• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi komposisi polysorbate 80 dan sorbitan monooleat 80 sebagai emulsifying agent formula moisturizing lotion Virgin Coconut Oil (VCO) aplikasi desain faktorial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi komposisi polysorbate 80 dan sorbitan monooleat 80 sebagai emulsifying agent formula moisturizing lotion Virgin Coconut Oil (VCO) aplikasi desain faktorial"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

1 OPTIMASI KOMPOSISI POLYSORBATE 80 DAN SORBITAN

MONOOLEAT 80 SEBAGAI DALAM

FORMULA MOISTURIZING LOTION VIRGIN COCONUT OIL ( ): APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Shinta Dian Asmara NIM: 038114110

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

4

Karya kecil ini kupersembahkan bagi:

Allah SWT pembimbing jalan hidupku.

Ayah dan Ibuku atas kasih sayang, harapan, dan doa

Kakakku : Shantanu dan Shanti

(5)
(6)

5 PRAKATA

Puji syukur dihaturkan kepada Allah SWT, yang telah memberkahi

penulis, dan senantiasa membimbing hingga penulis akhirnya dapat

menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Farmasi (S.Farm). Skripsi ini berjudul Optimasi Komposisi Polysorbate 80 dan

Sorbitan Monooleat 80 sebagai Emulsifying Agent dalam Formula Moisturizing

Lotion Virgin Coconut Oil (VCO) : Aplikasi Desain Faktorial.

Selama proses penelitian hingga penyusunan skripsinya, banyak sekali

orang yang telah turut berperan bagi penulis, baik dalam dukungan moral,

material, saran dan kritik. Kesuksesan penulis tidak berarti apapun tanpa

dukungan dari mereka semua. Oleh karenanya, pada kesempatan ini penulis

hendak mengucapkan terimakasih dan hormat bagi mereka semua. Adapun pihak3

pihak yang membantu penulis antara lain:

1. Ibu Sri Hartati Yuliani,M.Si.,Apt. selaku pembimbing yang telah

memberikan banyak sekali arahan, saran, dan kritik yang sangat memacu

semangat penulis.

2. Bapak Ign.Y.Kristio Budiasmoro,M.Si., selaku pembimbing akademik yang

tak pernah berhenti membangun semangat penulis, terima kasih untuk semua

nasehat dan bimbingan spiritualnya.

3. Segenap staf dan karyawan laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Cair

Semipadat atas kemudahan sarana, bimbingan dan bantuan selama di bekerja

(7)

6

4. Para responden, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang ikut

berpartisipasi dalam subjective assessment yang penulis lakukan.

5. Semua teman yang telah memberikan pertolongan dan dukungan; yang

selalu ada saat dibutuhkan. Secara khusus, teman3teman seperjuangan:

Willy, Shinta Lucia, Erma, Marlinna, Yenny, Ratna, Tirza, Eva, Reni.

6. Para sahabat : Icha, Rini, Nurwi, Donny, Gallaeh, Ankga, Surya, Rinto

tanpa kalian aku bukan apa3apa. Secara khusus untuk teman3teman ’Toto3

Yank’,,aku bangga jadi bagian dari kalian.

7. Secara khusus, terima kasihku untuk Randy Rosdana yang senantiasa

membantu dan menemani dalam proses penyusunan, yang mampu

mendongkrak semangatku kembali.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu

penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Pada akhirnya penulis ingin mengungkapkan bahwa skripsi ini masih

memiliki kekurangan3kekurangan. Untuk itu penulis membuka diri terhadap

semua saran dan kritik yang membangun. Akhir kata semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya, dan bagi bidang farmasi pada

khususnya.

(8)
(9)

8 INTISARI

Penelitian mengenai Optimasi Komposisi Polysorbate 80 dan Sorbitan monooleat 80 sebagai Emulsifying Agent dalam Formula MoisturizingLotion dari Virgin coconut Oil (VCO): Aplikasi Desain Faktorial telah dilakukan. Penelitian

ini bertujuan untuk: mengetahui manakah di antara Polysorbate 80, Sorbitan monooleat dan interaksinya yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas krim, mengetahui komposisi optimum dari emulsifying agent yang dapat

menghasilkan sifat fisik lotion yang dikehendaki.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni, dengan menggunakan metode desain faktorial. Optimasi dilakukan dengan melihat parameter sifat fisik lotion yang meliputi daya sebar dan viskositas setelah pembuatan, dan % stabilitas lotion setelah penyimpanan satu bulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Sorbitan monooleat 80 dominan dalam mempengaruhi daya sebar, viskositas setelah pembuatan, dan stabilitas lotion. Perubahan viskositas selama penyimpanan dipengaruhi secara dominan oleh interaksi Polysorbate 80 dan Sorbitan monooleat 80. Pada contour plot super imposed dapat ditemukan area komposisi optimum emulsifying agent pada level

penelitian yang menghasilkan karakter fisik lotion yang dikehendaki. Area tersebut diprediksi sebagai formula optimum Moisturizing Lotion Virgin Coconut Oil terbatas pada jumlah bahan yang diteliti.

Kata kunci :Virgin Coconut Oil, emulsifying agent, Polysorbate 80, Sorbitan

(10)

9

The research about Optimization of Polysorbate 80 and Sorbitan Monooleat 80 Composition as Emulsifier in Moisturizing Lotion Formula of Virgin Coconut Oil (VCO) : Factorial Design Application is held. This research hold to determine which of the factors: Polysorbate 80, Sorbitan Monooleat 80, and their interaction which predominantly affects the physical properties dan physical stability, to determine the emulsifier’optimum composition which results wanted physical properties.

This research was a pure experimental research, using the factorial design method. The optimization was done by measuring lotion’s physical properties including spreadability, lotion viscosity after preparation, and lotion’s physical stability which is the viscosity change after 1 month of storage.

The results of this research exhibit that Sorbitan Monooleat 80 predominantly affects spreadability, lotion viscosity after preparation, and stability of lotion. Viscosity change was affected predominantly by interaction of Polysorbate 80 and Sorbitan Monooleat 80. At the contour plot super imposed graphic, there was a emulsifier’ optimum composition area at the research level, which results wanted physical properties. That area was estimated as the optimum formula of Moisturizing Lotion of Virgin Coconut Oil (VCO).

(11)

10 DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan Masalah ... 3

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Virgin Coconut Oil ... 6

(12)

11

C. Lotion ... 15

D. Moisturizer ... 17

E. Emulsi. ... 18

F. Emulsifying Agent ... 23

1. Polysorbate 80 ... 26

2. Sorbitan monooleat 80 ... 27

G. Sistem HLB ... 28

H. Gliserin. ... 29

I. Asam Stearat ... 31

J. Trietanolamina ... 32

K. Metil Paraben ... 33

L. Metode Desain Faktorial ... 34

M. Sensory Assessment ... 37

N. Landasan Teori ... 38

O. Hipotesis ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 25

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 42

B. Variabel Penelitian ... 42

C. Definisi Operasional ... 43

D. Alat dan Bahan ... 46

E. Tata Cara Penelitian ... 47

1. Formula ... 47

(13)

12

F. Analisis Data dan Optimasi ... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Pembuatan Lotion Virgin Coconut Oil ... 53

B. Penentuan Tipe Emulsi Lotion Virgin Coconut Oil ... 56

C. Sifat Fisik dan Stabilitas Lotion Virgin Coconut Oil ... 63

D. Optimasi Formula ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87

LAMPIRAN ... 90

(14)

13 DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor

dan dua level ... 36

Tabel II. Rancangan desain faktorial Polysorbate 80 dan Sorbitan monooleat 80...48

Tabel III. Jumlah bahan yang digunakan...49

Tabel IV. Hasil pengukuran sifat fisik lotion VCO...64

(15)

14 DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Penampang kulit ... 10

Gambar 2. Penampang lapisan epidermis ... 11

Gambar 3. Pembentukan sistem emulsi... 24

Gambar 4. Struktur molekul polysorbate 80 ... 26

Gambar 5. Struktur Sorbitan Monooleat 80 ... 27

Gambar 6. Struktur gliserin ... 29

Gambar 7. Struktur Asam Stearat ... 31

Gambar 8. Struktur Trietanolamin ... 32

Gambar 9. Struktur Metil Parabean ... 33

Gambar 10. Gambar penampilan fisik lotion VCO setelah ditambah dengan fase eksternal berlebih ... 57

Gambar 11. Gambar penampilan fisik lotion VCO setelah ditambah dengan fase eksternal berlebih dan diaduk merata ... 58

Gambar 12. Gambar penampilan fisik lotion VCO setelah ditambah dengan zat warna yang larut dalam fase eksternal ... 59

Gambar 13. Gambar penampilan fisik lotion VCO setelah ditambah dengan zat warna yang larut fase eksternal ... 60

Gambar 14. Gambar kertas saring yang ditetesi dengan lotion VCO ... 61

Gambar 15. Gambar kertas saring yang telah dikeringkan setelah dioleskan dengan lotion VCO ... 62

(16)

15

Gambar 16(b). Grafik hubungan daya sebar3Sorbitan monooleat 80 ... 67

Gambar 17(a). Grafik hubungan viskositas3Polysorbate 80 ... 70

Gambar 17(b). Grafik hubungan viskositas3Sorbitan monooleat 80 ... 70

Gambar 18(a). Grafik hubungan pergeseran viskositas3Polysorbate 80 ... 73

Gambar 18(b). Grafik hubungan perubahan viskositas3Sorbitan monooleat 80 ... 73

Gambar 19(a). Grafik hubungan stabilitas lotion3Polysorbate 80 ... 77

Gambar 19(b). Ggrafik hubungan stabilitas lotion3Sorbitan monooleat 80 ... 77

Gambar 20. Contour plot daya sebar lotion ... 80

Gambar 21. Contour plot viskositas lotion ... 81

Gambar 22. Contour plot pergeseran viskositas lotion ... 83

Gambar 23. Contour plot stabilitaslotion ... 84

(17)

16 DAFTAR TABEL

Halaman

Lampiran 1.Data penimbangan ... 88

Lampiran 2. Data Fisis Lotion ... 89

Lampiran 3. Perhitungan Persamaan desain Faktorial ... 95

Lampiran 4. Persamaan Regresi ... 99

Lampiran 5. Penampang Virgin Coconut Oil ... 107

(18)

17 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelapa merupakan salah satu buah tropis Indonesia yang memiliki

berbagai manfaat. Bagian yang sangat bermanfaat sebagai pengobatan penyakit

dan perawatan kulit yaitu minyaknya yang dihasilkan dari daging buah kelapa.

Minyak kelapa atau minyak klentik sudah lama dikenal masyarakat tropis sebagai

kosmetik untuk melembutkan, melembabkan kulit, dan melebatkan rambut.

Di negara tropis seperti Indonesia masyarakatnya cenderung berkulit

kering, karena adanya pemanasan oleh paparan sinar matahari yang berlebihan.

Untuk mencegah kekeringan tersebut, minyak kelapa sering digunakan sebagai

krim perawatan kulit yang memberikan efek melembabkan kulitnya kembali.

Minyak kelapa yang diolah tanpa pemanasan yang disebut VCO (Virgin

Coconut Oil) akan memberikan efek yang baik pada semua jaringan tubuh,

khususnya jaringan ikat yang memberikan elastisistas pada kulit. Struktur molekul

VCO yang sangat kecil memudahkan kulit dan rambut untuk menyerapnya. Selain

itu VCO juga sangat baik untuk melembutkan kulit yang kasar dan keriput,

sehingga minyak ini sering digunakan pada kulit untuk mencegah penuaan dini

(Sukartin, 2005).

VCO memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang paling tinggi (92%)

dibanding minyak kelapa biasa, sehingga lebih tahan terhadap ketengikan yang

(19)

18

dapat lebih stabil pada penyimpanan dibanding minyak kelapa biasa bila dibuat

dalam sediaan semi3solid seperti lotion. Selain itu VCO mengandung asam laurat,

asam kaprat, yang bersifat sebagai antibakteri yang dapat menambah kestabilan

terhadap kontaminasi mikroba pada penyimpanan (Mary Enig,2001). Kandungan

asam lemak jenuh dalam minyak kelapa didominasi oleh asam laurat sebesar 44 3

52 % (Sukartin,2005).

Penggunaan sabun sebagai pelembab secara konsisten cenderung

menginduksi kulit menjadi kering. Sedangkan lotion biasanya digunakan setelah

penggunaan sabun untuk mendapatkan kelembaban kulit kembali (Rawling,2002).

Sediaan lotion cocok digunakan untuk kulit daerah tropis yang cenderung kering,

karena lotion dapat menjaga kelembaban kulit lebih lama.

Lotion VCO diformulasikan sebagai emulsi dengan sistem minyak dalam

air (O/W) dimana fase minyak terdispersi merata dalam fase airnya. Karena

medium dispersi pada emulsi ini merupakan fase air yang bersifat larut air, maka

lotion tersebut dapat mudah tercuci air. VCO ini tidak diformulasikan dalam

bentuk krim maupun unguenta, sebab akan terasa tidak nyaman bila diaplikasikan

pada kulit setiap hari. Sedangkan penggunaan sediaan minyak tanpa

diformulasikan dalam bentuk lain akan terasa sangat lengket dan licin pada kulit.

Hal tersebut menjadi alasan diformulasikannya lotion VCO.

Dalam formulasi tersebut digunakan kombinasi emulgatoragent

Polysorbate 80 yang memiliki sifat fisis kental namun larut dalam fase air, dan

Sorbytan Monooleate 80 yang berupa minyak kental, beraroma seperti minyak

(20)

19

menentukan sifat fisis dari sediaan lotion yang akan dihasilkan. Parameter sifat

fisis yang akan diukur antara lain daya sebar, viskositas, pergeseran viskositas,

dan persen stabilitas. Sedangkan penentuan efek moisturizer lotion dilakukan

dengan menggunakan metode sensory assessment. Metode ini diharapkan dapat

memberikan gambaran efek moisturizer dan kenyamanan lotion saat digunakan

konsumen.

Kombinasi Polysorbate 80 dan Sorbytan Monooleate 80 dioptimasi agar

didapatkan lotion Virgin Coconut Oil yang optimal baik dari segi kualitas fisik

dan kestabilan lotion. Pada dasarnya Polysorbate 80 cenderung larut dalam air,

dan merupakan emulgator yang baik untuk sediaan lotion bentuk emulsi tipe O/W,

sehingga menghasilkan sediaan lotion yang sangat encer. Sedangkan Sorbytan

Monooleate 80 larut dalam minyak dan sulit larut dalam air. Emulgator tersebut

cenderung membentuk sediaan lotion yang sangat kental menyerupai bentuk

sediaan krim. Oleh karena itu, kedua emulgator dengan dua sifat berbeda tersebut

dikombinasikan agar didapatkan komposisi masing – masing emulgator yang

optimal untuk sediaan lotion yang tidak terlalu encer dan tidak terlalu kental.

Kombinasi kedua emulgator tersebut dioptimasi dengan metode desain

faktorial agar didapatkan sediaan optimal dan acceptable. Desain faktorial

merupakan salah satu metode optimasi formula. Metode ini merupakan aplikasi

persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara variabel respon dengan

satu atau lebih variabel bebas. Persamaan desain faktorial : Y = B0 + B1(X1) +

B2(X2) + B12(X1)(X2). Melalui persamaan ini dapat dibuat contour plot dijadikan

(21)

20

sebatas level emulgator yang diteliti. Metode ini dapat menjelaskan efek tiap3tiap

faktor maupun interaksi antar faktor secara langsung (James, 1999).

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang diangkat

penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Manakah di antara emulgatoragent Polysorbate 80, dan Sorbytan

Monooleate 80, maupun interaksi keduanya yang lebih dominan dalam

menentukan sifat fisik dan efek moisturizer lotion Virgin Coconut Oil?

b. Dapatkah ditemukan area komposisi optimum Polysorbate 80 dan

Sorbytan Monooleatee 80 dengan sifat fisik lotion yang dikehendaki

dalam pembuatan lotion Virgin Coconut Oil?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian

tentang optimasi formula dari lotion moisturizer Virgin Coconat Oil dengan

menggunakan kombinasi emulgatoragent Polysorbate 80 dan Sorbytan

Monooleate 80 belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang bentuk sediaan lotion

dengan zat aktif yang berasal dari minyak nabati dengan menggunakan

emulgatoragent yang berupa Polysorbate 80 dan Sorbytan Monooleate

(22)

21

b. Manfaat praktis

Menghasilkan bentuk sediaan kosmetik berupa lotion Virgin Coconut Oil

yang berkhasiat sebagai moisturizer, praktis, dan dapat diterima oleh

masyarakat.

c. Manfaat metodologis

Mengetahui efek dominan yang menentukan sifat fisik dan efek

moisturizer lotion, mengetahui formula optimum berdasarkan contour plot

superi mposed sifat fisik lotion dan efek moisturizer lotion.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan lotion

dengan zat aktif Virgin Coconut Oil yang mempunyai sifat fisik yang stabil

dan dapat memberikan efek moisturizer pada kulit.

2. Tujuan khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah :

a. Mengetahui pengaruh Polysorbate 80, dan Sorbytan Monooleatee 80,

maupun interaksi keduanya yang lebih dominan dalam menentukan sifat

fisik dan efek moisturizer lotion Virgin Coconut Oil.

b. Mengetahui area komposisi optimum Polysorbate 80 dan Sorbytan

Monooleatee 80 pada contour plot superimposed sifat fisik lotion dalam

(23)

22 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan salah satu hasil olahan dari buah

kelapa (Cocos nucifera). VCO hanya dapat diperoleh dari pengolahan daging

kelapa segar atau disebut non kopra. Penggunaan bahan3bahan kimia dan panas

yang tinggi tidak digunakan pada pemurnian lebih lanjut seperti halnya pada

minyak kelapa biasa (Shivaly,2005).

VCO memiliki sifat fisik berwarna jernih hingga kekuningan, dengan

rasa dan aroma khas kelapa. VCO yang berkualitas tinggi harus tidak memiliki

residu, dan tidak beraroma asap. Minyak tersebut memiliki titik beku pada 20° –

25° C dan menguap pada suhu 170° C (350° F). Asam lemak yang terkandung di

dalamnya antara lain asam laurat 45,1 3 53,2 % ; asam miristat 16,8 3 21%; asam

palmitat 7,5 310,2 %; asam oleat 5,0 3 10,0%; asam linoleat 1,0 – 2,5%; asam

kuprat 5,0 – 8,0%; dan asam lemak yang lain (Shivaly, 2005).

VCO merupakan minyak kelapa yang diolah tanpa pemanasan atau

dengan pemanasan terbatas sehingga dihasilkan minyak jernih (bening) dan

beraroma khas kelapa. Pembuatan VCO yang dibuat tanpa pemanasan

menggunakan teknik fermentasi atau teknik minyak pancing. Pemanasan terbatas

menggunakan suhu antara 60°380°C dilakukan untuk menghasilkan VCO karena

jika dipanaskan hingga lebih dari 100°C akan dihasilkan minyak yang berwarna

(24)

23

sifat aslinya, pembuatan VCO tidak melalui proses kimiawi seperti penjernihan,

pemutihan, dan pengharuman. Dalam prosesnya selalu mempertahankan kadar

vitamin dan mineral yang terkandung di dalamnya (Anonim, 2006b).

VCO mengandung asam laurat, asam kaprat, dan asam lainnya yang

bersifat sebagai antibakteri. Karena asam laurat dapat membunuh berbagai jenis

mikroorganisme yang membran selnya berasal dari asam lemak. Dari hasil

penelitian ilmiah telah terbukti bahwa asam laurat dalam tubuh manusia dirubah

menjadi monolaurin, sebuah senyawa monogliserida yang bersifat anti virus, anti

bakteri, anti protozoa dan anti fungal (Sukartin, 2005).

VCO dapat diperoleh melalui 3 metode yang umum dilakukan, yaitu :

1.

Daging buah kelapa segar dikeringkan hingga benar – benar kering

seperti kopra, lalu kelapa kering tersebut dihaluskan, dan diperas diambil

minyaknya. Lalu minyak dari kelapa kering tersebut ditekan (di –press)

kembali menggunakan mesin dengan tekanan yang sangat tinggi, sehingga

didapatkan minyak murni (VCO) 3nya. Proses pengeringan disini digunakan

panas yang rendah agar minyak murni yang didapatkan tidak hitam (gosong).

2.

Pada metode ini, daging buah kelapanya tidak dikeringkan, sehingga

minyak yang didapatkan diekstrak langsung dari buah segarnya. Buah kelapa

segar dihaluskan, lalu diperas dan diambil santannya, yang sering disebut

“coconut milk”. Minyaknya didapatkan dengan cara memisahkan antara fase

(25)

24

sulit, sehingga dibutuhkan beberapa cara seperti dengan pendidihan,

fermentasi, pembekuan, pemberian enzim, dan sentrifugasi.

3. !

Metode ini merupakan cara tradisional. Santan yang diambil langsung

dari daging buah kelapa segar difermentasikan selama 1 – 3 hari dengan

bantuan penambahan enzim fermentasi. Selama proses tersebut, fase air akan

terpisah dari fase minyaknya. Kemudian minyak yang telah terpisah tersebut

dipisahkan dan dipanaskan dengan pemanasan sedang di bawah titik didihnya

selama 10 – 15 menit. Pemanasan tersebut bertujuan untuk menghilangkan

kandungan air dan kelembabannya. Setelah dipanaskan, minyak tersebut

disaring berkali – kali hingga didapatkan minyak yang jernih, dengan bau khas

kelapa, dan tidak berasa (Anonim, 2006c).

VCO memiliki banyak kegunaan baik dalam pengobatan maupun

kecantikan. VCO merupakan moisturizer sempurna, karena dapat digunakan

untuk menghaluskan kulit normal maupun kulit bersisik yang mudah terinfeksi.

Selain itu dapat mencegah munculnya jerawat dan komedo, serta dapat digunakan

sebagai lip balm. Penggunaan VCO secara teratur dapat membuat kulit terlihat

lebih muda, karena dapat menarik jaringan kulit yang mengerut, serta dapat

mengangkat sel kulit yang mati, sehingga mencegah garis keriput wajah. VCO

dapat mencegah kerusakan kulit akibat sinar matahari, kemampuan

antioksidannya dapat mencegah penuaan dini, dan bintik – bintik hitam yang

menyebabkan kanker kulit. VCO memiliki kemampuan sebagai antimikroba,

(26)

25 Chain Fatty Acids) yang terkandung di dalamnya akan membentuk lemak bebas

dan mampu melawan bakteri, virus dn jamur (Anonim, 2006b).

B. "

Kulit terdiri dari lapisan sel yang bermacam jenis, yang membentang

secara paralel saling bertumpuk satu sama lain membentuk permukaan (Jellinek,

1970). Kulit merupakan organ terluas yang menutupi seluruh permukaan tubuh.

Kulit memiliki kekakuan yang bervariasi di setiap bagian yang berbeda. Daerah

yang paling kaku dan tebal adalah telapak kaki dan telapak tangan serta sela3sela

jari. Kulit menjadi lebih tipis dan berkeriput pada usia tua dan kelihatan

kekuningan bahkan keabu3abuan, sering disebut penuaan kulit. Pada kulit wajah,

sel3selnya sangat tipis, sehingga memungkinkan sediaan kosmetik dapat

berpenetrasi ke dalam sel (Allen, 2002).

Kulit berfungsi sebagai pelindung tubuh dari pengaruh luar baik secara

fisik maupun imunologik. Kulit juga berperan penting dalam interaksi antar

individu dengan lingkungan, karena merupakan indera yang sensitive terhadap

sentuhan yang kadang membuat perasaan emosional (Rawling,2002). Kulit

membentuk lapisan berupa jaringan epitel, yang melindungi organ, pembuluh

darah dan otot yang ada di bawahnya. Fungsi utama kulit yaitu sebagai pengatur

suhu tubuh dan sirkulasi kelembaban, serta sintesis vitamin D dan vitamin B

(27)

26

Gambar 1.penampang kulit manusia (diakses dari http://www.wikipedia/skin/pic).

Kulit terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu :

1. # $ %

Merupakan lapisan kulit yang paling luar, membentuk lapisan

waterproof dan bertindak sebagai barrier terhadap infeksi, dan membentuk

lapisan epitel skuamosa. Epidermis terdiri dari pembuluh darah yang memberi

nutrisi untuk lapisan dermis di bawahnya. Tipe sel yang membentuk lapisan

epidermis yaitu keratinosit, melanosit, sel Langerhans , dan sel Merkels. Sel

tersebut dibentuk memalui proses mitosis yang terjadi di lapisan basal.

Epidermis tersusun atas stratum corneum, stratum lucidum, Rein’s barrier,

stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum germinativum (Allen,

(28)

27 Gambar 2. penampang lapisan epidermis (diakses dari

http://www.wikipedia/skin/pic).

Stratum corneum berada pada lapisan paling luar dari epidermis,

sehingga suatu bentuk sediaan topikal harus dapat melewati stratum corneum

sebelum menimbulkan efek yang diinginkan. Stratum corneum merupakan

lapisan sel corneal (sel tanduk) yang datar dan tidak berwarna, tanpa inti sel

sehingga disebut sebagai sel mati. Lapisan ini mempunyai kelembaban rendah

(sekitar 10%). Walaupun kelembabannya rendah, tapi berperan penting dalam

menentukan kelembutan dan fleksibilitas kulit. Permukaan stratum corneum

tertutup oleh sebum dan keringat. Sebum ini berfungsi untuk menjaga

fleksibilitas kulit dan mengatur kelembaban lapisan kulit yang berada di

bawahnya (Jellinek, 1970). Sel kulit mati yang ada pada stratum corneum,

selalu digantikan dengan sel kulit baru dari stratumgerminativum sekitar 1300

(29)

28

dapat membantu menjaga hidrasi kulit, dengan mencegah penguapan

kandungan air (Allen, 2002).

Stratumlucidum berada di bawah stratumcorneum, yang merupakan

kumpulan dari droplet – droplet cairan minyak yang disebut eleidin. Lapisan

ini menebal di daerah telapak tangan dan telapak kaki (Jellinek, 1970).

Lapisan ini tipis, berwarna jernih, dan cenderung transparan di bawah

mikroskop. Setiap sel keratinositnya terisi oleh cairan minyak (eleidin) yang

dihasilkan dari pecahnya lysosome, sehingga membentuk lapisan yang tahan

air (Jellinek, 1970)

Stratum granulosum berada diantara stratum lucidum dan stratum

spinosum yang terdiri dari 1 – 3 sel skuamosa sehingga terlihat lebih tebal

(Anonim, 2007 l). Sel pada lapisan ini memiliki inti yang berupa substansi

padat (keratohyalin) dalam protoplasmanya sehingga terlihat lebih keruh.

Keratohyalin disini berfungsi untuk memantulkan sinar yang mengenai kulit,

dan nantinya akan membentuk keratin (Jellinek,1970).

Stratum spinosum merupakan lapisan yang terdiri dari sel kuboid.

Sel yang berdekatan bergabung dengan desmosome memberikan tampilan

lapisan berduri (spiny), yang menyebabkan kulit lebih tahan terhadap abrasi

(Anonim, 2007 l). Sel pada lapisan ini dapat terlihat dengan mudah, karena di

dalam intinya terkandung granul pigmen warna coklat yang disebut melanin

(jellinek, 1970).

Stratum basale/germinativum merupakan lapisan keratinosit yang

(30)

29

berupa sel epitel columnar yang berbentuk silinder. Sekitar 25% sel berupa

melanosit yang akan memproduksi pigmen melanin yang mewarnai kulit dan

rambut (Jellinek, 1970).

2. % & '

Terdiri atas jaringan pengikat dan serabut kolagen yang menentukan

elastisitas kulit. Antara epidermis dan corium dihubungkan dengan lapisan

papiler yang akan menjadi pipih seiring bertambahnya usia sehingga elastisitas

kulit berkurang. Pembuluh darah kapiler dan ujung saraf terdapat pada bagian

corium, tepatnya pada lapisan retikuler (Jellinek, 1970).

Lapisan ini mengandung banyak ujung saraf yang mendukung indera

peraba dan panas. Di dalamnya terdapat folikel rambut, kelenjar keringat,

kelenjar sebaceous, kelenjar apocrine, dan pembuluh darah. Pembuluh darah

tersebut mensuplai nutrisi dan menghilangkan kotoran dari sel itu sendiri

(Jellinek, 1970).

3. ( # $ %

Terdiri atas jaringan pengikat yang mengandung banyak sel adipose

yang berfungsi sebagai pelindung organ dari benturan mekanik dan sebagai

tempat cadangan lemak (Jellinek, 1970).

Kulit memiliki jenis yang berbeda3beda satu individu dengan individu

(31)

30 a. Kulit normal (normal skin)

Tipe kulit tersebut memiliki sifat lembab, lembut, warna dan bintik – bintik

pigment sehat. Pori – pori di sekitar pipi dan dagu terlihat lebar, dan

cenderung memiliki garis tipis sekitar mata, mulut, dan dahi.

b. Kulit berminyak/basah (oily skin)

Tipe kulit tersebut memiliki sekresi lemak dari kelenjar sebaseus yang

berlebihan dari dahi, hidung, dan dagu. Pori – pori kulitnya sangat lebar, dan

cenderung berkeringan berlebihan di sekitar hidung, dan memiliki sifat kimia

sangat alkali.

c. Kulit kering (dry skin)

Tipe kulit tersebut bertekstur sangat halus, mudah mengerut, dan memiliki

garis tipis pada daerah mata, dahi dan mulut yang lebih jelas. Kulit tersebut

sangat dipengaruhi oleh proses asimilasi tubuh terhadap makanan, dan

kelembabannya tergantung pada asupan nutrisi dan air ke dalam tubuh.

d. Kulit sangat kering (very dry skin)

Tipe kulit tersebut terlihat sangat halus, karena teksturnya sangat halus,

kadang mudah pecah atau terluka, sensitiv terhadap suhu, baik pada suhu

dingin maupun rendah. Kulit tersebut cenderung kehilangan kelembaban pada

wajah, dan garis kerutnya terlihat sangat tajam (Rawling,2002).

Kecantikan kulitdipengaruhi oleh keadaan keratinisasi (pigmentasi lebih

gelap) pada permukaan sel, aktivitas kelenjar sekresi, dan keadaan jaringan lemak.

(32)

31

menarik. Pada tingkatan yang lebih buruk menyebabkan kulit pecah3pecah dan

mudah teriritasi, atau bahkan terluka (Rawling, 2002).

Untuk menjaga kecantikan kulit, dibutuhkan nourishing cream dan

moisturizing lotion untuk menjaga kelembabannya. Kulit membutuhkan banyak

nutrisi selain dari asupan makanan, maka kulit juga membutuhkan nourishing

cream yang dapat dipakai sebagai tambahan nutrisi sekaligus lapisan pelindung

wajah baik dari sinar matahari, cuaca, suhu, bakteri, maupun kotoran. Untuk kulit

yang menua dengan kandungan air yang mulai hilang, dapat digunakan

moizturizing lotion untuk memperlambat laju evaporasi kelembaban kulit.

Nourishing cream memiliki kandungan minyak sangat tinggi, sedangkan

moisturizing lotion memiliki kandungan minyak yang lebih ringan

(Rawling,2002).

Adanya penuaan kulit disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada

lapisan dermis. Kulit menjadi keriput karena hilangnya elastisitas serat kolagen

yang disebabkan oleh hilangnya kelembaban. Penuaan juga disebabkan oleh

meningkatnya pigmentasi kulit, nampak bintik3bintik coklat karena perubahan

sekresi estrogen pada ovarium. Banyaknya sinar matahari juga dapat memicu kulit

terlihat menjadi lebih tua. Adanya gejala penuaan kulit tersebut dapat dicegah

dengan penggunaan krim emollient dan moisturizing untuk menjaga kulit terluar

(33)

32 C.

Lotion merupakan media dengan viskositas rendah hingga medium, baik

untuk pengobatan maupun bukan untuk pengobatan yang diaplikasikan pada kulit

yang tertutup (tidak infeksi/luka terbuka). Kebanyakan lotion adalah emulsi

minyak dalam air walaupun lotion air dalam minyak juga diformulasikan. Lotion

diaplikasikan pada kulit luar, langsung dengan tangan, dengan kain bersih, kapas,

maupun kain kasa. Lotion berupa cairan emulsi atau suspensi yang mempunyai

efek melembabkan sehingga dapat diaplikasikan pada kulit yang mengelupas,

antara jari, dan kulit telapak (Allen, 2002).

Lotion bersifat lebih encer dibanding krim maupun salep, sehingga dapat

dengan mudah diaplikasikan pada daerah kulit yang berambut seperti kulit kepala.

Lotion juga mempunyai keuntungan dapat menyebar tipis dibandingkan krim atau

salep, sehingga dapat lebih luas menutup permukaan kulit (allen, 2002).

Lotion selain sebagai sediaan kosmetik, juga dapat digunakan sebagai

sediaan pengobatan kulit. Lotion sebagai sediaan obat dapat berupa antibiotik,

antiseptik, antifungi, sediaan kortikosteroid, obat jerawat, repelant nyamuk, dan

soothing agent (contoh : calamine) (Anonim, 2006a).

Komponen lotion terdiri dari fase cair dan fase minyak, serta emulgator

untuk mencegah kedua fase tersebut terpisah. Bahan tambahan pada lotion

umumnya berupa pengharum, glyserol, petroleum jelly, pewarna, pengawet,

protein, dan stabilizing agent (Anonim, 2006a).

Lotion yang berbasis alkohol sangat merugikan, karena adanya

(34)

33

cepat kering. Adanya alkohol yang berlebih juga akan menyebabkan fase minyak

dalam sistem emulsi memisah dan akan muncul di permukaan atau bahkan

mengendap di dasar wadah (Jellinek, 1970).

D. % )

Moisturizer adalah suatu campuran kompleks dari bahan kimia yang

secara khusus untuk membuat lapisan terluar kulit menjadi lebih lunak dan lebih

kenyal dengan meningkatkan (hidrasi) kandungan airnya (Anonim, 2006a).

Moisturizier bekerja pada lapisan terluar kulit, yang disebut stratum

korneum, yang sebagian besar dibentuk dari squamus cells atau keratinocytes.

Kebanyakan, agen yang terdapat dalam moisturizing tidak bisa menembus lapisan

yang lebih dalam seperti dermis dan hypodermis (Jellinek, 1970).

Moisturizier selain mencegah hidrasi pada kulit juga dapat memperbaiki

efek yang ditimbulkan dari hidrasi tersebut, yaitu dengan membentuk lapisan yang

mampu menghambat hilangnya kandungan air yang melewati epidermis,

memperbaiki kulit bersisik, kerusakan kulit akibat pengaruh lingkungan maupun

hormon (seperti jerawat), dan memperbaiki efek penuaan pada kulit (Jellinek,

1970).

Moisturizer adalah produk emollient yang diformulasikan secara khusus

sebagai krim yang bersifat non3greasy dan lotion yang dapat menyuplai pelunak

kulit yang melembabkan kulit kering. Produk ini biasanya digunakan sepanjang

hari, kadang3kadang digunakan sebelum memakai make up. Sedangkan produk

(35)

34

kekeringan. Jadi, kadang emollient sering disebut sebagai pelembut kulit,

pelembab kulit, pelicin, atau nourishing cream (Michael & Irene Ash,1997).

Moisturizer memberikan efek yang berbeda dengan emollient.

Moisturizer berefek menambah kelembaban kulit, sedangkan emollient cenderung

melembutkan kulit. Moisturizer sering digambarkan sebagai hasil produk jadi,

sedangkan emollient lebih dikenal sebagai komponen tunggal (Michael & Irene

Ash,1997).Dilihat dari aksi kerjanya, moisturizer dan emmolient memiliki dua

aksi kerja yang sama. Yaitu sebagai humectants dan occlusive. Sebagai humectant

dimana subtansinya dapat menembus stratum corneum untuk meningkatkan

kapasitas air yang berada di kulit. Dan sebagai occlusive dimana memberikan

lapisan minyak di permukaan kulit untuk memperlambat hilangnya air dan

meningkatkan kelembaban pada stratumcorneum (Anonim, 2006a).

Dalam penggunaannya, moisturizer juga dapat memberikan efek

samping seperti reaksi alergi terhadap beberapa komponen di dalamnya, iritasi

kulit, dermatitis kontak ditandai dengan kulit kemerahan, gatal – gatal, kulit

mengelupas, timbul sensasi seperti terbakar. Penggunaan ekstrak tanaman,

alkohol, dan protein mampu meningkatkan bahaya efek samping tersebut (Ansel,

1989).

E. Emulsi

Emulsiadalah sistem heterogen yang terdiri dari kurang lebih satu cairan

yang terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk “droplet” /”globul” dengan

(36)

35

substansi yang tidak dapat campur, dimana substansi yang satu terdispersi merata

ke dalam substansi yang lain (Anonim, 2006a).

Emulsi nampak berwarna keruh, bentuknya tidak stabil secaara

thermodinamika, karena sistem emulsi tidak terbentuk secara spontan. Sistem

emulsi dibuat melalui proses yang membutuhkan energi, seperti pengojogan,

pengadukan, homogenisasi, dan proses spray emulsion (Anonim,1993)

Emulsi terdiri dari fase terdispersi (fase internal), fase disperse (fase

eksternal), dan emulgatoragent sebagai penyangganya. Emulsi diaplikasikan untuk

pemberian minyak dan obat cair bersama, dengan tujuan menyamarkan bau, rasa,

dan penampilan yang tidak menyenangkan, bahkan kadang untuk mendukung

absorbsi pada obat3obat tertentu (Allen,2002).

Emulsidapat dibuat melalui beberapa metode, yaitu :

1. %* * $

Sering disebut metode gum basah dengan perbandingan minyak : air

: dan emulgator (2/4 : 2 : 1) untuk membentuk emulsi primer. Sedikit air

ditambah emulgator, diaduk sampai merata, lalu ditambah minyak sedikit

demi sedikit dengan pengadukan cepat, hingga kaku dan mengental, sisa air

yang ada ditambahkan dengan pengadukan yang lambat, lalu emulsi yang

telah terbentuk diaduk cepat hingga homogen.

2. ! * $

Sering disebut metode gum kering dengan perbandingan minyak : air

: emulgator (4 : 2 : 1) untuk membentuk emulsi primer. Emulgator dan minyak

(37)

36

terbentuk, maka tambahkan kelebihan air dan diaduk dengan cepat hingga

emulsi homogen terbentuk.

3. + * $

Metode ini dikhususkan untuk emulsi yang mengandung komponen

minyak menguap dan minyak encer untuk mencegah hilangnya kandungan

minyak tersebut. Emulgator ditambah minyak, lalu dikocok dalam botol

dengan cepat dan kuat, lalu ditambah sebagian air sama banyak dan dikocok

hingga emulsi primer terbentuk, kelebihan air ditambahkan dan terus dikocok

kuat hingga emulsi yang homogen terbentuk. Emulgator dan minyak tidak

dibiarkan kontak lebih lama, karena akan menyebabkan emulgatornya bersifat

waterproof.

4. + ! * $

Metode tersebut umumnya menggunakan emulgator sintetik.

Formula yang ada dibagi dua menurut kelarutannya, fase minyak dan fase air.

Masing – masing fase dipanaskan pada suhu 60° – 70° C, dan suhu tetap

dipertahankan. Fase internal emulsi dicampur ke dalam fase eksternal di atas

pemanas, lalu campuran tersebut diturunkan dari pemanas dan diaduk dengan

kecepatan sedang dan teratur hingga dingin dan terbentuk emulsi yang

homogen.

5. *! ! * $

Metode ini menggunakan variasi alat pisau pengaduk (impeller).

(38)

37 mixer, lalu proses pengadukan emulsi dilakukan sampai emulsi yang homogen

terbentuk.

6. (! $ * )

Metode ini dilakukan dengan memecah campuran cairan melalui

lubang inlet kecil yang ada dibagian bawah alat, dengan bantuan tekanan

tinggi. Aksi gesekan yang timbul menyebabkan globul minyak dan air

terpecah, sehingga kedua fase tersebut dapat tercampur homogen membentuk

emulsi. Alat ini disebut homogenizer (Allen,2002).

Sediaan emulsi tidak stabil dalam penyimpanan yang sangat lama, yaitu

lebih dari 30 hari setelah kemasan dibuka/dirusak. Setelah 30 hari kemasan dibuka

sistem emulsinya akan rusak, dan fase minyaknya dapat terpisah dari fase airnya.

Karena masa penyimpanannya yang singkat, maka banyak sediaan lotion di

pasaran dikemas untuk pemakaian tidak lebih dari 30 hari/1 bulan saja.

Fenomena ketidakstabilan yang dapat terjadi selama penyimpanan antara

lain, coalescen yaitu terpisahnya droplet 3 droplet kecil minyak maupun air yang

membentuk suatu droplet besar, yang kemudian muncul ke permukaan sehingga

nampak memisah dari sistem emulsinya. Fenomena yang lain adalah creaming

yaitu berpindahnya suatu fase keluar dari sistem emulsinya, kemudian memisah

baik ke atas maupun ke bawah tergantung dari bobot jenisnya. Dapat juga terjadi

cracking yaitu pecahnya suatu sistem emulsi, sehingga terlihat kedua fase tidak

tercampur dengan baik (Ansel, 1989).

Tipe emulsi ditentukan dari proporsi fase minyak dan fase air yang

(39)

38

banyak daripada fase minyaknya, maka fase minyak akan terdispersi ke dalam

fase air, sehingga disebut sebagai sistem minyak dalam air (o/w). Jika fase minyak

lebih banyak daripada fase airnya, maka fase air terdispersi ke dalam fase minyak,

sehingga disebut sebagai sistem air dalam minyak (w/o) (Jellinek,1970).

Emulsi yang menggunakan emulgator larut minyak akan membentuk

emulsi tipe (w/o), sedangkan emulsi dengan emulgator larut air akan membentuk

emulsi tipe (o/w). Sistem emulsi (o/w) kurang licin daripara emulsi (w/o), sebab

air sebagai fase eksternalnya. Emulsi (o/w) mudah larut dalam air dan mudah

dicuci dengan air. Selain itu, karena fase eksternalnya air, maka emulsi (o/w)

dapat menghantarkan listrik dengan baik (Jellinek,1970).

Tipe emulsi dapat diketahui melalui metode uji berikut :

1. $ ! * $

Pewarna larut air akan larut dalam emulsi o/w, sedangkan pewarna

larut minyak terlarut di dalam emulsi w/o. Untuk pewarna larut air umumnya

digunakan methylene blue, sedangkan untuk pewarna larut minyak digunakan

sudan III.

2. * $

Metode ini berdasarkan bahwa emulsi o/w dapat larut sempurna

dalam air, sedangkan emulsi w/o mudah larut dalam minyak. Sehingga untuk

menguji tipe emulsi, cukup dengan melarutkan emulsi uji ke dalam minyak

(40)

39

3. !%* %

Tipe emulsi w/o tidak dapat hilang dari permukaan kulit hanya

dengan pencucian dengan air murni, sedangkan emulsi o/w sangat mudah

dicuci dengan air. Untuk menguji tipe emulsi, bilas permukaan kulit yang

telah dioles lotion, apabila mudah dibilas maka tipe emulsi tersebut o/w, sebab

fase eksternalnya berupa air.

4. ! $ ,

Cairan polar merupakan penghantar listrik yang baik, sedangkan

lemak non3polar tidak dapat menghantarkan listrik. Tipe emulsi dapat dilihat

dari besarnya kemampuan konduktivitas (penghantar) listriknya.

Konduktivitas listrik tipe emulsi o/w lebih tinggi dibanding tipe emulsi w/o.

5. * $

Sejumlah emulsi dioleskan pada kertas filter, maka untuk tipe emulsi

o/w akan segera menyebar membentuk daerah basah yang luas di sekitar

olesan, namun untuk tipe emulsi w/o hanya menghasilkan daerah basah yang

sempit (Jellinek, 1970)..

Dalam sistem emulsi (o/w) membutuhkan kandungan asam lemak lebih

banyak dibanding sistem emulsi (w/o). Asam lemak tersebut mampu mencegah

adanya penguapan air yang berlebihan, sebab sistem emulsi (o/w) lebih banyak

mengandung fase air, sehingga zat aktif yang terdapat dalam lotion masih dapat

bertahan di permukaan kulit. Selain itu asam lemak dapat memberikan efek

(41)

40 F. Emulgator

Emulgator adalah surfaktan yang mengurangi tegangan antar muka

antara minyak dan air, meminimalkan energi permukaan dari droplet yang

terbentuk (Allen,2002). Emulgator dapat juga disebut agen pengental dan/atau

agen pengikat yang ditambahkan dalam formula untuk mengubah komposisi

fisisnya, dicampurkan ke dalam dua atau lebih bahan yang lain. Contohnya untuk

mengubah konsistensi dari bentuk sediaan lotion menjadi cream (Anonim,

2006a).

Dalam penyimpanan tipe emulsi dapat berubah, baik dari tipe emulsi

(o/w) ke tipe emulsi (w/o) maupun sebaliknya. Perubahan sistem ini tergantung

dari volume fraksi masing 3 masing fase, dan juga tergantung dari tipe emulgator3

ya. Karena baik fase emulsi maupun emulgator memegang peranan penting dalam

dispersi atau tidaknya masing – masing fase dalam sistem emulsi (Anonim,

(42)

41

Gambar 3. pembentukan sistem emulsi (diakses dari http://www.wikipedia/emulsifying_agent/pic).

Emulgator bekerja dengan membentuk film atau lapisan di sekeliling

butir3butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah

terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah

(Anief,2003). Pada gambar A menunjukkan dua fase cairan saling terpisah, tidak

membentuk emulsi. Gambar B menunjukkan suatu emulsi dimana fase II

terdispersi ke dalam fase I. Gambar C menunjukkan suatu emulsi yang tidak

stabil, dan akan segera memisah. Sedangkan gambar D menunjukkan surfaktan

(tepi lingkaran biru) menempatkan diri di antara permukaan kedua fase,

merupakan emulsi yang stabil (Lieberman, 2006).

Emulgator berupa molekul dengan salah satu ujungnya berupa

hidrokarbon non3polar, dan ujung lainnya polar. Bentuk molekul tersebut

memudahkan memegang kedua fase minyak dan fase air sehingga dapat

(43)

42

oleh besarnya muatan di permukaan antar fase, dan (penataan) packing dari

molekul emulgator itu sendiri (Lieberman, 2006).

Fungsi dari emulgator hampir sama dengan surfactant (Surface Active

Substances). Surfaktan juga berfungsi menurunkan tegangan permukaan dari

suatu larutan dan menurunkan tegangan antar muka antara dua larutan, namun

emulgator tidak berfungsi sebagai agen pembasah. Surfaktan dalam suatu emulsi

dapat meningkatkan stabilitas kinetika (Lieberman, 2006).

Efektifitas emulgator dapat dilihat dari tipe emulsi yang dihasilkan.

Pemakaian emulgatoragent sebaiknya tidak berlebihan, karena fungsinya menjadi

tidak efektif. Emulgator tersebut tidak akan berada pada permukaan antar fase,

tetapi justru akan naik membentuk lapisan terpisah dari sistem emulsinya

(Jellinek, 1970). Penggunaan campuran dua macam emulgator biasanya lebih

stabil dibanding penggunaan emulgator tunggal dengan menjumlahkan HLB

secara langsung. Emulgator dapat dicampurkan dengan perbandingan dan proporsi

yang sesuai (Allen,2002).

Emulgator yang larut dalam air memiliki rantai lemak lebih pendek, baik

untuk digunakan pada emulsi O/W. Emulgator yang baik untuk emulsi W/O

memiliki rantai lemak lebih panjang, sehingga larut dalam minyak (Anonim,

(44)

43 1. - % .! /0

Gambar 4. struktur molekul polysorbate 80 (diakses dari http://www.wikipedia/polysorbate/pic).

Polysorbate 80 memiliki nama sistematika polyoxyethylene (20)

sorbytan monooleate dan formula molekul C64H124O26, dengan berat molar

1310 g/mol, bobot jenis 1,06 – 1,09 g/mL, termasuk dalam fase minyak

(hydrophobe), viskositas sebesar 300 – 500 centistokes (Anonim, 2006a).

Polysorbate 80 merupakan ester oleat dari sorbitol dimana tiap

molekul anhidrida sorbitolnya berkopolimerisasi dengan 20 molekul

etilenoksida (anhidrida sorbitol : etilenoksida = 1:20). Polysorbate 80 berupa

cairan kental berwarna kuning muda sampai kuning sawo (Anonim, 1993),

berbau karamel yang dapat menyebabkan pusing (Greenberg, 1954), panas

dan kadang3kadang pahit (Anonim, 1993).

Polysorbate 80 sangat larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P

dan etilasetat P, tidak larut dalam parafin cair P (Anonim, 1993), tidak larut

dalam alkohol polihidrik (Greenberg, 1954). Polysorbate 80 mempunyai titik

(45)

44

dengan pH 2312 (Greenberg, 1954). Polysorbate 80 digunakan sebagai

emulsifier pada krim dan lotion, pelarut minyak esensial dalam air

(Greenberg, 1954).

Polysorbate 80 (Polysorbate 80) memiliki nilai HLB antara 9,63

16,7, dimana mempunyai sifar larut air, dapat terdispersi dalam air. Sehingga

lebih dominan berada pada fase air, dan cenderung membentuk emulsi O/W

(Allen,2002). Konsentrasi polysorbate 80 yang biasa digunakan sebagai

emulsifier tunggal pada emulsi tipe W/O sebesar 1315%. Sedangkan

polysorbate 80 yang dikombinasikan dengan emulsifier hidrofilik dalam

emulsi tipe O/W biasanya memiliki konsentrasi sebesar 1310% (Boylan,

Cooper, and Chowhan, 1986). Polysorbate 80 merupakan emulgator yang baik

untuk tipe emulsi O/W (Anonim, 1995).

2. . ! ! /0

Gambar 5. struktur . ! ! /0(diakses dari http://www.wikipedia/sorbytan/pic).

Sorbytan monooleate memiliki nilai HLB antara 1,838,6 dimana

bersifat larut minyak, dapat terdispersi dalam minyak. Dalam emulsi akan

dominan berada pada fase minyaknya dan cencerung membentuk emulsi w/o

(46)

45 Sorbytan monoaleate 80 (dikenal sebagai Sorbytan monooleate®

80) merupakan ester dari Sorbytan (turunan sorbitol) dan asam stearat,

termasuk dalam emulgator non3ionik, aroma seperti minyak kacang, dan

berwarna kuning sampai kecoklatan. Tersedia dalam bentuk cairan kental dan

umumnya digunakan sebagai emulgator dalam pembuatan makanan, kosmetik,

pestisida, dan plastik (Anonim, 2006a).

G. Sistem HLB

Sistem HLB ( Hydrophile Lipophile System ) biasanya digunakan untuk

menggambarkan karakteristik dari emulgator. Jika nilai HLB rendah, berarti

jumlah gugus hidrofilik pada emulgator kecil, sehingga sifat emulgator lebih

cenderung lipofil (larut minyak) daripada hidrofil (larut air) (Allen,2002).

Nilai HLB lebih dari 10 berarti bahwa emulgatornya bersifat hydrophilic

dan emulgatoryang baik untuk emulsi tipe O/W , sedangkan nilai HLB kurang

dari 10 berarti bersifat lipophilic dan emulgator yang baik untuk emulsi tipe W/O

(Allen,2002).

Suhu HLB yaitu suhu saat proses emulsifikasi terjadi yaitu sekitar 60° 3

70° C, dimana pada saat suhu ini sistem emulsi sangat stabil, hal ini berlaku untuk

semua jenis emulgator. Pada suhu yang lebih rendah, emulgator cenderung

melarut dalam fase air, sedangkan pada tingkat suhu yang lebih tinggi dari suhu

HLB emulgator akan cenderung bergabung dalam fase minyak. Untuk

mendapatkan emulsi dengan HLB optimal, maka dibutuhkan pemanasan suhu

(47)

46

Penggunaan emulgatoragent dapat berupa campuran dua macam

emulgatoragent. Adapun perhitungan HLB campurannya yaitu :



x : jumlah/volume emulgatoragent 1

y : jumlah/volume emulgatoragent 2

x + y : jumlah/volume total kedua emulgatoragent

A : nilai HLB emulgatoragent agent 1

B : nilai HLB emulgatoragent agent 2 (Allen,2002)

H. Gliserin

Gambar 6. struktur gliserin (diakses dari http://www.wikipedia/gliseryn/pic).

Gliserinatau glycyl alcohol mempunyai nama kimia propane31,2,33triol

dengan formula C3H5(OH)3, berat molekul 92,09382 g/mol, berat jenis 1,261

g/cm3, viskositas sebesar 1,5 Pa.s, titik didih 290° C, dan titik lebur 18° C (Anonim, 1993)

Gliserin berupa sirup cair, agak manis (sekitar 0.6 kali gula tebu),

bersifat higroskopis yaitu mengabsorpsi lembab dan H2S di udara. Gliserin dapat

campur dengan air dan alkohol. Satu bagian gliserin larut dalam 11 bagian etil

(48)

47

kloroform, CCl4, petroleum eter, dan minyak. Gliserin digunakan sebagai pelarut,

humektan, plasticizer, emollient, pemanis, bahan kosmetik, dan lubrikan

(Windholz, 1976).

Gliserin merupakan moisturizer alami dengan konsentrasi rendah yang

jika berada dalam konsentrasi tinggi dapat menyerap lembab. Gliserin dapat

membantu menjaga kondisi kulit yang biasanya digunakan dalam krim dan lotion

(Anonim, 2006a)

Gliserin banyak digunakan dalam lotion. Dalam sebuah penelitian

menyimpulkan, kadar gliserol kurang dari 1% tidak menunjukkan efektivitas

dalam melembabkan kulit (Rawling,2002). Gliserin digunakaan dalam preparasi

medis dan farmasetis, pada umumnya digunakan untuk meningkatkan kehalusan

dengan berperan sebagai lubrikan dan humektan, serta dapat menurunkan

tegangan intracranial, dan intraocular (Jellinek, 1970).

Dalam pembuatan sediaan topikal yang mengandung emollient

penggunaan gliserin dengan konsentrasi tinggi sangat dihindari, sebab kandungan

emollient dan gliserin dalam bersamaan dapat meningkatkan kekuatan

higroskopis. Adanya bahan higroskopik yang berlebihan tidak menarik lembab

dari udara untuk melembabkan kulit, justru sebaliknya akan menarik lembab dari

dari kulit dan akan menyebabkan kulit mengalami hidrasi berlebihan (Jellinek,

(49)

48 I. Asam Stearat

Gambar 7. struktur Asam Stearat (diakses dari http://www.wikipedia/stearic_acid/pic).

Asam stearat memiliki nama kimia octadecanoic acid, dengan formula

kimia CH3(CH2)16COOH, dengan berat molekul 284,47 g/mol, bobot jenis 0,847

g/cm3, titik lebut 69,6° C, titik didih 383° C, titik beku 49,5° C. Asam stearat asam lemak yang berasal dari lemak dan minyak dari tumbuhan dan hewan. Pada

umumnya tersedia dalam bentuk ester maupun garamnya (Anonim, 1995).

Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari

lemak, sebagian besar terdiri dari asam stearat (C18H36O2) dan asam palmitat

(C16H32O2) (Boylan et al.,1986) Pemeriannya keras mengkilat, hablur, putih atau

kuning pucat, dan mirip lemak lilin. Asam stearat praktis tidak larut dalam air

(Anonim,1979). Asam stearat mempunyai nilai HLB sebesar 15 (Rieger, 1996).

Asam stearat digunakan sebagai campuran pembuatan lilin, sabun,

plastik, crayon, dan kosmetik. Penggunaan bersama dengan ethylene glycol, glycol

stearate, dan glycol distearate dapat menghasilkan efek seperti mutiara pada

sediaan shampo, sabun, lotion, dan krim. Asam stearat dicampurkan dalam

formula dalam bentuk lunaknya, lalu setelah tercampur merata dibiarkan

(50)

49 J. Trietanolamin

Gambar 8. Struktur Trietanolamin (diakses dari http://www.wikipedia/triethanolamine/pic).

Trietanolamin memiliki nama IUPAC 2,2’,2”3Nitrilotriethanol biasa disingkat

TEA, rumus formulanya C6H15NO3, berat molekul 149,188 g/mol, bobot jenis

1,26 g/cm3, titik lebur 20,5° c, titik didih 335,4° C, titik uap 179° C. Merupakan senyawa amina yang memiliki 3 ikatan hidroksil, tergolong basa lemah, karena

memiliki pasangan elektron bebas pada atom nitrogen. (Anonim, 1995).

Trietanolaminadalah campuran alkanolamina terdiri dari sejumlah besar

trietanolamin [N(C2H4OH)3], dietanolamin [NH(C2H4OH)2], dan monoetanolamin

[NH2(C2H4OH)]. Bentuk cairan kental agak higroskopis, tidak berwarna sampai

kuning muda, bau amoniak. Dapat bercampur dengan air, dan dengan etanol, larut

dalam kloroform (Anonim, 1995).

Trietanolamin digunakan sebagai penyeimbang pH dalam sediaan

kosmetik seperti lotion untuk kulit, gel mata, moizturizers, shampo, dan krim

cukur. Trietanolamin berpotensi membentuk nitrosamine dengan konsentrasi

rendah, yang diketahui penggunaan dalam kosmetik sangat sulit menembus kulit

(51)

50

Hanya monoetanolamin murni yang mempunyai efek toksik yang nyata

jika terabsorpsi di kulit. Dietanolamin dan trietanolamin sangat tidak tosik jika

terabsorpsi di kulit (Boylan et al., 1986).

K. Metil Paraben

Gambar 9. Struktur Metil Parabean (diakses dari http://www.wikipedia/methyl_paraben/pic).

Metil paraben memiliki nama sistematis methyl 43hydroxybenzoate, dengan rumus

formula CH3(C6H4(OH)COO). Merupakan pengawet makanan dan kosmetik yang

mampu menghambat berkembangnya jamur (fungisida) (Anonim, 2007 ).

Metil paraben berbentuk serbuk hablur kecil, tidak berwarna, atau putih,

tidak berbau, memiliki sedikit rasa terbakar. Sukar larut dalam air, benzena, dan

kloroform, mudah larut dalam etanol dan eter (Anonim, 1995).

Paraben merupakan pengawet yang efektif di banyak formula. Paraben

dan bentuk garamnya umumnya digunakan sebagai bakterisida. Paraben dapat

ditemui dalam shampo, moisturizer, shaving gel, lubrikan, sediaan topikal dan

(52)

51

penggunaan paraben yang sudah sejak lama digunakan sebagai pengawet (Anger,

Rupp, Lo, and Takruri, 1996).

L. Metode Desain Faktorial

Desain faktorial adalah pendekatan eksperimental kuno yang dilakukan

dengan meneliti efek dari suatu variebel eksperimental dengan menjaga variabel

lain konstan. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan

secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya yang signifikan.

Signifikan berarti perubahan dari level rendah ke level tinggi pada faktor – faktor

menyebabkan perubahan besar pada responnya.(Bolton, 1990)

Perencanaan percobaan faktorial (factorial design) merupakan suatu

metode rasional untuk menyimpulkan dan mengevaluasi secara obyektif efek dari

besaran yang berpengaruh terhadap kualitas produk. (Voigt, 1984)

Desain faktorial mengandung beberapa pengertian, yaitu faktor, level,

efek, respon. Faktor merupakan setiap besaran yang mempengaruhi respon.

(Voigt, 1984). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Efek adalah

perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau

interaksi merupakan rata – rata respon pada level tinggi dikurangi rata – rata

respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang

diamati. Respon yang diamati harus dikuantitatifkan (Bolton, 1990).

Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang

masing3masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan

(53)

52

mengetahui faktor dominan yang berpengaruh secara signifikan terhadap suatu

respon. Desain faktorial dengan dua faktor dalam suatu percobaan memberikan

pertanyaan sebagai berikut :

a. Apakah faktor A memiliki pengaruh yang signifikan terhadap suatu

respon?

b. Apakah faktor B memiliki pengaruh yang signifikan terhadap suatu

respon?

c. Apakah interaksi faktor A dan B memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap suatu respon? (Bolton, 1990)

Desain faktorial merupakan pilihan aplikasi persamaan regresi, yaitu

teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu

atau lebih variabel bebas. model yang dipilih dari analisis tersebut adalah model

matematika (Bolton, 1990).

Jumlah percobaan dalam desain faktorial adalah 2n, 2 menunjukkan

level dan n menunjukkan jumlah faktor. Langkah untuk percobaan faktorial terdiri

dari kombinasi semua level dari faktor. Desain percobaan yang paling sederhana

adalah percobaan dengan 2 faktor dan 2 level (22). Dari percobaan dengan desain

faktorial 22 dapat diperoleh persamaan dengan konsep :

Y = B0 + B1(X1) + B2(X2) + B12(X1)(X2)...(1)

dimana :

Y = respon hasil percobaan

X1, X2 = level, yang nilainya mulai (31) sampai (+1)

(54)

53

Untuk penerapan rumus ini diperlukan empat percobaan, yaitu X1 dan X2

pada level rendah, X1 pada level tinggi dan X2 pada level rendah, X1 pada level

rendah dan X2 pada level tinggi, X1 dan X2 pada level tinggi. Untuk

mempermudah perhitungan, level tinggi dari faktor diubah menjadi +1 dan level

rendah dari faktor diubah menjadi –1 (Bolton 1990).

Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat

percobaan (2n = 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah

faktor). Yaitu formula (1) untuk percobaan I, formula (a) untuk percobaan II,

formula (b) untuk percobaan III, dan formula (ab) untuk percobaan IV.

Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level

Formula 1 = faktor A level rendah, faktor B level rendah

Formula a = faktor A level rendah, faktor B level tinggi

Formula b = faktor A level tinggi, faktor B level rendah

(55)

54

Berdasarkan persamaan diatas, dengan substitusi secara matematis, dapat

dihitung besarnya efek masing3masing faktor, maupun efek interaksi dengan

menggunakan rumus :

Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki

efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam

menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini

memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing3masing faktor, maupun efek

interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian

jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1990).

Selain faktor dominan yang berpengaruh yang dapat diketahui dari metode ini,

dapat juga diketahui komposisi optimum melalui contour plot super imposed pada

level yang diteliti (Bolton, 1990).

M. % %% %%

Penelitian pancaindera (rasa pada kulit) dilakukan dengan cara

(56)

55

menilai. Sukarelawan mencoba formula pada lengan bawah bagian dalam dan

menilainya dengan angka (Garg,A et al., 2002)

Larutan, salep, krim dan krim dengan viskositas rendah (lotion)

dicobakan pada 29 sukarelawan sehat yang diberi sejumlah tertentu (0.1gram)

pada bagian perut yang diperkirakan merupakan pembawa yang paling baik dalam

terapi secara topikal (Garg,A et al., 2002). Sediaan tersebut diaplikasikan pada

kulit voulenter secara merata, dicuci dengan air, dan diamati hasil olesannya.

Perlakuan tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat

dioleskan dengan mudah, dapat menyebar merata, dan mudah menyerap, serta

memberikan efek melembabkan pada kulit.

N. Landasan Teori

Virgin Coconut Oli (VCO) dibuat dari daging buah kelapa segar tanpa

melalui proses pemanasan, mengandung asam laurat yang menurut hasil

penelitian ilmiah membuktikan bahwa asam laurat dalam tubuh manusia dapat

diubah menjadi monolaurin dan dapat menjadi paling kuat dalam membunuh

virus, bakteri, cendawan, dan protozoa. Minyak kelapa itu sendiri sudah sejak

lama digunakan pada kulit untuk melembutkan dan mengencangkan kulit, dan

lapisan lemak di bawahnya. Dapat juga digunakan untuk mencegah keriput, kulti

kendor, dan menghilangkan bercak – bercak penuaan. Pada rambut, minyak

kelapa digunakan untuk meningkatkan kesuburan dan memberikan penampilan

(57)

56

Negara tropis seperti Indonesia, masyarakatnya cenderung memiliki kulit

dengan tipe dry skin atau bahkan very dry skin. Kulit tersebut memiliki

penampilan yang kering, kusam, bersisik, memiliki garis keriput, tidak elastis, dan

mudah terkelupas. Hal ini disebabkan oleh hilangnya kelembaban dan kandungan

air dari dalam kulit akibat paparan panas dan sinar matahari yang berlebihan di

daerah tropis. Keadaan tersebut memicu terjadinya penuaan dini pada kulit, untuk

mengatasinya kulit harus diberi nutrisi dan suplai air yang cukup, dan dengan

mencegah hidrasi yang berlebihan pada permukaan kulit.

Sediaan moisturizer lotion dari VCO sangat tepat untuk mengatasi gejala

penuaan dini yang terjadi. Sediaan moisturizer mampu mengembalikan

kelembaban kulit dengan menarik lembab dari udara dan memasukkan ke dalam

stratum corneum (efek humectant), dan menjaga agar kelembabannya tidak

mudah menguap lagi (efek occlusive). Molekul VCO yang berukuran sangat kecil

mampu menembus lapisan kulit, sehingga sangat efektif memberikan lembab

(moist). Selain itu bentuk sediaan yang berupa lotion memudahkan kita dalam

pemakaian, tidak begitu encer seperti minyak murni, namun juga tidak begitu

kaku dan lengket seperti krim atau salep.

Sediaan lotion tersebut dibuat dengan sistem emulsi O/W (oil in water)

agar lotion nyaman digunakan setiap hari dan mudah dibilas dengan air. Stabilitas

fisik emulsi didefinisikan sebagai kondisi emulsi dimana kedua fase cairnya saling

terdistribusi satu sama lain secara merata, tidak terjadi pemisahan fase. Bila terjadi

droplet besar fase terdispersi terpisah dari medium dispersinya maka dapat

Gambar

Tabel II.   Rancangan desain faktorial Polysorbate 80
Gambar 1.penampang kulit manusia (diakses dari
Gambar 2. penampang lapisan epidermis (diakses dari
Gambar 3. pembentukan sistem emulsi (diakses dari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Virgin Coconut Oil (VCO) dapat menghambat bakteri Staphylococcus aureus, untuk mengetahui perbedaan konsentrasi Virgin Coconut

Jumlah Virgin Coconut Oil (VCO) yang didapat paling banyak terdapat pada kecepatan putaran sentrifugasi 1000 rpm, waktu putaran sentrifugasi 90 menit dan lama pendiaman 8 jam

Virgin coconut oil (VCO) adalah minyak yang dihasilkan dari buah kelapa segar.. Berbeda dengan minyak kelapa biasa, virgin coconut oil (VCO) dihasilkan

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM DENGAN PEMBAWA VCO (VIRGIN COCONUT OIL) MENGGUNAKAN.. METODE SIMPLEX

alcohol merupakan thickening agent yang bersifat menaikkan viskositas dari sediaan sehingga daya sebar akan turun seiring kenaikan jumlah cetyl alcohol dalam sediaan, namun

Hasil penelitian menujukkan bahwa suhu pencampuran berpengaruh signifikan terhadap daya sebar, viskositas, pergeseran viskositas dan ukuran droplet lotion Virgin Coconut Oil

Diperoleh formula IV dan V berada pada area optimum Tween 80 dan Span 80 sebagai emulsifying agent dalam lotion minyak almond dengan pengolahan menggunakan metode

Kesimpulan adalah waktu yang tepat dalam menghasilkan Virgin Coconut Oil VCO adalah dengan menggunakan pengasman dan pengadukan dengan lama waktu 40 menit sehingga minyak yang