• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH NILAI HLB (HYDROPHILE–LIPOPHILE BALANCE) CAMPURAN SURFAKTAN POLYSORBATE 80 DAN CETYL ALCOHOL

TERHADAP STABILITAS FISIK LOSION VCO (VIRGIN COCONUT OIL)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Five Septi Cicilia NIM: 098114104

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PENGARUH NILAI HLB (HYDROPHILE–LIPOPHILE BALANCE) CAMPURAN SURFAKTAN POLYSORBATE 80 DAN CETYL ALCOHOL

TERHADAP STABILITAS FISIK LOSION VCO (VIRGIN COCONUT OIL)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Five Septi Cicilia NIM: 098114104

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu

bukanlah jalan-ku, demikianlah firman Tuhan.

(YESAYA 55:8)

Kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, perlindungan dan penyertaan-Nya dalam lika-liku hidup ini.

Orangtuaku yang selalu mendukung, mendoakan, berjuang dan berkorban untuk masa depanku.

My lovely lil’bro & lil’sissy dengan segala dukungannya. Teman-teman dan almamaterku

Thank you for putting up with me & always stand by my side, I LOVE YOU ALL & i’m TRULY SORRY for everything”

(6)
(7)
(8)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Nilai HLB (Hydrophile–Lipophile Balance) Campuran

Surfaktan Polysorbate 80 dan Cetyl Alcohol Terhadap Stabilitas Fisik Losion VCO (Virgin Coconut Oil)” ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah suatu hal yang mudah, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang tua dan adik-adikku atas doa, cinta, kasih sayang, perhatian, kebersamaan, kesabaran, inspirasi dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(9)

viii

4. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi.

5. Ibu Beti Pudiyastuti, M.Sc., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi.

6. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi.

7. Devi Y.S.M, Mbak Ina, Faola, Cristina Jenny atas support, kekompakan dan kebersamaan selama proses penyusunan skripsi ini.

8. Mbak Ina, Mbak Tina, Oyen, Sandra, dan teman-teman di Modist Home atas kebersamaan, keceriaan, dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

9. Teman-teman FST A dan B 2009 atas kebersamaannya baik selama proses perkuliahan maupun praktikum.

10.Bapak Musrifin, Bapak Mukminin, Mas Ottok, Bapak Heru, Bapak Parjiman, Mas Darto, Bapak Yuwono, Bapak-bapak satpam dan seluruh laboran serta karyawan lain di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah banyak membantu penulis selama penelitian

(10)

ix

Akhirnya, penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Keterbatasan pikiran, waktu, dan tenaga membuat penulisan skripsi ini tidak sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini lebih baik lagi. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.

(11)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

PRAKATA...………... vii

DAFTAR ISI ………... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ………....………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv INTISARI...……… ………... xvii ABSTRACT... xviii BAB I PENGANTAR... 1 A. Latar Belakang ………... 1 1. Rumusan masalah...………... 3 2. Keaslian penelitian ………... ... 3 3. Manfaat penelitian ………... .. 3 B. Tujuan Penelitian ………...………... 4

(12)

xi A. Losion... 5 B. Emulsi ... 5 C. HLB………...………..………... 13 D. Monografi Bahan ... 14 1. Cetyl alcohol ………... 14 2. Polysorbate 80 ……….………...…... 15 3. VCO………. 16 4. Aquadest……….…….…. 16 E. Landasan Teori ……….…. 17 F. Hipotesis ……….………... 18

BAB III METODE PENELITIAN... ... 19

A. Rancangan dan Jenis Penelitian... 19

B. Variabel Penelitian ... 19

C. Definisi Operasional ... 19

D. Bahan dan Alat Penelitian... 21

1. Bahan... 21

2. Alat... 21

E. Jalannya Penelitian ... 22

1. Pengujian sifat fisik Virgin Coconut Oil... 22

2. Pembuatan losion... 25

3. Evaluasi stabilitas fisik... 27

(13)

xii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

A. Pengujian Sifat Fisik Virgin Coconut Oil ...…… 30

1. Kerapatan... 30

2. Viskositas... 30

3. Indeks bias ... 31

B. Pembuatan Losion Tahap I dan Evaluasi Stabilitas Fisik... 31

1. Determinasi tipe emulsi... 32

2. Pemisahan fase ... .... 35

C. Pembuatan Losion Tahap II dan Evaluasi Stabilitas Fisik... 37

1. Pemisahan fase... .... 38

2. Viskositas... 40

3. Uji ekstrudabilitas ... 42

4. Uji daya sebar... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA... 49

LAMPIRAN... .... 52

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Aktifitas dan nilai HLB surfaktan ………....…..…... 14

Tabel II. Komposisi formula losion pada tahap I……..………….... 25

Tabel III. Komposisi formula losion pada tahap II... 25

Tabel IV. Hasil uji metode pewarnaaan ……….…….... 33

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Stereokimia surfaktan ………... 8

Gambar 2. Fenomena ketidakstabilan emulsi ………... 10

Gambar 3. Struktur kimia cetyl alcohol……..………... 14

Gambar 4. Struktur kimia polysorbate 80………... 15

Gambar 5. Hubungan waktu penyimpanan terhadap rasio pemisahan pada tahap I………... 36

Gambar 6. Hubungan waktu penyimpanan terhadap rasio pemisahan pada tahap II... 39

Gambar 7. Hubungan waktu penyimpanan terhadap viskositas…... 41

Gambar 8. Hubungan waktu penyimpanan terhadap ekstrudabilitas... 43

Gambar 9. Hubungan waktu penyimpanan terhadap daya sebar... 45

Gambar 10. Hubungan waktu penyimpanan terhadap uji stabilitas losion……….... 47

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan nilai HLB……... 52

Lampiran 2. Perhitungan kerapatan VCO... 53

Lampiran 3. Perhitungan viskositas VCO….. ... 55

Lampiran 4. Perhitungan indeks bias terkoreksi VCO... 56

Lampiran 5. Data nilai rasio pisah losion tahap I…... 57

Lampiran 6. Data analisis regresi losion tahap I... 58

Lampiran 7. Uji distribusi data losion tahap I…... 59

Lampiran 8. Friedman test losion tahap I……... 60

Lampiran 9. Mann-whitney test losion tahap I... 61

Lampiran 10. Data nilai rasio pisah losion tahap II... 66

Lampiran 11. Data nilai viskositas losion tahap II... 68

Lampiran 12. Data nilai ekstrudabilitas losion tahap II... 70

Lampiran 13. Data nilai daya sebar losion tahap II... 72

Lampiran 14. Data analisis regresi losion tahap II... 74

Lampiran 15. Uji distribusi data losion tahap II... 77

Lampiran 16. Friedman test pada rasio pisah losion tahap II... 79

Lampiran 17. Mann-whitney test pada rasio pisah losion tahap II... 80

(17)

xvi

Lampiran 19. Test of homogeneity of variances losion tahap II... 87

Lampiran 20. Uji ANOVA losion tahap II... 88

Lampiran 21. Uji Tukey losion tahap II... 89

(18)

xvii

INTISARI

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh nilai HLB terhadap stabilitas fisik losion VCO. Surfaktan yang digunakan adalah polysorbate 80 dan

cetyl alcohol, sedangkan fase minyak yang digunakan adalah VCO.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan mencari nilai HLB yang menghasilkan losion VCO dengan stabilitas optimum selama masa penyimpanan. Data kualitatif yakni determinasi tipe emulsi dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif dari pengujian pemisahan fase, viskositas, extrudabilitas dan daya sebar dianalisis dengan SPSS 22.

Hasil penelitian menunjukkan tipe emulsi tahap I yang terbentuk pada HLB 8, 10, 12 dan 14 adalah M/A sedangkan pada HLB 6 adalah tipe A/M. Pada losion VCO tahap I dengan rentang HLB yang lebar (HLB 6, 8, 10, 12 dan 14) terdapat pengaruh yang signifikan dari lima nilai HLB terhadap rasio pisah. Dipilih losion VCO dengan nilai HLB 6 – HLB 8 untuk formulasi tahap II. Pada tahap II dengan rentang HLB yang sempit (HLB 6; 6,5; 7; 7,5; dan 8) terdapat pengaruh yang signifikan dari lima nilai HLB terhadap rasio pisah. Pada uji viskositas, ekstrudabilitas dan daya sebar yang dilakukan terhadap losion tahap II terdapat pengaruh yang signifikan antar nilai HLB terhadap variabel viskositas, ekstrudabilitas dan daya sebar. Dari uji stabilitas fisik sediaan losion VCO, ditemukan bahwa pada nilai HLB 6 dengan komposisi surfaktan polysorbate 80 sebanyak 14g dan cetyl alcohol sebanyak 21g menghasilkan stabilitas losion VCO yang optimum.

(19)

xviii

ABSTRACT

This research used to find out the HLB value influence towards physical stability of VCO lotion. The surfactants are polysorbate 80 and cetyl alcohol whereas VCO as the oil phase

This research included in the experimental research to seek HLB value out that resulting VCO lotion with optimum stability during storage. Qualitative data was an emulsion types determination with descriptive analyzed. Quantitative data were gotten from separation phase ratio tests, viscosity tests, extrudibility tests, and spreadibility tests analyzed by SPSS 22.

The result showed that emulsion type on stage I which form at HLB 8, 10, 12 and 14 is O/W, meanwhile the emulsion type which form on HLB 6 is W/O. Lotion VCO stage I within wide range HLB (HLB 6, 8, 10, 12 and 14) there was significant influence between the fifth HLB value towards separated ratio. HLB 6 – HLB 8 were chosen for the formulation stage II. On stage II within narrow range HLB (HLB 6; 6,5; 7; 7,5; dan 8) there was significant influence between the fifth HLB value towards separated ratio. On viscosity, extrudibility and spreadibility tests had done towards lotion on stage II that showed there were significant influence between HLB value towards viscosity, extrudibility and spreadibility variables. From physical stability lostion tests, the result show that HLB 6 with surfactants polysorbate 80 14g and cetyl alcohol 21g was having optimum stability of lotion VCO.

(20)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

VCO merupakan salah satu minyak tumbuhan berasal dari buah kelapa (Cocos nucifera) yang memiliki banyak manfaat dan sudah banyak digunakan masyarakat, baik secara topikal maupun oral. VCO sering digunakan secara topikal yakni sebagai losion alami karena struktur molekul beberapa asam lemak dalam VCO yang kecil memudahkan kulit dan rambut untuk menyerapnya. Selain itu, VCO memiliki warna yang jernih, tekstur yang lembut, tidak berbau dan ringan di kulit (Sukartin dan Sitanggang, 2005).

VCO dibuat dalam bentuk sediaan losion untuk memudahkan dalam penggunaannya. Sediaan yang masih dalam bentuk minyak tentunya akan menimbulkan rasa yang kurang nyaman jika dioleskan pada kulit (Rawling, 2002). Losion merupakan sediaan semisolid yang dimaksudkan untuk pemakaian luar pada kulit. Secara umum dipakai untuk melembabkan, melembutkan, dan menghaluskan kulit dengan menggunakan emolien, humektan, dan zat pembawa dari losion tersebut. Losion harus memungkinkan untuk pemakaian yang cepat merata pada permukaan kulit yang luas, segera kering pada kulit setelah pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit.

(21)

Pemilihan bentuk sediaan losion dikarenakan pertimbangan dari sisi

acceptability dengan menutupi ketidaknyamanan yang timbul akibat penggunaan VCO secara langsung pada kulit. Dalam pembuatan sediaan losion VCO, diperlukan emulsifying agent dalam formula. Hal ini disebabkan karena losion termasuk dalam suatu sistem emulsi. Emulsifying agent yang berperan sebagai surfaktan, akan mempengaruhi sifat fisis dan kestabilan losion (Friberg, Quencer, dan Hilton, 2006)

Losion dapat dibuat dengan menggunakan surfaktan non ionik. Hal ini dikarenakan surfaktan non ionik bersifat kurang iritan dibanding surfaktan anionik atau kationik (Mestres dan Nielloud, 2000). Surfaktan non ionik mempunyai karateristik nilai HLB yang sangat berpengaruh terhadap stabilitas emulsi.

Pembuatan losion VCO menggunakan surfaktan non ionik akan menghasilkan losion yang stabil apabila dibuat pada nilai HLB yang optimum. Hal ini dikarenakan pada nilai HLB optimumnya, fase minyak akan dapat terdispersi secara sempurna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai HLB terhadap stabilitas fisik losion sehingga dapat diperoleh formula yang stabil. Emulgator yang digunakan dalam penelitian ini adalah

cetyl alcohol dan polysorbate 80. Kombinasi surfaktan larut minyak dengan surfaktan larut air menghasilkan emulsi yang lebih stabil dibandingkan dengan penggunaan surfaktan tunggal. Kombinasi polysorbate 80 dan cetyl alcohol

(22)

yang memenuhi kriteria losion yang bisa diterima masyarakat dan stabil dalam penyimpanan.

1. Rumusan Masalah

a. Bagaimana pengaruh nilai HLB campuran surfaktan polysorbate 80 dan

cetyl alcohol terhadap stabilitas fisik losion VCO yang meliputi determinasi tipe emulsi, pemisahan fase, viskositas, ekstrudabilitas dan daya sebar?

b. Berapakah nilai HLB yang menghasilkan losion VCO dengan stabilitas fisik optimum pada rentang nilai HLB yang dibuat?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah “Optimasi Komposisi Polysorbate 80 dan Cetyl Alcohol sebagai Emulsifying Agent dalam Losion Virgin Coconut Oil dengan Aplikasi Desain Faktorial” oleh Lucia Shintaningsih (2007). Dalam penelitian ini tidak dibahas tentang pengaruh nilai HLB terhadap stabilitas fisik lotion VCO.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang bentuk sediaan losion yang berasal dari bahan alam.

b. Manfaat metodologis. Menambah informasi ilmu pengetahuan dalam bidang kefarmasian mengenai pengaruh nilai HLB campuran surfaktan terhadap stabilitas fisik losion.

(23)

c. Manfaat praktis. Dengan mengetahui nilai HLB campuran optimum dari campuran surfaktan dalam losion VCO, diharapkan mampu menghasilkan losion yang memenuhi kriteria dan stabil dalam penyimpanan sehingga bisa diterima masyarakat.

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh nilai HLB campuran surfaktan polysorbate 80 dan cetyl alcohol terhadap stabilitas fisik losion VCO yang meliputi determinasi tipe emulsi, pemisahan fase, viskositas, ekstrudabilitas dan daya sebar.

2. Untuk mengetahui nilai HLB yang menghasilkan losion VCO dengan stabilitas optimum.

(24)

5

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Losion

Losion merupakan sediaan semisolid yang dimaksudkan untuk pemakaian luar pada kulit. Kebanyakan losion mengandung fase terdispersi yang tidak bercampur dengan medium dispersi tetapi dengan bantuan zat pengemulsi, sediaan dapat terdispersi dengan baik. Losion yang paling banyak dibuat adalah emulsi tipe M/A. Losion yang diaplikasikan pada kulit biasanya mempunyai daya sebar yang luas dengan membentuk lapisan tipis. Losion memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit yang luas. Setelah diaplikasikan dapat menimbulkan kesan halus, lembut, dan tidak berminyak. (Ansel, 1989).

B. Emulsi

Emulsi merupakan suatu sistem heterogen, yang terdiri dari fase dispers (fase internal atau discontinuous phase) dan medium dispers (fase eksternal atau continuous phase), di mana kedua fase tersebut tidak saling bercampur. Oleh karena itu, dibutuhkan emulsifying agent (emulsifier) yang dapat menurunkan tegangan antarmuka kedua fase tersebut sehingga fase dispers akan terdispersi secara sempurna di dalam medium dispers (Allen, 2002).

(25)

Emulsi dibagi menjadi dua tipe yakni:

1. Emulsi air dalam minyak (A/M) yaitu emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luarnya minyak.

2. Emulsi minyak dalam air (M/A) yaitu emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luarnya air (Ansel, 1989).

Agar terbentuk suatu sistem emulsi yang stabil, maka diperlukan adanya

emulsifying agent. Surfaktan merupakan salah satu emulsifying agent yang dapat mengurangi besarnya tegangan antarmuka antara air dengan minyak, sehingga besarnya energi permukaan dapat diminimalisir melalui pembentukan droplet. Saat liquid digojok secara bersamaan, droplet dengan bentuk spheris

akan terbentuk. Hal ini dapat terjadi karena liquid akan berusaha mempertahankan luas permukaannya sekecil mungkin, sehingga akan terbentuk tegangan antarmuka dua fase tersebut, di mana bagian polar akan bergabung dengan fase polar sedangkan bagian non polar akan bergabung dengan fase non polar. Emulsifying agent akan memperkecil kemungkinan droplet untuk saling bergabung membentuk globul (Allen, 2002).

Berdasarkan ionisasinya dalam larutan aqueous, emulsifying agent dibagi menjadi empat kategori, yakni:

1. Surfaktan anionik

Komponen ini akan terdisosiasi di dalam larutan aqueous menjadi bentuk ion negatif dan pada bagian tersebut akan bertanggung jawab terhadap kemampuannya sebagai agen pengemulsi. Surfaktan jenis ini banyak

(26)

digunakan karena harganya murah. Namun karena toksisitasnya, pemakaian surfaktan jenis ini hanya untuk pembuatan eksternal. Contoh sodium stearat. 2. Surfaktan kationik

Komponen ini akan terdisosiasi di dalam larutan aqueous menjadi bentuk ion positif. Kebanyakan surfaktan jenis ini digunakan sebagai desinfektan dan pengawet pada emulsi tipe M/A. Dari segi toksisitasnya, jenis surfaktan ini biasa digunakan dalam formulasi krim antiseptik. Contoh: cetrimide. 3. Surfaktan non ionik

Surfaktan non ionik merupakan jenis surfaktan yang tidak memiliki muatan dan penggunaan secara kombinasi akan menghasilkan bentuk

interfacial film yang stabil di antara permukaan droplet. Jenis surfaktan ini banyak digunakan karena toksisitas dan tingkat iritasinya yang rendah serta dapat dipergunakan untuk sediaan per oral maupun parenteral. Contoh:

polysorbate. Sebagian besar surfaktan non ionik ini terdiri dari:

a. Asam lemak atau alkohol (biasanya dengan 12-18 atom karbon), rantai hidrokarbon yang sebagian bersifat hidrofobik.

b. Alkohol (-OH) dan atau gugus etilen oksida (-OCH2 CH2) yang tersusun

dari bagian hidrofilik suatu molekul. 4. Surfaktan amphoterik

Surfaktan jenis ini memiliki muatan negatif serta positif, bergantung pada pH dari sistem. Ketika pH dari sistem rendah, maka surfaktan ini

(27)

bermuatan positif dan sebaliknya. Surfaktan jenis ini jarang dipergunakan sebagai emulsifying agent. Contoh: polisakarida (Billany, 2002).

Gambar 1. Stereokimia surfaktan: (A) Bentuk emulsifier, (B) Emulsi M/A, (C) Emulsi A/M, (D) Emulsi dengan emulsifier ganda (Leyden dan

Rawling, 2002)

Setiap surfaktan memiliki penampakan stereokimia yang berbeda-beda, bergantung dari besarnya nilai HLB yang dimiliki. Emulsifier dengan HLB 12-15 memiliki afinitas yang tinggi terhadap fase air daripada fase minyak. Stereokimia dari gugus kepala yang bersifat polar memiliki kontribusi terhadap sifat tersebut. Droplet spheris dari fase minyak yang terbentuk di dalam fase air akan membatasi jumlah emulsifier yang digunakan untuk setiap unit luas permukaan dari fase minyak. Emulsifier dengan HLB 5-12 memiliki afinitas yang lebih besar terhadap fase minyak daripada terhadap fase airnya dengan pemakaian jumlah emulsifier yang jauh lebih besar untuk setiap unit luas permukaan fase minyak. Emulsifier dengan HLB 1-5 secara cepat dapat membentuk sistem emulsi A/M. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi lebih

(28)

dari satu emulsifier memiliki kemampuan lebih baik untuk membentuk molekul

emulsifier per luas permukaan droplet (Leyden dan Rawling, 2002).

Gambar 1D menunjukkan efek bilayer yang dihasilkan akan mengelilingi droplet minyak dengan posisi gugus non polar dan gugus polar yang saling terarah pada posisi alternating fashion. Bagian luar droplet terdiri bagian hidrofilik di mana bagian hidrofilik dari emulsifier primer maupun sekunder saling tersusun satu sama lain pada bagian antarmuka minyak-air yang disertai dengan adanya peristiwa pemasukan rantai lipofilik dari emulsifier sekunder ke dalam droplet. Sehingga secara keseluruhan hal ini akan membuat sistem emulsi menjadi stabil (Leyden dan Rawling, 2002).

Menurut Mollet dan Grubenmann (2001), hal yang paling penting dalam emulsi untuk sediaan farmasi dan kosmetik adalah kestabilan produk hasil emulsi. Stabilitas emulsi ini merupakan acuan untuk mengetahui life time dari emulsi tersebut. Metode evaluasi stabilitas emulsi antara lain:

1. Pemisahan fase

Stabilitas fisik emulsi dapat diketahui dengan pemeriksaan tingkat

creaming atau coalecense yang terjadi dalam periode waktu tertentu. Caranya dengan membandingkan volume emulsi yang masih stabil terhadap volume totalnya dengan menggunakan tabung berskala.

2. Analisis ukuran droplet

Jika rata – rata ukuran droplet bertambah, bersamaan dengan menurunnya jumlah droplet pada waktu tertentu, diasumsikan terjadi

(29)

coalescence. Analisis ukuran droplet dilakukan untuk membandingkan rata – rata laju terjadinya coalescence untuk tiap formula emulsi. Pemeriksaan mikroskopik secara elektronik dapat dilakukan dengan pengukuran laser difraksi suatu emulsi selama masa penyimpanan.

3. Perubahan viskositas

Perbedaan ukuran dan mobilitas dari droplet yang terjadi selama periode waktu tertentu dapat berpengaruh terhadap perubahan viskositas (Aulton, 1988).

(30)

Berbagai fenomena ketidakstabilan emulsi yang dapat terjadi diantaranya adalah:

1. Creaming

Creaming terjadi ketika droplet-droplet saling terflokulasi dan mengumpul di satu bagian spesifik pada emulsi. Pada tipe emulsi M/A,

creaming dapat diketahui ketika droplet minyak saling berkumpul dan naik sampai pada bagian atas emulsi. Kondisi ini terjadi karena minyak memiliki kerapatan yang lebih rendah daripada air. Creaming bersifat reversible

karena masing-masing droplet masih dikelilingi oleh lapisan film (Allen, 2002).

Pertimbangan dari aplikasi kualitatif Hukum Stoke menunjukkan bahwa kecepatan creaming dapat dikurangi dengan cara:

a. Menghasilkan emulsi dengan ukuran droplet yang kecil

Suatu emulsifying agent tidak hanya bekerja untuk menstabilkan sistem emulsi saja, tetapi juga bertugas untuk memfasilitasi terjadinya suatu proses emulsifikasi untuk menghasilkan suatu droplet dengan ukuran optimal.

b. Meningkatkan viskositas dari fase kontinyu

Menyimpan produk atau suatu sediaan pada suhu yang rendah (di atas titik beku) akan meningkatkan viskositas dari fase kontinyu dan juga dapat menurunkan energi kinetik dari sistem sehingga dapat mengurangi kecepatan migrasi dari droplet fase dispersinya.

(31)

c. Mengurangi perbedaan kerapatan antar dua fase

Terjadinya creaming dapat dicegah dengan menyamakan densitas dari kedua fase tersebut (Aulton,2002).

2. Flokulasi

Flokulasi disebabkan karena agregasi dari droplet yang terdispersi membentuk suatu kelompok. Seharusnya setiap droplet memiliki karateristik tersendiri sebagai satu unit. Namun, pada peristiwa flokulasi, sekumpulan droplet menunjukkan secara fisik satu unit, dimana peristiwa ini dapat meningkatkan kecepatan dari creaming (Aulton, 2002).

3. Coalescence dan ostwald ripening

Coalescence dan ostwald ripening merupakan tipe instabilitas emulsi yang paling serius. Coalescence merupakan peristiwa saling bergabungnya droplet berukuran kecil yang pada akhirnya menghasilkan suatu droplet dengan ukuran yang lebih besar. Sedangkan ostwald ripening merupakan peristiwa saling menempel dan bergabungnya droplet yang berukuran kecil dengan droplet yang berukuran besar yang pada akhirnya menyebabkan terbentuknya droplet baru dengan ukuran yang lebih besar. Peristiwa ini menyebabkan mudahnya terjadi pemisahan fase (Eccleston, 2007). Hal ini dikarenakan lapisan film yang mengelilingi droplet telah rusak atau hilang. Peristiwa ini bersifat irreversible (Aulton, 2002).

(32)

4. Inversi fase

Inversi fase terjadi ketika emulsi dengan tipe M/A berubah menjadi emulsi tipe A/M atau sebaliknya. Hal ini merupakan kasus ketidakstabilan yang khusus pada emulsi yang terjadi karena faktor kondisi yang tidak terkendali seperti terjadinya perubahan kelarutan emulsifier yang digunakan oleh karena adanya interaksi dengan zat tambahan yang dipergunakan atau disebabkan oleh karena terjadinya perubahan suhu secara drastis (Eccleston, 2007).

C. HLB

Hydrophile–lipophile balance (HLB) merupakan suatu ukuran untuk menunjukkan keseimbangan antara gugus hidrofil dan lipofil. Salah satu jenis surfaktan yang memiliki karakteristik spesifik yakni HLB adalah surfaktan non ionik. Berdasarkan hal tersebut, setiap zat memiliki nilai HLB yang menunjukkan polaritas zat tersebut. Kisaran lazimnya antara 1-20. Semakin tinggi nilai HLB, surfaktan semakin bersifat hidrofilik. Emulsi dengan potensi gugus hidrofilik lebih besar mempunyai viskositas yang lebih encer (Mollet dan Grubermann, 2001).

Terkadang ditemui suatu emulgator tunggal dapat menghasilkan tipe emulsi yang dikehendaki pada viskositas yang diinginkan. Namun sering dijumpai, terutama dalam emulsi tipe M/A, emulsi yang stabil dapat dibuat dengan mudah menggunakan kombinasi surfaktan lipofilik dan surfaktan

(33)

hidrofilik. Kombinasi seperti ini menghasilkan antarmuka yang memiliki tegangan permukaan rendah dan viskositas yang cukup untuk mencegah

creaming dan meningkatkan stabilitas (Rieger, 1986).

Konsentrasi surfaktan memainkan peranan penting dalam keseimbangan hidrofilik-lipofilik, akibatnya juga mempengaruhi kekuatan mengikat berbagai komposisi cairan yang ada dalam cairan emulsi. Adanya ketidakseimbangan hidrofilik-lipofilik akan menyebabkan butiran-butiran emulsi tidak terdispersi sempurna yang berakibat terganggunya stabilitas emulsi (Ainurofiq, 2006).

Tabel I. Aktivitas dan nilai HLB surfaktan (Ansel, 2005)

Aktifitas HLB Antibusa Pengemulsi (A/M) Zat pembasah Pengemulsi (M/A) Detergen Pelarut 1-3 3-6 7-9 8-18 13-15 15-20 D. Monografi Bahan 1. Cetyl alcohol

Gambar 3. Struktur kimia cetyl alcohol

Rumus kimia cetyl alcohol (Gambar 3) adalah C16H34O dengan berat

molekul 242,44. Cetyl alcohol berbentuk granul seperti lilin berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa dengan titik lebur 45-520C. Larut dalam eter dan etanol 95%, praktis tidak larut dalam air (Unvala, 2005).

(34)

Dalam sediaan kosmetik, cetyl alcohol berfungsi sebagai emolien. Aksi dermatologisnya adalah dengan mudah diabsorbsi oleh kulit, memberikan efek perlindungan pada kulit, tidak merupakan iritan primer dan bukan pemicu sensitivitas pada kulit (Greenberg dan Lester, 1954). Fungsi lain dari

cetyl alcohol adalah sebagai bahan penyalut, bahan pengemulsi dan bahan pengeras. Cetyl alcohol digunakan secara luas untuk kosmetik dan farmasi antara lain suppositoria dan sediaan padat pelepasan terkontrol, emulsi, losion, krim dan salep (Unvala,2005).

2. Polysorbate 80

Gambar 4. Struktur kimia polysorbate 80

Polysorbate 80 (Gambar 4) merupakan nama lain dari Tween 80.

Polysorbate merupakan surfaktan hidrofilik non inonik yang mengandung 20 unit oksietilena dan dapat digunakan sebagai emulsifying agent pada tipe emulsi M/A. Penggunaan tween 80 secara kombinasi sebagai emulsifying agent hidrofilik memiliki range konsentrasi sebesar 1-10 %. Nama kimia untuk Tween 80 adalah polyoxyethylene 20 sorbitan monoleate dengan rumus kimia C64H124O26. Tween 80 berbentuk cairan berminyak berwarna

(35)

3. VCO

Virgin coconut oil (VCO) merupakan salah satu hasil olahan dari daging buah kelapa (Cocos nucifera) yang masih segar .VCO hanya dapat diperoleh dari pengolahan daging kelapa segar atau disebut non kopra. Penggunaan bahan-bahan kimia dan panas yang tinggi tidak digunakan pada pemurnian lebih lanjut seperti halnya minyak kelapa biasa. VCO mempunyai kandungan asam lemak jenuh yang lebih tinggi (92%) dari minyak nabati lainnya termasuk minyak kelapa biasa. Kandungan asam lemak jenuh tersebut didominasi oleh asam laurat (43 - 53%) yang merupakan Medium Chain Fatty Acid (MCFA) yang tidak terdapat dalam sebagian besar minyak lain (Shilhavy, 2005). Asam laurat merupakan asam lemak jenuh rantai sedang yang mudah dimetabolisir dan bersifat antimikroba (Sukartin dan Sitanggang, 2005). Menurut APCC (2004), VCO berbentuk cairan jernih (bening), tidak berwarna, memiliki bau yang khas dan tidak mempunyai rasa. VCO juga memiliki kadar air dan asam lemak bebas yang rendah.

4. Aquadest

Aquadest merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Nama lain aquadest adalah air suling. Aquadest

dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Fungsi aquadest sebagai pelarut. Rumus kimia dari aquadest adalah H2O dengan berat molekul 18,02

(36)

D. Landasan Teori

Losion merupakan suatu sistem emulsi yang dirancang untuk pemakaian eksternal. Losion merupakan salah satu sistem emulsi di mana kriteria penerimaan sediaan sangat tergantung sekali pada stabilitas, penampilan dan guna produk yang dibuat tersebut. Suatu sistem emulsi membutuhkan emulgator untuk meningkatkan stabilitasnya. Salah satu cara yang digunakan untuk membentuk suatu sistem yang lebih stabil yakni dengan mengkombinasikan emulgator. Hal ini disebabkan kombinasi emulgator dapat membentuk lapisan film yang kuat pada permukaan minyak-air (Swarbrick , Rubino dan Rubino., 2000).

Surfaktan non ionik merupakan salah satu jenis emulgator yang digunakan secara luas dalam produk farmasetik dan kosmetik. Surfaktan non ionik memiliki nilai HLB tertentu. Nilai HLB akan meningkat seiring dengan meningkatnya gugus hidrofil dalam molekul surfaktan. Emulsi dengan nilai HLB lebih tinggi memiliki potensi gugus hidrofilik lebih besar sehingga viskositasnya lebih encer. Oleh karena itu, nilai HLB dapat dihubungkan dengan berbagai sifat yang tergantung pada hidrofilisitas (Salager, 2000).

Konsentrasi surfaktan dapat mempengaruhi kesetimbangan hidrofilik-lipofilik, akibatnya mempengaruhi kekuatan ikatan berbagai komposisi cairan yang ada dalam emulsi. Adanya ketidakseimbangan hidrofilik-lipofilik akan menyebabkan butiran-butiran emulsi tidak terdispersi sempurna yang berakibat pada terganggunya stabilitas dari suatu sistem emulsi (Ainurofiq, 2006).

(37)

E. Hipotesis

1. Perbedaan nilai HLB campuran polysorbate 80 dan cetyl alcohol

berpengaruh terhadap stabilitas fisik losion VCO yang meliputi determinasi tipe emulsi, pemisahan fase, viskositas, ekstrudabilitas dan daya sebar 2. Pada nilai HLB tertentu akan dihasilkan losion dengan stabilitas optimum.

(38)

19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental, yaitu mencari nilai HLB optimum pada formula losion VCO dengan mengamati stabilitasnya selama penyimpanan.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : komposisi surfaktan polysorbate 80 dan cetyl alcohol. 2. Variabel tergantung : tipe emulsi, pemisahan fase,viskositas, ekstrudabilitas

dan daya sebar.

3. Variabel pengacau terkendali : lama dan kecepatan pencampuran, kemasan losion dan lama penyimpanan losion.

4. Variabel pengacau tidak terkendali : suhu penyimpanan, kelembapan udara dan cahaya saat pembuatan dan penyimpanan.

C. Definisi Operasional

1. Virgin coconut oil adalah minyak kelapa murni yang mengandung asam laurat dalam kadar 43-53%, berbentuk cairan jernih (bening), tidak berwarna, memiliki bau yang khas dan tidak mempunyai rasa.

(39)

2. Losion merupakan sediaan semisolid yang dimaksudkan untuk pemakaian luar pada kulit. Dalam penelitian ini dibuat suatu losion dari virgin coconut oil.

3. Surfaktan merupakan suatu senyawa yang dapat menurunkan tegangan antarmuka yang berada di antara dua cairan yang tidak saling campur sehingga salah satu cairan dapat terdispersi di dalam cairan yang lainnya. Dalam penelitian ini, surfaktan yang digunakan adalah polysorbate 80 dan

cetyl alcohol.

4. Hydrophile–lipophile balance (HLB) merupakan suatu ukuran untuk menunjukkan keseimbangan antara gugus hidrofil dan lipofil.

5. Sifat fisik losion adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas fisik losion, dalam penelitian ini meliputi determinasi tipe emulsi, pemisahan fase, viskositas, ekstrudabilitas dan daya sebar.

6. Stabilitas fisik losion adalah parameter untuk menunjukkan tingkat kestabilan losion selama penyimpanan dari sisi sifat fisik losion, berupa determinasi tipe emulsi, pemisahan fase, viskositas, ekstrudabilitas dan daya sebar

7. Viskositas adalah hambatan losion untuk mengalir setelah adanya pemberian gaya. Semakin besar viskositas losion, maka losion semakin tidak mudah mengalir atau kental.

8. Pemisahan fase losion adalah persentase volume losion yang stabil dibandingkan dengan volume total losion dalam tabung berskala,

(40)

ditunjukkan dengan nilai F. Nilai F yang mendekati 1, menunjukkan losion yang stabil.

9. Ekstrudabilitas adalah pengukuran kemampuan aliran losion dari tabung kemasan losion berdasarkan pada besarnya jumlah losion yang dikeluarkan dari tabung dengan pemberian beban tertentu.

10. Daya sebar adalah kemampuan sebaran losion yang dilihat dari diameter penyebaran losion pada horizontal double plate selama satu menit.

D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah virgin coconut oil

(VCO Wonder®, PT. Sakafarma Laboratories), polysorbate 80 (kualitas farmasetis), cetyl alcohol (kualitas farmasetis) dan aquadest.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitan ini adalah homogenizer,

refractometer ABBE, piknometer, viskometer Ostwald, tabung skala (PYREX-GERMANY), gelas ukur (PYREX-GERMANY), beaker glass

(PYREX-GERMANY), timbangan analitik, pipet tetes, termometer, pengaduk kaca, penangas air (GERHARDT®- GERMANY), stopwatch,

horizontal double plate, alat uji ekstrudabilitas, dan viskometer seri VT 04 (RHION-JAPAN).

(41)

E. Jalannya Penelitian 1. Pengujian sifat fisik Virgin Coconut Oil

a. Kerapatan VCO

Pengukuran dilakukan dengan piknometer pada suhu percobaan 250C. Piknometer beserta tutup ditimbang dalam keadaan kosong dan kering. Sejumlah VCO dimasukkan ke dalam piknometer hingga penuh kemudian didinginkan di dalam es hingga suhu 200C. Bila terjadi

kekurangan volume, ditambahkan VCO melalui lubang kapiler. Kemudian piknometer dikeluarkan dari wadah yang berisi es. Setelah mencapai 250C, piknometer segera ditutup dan didiamkan hingga mencapai suhu 300C dan ditimbang.

Rumus yang digunakan untuk mengetahui bobot VCO yang digunakan adalah (Samhoedi, 1976):

……….(1) Keterangan:

= bobot jenis VCO

a = bobot piknometer kosong b = bobot VCO + piknometer c = bobot air + piknometer

Kerapatan VCO pada suhu 250C dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Samhoedi, 1976):

(42)

ρ = X ………..……… (2) Keterangan:

ρ = kerapatan VCO (g/ml)

= bobot jenis VCO = kerapatan air (g/ml)

Sedangkan kerapatan VCO pada suhu 300C dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Ketaren, 1986):

G = G’ + 0,0007 (T – 250C) ………...(3)

Keterangan:

G= kerapatan pada T0C/250C G’= kerapatan pada suhu 250C

T= suhu minyak (0C) b. Viskositas VCO

Pengukuran viskositas VCO dilakukan dengan menggunakan viskometer Ostwald. VCO dimasukkan ke dalam viskometer kemudian diukur lama waktu yang dibutuhkan oleh VCO untuk melalui pipa kapiler sepanjang batas yang telah ditentukan. Suhu yang digunakan adalah 300C.

Perhitungan viskositas VCO dilakukan dengan membandingkan antara viskositas VCO dengan viskositas air berdasarkan hukum Poiseuile sebagai berikut (Sinko, 2006):

(43)

……….(4) Keterangan:

η = viskositas І = panjang pipa r = jari-jari kapiler

p = tekanan yang bekerja pada zat cair

t = waktu yang diperlukan untuk mengalirkan volume zat cair melalui pipa kapiler sepanjang І

c. Indeks Bias VCO

Pengukuran indeks bias dilakukan dengan refraktometer. Setetes volume VCO diletakkan pada kaca objek kemudian dicari transisi sinar yang paling kontras dan dibaca skalanya. Prinsip pengukuran indeks bias berdasarkan pada Hukum Pembiasan. Rumus yang digunakan adalah:

………(5) Keterangan:

= indeks bias terkoreksi (pada t = 200C)

) = indeks bias zat pada t0C (hasil pengukuran) t = suhu pengukuran

(44)

2. Pembuatan Losion

a. Formula

Formula dasar (Swarbrick dkk, 2000)

R/ Parafin cair 50 g

Emulgator (Tween 80 dan Span 80) 5 g

Aquadest ad 100 g

Formula ini dimodifikasi menjadi:

R/ Virgin coconut oil 60 g

Emulgator (polysorbate 80 dan cetyl alcohol) 15 g

Aquadest 60 g

Penelitian ini terdiri dari 2 tahap dimana pada masing-masing tahap dibuat lima formula dengan perbedaan nilai HLB seperti tersaji dalam Tabel II dan III.

Tabel II. Komposisi formula losion pada tahap I Formula HLB 6 (g) HLB 8 (g) HLB 10 (g) HLB 12 (g) HLB 14 (g) VCO 60 60 60 60 60 Polysorbate 80 6 8 10 12 14 Cetyl alcohol 9 7 5 3 1 Aquadest 60 60 60 60 60

Tabel III. Komposisi formula losion pada tahap II Formula HLB 6 (g) HLB 6,5 (g) HLB 7 (g) HLB 7,5 (g) HLB 8 (g) VCO 140 140 140 140 140 Polysorbate 80 14 15,16 16,33 17,5 18,66 Cetyl alcohol 21 19,84 19,17 17,5 16,34 Aquadest 140 140 140 140 140

(45)

b. Pembuatan losion

Pada tahap I dibuat losion dengan nilai HLB 6, 8, 10, 12, dan 14 dengan membuat variasi jumlah polysorbate 80 dan cetyl alcohol

sebagai emulgator. Losion ini dibuat dengan cara memanaskan VCO dan cetyl alcohol hingga suhu 400C. Demikian juga dengan halnya dengan aquadest dan polysorbate 80 yang dipanaskan hingga suhu 400C pada wadah yang terpisah. Selanjutnya, campuran aquadest

dan polysorbate 80 didispersikan ke dalam campuran VCO dan cetyl alcohol sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan homogenizer. Pengadukan dilakukan hingga tercapai suhu kamar. Setelah terbentuk massa losion, losion dimasukkan ke dalam kemasan dan dilakukan pengamatan stabilitas fisik.

Setelah dilakukan pengamatan stabilitas fisik lotion selama masa penyimpanan 14 hari pada tahap I, diperoleh nilai HLB yang memiliki stabilitas optimum. Nilai HLB tersebut digunakan sebagai nilai HLB untuk membuat losion pada tahap II. Pembuatan losion tahap II dilakukan langkah yang sama dengan pembuatan losion tahap I.

(46)

3. Evaluasi Stabilitas Fisik Losion

a. Determinasi tipe emulsi 1) Metode pewarnaan

Losion ditempatkan pada 2 cawan porselin. Kemudian losion ditetesi dengan 1 tetes pewarna biru metilen 0,2% dan yang lain dengan 2 tetes sudan III 0,5% dalam minyak kemudian diaduk pelan. Losion berbasis air akan terwarnai oleh biru metilen sedangkan losion berbasis minyak akan terwarnai oleh sudan III. Pengamatan dilakukan sebelum dan sesudah penyimpanan pada suhu ruang selama 14 hari untuk tahap I. 2) Metode pengenceran

Satu tetes losion diteteskan ke dalam 30 ml air. Losion tipe M/A akan terdistribusi merata pada medium air. Losion tipe A/M tidak akan terdistribusi merata pada permukaan air. Pengamatan dilakukan sebelum dan sesudah penyimpanan pada suhu ruang selama 14 hari untuk tahap I.

b. Pengamatan pemisahan fase losion

Losion dituang dalam tabung berskala dan dalam keadaan tidak terganggu. Pemisahan fase yang terjadi dicatat setiap hari selama 14 hari penyimpanan pada tahap I dan setiap minggu selama 7 minggu penyimpanan pada tahap II. Losion yang belum memisah setelah penyimpanan selama 7 minggu pada suhu kamar, disimpan pada

(47)

suhu 500C. Rasio pemisahan fase yang terjadi dicatat. Rumus yang digunakan (Mollet dan Grubenmann, 2001):

………. (6) Keterangan:

F = rasio pemisahan fase

Vu = volume fase emulsi pada waktu tertentu Vo = volume seluruh emulsi

Φu dan Φo = luas penampang

Hu = tinggi fase emulsi pada waktu tertentu Ho = tinggi emulsi mula-mula

c. Viskositas losion

Pengukuran viskositas dilakukan dengan viskometer Rion VT-04. Losion seberat 100 g dimasukkan dalam suatu wadah yang tersedia. Kemudian wadah yang berisi losion tersebut dipasang pada

portable viscometer. Viskositas losion ditentukan dengan dengan mengamati pergerakan jarum penunjuk viskositas. Hasil yang terbaca pada alat merupakan viskositas losion dengan satuan dPa.S (P), untuk mPa.S (cP). Pengujian dilakukan setiap minggu selama 7 minggu pada tahap II.

d. Ekstrudabilitas losion

Sedian losion diisikan ke dalam kemasan sebanyak 60 ml. kemudian diberi tekanan konstan sebesar 1 kg pada ujung tabung.

(48)

Ekstrudabilitas ditentukan dengan menimbang berat losion yang keluar dari kemasan sediaan. Pengujian dilakukan setiap minggu selama 7 minggu pada tahap II.

e. Daya sebar losion

Sediaan losion seberat 0,5 g ditimbang dan diletakkan pada

horizontal double plate. Horizontal double plate lain seberat 55 g dan beban sebesar 125g diletakkan di atas losion dan didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat diameter penyebarannya. Pengujian dilakukan setiap minggu selama 7 minggu pada tahap II.

4. Analisis Hasil

Data kualitatif yakni determinasi tipe emulsi dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif yang diperoleh dari pengujian pemisahan fase, viskositas, ekstrudabilitas dan daya sebar dianalisis dengan uji regresi dan uji distribusi dengan Kolmogorov-Smirnov. Data terdistribusi normal dianalisis dengan uji ANOVA, jika hasil signifikan dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf kepercayaan 95%. Data yang tidak terdistribusi normal dianalisis dengan uji Friedman, jika hasil signifikan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.

(49)

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengujian Sifat Fisik Virgin Coconut Oil

Pengujian sifat fisik VCO diperlukan untuk verifikasi terhadap VCO yang digunakan sebagai fase minyak dalam penelitian ini. Verifikasi ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari VCO karena pihak produsen belum melakukan pengujian sifat fisik VCO. Verifikasi VCO yang dilakukan meliputi pengukuran kerapatan, viskositas dan indeks bias.

1. Kerapatan

Pengukuran kerapatan VCO dilakukan dengan menggunakan piknometer. Pengukuran ini dilakukan pada suhu kamar (300C) dengan suhu percobaan 250C. Menurut aturan standar APCC (2004), kerapatan relatif VCO adalah 0,915-0,920 sementara kerapatan VCO pada suhu 300C yang

didapatkan dari penelitian ini sebesar 0,839 g/ml±0,01. 2. Viskositas

Pengukuran viskositas VCO dilakukan dengan menggunakan viskometer Ostwald. Pemilihan viskometer ini dikarenakan VCO memiliki wujud cair. Viskometer ostwald termasuk jenis viskometer kapiler. Prinsip kerjanya adalah dengan mengukur waktu yang dibutuhkan VCO untuk lewat antara dua tanda ketika mengalir karena pengaruh gravitasi melalui suatu tabung vertikal. Dasar yang dipakai adalah hukum Poiseulle. Pengukuran

(50)

viskositas VCO ini dilakukan pada suhu 300C. Viskositas VCO didapatkan sebesar 29,01 cP±0,21.

3. Indeks bias

Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak digunakan pada pengenalan unsur kimia dan untuk menguji kemurniannya. Pengukuran indeks bias dilakukan dengan refraktrometer. Menurut aturan standar APCC (2004), indeks bias VCO sebesar 1,4480-1,4492 sementara dari hasil penelitian diperoleh indeks bias VCO dari lima kali replikasi didapatkan sebesar 1,4545±0,00.

B. Pembuatan Losion Tahap I dan Evaluasi Stabilitas Fisik

Pada pembuatan losion ini dibagi menjadi dua fase. Fase pertama (fase minyak) dibuat dengan mencampurkan VCO dengan cetyl alcohol hingga pada suhu 400C terlebih dahulu. Suhu pencampuran maksimal 400C untuk menjaga struktur asam laurat pada VCO (Shilhavy, 2005). Kemudian fase kedua (fase air) yakni campuran antara aquadest dengan polysorbate 80 yang telah dipanaskan hingga suhu 400C ditambahkan pada fase pertama secara

perlahan-lahan sambil di-homogenizer dengan kecepatan rendah. Tujuan pemanasan tersebut dilakukan agar tidak terjadi shock thermal antara fase I dan fase II.

Polysorbate 80 merupakan surfaktan yang memiliki hidrofilisitas yang tinggi. Penggunaan polysorbate 80 memfasilitasi proses pencampuran karena

(51)

terdapat a bulky hydrophilic head group yang bergerak bebas pada antarmuka sehingga penetrasi rantai minyak lebih baik pada surfactant tails (Bjorkegren, Karimi, Martinelli, Jayakumar dan Hashim, 2015).

Cetyl alcohol bertindak sebagai co-surfactant yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan meningkatkan fleksibilitas dari interfacial film. Cetyl alcohol bekerja dengan berpenetrasi pada hydrophobic core dan menurunkan hidrofobisitasnya sehingga dapat meningkatkan stabilitas pada losion VCO (Jaworska, Sikora, Ogonowski dan Konieczna, 2015).

Pada tahap I ini dibuat losion pada lima nilai HLB dengan rentang yang lebar. Nilai HLB yang dipilih adalah 6, 8, 10, 12 dan 14. Masing-masing formula yang dibuat kemudian dievaluasi stabilitas fisiknya. Hasil akhir yang diinginkan dari evaluasi stabilitas fisik ini adalah diperoleh nilai HLB kira-kira yakni nilai HLB kasar yang menghasilkan losion dengan stabilitas fisik yang paling baik. Evaluasi stabilitas fisik yang dilakukan meliputi:

1. Determinasi tipe emulsi

Determinasi ini bertujuan untuk mengetahui tipe emulsi yang terjadi dari pembuatan losion pada kelima nilai HLB. Metode yang digunakan ada dua yakni metode pewarnaaan dan metode pengenceran. Penggunaan dua metode ini bertujuan untuk mengkonfirmasikan dan menegaskan hasil yang diperoleh dari metode lainnya.

(52)

a. Metode pewarnaan

Metode pewarnaan ini dilaksanakan dengan penambahan pewarna biru metilen yang hanya larut pada fase polar (air) dan sudan III yang hanya larut dalam fase non polar (minyak). Hasil pengujian menunjukkan bahwa losion pada kelima formula terwarnai biru secara homogen dengan biru metilen tetapi formula losion dengan nilai HLB 8, HLB 10, HLB 12 dan HLB 14 tidak terwarnai secara homogen dengan sudan III sementara pada HLB 6 dapat terwarnai dengan sudan III. Hasil serupa juga ditunjukkan pada pengujian di minggu kedua. Kesimpulan yang dapat diambil adalah formula HLB 8, 10, 12 dan 14 memiliki tipe emulsi M/A dan tidak mengalami inversi setelah penyimpanan selama 14 hari sedangkan untuk formula HLB 6 belum dapat diambil kesimpulan mengenai tipe emusinya.

Tabel IV. Hasil uji metode pewarnaan Formula

Biru metilen Sudan III

Tipe Sebelum penyimpanan Sesudah penyimpanan Sebelum penyimpanan Sesudah penyimpanan HLB 6 + + + + belum dapat ditentu- kan HLB 8 + + - - M/A HLB 10 + + - - M/A HLB 12 + + - - M/A HLB 14 + + - - M/A

Keterangan: + = terwarnai homogen - = tidak terwarnai homogen

(53)

b. Metode pengenceran

Metode pengenceran dilakukan untuk mengetahui tipe emulsi yang terbentuk pada losion VCO. Prinsipnya adalah emulsi tipe M/A dapat diencerkan dengan air dan emulsi tipe A/M dapat diencerkan dengan minyak. Medium yang digunakan dalam pengujian ini adalah air.

Tabel V. Hasil uji metode pengenceran

Formula Sebelum penyimpanan Sesudah penyimpanan

HLB 6 - -

HLB 8 + +

HLB 10 + +

HLB 12 + +

HLB 14 + +

Keterangan: + = terencerkan dengan air - = tidak terencerkan dengan air Hasil pengujian menunjukkan bahwa losion pada formula HLB 8, 10, 12 dan 14 dapat diencerkan dengan air secara merata. Hasil serupa juga ditunjukkan setelah masa penyimpanan selama 14 hari. Hasil ini menunjukkan bahwa losion yang dibuat pada keempat nilai HLB tersebut memiliki tipe M/A dan tidak mengalami inversi setelah penyimpanan selama 14 hari. Sedangkan pada HLB 6 baik sebelum maupun sesudah masa penyimpanan selama 14 hari, losion tidak dapat terencerkan dengan air. Hasil ini menunjukkan bahwa losion yang dibuat memiliki tipe A/M dan tidak mengalami inversi setelah penyimpanan selama 14 hari.

(54)

2. Pemisahan fase

Uji pemisahan fase merupakan salah satu parameter evaluasi stabilitas fisik losion. Uji pemisahan fase dilakukan dengan mengukur tinggi pemisahan emulsi dalam tabung berskala setiap hari selama 14 hari. Semakin mendekati 1 nilai rasio pemisahan fasenya maka emulsi makin stabil. Data pemisahan fase disajikan dalam nilai F, yang menunjukkan rasio antara tinggi emulsi yang masih stabil dengan tinggi emulsi awal.

Pemisahan fase pada penelitian ini diamati pada suhu kamar (280C)

untuk menghilangkan pengaruh suhu dan tidak dalam keadaan diberi tekanan. Uji stabilitas pada kondisi ini akan memberikan keuntungan yakni hasil yang diperoleh merupakan gambaran yang sebenarnya dari stabilitas emulsi. Kekurangan dari metode ini adalah dibutuhkan waktu yang lama untuk pengujian stabilitas.

Menurut hukum Stokes, laju pemisahan fase dipengaruhi oleh diameter droplet, viskositas medium dan perbedaan densitas antara fase dispers dan medium dispers. Losion dengan HLB 6 mempunyai konsistensi yang paling kental dibanding keempat nilai HLB yang lain. Konsistesi yang makin kental, viskositas medium semakin besar sehingga kecepatan rasio pemisahan fase menurun.

(55)

Gambar 5. Hubungan waktu penyimpanan terhadap rasio pemisahan

Gambar 5 menunjukkan bahwa losion dengan nilai HLB 6 adalah losion yang paling stabil karena dengan penyimpanan selama 14 hari tidak terjadi pemisahan. Sementara pada keempat nilai HLB yang lain terjadi penurunan rasio pemisahan selama masa penyimpanan. Oleh karena itu, nilai HLB 6 – HLB 8 dipilih sebagai nilai HLB kira-kira untuk pembuatan losion tahap II.

Persamaan garis lurus antara nilai HLB dengan nilai F sesudah penyimpanan memberikan nilai R2 0,588 dengan P-value sebesar 0,000 < α yang artinya kontribusi nilai HLB signifikan dalam memprediksi nilai rasio

(56)

pemisahan. Persamaan garis regresi menggunakan metode kuadrat terkecil (least squares method) yang didapat adalah Y = 1,109 – 0,089X.

Data pengukuran rasio pemisahan dilakukan analisis statistik dengan taraf kepercayaan 95%. Pertama kali dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui model distribusi yang diperoleh. Data yang didapatkan tidak terdistribusi normal (nilai signifikansi 0,000 < α) sehingga dilakukan uji

Friedman untuk mengetahui pengaruh antara nilai HLB dan waktu penyimpanan terhadap rasio pemisahan. Pada Lampiran 8 tercantum nilai signifikansi sebesar 0,000 < α yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antar nilai HLB dengan ratio pemisahan.

Analisis dilanjutkan dengan uji mann-whitney untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan diantara dua rata-rata nilai F. Hasil uji mann-whitney pada Lampiran 9 menunjukkan nilai signifikansi < α menunjukkan bahwa perbedaan diantara dua rata-rata nilai F signifikan pada suhu kamar, terkecuali pada nilai HLB 10 dan HLB 12 tercantum nilai signifikansi > α yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara dua rata-rata nilai F pada suhu kamar.

C. Pembuatan Lotion Tahap II dan Evaluasi Stabilitas Fisik

Berdasarkan hasil analisis awal yang dilakukan pada tahap I maka formula HLB 6 dan HLB 8 ditetapkan sebagai perkiraan nilai HLB yang menjadi dasar pembuatan losion tahap II. Pada tahap II dibuat losion pada

(57)

lima nilai HLB yakni 6; 6,5; 7; 7,5 dan 8. Masing-masing formula dibuat kemudian dievaluasi stabilitas fisiknya. Hasil akhir yang diinginkan dari evaluasi stabilitas fisik ini adalah diperoleh nilai HLB yang menghasilkan losion dengan stabilitas fisik yang optimum. Evaluasi stabilitas fisik yang dilakukan meliputi:

1. Pemisahan fase

Suatu emulsi akan berusaha mengurangi energi bebas permukaan dengan memperkecil luas permukaan. Luas permukaan dapat diperkecil dengan penggabungan tetesan-tetesan sehingga ukuran tetesan menjadi lebih besar, penggabungan tetesan inilah yang mengakibatkan pemisahan fase.

Losion yang paling stabil adalah formula HLB 6 karena kombinasi emulgator HLB 6 yang memberikan proporsi hidrofil-lipofil yang cukup untuk mengikat fase minyak dan fase air serta dapat membentuk lapisan antarmuka yang cukup untuk mencegah penggabungan fase dispers. Fenomena ini didukung oleh viskositas formula HLB 6 yang paling tinggi dibandingkan formula lain. Menurut hukum Stokes, viskositas berbanding terbalik dengan pemisahan fase. Semakin besar viskositas maka pemisahan fase semakin kecil karena penggabungan fase dispers terhambat.

Gambar 6 menunjukkan bahwa selama tujuh minggu masa penyimpanan terjadi penurunan rasio pemisahan pada tiap nilai HLB. Tetapi terdapat perbedaan hasil pada HLB 6,5. Pada HLB 6,5 di masa

(58)

penyimpanan dari minggu ke-4 hingga minggu ke-5 terjadi peningkatan rasio pemisahan. Hal ini dapat terjadi karena efek busa yang dihasilkan pada HLB 6,5 saat penelitian yang mengakibatkan bias pada pembacaan skala.

Gambar 6. Hubungan waktu penyimpanan terhadap ratio pemisahan

Persamaan garis lurus antara nilai HLB dengan nilai F sesudah penyimpanan memberikan nilai R2 0,092 dengan P-value sebesar 0,056 > α yang artinya kontribusi nilai HLB tidak signifikan dalam memprediksi nilai rasio pemisahan. Persamaan garis regresi menggunakan metode kuadrat terkecil (least squares method) yang didapat adalah Y = 0,987 – 0,008X.

Data pengukuran rasio pemisahan dilakukan analisis statistik dengan taraf kepercayaan 95%. Pertama kali dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui model distribusi yang diperoleh. Data yang didapatkan tidak terdistribusi normal (nilai signifikansi 0,006 < α ) sehingga dilakukan uji Friedman untuk mengetahui pengaruh nilai HLB dan waktu

(59)

penyimpanan terhadap rasio pemisahan. Pada Lampiran 16 tercantum nilai signifikansi sebesar 0,000 < α yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh antar nilai HLB dengan ratio pemisahan.

Analisis dilanjutkan dengan uji mann-whitney untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan diantara dua rata-rata nilai F. Hasil uji

Mann-whitney pada Lampiran 17 menunjukkan nilai signifikansi > α menunjukkan bahwa perbedaan dua rata-rata nilai F antar HLB tidak signifikan pada suhu kamar.

2.Viskositas

Viskositas merupakan salah satu parameter fisik stabilitas emulsi. Penelitian shelf life emulsi terhadap viskositas bukan berhubungan dengan nilai viskositas saat pengukuran saja, melainkan dengan perubahan viskositas selama penyimpanan. Biasanya penurunan viskositas dengan waktu mencerminkan peningkatan ukuran tetesan karena penggabungan tetesan dan menunjukkan shelf life yang buruk. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran viskositas losion tiap minggu selama tujuh minggu. Alat yang digunakan adalah viskometer Rion VT-04 karena sifat alir emulsi adalah non-newton.

Persamaan garis lurus antara nilai HLB sesudah penyimpanan memberikan nilai R2 0,571 dengan P-value sebesar 0,000 < α yang artinya kontribusi nilai HLB signifikan dalam memprediksi viskositas. Persamaan garis regresi menggunakan metode kuadrat terkecil (least squares method)

(60)

yang didapat adalah Y = 25,499 – 3,386X. Pada gambar 7 dapat dijelaskan bahwa semakin bertambahnya waktu penyimpanan pada tiap nilai HLB, terjadi penurunan viskositas losion. Hal ini terjadi diduga akibat terjadi kenaikan droplet size sehingga jumlah droplet per unit volume pada emulsi semakin menurun dan jarak rata-rata antar ukuran droplet semakin dekat. Oleh karena itu, droplet-droplet tersebut semakin mobile dan terjadi kurangnya resistensi sifat alir dari losion yang menyebabkan turunnya viskositas.

Gambar 7. Hubungan waktu penyimpanan terhadap viskositas

Data pengukuran viskositas dilakukan analisis statistik dengan taraf kepercayaan 95%. Dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui model distribusi yang diperoleh. Data yang didapatkan terdistribusi normal (0,070 > α ) sehingga dilakukan uji one-way anova. Tiga syarat untuk uji

(61)

parametrik yaitu skala pengukuran variabelnya numerik, data terdistribusi normal dan adanya kesamaan varians. Selanjutnya, Levene’s test dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kesamaan varians. Dalam penelitian ini, hasil Levene’s test data viskositas memberikan nilai P-value = 0,080 > α yang menunjukkan bahwa varians data sama sehingga uji Anova valid

untuk dilakukan.

Selanjutnya untuk melihat apakah ada perbedaan pendapatan dari nilai lima HLB, maka dapat dilihat pada Lampiran 20 diperoleh nilai P-value = 0,000 < α yang menunjukkan bahwa ada perbedaan viskositas yang signifikan diantara lima nilai HLB tersebut.

Kemudian dilanjutkan dengan Post Hoc Test menggunakan uji Tukey

untuk melihat kelompok data mana saja yang berbeda. Pada uji Tukey, diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan pada rata-rata viskositas oleh tiap nilai HLB yang terbagi menjadi tiga kelompok data yang berbeda.

3.Uji ekstrudabilitas

Uji ektrudabilitas digunakan untuk mengetahui kemampuan dari losion untuk keluar dari suatu kemasan. Waktu tuang yang baik mencerminkan daya alir yang baik. Persamaan garis lurus yang didapatkan antara nilai HLB dengan nilai daya ekstrudabilitas sesudah penyimpanan memberikan nilai R2 0,861 dengan P-value sebesar 0,000 < α yang artinya kontribusi nilai HLB signifikan dalam memprediksi ekstrudability. Persamaan garis

(62)

regresi menggunakan metode kuadrat terkecil (least squares method) yang didapat adalah Y = 2,126 + 0,306X. Gambar 8 menunjukkan bahwa selama masa penyimpanan masing-masing nilai HLB terjadi kenaikan nilai ekstrudabilitasnya. Hal ini dikarenakan viskositas pada masing-masing nilai HLB menurun selama masa penyimpanan sehingga losion lebih mudah mengallir dari kemasan sediaan.

Gambar 8. Hubungan waktu penyimpanan terhadap ekstrudabilitas

Data pengukuran ekstrudabilitas dilakukan analisis statistik dengan taraf kepercayaan 95%. Pertama kali dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui model distribusi yang diperoleh. Data yang didapatkan terdistribusi normal (nilai signifikansi 0,200 > α ) sehingga dilakukan uji

one-way anova. Dilanjutkan dengan Levene’s test untuk mengetahui ada atau tidaknya kesamaan varians. Dalam penelitian ini, hasil Levene’s test

(63)

data ekstrudabilitas memberikan nilai P-value = 0,264 > α yang menunjukkan bahwa varians data sama sehingga uji Anova valid untuk dilakukan.

Selanjutnya untuk melihat apakah ada perbedaan ekstrudabilitas dari nilai lima HLB, maka dapat dilihat pada Lampiran 20 diperoleh nilai P-value = 0,000 < α yang menunjukkan bahwa ada perbedaan ekstrudabilitas yang signifikan diantara lima nilai HLB tersebut.

Kemudian dilanjutkan dengan Post Hoc Test menggunakan uji Tukey

untuk melihat kelompok data mana saja yang berbeda. Pada uji Tukey, diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan pada rata-rata ekstrudabilitas oleh tiap nilai HLB yang terbagi menjadi empat kelompok data yang berbeda.

4. Uji daya sebar

Salah satu uji yang digunakan untuk menguji stabilitas losion adalah uji daya sebar. Uji ini digunakan untuk mengetahui kemampuan dari sediaan losion menyebar pada satu permukaan media. Salah satu syarat losion yang baik adalah daya sebarnya yang tinggi agar mudah di aplikasikan pada area kulit yang luas permukaannya besar.

Dari hasil penelitian, didapatkan persamaan garis lurus antara nilai HLB dengan nilai F sesudah penyimpanan memberikan nilai R2 0,456 dengan P-value sebesar 0,000 < α yang artinya kontribusi nilai HLB signifikan dalam memprediksi daya sebar. Persamaan garis regresi

(64)

menggunakan metode kuadrat terkecil (least squares method) yang didapat adalah Y = 5,150 + 0,303X. Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai HLB, daya sebar yang dihasilkan makin besar. Hal ini terjadi karena viskositas yang rendah pada tiap nilai HLB sehingga daya sebar makin tinggi.

Gambar 9. Hubungan waktu penyimpanan terhadap daya sebar

Data pengukuran daya sebar dilakukan analisis statistik dengan taraf kepercayaan 95%. Pertama kali dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui model distribusi yang diperoleh. Data yang didapatkan terdistribusi normal (nilai signifikansi 0,200 > α ) sehingga dilakukan uji

(65)

Seperti yang dilakukan pada uji viskositas dan uji ekstrudabilitas, dilakukan Levene’s test terlebih dahulu untuk mengetahui ada atau tidaknya kesamaan varians. Dalam penelitian ini, hasil Levene’s test data viskositas memberikan nilai P-value = 0,997 > α yang menunjukkan bahwa varians

data sama sehingga uji Anova valid untuk dilakukan.

Selanjutnya untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan daya sebar dari nilai lima HLB, maka dapat dilihat pada Lampiran 20 diperoleh nilai P-value = 0,000 < α yang menunjukkan bahwa ada perbedaan daya sebar yang signifikan diantara lima nilai HLB tersebut.

Kemudian dilanjutkan dengan Post Hoc Test menggunakan uji Tukey

untuk melihat kelompok data mana saja yang berbeda. Pada uji Tukey, diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan pada rata-rata daya sebar oleh tiap nilai HLB yang terbagi menjadi empat kelompok data yang berbeda.

Hasil akhir pada evaluasi stabilitas fisik losion VCO adalah diperoleh nilai HLB 6 yang menghasilkan losion dengan stabilitas fisik yang optimum pada tiap uji. Hal ini dikarenakan telah diperoleh kombinasi emulgator yang memberikan proporsi hidrofil-lipofil yang cukup pada HLB 6 untuk mengikat fase minyak dan fase air serta dapat membentuk lapisan antarmuka yang cukup untuk mencegah penggabungan fase dispers selama masa penyimpanan. Gambar 10 menunjukkan bahwa losion dengan nilai HLB 6 memiliki potensi gugus hidrofilik yang rendah sehingga menghasilkan viskositas yang tinggi,

(66)

akibatnya mempengaruhi nilai ekstrudabilitasnya yang kecil dimana losion sulit mengalir keluar dari kemasannya dan pemisahan fase yang terjadi juga kecil karena penggabungan fase dispers terhambat. Begitu juga halnya dengan daya sebar losion yang kecil akibat viskositas losion yang dihasilkan pada HLB 6 tinggi.

Gambar

Tabel I.   Aktifitas dan nilai HLB surfaktan ……………....…..…...  14
Gambar 1. Stereokimia surfaktan: (A) Bentuk emulsifier, (B) Emulsi  M/A, (C) Emulsi A/M, (D) Emulsi dengan emulsifier ganda (Leyden dan
Gambar  1D  menunjukkan  efek  bilayer  yang  dihasilkan  akan  mengelilingi
Gambar 2. Fenomena ketidakstabilan emulsi (Aulton, 1988)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Peresepan obat generik dan peresepan antibiotika tidak dapat dipastikan telah rasional atau belum karena adanya faktor bias yang mempengaruhi dan analisis kesesuaian

(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Daerah atau Pejabat/Kepala SKPD atau Pejabat yang ditunjuk atas Surat Keterangan Retribusi Pemakaian Kekayaan

penelitian. Objek dalam penelitian ini adalah bahan ajar Kajian Puisi berbasis prezi presentation. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: lembar

Selain itu, cemaran bakteri dapat terjadi karena adanya pencemaran dari air, udara, faktor kelembaban saat penyimpanan, penyimpanan serbuk jamu jahe merah pada etalase toko obat

Instrumen penelitian yang digunakan adalah alat tulis dan form yang digunakan pada saat pengambilan data dari rekam medis pasien yang memuat umur, jenis kelamin,

Ruang lingkup dalam pengelolaan arsip dinamis aktif dan inaktif Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Pesisir Selatan mencakup ketentuan umum,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENELITIAN TENTANG PENGGUNAAN INTERNET DAN MEDIA SOSIAL UNTUK PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK INDIVIDU (NON JEJARING) DI

Hal tersebut dibutuhkan karena persaingan pasar saat ini sangatlah ketat, sehingga suatu perusahaan hams mampu mengembangkan suatu strategi yang dapat membuat pemsahaannya tetap