MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA
MATERI BENDA-BENDA SIMETRIS
(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SD Negeri Citimun I dan SD Negeri Cilimbangan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Andini Suci Heryanti
0903234
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN MOTIVASI
BELAJAR SISWA PADA MATERI BENDA-BENDA
SIMETRIS
(Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SD Negeri Citimun I dan SD
Negeri Cilimbangan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang)Oleh
Andini Suci Heryanti
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salahsatu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
© Andini Suci Heryanti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
i
A. Hakikat Pembelajaran Matematika ... 13
1. Pengertian Matematika ... 13
2. Tujuan Pelajaran Matematika di SD ... 15
3. Ruang Lingkup Pelajaran Matematika di SD ... 16
4. Materi Benda-benda Simetris ... 17
B. Teori Belajar-mengajar Matematika ... 19
1. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget ... 19
2. Teori Belajar Thorndike ... 21
3. Teori Belajar Skinner ... 22
4. Teori Belajar Gagne ... 24
5. Teori Belajar Van Hiele ... 25
6. Teori Belajar Baruda ... 27
7. Teori Belajar Ausubel ... 27
C. Pendekatan Kontekstual ... 28
1. Pengertian Pendekatan ... 28
2. Pengertian Pendekatan Kontekstual ... 28
3. Prinsip Pembelajaran Kontekstual ... 29
4. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual ... 33
D. Kemampuan Berpikir Kritis ... 34
1. Pengertian Berpikir ... 34
2. Pengertian Berpikir Kritis ... 35
3. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 36
4. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 37
5. Indikator Berpikir Kritis ... 40
E. Motivasi Belajar ... 44
ii
3. Teori Motivasi ... 45
4. Prinsip-prinsip Motivasi Belajar ... 46
5. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar ... 47
6. Indikator Motivasi Belajar ... 49
F. Pembelajaran Benda-benda Simetris dengan Pendekatan Kontekstual ... 50
1. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Pada Pembelajaran Benda-benda Simetris ... 50
2. Langkah-langkah Pembelajaran Benda-benda Simetris dengan Pendekatan Kontekstual ... 51
G. Hasil Penelitian yang Relevan ... 53
H. Hipotesis Penelitian ... 54
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 56
A. Subjek Penelitian ... 56
C. Instrumen Penelitian ... 59
1. Tes Hasil Belajar ... 59
2. Instrumen Skala Sikap untuk Mengukur Motivasi Belajar ... 66
3. Format Observasi ... 68
4. Catatan Lapangan ... 69
5. Jurnal Siswa ... 69
6. Wawancara ... 70
D. Prosedur Penelitian ... 70
1. Tahap Perencanaan ... 70
2. Tahap Pelaksanaan ... 71
3. Tahap Analisis dan Penarikan Kesimpulan ... 72
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 72
1. Data Kuantitatif ... 73
2. Data Kualitatif ... 77
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 80
A. Analisis Data Kuantitatif ... 80
1. Analisis Data Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis. 80 2. Analisis Data Awal Motivasi Belajar ... 84
3. Analisis Data Postes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis 88 4. Analisis Data Akhir Motivasi Belajar ... 92
iii
8. Hubungan Motivasi Belajar dengan Kemampuan
Berpikir Kritis Matematis ... 119
B. Analisis Data Kualitatif ... 122
1. Observasi Kinerja Guru ... 122
2. Observasi Aktivitas Siswa ... 123
3. Catatan Lapangan ... 125
4. Jurnal Siswa ... 127
5. Wawancara ... 127
C. Deskripsi Pembelajaran ... 128
1. Deskpripsi Pembelajaran Konvensional ... 128
2. Deskripsi Pembelajaran Kontekstual ... 130
D. Temuan dan Pembahasan ... 132
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 143
A. Kesimpulan ... 143
B. Saran ... 147
DAFTAR PUSTAKA ... 148
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 152
iv
Tabel Halaman
1.1 Hubungan Prinsip Pembelajaran Kontekstual dengan Cara
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis ... 4
2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika Kelas IV Semester 2 ... 17
2.2 Indikator Berpikir Kritis ... 41
3.1 Populasi Penelitian ... 59
3.2 Klasifikasi Koefisien Korelasi Validitas ... 61
3.3 Perhitungan Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 62
3.4 Klasifikasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 63
3.5 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 64
3.6 Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 65
3.7 Klasifikasi Daya Pembeda ... 66
3.8 Daya Pembeda Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 66
3.9 Validitas Butir Skala Sikap untuk Mengukur Motivasi Belajar ... 68
3.10 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ... 76
4.1 Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 81
4.2 Uji Homogenitas Data Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 83
4.3 Uji Perbedaan Rata-rata Data Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 84
4.4 Uji Normalitas Data Awal Motivasi Belajar ... 85
4.5 Uji Homogenitas Data Awal Motivasi Belajar ... 87
4.6 Uji Perbedaan Rata-rata Data Awal Motivasi Belajar ... 88
4.7 Uji Normalitas Data Postes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis .. 89
4.8 Uji Homogenitas Data Postes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 91
4.9 Uji Perbedaan Rata-rata Data Postes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 92
4.10 Uji Normalitas Data Akhir Motivasi Belajar Siswa ... 93
4.11 Uji Homogenitas Data Akhir Motivasi Belajar Siswa ... 95
4.12 Uji Perbedaan Rata-rata Data Akhir Motivasi Belajar Siswa ... 96
4.13 Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis pada Kelompok Eksperimen ... 98
4.14 Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis pada Kelompok Eksperimen ... 99
v
Matematis pada Kelompok Kontrol ... 101
4.17 Uji Homogenitas Peningkatan Motivasi Belajar Siswa pada Kelompok Eksperimen ... 103
4.18 Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan Motivasi Belajar Siswa pada Kelompok Eksperimen ... 104
4.19 Uji Homogenitas Peningkatan Motivasi Belajar Siswa pada Kelompok Kontrol ... 105
4.20 Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan Motivasi Belajar Siswa pada Kelompok Kontrol ... 106
4.21 Uji Homogenitas Perbedaan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 107
4.22 Uji Perbedaan Rata-rata Perbedaan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 108
4.23 Uji Normalitas N-gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 109
4.24 Uji Homogenitas N-gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 112
4.25 Uji Perbedaan Rata-rata N-gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 113
4.26 Uji Homogenitas Perbedaan Peningkatan Motivasi Belajar Siswa ... 114
4.27 Uji Perbedaan Rata-rata Perbedaan Peningkatan Motivasi Belajar Siswa ... 115
4.28 Uji Normalitas N-gain Motivasi Belajar Siswa ... 116
4.29 Uji Homogenitas N-gain Motivasi Belajar Siswa ... 118
4.30 Uji Perbedaan Rata-rata N-gain Motivasi Belajar Siswa ... 119
4.31 Hubungan Motivasi Belajar dengan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 120
4.32 Hubungan Motivasi Belajar dengan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 121
4.33 Hasil Observasi Kinerja Guru ... 122
4.34 Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Kelompok Eksperimen ... 124
4.35 Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Kelompok Kontrol ... 124
4.36 Catatan Lapangan Kelompok Eksperimen ... 125
4.37 Catatan Lapangan Kelompok Kontrol ... 126
4.38 Rekapitulasi Jawaban pada Jurnal Siswa ... 127
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Contoh Gambar Benda Simetris ... 18 2.2 Contoh Gambar Benda Tidak Simetris ... 18 4.1 Histogram Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis Kelompok Eksperimen ... 82 4.2 Histogram Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis Kelompok Kontrol ... 82 4.3 Histogram Uji Normalitas Data Awal Motivasi Belajar Siswa
Kelompok Eksperimen ... 86 4.4 Histogram Uji Normalitas Data Awal Motivasi Belajar Siswa
Kelompok Kontrol ... 86 4.5 Histogram Uji Normalitas Data Postes Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis Kelompok Eksperimen ... 90 4.6 Histogram Uji Normalitas Data Postes Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis Kelompok Kontrol ... 90 4.7 Histogram Uji Normalitas Data Akhir Motivasi Belajar Siswa
Kelompok Eksperimen ... 94 4.8 Histogram Uji Normalitas Data Akhir Motivasi Belajar Siswa
Kelompok Kontrol ... 94 4.9 Rata-rata Skor Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis ... 97 4.10 Rata-rata Skor Awal dan Akhir Motivasi Belajar ... 102 4.11 Histogram Uji Normalitas N-gain Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis Kelompok Eksperimen ... 110 4.12 Histogram Uji Normalitas N-gain Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis Kelompok Kontrol ... 111 4.13 Histogram Uji Normalitas N-gain Motivasi Belajar Siswa
Kelompok Eksperimen ... 117 4.14 Histogram Uji Normalitas N-gain Motivasi Belajar Siswa
vii
Halaman
LAMPIRAN A ...
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Konvensional ... 153
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual ... 160
A.3 Soal Latihan Pertemuan ke-1 ... 169
A.4 Soal Latihan Pertemuan ke-2 ... 170
A.5 Lembar Kerja Siswa Pertemuan ke-1 ... 171
A.6 Lembar Kerja Siswa Pertemuan ke-2 ... 172
A.7 Pekerjaan Rumah Pertemuan ke-1 ... 173
A.8 Pekerjaan Rumah Pertemuan ke-2 ... 174
LAMPIRAN B ... B.1 Kisi-kisi Uji Coba ... 175
B.2 Tes Uji Coba ... 176
B.3 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Tes Uji Coba ... 179
B.4 Kisi-kisi Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir Kritis ... 183
B.5 Format Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir Kritis ... 184
B.5 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Pretes dan Postes ... 187
B.6 Kisi-kisi Instrumen Skala Sikap Uji Coba ... 190
B.7 Skala Sikap Uji Coba ... 191
B.8 Kisi-kisi Skala Sikap Awal dan Akhir ... 193
B.9 Skala Sikap Awal dan Akhir ... 194
LAMPIRAN C ... C.1 Kisi-kisi Pedoman Observarsi Kinerja Guru Konvensional ... 196
C.2 Format Observasi Kinerja Guru Konvensional ... 198
C.3 Kisi-kisi Pedoman Observasi Kinerja Guru Kontekstual ... 200
C.4 Format Observasi Kinerja Guru Kontekstual ... 202
C.5 Format Observasi Aktivitas Siswa Konvensional ... 204
C.6 Format Observasi Aktivitas Siswa Kontekstual ... 207
C.7 Jurnal Siswa ... 210
C.8 Catatan Lapangan ... 210
C.9 Kisi-kisi Wawancara ... 211
C.10 Format Wawancara ... 211
LAMPIRAN D ... D.1 Validitas Instrumen Tes ... 213
D.2 Reliabilitas Instrumen Tes ... 215
D.3 Tingkat Kesukaran Tes ... 217
D.4 Daya Pembeda ... 219
D.5 Validitas per Butir Soal ... 221
D.6 Reliabilitas Skala Sikap ... 222
D.7 Validitas per Butir Skala Sikap ... 224
viii
E.2 Analisis Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelompok
Kontrol ... 230
E.3 Data Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen ... 231
E.4 Analisis Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelompok Eksperimen ... 234
E.5 Hasil Motivasi Belajar Kelompok Kontrol ... 235
E.6 Analisis Hasil Motivasi Belajar Kelompok Kontrol ... 238
E.7 Hasil Motivasi Belajar Kelompok Kontekstual ... 239
E.8 Analisis Hasil Motivasi Belajar Kelompok Kontekstual ... 242
E.9 Hasil Observasi Kinerja Guru Konvensional ... 243
E.10 Hasil Observasi Kinerja Guru Kontekstual ... 247
E.11 Analisis Data Hasil Observasi Kinerja Guru ... 250
E.12 Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 251
E.13 Data Hasil Observas Aktivitas Siswa ... 255
E.14 Analisis Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 255
E.15 Transkrip Wawancara ... 256
E.16 Analisis Wawancara ... 256
E.17 Jurnal ... 257
E.18 Catatan Lapangan ... 257
E.19 Dokumentasi Kontrol ... 258
E.20 Dokumentasi Kontekstual ... 264
LAMPIRAN F ... F.1 Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 269
F.2 Postes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 272
F.3 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok Kontrol ... 275
F.4 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok Kontekstual .. 276
F.5 Uji N-gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 277
F.6 Motivasi Awal ... 280
F.7 Motivasi Akhir ... 283
F.8 Peningkatan Motivasi Belajar Kelompok Kontrol ... 286
F.9 Peningkatan Motivasi Belajar Kelompok Kontekstual ... 287
F.10 Uji N-gain Motivasi Belajar ... 288
LAMPIRAN G ... G.1 Surat Keputusan ... 291
G.2 Surat Izin Penelitian SDN Citimun I ... 292
G.3 Surat Izin Penelitian SDN Cilimbangan ... 293
G.4 Surat Keterangan SDN Citimun I ... 294
G.5 Surat Keterangan SDN Cilimbangan ... 295
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses berpikir selalu terjadi dalam setiap aktivitas manusia yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah, membuat keputusan, maupun untuk
mencari pemahaman. Melalui berpikir, manusia mampu memahami segala hal
yang dihadapinya dalam kehidupan. Untuk mengembangkan proses berpikir
manusia dapat dilakukan melalui pendidikan.
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh setiap
manusia. Pendidikan dapat membantu untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki seseorang sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat,
bangsa, dan negara. Hal tersebut sejalan dengan pengertian pendidikan menurut
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) nomor 20 tahun
2003 pasal 1 berbunyi:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menjadikan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Matematika merupakan salahsatu mata pelajaran yang diberikan dari mulai
sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi. Kehadiran matematika dapat
membantu manusia menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Seiring
dengan berkembangnya zaman, matematika terus dikembangkan sehingga dapat
digunakan sebagai alat penunjang alat-alat canggih seperti kalkulator atau
komputer. Tentu saja hal ini dilakukan untuk mempermudah kegiatan manusia
sehari-hari.
Menurut Garis-garis Besar Perencanaan Pembelajaran (GBPP) matematika
(Fatimah, 2012: 15), tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah yaitu:
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, dan efisien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Menurut Depdiknas (2006: 387), “Mata pelajaran matematika perlu
diberikan kepada semua peserta didik mulai dari SD untuk membekali peserta
didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif,
serta kemampuan bekerja sama”. Idealnya pembelajaran matematika adalah
mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut. Namun, dalam
kenyataannya pembelajaran matematika selama ini masih jauh dari kata ideal. Hal
tersebut berdasarkan pada survey TIMSS (Trends International Mathematics and
Science Study) dan PISA (Programme for International Student Assessment).
Prestasi Indonesia pada TIMSS tahun 2007 berada pada peringkat 36 dari 49
negara. Tidak jauh berbeda dengan TIMSS, Wardhani, dkk. (2011) juga
mengemukakan bahwa prestasi PISA tahun 2009 Indonesia mendapat peringkat
61 dari 65 negara. Hasil TIMSS dan PISA yang rendah disebabkan oleh banyak
faktor, di antaranya siswa Indonesia kurang terlatih untuk menyelesaikan soal-soal
dengan karakteristik soal TIMSS dan PISA. Soal-soal itu rata-rata mengukur
kemampuan penalaran siswa.
Berdasakan pemaparan laporan hasil studi PISA dan TIMSS tersebut dapat
disimpulkan bahwa kemampuan penalaran siswa rendah. Hal ini berarti juga
bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa SD masih rendah, karena
penalaran mencakup berpikir dasar, berpikir kritis, dan berpikir kreatif (Krulick
dan Rudnick dalam Yulianti, 2009).
Menurut Angelo (Yulianti, 2009: 16), “Berpikir kritis adalah
mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan
menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya,
menyimpulkan, dan mengevaluasi”. Menurut Hassoubah (2008: 46), “Berpikir
kritis sangat penting untuk mengembangkan kemampuan berpikir lainnya, yakni
membuat keputusan dan menyelesaikan masalah”. Untuk itulah, dengan upaya
membuat keputusan dan menyelesaikan masalah yang terdapat dalam
pembelajaran matematika.
Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis diperlukan sebuah
pembelajaran yang memberikan keleluasaan berpikir kritis pada siswa.
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dalam kegiatan formal dapat
dikembangkan melalui pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat
Maulana (2008a) yang mengemukakan bahwa hakikat matematika sebagai ilmu
yang terstruktur dan sistematis serta sebagai ilmu yang mengembangkan sikap
berpikir kritis, objektif, dan terbuka, menjadi sangat penting dikuasai siswa dalam
menghadapi laju perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat.
Pendapat tersebut dikuatkan oleh Ruseffendi, dkk. (1992), yang mengemukakan
bahwa kedudukan matematika semakin penting dalam kancah pendidikan, hal ini
bertujuan untuk melatih rakyat Indonesia menggunakan logika, belajar berpikir
secara praktis, bersikap kritis dan kreatif serta sistematis dalam setiap
tindakannya. Dapat dilihat dari kedua pendapat tersebut, bahwa matematika
merupakan salahsatu mata pelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Wright, dkk. (Hassoubah, 2008)
kemampuan berpikir kritis seseorang dapat ditingkatkan melalui berbagai cara,
antara lain:
1. membaca dengan kritis,
2. meningkatkan kemampuan analisis,
3. mengembangkan kemampuan observasi/mengamati,
4. meningkatkan rasa ingin tahu, kemampuan bertanya dan refleksi,
5. metakognisi,
6. mengamati model dalam berpikir kritis,
7. diskusi yang kaya.
Untuk mengaplikasikan ketujuh cara-cara tersebut pada pembelajaran
diperlukan suatu pendekatan. Salahsatu pendekatan yang dipandang memenuhi
pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual memiliki tujuh prinsip
pembelajaran yaitu kontruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry),
bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan
(modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).
Alasan yang mendasari dipilihnya pendekatan kontekstual karena terdapat
keterkaitan dengan cara-cara untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa hasil penelitian Wright seperti dapat dilihat dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Hubungan Prinsip Pembelajaran Kontekstual dengan Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Prinsip Pembelajaran Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Kontruktivisme Meningkatkan kemampuan analisis siswa
Menemukan Membaca dengan kritis, meningkatkan kemampuan
observasi/pengamatan.
Bertanya Meningkatkan rasa ingin tahu dan kemampuan
bertanya.
Masyarakat belajar Diskusi yang kaya.
Pemodelan Mengamati model dalam berpikir kritis.
Refleksi Metakognisi.
Penilaian sebenarnya Melatih siswa untuk mengerjakan setiap soal dan
tugas yang diberikan dengan baik dan tepat.
Pada prinsip konstruktivisme, siswa membangun sendiri pengetahuannya
dengan menganalisis konsep yang disajikan kemudian dikaitkan dengan
pengalaman sehari-hari yang dialami oleh siswa. Hal tersebut dapat meningkatkan
kemampuan analisis siswa. Pada prinsip menemukan, siswa menemukan sendiri
konsep yang akan dipelajarinya. Proses penemuan ini dapat terjadi jika siswa
membaca secara kritis soal atau tugas yang diberikan dan mengamati setiap hal
yang memungkinkan dijadikan sebagai sebuah temuan. Hal tersebut dapat
bertanya dapat menerapkan kemampuan dan kebiasaan siswa untuk bertanya.
Pertanyaan yang kreatif dari guru akan menimbulkan rasa ingin tahu siswa untuk
menjawab pertanyaan tersebut.
Pada prinsip masyarakat belajar, siswa melakukan kerjasama dan
memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Salahsatu bentuk
masyarakat belajar yaitu melalui diskusi kelompok, diskusi kelompok yang kaya
yaitu diskusi yang di dalamnya siswa terlibat aktif berpartisipasi, dengan diskusi
siswa dapat leluasa untuk mengeluarkan pendapatnya dan siswa dapat saling
membantu untuk memahami sebuah materi Hal tersebut dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa karena siswa berlatih untuk bertanya, memberi
tanggapan atau memberi sanggahan kepada siswa lainnya.
Pada prinsip pemodelan, siswa melihat guru atau rekan siswa yang lainnya
sebagai model dalam berpikir kritis. Pada prinsip refleksi, siswa mempelajari apa
yang telah dipelajarinya. Menurut Flavell (Maulana, 2007), bentuk aktivitas
memantau diri (self-monitoring) dapat dianggap sebagai bentuk metakognisi,
sehingga kegiatan refleksi dapat juga dianggap sebagai bentuk metakognisi.
Pada prisip penilaian sebenarnya ketika seorang siswa menjawab soal
dengan cara yang tidak biasa dari cara yang telah dikerjakan oleh teman-temanya
maka sebagai seorang guru harus memberikan nilai tambah pada siswa tersebut.
Jika siswa tersebut menerima hasil tes maka sebagai feed back-nya siswa yang
lain akan mencoba menjawab soal yang tidak biasa dan hal itu baik untuk dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya. Berdasarkan penjelasan tersebut,
dapat dilihat bahwa prinsip pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa.
Selain penggunaan pendekatan pembelajaran yang sesuai, hal lain yang
berpengaruh pada keberhasilan belajar matematika adalah motivasi belajar siswa.
Jika pendekatan adalah cara untuk mencapai tujuan, maka motivasi adalah
pendorong untuk melakukan cara-cara mencapai tujuan tersebut, sehingga antara
pendekatan dan motivasi berkaitan erat. Jika pendekatan sudah baik namun
motivasi belajar siswa tidak ada, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai,
anggapan seperti ini akan membuat siswa cenderung bermalas-malasan dan tidak
mau belajar matematika. Guru seyogyanya mampu menepis anggapan siswa
seperti itu, bahkan alangkah baiknya guru mampu memberikan kesan yang baik
pada pembelajaran matematika, sehingga siswa menjadi senang belajar
matematika.
Salahsatu kesalahan guru adalah menganggap bahwa setiap siswa sama,
sehingga seringkali guru tidak menghiraukan motivasi yang dimiliki setiap siswa.
Hal ini sejalan dengan pendapat Mulyasa (2008) yang mengemukakan bahwa
salahsatu kesalahan guru dalam pembelajaran adalah mengabaikan
kebutuhan-kebutuhan khusus siswa. Kebutuhan khusus siswa adalah minat, motivasi,
intelegensi, dan kompetensi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
motivasi memiliki peran yang penting dalam ketercapaian tujuan pembelajaran.
Hal ini berdampak pada keharusan guru untuk menciptakan pembelajaran yang
dapat meningkatkan motivasi siswa.
Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat,
motivasi, dan kemampuan atau pengalaman. Pendekatan kontekstual merupakan
salahsatu pendekatan yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Dalam
pembelajaran kontekstual disediakan kesempatan kepada siswa untuk
mendapatkan pengalaman sehingga akan muncul motivasi untuk belajar. Jika
seorang siswa sudah memiliki motivasi dalam belajar, maka akan menyadari
kebutuhannya memperoleh pengetahuan yang dapat dipergunakannya dalam
kehidupan sehari-hari. Jika motivasi dalam belajar matematika rendah maka akan
berdampak pada keberhasilan prestasi yang dicapai oleh siswa. Hal ini akan
berdampak pula pada ketidaktercapaian tujuan instruksional yang telah
ditargetkan oleh guru. Guru sebagai fasilitator dan motivator memiliki peran yang
sangat penting untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Guru
diharapkan dapat memfasilitasi agar siswa mampu berpikir oleh dirinya sendiri,
karena itu merupakan tujuan penting dari pengembangan kemampuan berpikir
kritis.
Berdasarkan uraian di atas, maka sebagai upaya konkret untuk
mengembangkan kemampuan observasi/mengamati, meningkatkan rasa ingin
tahu, kemampuan bertanya dan refleksi, metakognisi, mengamati model dalam
berpikir kritis, diskusi, dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis
siswa serta untuk meningkatkan motivasi belajar sisw, dilakukan penelitian ini
dengan judul “Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Motivasi Belajar Siswa pada Materi
Benda-benda Simetris (Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas IV SD
Negeri Citimun I dan SD Negeri Cilimbangan di Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang)”.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Pada bagian latar belakang telah dijelaskan bahwa suatu pembelajaran
akan berhasil, jika guru menggunakan pendekatan pembelajaran yang melibatkan
siswa secara aktif sehingga timbul motivasi dalam proses pembelajaran dan
pemberian soal-soal yang mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi sehingga
dapat melatih siswa untuk berpikir secara mendalam. Hal tersebut memunculkan
masalah sebagai berikut ini.
1. Apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa secara signifikan
pada materi benda-benda simetris?
2. Apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa secara signifikan
pada materi benda-benda simetris?
3. Apakah kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada materi benda-benda
simetris yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
kontekstual lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional?
4. Apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa secara signifikan pada materi
5. Apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa secara signifikan pada materi
benda-benda simetris?
6. Apakah motivasi belajar siswa pada materi benda-benda simetris yang
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih
baik secara signifikan daripada siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional?
7. Adakah hubungan antara motivasi belajar siswa dengan kemampuan berpikir
kritis matematis siwa pada pembelajaran materi benda-benda simetris?
8. Bagaimanakah respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan kontekstual?
9. Faktor-faktor apa saja yang mendukung atau menghambat terlaksananya
proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual?
Penelitian ini difokuskan pada penggunaan pendekatan pembelajaran
kontekstual. Penelitian ini dibatasi hanya pada siswa kelas IV sekolah dasar di
Kabupaten Sumedang Kecamatan Cimalaka pada tahun ajaran 2012/2013 pada
pokok bahasan benda-benda simetris. Pemilihan materi tersebut didasarkan pada
hal-hal sebagai berikut.
1. Materi mengenai benda-benda simetris, konteksnya sering dijumpai siswa
dalam kehidupan nyata sehari-hari.
2. Materi ini bisa dikembangkan siswa untuk membuat karya benda-benda
simetris. Membantu siswa untuk lebih jauh mendalami benda-benda yang
berbentuk simetris.
3. Materi mengenai benda-benda simetris adalah materi yang memerlukan
benda nyata pada pembelajarannya, sehingga pendekatan kontekstual cocok
untuk dijadikan sebagai alternatif pembelajaran pada materi benda-benda
simetris.
4. Materi benda-benda simetris dirasakan mudah oleh guru sehingga
pembelajaran yang diberikan kurang maksimal. Pembelajaran yang biasa
dilakukan, siswa hanya melihat contoh guru dan membaca buku kemudian
tampak membosankan. Bagi siswa unggul, hanya dengan membaca saja
mungkin sudah memahami maksudnya, namun belum tentu semua siswa
merasakan hal yang sama.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui penerapan
penggunaan pendekatan kontekstual sebagai upaya untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematis dan motivasi belajar siswa pada materi
benda-benda simetris. Tujuan tersebut dijabarkan lebih lanjut menjadi tujuan
khusus sebagai berikut ini.
1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa
secara signifikan dengan penggunaan pendekatan konvensional pada materi
benda-benda simetris.
2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa
secara signifikan dengan penggunaan pendekatan kontekstual pada materi
benda-benda simetris.
3. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa
yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual
lebih baik secara signifikan dari siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional pada pembelajaran benda-benda simetris.
4. Untuk mengetahui adanya peningkatan motivasi belajar siswa secara
signifikan dengan penggunaan pembelajaran konvensional pada materi
benda-benda simetris.
5. Untuk mengetahui adanya peningkatan motivasi belajar siswa secara
signifikan dengan penggunaan pendekatan kontekstual pada materi
benda-benda simetris.
6. Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik secara
signifikan dari siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada materi
7. Untuk mengetahui hubungan antara motivasi belajar siswa dengan
kemampuan berpikir kritis matematis pada pembelajaran benda-benda
simetris.
8. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan kontekstual.
9. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung atau penghambat terlaksananya
proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini akan memberikan manfaat bagi masing-masing
pihak yang memiliki kepentingan dalam penelitian.
1. Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengetahui penerapan pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan kontekstual dalam upaya meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematis dan motivasi belajar siswa pada materi
benda-benda simetris.
2. Bagi Siswa
Siswa dapat merasakan suasana pembelajaran yang berbeda dari biasanya.
Kemampuan berpikir kritis matematis siswa dilatih untuk mengembangkan
kemampuan membuat keputusan dan menyelesaikan masalah, sehingga
diharapkan siswa mampu untuk memecahkan masalah matematis. Selain itu,
siswa dapat menjadi lebih termotivasi dalam belajar. Lebih lanjut lagi siswa
bisa berkarya untuk membuat benda-benda atau bangunan yang berbentuk
simetris yang sampai saat ini masih jarang ditemukan.
3. Bagi Guru Matematika SD
Guru matematika dapat menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih
kreatif dalam proses pembelajaran untuk menciptakan suasana pembelajaran
yang lebih kondusif dan menyenangkan agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai. Selain itu selama ini tujuan yang ditetapkan guru pada pembelajaran
hanya berada pada kemampuan berpikir tingkat rendah. Guru diharapkan
pembelajaran. Hal tersebut bertujuan untuk membekali siswa di masa yang
akan datang.
4. Bagi Pihak Sekolah
Sekolah yang dijadikan tempat penelitian bisa lebih meningkat mutu
pembelajarannya dibandingkan dengan sekolah yang lainnya.
5. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti
yang lain terkait dengan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
maupun kemampuan berpikir kritis matematis.
E. Batasan Istilah
Batasan istilah diperlukan agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap
judul penelitian yang dibuat.Penjelasan mengenai istilah-istilah yang terdapat
dalam judul penelitian adalah sebagai berikut ini.
1. Pendekatan pembelajaran adalah suatu cara yang dilakukan guru dan siswa
untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
2. Pendekatan kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
mengaitkan materi dengan situasiyang sering dijumpai pada kehidupan
sehari-hari siswa.
3. Berpikir kritis adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi yang meliputi
kemampuan untuk mengenal dan memecahkan masalah melalui analisis,
sintesis, evaluasi dan menyimpulkan.
4. Berpikir kritis matematis adalah berpikir kritis pada bidang kajian
matematika. Indikator kemampuan berpikir kritis matematis yang diharapkan
adalah kemampuan menganalisis argumen dan memutuskan suatu tindakan.
5. Motivasi adalah dorongan melakukan suatu atau reaksi untuk mencapai
tujuan.
6. Motivasi belajar adalah dorongan untuk belajar agar mencapai tujuan yang
diharapkan.
8. Benda simetris adalah suatu benda yang seimbang pada bagian-bagiannya dan
apabila dilihat pada sumbu simetrinya maka akan membagi dua bagian yang
memiliki bentuk sama.
9. Pembelajaran konvensional pada penelitian ini adalah pembelajaran dengan
menggunakan metode ceramah. Pada proses pembelajaran matematika, guru
menjelaskan materi dan siswa mendengarkan penjelasan guru. Setelah itu
siswa diminta untuk mengerjakan soal yang ada di dalam buku paket.
56
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
1. Populasi
Menurut Maulana (2009: 25), populasi adalah sebagai berikut.
a. Keseluruhan subjek atau objek penelitian.
b. Wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
c. Seluruh data yang menjadi perhatian dalam lingkup dan waktu tertentu. d. Semua anggota kelompok orang, kejadian, atau objek lain yang telah
dirumuskan secara jelas.
Populasi pada penelitian ini adalah kelas IV SD se-Kecamatan Cimalaka
Kabupaten Sumedang yang termasuk ke dalam kelompok papak. Berdasarkan
data yang yang diperoleh dari UPTD Kecamatan Cimalaka dari jumlah nilai ujian
nasional (UN) mata pelajaran matematika tingkat SD/MI Kecamatan Cimalaka
Kabupaten Sumedang tahun ajaran 2011/2012 (peringkat SD terlampir). Dari 29
SD yang ada, dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok tinggi, kelompok
sedang, dan kelompok rendah. Pembagian kelompok dilakukan dengan
menentukan kelompok asor 27% dari prestasi terbawah, kelompok unggul 27%
dari prestasi teratas dan sisanya termasuk ke dalam kelompok papak yang
merupakan populasi dalam penelitian ini. Setelah dilakukan perhitungan, maka
diperolehlah 15 SD yang menjadi populasi penelitian ini dengan jumlah 516
siswa. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1
Populasi Penelitian SD Kelompok Papak se-Kecamatan Cimalaka
No Nama Sekolah Kelas IV
Rombel L P
1. SD Karang Pawulang 2 26 27
2. SD Margamulya 1 14 13
3. SD Cibeureum III 1 13 7
4. SD Sukalerang II 1 8 13
57
6. SD Palasah 2 24 29
7. SD Cibeureum I 1 27 15
8. SD Citimun II 2 28 29
9. SD Cikole 1 11 8
10. SD Mandalaherang III 1 11 15
11. SD Cilimbangan 1 16 16
12. SD Nyalindung I 1 15 18
13. SD Citimun I 1 15 18
14. SD Nyalindung II 1 14 13
15. SD Cimalaka III 2 26 17
JUMLAH 265 251
JUMLAH TOTAL 516 SISWA
2. Sampel
Menurut Maulana (2009: 26), “Sampel adalah sebagian atau wakil dari
populasi yang diteliti”. Cara pengambilan sampel yang akan dilakukan dalam
penelitian ini adalah cara sampling karena mengefisienkan waktu, tenaga dan
biaya. Hal ini sejalan dengan Maulana (2009: 26), “Sampling (pengambilan
sampel) merupakan cara yang dilakukan dengan meneliti hanya sebagian dari
populasi”.
Menurut Gay (Maulana, 2009: 28), “Ukuran sampel untuk penelitian
eksperimen yakni minimum 30 subjek per kelompok”. Dalam penelitian ini,
sampel yang diambil adalah dua kelas dari dua sekolah yang berbeda. Setelah
ditentukan kelompok sedang yang menjadi populasi pada penelitian ini, kemudian
dilakukan pemilihan secara acak dari 15 SD yang berada dalam kelompok
sedang/papak, terpilihlah dua SD yakni SD Cilimbangan dan SD Citimun I
sebagai tempat penelitian ini. Langkah terakhir yang dilakukan yaitu pemilihan
kembali untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka terpilihlah SDN Citimun
I sebagai kelas kontrol dan SDN Cilimbangan sebagai kelas eksperimen.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini sampel penelitiannya
adalah siswa kelas IV SDN Cilimbangan sebagai kelas eksperimen dan siswa
58
B. Metode dan Desain Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan sebab-akibat yaitu untuk
melihat pengaruh pendekatan kontekstual dalam meningkatkan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa SD terhadap materi benda-benda simetris. “Pada
penelitian eksperimen, peneliti melakukan suatu manipulasi terhadap variabel
bebas kemudian mengamati perubahan yang terjadi pada variabel terikat”,
(Maulana, 2009: 20). Pada penelitian ini dilakukan pemanipulasian terhadap
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual untuk melihat perubahan yang
terjadi pada kemampuan berpikir kritis matematis dan motivasi belajar siswa.
Berdasarkan karakteristiknya maka penelitian ini termasuk ke dalam penelitian
eksperimen.
2. Desain Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua kelompok kelas yang dibandingkan, kelas
tersebut adalah kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pertama-tama dilakukan
pemilihan secara acak untuk menentukan kelas yang akan dijadikan kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Kedua kelas ini merupakan kelas yang berasal dari
dua SD berbeda yang termasuk ke dalam sekolah yang berada pada kelompok
papak berdasarkan hasil nilai UN SD/MI Kabupaten Sumedang Kecamatan
Cimalaka tahun 2012. Kemudian setelah dipastikan kelas eksperimen dan kelas
kontrolnya, pada kedua kelas tersebut diberikan pretes untuk mengukur kesetaraan
kemampuan awal subjek penelitian. Selanjutnya pada kelas eksperimen diberikan
pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan kontekstual dan pada
kelas kontrol diberikan pembelajaran konvensional seperti biasanya kelas tersebut
belajar. Pada akhir tindakan, diberikan postes untuk melihat perbedaan hasil
peningkatan kemampuan berpikir kritis kedua kelas tersebut setelah diberikan
perlakuan yang berbeda.
Berdasarkan uraian di atas, maka desain penelitiannya adalah berupa
desain kelompok kontrol pretes-postes (pretest-posttest control group design). Hal
59
jenis desain eksperimen ini terjadi pengelompokan secara acak (A), adanya pretes
(0), dan adanya postes (0). Kelompok yang satu tidak memperoleh perlakuan,
sedangkan yang satu lagi memperoleh perlakuan (X). Adapun bentuk desain
penelitiannya sebagaimana menurut Ruseffendi (2005: 50) adalah sebagai berikut
ini.
A 0 X 0
A 0 0
Keterangan:
A = pemilihan secara acak
0 = pretest dan posttest
X = perlakuan terhadap kelompok eksperimen
Pada bentuk desain penelitian di atas terlihat adanya pemilihan secara acak
(A) baik untuk kelas eksperimen maupun untuk kelas kontrol. Kemudian adanya
pretest (0) untuk kedua kelas tersebut. Selanjutnya kelas eksperimen diberikan
perlakuan (X) yakni pembelajaran benda-benda simetris dengan menggunakan
pendekatan kontekstual, sedangkan pada kelas kontrol dengan pembelajaran
konvensional. Terakhir, pada kedua kelas diberikan posttest (0) untuk mengukur
peningkatan kemampuan beripikir kritis matematis dari masing-masing kelas
terhadap materi benda-benda simetris.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam
penelitian ini yaitu berupa tes kemampuan berpikir kritis matematis, skala sikap
untuk mengukur motivasi belajar siswa, format observasi, catatan lapangan,
jurnal, dan wawancara. Uraian dari masing-masing instrumen yang digunakan
adalah sebagai berikut.
1. Tes Hasil Belajar
Untuk mengukur sejauh mana kemampuan subjek penelitian terhadap
materi pembelajaran pada saat penelitian maka dilakukan tes sebagai alat ukurnya.
Tes ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pretes dan postes. Pretes dilakukan untuk
60
kelas kontrol. Postes digunakan untuk mengukur peningkatan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa terhadap materi benda-benda simetris pada
kelompok eksperimen maupun kelas kontrol. Untuk mengukur ketepatan
(validitas) isi soal yang dibuat, sebelumnya dikonsultasikan terlebih dahulu
kepada ahli dalam pembuatan soal, dalam hal ini dosen pembimbing. Selain
validitas isi, konsultasi juga dilakukan untuk mengetahui adanya validitas muka
dalam arti bentuk soal dalam tes hasil belajar yang digunakan memang tepat untuk
diberikan kepada subjek penelitian.
Tes untuk mengukur kemampuan berpikir matematis ini berbentuk uraian
yang terdiri dari enam butir soal. Indikator kemampuan berpikir kritis matematis
yang diukur pada penelitian ini berjumlah dua buah yaitu menganalisis suatu
argumen dan merumuskan suatu tindakan (Ennis dalam Maulana, 2008a). Soal
nomor 1, 4, dan 5 mengukur kemampuan siswa dalam menganalisis suatu
argumen. Soal nomor 2, 3, dan 6 mengukur kemampuan siswa dalam
merumuskan suatu tindakan. Agar tes hasil belajar memenuhi kriteria sebagai
instrumen yang baik maka perlu diujicobakan sebelum digunakan pada penelitian
agar dapat mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda
tes tersebut. Tes diuji cobakan pada siswa kelas V yang telah mempelajari materi
mengenai benda-benda simetris (bentuk soal terlampir). Penjelasan mengenai
teknik pengolahan data akan dijelaskan sebagai berikut.
a. Validitas Instrumen
Untuk menentukan tingkat (kriteria) validitas instrumen ini, maka
digunakan koefisien korelasi. Menurut Maulana (2008b: 133) “Koefisien korelasi
ini dapat diartikan sebagai nilai yang diperoleh dari hubungan/korelasi antara dua
variabel”. Koefisien korelasi ini dihitung dengan product moment dari Pearson
(Maulana, 2008b: 134) dengan rumus sebagai berikut ini.
= ∑ −(∑ )(∑ ) ( ∑ 2− (∑ )2).( ∑ 2−(∑ 2)
Keterangan:
= koefisien korelasi antara x dan y
61 X = nilai hasil uji coba
Y = nilai rata-rata harian
Rumus di atas digunakan untuk menghitung validitas soal secara
keseluruhan. Sementara itu, untuk mengetahui validitas masing-masing butir soal
masih menggunakan product moment pearson, tetapi X untuk jumlah skor soal
yang dimaksud dan Y untuk skor total soal tes hasil belajar. Selanjutnya koefisien
korelasi yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi
koefisien korelasi (koefisien validitas) menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya
1990: 147) berikut ini.
Tabel 3.2
Klasifikasi Koefisien Korelasi Validitas
Koefisien korelasi Interpretasi
0,80 < ≤ 1,00 Validitas sangat tinggi
0,60 < ≤ 0,80 Validitas tinggi
0,40 < ≤ 0,60 Validitas sedang
0,20 < ≤ 0,40 Validitas rendah
0,00 < ≤ 0,20 Validitas sangat rendah ≤ 0,00 Validitas tidak valid
Hasil uji coba menunjukkan bahwa secara keseluruhan, soal yang
digunakan dalam penelitian ini koefisien korelasinya mencapai 0,86 yang berarti
validitas instrumen tes hasil belajar pada penelitian ini sangat tinggi berdasarkan
Tabel 3.2 (perhitungan validitas hasil uji coba instrumen terlampir). Untuk
mengetahui signifikansi koefisien korelasi dilakukan uji-t, dengan rumus sebagai
berikut (Sudjana, 2010:146).
t = −2
1− 2
Keterangan:
t = Daya beda
= Koefisien korelasi antara X dan Y
n = Banyaknya subjek
Uji-t ini dilakukan untuk melihat apakah antara dua variabel terdapat
62
0 : ρ = 0, tidak ada hubungan yang signifikan (tidak valid)
1 : ρ = 0, ada hubungan yang signifikan (valid)
Untuk taraf signifikansi α dan derajat kebebasan dk = (n – 2), 0 diterima jika | ℎ� �| ≤ . Dalam keadaan lain, 0 ditolak dan berarti 1 diterima.
Untuk tes kemampuan berpikir kritis matematis dengan α = 0,05 dan derajat
kebebasan n – 2 = 34, nilai yang diperoleh berdasarkan tabel adalah (0,950;34) =
1,68. Adapun hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3
Perhitungan Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
No Koefisien Korelasi Tafsiran � keterangan
1 0,71 Tinggi 5,91 Valid
2 0,62 Tinggi 4,59 Valid
3 0,61 Tinggi 4,48 Valid
4 0,80 Tinggi 7,77 Valid
5 0,50 Sedang 3,36 Valid
6 0,36 Rendah 2,25 Valid
Keterangan:
= soal yang akan digunakan untuk pretes
= soal yang tidak digunakan
Dari keenam butir soal untuk menguji kemampuan berpikir kritis
matematis tersebut diperoleh 4 soal (nomor 1, 2, 3, dan 4) memiliki validitas
tinggi, 1 soal (nomor 5) memiliki validitas sedang, dan 1 soal (nomor 6) memiliki
validitas rendah. Selanjutnya dari hasil uji-t semua butir soal memiliki thitung > ttabel
sehingga diperoleh hasil bahwa 0ditolak. Ini berarti bahwa semua soal memiliki
korelasi yang signifikan terhadap hasil belajar yang dicapai siswa. Dari hasil ini
dapat disimpulkan bahwa semua soal tes kemampuan berpikir kritis matematis
tersebut memiliki ketepatan untuk digunakan sebagai instrumen penelitian.
Berdasarkan pada pertimbangan bahwa soal nomor 5 dan 6 merupakan soal yang
63
penelitian ini soal yang akan digunakan sebagai tes hasil belajar hanya empat soal
saja yaitu, soal nomor 1, 2, 3, dan 4.
b. Reliabilitas
Reliabilitas suatu instrumen evaluasi adalah keajegan/kekonsistenan
instrumen tersebut bila diberikan kepada subjek yang sama meskipun oleh orang
yang berbeda, waktu yang berbeda, atau tempat yang berbeda, maka akan
memberikan hasil yang sama atau relatif sama (Suherman dan Sukjaya, 1990:
167). Rumus reliabilitas yang dihitung menggunakan formula Alpha (Suherman
dan Sukjaya, 1990: 194)
11 = −1 1− ∑ �2
2
Keterangan
n = banyaknya butir soal
�2 = varians skor setiap butir soal 2 = varians skor total
Selanjutnya koefisien korelasi yang diperoleh diinterpretasikan dengan
menggunakan klasifikasi koefisien reliabilitas menurut Guilford (Suherman dan
Sukjaya, 1990:177).
Tabel 3.4
Klasifikasi Koefisien Korelasi Reliabilitas
Koefisien korelasi Interpretasi
0,80 < 11≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi
0,60 < 11≤ 0,80 Reliabilitas tinggi
0,40 < 11≤ 0,60 Reliabilitas sedang
0,20 < 11≤ 0,40 Reliabilitas rendah
11≤ 0,20 Reliabilitas sangat rendah
Berdasarkan Tabel 3.4, hasil uji coba instrumen yang digunakan dalam
penelitian mencapai kriteria reliabilitas sedang dengan perolehan koefisien
64
instrumen terlampir). Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa soal ini dapat
digunakan dalam penelitian karena memiliki reliabilitas sedang.
c. Tingkat Kesukaran Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Tingkat kesukaran dilakukan untuk dapat mengetahui butir soal yang
tergolong sulit, sedang, atau mudah. Untuk mengetahui tingkat atau indeks
kesukaran setiap butir soal, digunakan rumus sebagai berikut:
IK =
�
Keterangan:
IK = tingkat/indeks kesukaran
= rata-rata skor setiap butir soal
SMI = skor maksimum ideal
Selanjutnya tingkat kesukaran yang diperoleh diinterpretasikan dengan
menggunakan klasifikasi tingkat kesukaran menurut Guilford (Suherman dan
Sukjaya, 1990: 213).
Tabel 3.5
Klasifikasi Tingkat Kesukaran
Tingkat Kesukaran Interpretasi
IK = 0,00 Terlalu sukar
0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar
0,30 < IK ≤ 0,70 Sedang
0,70 < IK < 1,00 Mudah
IK = 1,00 Terlalu mudah
Pengolahan tingkat kesukaran dilakukan dengan bantuan program excel.
Berikut ini merupakan data tingkat kesukaran hasil uji coba instrumen tes hasil
65
Tabel 3.6
Tingkat Kesukaran Butir Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Soal Tingkat Kesukaran Tafsiran
1 0,47 Sedang
2 0,63 Sedang
3 0,67 Sedang
4 0,27 Sukar
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa tiga soal (nomor 1, 2
dan 3) memiliki tingkat kesukaran sedang dan satu soal (nomor 4) memiliki
tingkat kesukaran sukar. Kemampuan berpikir kritis matematis merupakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi, sehingga soal yang disajikan tidak ada soal
yang memiliki tingkat kesukaran mudah.
d. Daya Pembeda Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Daya pembeda digunakan untuk mengetahui perbedaan antara siswa yang
memiliki kemampuan tinggi dan kemampuan rendah. Untuk menghitungnya,
subjek dibagi menjadi beberapa subkelompok, dengan proporsi 27% kelompok
atas dan 27% kelompok bawah (Suherman dan Sukjaya, 1990: 204). Untuk
mengetahui daya pembeda setiap butir soal, digunakan rumus sebagai berikut:
DP = −
�
Keterangan:
DP = daya pembeda
= rata-rata skor kelompok atas
= rata-rata skor kelompok bawah
SMI = skor maksimum ideal
Selanjutnya daya pembeda yang diperoleh diinterpretasikan dengan
menggunakan klasifikasi daya pembeda sebagai berikut (Suherman dan Sukjaya,
66
Tabel 3.7
Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Interpretasi
DP ≤ 0,00 Sangat Jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
Berikut ini merupakan data daya pembeda hasil uji coba instrumen tes
hasil belajar yang dilakukan.
Tabel 3.8
Daya Pembeda Butir Soal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Soal � � DP Tafsiran
1 8,6 4,8 0,25 Cukup
2 3,2 1,4 0,45 Baik
3 3,7 1,5 0,55 Baik
4 2,6 0,4 0,31 Cukup
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa dua soal (nomor 1 dan
4) memiliki daya pembeda cukup dan dua soal (nomor 2 dan 3) memiliki daya
pembeda baik.
2. Instrumen Skala Sikap untuk Mengukur Motivasi Belajar
Menurut Maulana (2009: 38-39) “Skala sikap terdiri dari sekumpulan
pernyataan yang setiap orang diminta untuk memberikan respon atasnya”.
Instrumen skala sikap digunakan untuk mengukur motivasi siswa terhadap
pembelajaran matematika sebelum dan sesudah menerima perlakuan. Skala sikap
diberikan 2 kali dan diberikan pada kelas eksperimen juga kelas kontrol. Bentuk
skala sikap yang digunakan adalah skala Likert yang terdiri dari lima pilihan
67
sangat tidak setuju (STS). Skala sikap ini terdiri dari 25 butir pernyataan
mengenai motivasi siswa terhadap pembelajaran matematika (format skala sikap
terlampir). Siswa harus membubuhkan tanda cek (√) pada salahsatu kolom isian
sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, atau sangat tidak setuju.
Indikator motivasi belajar yang diukur berjumlah delapan buah yaitu
durasi kegiatan, frekuensi kegiatana, persistensi, ketabahan; keuletan; dan
kemampuan dalam menghadapi rintangan; dan kesulitan untuk mencapai tujuan
belajar, devosi, tingkat aspirasi, tingkatan kualifikasi prestasi; produk; atau output
yang dicapai dari kegiatan, dan arah sasaran kegiatan (Maulana, 2009) (indikator
beserta pernyataan skala sikap yang digunakan uji coba terlampir). Dari hasil
perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,87 yang menandakan bahwa
instrumen skala sikap ini memiliki reliabilitas sangat tinggi. Untuk mengetahui
signifikansi koefisien korelasi masih dilakukan dengan uji-t, dengan rumus
sebagai berikut (Sudjana, 2010:146).
t = �湥 −2 1− 2
Keterangan:
t = daya beda
= koefisien korelasi antara X dan Y
n = banyaknya subjek
Uji-t ini dilakukan untuk melihat apakah antara dua variabel terdapat
hubungan yang signifikan atau tidak. Rumusan hipotesisnya adalah:
0 : ρ = 0, tidak ada hubungan yang signifikan (tidak valid)
1 : ρ = 0, ada hubungan yang signifikan (valid)
Untuk taraf signifikansi α dan derajat kebebasan dk = (n – 2), 0 diterima jika | ℎ� �| < . Dalam keadaan lain, 0 ditolak dan berarti 1 diterima.
Untuk instrumen skala sikap dengan α = 0,05 dan derajat kebebasan n – 2 = 27,
nilai yang diperoleh berdasarkan tabel adalah (0,950;27) = 1,70. Adapun hasil
68
Tabel 3.9
Validitas Butir Skala Sikap untuk Mengukur Motivasi Belajar
Nomor Koefisien Korelasi ℎ� � Keterangan
1 0,57 3,60 Valid
= nomor pernyataan yang digunakan untuk pretes
= nomor pernyataan yang tidak digunakan
*= taraf signifikansi yang digunakan yaitu α= 0,2
Berdasarkan Tabel 3.9 dengan α= 0,05 dapat diketahui bahwa 19 soal
valid (nomor 1, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, dan 25)
dan enam soal tidak valid (2, 3, 4, 10, 15, dan 22). Berdasarkan pertimbangan
bahwa satu indikator motivasi diukur lebih dari dua soal maka dari hasil soal yang
valid tersebut hanya diambil 14 soal saja (nomor 1, 5, 9, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 19,
20, 21, 23, 24, 24, dan 25). Pada indikator tingkatan aspirasi hanya terdapat pada
soal nomor 11 saja. Jika α = 0,05 dan (0,95;27) = 1,70 maka soal menjadi tidak
69
maka taraf signifikan menjadi 0,20 dan (0,80;27) = 0,854, ℎ� � = 1, 06 ≥ 0, 854.
Dari keterangan tersebut soal yang digunakan untuk mengukur motivasi belajar
siswa berjumlah 15 buah. Hal ini juga berdasarkan pertimbangan waktu dan
kemampuan siswa dalam membaca atau menafsirkan pernyataan yang disajikan,
mengingat bahwa siswa yang diberikan skala sikap yaitu siswa kelas 4 SD.
3. Format Observasi
“Observasi merupakan pengamatan langsung dengan menggunakan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan, dan jika perlu pengecapan”,
(Maulana, 2009: 35). Observasi yang dilakukan adalah observasi terhadap
aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran benda-benda simetris di kelas dan
observasi terhadap kinerja guru. Melalui observasi dapat dilihat dengan jelas
bagaimana sikap siswa dan guru pada saat pembelajaran.
Aktivitas siswa yang diukur melalui format observasi dibuat dalam bentuk
daftar cek (checklist). Ada tiga aspek yang diukur dalam aktivitas siswa ini, yaitu,
partisipasi, kerjasama, dan motivasi. Setiap aspek diukur dengan skor pada
rentang 0 – 3 dengan indikator yang telah disusun (format observasi aktivitas
siswa beserta indikatornya terlampir). Observasi dilakukan untuk melihat sejauh
mana respon siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung.
Observasi juga dilakukan terhadap kinerja guru diukur melalui format
observasi yang dibuat dalam bentuk daftar cek (checklist). Aspek yang diukur
dalam observasi kinerja guru pada pembelajaran kontekstual dan konvensional ini
terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek perencanaan pembelajaran yang terdiri dari 8
kegiatan, aspek pelaksanaan pembelajaran yang terdiri dari 24 kegiatan, dan yang
terakhir adalah aspek evaluasi pembelajaran yang terdiri dari 3 kegiatan (format
observasi kinerja guru kontekstual dan konvensional terlampir). Observasi
terhadap kinerja guru dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan guru
pada saat mengajar, sehingga dapat digunakan sebagai data untuk menjawab
70 4. Catatan Lapangan
Catatan lapangan tidak memiliki bentuk yang baku, peneliti bebas
mencatat apa saja yang dirasakan penting sehubungan dengan penelitiannya, dan
tidak perlu terfokus pada tingkah laku yang sama untuk seluruh subjek (Maulana,
2009). Catatan lapangan digunakan untuk merekam kejadian yang berlangsung
selama proses pembelajaran. Untuk membantu ketepatan data dalam catatan
lapangan ini, dipergunakan kamera dan video pada handphone untuk merekan
kejadian selama pembelajaran berlangsung. Perilaku unik/tidak biasa siswa yang
terekam ditulis dalam catatan lapangan dan dijadikan temuan dalam penelitian
yang dilakukan untuk dikaji lebih lanjut. Catatan lapangan yang dibuat
berdasarkan kejadian yang terjadi ketika siswa berbuat unik. Catatan lapangan
dibuat untuk data pendukung sebagai bukti dalam mengisi data. Selain itu, dapat
digunakan untuk memperbaiki kesalahan dalam pengisian data, misalkan dalam
observasi kinerja guru dan aktivitas siswa.
5. Jurnal Siswa
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual memiliki
salahsatu prinsip pembelajaran yaitu kegiatan refleksi. Kegiatan refleksi ini
dilakukan dengan menulis kesan-kesan siswa terhadap pembelajaran yang telah
berlangsung saat itu dalam jurnal siswa. Menurut Maulana (2008c: 116), “Jurnal
merupakan salahsatu bentuk tulisan atau komentar yang disusun oleh siswa
tentang kegiatan yang dilakukannya”. Jurnal siswa dapat dimanfaatkan untuk melihat respon siswa terhadap pembelajaran. Jurnal siswa juga dapat diberikan
kepada siswa kelas kontrol sebagai data penunjang untuk mengetahui respon
siswa terhadap pembelajaran konvensional.
6. Wawancara
Menurut Ruseffendi (Maulana, 2009: 35), “Wawancara adalah suatu cara
mengumpulkan data yang sering digunakan dalam hal kita ingin mengorek
sesuatu yang bila dengan cara angket atau cara lainnya belum bisa terungkap
71
diwawancarai. Wawancara yang dilakukan adalah dengan wawancara kelompok.
Wawancara kelompok adalah metode pengumpulan data dengan mengunakan
lebih dari satu informan (peserta).
Wawancara dilakukan untuk mengetahui pendapat siswa mengenai
kelebihan dan hal-hal apa yang harus diperbaiki dalam pembelajaran, sehingga
dengan begitu dapat diketahui faktor pendukung dan penghambat pada proses
pembelajaran. Wawancara sebagai instrumen yang dapat mengetahui dengan jelas
jawaban siswa terhadap proses pembelajaran karena langsung bertatap muka
dengan siswa itu sendiri.
D. Prosedur Penelitian
Secara umum penelitian ini terbagi ke dalam tiga kegiatan yang harus
dilakukan, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis data.
1. Tahap Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini meliputi hal-hal
sebagai berikut ini.
a. Identifikasi awal
Tahap ini dimulai dengan memilih pendekatan yang akan digunakan.
Setelah pendekatan ditentukan, kemudian memilih tujuan yang akan dicapai.
Tujuan ini adalah kemampuan berpikir mana yang akan ditingkatkan oleh
pendekatan yang telah terpilih. Kemudian memilih materi pembelajaran yang
akan dilakukan yang disesuaikan dengan pendekatan yang digunakan. Setelah itu,
mencari sumber-sumber yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.
b. Pembuatan instrumen
Pembuatan instrumen dimulai dengan merancang instrumen penelitian
yang akan digunakan. Instrumen yang digunakan harus sesuai dengan tujuan
penelitian yang telah ditetapkan. Instrumen yang dibuat adalah instrumen tes,
observasi kinerja guru, observasi aktivitas siswa, wawancara siswa, jurnal, skala
sikap, dan catatan harian. Setelah pembuatan instrumen kemudian melakukan
konsultasikan instrumen yang telah dibuat kepada pihak ahli untuk menentukan
72
instrumen, untuk mengetahui validitas kriteria, reliabilitas, daya pembeda, dan
tingkat kesukaran instrumen agar dapat diketahui apakah instrumen yang akan
digunakan layak atau tidak digunakan dalam penelitian. Selanjutnya, melakukan
pengolahan terhadap instrumen, dan jika perlu direvisi, maka diuji coba ulang.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahapan pertama yang dilakukan memilih secara acak dua kelas yang akan
dijadikan sebagai sampel dalam penelitian. Lalu memberikan pretes, baik di kelas
eksperimen maupun di kelas kontrol, untuk mengukur kemampuan berpikir kritis
matematis siswa sebelum pembelajaran dilakukan. Selain itu memberikan skala
sikap, baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol, untuk mengukur
motivasi belajar siswa sebelum pembelajaran dilakukan. Setelah itu dilanjutkan
dengan mengolah data hasil pretes untuk memperlihatkan bahwa data tersebut
normal dan homogen atau tidak.
Selanjutnya melaksanakan pembelajaran matematika pada materi
benda-benda simetris dengan menggunakan pendekatan kontekstual terhadap kelas
eksperimen dan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional
terhadap kelas kontrol. Selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan
pengamatan oleh observer dengan menggunakan lembar observasi. Setiap akhir
pembelajaran siswa diminta untuk membuat jurnal harian mengenai pembelajaran
yang telah dilaksanakan, baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol.
Proses pembelajaran yang dilakukan yaitu 2 × pertemuan yang dilaksanakan
sebanyak 4 × 35 menit.
Setelah materi pembelajaran tersampaikan kemudian memberikan postes,
baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol, untuk mengukur peningkatan
kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah pembelajaran dilakukan dan
memberikan skala sikap, baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol, untuk
mengukur peningkatan motivasi belajar siswa setelah pembelajaran dilakukan.
Kemudian melakukan wawancara terhadap siswa di kelas eksperimen dan kelas
kontrol untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan
73
Kegiatan akhir penelitian ini yaitu menganalisis data yang diperoleh baik
itu data kualitatif maupun kuantitatif. Setelah itu dibuatlah penafsiran dan
kesimpulan dari data yang telah diperoleh tersebut.
3. Tahap Analisis dan Penarikan Kesimpulan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu mengumpulkan hasil data
kuantitatif dan kualitatif, melakukan analisis data kuantitatif dan kualitatif,
membuat tafsiran dan kesimpulan hasil penelitian dari data kuantitatif, yaitu
mengenai kemampuan berpikir kritis matematis dan motivasi belajar siswa, dan
yang terakhir membuat tafsiran dan kesimpulan hasil penelitian dari data
kualitatif, yaitu mengenai respon siswa terhadap pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan kontekstual dan faktor pendukung serta faktor
penghambat terlaksananya pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian terbagi ke dalam dua kelompok,
yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil
observasi, wawancara, jurnal siswa, dan catatan lapangan. Adapun data kuantitatif
diperoleh dari tes hasil belajar dan skala sikap baik itu pretes maupun postes.
Analisis data kualitatif dimulai dengan mengelompokkan data ke dalam kategori
tertentu. Data yang diperoleh diidentifikasi terlebih dahulu kemudian dianalisis.
Selanjutnya sebagian data yang terkait dengan keperluan tertentu diolah dan
dikualifikasikan seperlunya untuk menghasilkan suatu kesimpulan tertentu.
1. Data Kuantitatif
Analisis data kuantitatif dari hasil tes kemampuan berpikir kritis
matematis siswa dilakukan dengan menggunakan uji statistik terhadap data skor
pretes, skor postes, dan indeks gain. Hasil uji statistik terhadap skor pretes akan
memperlihatkan bahwa kemampuan awal berpikir kritis matematis siswa antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama. Hasil uji statistik terhadap skor
postes akan memperlihatkan bagaimana peningkatannya. Nilai rata-rata indeks