1 OPTIMASI KOMPOSISI POLYSORBATE 80 DAN SORBITAN
MONOOLEAT 80 SEBAGAI DALAM
FORMULA MOISTURIZING LOTION VIRGIN COCONUT OIL ( ): APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Shinta Dian Asmara NIM: 038114110
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
4
Karya kecil ini kupersembahkan bagi:
Allah SWT pembimbing jalan hidupku.
Ayah dan Ibuku atas kasih sayang, harapan, dan doa
Kakakku : Shantanu dan Shanti
5 PRAKATA
Puji syukur dihaturkan kepada Allah SWT, yang telah memberkahi
penulis, dan senantiasa membimbing hingga penulis akhirnya dapat
menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Farmasi (S.Farm). Skripsi ini berjudul Optimasi Komposisi Polysorbate 80 dan
Sorbitan Monooleat 80 sebagai Emulsifying Agent dalam Formula Moisturizing
Lotion Virgin Coconut Oil (VCO) : Aplikasi Desain Faktorial.
Selama proses penelitian hingga penyusunan skripsinya, banyak sekali
orang yang telah turut berperan bagi penulis, baik dalam dukungan moral,
material, saran dan kritik. Kesuksesan penulis tidak berarti apapun tanpa
dukungan dari mereka semua. Oleh karenanya, pada kesempatan ini penulis
hendak mengucapkan terimakasih dan hormat bagi mereka semua. Adapun pihak3
pihak yang membantu penulis antara lain:
1. Ibu Sri Hartati Yuliani,M.Si.,Apt. selaku pembimbing yang telah
memberikan banyak sekali arahan, saran, dan kritik yang sangat memacu
semangat penulis.
2. Bapak Ign.Y.Kristio Budiasmoro,M.Si., selaku pembimbing akademik yang
tak pernah berhenti membangun semangat penulis, terima kasih untuk semua
nasehat dan bimbingan spiritualnya.
3. Segenap staf dan karyawan laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Cair
Semipadat atas kemudahan sarana, bimbingan dan bantuan selama di bekerja
6
4. Para responden, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang ikut
berpartisipasi dalam subjective assessment yang penulis lakukan.
5. Semua teman yang telah memberikan pertolongan dan dukungan; yang
selalu ada saat dibutuhkan. Secara khusus, teman3teman seperjuangan:
Willy, Shinta Lucia, Erma, Marlinna, Yenny, Ratna, Tirza, Eva, Reni.
6. Para sahabat : Icha, Rini, Nurwi, Donny, Gallaeh, Ankga, Surya, Rinto
tanpa kalian aku bukan apa3apa. Secara khusus untuk teman3teman ’Toto3
Yank’,,aku bangga jadi bagian dari kalian.
7. Secara khusus, terima kasihku untuk Randy Rosdana yang senantiasa
membantu dan menemani dalam proses penyusunan, yang mampu
mendongkrak semangatku kembali.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu
penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Pada akhirnya penulis ingin mengungkapkan bahwa skripsi ini masih
memiliki kekurangan3kekurangan. Untuk itu penulis membuka diri terhadap
semua saran dan kritik yang membangun. Akhir kata semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya, dan bagi bidang farmasi pada
khususnya.
8 INTISARI
Penelitian mengenai Optimasi Komposisi Polysorbate 80 dan Sorbitan monooleat 80 sebagai Emulsifying Agent dalam Formula MoisturizingLotion dari Virgin coconut Oil (VCO): Aplikasi Desain Faktorial telah dilakukan. Penelitian
ini bertujuan untuk: mengetahui manakah di antara Polysorbate 80, Sorbitan monooleat dan interaksinya yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas krim, mengetahui komposisi optimum dari emulsifying agent yang dapat
menghasilkan sifat fisik lotion yang dikehendaki.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni, dengan menggunakan metode desain faktorial. Optimasi dilakukan dengan melihat parameter sifat fisik lotion yang meliputi daya sebar dan viskositas setelah pembuatan, dan % stabilitas lotion setelah penyimpanan satu bulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Sorbitan monooleat 80 dominan dalam mempengaruhi daya sebar, viskositas setelah pembuatan, dan stabilitas lotion. Perubahan viskositas selama penyimpanan dipengaruhi secara dominan oleh interaksi Polysorbate 80 dan Sorbitan monooleat 80. Pada contour plot super imposed dapat ditemukan area komposisi optimum emulsifying agent pada level
penelitian yang menghasilkan karakter fisik lotion yang dikehendaki. Area tersebut diprediksi sebagai formula optimum Moisturizing Lotion Virgin Coconut Oil terbatas pada jumlah bahan yang diteliti.
Kata kunci :Virgin Coconut Oil, emulsifying agent, Polysorbate 80, Sorbitan
9
The research about Optimization of Polysorbate 80 and Sorbitan Monooleat 80 Composition as Emulsifier in Moisturizing Lotion Formula of Virgin Coconut Oil (VCO) : Factorial Design Application is held. This research hold to determine which of the factors: Polysorbate 80, Sorbitan Monooleat 80, and their interaction which predominantly affects the physical properties dan physical stability, to determine the emulsifier’optimum composition which results wanted physical properties.
This research was a pure experimental research, using the factorial design method. The optimization was done by measuring lotion’s physical properties including spreadability, lotion viscosity after preparation, and lotion’s physical stability which is the viscosity change after 1 month of storage.
The results of this research exhibit that Sorbitan Monooleat 80 predominantly affects spreadability, lotion viscosity after preparation, and stability of lotion. Viscosity change was affected predominantly by interaction of Polysorbate 80 and Sorbitan Monooleat 80. At the contour plot super imposed graphic, there was a emulsifier’ optimum composition area at the research level, which results wanted physical properties. That area was estimated as the optimum formula of Moisturizing Lotion of Virgin Coconut Oil (VCO).
10 DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii
INTISARI ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan Masalah ... 3
2. Keaslian Penelitian ... 4
3. Manfaat Penelitian ... 4
B. Tujuan Penelitian ... 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 6
A. Virgin Coconut Oil ... 6
11
C. Lotion ... 15
D. Moisturizer ... 17
E. Emulsi. ... 18
F. Emulsifying Agent ... 23
1. Polysorbate 80 ... 26
2. Sorbitan monooleat 80 ... 27
G. Sistem HLB ... 28
H. Gliserin. ... 29
I. Asam Stearat ... 31
J. Trietanolamina ... 32
K. Metil Paraben ... 33
L. Metode Desain Faktorial ... 34
M. Sensory Assessment ... 37
N. Landasan Teori ... 38
O. Hipotesis ... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 25
A. Jenis Rancangan Penelitian ... 42
B. Variabel Penelitian ... 42
C. Definisi Operasional ... 43
D. Alat dan Bahan ... 46
E. Tata Cara Penelitian ... 47
1. Formula ... 47
12
F. Analisis Data dan Optimasi ... 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53
A. Pembuatan Lotion Virgin Coconut Oil ... 53
B. Penentuan Tipe Emulsi Lotion Virgin Coconut Oil ... 56
C. Sifat Fisik dan Stabilitas Lotion Virgin Coconut Oil ... 63
D. Optimasi Formula ... 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
A. Kesimpulan ... 86
B. Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 87
LAMPIRAN ... 90
13 DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor
dan dua level ... 36
Tabel II. Rancangan desain faktorial Polysorbate 80 dan Sorbitan monooleat 80...48
Tabel III. Jumlah bahan yang digunakan...49
Tabel IV. Hasil pengukuran sifat fisik lotion VCO...64
14 DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Penampang kulit ... 10
Gambar 2. Penampang lapisan epidermis ... 11
Gambar 3. Pembentukan sistem emulsi... 24
Gambar 4. Struktur molekul polysorbate 80 ... 26
Gambar 5. Struktur Sorbitan Monooleat 80 ... 27
Gambar 6. Struktur gliserin ... 29
Gambar 7. Struktur Asam Stearat ... 31
Gambar 8. Struktur Trietanolamin ... 32
Gambar 9. Struktur Metil Parabean ... 33
Gambar 10. Gambar penampilan fisik lotion VCO setelah ditambah dengan fase eksternal berlebih ... 57
Gambar 11. Gambar penampilan fisik lotion VCO setelah ditambah dengan fase eksternal berlebih dan diaduk merata ... 58
Gambar 12. Gambar penampilan fisik lotion VCO setelah ditambah dengan zat warna yang larut dalam fase eksternal ... 59
Gambar 13. Gambar penampilan fisik lotion VCO setelah ditambah dengan zat warna yang larut fase eksternal ... 60
Gambar 14. Gambar kertas saring yang ditetesi dengan lotion VCO ... 61
Gambar 15. Gambar kertas saring yang telah dikeringkan setelah dioleskan dengan lotion VCO ... 62
15
Gambar 16(b). Grafik hubungan daya sebar3Sorbitan monooleat 80 ... 67
Gambar 17(a). Grafik hubungan viskositas3Polysorbate 80 ... 70
Gambar 17(b). Grafik hubungan viskositas3Sorbitan monooleat 80 ... 70
Gambar 18(a). Grafik hubungan pergeseran viskositas3Polysorbate 80 ... 73
Gambar 18(b). Grafik hubungan perubahan viskositas3Sorbitan monooleat 80 ... 73
Gambar 19(a). Grafik hubungan stabilitas lotion3Polysorbate 80 ... 77
Gambar 19(b). Ggrafik hubungan stabilitas lotion3Sorbitan monooleat 80 ... 77
Gambar 20. Contour plot daya sebar lotion ... 80
Gambar 21. Contour plot viskositas lotion ... 81
Gambar 22. Contour plot pergeseran viskositas lotion ... 83
Gambar 23. Contour plot stabilitaslotion ... 84
16 DAFTAR TABEL
Halaman
Lampiran 1.Data penimbangan ... 88
Lampiran 2. Data Fisis Lotion ... 89
Lampiran 3. Perhitungan Persamaan desain Faktorial ... 95
Lampiran 4. Persamaan Regresi ... 99
Lampiran 5. Penampang Virgin Coconut Oil ... 107
17 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelapa merupakan salah satu buah tropis Indonesia yang memiliki
berbagai manfaat. Bagian yang sangat bermanfaat sebagai pengobatan penyakit
dan perawatan kulit yaitu minyaknya yang dihasilkan dari daging buah kelapa.
Minyak kelapa atau minyak klentik sudah lama dikenal masyarakat tropis sebagai
kosmetik untuk melembutkan, melembabkan kulit, dan melebatkan rambut.
Di negara tropis seperti Indonesia masyarakatnya cenderung berkulit
kering, karena adanya pemanasan oleh paparan sinar matahari yang berlebihan.
Untuk mencegah kekeringan tersebut, minyak kelapa sering digunakan sebagai
krim perawatan kulit yang memberikan efek melembabkan kulitnya kembali.
Minyak kelapa yang diolah tanpa pemanasan yang disebut VCO (Virgin
Coconut Oil) akan memberikan efek yang baik pada semua jaringan tubuh,
khususnya jaringan ikat yang memberikan elastisistas pada kulit. Struktur molekul
VCO yang sangat kecil memudahkan kulit dan rambut untuk menyerapnya. Selain
itu VCO juga sangat baik untuk melembutkan kulit yang kasar dan keriput,
sehingga minyak ini sering digunakan pada kulit untuk mencegah penuaan dini
(Sukartin, 2005).
VCO memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang paling tinggi (92%)
dibanding minyak kelapa biasa, sehingga lebih tahan terhadap ketengikan yang
18
dapat lebih stabil pada penyimpanan dibanding minyak kelapa biasa bila dibuat
dalam sediaan semi3solid seperti lotion. Selain itu VCO mengandung asam laurat,
asam kaprat, yang bersifat sebagai antibakteri yang dapat menambah kestabilan
terhadap kontaminasi mikroba pada penyimpanan (Mary Enig,2001). Kandungan
asam lemak jenuh dalam minyak kelapa didominasi oleh asam laurat sebesar 44 3
52 % (Sukartin,2005).
Penggunaan sabun sebagai pelembab secara konsisten cenderung
menginduksi kulit menjadi kering. Sedangkan lotion biasanya digunakan setelah
penggunaan sabun untuk mendapatkan kelembaban kulit kembali (Rawling,2002).
Sediaan lotion cocok digunakan untuk kulit daerah tropis yang cenderung kering,
karena lotion dapat menjaga kelembaban kulit lebih lama.
Lotion VCO diformulasikan sebagai emulsi dengan sistem minyak dalam
air (O/W) dimana fase minyak terdispersi merata dalam fase airnya. Karena
medium dispersi pada emulsi ini merupakan fase air yang bersifat larut air, maka
lotion tersebut dapat mudah tercuci air. VCO ini tidak diformulasikan dalam
bentuk krim maupun unguenta, sebab akan terasa tidak nyaman bila diaplikasikan
pada kulit setiap hari. Sedangkan penggunaan sediaan minyak tanpa
diformulasikan dalam bentuk lain akan terasa sangat lengket dan licin pada kulit.
Hal tersebut menjadi alasan diformulasikannya lotion VCO.
Dalam formulasi tersebut digunakan kombinasi emulgatoragent
Polysorbate 80 yang memiliki sifat fisis kental namun larut dalam fase air, dan
Sorbytan Monooleate 80 yang berupa minyak kental, beraroma seperti minyak
19
menentukan sifat fisis dari sediaan lotion yang akan dihasilkan. Parameter sifat
fisis yang akan diukur antara lain daya sebar, viskositas, pergeseran viskositas,
dan persen stabilitas. Sedangkan penentuan efek moisturizer lotion dilakukan
dengan menggunakan metode sensory assessment. Metode ini diharapkan dapat
memberikan gambaran efek moisturizer dan kenyamanan lotion saat digunakan
konsumen.
Kombinasi Polysorbate 80 dan Sorbytan Monooleate 80 dioptimasi agar
didapatkan lotion Virgin Coconut Oil yang optimal baik dari segi kualitas fisik
dan kestabilan lotion. Pada dasarnya Polysorbate 80 cenderung larut dalam air,
dan merupakan emulgator yang baik untuk sediaan lotion bentuk emulsi tipe O/W,
sehingga menghasilkan sediaan lotion yang sangat encer. Sedangkan Sorbytan
Monooleate 80 larut dalam minyak dan sulit larut dalam air. Emulgator tersebut
cenderung membentuk sediaan lotion yang sangat kental menyerupai bentuk
sediaan krim. Oleh karena itu, kedua emulgator dengan dua sifat berbeda tersebut
dikombinasikan agar didapatkan komposisi masing – masing emulgator yang
optimal untuk sediaan lotion yang tidak terlalu encer dan tidak terlalu kental.
Kombinasi kedua emulgator tersebut dioptimasi dengan metode desain
faktorial agar didapatkan sediaan optimal dan acceptable. Desain faktorial
merupakan salah satu metode optimasi formula. Metode ini merupakan aplikasi
persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara variabel respon dengan
satu atau lebih variabel bebas. Persamaan desain faktorial : Y = B0 + B1(X1) +
B2(X2) + B12(X1)(X2). Melalui persamaan ini dapat dibuat contour plot dijadikan
20
sebatas level emulgator yang diteliti. Metode ini dapat menjelaskan efek tiap3tiap
faktor maupun interaksi antar faktor secara langsung (James, 1999).
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang diangkat
penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Manakah di antara emulgatoragent Polysorbate 80, dan Sorbytan
Monooleate 80, maupun interaksi keduanya yang lebih dominan dalam
menentukan sifat fisik dan efek moisturizer lotion Virgin Coconut Oil?
b. Dapatkah ditemukan area komposisi optimum Polysorbate 80 dan
Sorbytan Monooleatee 80 dengan sifat fisik lotion yang dikehendaki
dalam pembuatan lotion Virgin Coconut Oil?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian
tentang optimasi formula dari lotion moisturizer Virgin Coconat Oil dengan
menggunakan kombinasi emulgatoragent Polysorbate 80 dan Sorbytan
Monooleate 80 belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang bentuk sediaan lotion
dengan zat aktif yang berasal dari minyak nabati dengan menggunakan
emulgatoragent yang berupa Polysorbate 80 dan Sorbytan Monooleate
21
b. Manfaat praktis
Menghasilkan bentuk sediaan kosmetik berupa lotion Virgin Coconut Oil
yang berkhasiat sebagai moisturizer, praktis, dan dapat diterima oleh
masyarakat.
c. Manfaat metodologis
Mengetahui efek dominan yang menentukan sifat fisik dan efek
moisturizer lotion, mengetahui formula optimum berdasarkan contour plot
superi mposed sifat fisik lotion dan efek moisturizer lotion.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan lotion
dengan zat aktif Virgin Coconut Oil yang mempunyai sifat fisik yang stabil
dan dapat memberikan efek moisturizer pada kulit.
2. Tujuan khusus
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah :
a. Mengetahui pengaruh Polysorbate 80, dan Sorbytan Monooleatee 80,
maupun interaksi keduanya yang lebih dominan dalam menentukan sifat
fisik dan efek moisturizer lotion Virgin Coconut Oil.
b. Mengetahui area komposisi optimum Polysorbate 80 dan Sorbytan
Monooleatee 80 pada contour plot superimposed sifat fisik lotion dalam
22 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A.
Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan salah satu hasil olahan dari buah
kelapa (Cocos nucifera). VCO hanya dapat diperoleh dari pengolahan daging
kelapa segar atau disebut non kopra. Penggunaan bahan3bahan kimia dan panas
yang tinggi tidak digunakan pada pemurnian lebih lanjut seperti halnya pada
minyak kelapa biasa (Shivaly,2005).
VCO memiliki sifat fisik berwarna jernih hingga kekuningan, dengan
rasa dan aroma khas kelapa. VCO yang berkualitas tinggi harus tidak memiliki
residu, dan tidak beraroma asap. Minyak tersebut memiliki titik beku pada 20° –
25° C dan menguap pada suhu 170° C (350° F). Asam lemak yang terkandung di
dalamnya antara lain asam laurat 45,1 3 53,2 % ; asam miristat 16,8 3 21%; asam
palmitat 7,5 310,2 %; asam oleat 5,0 3 10,0%; asam linoleat 1,0 – 2,5%; asam
kuprat 5,0 – 8,0%; dan asam lemak yang lain (Shivaly, 2005).
VCO merupakan minyak kelapa yang diolah tanpa pemanasan atau
dengan pemanasan terbatas sehingga dihasilkan minyak jernih (bening) dan
beraroma khas kelapa. Pembuatan VCO yang dibuat tanpa pemanasan
menggunakan teknik fermentasi atau teknik minyak pancing. Pemanasan terbatas
menggunakan suhu antara 60°380°C dilakukan untuk menghasilkan VCO karena
jika dipanaskan hingga lebih dari 100°C akan dihasilkan minyak yang berwarna
23
sifat aslinya, pembuatan VCO tidak melalui proses kimiawi seperti penjernihan,
pemutihan, dan pengharuman. Dalam prosesnya selalu mempertahankan kadar
vitamin dan mineral yang terkandung di dalamnya (Anonim, 2006b).
VCO mengandung asam laurat, asam kaprat, dan asam lainnya yang
bersifat sebagai antibakteri. Karena asam laurat dapat membunuh berbagai jenis
mikroorganisme yang membran selnya berasal dari asam lemak. Dari hasil
penelitian ilmiah telah terbukti bahwa asam laurat dalam tubuh manusia dirubah
menjadi monolaurin, sebuah senyawa monogliserida yang bersifat anti virus, anti
bakteri, anti protozoa dan anti fungal (Sukartin, 2005).
VCO dapat diperoleh melalui 3 metode yang umum dilakukan, yaitu :
1.
Daging buah kelapa segar dikeringkan hingga benar – benar kering
seperti kopra, lalu kelapa kering tersebut dihaluskan, dan diperas diambil
minyaknya. Lalu minyak dari kelapa kering tersebut ditekan (di –press)
kembali menggunakan mesin dengan tekanan yang sangat tinggi, sehingga
didapatkan minyak murni (VCO) 3nya. Proses pengeringan disini digunakan
panas yang rendah agar minyak murni yang didapatkan tidak hitam (gosong).
2.
Pada metode ini, daging buah kelapanya tidak dikeringkan, sehingga
minyak yang didapatkan diekstrak langsung dari buah segarnya. Buah kelapa
segar dihaluskan, lalu diperas dan diambil santannya, yang sering disebut
“coconut milk”. Minyaknya didapatkan dengan cara memisahkan antara fase
24
sulit, sehingga dibutuhkan beberapa cara seperti dengan pendidihan,
fermentasi, pembekuan, pemberian enzim, dan sentrifugasi.
3. !
Metode ini merupakan cara tradisional. Santan yang diambil langsung
dari daging buah kelapa segar difermentasikan selama 1 – 3 hari dengan
bantuan penambahan enzim fermentasi. Selama proses tersebut, fase air akan
terpisah dari fase minyaknya. Kemudian minyak yang telah terpisah tersebut
dipisahkan dan dipanaskan dengan pemanasan sedang di bawah titik didihnya
selama 10 – 15 menit. Pemanasan tersebut bertujuan untuk menghilangkan
kandungan air dan kelembabannya. Setelah dipanaskan, minyak tersebut
disaring berkali – kali hingga didapatkan minyak yang jernih, dengan bau khas
kelapa, dan tidak berasa (Anonim, 2006c).
VCO memiliki banyak kegunaan baik dalam pengobatan maupun
kecantikan. VCO merupakan moisturizer sempurna, karena dapat digunakan
untuk menghaluskan kulit normal maupun kulit bersisik yang mudah terinfeksi.
Selain itu dapat mencegah munculnya jerawat dan komedo, serta dapat digunakan
sebagai lip balm. Penggunaan VCO secara teratur dapat membuat kulit terlihat
lebih muda, karena dapat menarik jaringan kulit yang mengerut, serta dapat
mengangkat sel kulit yang mati, sehingga mencegah garis keriput wajah. VCO
dapat mencegah kerusakan kulit akibat sinar matahari, kemampuan
antioksidannya dapat mencegah penuaan dini, dan bintik – bintik hitam yang
menyebabkan kanker kulit. VCO memiliki kemampuan sebagai antimikroba,
25 Chain Fatty Acids) yang terkandung di dalamnya akan membentuk lemak bebas
dan mampu melawan bakteri, virus dn jamur (Anonim, 2006b).
B. "
Kulit terdiri dari lapisan sel yang bermacam jenis, yang membentang
secara paralel saling bertumpuk satu sama lain membentuk permukaan (Jellinek,
1970). Kulit merupakan organ terluas yang menutupi seluruh permukaan tubuh.
Kulit memiliki kekakuan yang bervariasi di setiap bagian yang berbeda. Daerah
yang paling kaku dan tebal adalah telapak kaki dan telapak tangan serta sela3sela
jari. Kulit menjadi lebih tipis dan berkeriput pada usia tua dan kelihatan
kekuningan bahkan keabu3abuan, sering disebut penuaan kulit. Pada kulit wajah,
sel3selnya sangat tipis, sehingga memungkinkan sediaan kosmetik dapat
berpenetrasi ke dalam sel (Allen, 2002).
Kulit berfungsi sebagai pelindung tubuh dari pengaruh luar baik secara
fisik maupun imunologik. Kulit juga berperan penting dalam interaksi antar
individu dengan lingkungan, karena merupakan indera yang sensitive terhadap
sentuhan yang kadang membuat perasaan emosional (Rawling,2002). Kulit
membentuk lapisan berupa jaringan epitel, yang melindungi organ, pembuluh
darah dan otot yang ada di bawahnya. Fungsi utama kulit yaitu sebagai pengatur
suhu tubuh dan sirkulasi kelembaban, serta sintesis vitamin D dan vitamin B
26
Gambar 1.penampang kulit manusia (diakses dari http://www.wikipedia/skin/pic).
Kulit terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu :
1. # $ %
Merupakan lapisan kulit yang paling luar, membentuk lapisan
waterproof dan bertindak sebagai barrier terhadap infeksi, dan membentuk
lapisan epitel skuamosa. Epidermis terdiri dari pembuluh darah yang memberi
nutrisi untuk lapisan dermis di bawahnya. Tipe sel yang membentuk lapisan
epidermis yaitu keratinosit, melanosit, sel Langerhans , dan sel Merkels. Sel
tersebut dibentuk memalui proses mitosis yang terjadi di lapisan basal.
Epidermis tersusun atas stratum corneum, stratum lucidum, Rein’s barrier,
stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum germinativum (Allen,
27 Gambar 2. penampang lapisan epidermis (diakses dari
http://www.wikipedia/skin/pic).
Stratum corneum berada pada lapisan paling luar dari epidermis,
sehingga suatu bentuk sediaan topikal harus dapat melewati stratum corneum
sebelum menimbulkan efek yang diinginkan. Stratum corneum merupakan
lapisan sel corneal (sel tanduk) yang datar dan tidak berwarna, tanpa inti sel
sehingga disebut sebagai sel mati. Lapisan ini mempunyai kelembaban rendah
(sekitar 10%). Walaupun kelembabannya rendah, tapi berperan penting dalam
menentukan kelembutan dan fleksibilitas kulit. Permukaan stratum corneum
tertutup oleh sebum dan keringat. Sebum ini berfungsi untuk menjaga
fleksibilitas kulit dan mengatur kelembaban lapisan kulit yang berada di
bawahnya (Jellinek, 1970). Sel kulit mati yang ada pada stratum corneum,
selalu digantikan dengan sel kulit baru dari stratumgerminativum sekitar 1300
28
dapat membantu menjaga hidrasi kulit, dengan mencegah penguapan
kandungan air (Allen, 2002).
Stratumlucidum berada di bawah stratumcorneum, yang merupakan
kumpulan dari droplet – droplet cairan minyak yang disebut eleidin. Lapisan
ini menebal di daerah telapak tangan dan telapak kaki (Jellinek, 1970).
Lapisan ini tipis, berwarna jernih, dan cenderung transparan di bawah
mikroskop. Setiap sel keratinositnya terisi oleh cairan minyak (eleidin) yang
dihasilkan dari pecahnya lysosome, sehingga membentuk lapisan yang tahan
air (Jellinek, 1970)
Stratum granulosum berada diantara stratum lucidum dan stratum
spinosum yang terdiri dari 1 – 3 sel skuamosa sehingga terlihat lebih tebal
(Anonim, 2007 l). Sel pada lapisan ini memiliki inti yang berupa substansi
padat (keratohyalin) dalam protoplasmanya sehingga terlihat lebih keruh.
Keratohyalin disini berfungsi untuk memantulkan sinar yang mengenai kulit,
dan nantinya akan membentuk keratin (Jellinek,1970).
Stratum spinosum merupakan lapisan yang terdiri dari sel kuboid.
Sel yang berdekatan bergabung dengan desmosome memberikan tampilan
lapisan berduri (spiny), yang menyebabkan kulit lebih tahan terhadap abrasi
(Anonim, 2007 l). Sel pada lapisan ini dapat terlihat dengan mudah, karena di
dalam intinya terkandung granul pigmen warna coklat yang disebut melanin
(jellinek, 1970).
Stratum basale/germinativum merupakan lapisan keratinosit yang
29
berupa sel epitel columnar yang berbentuk silinder. Sekitar 25% sel berupa
melanosit yang akan memproduksi pigmen melanin yang mewarnai kulit dan
rambut (Jellinek, 1970).
2. % & '
Terdiri atas jaringan pengikat dan serabut kolagen yang menentukan
elastisitas kulit. Antara epidermis dan corium dihubungkan dengan lapisan
papiler yang akan menjadi pipih seiring bertambahnya usia sehingga elastisitas
kulit berkurang. Pembuluh darah kapiler dan ujung saraf terdapat pada bagian
corium, tepatnya pada lapisan retikuler (Jellinek, 1970).
Lapisan ini mengandung banyak ujung saraf yang mendukung indera
peraba dan panas. Di dalamnya terdapat folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebaceous, kelenjar apocrine, dan pembuluh darah. Pembuluh darah
tersebut mensuplai nutrisi dan menghilangkan kotoran dari sel itu sendiri
(Jellinek, 1970).
3. ( # $ %
Terdiri atas jaringan pengikat yang mengandung banyak sel adipose
yang berfungsi sebagai pelindung organ dari benturan mekanik dan sebagai
tempat cadangan lemak (Jellinek, 1970).
Kulit memiliki jenis yang berbeda3beda satu individu dengan individu
30 a. Kulit normal (normal skin)
Tipe kulit tersebut memiliki sifat lembab, lembut, warna dan bintik – bintik
pigment sehat. Pori – pori di sekitar pipi dan dagu terlihat lebar, dan
cenderung memiliki garis tipis sekitar mata, mulut, dan dahi.
b. Kulit berminyak/basah (oily skin)
Tipe kulit tersebut memiliki sekresi lemak dari kelenjar sebaseus yang
berlebihan dari dahi, hidung, dan dagu. Pori – pori kulitnya sangat lebar, dan
cenderung berkeringan berlebihan di sekitar hidung, dan memiliki sifat kimia
sangat alkali.
c. Kulit kering (dry skin)
Tipe kulit tersebut bertekstur sangat halus, mudah mengerut, dan memiliki
garis tipis pada daerah mata, dahi dan mulut yang lebih jelas. Kulit tersebut
sangat dipengaruhi oleh proses asimilasi tubuh terhadap makanan, dan
kelembabannya tergantung pada asupan nutrisi dan air ke dalam tubuh.
d. Kulit sangat kering (very dry skin)
Tipe kulit tersebut terlihat sangat halus, karena teksturnya sangat halus,
kadang mudah pecah atau terluka, sensitiv terhadap suhu, baik pada suhu
dingin maupun rendah. Kulit tersebut cenderung kehilangan kelembaban pada
wajah, dan garis kerutnya terlihat sangat tajam (Rawling,2002).
Kecantikan kulitdipengaruhi oleh keadaan keratinisasi (pigmentasi lebih
gelap) pada permukaan sel, aktivitas kelenjar sekresi, dan keadaan jaringan lemak.
31
menarik. Pada tingkatan yang lebih buruk menyebabkan kulit pecah3pecah dan
mudah teriritasi, atau bahkan terluka (Rawling, 2002).
Untuk menjaga kecantikan kulit, dibutuhkan nourishing cream dan
moisturizing lotion untuk menjaga kelembabannya. Kulit membutuhkan banyak
nutrisi selain dari asupan makanan, maka kulit juga membutuhkan nourishing
cream yang dapat dipakai sebagai tambahan nutrisi sekaligus lapisan pelindung
wajah baik dari sinar matahari, cuaca, suhu, bakteri, maupun kotoran. Untuk kulit
yang menua dengan kandungan air yang mulai hilang, dapat digunakan
moizturizing lotion untuk memperlambat laju evaporasi kelembaban kulit.
Nourishing cream memiliki kandungan minyak sangat tinggi, sedangkan
moisturizing lotion memiliki kandungan minyak yang lebih ringan
(Rawling,2002).
Adanya penuaan kulit disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada
lapisan dermis. Kulit menjadi keriput karena hilangnya elastisitas serat kolagen
yang disebabkan oleh hilangnya kelembaban. Penuaan juga disebabkan oleh
meningkatnya pigmentasi kulit, nampak bintik3bintik coklat karena perubahan
sekresi estrogen pada ovarium. Banyaknya sinar matahari juga dapat memicu kulit
terlihat menjadi lebih tua. Adanya gejala penuaan kulit tersebut dapat dicegah
dengan penggunaan krim emollient dan moisturizing untuk menjaga kulit terluar
32 C.
Lotion merupakan media dengan viskositas rendah hingga medium, baik
untuk pengobatan maupun bukan untuk pengobatan yang diaplikasikan pada kulit
yang tertutup (tidak infeksi/luka terbuka). Kebanyakan lotion adalah emulsi
minyak dalam air walaupun lotion air dalam minyak juga diformulasikan. Lotion
diaplikasikan pada kulit luar, langsung dengan tangan, dengan kain bersih, kapas,
maupun kain kasa. Lotion berupa cairan emulsi atau suspensi yang mempunyai
efek melembabkan sehingga dapat diaplikasikan pada kulit yang mengelupas,
antara jari, dan kulit telapak (Allen, 2002).
Lotion bersifat lebih encer dibanding krim maupun salep, sehingga dapat
dengan mudah diaplikasikan pada daerah kulit yang berambut seperti kulit kepala.
Lotion juga mempunyai keuntungan dapat menyebar tipis dibandingkan krim atau
salep, sehingga dapat lebih luas menutup permukaan kulit (allen, 2002).
Lotion selain sebagai sediaan kosmetik, juga dapat digunakan sebagai
sediaan pengobatan kulit. Lotion sebagai sediaan obat dapat berupa antibiotik,
antiseptik, antifungi, sediaan kortikosteroid, obat jerawat, repelant nyamuk, dan
soothing agent (contoh : calamine) (Anonim, 2006a).
Komponen lotion terdiri dari fase cair dan fase minyak, serta emulgator
untuk mencegah kedua fase tersebut terpisah. Bahan tambahan pada lotion
umumnya berupa pengharum, glyserol, petroleum jelly, pewarna, pengawet,
protein, dan stabilizing agent (Anonim, 2006a).
Lotion yang berbasis alkohol sangat merugikan, karena adanya
33
cepat kering. Adanya alkohol yang berlebih juga akan menyebabkan fase minyak
dalam sistem emulsi memisah dan akan muncul di permukaan atau bahkan
mengendap di dasar wadah (Jellinek, 1970).
D. % )
Moisturizer adalah suatu campuran kompleks dari bahan kimia yang
secara khusus untuk membuat lapisan terluar kulit menjadi lebih lunak dan lebih
kenyal dengan meningkatkan (hidrasi) kandungan airnya (Anonim, 2006a).
Moisturizier bekerja pada lapisan terluar kulit, yang disebut stratum
korneum, yang sebagian besar dibentuk dari squamus cells atau keratinocytes.
Kebanyakan, agen yang terdapat dalam moisturizing tidak bisa menembus lapisan
yang lebih dalam seperti dermis dan hypodermis (Jellinek, 1970).
Moisturizier selain mencegah hidrasi pada kulit juga dapat memperbaiki
efek yang ditimbulkan dari hidrasi tersebut, yaitu dengan membentuk lapisan yang
mampu menghambat hilangnya kandungan air yang melewati epidermis,
memperbaiki kulit bersisik, kerusakan kulit akibat pengaruh lingkungan maupun
hormon (seperti jerawat), dan memperbaiki efek penuaan pada kulit (Jellinek,
1970).
Moisturizer adalah produk emollient yang diformulasikan secara khusus
sebagai krim yang bersifat non3greasy dan lotion yang dapat menyuplai pelunak
kulit yang melembabkan kulit kering. Produk ini biasanya digunakan sepanjang
hari, kadang3kadang digunakan sebelum memakai make up. Sedangkan produk
34
kekeringan. Jadi, kadang emollient sering disebut sebagai pelembut kulit,
pelembab kulit, pelicin, atau nourishing cream (Michael & Irene Ash,1997).
Moisturizer memberikan efek yang berbeda dengan emollient.
Moisturizer berefek menambah kelembaban kulit, sedangkan emollient cenderung
melembutkan kulit. Moisturizer sering digambarkan sebagai hasil produk jadi,
sedangkan emollient lebih dikenal sebagai komponen tunggal (Michael & Irene
Ash,1997).Dilihat dari aksi kerjanya, moisturizer dan emmolient memiliki dua
aksi kerja yang sama. Yaitu sebagai humectants dan occlusive. Sebagai humectant
dimana subtansinya dapat menembus stratum corneum untuk meningkatkan
kapasitas air yang berada di kulit. Dan sebagai occlusive dimana memberikan
lapisan minyak di permukaan kulit untuk memperlambat hilangnya air dan
meningkatkan kelembaban pada stratumcorneum (Anonim, 2006a).
Dalam penggunaannya, moisturizer juga dapat memberikan efek
samping seperti reaksi alergi terhadap beberapa komponen di dalamnya, iritasi
kulit, dermatitis kontak ditandai dengan kulit kemerahan, gatal – gatal, kulit
mengelupas, timbul sensasi seperti terbakar. Penggunaan ekstrak tanaman,
alkohol, dan protein mampu meningkatkan bahaya efek samping tersebut (Ansel,
1989).
E. Emulsi
Emulsiadalah sistem heterogen yang terdiri dari kurang lebih satu cairan
yang terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk “droplet” /”globul” dengan
35
substansi yang tidak dapat campur, dimana substansi yang satu terdispersi merata
ke dalam substansi yang lain (Anonim, 2006a).
Emulsi nampak berwarna keruh, bentuknya tidak stabil secaara
thermodinamika, karena sistem emulsi tidak terbentuk secara spontan. Sistem
emulsi dibuat melalui proses yang membutuhkan energi, seperti pengojogan,
pengadukan, homogenisasi, dan proses spray emulsion (Anonim,1993)
Emulsi terdiri dari fase terdispersi (fase internal), fase disperse (fase
eksternal), dan emulgatoragent sebagai penyangganya. Emulsi diaplikasikan untuk
pemberian minyak dan obat cair bersama, dengan tujuan menyamarkan bau, rasa,
dan penampilan yang tidak menyenangkan, bahkan kadang untuk mendukung
absorbsi pada obat3obat tertentu (Allen,2002).
Emulsidapat dibuat melalui beberapa metode, yaitu :
1. %* * $
Sering disebut metode gum basah dengan perbandingan minyak : air
: dan emulgator (2/4 : 2 : 1) untuk membentuk emulsi primer. Sedikit air
ditambah emulgator, diaduk sampai merata, lalu ditambah minyak sedikit
demi sedikit dengan pengadukan cepat, hingga kaku dan mengental, sisa air
yang ada ditambahkan dengan pengadukan yang lambat, lalu emulsi yang
telah terbentuk diaduk cepat hingga homogen.
2. ! * $
Sering disebut metode gum kering dengan perbandingan minyak : air
: emulgator (4 : 2 : 1) untuk membentuk emulsi primer. Emulgator dan minyak
36
terbentuk, maka tambahkan kelebihan air dan diaduk dengan cepat hingga
emulsi homogen terbentuk.
3. + * $
Metode ini dikhususkan untuk emulsi yang mengandung komponen
minyak menguap dan minyak encer untuk mencegah hilangnya kandungan
minyak tersebut. Emulgator ditambah minyak, lalu dikocok dalam botol
dengan cepat dan kuat, lalu ditambah sebagian air sama banyak dan dikocok
hingga emulsi primer terbentuk, kelebihan air ditambahkan dan terus dikocok
kuat hingga emulsi yang homogen terbentuk. Emulgator dan minyak tidak
dibiarkan kontak lebih lama, karena akan menyebabkan emulgatornya bersifat
waterproof.
4. + ! * $
Metode tersebut umumnya menggunakan emulgator sintetik.
Formula yang ada dibagi dua menurut kelarutannya, fase minyak dan fase air.
Masing – masing fase dipanaskan pada suhu 60° – 70° C, dan suhu tetap
dipertahankan. Fase internal emulsi dicampur ke dalam fase eksternal di atas
pemanas, lalu campuran tersebut diturunkan dari pemanas dan diaduk dengan
kecepatan sedang dan teratur hingga dingin dan terbentuk emulsi yang
homogen.
5. *! ! * $
Metode ini menggunakan variasi alat pisau pengaduk (impeller).
37 mixer, lalu proses pengadukan emulsi dilakukan sampai emulsi yang homogen
terbentuk.
6. (! $ * )
Metode ini dilakukan dengan memecah campuran cairan melalui
lubang inlet kecil yang ada dibagian bawah alat, dengan bantuan tekanan
tinggi. Aksi gesekan yang timbul menyebabkan globul minyak dan air
terpecah, sehingga kedua fase tersebut dapat tercampur homogen membentuk
emulsi. Alat ini disebut homogenizer (Allen,2002).
Sediaan emulsi tidak stabil dalam penyimpanan yang sangat lama, yaitu
lebih dari 30 hari setelah kemasan dibuka/dirusak. Setelah 30 hari kemasan dibuka
sistem emulsinya akan rusak, dan fase minyaknya dapat terpisah dari fase airnya.
Karena masa penyimpanannya yang singkat, maka banyak sediaan lotion di
pasaran dikemas untuk pemakaian tidak lebih dari 30 hari/1 bulan saja.
Fenomena ketidakstabilan yang dapat terjadi selama penyimpanan antara
lain, coalescen yaitu terpisahnya droplet 3 droplet kecil minyak maupun air yang
membentuk suatu droplet besar, yang kemudian muncul ke permukaan sehingga
nampak memisah dari sistem emulsinya. Fenomena yang lain adalah creaming
yaitu berpindahnya suatu fase keluar dari sistem emulsinya, kemudian memisah
baik ke atas maupun ke bawah tergantung dari bobot jenisnya. Dapat juga terjadi
cracking yaitu pecahnya suatu sistem emulsi, sehingga terlihat kedua fase tidak
tercampur dengan baik (Ansel, 1989).
Tipe emulsi ditentukan dari proporsi fase minyak dan fase air yang
38
banyak daripada fase minyaknya, maka fase minyak akan terdispersi ke dalam
fase air, sehingga disebut sebagai sistem minyak dalam air (o/w). Jika fase minyak
lebih banyak daripada fase airnya, maka fase air terdispersi ke dalam fase minyak,
sehingga disebut sebagai sistem air dalam minyak (w/o) (Jellinek,1970).
Emulsi yang menggunakan emulgator larut minyak akan membentuk
emulsi tipe (w/o), sedangkan emulsi dengan emulgator larut air akan membentuk
emulsi tipe (o/w). Sistem emulsi (o/w) kurang licin daripara emulsi (w/o), sebab
air sebagai fase eksternalnya. Emulsi (o/w) mudah larut dalam air dan mudah
dicuci dengan air. Selain itu, karena fase eksternalnya air, maka emulsi (o/w)
dapat menghantarkan listrik dengan baik (Jellinek,1970).
Tipe emulsi dapat diketahui melalui metode uji berikut :
1. $ ! * $
Pewarna larut air akan larut dalam emulsi o/w, sedangkan pewarna
larut minyak terlarut di dalam emulsi w/o. Untuk pewarna larut air umumnya
digunakan methylene blue, sedangkan untuk pewarna larut minyak digunakan
sudan III.
2. * $
Metode ini berdasarkan bahwa emulsi o/w dapat larut sempurna
dalam air, sedangkan emulsi w/o mudah larut dalam minyak. Sehingga untuk
menguji tipe emulsi, cukup dengan melarutkan emulsi uji ke dalam minyak
39
3. !%* %
Tipe emulsi w/o tidak dapat hilang dari permukaan kulit hanya
dengan pencucian dengan air murni, sedangkan emulsi o/w sangat mudah
dicuci dengan air. Untuk menguji tipe emulsi, bilas permukaan kulit yang
telah dioles lotion, apabila mudah dibilas maka tipe emulsi tersebut o/w, sebab
fase eksternalnya berupa air.
4. ! $ ,
Cairan polar merupakan penghantar listrik yang baik, sedangkan
lemak non3polar tidak dapat menghantarkan listrik. Tipe emulsi dapat dilihat
dari besarnya kemampuan konduktivitas (penghantar) listriknya.
Konduktivitas listrik tipe emulsi o/w lebih tinggi dibanding tipe emulsi w/o.
5. * $
Sejumlah emulsi dioleskan pada kertas filter, maka untuk tipe emulsi
o/w akan segera menyebar membentuk daerah basah yang luas di sekitar
olesan, namun untuk tipe emulsi w/o hanya menghasilkan daerah basah yang
sempit (Jellinek, 1970)..
Dalam sistem emulsi (o/w) membutuhkan kandungan asam lemak lebih
banyak dibanding sistem emulsi (w/o). Asam lemak tersebut mampu mencegah
adanya penguapan air yang berlebihan, sebab sistem emulsi (o/w) lebih banyak
mengandung fase air, sehingga zat aktif yang terdapat dalam lotion masih dapat
bertahan di permukaan kulit. Selain itu asam lemak dapat memberikan efek
40 F. Emulgator
Emulgator adalah surfaktan yang mengurangi tegangan antar muka
antara minyak dan air, meminimalkan energi permukaan dari droplet yang
terbentuk (Allen,2002). Emulgator dapat juga disebut agen pengental dan/atau
agen pengikat yang ditambahkan dalam formula untuk mengubah komposisi
fisisnya, dicampurkan ke dalam dua atau lebih bahan yang lain. Contohnya untuk
mengubah konsistensi dari bentuk sediaan lotion menjadi cream (Anonim,
2006a).
Dalam penyimpanan tipe emulsi dapat berubah, baik dari tipe emulsi
(o/w) ke tipe emulsi (w/o) maupun sebaliknya. Perubahan sistem ini tergantung
dari volume fraksi masing 3 masing fase, dan juga tergantung dari tipe emulgator3
ya. Karena baik fase emulsi maupun emulgator memegang peranan penting dalam
dispersi atau tidaknya masing – masing fase dalam sistem emulsi (Anonim,
41
Gambar 3. pembentukan sistem emulsi (diakses dari http://www.wikipedia/emulsifying_agent/pic).
Emulgator bekerja dengan membentuk film atau lapisan di sekeliling
butir3butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah
terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah
(Anief,2003). Pada gambar A menunjukkan dua fase cairan saling terpisah, tidak
membentuk emulsi. Gambar B menunjukkan suatu emulsi dimana fase II
terdispersi ke dalam fase I. Gambar C menunjukkan suatu emulsi yang tidak
stabil, dan akan segera memisah. Sedangkan gambar D menunjukkan surfaktan
(tepi lingkaran biru) menempatkan diri di antara permukaan kedua fase,
merupakan emulsi yang stabil (Lieberman, 2006).
Emulgator berupa molekul dengan salah satu ujungnya berupa
hidrokarbon non3polar, dan ujung lainnya polar. Bentuk molekul tersebut
memudahkan memegang kedua fase minyak dan fase air sehingga dapat
42
oleh besarnya muatan di permukaan antar fase, dan (penataan) packing dari
molekul emulgator itu sendiri (Lieberman, 2006).
Fungsi dari emulgator hampir sama dengan surfactant (Surface Active
Substances). Surfaktan juga berfungsi menurunkan tegangan permukaan dari
suatu larutan dan menurunkan tegangan antar muka antara dua larutan, namun
emulgator tidak berfungsi sebagai agen pembasah. Surfaktan dalam suatu emulsi
dapat meningkatkan stabilitas kinetika (Lieberman, 2006).
Efektifitas emulgator dapat dilihat dari tipe emulsi yang dihasilkan.
Pemakaian emulgatoragent sebaiknya tidak berlebihan, karena fungsinya menjadi
tidak efektif. Emulgator tersebut tidak akan berada pada permukaan antar fase,
tetapi justru akan naik membentuk lapisan terpisah dari sistem emulsinya
(Jellinek, 1970). Penggunaan campuran dua macam emulgator biasanya lebih
stabil dibanding penggunaan emulgator tunggal dengan menjumlahkan HLB
secara langsung. Emulgator dapat dicampurkan dengan perbandingan dan proporsi
yang sesuai (Allen,2002).
Emulgator yang larut dalam air memiliki rantai lemak lebih pendek, baik
untuk digunakan pada emulsi O/W. Emulgator yang baik untuk emulsi W/O
memiliki rantai lemak lebih panjang, sehingga larut dalam minyak (Anonim,
43 1. - % .! /0
Gambar 4. struktur molekul polysorbate 80 (diakses dari http://www.wikipedia/polysorbate/pic).
Polysorbate 80 memiliki nama sistematika polyoxyethylene (20)
sorbytan monooleate dan formula molekul C64H124O26, dengan berat molar
1310 g/mol, bobot jenis 1,06 – 1,09 g/mL, termasuk dalam fase minyak
(hydrophobe), viskositas sebesar 300 – 500 centistokes (Anonim, 2006a).
Polysorbate 80 merupakan ester oleat dari sorbitol dimana tiap
molekul anhidrida sorbitolnya berkopolimerisasi dengan 20 molekul
etilenoksida (anhidrida sorbitol : etilenoksida = 1:20). Polysorbate 80 berupa
cairan kental berwarna kuning muda sampai kuning sawo (Anonim, 1993),
berbau karamel yang dapat menyebabkan pusing (Greenberg, 1954), panas
dan kadang3kadang pahit (Anonim, 1993).
Polysorbate 80 sangat larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P
dan etilasetat P, tidak larut dalam parafin cair P (Anonim, 1993), tidak larut
dalam alkohol polihidrik (Greenberg, 1954). Polysorbate 80 mempunyai titik
44
dengan pH 2312 (Greenberg, 1954). Polysorbate 80 digunakan sebagai
emulsifier pada krim dan lotion, pelarut minyak esensial dalam air
(Greenberg, 1954).
Polysorbate 80 (Polysorbate 80) memiliki nilai HLB antara 9,63
16,7, dimana mempunyai sifar larut air, dapat terdispersi dalam air. Sehingga
lebih dominan berada pada fase air, dan cenderung membentuk emulsi O/W
(Allen,2002). Konsentrasi polysorbate 80 yang biasa digunakan sebagai
emulsifier tunggal pada emulsi tipe W/O sebesar 1315%. Sedangkan
polysorbate 80 yang dikombinasikan dengan emulsifier hidrofilik dalam
emulsi tipe O/W biasanya memiliki konsentrasi sebesar 1310% (Boylan,
Cooper, and Chowhan, 1986). Polysorbate 80 merupakan emulgator yang baik
untuk tipe emulsi O/W (Anonim, 1995).
2. . ! ! /0
Gambar 5. struktur . ! ! /0(diakses dari http://www.wikipedia/sorbytan/pic).
Sorbytan monooleate memiliki nilai HLB antara 1,838,6 dimana
bersifat larut minyak, dapat terdispersi dalam minyak. Dalam emulsi akan
dominan berada pada fase minyaknya dan cencerung membentuk emulsi w/o
45 Sorbytan monoaleate 80 (dikenal sebagai Sorbytan monooleate®
80) merupakan ester dari Sorbytan (turunan sorbitol) dan asam stearat,
termasuk dalam emulgator non3ionik, aroma seperti minyak kacang, dan
berwarna kuning sampai kecoklatan. Tersedia dalam bentuk cairan kental dan
umumnya digunakan sebagai emulgator dalam pembuatan makanan, kosmetik,
pestisida, dan plastik (Anonim, 2006a).
G. Sistem HLB
Sistem HLB ( Hydrophile Lipophile System ) biasanya digunakan untuk
menggambarkan karakteristik dari emulgator. Jika nilai HLB rendah, berarti
jumlah gugus hidrofilik pada emulgator kecil, sehingga sifat emulgator lebih
cenderung lipofil (larut minyak) daripada hidrofil (larut air) (Allen,2002).
Nilai HLB lebih dari 10 berarti bahwa emulgatornya bersifat hydrophilic
dan emulgatoryang baik untuk emulsi tipe O/W , sedangkan nilai HLB kurang
dari 10 berarti bersifat lipophilic dan emulgator yang baik untuk emulsi tipe W/O
(Allen,2002).
Suhu HLB yaitu suhu saat proses emulsifikasi terjadi yaitu sekitar 60° 3
70° C, dimana pada saat suhu ini sistem emulsi sangat stabil, hal ini berlaku untuk
semua jenis emulgator. Pada suhu yang lebih rendah, emulgator cenderung
melarut dalam fase air, sedangkan pada tingkat suhu yang lebih tinggi dari suhu
HLB emulgator akan cenderung bergabung dalam fase minyak. Untuk
mendapatkan emulsi dengan HLB optimal, maka dibutuhkan pemanasan suhu
46
Penggunaan emulgatoragent dapat berupa campuran dua macam
emulgatoragent. Adapun perhitungan HLB campurannya yaitu :
x : jumlah/volume emulgatoragent 1
y : jumlah/volume emulgatoragent 2
x + y : jumlah/volume total kedua emulgatoragent
A : nilai HLB emulgatoragent agent 1
B : nilai HLB emulgatoragent agent 2 (Allen,2002)
H. Gliserin
Gambar 6. struktur gliserin (diakses dari http://www.wikipedia/gliseryn/pic).
Gliserinatau glycyl alcohol mempunyai nama kimia propane31,2,33triol
dengan formula C3H5(OH)3, berat molekul 92,09382 g/mol, berat jenis 1,261
g/cm3, viskositas sebesar 1,5 Pa.s, titik didih 290° C, dan titik lebur 18° C (Anonim, 1993)
Gliserin berupa sirup cair, agak manis (sekitar 0.6 kali gula tebu),
bersifat higroskopis yaitu mengabsorpsi lembab dan H2S di udara. Gliserin dapat
campur dengan air dan alkohol. Satu bagian gliserin larut dalam 11 bagian etil
47
kloroform, CCl4, petroleum eter, dan minyak. Gliserin digunakan sebagai pelarut,
humektan, plasticizer, emollient, pemanis, bahan kosmetik, dan lubrikan
(Windholz, 1976).
Gliserin merupakan moisturizer alami dengan konsentrasi rendah yang
jika berada dalam konsentrasi tinggi dapat menyerap lembab. Gliserin dapat
membantu menjaga kondisi kulit yang biasanya digunakan dalam krim dan lotion
(Anonim, 2006a)
Gliserin banyak digunakan dalam lotion. Dalam sebuah penelitian
menyimpulkan, kadar gliserol kurang dari 1% tidak menunjukkan efektivitas
dalam melembabkan kulit (Rawling,2002). Gliserin digunakaan dalam preparasi
medis dan farmasetis, pada umumnya digunakan untuk meningkatkan kehalusan
dengan berperan sebagai lubrikan dan humektan, serta dapat menurunkan
tegangan intracranial, dan intraocular (Jellinek, 1970).
Dalam pembuatan sediaan topikal yang mengandung emollient
penggunaan gliserin dengan konsentrasi tinggi sangat dihindari, sebab kandungan
emollient dan gliserin dalam bersamaan dapat meningkatkan kekuatan
higroskopis. Adanya bahan higroskopik yang berlebihan tidak menarik lembab
dari udara untuk melembabkan kulit, justru sebaliknya akan menarik lembab dari
dari kulit dan akan menyebabkan kulit mengalami hidrasi berlebihan (Jellinek,
48 I. Asam Stearat
Gambar 7. struktur Asam Stearat (diakses dari http://www.wikipedia/stearic_acid/pic).
Asam stearat memiliki nama kimia octadecanoic acid, dengan formula
kimia CH3(CH2)16COOH, dengan berat molekul 284,47 g/mol, bobot jenis 0,847
g/cm3, titik lebut 69,6° C, titik didih 383° C, titik beku 49,5° C. Asam stearat asam lemak yang berasal dari lemak dan minyak dari tumbuhan dan hewan. Pada
umumnya tersedia dalam bentuk ester maupun garamnya (Anonim, 1995).
Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari
lemak, sebagian besar terdiri dari asam stearat (C18H36O2) dan asam palmitat
(C16H32O2) (Boylan et al.,1986) Pemeriannya keras mengkilat, hablur, putih atau
kuning pucat, dan mirip lemak lilin. Asam stearat praktis tidak larut dalam air
(Anonim,1979). Asam stearat mempunyai nilai HLB sebesar 15 (Rieger, 1996).
Asam stearat digunakan sebagai campuran pembuatan lilin, sabun,
plastik, crayon, dan kosmetik. Penggunaan bersama dengan ethylene glycol, glycol
stearate, dan glycol distearate dapat menghasilkan efek seperti mutiara pada
sediaan shampo, sabun, lotion, dan krim. Asam stearat dicampurkan dalam
formula dalam bentuk lunaknya, lalu setelah tercampur merata dibiarkan
49 J. Trietanolamin
Gambar 8. Struktur Trietanolamin (diakses dari http://www.wikipedia/triethanolamine/pic).
Trietanolamin memiliki nama IUPAC 2,2’,2”3Nitrilotriethanol biasa disingkat
TEA, rumus formulanya C6H15NO3, berat molekul 149,188 g/mol, bobot jenis
1,26 g/cm3, titik lebur 20,5° c, titik didih 335,4° C, titik uap 179° C. Merupakan senyawa amina yang memiliki 3 ikatan hidroksil, tergolong basa lemah, karena
memiliki pasangan elektron bebas pada atom nitrogen. (Anonim, 1995).
Trietanolaminadalah campuran alkanolamina terdiri dari sejumlah besar
trietanolamin [N(C2H4OH)3], dietanolamin [NH(C2H4OH)2], dan monoetanolamin
[NH2(C2H4OH)]. Bentuk cairan kental agak higroskopis, tidak berwarna sampai
kuning muda, bau amoniak. Dapat bercampur dengan air, dan dengan etanol, larut
dalam kloroform (Anonim, 1995).
Trietanolamin digunakan sebagai penyeimbang pH dalam sediaan
kosmetik seperti lotion untuk kulit, gel mata, moizturizers, shampo, dan krim
cukur. Trietanolamin berpotensi membentuk nitrosamine dengan konsentrasi
rendah, yang diketahui penggunaan dalam kosmetik sangat sulit menembus kulit
50
Hanya monoetanolamin murni yang mempunyai efek toksik yang nyata
jika terabsorpsi di kulit. Dietanolamin dan trietanolamin sangat tidak tosik jika
terabsorpsi di kulit (Boylan et al., 1986).
K. Metil Paraben
Gambar 9. Struktur Metil Parabean (diakses dari http://www.wikipedia/methyl_paraben/pic).
Metil paraben memiliki nama sistematis methyl 43hydroxybenzoate, dengan rumus
formula CH3(C6H4(OH)COO). Merupakan pengawet makanan dan kosmetik yang
mampu menghambat berkembangnya jamur (fungisida) (Anonim, 2007 ).
Metil paraben berbentuk serbuk hablur kecil, tidak berwarna, atau putih,
tidak berbau, memiliki sedikit rasa terbakar. Sukar larut dalam air, benzena, dan
kloroform, mudah larut dalam etanol dan eter (Anonim, 1995).
Paraben merupakan pengawet yang efektif di banyak formula. Paraben
dan bentuk garamnya umumnya digunakan sebagai bakterisida. Paraben dapat
ditemui dalam shampo, moisturizer, shaving gel, lubrikan, sediaan topikal dan
51
penggunaan paraben yang sudah sejak lama digunakan sebagai pengawet (Anger,
Rupp, Lo, and Takruri, 1996).
L. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial adalah pendekatan eksperimental kuno yang dilakukan
dengan meneliti efek dari suatu variebel eksperimental dengan menjaga variabel
lain konstan. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan
secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya yang signifikan.
Signifikan berarti perubahan dari level rendah ke level tinggi pada faktor – faktor
menyebabkan perubahan besar pada responnya.(Bolton, 1990)
Perencanaan percobaan faktorial (factorial design) merupakan suatu
metode rasional untuk menyimpulkan dan mengevaluasi secara obyektif efek dari
besaran yang berpengaruh terhadap kualitas produk. (Voigt, 1984)
Desain faktorial mengandung beberapa pengertian, yaitu faktor, level,
efek, respon. Faktor merupakan setiap besaran yang mempengaruhi respon.
(Voigt, 1984). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Efek adalah
perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau
interaksi merupakan rata – rata respon pada level tinggi dikurangi rata – rata
respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang
diamati. Respon yang diamati harus dikuantitatifkan (Bolton, 1990).
Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang
masing3masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan
52
mengetahui faktor dominan yang berpengaruh secara signifikan terhadap suatu
respon. Desain faktorial dengan dua faktor dalam suatu percobaan memberikan
pertanyaan sebagai berikut :
a. Apakah faktor A memiliki pengaruh yang signifikan terhadap suatu
respon?
b. Apakah faktor B memiliki pengaruh yang signifikan terhadap suatu
respon?
c. Apakah interaksi faktor A dan B memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap suatu respon? (Bolton, 1990)
Desain faktorial merupakan pilihan aplikasi persamaan regresi, yaitu
teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu
atau lebih variabel bebas. model yang dipilih dari analisis tersebut adalah model
matematika (Bolton, 1990).
Jumlah percobaan dalam desain faktorial adalah 2n, 2 menunjukkan
level dan n menunjukkan jumlah faktor. Langkah untuk percobaan faktorial terdiri
dari kombinasi semua level dari faktor. Desain percobaan yang paling sederhana
adalah percobaan dengan 2 faktor dan 2 level (22). Dari percobaan dengan desain
faktorial 22 dapat diperoleh persamaan dengan konsep :
Y = B0 + B1(X1) + B2(X2) + B12(X1)(X2)...(1)
dimana :
Y = respon hasil percobaan
X1, X2 = level, yang nilainya mulai (31) sampai (+1)
53
Untuk penerapan rumus ini diperlukan empat percobaan, yaitu X1 dan X2
pada level rendah, X1 pada level tinggi dan X2 pada level rendah, X1 pada level
rendah dan X2 pada level tinggi, X1 dan X2 pada level tinggi. Untuk
mempermudah perhitungan, level tinggi dari faktor diubah menjadi +1 dan level
rendah dari faktor diubah menjadi –1 (Bolton 1990).
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat
percobaan (2n = 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah
faktor). Yaitu formula (1) untuk percobaan I, formula (a) untuk percobaan II,
formula (b) untuk percobaan III, dan formula (ab) untuk percobaan IV.
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Formula 1 = faktor A level rendah, faktor B level rendah
Formula a = faktor A level rendah, faktor B level tinggi
Formula b = faktor A level tinggi, faktor B level rendah
54
Berdasarkan persamaan diatas, dengan substitusi secara matematis, dapat
dihitung besarnya efek masing3masing faktor, maupun efek interaksi dengan
menggunakan rumus :
Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki
efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam
menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing3masing faktor, maupun efek
interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian
jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1990).
Selain faktor dominan yang berpengaruh yang dapat diketahui dari metode ini,
dapat juga diketahui komposisi optimum melalui contour plot super imposed pada
level yang diteliti (Bolton, 1990).
M. % %% %%
Penelitian pancaindera (rasa pada kulit) dilakukan dengan cara
55
menilai. Sukarelawan mencoba formula pada lengan bawah bagian dalam dan
menilainya dengan angka (Garg,A et al., 2002)
Larutan, salep, krim dan krim dengan viskositas rendah (lotion)
dicobakan pada 29 sukarelawan sehat yang diberi sejumlah tertentu (0.1gram)
pada bagian perut yang diperkirakan merupakan pembawa yang paling baik dalam
terapi secara topikal (Garg,A et al., 2002). Sediaan tersebut diaplikasikan pada
kulit voulenter secara merata, dicuci dengan air, dan diamati hasil olesannya.
Perlakuan tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat
dioleskan dengan mudah, dapat menyebar merata, dan mudah menyerap, serta
memberikan efek melembabkan pada kulit.
N. Landasan Teori
Virgin Coconut Oli (VCO) dibuat dari daging buah kelapa segar tanpa
melalui proses pemanasan, mengandung asam laurat yang menurut hasil
penelitian ilmiah membuktikan bahwa asam laurat dalam tubuh manusia dapat
diubah menjadi monolaurin dan dapat menjadi paling kuat dalam membunuh
virus, bakteri, cendawan, dan protozoa. Minyak kelapa itu sendiri sudah sejak
lama digunakan pada kulit untuk melembutkan dan mengencangkan kulit, dan
lapisan lemak di bawahnya. Dapat juga digunakan untuk mencegah keriput, kulti
kendor, dan menghilangkan bercak – bercak penuaan. Pada rambut, minyak
kelapa digunakan untuk meningkatkan kesuburan dan memberikan penampilan
56
Negara tropis seperti Indonesia, masyarakatnya cenderung memiliki kulit
dengan tipe dry skin atau bahkan very dry skin. Kulit tersebut memiliki
penampilan yang kering, kusam, bersisik, memiliki garis keriput, tidak elastis, dan
mudah terkelupas. Hal ini disebabkan oleh hilangnya kelembaban dan kandungan
air dari dalam kulit akibat paparan panas dan sinar matahari yang berlebihan di
daerah tropis. Keadaan tersebut memicu terjadinya penuaan dini pada kulit, untuk
mengatasinya kulit harus diberi nutrisi dan suplai air yang cukup, dan dengan
mencegah hidrasi yang berlebihan pada permukaan kulit.
Sediaan moisturizer lotion dari VCO sangat tepat untuk mengatasi gejala
penuaan dini yang terjadi. Sediaan moisturizer mampu mengembalikan
kelembaban kulit dengan menarik lembab dari udara dan memasukkan ke dalam
stratum corneum (efek humectant), dan menjaga agar kelembabannya tidak
mudah menguap lagi (efek occlusive). Molekul VCO yang berukuran sangat kecil
mampu menembus lapisan kulit, sehingga sangat efektif memberikan lembab
(moist). Selain itu bentuk sediaan yang berupa lotion memudahkan kita dalam
pemakaian, tidak begitu encer seperti minyak murni, namun juga tidak begitu
kaku dan lengket seperti krim atau salep.
Sediaan lotion tersebut dibuat dengan sistem emulsi O/W (oil in water)
agar lotion nyaman digunakan setiap hari dan mudah dibilas dengan air. Stabilitas
fisik emulsi didefinisikan sebagai kondisi emulsi dimana kedua fase cairnya saling
terdistribusi satu sama lain secara merata, tidak terjadi pemisahan fase. Bila terjadi
droplet besar fase terdispersi terpisah dari medium dispersinya maka dapat