan
peristiwa saling menempel dan bergabungnya droplet yang berukuran kecil
dengan droplet yang berukuran besar yang pada akhirnya menyebabkan
terbentuknya droplet baru dengan ukuran yang lebih besar. Peristiwa ini
menyebabkan mudahnya terjadi pemisahan fase (Eccleston, 2007). Hal ini
dikarenakan lapisan film yang mengelilingi droplet telah rusak atau hilang.
4. Inversi fase
Inversi fase terjadi ketika emulsi dengan tipe M/A berubah menjadi
emulsi tipe A/M atau sebaliknya. Hal ini merupakan kasus ketidakstabilan
yang khusus pada emulsi yang terjadi karena faktor kondisi yang tidak
terkendali seperti terjadinya perubahan kelarutan emulsifier yang digunakan
oleh karena adanya interaksi dengan zat tambahan yang dipergunakan atau
disebabkan oleh karena terjadinya perubahan suhu secara drastis (Eccleston,
2007).
C. HLB
Hydrophile–lipophile balance (HLB) merupakan suatu ukuran untuk
menunjukkan keseimbangan antara gugus hidrofil dan lipofil. Salah satu jenis
surfaktan yang memiliki karakteristik spesifik yakni HLB adalah surfaktan non
ionik. Berdasarkan hal tersebut, setiap zat memiliki nilai HLB yang
menunjukkan polaritas zat tersebut. Kisaran lazimnya antara 1-20. Semakin
tinggi nilai HLB, surfaktan semakin bersifat hidrofilik. Emulsi dengan potensi
gugus hidrofilik lebih besar mempunyai viskositas yang lebih encer (Mollet dan
Grubermann, 2001).
Terkadang ditemui suatu emulgator tunggal dapat menghasilkan tipe
emulsi yang dikehendaki pada viskositas yang diinginkan. Namun sering
dijumpai, terutama dalam emulsi tipe M/A, emulsi yang stabil dapat dibuat
hidrofilik. Kombinasi seperti ini menghasilkan antarmuka yang memiliki
tegangan permukaan rendah dan viskositas yang cukup untuk mencegah
creaming dan meningkatkan stabilitas (Rieger, 1986).
Konsentrasi surfaktan memainkan peranan penting dalam keseimbangan
hidrofilik-lipofilik, akibatnya juga mempengaruhi kekuatan mengikat berbagai
komposisi cairan yang ada dalam cairan emulsi. Adanya ketidakseimbangan
hidrofilik-lipofilik akan menyebabkan butiran-butiran emulsi tidak terdispersi
sempurna yang berakibat terganggunya stabilitas emulsi (Ainurofiq, 2006).
Tabel I. Aktivitas dan nilai HLB surfaktan (Ansel, 2005)
Aktifitas HLB
Gambar 3. Struktur kimia cetyl alcohol
Rumus kimia cetyl alcohol (Gambar 3) adalah C16H34O dengan berat
molekul 242,44. Cetyl alcohol berbentuk granul seperti lilin berwarna putih,
tidak berbau dan tidak berasa dengan titik lebur 45-520C. Larut dalam eter
Dalam sediaan kosmetik, cetyl alcohol berfungsi sebagai emolien. Aksi
dermatologisnya adalah dengan mudah diabsorbsi oleh kulit, memberikan
efek perlindungan pada kulit, tidak merupakan iritan primer dan bukan
pemicu sensitivitas pada kulit (Greenberg dan Lester, 1954). Fungsi lain dari
cetyl alcohol adalah sebagai bahan penyalut, bahan pengemulsi dan bahan
pengeras. Cetyl alcohol digunakan secara luas untuk kosmetik dan farmasi
antara lain suppositoria dan sediaan padat pelepasan terkontrol, emulsi,
losion, krim dan salep (Unvala,2005).
2. Polysorbate 80
Gambar 4. Struktur kimia polysorbate 80
Polysorbate 80 (Gambar 4) merupakan nama lain dari Tween 80. Polysorbate merupakan surfaktan hidrofilik non inonik yang mengandung 20
unit oksietilena dan dapat digunakan sebagai emulsifying agent pada tipe
emulsi M/A. Penggunaan tween 80 secara kombinasi sebagai emulsifying
agent hidrofilik memiliki range konsentrasi sebesar 1-10 %. Nama kimia
untuk Tween 80 adalah polyoxyethylene 20 sorbitan monoleate dengan
rumus kimia C64H124O26. Tween 80 berbentuk cairan berminyak berwarna
3. VCO
Virgin coconut oil (VCO) merupakan salah satu hasil olahan dari daging
buah kelapa (Cocos nucifera) yang masih segar .VCO hanya dapat diperoleh
dari pengolahan daging kelapa segar atau disebut non kopra. Penggunaan
bahan-bahan kimia dan panas yang tinggi tidak digunakan pada pemurnian
lebih lanjut seperti halnya minyak kelapa biasa. VCO mempunyai
kandungan asam lemak jenuh yang lebih tinggi (92%) dari minyak nabati
lainnya termasuk minyak kelapa biasa. Kandungan asam lemak jenuh
tersebut didominasi oleh asam laurat (43 - 53%) yang merupakan Medium
Chain Fatty Acid (MCFA) yang tidak terdapat dalam sebagian besar minyak
lain (Shilhavy, 2005). Asam laurat merupakan asam lemak jenuh rantai
sedang yang mudah dimetabolisir dan bersifat antimikroba (Sukartin dan
Sitanggang, 2005). Menurut APCC (2004), VCO berbentuk cairan jernih
(bening), tidak berwarna, memiliki bau yang khas dan tidak mempunyai rasa.
VCO juga memiliki kadar air dan asam lemak bebas yang rendah.
4. Aquadest
Aquadest merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak mempunyai rasa. Nama lain aquadest adalah air suling. Aquadest
dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Fungsi aquadest sebagai
pelarut. Rumus kimia dari aquadest adalah H2O dengan berat molekul 18,02
D. Landasan Teori
Losion merupakan suatu sistem emulsi yang dirancang untuk pemakaian
eksternal. Losion merupakan salah satu sistem emulsi di mana kriteria
penerimaan sediaan sangat tergantung sekali pada stabilitas, penampilan dan
guna produk yang dibuat tersebut. Suatu sistem emulsi membutuhkan
emulgator untuk meningkatkan stabilitasnya. Salah satu cara yang digunakan
untuk membentuk suatu sistem yang lebih stabil yakni dengan
mengkombinasikan emulgator. Hal ini disebabkan kombinasi emulgator dapat
membentuk lapisan film yang kuat pada permukaan minyak-air (Swarbrick ,
Rubino dan Rubino., 2000).
Surfaktan non ionik merupakan salah satu jenis emulgator yang
digunakan secara luas dalam produk farmasetik dan kosmetik. Surfaktan non
ionik memiliki nilai HLB tertentu. Nilai HLB akan meningkat seiring dengan
meningkatnya gugus hidrofil dalam molekul surfaktan. Emulsi dengan nilai
HLB lebih tinggi memiliki potensi gugus hidrofilik lebih besar sehingga
viskositasnya lebih encer. Oleh karena itu, nilai HLB dapat dihubungkan
dengan berbagai sifat yang tergantung pada hidrofilisitas (Salager, 2000).
Konsentrasi surfaktan dapat mempengaruhi kesetimbangan
hidrofilik-lipofilik, akibatnya mempengaruhi kekuatan ikatan berbagai komposisi cairan
yang ada dalam emulsi. Adanya ketidakseimbangan hidrofilik-lipofilik akan
menyebabkan butiran-butiran emulsi tidak terdispersi sempurna yang berakibat
E. Hipotesis
1. Perbedaan nilai HLB campuran polysorbate 80 dan cetyl alcohol
berpengaruh terhadap stabilitas fisik losion VCO yang meliputi determinasi
tipe emulsi, pemisahan fase, viskositas, ekstrudabilitas dan daya sebar
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental, yaitu mencari nilai
HLB optimum pada formula losion VCO dengan mengamati stabilitasnya
selama penyimpanan.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : komposisi surfaktan polysorbate 80 dan cetyl alcohol.
2. Variabel tergantung : tipe emulsi, pemisahan fase,viskositas, ekstrudabilitas
dan daya sebar.
3. Variabel pengacau terkendali : lama dan kecepatan pencampuran, kemasan
losion dan lama penyimpanan losion.
4. Variabel pengacau tidak terkendali : suhu penyimpanan, kelembapan udara
dan cahaya saat pembuatan dan penyimpanan.
C. Definisi Operasional
1. Virgin coconut oil adalah minyak kelapa murni yang mengandung asam
laurat dalam kadar 43-53%, berbentuk cairan jernih (bening), tidak
2. Losion merupakan sediaan semisolid yang dimaksudkan untuk pemakaian
luar pada kulit. Dalam penelitian ini dibuat suatu losion dari virgin coconut
oil.
3. Surfaktan merupakan suatu senyawa yang dapat menurunkan tegangan
antarmuka yang berada di antara dua cairan yang tidak saling campur
sehingga salah satu cairan dapat terdispersi di dalam cairan yang lainnya.
Dalam penelitian ini, surfaktan yang digunakan adalah polysorbate 80 dan
cetyl alcohol.
4. Hydrophile–lipophile balance (HLB) merupakan suatu ukuran untuk
menunjukkan keseimbangan antara gugus hidrofil dan lipofil.
5. Sifat fisik losion adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui
kualitas fisik losion, dalam penelitian ini meliputi determinasi tipe emulsi,
pemisahan fase, viskositas, ekstrudabilitas dan daya sebar.
6. Stabilitas fisik losion adalah parameter untuk menunjukkan tingkat
kestabilan losion selama penyimpanan dari sisi sifat fisik losion, berupa
determinasi tipe emulsi, pemisahan fase, viskositas, ekstrudabilitas dan
daya sebar
7. Viskositas adalah hambatan losion untuk mengalir setelah adanya
pemberian gaya. Semakin besar viskositas losion, maka losion semakin
tidak mudah mengalir atau kental.
8. Pemisahan fase losion adalah persentase volume losion yang stabil
ditunjukkan dengan nilai F. Nilai F yang mendekati 1, menunjukkan losion
yang stabil.
9. Ekstrudabilitas adalah pengukuran kemampuan aliran losion dari tabung
kemasan losion berdasarkan pada besarnya jumlah losion yang dikeluarkan
dari tabung dengan pemberian beban tertentu.
10. Daya sebar adalah kemampuan sebaran losion yang dilihat dari diameter
penyebaran losion pada horizontal double plate selama satu menit.
D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah virgin coconut oil
(VCO Wonder®, PT. Sakafarma Laboratories), polysorbate 80 (kualitas
farmasetis), cetyl alcohol (kualitas farmasetis) dan aquadest.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitan ini adalah homogenizer,
refractometer ABBE, piknometer, viskometer Ostwald, tabung skala
(PYREX-GERMANY), gelas ukur (PYREX-GERMANY), beaker glass
(PYREX-GERMANY), timbangan analitik, pipet tetes, termometer,
pengaduk kaca, penangas air (GERHARDT®- GERMANY), stopwatch,
horizontal double plate, alat uji ekstrudabilitas, dan viskometer seri VT 04
E. Jalannya Penelitian 1. Pengujian sifat fisik Virgin Coconut Oil
a. Kerapatan VCO
Pengukuran dilakukan dengan piknometer pada suhu percobaan
250C. Piknometer beserta tutup ditimbang dalam keadaan kosong dan
kering. Sejumlah VCO dimasukkan ke dalam piknometer hingga penuh
kemudian didinginkan di dalam es hingga suhu 200C. Bila terjadi
kekurangan volume, ditambahkan VCO melalui lubang kapiler.
Kemudian piknometer dikeluarkan dari wadah yang berisi es. Setelah
mencapai 250C, piknometer segera ditutup dan didiamkan hingga
mencapai suhu 300C dan ditimbang.
Rumus yang digunakan untuk mengetahui bobot VCO yang
digunakan adalah (Samhoedi, 1976):
……….(1)
Keterangan:
= bobot jenis VCO
a = bobot piknometer kosong
b = bobot VCO + piknometer
c = bobot air + piknometer
Kerapatan VCO pada suhu 250C dapat dihitung dengan
ρ = X ………..……… (2)
Keterangan:
ρ = kerapatan VCO (g/ml)
= bobot jenis VCO
= kerapatan air (g/ml)
Sedangkan kerapatan VCO pada suhu 300C dapat dihitung
dengan menggunakan rumus berikut (Ketaren, 1986):
G = G’ + 0,0007 (T – 250C) ………...(3) Keterangan:
G= kerapatan pada T0C/250C
G’= kerapatan pada suhu 250C T= suhu minyak (0C)
b. Viskositas VCO
Pengukuran viskositas VCO dilakukan dengan menggunakan
viskometer Ostwald. VCO dimasukkan ke dalam viskometer
kemudian diukur lama waktu yang dibutuhkan oleh VCO untuk
melalui pipa kapiler sepanjang batas yang telah ditentukan. Suhu
yang digunakan adalah 300C.
Perhitungan viskositas VCO dilakukan dengan membandingkan
antara viskositas VCO dengan viskositas air berdasarkan hukum
……….(4)
Keterangan:
η = viskositas
І = panjang pipa
r = jari-jari kapiler
p = tekanan yang bekerja pada zat cair
t = waktu yang diperlukan untuk mengalirkan volume zat cair
melalui pipa kapiler sepanjang І
c. Indeks Bias VCO
Pengukuran indeks bias dilakukan dengan refraktometer. Setetes
volume VCO diletakkan pada kaca objek kemudian dicari transisi
sinar yang paling kontras dan dibaca skalanya. Prinsip pengukuran
indeks bias berdasarkan pada Hukum Pembiasan. Rumus yang
digunakan adalah:
………(5)
Keterangan:
= indeks bias terkoreksi (pada t = 200C)
) = indeks bias zat pada t0C (hasil pengukuran)
2. Pembuatan Losion
a. Formula
Formula dasar (Swarbrick dkk, 2000)
R/ Parafin cair 50 g
Penelitian ini terdiri dari 2 tahap dimana pada masing-masing tahap
dibuat lima formula dengan perbedaan nilai HLB seperti tersaji
dalam Tabel II dan III.
Tabel II. Komposisi formula losion pada tahap I Formula HLB 6
Tabel III. Komposisi formula losion pada tahap II
b. Pembuatan losion
Pada tahap I dibuat losion dengan nilai HLB 6, 8, 10, 12, dan 14
dengan membuat variasi jumlah polysorbate 80 dan cetyl alcohol
sebagai emulgator. Losion ini dibuat dengan cara memanaskan VCO
dan cetyl alcohol hingga suhu 400C. Demikian juga dengan halnya
dengan aquadest dan polysorbate 80 yang dipanaskan hingga suhu
400C pada wadah yang terpisah. Selanjutnya, campuran aquadest
dan polysorbate 80 didispersikan ke dalam campuran VCO dan cetyl
alcohol sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan homogenizer.
Pengadukan dilakukan hingga tercapai suhu kamar. Setelah
terbentuk massa losion, losion dimasukkan ke dalam kemasan dan
dilakukan pengamatan stabilitas fisik.
Setelah dilakukan pengamatan stabilitas fisik lotion selama masa
penyimpanan 14 hari pada tahap I, diperoleh nilai HLB yang
memiliki stabilitas optimum. Nilai HLB tersebut digunakan sebagai
nilai HLB untuk membuat losion pada tahap II. Pembuatan losion
tahap II dilakukan langkah yang sama dengan pembuatan losion
3. Evaluasi Stabilitas Fisik Losion
a. Determinasi tipe emulsi
1) Metode pewarnaan
Losion ditempatkan pada 2 cawan porselin. Kemudian
losion ditetesi dengan 1 tetes pewarna biru metilen 0,2% dan
yang lain dengan 2 tetes sudan III 0,5% dalam minyak kemudian
diaduk pelan. Losion berbasis air akan terwarnai oleh biru
metilen sedangkan losion berbasis minyak akan terwarnai oleh
sudan III. Pengamatan dilakukan sebelum dan sesudah
penyimpanan pada suhu ruang selama 14 hari untuk tahap I.
2) Metode pengenceran
Satu tetes losion diteteskan ke dalam 30 ml air. Losion tipe
M/A akan terdistribusi merata pada medium air. Losion tipe
A/M tidak akan terdistribusi merata pada permukaan air.
Pengamatan dilakukan sebelum dan sesudah penyimpanan pada
suhu ruang selama 14 hari untuk tahap I.
b. Pengamatan pemisahan fase losion
Losion dituang dalam tabung berskala dan dalam keadaan tidak
terganggu. Pemisahan fase yang terjadi dicatat setiap hari selama 14
hari penyimpanan pada tahap I dan setiap minggu selama 7 minggu
penyimpanan pada tahap II. Losion yang belum memisah setelah
suhu 500C. Rasio pemisahan fase yang terjadi dicatat. Rumus yang
digunakan (Mollet dan Grubenmann, 2001):
………. (6)
Keterangan:
F = rasio pemisahan fase
Vu = volume fase emulsi pada waktu tertentu
Vo = volume seluruh emulsi
Φu dan Φo = luas penampang
Hu = tinggi fase emulsi pada waktu tertentu
Ho = tinggi emulsi mula-mula
c. Viskositas losion
Pengukuran viskositas dilakukan dengan viskometer Rion
VT-04. Losion seberat 100 g dimasukkan dalam suatu wadah yang
tersedia. Kemudian wadah yang berisi losion tersebut dipasang pada
portable viscometer. Viskositas losion ditentukan dengan dengan
mengamati pergerakan jarum penunjuk viskositas. Hasil yang
terbaca pada alat merupakan viskositas losion dengan satuan dPa.S
(P), untuk mPa.S (cP). Pengujian dilakukan setiap minggu selama 7
minggu pada tahap II.
d. Ekstrudabilitas losion
Sedian losion diisikan ke dalam kemasan sebanyak 60 ml.
Ekstrudabilitas ditentukan dengan menimbang berat losion yang
keluar dari kemasan sediaan. Pengujian dilakukan setiap minggu
selama 7 minggu pada tahap II.
e. Daya sebar losion
Sediaan losion seberat 0,5 g ditimbang dan diletakkan pada
horizontal double plate. Horizontal double plate lain seberat 55 g
dan beban sebesar 125g diletakkan di atas losion dan didiamkan
selama 1 menit, kemudian dicatat diameter penyebarannya.
Pengujian dilakukan setiap minggu selama 7 minggu pada tahap II.
4. Analisis Hasil
Data kualitatif yakni determinasi tipe emulsi dianalisis secara
deskriptif. Data kuantitatif yang diperoleh dari pengujian pemisahan
fase, viskositas, ekstrudabilitas dan daya sebar dianalisis dengan uji
regresi dan uji distribusi dengan Kolmogorov-Smirnov. Data
terdistribusi normal dianalisis dengan uji ANOVA, jika hasil signifikan
dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf kepercayaan 95%. Data yang
tidak terdistribusi normal dianalisis dengan uji Friedman, jika hasil
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengujian Sifat Fisik Virgin Coconut Oil
Pengujian sifat fisik VCO diperlukan untuk verifikasi terhadap VCO
yang digunakan sebagai fase minyak dalam penelitian ini. Verifikasi ini
bertujuan untuk mengetahui kualitas dari VCO karena pihak produsen belum
melakukan pengujian sifat fisik VCO. Verifikasi VCO yang dilakukan meliputi
pengukuran kerapatan, viskositas dan indeks bias.
1. Kerapatan
Pengukuran kerapatan VCO dilakukan dengan menggunakan
piknometer. Pengukuran ini dilakukan pada suhu kamar (300C) dengan suhu
percobaan 250C. Menurut aturan standar APCC (2004), kerapatan relatif
VCO adalah 0,915-0,920 sementara kerapatan VCO pada suhu 300C yang
didapatkan dari penelitian ini sebesar 0,839 g/ml±0,01.
2. Viskositas
Pengukuran viskositas VCO dilakukan dengan menggunakan
viskometer Ostwald. Pemilihan viskometer ini dikarenakan VCO memiliki
wujud cair. Viskometer ostwald termasuk jenis viskometer kapiler. Prinsip
kerjanya adalah dengan mengukur waktu yang dibutuhkan VCO untuk lewat
antara dua tanda ketika mengalir karena pengaruh gravitasi melalui suatu
viskositas VCO ini dilakukan pada suhu 300C. Viskositas VCO didapatkan
sebesar 29,01 cP±0,21.
3. Indeks bias
Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan
pada suatu medium yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak digunakan
pada pengenalan unsur kimia dan untuk menguji kemurniannya. Pengukuran
indeks bias dilakukan dengan refraktrometer. Menurut aturan standar APCC
(2004), indeks bias VCO sebesar 1,4480-1,4492 sementara dari hasil
penelitian diperoleh indeks bias VCO dari lima kali replikasi didapatkan
sebesar 1,4545±0,00.
B. Pembuatan Losion Tahap I dan Evaluasi Stabilitas Fisik
Pada pembuatan losion ini dibagi menjadi dua fase. Fase pertama (fase
minyak) dibuat dengan mencampurkan VCO dengan cetyl alcohol hingga pada
suhu 400C terlebih dahulu. Suhu pencampuran maksimal 400C untuk menjaga
struktur asam laurat pada VCO (Shilhavy, 2005). Kemudian fase kedua (fase
air) yakni campuran antara aquadest dengan polysorbate 80 yang telah
dipanaskan hingga suhu 400C ditambahkan pada fase pertama secara
perlahan-lahan sambil di-homogenizer dengan kecepatan rendah. Tujuan pemanasan
tersebut dilakukan agar tidak terjadi shock thermal antara fase I dan fase II.
Polysorbate 80 merupakan surfaktan yang memiliki hidrofilisitas yang
terdapat a bulky hydrophilic head group yang bergerak bebas pada antarmuka
sehingga penetrasi rantai minyak lebih baik pada surfactant tails (Bjorkegren,
Karimi, Martinelli, Jayakumar dan Hashim, 2015).
Cetyl alcohol bertindak sebagai co-surfactant yang dapat mengurangi
tegangan permukaan dan meningkatkan fleksibilitas dari interfacial film. Cetyl
alcohol bekerja dengan berpenetrasi pada hydrophobic core dan menurunkan
hidrofobisitasnya sehingga dapat meningkatkan stabilitas pada losion VCO
(Jaworska, Sikora, Ogonowski dan Konieczna, 2015).
Pada tahap I ini dibuat losion pada lima nilai HLB dengan rentang yang
lebar. Nilai HLB yang dipilih adalah 6, 8, 10, 12 dan 14. Masing-masing
formula yang dibuat kemudian dievaluasi stabilitas fisiknya. Hasil akhir yang
diinginkan dari evaluasi stabilitas fisik ini adalah diperoleh nilai HLB kira-kira
yakni nilai HLB kasar yang menghasilkan losion dengan stabilitas fisik yang
paling baik. Evaluasi stabilitas fisik yang dilakukan meliputi:
1. Determinasi tipe emulsi
Determinasi ini bertujuan untuk mengetahui tipe emulsi yang terjadi
dari pembuatan losion pada kelima nilai HLB. Metode yang digunakan ada
dua yakni metode pewarnaaan dan metode pengenceran. Penggunaan dua
metode ini bertujuan untuk mengkonfirmasikan dan menegaskan hasil yang
a. Metode pewarnaan
Metode pewarnaan ini dilaksanakan dengan penambahan pewarna
biru metilen yang hanya larut pada fase polar (air) dan sudan III yang
hanya larut dalam fase non polar (minyak). Hasil pengujian
menunjukkan bahwa losion pada kelima formula terwarnai biru secara
homogen dengan biru metilen tetapi formula losion dengan nilai HLB 8,
HLB 10, HLB 12 dan HLB 14 tidak terwarnai secara homogen dengan
sudan III sementara pada HLB 6 dapat terwarnai dengan sudan III. Hasil
serupa juga ditunjukkan pada pengujian di minggu kedua. Kesimpulan
yang dapat diambil adalah formula HLB 8, 10, 12 dan 14 memiliki tipe
emulsi M/A dan tidak mengalami inversi setelah penyimpanan selama
14 hari sedangkan untuk formula HLB 6 belum dapat diambil
kesimpulan mengenai tipe emusinya.
Tabel IV. Hasil uji metode pewarnaan Formula
Biru metilen Sudan III
Tipe
b. Metode pengenceran
Metode pengenceran dilakukan untuk mengetahui tipe emulsi
yang terbentuk pada losion VCO. Prinsipnya adalah emulsi tipe M/A
dapat diencerkan dengan air dan emulsi tipe A/M dapat diencerkan
dengan minyak. Medium yang digunakan dalam pengujian ini adalah
air.
Tabel V. Hasil uji metode pengenceran
Formula Sebelum penyimpanan Sesudah penyimpanan
HLB 6 - -
HLB 8 + +
HLB 10 + +
HLB 12 + +
HLB 14 + +
Keterangan: + = terencerkan dengan air - = tidak terencerkan dengan air
Hasil pengujian menunjukkan bahwa losion pada formula HLB
8, 10, 12 dan 14 dapat diencerkan dengan air secara merata. Hasil
serupa juga ditunjukkan setelah masa penyimpanan selama 14 hari.
Hasil ini menunjukkan bahwa losion yang dibuat pada keempat nilai
HLB tersebut memiliki tipe M/A dan tidak mengalami inversi
setelah penyimpanan selama 14 hari. Sedangkan pada HLB 6 baik
sebelum maupun sesudah masa penyimpanan selama 14 hari, losion
tidak dapat terencerkan dengan air. Hasil ini menunjukkan bahwa
losion yang dibuat memiliki tipe A/M dan tidak mengalami inversi
2. Pemisahan fase
Uji pemisahan fase merupakan salah satu parameter evaluasi stabilitas
fisik losion. Uji pemisahan fase dilakukan dengan mengukur tinggi
pemisahan emulsi dalam tabung berskala setiap hari selama 14 hari. Semakin
mendekati 1 nilai rasio pemisahan fasenya maka emulsi makin stabil. Data
pemisahan fase disajikan dalam nilai F, yang menunjukkan rasio antara
tinggi emulsi yang masih stabil dengan tinggi emulsi awal.
Pemisahan fase pada penelitian ini diamati pada suhu kamar (280C)
untuk menghilangkan pengaruh suhu dan tidak dalam keadaan diberi
tekanan. Uji stabilitas pada kondisi ini akan memberikan keuntungan yakni
hasil yang diperoleh merupakan gambaran yang sebenarnya dari stabilitas
emulsi. Kekurangan dari metode ini adalah dibutuhkan waktu yang lama
untuk pengujian stabilitas.
Menurut hukum Stokes, laju pemisahan fase dipengaruhi oleh diameter
droplet, viskositas medium dan perbedaan densitas antara fase dispers dan
medium dispers. Losion dengan HLB 6 mempunyai konsistensi yang paling
kental dibanding keempat nilai HLB yang lain. Konsistesi yang makin
kental, viskositas medium semakin besar sehingga kecepatan rasio
Gambar 5. Hubungan waktu penyimpanan terhadap rasio pemisahan
Gambar 5 menunjukkan bahwa losion dengan nilai HLB 6 adalah losion
yang paling stabil karena dengan penyimpanan selama 14 hari tidak terjadi
pemisahan. Sementara pada keempat nilai HLB yang lain terjadi penurunan
rasio pemisahan selama masa penyimpanan. Oleh karena itu, nilai HLB 6 –
HLB 8 dipilih sebagai nilai HLB kira-kira untuk pembuatan losion tahap II.
Persamaan garis lurus antara nilai HLB dengan nilai F sesudah
penyimpanan memberikan nilai R2 0,588 dengan P-value sebesar 0,000 < α
pemisahan. Persamaan garis regresi menggunakan metode kuadrat terkecil
(least squares method) yang didapat adalah Y = 1,109 – 0,089X.
Data pengukuran rasio pemisahan dilakukan analisis statistik dengan
taraf kepercayaan 95%. Pertama kali dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov
untuk mengetahui model distribusi yang diperoleh. Data yang didapatkan
tidak terdistribusi normal (nilai signifikansi 0,000 < α) sehingga dilakukan uji
Friedman untuk mengetahui pengaruh antara nilai HLB dan waktu
penyimpanan terhadap rasio pemisahan. Pada Lampiran 8 tercantum nilai
signifikansi sebesar 0,000 < α yang menunjukkan adanya pengaruh yang
signifikan antar nilai HLB dengan ratio pemisahan.
Analisis dilanjutkan dengan uji mann-whitney untuk mengetahui adanya
perbedaan yang signifikan diantara dua rata-rata nilai F. Hasil uji
mann-whitney pada Lampiran 9 menunjukkan nilai signifikansi < α menunjukkan
bahwa perbedaan diantara dua rata-rata nilai F signifikan pada suhu kamar,
terkecuali pada nilai HLB 10 dan HLB 12 tercantum nilai signifikansi > α
yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
dua rata-rata nilai F pada suhu kamar.
C. Pembuatan Lotion Tahap II dan Evaluasi Stabilitas Fisik
Berdasarkan hasil analisis awal yang dilakukan pada tahap I maka
formula HLB 6 dan HLB 8 ditetapkan sebagai perkiraan nilai HLB yang
lima nilai HLB yakni 6; 6,5; 7; 7,5 dan 8. Masing-masing formula dibuat
kemudian dievaluasi stabilitas fisiknya. Hasil akhir yang diinginkan dari
evaluasi stabilitas fisik ini adalah diperoleh nilai HLB yang menghasilkan
losion dengan stabilitas fisik yang optimum. Evaluasi stabilitas fisik yang
dilakukan meliputi:
1. Pemisahan fase
Suatu emulsi akan berusaha mengurangi energi bebas permukaan
dengan memperkecil luas permukaan. Luas permukaan dapat diperkecil
dengan penggabungan tetesan-tetesan sehingga ukuran tetesan menjadi
lebih besar, penggabungan tetesan inilah yang mengakibatkan pemisahan
fase.
Losion yang paling stabil adalah formula HLB 6 karena kombinasi
emulgator HLB 6 yang memberikan proporsi hidrofil-lipofil yang cukup
untuk mengikat fase minyak dan fase air serta dapat membentuk lapisan
antarmuka yang cukup untuk mencegah penggabungan fase dispers.
Fenomena ini didukung oleh viskositas formula HLB 6 yang paling tinggi
dibandingkan formula lain. Menurut hukum Stokes, viskositas berbanding
terbalik dengan pemisahan fase. Semakin besar viskositas maka pemisahan
fase semakin kecil karena penggabungan fase dispers terhambat.
Gambar 6 menunjukkan bahwa selama tujuh minggu masa
penyimpanan terjadi penurunan rasio pemisahan pada tiap nilai HLB.
penyimpanan dari minggu ke-4 hingga minggu ke-5 terjadi peningkatan
rasio pemisahan. Hal ini dapat terjadi karena efek busa yang dihasilkan pada
HLB 6,5 saat penelitian yang mengakibatkan bias pada pembacaan skala.
Gambar 6. Hubungan waktu penyimpanan terhadap ratio pemisahan
Persamaan garis lurus antara nilai HLB dengan nilai F sesudah
penyimpanan memberikan nilai R2 0,092 dengan P-value sebesar 0,056 > α
yang artinya kontribusi nilai HLB tidak signifikan dalam memprediksi nilai
rasio pemisahan. Persamaan garis regresi menggunakan metode kuadrat
terkecil (least squares method) yang didapat adalah Y = 0,987 – 0,008X.
Data pengukuran rasio pemisahan dilakukan analisis statistik dengan
taraf kepercayaan 95%. Pertama kali dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov
untuk mengetahui model distribusi yang diperoleh. Data yang didapatkan
tidak terdistribusi normal (nilai signifikansi 0,006 < α ) sehingga dilakukan
penyimpanan terhadap rasio pemisahan. Pada Lampiran 16 tercantum nilai
signifikansi sebesar 0,000 < α yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh
antar nilai HLB dengan ratio pemisahan.
Analisis dilanjutkan dengan uji mann-whitney untuk mengetahui
adanya perbedaan yang signifikan diantara dua rata-rata nilai F. Hasil uji
Mann-whitney pada Lampiran 17 menunjukkan nilai signifikansi > α
menunjukkan bahwa perbedaan dua rata-rata nilai F antar HLB tidak
signifikan pada suhu kamar.
2.Viskositas
Viskositas merupakan salah satu parameter fisik stabilitas emulsi.
Penelitian shelf life emulsi terhadap viskositas bukan berhubungan dengan
nilai viskositas saat pengukuran saja, melainkan dengan perubahan
viskositas selama penyimpanan. Biasanya penurunan viskositas dengan
waktu mencerminkan peningkatan ukuran tetesan karena penggabungan
tetesan dan menunjukkan shelf life yang buruk. Pada penelitian ini
dilakukan pengukuran viskositas losion tiap minggu selama tujuh minggu.
Alat yang digunakan adalah viskometer Rion VT-04 karena sifat alir emulsi
adalah non-newton.
Persamaan garis lurus antara nilai HLB sesudah penyimpanan
memberikan nilai R2 0,571 dengan P-value sebesar 0,000 < α yang artinya
kontribusi nilai HLB signifikan dalam memprediksi viskositas. Persamaan
yang didapat adalah Y = 25,499 – 3,386X. Pada gambar 7 dapat dijelaskan
bahwa semakin bertambahnya waktu penyimpanan pada tiap nilai HLB,
terjadi penurunan viskositas losion. Hal ini terjadi diduga akibat terjadi
kenaikan droplet size sehingga jumlah droplet per unit volume pada emulsi
semakin menurun dan jarak rata-rata antar ukuran droplet semakin dekat.
Oleh karena itu, droplet-droplet tersebut semakin mobile dan terjadi
kurangnya resistensi sifat alir dari losion yang menyebabkan turunnya
viskositas.
Gambar 7. Hubungan waktu penyimpanan terhadap viskositas
Data pengukuran viskositas dilakukan analisis statistik dengan taraf
kepercayaan 95%. Dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui
model distribusi yang diperoleh. Data yang didapatkan terdistribusi normal
parametrik yaitu skala pengukuran variabelnya numerik, data terdistribusi
normal dan adanya kesamaan varians. Selanjutnya, Levene’s test dilakukan
untuk mengetahui ada atau tidaknya kesamaan varians. Dalam penelitian
ini, hasil Levene’s test data viskositas memberikan nilai P-value = 0,080 > α
yang menunjukkan bahwa varians data sama sehingga uji Anova valid
untuk dilakukan.
Selanjutnya untuk melihat apakah ada perbedaan pendapatan dari nilai
lima HLB, maka dapat dilihat pada Lampiran 20 diperoleh nilai P-value =
0,000 < α yang menunjukkan bahwa ada perbedaan viskositas yang
signifikan diantara lima nilai HLB tersebut.
Kemudian dilanjutkan dengan Post Hoc Test menggunakan uji Tukey
untuk melihat kelompok data mana saja yang berbeda. Pada uji Tukey,
diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan pada rata-rata
viskositas oleh tiap nilai HLB yang terbagi menjadi tiga kelompok data
yang berbeda.
3.Uji ekstrudabilitas
Uji ektrudabilitas digunakan untuk mengetahui kemampuan dari losion
untuk keluar dari suatu kemasan. Waktu tuang yang baik mencerminkan
daya alir yang baik. Persamaan garis lurus yang didapatkan antara nilai
HLB dengan nilai daya ekstrudabilitas sesudah penyimpanan memberikan
nilai R2 0,861 dengan P-value sebesar 0,000 < α yang artinya kontribusi
regresi menggunakan metode kuadrat terkecil (least squares method) yang
didapat adalah Y = 2,126 + 0,306X. Gambar 8 menunjukkan bahwa selama
masa penyimpanan masing-masing nilai HLB terjadi kenaikan nilai
ekstrudabilitasnya. Hal ini dikarenakan viskositas pada masing-masing
nilai HLB menurun selama masa penyimpanan sehingga losion lebih
mudah mengallir dari kemasan sediaan.
Gambar 8. Hubungan waktu penyimpanan terhadap ekstrudabilitas
Data pengukuran ekstrudabilitas dilakukan analisis statistik dengan
taraf kepercayaan 95%. Pertama kali dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov
untuk mengetahui model distribusi yang diperoleh. Data yang didapatkan
terdistribusi normal (nilai signifikansi 0,200 > α ) sehingga dilakukan uji
data ekstrudabilitas memberikan nilai P-value = 0,264 > α yang
menunjukkan bahwa varians data sama sehingga uji Anova valid untuk
dilakukan.
Selanjutnya untuk melihat apakah ada perbedaan ekstrudabilitas dari
nilai lima HLB, maka dapat dilihat pada Lampiran 20 diperoleh nilai
P-value = 0,000 < α yang menunjukkan bahwa ada perbedaan ekstrudabilitas yang signifikan diantara lima nilai HLB tersebut.
Kemudian dilanjutkan dengan Post Hoc Test menggunakan uji Tukey
untuk melihat kelompok data mana saja yang berbeda. Pada uji Tukey,
diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan pada rata-rata
ekstrudabilitas oleh tiap nilai HLB yang terbagi menjadi empat kelompok
data yang berbeda.
4. Uji daya sebar
Salah satu uji yang digunakan untuk menguji stabilitas losion adalah
uji daya sebar. Uji ini digunakan untuk mengetahui kemampuan dari
sediaan losion menyebar pada satu permukaan media. Salah satu syarat
losion yang baik adalah daya sebarnya yang tinggi agar mudah di
aplikasikan pada area kulit yang luas permukaannya besar.
Dari hasil penelitian, didapatkan persamaan garis lurus antara nilai
HLB dengan nilai F sesudah penyimpanan memberikan nilai R2 0,456
dengan P-value sebesar 0,000 < α yang artinya kontribusi nilai HLB