• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi ABSTRAK"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN ISPA DITINJAU DARI INDIKATOR PERESEPAN MENURUT WHO

DI INSTALASI FARMASI RAWAT JALAN RS. ST. GABRIEL KEWAPANTE SIKKA-NTT PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2019

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Maria Magdalena Naring NIM: 168114095

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(2)

ABSTRAK

EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN ISPA DITINJAU DARI INDIKATOR PERESEPAN MENURUT WHO

DI INSTALASI FARMASI RAWAT JALAN RS. ST. GABRIEL KEWAPANTE SIKKA-NTT PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2019

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Maria Magdalena Naring NIM: 168114095

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(3)

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Tuhan akan menyelesaikannya bagiku”

Mzm 138:8

Kepercayaan kepada peyelenggaraan Tuhan, itulah yang menguatkanku dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Oleh karena kebaikanNya itu, dengan penuh syukur yang mendalam kupersembahkan karya ini untuk:

1. Allah Tritunggal yang Mahakudus sebagai kekuatan dan pemberi semangat dalam seluruh perjalanan hidupku.

2. Kongregasi Misionaris Abdi Roh Kudus (SSpS) melalui pimpinan Kongregasi, Provinsi Flores Bagian Timur, Provinsi Jawa, dan komunitas Roh Suci Yogyakarta serta setiap suster.

3. Bapak yang setia mendoakanku dari surga, Mama, Kakak-Kakak, Adik- Adik, serta seluruh keluarga yang dengan setia mendukung, mendoakanku dan menjadi sumber inspirasi serta kekuatanku.

4. Sahabat dan teman-teman seperjuangan.

5. Almamater tercinta Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(4)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………..vi

PRAKATA……….vii

DAFTAR ISI……….viii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

PENDAHULUAN ... 1

METODE PENELITIAN ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN… ... 8

KESIMPULAN ... 17

SARAN ... 18

DAFTAR PUSTAKA… ... 19

LAMPIRAN ... 22

BIOGRAFI PENULIS ... 26

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Daftar 10 diagnosis terbanyak Rawat Jalan di RSSGK Periode Oktober- Desember 2019…...8 Tabel II. Karakteristik Demografi Subyek Uji… ... 9 Tabel III. Rata-Rata Jumlah Obat Per Lembar Resep pada Anak dengan ISPA

di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSSGK Periode Oktober-Desember 2019………10 Tabel IV. Rata-Rata Jumlah Obat dengan Nama Generik pada Anak dengan

ISPA di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSSGK Periode Oktober- Desember 2019 ... 12 Tabel V. Persentase Lembar Resep yang Mengandung Antibiotik pada Anak Usia

1-18 Tahun dengan ISPA di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSSGK

Periode Oktober-Desember 2019… ... 13 Tabel VI. Rata-Rata Jumlah Injeksi Per Lembar Resep pada Anak Usia 1-18

Tahun dengan ISPA di Instalasi Farmasi RSSGK Periode Oktober-

Desember 2019… ... 14 Tabel VII. Rata-Rata Jumlah Obat yang Sesuai dengan Formularium pada Anak

Usia 1-18 Tahun dengan ISPA di RSSGK Periode Oktober-Desember 2019… ... 15 Tabel VIII. Daftar Nama Obat Non Generik Pasien ISPA pada Anak Usia 1-18

Tahun Periode Oktober-Desember 2019… ... 16 Tabel IX. Jenis Antibiotika yang Digunakan Pada Anak Usia 1-18 Tahun dengan

ISPA Periode Oktober- Desember 2019… ... 17

(6)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari RS. St. Gabriel Kewapante… ... 23 Lampiran 2. Lembaran Resep Dokter… ... 24 Lampiran 3. Form Pengambilan Data Resep Obat yang didiagnosa ISPA… ... 25

(7)

ABSTRAK

World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa di dunia ini lebih dari separuh obat yang diresepkan, diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari pasien menggunakan obat secara tidak tepat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan peresepan di RS. St. Gabriel Kewapante dengan indikator peresepan menurut WHO. Populasi penelitian ini adalah seluruh resep yang dilayani di rawat jalan periode Oktober-Desember 2019 di Instalasi Farmasi RS. St. Gabriel Kewapante. Sampel yang digunakan adalah resep yang masuk dalam kriteria inklusi yaitu tanggal resep pada periode Oktober-Desember 2019, resep rawat jalan dari poli umum, memiliki data lengkap, pasien berusia 1-18 tahun dengan diagnosa ISPA dan eksklusi meliputi tulisan tidak dapat dibaca, copy resep/salinan resep. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif. Pengambilan data dilakukan dengan mengobservasi dan mencatat obat dari resep dan/atau rekam medis. Hasil perhitungan yang diperoleh dibandingkan dengan indikator peresepan menurut WHO tahun 1993. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata jumlah obat yang diresepkan untuk tiap pasien 4,0, peresepan obat generik 41,6%, peresepan antibiotika 74,19%, peresepan injeksi 0 %, dan peresepan obat dari daftar obat esensial/Formularium 100%. Hal ini menunjukkan bahwa peresepan obat yang sudah rasional adalah peresepan injeksi dan kesesuaian peresepan dengan formularium dan yang belum rasional adalah rata-rata jumlah obat tiap pasien, peresepan obat generik dan peresepan antibiotika.

Kata kunci: Penggunaan obat rasional, Indikator peresepan WHO, Rawat jalan

(8)

xi ABSTRACT

World Health Organization ( WHO) estimates that in the world more than half of drugs are prescribed, administered and sold inappropriately and half of patients use drugs inappropriately. This study aims to compare prescriptions at Saint Gabriel Kewapante Hospital with prescription indicators according to WHO. The population of this study were all prescriptions served on outpatient care for the period October-December 2019 at the Pharmacy Installation at Saint Gabriel Kewapante Hospital. The sample used was a prescription that was included in the inclusion criteria, namely the date of the prescription in the period October- December 2019, outpatient prescriptions from the general clinic, had complete data, patients aged 1-18 years with a diagnosis of ISPA and exclusion including unreadable writing, copy of the prescription / copy of the recipe. This research is a descriptive study with retrospective data collection. Data were collected by observing and recording drugs from prescriptions and/or medical records. The calculation results obtained were compared with the prescription indicators according to WHO 1993. The results showed that the average number of drugs prescribed for each patient was 4,0, generic drugs prescribing was 41,6%, antibiotic prescribing was 74,19%, injection prescribing was 0%, and the of drugs prescribing drugs from the list of essential / formularies 100%. This shows that rational drug prescribing is injection prescribing and suitability of prescribing with formulary and the irrational is the average number of drugs per patient, prescribing generic drugs and antibiotic prescribing.

Key words: rational drug use, WHO prescribing indicators, outpatient

(9)

PENDAHULUAN

Menurut WHO (1985) penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat, dan dengan harga yang paling murah untuk pasien dan masyarakat.

Menurut modul penggunaan obat rasional yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan tahun 2011, dalam melakukan identifikasi masalah maupun melakukan monitoring dan evaluasi penggunaan obat rasional, WHO menyusun indikator yang dibagi menjadi indikator inti dan indikator tambahan. Indikator inti meliputi:

indikator peresepan, indikator pelayanan, dan indikator fasilitas sedangkan indikator tambahan dapat diperlakukan sebagai tambahan indikator inti.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat dan mendalami serta mengevaluasi kerasionalitas penggunaan obat menurut indikator peresepan yang meliputi rerata jumlah item dalam tiap resep, persentase peresepan dengan nama generik, persentase peresepan dengan antibiotika, persentase peresepan dengan suntikan dan persentase peresepan yang sesuai dengan Daftar Obat Esensial (DOEN)/Formularium (Kemenkes, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011) tentang evaluasi rasionalitas penggunaan obat dinilai dari indikator peresepan menurut WHO di seluruh Puskesmas Kecamatan Kota Depok pada Tahun 2010 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah obat tiap pasien 3,8±0,913, persentase peresepan obat generik 98,13±1,13%, persentase peresepan antibiotik 46,22±12,41%, persentase peresepan injeksi 0,09% dan persentase obat DOEN 91,61±2,31%. Dari hasil yang diperoleh, penggunaan obat di seluruh Puskesmas kecamatan kota Depok pada tahun 2010 belum rasional kecuali pada parameter persentase peresepan injeksi. Penelitian yang dilakukan di seluruh Puskesmas Kota Kendari tahun 2016 (Ihsan S., 2017), menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh belum rasional kecuali parameter peresepan ijeksi.

Penelitian yang dilakukan Hamsidi R., dkk (2015) tentang Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat ditinjau dari Indikator Peresepan World Health Organization (WHO) Pasien rawat jalan Poli Penyakit Dalam Periode Januari- Juni 2015 di Rumah Sakit Umum Bahteramas provinsi Sulawesi Tenggara memperoleh hasil rata-rata jumlah obat tiap pasien 3 obat per pasien, persentase

(10)

2

peresepan obat generik 85,39%, persentase peresepan antibiotik 36%, persentase peresepan injeksi 0%, dan persentase peresepan sesuai FRS 99,81%. Parameter rata-rata jumlah obat per pasien dan persentase peresepan injeksi telah rasional, kecuali peresepan obat sesuai formularium peresepannya sebagian besar memenuhi kriteria WHO. Peresepan obat generik dan peresepan antibiotika tidak dapat dipastikan telah rasional atau belum karena adanya faktor bias yang mempengaruhi dan analisis kesesuaian resep untuk pasien jaminan kesehatan nasional dengan indikator peresepan WHO 1993 pada instalasi farmasi rawat jalan di RSUD Ungaran periode januari-Juni 2014 (Dianingati dan Prasetyo, 2015) menunjukkan hasil yang diperoleh rata-rata jumlah obat tiap pasien 3,2, persentase dengan nama obat generik 68,84%, peresepan antibiotika 24,63%, peresepan yang mengandung injeksi 6,77%, dan persentase dengan DOEN/Formularium 61,77%.

Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit St. Gabriel Kewapante Maumere-Flores-NTT melayani resep baik rawat jalan maupun rawat inap.

Menurut data kunjungan pasien RSSGK, diperoleh jumlah resep rawat jalan yang dilayani per bulan rata-rata 300 resep dengan penggunaan obat terbanyak atau yang sering diresepkan adalah obat cefspan kandungan zat aktifnya cefixime, movix kandungan zat aktifnya meloxicam, dan Imunos plus yang merupakan suplemen makanan (Data Laporan IFRS, 2019). Penyakit terbanyak rawat jalan di RSSGK adalah ISPA diikuti Dyspepsia, OBs. Febris, Cystitis/ISK, Bronchitis, Hipertensi, GEA (Gastroenteritis Acute), Typhoid, Multiple VE, dan Asthma Attack (Data RM RSSGK, 2019).

Berdasarkan penyakit terbanyak rawat jalan tahun 2019, ISPA menempati urutan pertama. Secara umum penyebab dari infeksi saluran napas adalah berbagai mikroorganisme, namun yang terbanyak adalah akibat infeksi virus dan bakteri.

Pengetahuan dan pemahaman tentang infeksi ini menjadi penting disamping karena penyebarannya sangat luas yaitu melanda bayi, anak-anak dan dewasa.

Ditinjau dari prevalensinya, infeksi ini menempati urutan pertama pada tahun 1999 dan menjadi kedua pada tahun 2000 dari 10 penyakit terbanyak rawat jalan (Depkes RI., 2005).

(11)

Tingginya prevalensi infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) serta dampak yang ditimbulkannya membawa akibat pada tingginya konsumsi obat bebas (seperti influenza, obat batuk, multivitamin) dan antibiotika (Depkes RI., 2005).

Penatalaksanaan terapi infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) pada anak kebanyakan menggunakan antibiotika karena ISPA penyebab utamanya adalah virus atau bakteri. Antibiotika merupakan terapi pokok, selain itu juga ada terapi pendukung atau terapi suportif. Terapi suportif diperlukan untuk menyembuhkan tanda dan gejala yang disertai pada ISPA (Nisa., 2017).

RSSGK ini dipilih menjadi tempat penelitian karena belum ada penelitian di Rumah sakit ini tentang evaluasi rasionalitas penggunaan obat ditinjau dari indikator peresepan menurut WHO. Tujuan dari penelitian ini untuk membandingkan peresepan di Rumah Sakit St. Gabriel Kewapante dengan indikator peresepan menurut WHO, apakah pola penggunaan obat ditinjau dari indikator peresepan menurut WHO sudah rasional atau tidak rasional.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Rancangan Penelitian.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif retrospektif dengan rancangan cross sectional. Pengumpulan sampel berasal dari data sekunder dengan mengobservasi buku registrasi pasien dan rekam medik serta resep rawat jalan tahun 2019 periode Oktober-Desember.

Lokasi dan waktu Penelitian.

Penelitian dilakukan di Instalasi Farmasi RS. St. Gabriel Kewapante, desa Namangkewa kecamatan kewapante kabupaten Sikka-Maumere-NTT pada bulan Juli-Agustus 2020.

Populasi dan Sampel.

Populasi penelitian ini adalah seluruh resep rawat jalan periode Oktober-

Desember 2019 di Instalasi Farmasi rawat jalan RS. St. Gabriel Kewapante desa

(12)

4

Namangkewa Kecamatan Kewapante kabupaten Sikka-Maumere. Sampel resep pada penelitian ini adalah resep yang masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria Inklusi dan Eksklusi.

Kriteria inklusi resep adalah:

1. Resep untuk pasien rawat jalan dari poli umum dengan diagnosa ISPA 2. Usia 1-18 tahun

3. Resep memiliki data lengkap: tanggal resep pada periode Oktober- Desember 2019, nama pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, alamat pasien, nama dokter dan nama obat yang diberikan, aturan pakai dan kekuatan obat

Kriteria eksklusi resep adalah:

1. tulisan pada resep tidak dapat terbaca, dan tidak dapat dilacak 2. copy resep/salinan resep.

Definisi Operasional

1. Penilaian rasionalitas penggunaan obat dilihat dari indikator peresepan yang meliputi:

a. Rata-rata jumlah obat tiap pasien adalah semua obat yang berbeda dalam satu resep dihitung sebagai obat yang berbeda, obat dengan nama yang sama tetapi berbeda bentuk sediaan dihitung sebagai obat yang berbeda, vitamin yang diberikan dalam resep juga dihitung sebagai obat dan resep racikan dihitung berdasarkan jumlah item obat yang diresepkan.

b. Persentase peresepan obat generik adalah jumlah obat yang ditulis dengan nama generik dibagi total nama obat yang diresepkan dikalikan 100%.

c. Persentase peresepan antibiotika adalah jumlah pasien yang diresepkan antibiotika dibagi dengan total jumlah pasien dikalikan dengan 100%.

(13)

d. Persentase peresepan injeksi adalah jumlah pasien yang diresepkan injeksi dibagi total jumlah pasien dikalikan 100%.

e. Persentase obat yang diresepkan dari Formularium adalah jumlah obat yang diresepkan yang sesuai dengan daftar obat dalam formularium RS dibagi total obat yg diresepkn dikalikan 100%.

2. Pasien yang didiagnosis ISPA adalah semua pasien anak dengan usia 1-18 tahun pada periode Oktober-Desember 2019.

3. Peresepan obat sesuai dengan indikator WHO yaitu jika rata-rata jumlah obat tiap lembar resep 3,3, obat dengan nama generik 100 %, peresepan antibiotika ≤ 30%, peresepan injeksi 0%, dan obat yang diresepkan Formularium 100%.

Tata Cara Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tahap persiapan, pengurusan izin penelitian dan form pengambilan data. Penelitian ini telah mendapatkan izin penelitian dari Direktur RS. St. Gabriel Kewapante dengan nomor izin 4066/III.b/RS/St. G/VIII/2020.

Teknik Pengumpulan Data

Tata cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: peneliti menemui direktur RS. St. Gabriel Kewapante untuk menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan yaitu untuk melakukan penelitian tentang evaluasi rasionalitas penggunaan obat ditinjau dari indikator peresepan menurut WHO di RSSGK periode Oktober-Desember 2019. Setelah mendapat persetujuan, peneliti menghadap apoteker penanggungjawab Instalasi Farmasi RSSGK untuk menyampaikan bahwa peneliti telah mendapat persetujuan untuk mengambil dan mengumpulkan resep periode Oktober-Desember 2019, setelah itu peneliti ke bagian rekam medik untuk mencatat jumlah pasien yang masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi beserta diagnosa. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah resep-resep yang ada dalam periode Oktober-Desember 2019 dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi yang ada. Selain itu, dilakukan wawancara dengan dokter dan apoteker mengenai kelengkapan resep dan dasar

(14)

6

pemberian obat dalam resep yaitu pemberian obat generik, dan injeksi. Data resep yang diteliti adalah kelengkapan resep, diagnosa dan jumlah pasien yang mendapatkan resep periode Oktober-Desember 2019.

Pengolahan Data

Langkah-langkah dalam pengolahan data dilakukan setelah data terkumpul dicatat dan dikelompokkan dengan menggolongkan data dengan cara mengkategorisasikan data-data yang sejenis ke dalam kategori yang terdapat dalam indikator peresepan WHO 1993. Data-data tersebut meliputi: rata-rata jumlah obat per lembar resep, nama obat generik, antibiotika, sediaan injeksi, dan obat yang diresepkan dari DOEN/Formularium Rumah sakit. Data yang diambil adalah data yang masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi. Peneliti mencatat nama pasien yang di diagnosa ISPA dari buku registrasi dan rekam medik, kemudian dicocokkan dengan resep yang diterima di instalasi farmasi rawat jalan RSSGK. Data yang diolah adalah data yang masuk dalam kriteria inklusi sedangkan kriteria eksklusi dikeluarkan.

Analisis Data.

Data yang telah diperoleh kemudian dibandingkan dengan indikator peresepan menurut WHO yaitu: perhitungan jumlah obat tiap resep menurut kriteria WHO adalah 3,3, persentase obat dengan nama generik menurut kriteria WHO adalah 100%, persentase peresepan antibiotika menurut kriteria WHO adalah ≤ 30%, persentase peresepan injeksi menurut kriteria WHO adalah 0 %, dan persentase obat yang diresepkan DOEN/Formularium RS menurut kriteria WHO adalah 100%. Data dianalisis berdasarkan perhitungan dari masing-masing indikator peresepan yaitu:

1. Rata-rata jumlah obat tiap pasien dihitung dengan menggunakan rumus berikut (World Health Organization, 1993):

X0=To

Tp

Keterangan: Xo= rata-rata jumlah obat tiap pasien

(15)

To= total jumlah obat dalam 1 resep atau per episode pengobatan

Tp= total jumlah pasien

Menurut WHO dikatakan rasional bila rata-rata jumlah obat tiap pasien sebesar 3,3 item obat.

2. Persentase peresepan obat generik dihitung menggunakan rumus WHO:

Keterangan: : %G = persentase obat generik

Tg = total obat generik yang diresepkan To= total obat yang diresepkan

Peresepan obat generik menurut WHO dikatakan rasional bila persentase sebesar 100%.

3. Persentase peresepan antibiotika dihitung menggunakan rumus menurut WHO:

Keterangan: %A = persentase peresepan antibiotik

Pa = jumlah pasien yang diresepkan antibiotika Tp = total jumlah pasien

Persentase peresepan antibiotika menurut WHO sebesar <30%.

4. Persentase peresepan injeksi dihitung menggunakan rumus WHO, 1993:

Keterangan: %I = persentase peresepan injeksi

Pi = jumlah pasien yang diresepkan injeksi Tp = total jumlah pasien

Persentase peresepan injeksi terbaik menurut WHO sebesar 0%.

5. Persentase obat yang diresepkan dari DOEN/Formularium adalah:

Keterangan: %D = persentase obat DOEN/Formularium

(16)

8

Td= total jumlah obat DOEN/Formularium yang diresepkan To = total jumlah obat yang diresepkan

Persentase obat yang diresepkan dari DOEN/Formularium menurut WHO sebesar 100 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Karakteristik demografi subyek uji

Pengumpulan data karakteristik pasien bertujuan untuk mengetahui identitas pasien dan mengetahui profil pasien ISPA di instalasi farmasi rawat jalan RSSGK secara umum. Subyek penelitian terdiri dari 13 laki-laki dan 13 perempuan dengan usia terbanyak 1-6 tahun 18 orang, diikuti usia 7-12 tahun 5 orang dan 13- 18 tahun 3 orang. Data karakteristik pasien yang didapatkan selama penelitian adalah: Jenis kelamin, usia dan diagnosa.

Tabel I. Karakteristik Demografi Subyek Uji Demografi

pasien

Kategori (n=26)

Jumlah (%) (n=26) Jenis

kelamin

Perempuan Laki-laki

13 (50%) 13 (50%)

Umur 1-6 tahun 69,23 %

7-12 tahun 19,23 % 13-18 tahun 11,54 % Keterangan: n=Jumlah pasien

II. Kerasionalan Peresepan

Total jumlah pasien rawat jalan pada periode Oktober-Desember 2019 adalah 1.085 dengan perincian pada bulan Oktober berjumlah 391, November 392, dan Desember 302. Pasien dengan diagnosis yang memiliki jumlah paling banyak adalah ISPA berjumlah 114 pasien. ISPA (Infeksi Saluran Pernafaan Akut) merupakan suatu masalah kesehatan utama di Indonesia karena masih tingginya angka kejadian ISPA terutama pada anak-anak dan balita (Sugiharta dkk, 2018 cit., Ovikariani, Saptawat, dan Rahma., 2019). Diagnosis ISPA menempati urutan pertama penyakit terbanyak, diagnosis kedua adalah Dyspepsia

(17)

berjumlah 107, diagnosis ketiga dan seterusnya secara berurutan Cystitis/ISK berjumlah 72, Obs. Febris berjumlah 57, GEA berjumlah 41, Bronchitis berjumlah 39, Hypertensi berjumlah 31, Asthma Attack berjumlah 24, Multiple VE berjumlah 23, Typhoid berjumlah 21, dan lain-lain berjumlah 556.

Jumlah keseluruhan pasien ISPA yang masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi yang mendapatkan resep dan dilayani berjumlah 77 pasien dengan jumlah obat yang diresepkan berjumlah 334 obat. Resep yang masuk dalam kriteria inklusi yakni memiliki kelengkapan resep, anak berusia 1-18 tahun dengan diagnosa ISPA berjumlah 31 lembar resep dengan jumlah obat yang diresepkan berjumlah 125 obat, dari 31 lembar resep ada 3 lembar resep yang tidak memiliki kekuatan obat dan 1 lembar resep tidak memiliki nama dokter dan nomor RM, namun tetap dimasukkan karena resepnya dilayani. Ketika pada lembar resep terdapat ketidaklengkapan resep, apoteker dan TTK (Tenaga Teknik Kefarmasian) mengkonfirmasi ke dokter penulis resep dan setelah dikonfimasi, resepnya disiapkan dan diberikan kepada pasien disertai informasi obat. Keseluruhan lembar resep poli umum yang diteliti dievaluasi menggunakan indikator peresepan WHO yaitu jumlah obat dalam tiap resep, peresepan obat generik, antibiotika, sediaan injeksi, dan obat esensial/Formularium.

Tabel II. Daftar 10 Diagnosis Terbanyak di Rawat Jalan RSSGK Periode Oktober-Desember 2019

No Diagnosis Jumlah

1 ISPA 114

2 Dispepsia 107

3 Cystitis / ISK 72

4 Obs. Febris 57

5 GEA 41

6 Bronchitis 39

7 Hypertensi 31

8 Asthma Attack 24

9 Multiple VE 23

10 Typhoid 21

(18)

10 1. Jumlah Obat dalam Tiap Resep

Menurut WHO (1993) perhitungan jumlah obat dalam tiap resep bertujuan untuk mengukur tingkat polifarmasi. Polifarmasi adalah penggunaan lebih atau sama lima macam obat secara bersamaan setiap hari (Zulkarnaini dan Martini, 2019). Menurut Herdaningsih, Muhtadi, Lestari, dan Annisa (2016) mengatakan bahwa polifarmasi berasal dari kata yunani yaitu poly yang artinya lebih dari satu dan pharmacon yang berarti obat. Definisi alternatif untuk polifarmasi adalah penggunaan obat lebih dari yang diperlukan secara medis. Jumlah obat dalam tiap resep dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Rata-rata jumlah obat tiap pasien = total jumlah obat dalam 1 resep total jumlah pasien

Tabel III. Rata-Rata Jumlah Obat Per Lembar Resep pada Anak dengan ISPA di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSSGK

Periode Oktober-Desember 2019 No Bulan Jumlah obat Jumlah lembar

resep

Rata-rata

1 Oktober 47 11 4,2

2 November 36 8 4,5

3 Desember 42 12 3,5

TOTAL 125 31 4,0

Rata-rata jumlah item obat per lembar resep terbaik menurut estimasi WHO (1993) adalah 3,3 item per lembar resep. Hasil penelitian menunjukkan jumlah rata-rata per lembar resep tiap bulan adalah 4,0 item per lembar resep. Menurut Lukali & Michelo., 2015 (cit., Dewi, Arimbawa, dan Jaelani., 2018) dalam penelitian tentang “Evaluation of Drugs Use with WHO Prescribing Indicator in Kuta Primary Health” masalah polifarmasi oleh dokter kemungkinan disebabkan oleh dokter berfokus pada memberikan terapi untuk gejala yang timbul bukan diagnosis penyakitnya dan keterbatasan pengetahuan profesional kesehatan mengenai bukti ilmiah terkini, sehingga tidak jarang tetap meresepkan obat yang tidak diperlukan (misalnya antibiotika dan steroid untuk common cold) (Dwiprahasto., 2006 cit., Dewi, dkk., 2018). Selain itu, disebabkan oleh beberapa

(19)

faktor, diantaranya adalah pasien yang menerima obat racikan dimana obat dalam satu resep dihitung per item obat bukan jumlah resep dalam satu lembar resep. Hal lain yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat ialah adanya kemungkinan terjadi interaksi obat (Pebriana., dkk. 2014).

Penelitian yang dilakukan di rumah sakit lain mengenai jumlah obat dalam tiap resep diantaranya adalah di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara oleh Hamsidi R, dkk., (2015) memperoleh hasil rata-rata jumlah obat tiap pasien 3 obat per pasien, di RSUD Ungaran periode Januari-Juni 2014 adalah 3,2 (Dianingati dan Prasetyo, 2015). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa peresepan obat dalam tiap resep belum rasional menurut estimasi WHO (1993). Karena resep racikan masih banyak digunakan maka perhitungan jumlah obat didasarkan dengan jumlah item obat yang diresepkan, bukan jumlah resep dalam satu lembar resep. Hal ini dikarenakan resep racikan pun harus diperhatikan kombinasinya, sehingga tidak terjadi polifarmasi (Dianingati dan Prasetyo, 2015). Salah satu resep yang mengandung obat racikan diberikan kepada pasien pada tanggal 25/10/2019 dengan nomor RM 80.467 adalah puyer (Dexamethason, Chlorpheniramine Maleate, Ambroxol, Vit. C), Paracetamol sirup, L-Bio sachet (Resep Dokter, 2019).

2. Obat dengan Nama Generik

Perhitungan persentase peresepan dengan nama generik menurut Muti dan Octavia (2018) bertujuan untuk mengukur kecenderungan peresepan obat generik.

Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Permenkes, 2010). Data yang diperoleh dengan cara penelusuran data rekam medik dan resep rawat jalan periode Oktober-Desember 2019. Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah sebagai berikut:

Persentase obat generik = total obat generik yang diresepkan x 100%

total obat yang diresepkan

(20)

12

Tabel IV. Rata-Rata Jumlah Obat dengan Nama Generik pada Anak dengan ISPA di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSSGK

Periode Oktober-Desember 2019 No Bulan Jumlah obat generik Jumlah

obat

Persentase (%)

1 Oktober 28 47 59,57

2 November 15 36 41,67

3 Desember 9 42 21,43

TOTAL 52 125 41,6

Persentase peresepan obat generik terbaik menurut WHO sebesar 100 %.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa rata-rata jumlah obat generik yang diresepkan adalah 41,6 %. Hasil yang diperoleh belum menunjukkan kerasionalan yang ditetapkan oleh WHO. Hal ini disebabkan karena dokter sering meresepkan obat paten atau bermerek. Alasan mengapa dokter meresepkan obat paten/bermerek karena jarak tempuh yang cukup jauh, keyakinan dokter penulis resep bahwa obat paten/bermerek efikasinya lebih baik. Penelitian yang sama juga dilakukan di rumah sakit lain antara lain di rumah sakit umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu 85,39 % (Hamsidi R, dkk., 2015) dan di RSUD Ungaran periode januari-Juni 2014 adalah 68,84% (Dianingati dan Prasetyo, 2015). Dibandingkan dengan rumah sakit lain hasilnya menunjukkan perbedaan yang cukup jauh, dimana rumah sakit yang peneliti lakukan adalah rumah sakit swasta sedangkan di kedua rumah sakit ini merupakan rumah sakit pemerintah.

Daftar obat yang diresepkan dengan nama non generik untuk pasien ISPA yang masuk dalam kriteria inklusi dapat dilihat pada Tabel V.

(21)

Tabel V. Daftar Nama Obat Non Generik Pasien ISPA pada Anak Usia 1-18 Tahun Periode Oktober-Desember 2019

No Nama Obat Zat Aktif Jumlah

1 Lasal Expectorant sirup

Gliseril Guaiacolat dan Salbutamol Sulfat

11

2 Apyallis Vit A, Vit B1, Vit B2, Vit B6, Vit B12, Vit C, Vit D, nocotinamide, lysine HCL, d-pantothenol, l- glutamic acid

11

3 Sanmol Paracetamol 10

4 Cefila Cefixime 8

5 Collerin Difenhidramin HCL, gliceril guaiacolat, Na-citrat, phenylpropanolamine HCL

8

6 Aclam Amoxicillin dan asam klavulanat 6

7 Lain-lain 16

Total jumlah obat yang diresepkan dengan nama non generik adalah sebanyak 70 obat. Obat yang paling banyak diresepkan adalah Lasal Expectorant sirup dan Apialys sirup. Lasal expectorant digunakan untuk mengobati asma bronkial, bronchitis kronis, emfisema dan penyakit paru lain dengan komplikasi bronkokonstriksi (ISO, 2014) dan Apyalis merupakan multivitamin dan mineral.

3. Peresepan Antibiotika

Menurut WHO (cit., Muti dan Octavia, 2018) perhitungan persentase peresepan antibiotika bertujuan untuk mengukur penggunaan antibiotika, karena obat tersebut sering digunakan secara berlebihan sehingga dapat menyebabkan resistensi dan pemborosan biaya terapi. Antibiotika merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotika di berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30%

(22)

14

sampai dengan 80% tidak didasarkan pada indikasi (Hadi cit., Permenkes, 2011).

WHO menyatakan bahwa penyalahgunaan antibiotika dapat menimbulkan resistensi antimikroba di seluruh dunia, sehingga di Indonesia melalui program Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GEMACERMAT) diharapkan penggunaan obat secara rasional oleh masyarakat dapat tercapai (Kemenkes RI, 2018 cit., Dewi, dkk., 2018). Perhitungan persentase peresepan antibiotika menggunakan rumus yaitu jumlah pasien yang diresepkan antibiotika dibagi total jumlah pasien dikalikan seratus persen.

Tabel VI. Persentase Lembar Resep yang Mengandung Antibiotika pada Anak Usia 1-18 Tahun dengan ISPA di Instalasi Farmasi Rawat Jalan

RSSGK Periode Oktober-Desember 2019 No Bulan Jumlah resep yang

mengandung Antibiotika

Jumlah Resep

Persentase (%)

1 Oktober 7 11 63,63

2 November 6 8 75

3 Desember 10 12 83,33

TOTAL 23 31 74,19

Persentase peresepan antibiotika terbaik menurut WHO (cit., Hamsidi R., dkk. 2015) sebesar <30%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa peresepan antibiotika adalah 74,19 %. Persentase paling tinggi dapat dilihat pada tabel VI yaitu berurutan pada bulan November, Desember, dan Oktober. Menurut Nursanti (cit., Dianingati dan Prasetyo., 2015) penggunaan antibiotika yang cukup tinggi dirasa masih dalam batas kewajaran, namun karena tidak mengetahui secara persis diagnosa dokter maka menjadi hal yang sulit untuk melihat rasionalitasnya.

Penelitian yang sama dilakukan di fasilitas kesehatan lain diantaranya adalah di rumah sakit umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan hasil 36,00% (Hamsidi, dkk, 2015), di seluruh Puskesmas Kendari Tahun 2016 oleh Ihsan, dkk (2017) adalah 36,85%. Jenis antibiotika yang digunakan pada anak dengan ISPA dapat dilihat pada tabel VII sebagai berikut:

(23)

Tabel VII. Jenis Antibiotika yang Digunakan Pada Anak Usia 1-18 Tahun dengan ISPA Periode Oktober- Desember 2019

Jenis antibiotika Total penggunaan

Persentase (%)

Diagnosa

Cefixime 15 68,18

ISPA Aclam (Amoxiclaf dan

amoksisilin)

4 18,18

Cefadroxil 3 13,63

Total 22 100

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ovikariani, Saptawat, dan Rahma (2019) tentang Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotika pada pasien ISPA di Puskesmas Karangayu Semarang menunjukkan jenis antibiotika yang digunakan pada pasien ISPA yaitu Amoxicillin sebesar 92%, kemudian Ciprofloxacin sebesar 2,5% dan Cefadroxil sebesar 5%. Antibiotika yang diresepkan pada penelitian ini menunjukkan persentase tertinggi adalah Cefixime 68,18%, diikuti Aclam (Amoxiclaf dan Amoxicillin) 18,18%, dan Cefadroxil 13,63%. Cefixime adalah antibiotika yang paling banyak digunakan untuk pasien anak yang didiagnosa ISPA di RSSGK.

4. Peresepan Injeksi

Perhitungan persentase peresepan injeksi bertujuan untuk mengukur secara keseluruhan yakni penggunaan obat yang berlebihan dan pemborosan biaya.

Rumus untuk menghitung peresepan injeksi adalah sebagai berikut:

Persentase peresepan injeksi = jumlah pasien yang diresepkan injeksi x 100%

total jumlah pasien

(24)

16

Tabel VIII. Rata-Rata Jumlah Injeksi Per Lembar Resep pada Anak Usia 1- 18 Tahun dengan ISPA di Instalasi Farmasi RSSGK

Periode Oktober-Desember 2019 No Bulan Jumlah injeksi

per lembar resep

Jumlah resep

Persentase (%)

1 Oktober 0 11 0

2 November 0 8 0

3 Desember 0 12 0

TOTAL 0 31 0

Persentase peresepan injeksi terbaik menurut WHO sebesar 0% (Muti dan Octavia, 2018). Menurut Destiani (2013) bentuk sediaan injeksi merupakan bentuk sediaan yang harus dipantau penggunaannya. Hasil persentase peresepan sediaan injeksi pada penelitian ini diperoleh 0 % dari 31 lembar resep. Hal ini menunjukkan bahwa peresepan injeksi sudah rasional seperti ditetapkan oeh WHO. Bentuk sediaan injeksi menurut Destiani dan Susilawati (2013) merupakan bentuk sediaan yang harus dipantau penggunaannya. Penggunaan obat sediaan injeksi memiliki beberapa kerugian dalam penggunaannya, seperti dapat menyebabkan sepsis akibat pemberian langsung ke sirkulasi darah dan tidak steril, risiko kerusakan jaringan akibat iritasi lokal, harga yang lebih mahal, serta sulit dalam koreksi dan penanganan jika terjadi kesalahan pemberian (WHO, 1993 cit., Pebriana, dkk., 2014).

5. Obat yang diresepkan berdasarkan Formularium RS

Perhitungan peresepan obat sesuai Formularium/DOEN bertujuan untuk mengetahui kecenderungan peresepan obat yang sesuai dengan Formularium Rumah sakit dan daftar obat esensial nasional. Data yang diperoleh melalui penelusuran resep rawat jalan. Untuk mengetahui kerasionalan peresepan dilakukan perhitungan persentase peresepan obat Formularium RS dihitung menggunakan rumus dengan total jumlah obat Formularium RS yang diresepkan dibagi total jumlah obat yang diresepkan dikalikan seratus persen.

(25)

Tabel IX. Rata-Rata Jumlah Obat yang Sesuai dengan Formularium pada Anak Usia 1-18 Tahun dengan ISPA di RSSGK

Periode Oktober-Desember 2019 No Bulan Jumlah obat

yang sesuai FORNAS

Jumlah Obat Persentase (%)

1 Oktober 47 47 100

2 November 36 36 100

3 Desember 42 42 100

TOTAL 125 125 100

Persentase peresepan obat sesuai Formularium/DOEN terbaik menurut WHO sebesar 100% (Muti dan Octavia, 2018). Untuk perhitungan obat yang diresepkan DOEN/Formularium RS, peneliti mengevaluasi dan menghitung obat yang diresepkan Formularium RS. Suatu daftar formularium adalah daftar produk obat yang telah disetujui digunakan di rumah sakit. Formularium rumah sakit dipusatkan pada obat, yang didasarkan pada monografi obat individual atau golongan terapi (Siregar, 2003). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa obat yang diresepkan Formularium RS sudah rasional yaitu 100%.

Daftar obat yang ada di formularium RS merupakan obat-obat yang sering digunakan, sehingga dokter menulis resep sesuai dengan yang ada di Formularium RS. Hal senada dikatakan oleh Siregar (2003:116) bahwa salah satu tujuan utama formularium adalah menyediakan informasi tentang produk obat yang disetujui digunakan di rumah sakit. Oleh karena itu, formularium wajib digunakan dan dipatuhi oleh staf medik dalam menulis resep/order obat bagi penderita.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peresepan obat di Instalasi Farmasi RSSGK yang sudah rasional menurut indikator peresepan dari WHO adalah peresepan injeksi (0%) dan peresepan obat sesuai formularium RS 100%. Peresepan obat yang tidak rasional menurut indikator peresepan dari WHO

(26)

18

adalah jumlah item obat tiap resep 4,0, peresepan obat generik 41,6 %, dan peresepan antibiotika 74,19%.

SARAN

Bagi manajemen RS. St. Gabriel Kewapante perlu melakukan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian dengan penurunan penggunaan/peresepan antibiotika, dan peningkatan peresepan dengan nama generik yang dilakukan dengan mengkomunikasikan ke dokter penulis resep dan juga apoteker penanggungjawab instalasi farmasi.

(27)

DAFTAR PUSTAKA

BPOM, 2015. Pusat Informassi Obat Nasional. Badan POM RI.

Departemen Kesehatan RI, D. B. F. dan K., 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan, 86.

Dianingati, R.S dan prasetyo, D.S., 2015. Analisis Kesesuaian Resep untuk Pasien Jaminan Kesehatan Nasional dengan Indikator Peresepan WHO 1993 pada Instalasi Farmasi Rawat jalan di RSUD Ungaran Periode Januari-Juni. Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No. 3 tahun 2015.

Dewi, D.A.P.S., Arimbawa, P.E., dan Jaelani, A.K., 2018. Evaluation Of Drugs Use With WHO Prescribing Indicator in Kuta Primary Health. Jurnal Endurance 3 (3) Oktober 2018 (483-489).

Hamsidi R., Fristiohady A., Musabar N., 2015. Evaluasi rasionalitas Penggunaan Obat ditinjau dari Indikator Peresepan World Health Organization (WHO) Pasien Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam Periode Januari-Juni di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. Majalah Farmasi, Sains, dan Kesehatan., Volume 1, No. 2, Hlm. 14-17.

Herdaningsih S., Muhtadi A., Lestari K., dan Annisa N., 2016. Potensi Interaksi Obat-Obat pada Resep Polifarmasi: Studi Retrospektif pada salah satu Apotek di Kota Bandung. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Vol. 5 No. 4, hlm 288-292.

ISO, 2014. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta: PT. ISFI.

Ihsan S, Sabarudin, Leorita M, Syukriadi A. S. Z, Ibrahim H. M., 2017.

Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat ditinjau dari Indikator Peresepan Menurut World Health Organization (WHO) di Seluruh Puskesmas Kota Kendari. Volume 5. E-ISSN: 2443- 0218.

(28)

20

Kemenkes RI. 2011. Modul penggunaan Obat Rasional. Jakarta: Kemenkes RI.

Muti, A.F & Octavia N. 2018. Kajian Penggunaan Obat Berdasarkan Indikator Peresepan WHO dan Prescribing Errors di Apotek Naura Medika, Depok. Sainstech Farma Vol 11 No. 1.

Mamo, D.B and Alemu B.K. 2020. Rational Drug-Use Evaluation Based on World Health Organization Core Drug-Use Indicators in a Tertiary Referral Hospital, Northeast Ethiopia: A Cross-Sectional Study. Dovepres. Drug, Healthcare and Patient Safety 2020:12 15- 21.

Nisa, D.N., 2017. Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) Anak di Instalasi rawat Jalan RSUD Y tahun 2015. Skripsi. Universitas Muhammadiyaah Surakarta.

Ovikariani, Saptawat T., dan Rahma F.A., 2019. Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien ISPA di Puskesmas Karangan Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan STIKES Telogorejo, Vol XI No. 2.

Permenkes RI, 2010. Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta: Permenkes RI Nomor HK.02.02/Menkes/068/I/2010.

Permenkes RI, 2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta:

Permenkes Nomor 2406/Menkes/Per/XII

Pebriana P., dkk, 2014. Penilaian Pola Penggunaan Obat Berdasarkan Indikator Peresepan WHO di RSUD Ir Soekarno Sukoharjo.

Surakarta: FMIPA Universitas Sebelas Maret. ISSN-Cetak. 2541- 3651, ISSN-Online. 2548-3897.

Siregar C.J.P., 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta:

EGC. 102

Sari, K.C.D.P. 2011. Evaluasi rasionalitas Penggunaan Obat ditinjau dari Indikator Peresepan Menurut World Health Organization (WHO)

(29)

di Seluruh Puskesmas Kecamatan Kota Depok pada Tahun 2010.

Skripsi. Depok: Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.

World Health Organization. How to Investigate Drug Use in Health Facilities (Selected Drug Use Indicators). World Health Organization.

Geneva. 1993.

Zulkarnaini A, dan Martini R.D., 2019. Gambaran Polifarmasi Pasien Geriatri Dibeberapa Poliklinik RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2019:8

(30)

22

L A M P I R A N

(31)

Lampiran 1. Surat izin penelitian dari RS. St. Gabriel Kewapante

(32)

24 Lampiran 2. Lembaran Resep Dokter

(33)

Lampiran 3. Form Pengambilan Data Resep Obat yang Disiagnosa ISPA No Tanggal Nama

Pasien

Umur/JK Diagnosa Terapi Obat

L P

(34)

26

BIOGRAFI PENULIS

Maria Magdalena Naring, dilahirkan di Welas Kabupaten Ngada pada tanggal 04 Agustus 1983.

Anak kelima dari 7 bersaudara pasangan Bapak Petrus Ruta (+) dan Ibu Beata Gheda. Penulis menempuh pendidikan di SDK Welas (1990-1996), SMPN 1 Riung (1997-2000), SMAN 1 Bajawa (2000-2003), dan saat ini sedang melanjutkan jenjang perguruan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan dan kegiatan sosial lainnya seperti panitia festival budaya anak dan remaja lintas iman tahun 2018, panitia workshop penulisan artikel ilmiah kefarmasian tahun 2018, dan kegiatan bakti sosial pengobatan gratis pada tahun 2018.

Referensi

Dokumen terkait

Teman sebaya pada masa anak-anak merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keyakinan diri anak terhadap kemampuan dirinya dalam menguasai tugas- tugas sekolah

Reaksi yang digunakan dalam sintesis senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion adalah reaksi kondensasi aldol silang, di mana reaksi kondensasi

IDENTIFIKASI DAN UJI RESISTENSI BAKTERI Klebsiella pneunomiae , Streptococcus pneumonia,Staphylococcus aureus YANG DIISOLASI DARI SPUTUM PASIEN PENDERITA BRONKHITIS

Ada beberapa metode edukasi yang dapat dilakukan untuk memberikan intervensi sebagai upaya peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat mengenai

ekstrak air daun singkong memberikan pengaruh sebesar 90,62% pada nilai respon panjang gelombang sedangkan sebesar 9,38% dipengaruhi faktor lain yang tidak digunakan pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manakah diantara faktor asam tartrat, natrium karbonat atau interaksi bersifat keduanya yang dominan terhadap sifat fisik

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ekstrak teh hijau dapat diformulasi menjadi sediaan effervescent yang berkualitas, untuk mengetahui efek yang dominan

Pemberian intervensi berupa pelayanan homecare kefarmasian dapat meningkatkan tingkat pengetahuan dan kepatuhan pasien hipertensi serta dapat memperbaiki kontrol