SISTEM PELAYANAN SOSIAL ANAK DI MASA PANDEMI COVID-19 DI YAYASAN MEDAN GENERASI IMPIAN
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Universitas Sumatera Utara
SKRIPSI Dosen Pembimbing : Hairani Siregar,S.Sos,MSP.
Oleh : Putri Sri Rezki (NIM. 170902062)
DEPARTEMEN KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2021
SISTEM PELAYANAN SOSIAL ANAK DI MASA PANDEMI COVID-19 DI YAYASAN MEDAN GENERASI IMPIAN
ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar di dunia. Indonesia memiliki sejumlah permasalahan sosial salah satu contoh masalah sosial yang dihadapi masyarakat hingga saat ini adalah kemiskinan. Sebagai upaya mengatasi masalah kemiskinan melalui pendidikan, tidak hanya pemerintah yang dapat berperan dalam melakukan pelayanan kesejahteraan anak (child welfare sevice), tetapi juga Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Yayasan Medan Generasi Impian merupakan salah satu bentuk lembaga kesejahteraan sosial anak yang berfokus pada pelayanan sosial berupa pemberian pendidikan berbasis pengembangan karakter bagi anak-anak yang termarjinal. Tipe penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Jl. Gunung Sinabung, No.3, Glugur Darat, Medan Timur. Adapun salah satu program yang dijalankan oleh Yayasan Medan Generasi Impian dalam upaya pemberian pendidikan non- formal berbasis pengembangan karakter anak adalah program New Hope Class (NHC). Sistem pelayanan sosial yang diberikan oleh Yayasan Medan Generasi Impian disesuaikan dengan kebutuhan peserta didiknya. Di tengah kondisi pandemi covid-19 Yayasan Medan Generasi Impian menerapkan sistem pelayanan sosial program NHC yang tidak jauh berbeda dengan saat sebelum adanya pandemi covid-19. Hanya saja, implementasi dari kegiatan tersebut disesuaikan dengan protokol kesehatan, seperti: menggunakan masker saat berada di lingkungan Yayasan Medan Generasi Impian, mencuci tangan sebelum memasuki Yayasan Medan Generasi Impian, menjaga jarak, membatasi jumlah peserta didik yang hadir, serta membatasi durasi pembelajaran.
Kata Kunci: Pelayanan, Pendidikan, Covid - 19, Sosial
ABSTRACT
Indonesia is one of the countries with the largest population in the world.
Indonesia has a number of social problems, one example of a social problem faced by society today is poverty. In an effort to overcome the problem of poverty through education, not only the government can play a role in providing child welfare services, but also Child Welfare Institutions. The Medan Generasi Impian Foundation is a form of child social welfare institution that focuses on social services in the form of providing character development-based education for marginalized children. This type of research is a qualitative research using a descriptive approach. This research was conducted on Jl. Mount Sinabung, No.3, Glugur Darat, Medan Timur. One of the programs run by the Medan Generasi Impian Foundation in an effort to provide non-formal education based on children's character development is the New Hope Class (NHC) program. The social service system provided by the Medan Generasi Impian Foundation is tailored to the needs of its students. In the midst of the COVID-19 pandemic, the Medan Generasi Impian Foundation implemented a social service system for the NHC program which was not much different from before the COVID-19 pandemic. However, the implementation of these activities is adjusted to health protocols, such as: wearing masks while in the Medan Generasi Impian Foundation, washing hands before entering the Medan Generasi Impian Foundation, maintaining distance, limiting the number of students attending, and limiting the duration of learning.
Keywords: Service, Education, Covid - 19, Social
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. karena atas berkat dan rahmatnya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis juga mendapat bantuan dari berbagai pihak baik bantuan secara moral dan moril. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Muryanto Amin,S.Sos,M.Si, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Hendra Harahap,M.Si,Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Agus Suriadi, S.Sos,M.Si, selaku Ketua Departemen Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Hairani Siregar,S.Sos,MSP, selaku dosen pembimbing penulis yang meluangkan waktu untuk membimbing penulis serta memberikan arahan, masukan dan saran yang membangun sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan baik.
5. Ibu Dra. Tuti Atika, selaku dosen penguji penulis yang bersedia meluangkan waktu demi kelancaran penulisan skripsi. Terima kasih atas ibu atas arahan dan saran yang membangun kepada penulis.
6. Kepada seluruh Dosen Kesejahteraan Sosial FISIP USU yang telah memberikan ilmu kepada penulis serta seluruh pegawai program studi Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU yang telah banyak membantu penulis dalam masa perkuliahan.
7. Kepada kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. Kepada almarhum papa tercinta, terima kasih telah mengantarkan penulis hingga berada di titik ini. Maaf penulis belum bisa membahagiakan papa hingga di akhir hayat papa. Penulis akan selalu mengingat nasehat yang papa berikan dan akan berjuang agar dapat seperti apa yang papa inginkan. Terima kasih kepada mama tercinta yang selalu mendukung penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
8. Kepada teman penulis, Maulana Malik Pane,S.Kom. yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
9. Kepada saudara-saudara penulis yang selalu memberikan dukukungan dan semangat kepada penulis.
10. Kepada Ibu Cut Mariani,S.Pd.I. dan rekan-rekan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian di Yayasan Medan Generasi Impian.
11. Kepada teman-teman penulis yang telah memberikan semangat dan masukan kepada penulis.
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak memilki kekurangan dan jauh dari kata sempurna sehingga diharapkan kritik dan saran yang membangun.
Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat kepada seluruh pembaca.
Akhir kata penulis mengucapkan banya terima kasih.
Medan, Juli 2021
DAFTAR ISI ABSTRAK
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah . ... ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... …. ... ... 10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... ... 10
1.3.1 Tujuan Penelitian ... ... ... 10
1.3.2 Manfaat Penelitian ... ... ... 10
1.4 Sistematika Penulisan .... ... ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis ... . ... ... 13
2.1.1 Teori Pekerjaan Sosial ... ... 13
2.1.2 Pengertian Sistem ………… ... ... 16
2.1.3 Pelayanan Sosial ... ... ... 16
2.1.3.1 Definisi Pelayanan Sosial ... ... 16
2.1.3.2 Jenis-Jenis Pelayanan Sosial ... ... 18
2.1.3.3 Fungsi Pelayanan Sosial ... ... 19
2.1.4 Anak .. ... …. ... ... 20
2.1.4.1 Definisi Anak . … ... ... 20
2.1.4.2 Hak dan Kewajiban Anak ... ... 21
2.1.5 Pelayanan Sosial Anak ... ... 24
2.1.6 Pendidikan ... . ... ... 30
2.1.6.1 Definisi Pendidikan ... ... 30
2.1.6.2 Tujuan Pendidikan ... ... 31
2.1.7 Yayasan ... … ... ... 33
2.1.7.1 Definisi Yayasan ... ... 33
2.1.7.2 Syarat Pendirian Yayasan ... ... 34
2.1.8 Pandemi Covid-19 … ... ... 36
2.2 Penelitian yang Relevan ... ... 37
2.3 Kerangka Pemikiran ... .. ... ... 38
2.4 Definisi Konsep ... … ... ... 40
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... ... ... 42
3.2 Lokasi Penelitian ... ... ... 42
3.3 Informan Penelitian ... ... ... 42
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... ... 44
3.5 Teknik Analisis Data ... ... ... 45
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Lokasi Penelitian ... ... 46
4.2 Sejarah Perkembangan Lokasi Penelitian ... 46
4.3 Profil Lokasi Penelitian .. ... ... 47
4.4 Visi,Misi dan Tujuan Lokasi Penelitian . ... 47
4.5 Struktur Organisasi/ Lembaga Lokasi Penelitian ... 49
4.6 Kondisi Umum Tentang Klien ... ... 50
4.7 Kondisi Umum Tentang Petugas ... ... 50
4.8 Keadaan Sarana dan Prasarana Lokasi Penelitian ... 50
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian. ... ... .52
5.1.1 Hasil Wawancara ... ... ... .52
A. Perwakilan Pimpinan Yayasan Medan Generasi Impian ... .53
B. Staf Yayasan Medan Generasi Impian ... .62
C. Peserta Didik Yayasan Medan Generasi Impian ... .67
D. Orang Tua/ Wali Peserta Didik ... ... .69
5.1.2. Hasil Observasi ... ... ... .72
5.1.3 Hasil Penelaahan Dokumen ... ... .74
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... ... .75
5.3 Keterbatasan Penelitian ... ... ... .77
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... ... ... 78
6.2 Saran ... ... ... ... 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN .... ... ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... ... ... 89
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 ………. 40 Bagan 4.1 ………. 50
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke- 4 di dunia setelah Amerika Serikat dengan jumlah penduduk sebanyak 270, 20 juta jiwa pada September 2020 (Badan Pusat Statistik,2021). Sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia, tentu saja menjadikan Indonesia memiliki sejumlah permasalahan sosial. Salah satu contoh masalah sosial yang dihadapi masyarakat hingga saat ini adalah kemiskinan.
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang sangat krusial sebab, kemiskinan tidak hanya masalah perorangan, tetapi juga masalah bagi masyarakat, negara, bahkan dunia. Kemiskinan diartikan sebagai kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam mencukupi kebutuhan pokok sehingga kurang mampu untuk menjamin kelangsungan hidup (Suryawati, 2004 dalam Dewi, Anggraeni& Dwimawanti, 2018, Vol.3).
Kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang tersebut, di mana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak (Mencher, 2001 dalam Siagian, 2012: 5). Kemiskinan merupakan keadaan seorang individu atau sekelompok orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti : makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dan memiliki standar tertentu. Terdapat dua faktor
yang menyebabkan munculnya kemiskinan, yaitu: (1) Faktor internal, seperti:
tingkat pendidikan yang rendah, keterampilan yang rendah, etos kerja yang rendah, prinsip hidup individu dan tidak memiliki daya dukung yang cukup untuk menjadikannya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. (2) Faktor eksternal, seperti: keadaan dan kualitas alam, struktur sosial, maupun kebijakan pemerintah.
Sebagai salah satu faktor yang menyebabkan kemiskinan, tentu saja kualitas pendidikan yang ada di masyarakat membutuhkan perhatian khusus.
Berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Jumlah anak usia 7-12 tahun di Indonesia yang tidak bersekolah berada di angka 1.228.792 anak. Untuk kategori usia 13-15 tahun di 34 provinsi jumlahnya, 936.674 anak. Jumlah anak yang tidak bersekolah pada usia 16-18 tahun terdapat 2.420.866 orang. Secara keseluruhan, pada tahun 2019 terdapat 4.586.332 orang anak yang tidak bersekolah (Tempo.Co,2019). Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak disebutkan bahwa: “anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Sebagai upaya pemenuhan hak anak dan pemerataan pendidikan di Indonesia pemerintah harus menyelenggarakan pelayanan publik sebagai bentuk implementasi negara kesejahteraan.
Pemerintah sebagai pengelola pelayanan publik didorong untuk memperbaiki dirinya guna mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance). Inti dari good governance adalah pemerintah memiliki kewajiban untuk melayani masyarakatnya. Pelayanan publik merupakan hak dasar bagi
warga negara yang harus dipenuhi oleh negara. Sebagai upaya mengatasi masalah kemiskinan melalui pendidikan, tidak hanya pemerintah yang dapat berperan dalam melakukan pelayanan kesejahteraan anak (child welfare sevice), tetapi juga Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, seperti: panti asuhan dan yayasan anak.
Salah satu lembaga non-pemerintah yang berupaya melakukan pemerataan pendidikan adalah Yayasan Medan Generasi Impian.
Yayasan Medan Generasi Impian merupakan lembaga sosial non-profit yang bergerak dalam pemberian pendidikan non-formal berbasis pengembangan karakter pada anak. Yayasan Medan Generasi Impian merupakan salah satu yayasan yang peduli dengan pendidikan anak, khususnya terhadap pendidikan anak anak yang termarjinal. Yayasan Medan Generasi Impian terdapat di dua lokasi, yaitu : di Jl.Veteran, Gg. Utama Lorong Pengabdian,No. 28, Helvetia, Pasar V dan Jl. Gunung Sinabung, No.3, Glugur Darat, Medan Timur. Yayasan ini bekerja sama dengan organisasi internasional asal Korea yang bernama Africa- Asia Destitute Relief and Friendship (ADRF) yang berdiri pada tahun 1994.
Organisasi ini tersebar di beberapa negara, seperti: Afrika Liberia, Kenya, Etiophia, Senegal, Jepang Mongolia, Nepal, Malaysia, Indonesia, Myanmar, Kamboja dan Taiwan. Organisasi ini memiliki tujuan untuk memecahkan masalah sosial anak dan remaja yang kurang mampu dan termarjinal melalui pendidikan.
Organisasi ini mendukung pendidikan anak-anak di Asia-Afrika yang kurang mampu untuk mewujudkan impian mereka di masa depan. Pada mula pendirian Organisasi ini adalah bertujuan untuk memberikan pelayanan sosial kepada korban Perang Saudara di Liberia pada tahun 1989-1996 melalui pemberian pendidikan kepada anak-anak dari korban perang tersebut.
Salah satu program yang dijalankan oleh Yayasan Medan Generasi Impian dalam upaya pemberian pendidikan non-formal berbasis pengembangan karakter anak adalah program New Hope Class (NHC). Apabila dilihat dari namanya program ini memiliki arti kelas harapan baru, di mana dengan adanya program ini diharapkan siswa yang tergabung di dalamnya memiliki harapan dan cita-cita baru untuk masa depannya walaupun kondisi ekonomi mereka tidak baik. Anak – anak yang tergabung di dalam Yayasan Medan Generasi Impian berasal dari keluarga yang tidak mampu secara ekonomi dan bermukim di wilayah marginal dan slum area, seperti : pinggiran rel kereta api, pinggiran sungai dan pemukiman garapan (status kepemilikan tanah tidak jelas). Kawasan miskin memiliki ciri-ciri indeks pendidikan yang rendah karena tingginya biaya pendidikan dan rendahnya pendapatan membuat penduduk miskin memiliki kesulitan memperoleh pendidikan (Manurung,2015 dalam Karini,2018,Vol.3).
Dengan kondisi lingkungan kehidupan yang rentan terhadap tindakan kriminal, membuat Yayasan Medan Generasi Impian menjadikan wilayah ini sebagai fokus untuk menyalurkan pendidikan non-formal berbasis pengembangan karakter anak. Program New Hope Class (NHC) memiliki kurikulum pembelajaran yang berbeda dengan pemerintah. Kurikulum yang diterapkan dalam program NHC disesuaikan dengan kebutuhan murid. Setiap 3 bulan sekali tim kurikulum selalu mengevaluasi kurikulum yang telah dilaksanakan selama 3 bulan. Berdasarkan hasil dari evaluasi tersebut dapat diketahui bagaimana perkembangan anak dan kebutuhan seperti apa yang dibutuhkan oleh anak. Hal tersebut dilakukan karena pada dasarnya manusia bersifat dinamis, yaitu manusia selalu mengalami perubahan dalam hidupnya sesuai dengan kondisi
lingkungannya. Salah satu bentuk perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat pada saat ini adalah pandemi covid-19. Pandemi Covid-19 adalah peristiwa menyebarnya penyakit korona virus 2019 (Coronavirus Diseases 2019 atau disingkat COVID-19) di seluruh dunia untuk semua negara (Wikipedia, Pandemi Covid-19). Covid-19 atau SARS-CoV-2 merupakan keluarga dari SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) yang pertama kali mewabah di Guangdong, China pada tahun 2002 dan MERS (Middle-East Respiratory Syndrome) yang muncul di Timur Tengah pada tahun 2012. Covid-19 pertama kali muncul di sebuah kota di Tiongkok, yaitu Kota Wuhan , Provinsi Hubei pada Desember 2019.
Pada awal Desember 2019 seorang pasien didiagnosis menderita radang paru-paru (pneumonia) yang tidak biasa. Pada 31 Desember, kantor regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Beijing telah menerima laporan tentang sekelompok pasien dengan pneumonia serupa yang tidak diketahui penyebabnya dari kota yang sama (Parwanto, 2020, Vol.3 No.1). Virus korona disebut dengan virus zoonotik, yaitu virus yang ditransmisikan dari hewan ke manusia Yuliana,2020, Vol.2). Dugaan awal dari kasus ini terkait dengan pasar makanan laut Huanan yang menjual ikan, hewan laut dan berbagai hewan lain, seperti : kelelawar, ular, marmut, rusa dan hewan liar lainnya yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat sehingga muncul dugaan bahwa virus tersebut berasal dari hewan-hewan yang dijual di pasar tersebut.
Tidak lama kemudian, muncul laporan serupa dari Provinsi lain di China, bahkan dari beberapa negara di dunia, seperti: Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Malaysia dan lain-lain yang di mana beberapa orang penduduknya memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan. Ancaman pandemi semakin besar ketika bebrabagi kasus menunjukkan penularan langsung antar manusia (human to human transmission) pada dokter dan petugas medis yang merawat pasien tanpa ada riwayat bepergian ke pasar yang sudah ditutup (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2020,Vol.4 No.2). Penularan ini dapat terjadi karena tidak sengaja menghirup percikan ludah (droplet) yang keluar saat penderita COVID-19 batuk atau bersin, memegang mulut atau hidung tanpa mencuci tangan terlebih dulu setelah menyentuh benda yang tidak biasa dijamin kebersihannya, serta kontak jarak dekat dengan penderita covid-19.
Tentu saja hal ini menyebabkan meningkatnya kasus Covid-19. Pada 11 Febuari 2020 , WHO memberi nama virus baru tersebut Severe acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-Cov-2) dan nama penyakitnya sebagai Coronavirus disease 2019 (COVID-19) (WHO,2020 dalam Yuliana,2020, Vol.2).
Pada 11 Maret 2020 WHO menetapkan kasus Covid-19 sebagai Pandemi Global.
Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah kasus yang terkonfirmasi dalam waktu yang singkat dari berbagai negara. Dengan mempertimbangkan mudahnya penularan Covid-19 dan angka kasus terkonfirmasi yang terus meningkat tajam, serta dampak terburuk dari terinfeksi Covid-19, banyak negara di dunia yang memberlakukan kebijakan lockdown, seperti : China, Italia, Polandia, Spanyol, Prancis, Amerika Serikat, Malaysia dan lain-lain.
Covid-19 di Indonesia terdeteksi pada 2 Maret 2020. Hal ini diketahui setelah pasien pasangan ibu (64) dan anak (31) yang berdomisili di Depok, Jawa Barat terkonfirmasi positif Covid-19 setelah mengahadiri suatu acara di Jakarta pada 14 Febuari 2020 di mana pasien tersebut melakukan kontak dengan seorang warga negara asing (WNA) asal Jepang yang tinggal di Malaysia. Setelah pertemuan tersebut penderita mengeluhkan demam, batuk dan sesak napas.
Setelah itu, keduanya langsung di observasi dan dinyatakan positif Covid-19.
Pasangan ibu dan anak tersebut langsung diisolasi selama 14 hari dan terus berada dalam pantauan dokter. Setelah peristiwa tersebut, laporan konfirmasi Covid-19 di Indonesia terus meningkat dalam waktu yang singkat.
Terdapat 4.241 kasus positif virus Corona (COVID-19) yang tersebar di 34 provinsi Indonesia hingga Minggu (12/4/2020), yang terbanyak di DKI Jakarta dengan 2.044 kasus. Sementara itu, total ada 1.786.769 kasus COVID-19 di 210 negara seluruh dunia (Tirto.id, 2020). Pada 14 November 2020 terdapat 54 juta kasus terkonfirmasi Covid-19 di seluruh dunia, dengan rincian 34,8 juta orang dinyatakan sembuh dan 1,31 juta jiwa dinyatakan meninggal dunia. Sementara itu, pada 14 November 2020 terdapat 463.007 kasus terkonfrimasi Covid-19 di Indonesia dengan rincian 392.000 orang dinyatakan sembuh dan 15.211 jiwa meninggal dunia (Google Berita,2020). Pada 18 November 2020 terdapat 478.720 kasus positif Covid-19 di Indonesia, 402.347 orang dinyatakan sembuh dan 15.503 jiwa dinyatakan meninggal dunia (SATGAS COVID-19, 2020).
Dengan kecepatan penyebaran yang cepat dan resiko akhir yang dapat menyebabkan kematian, tentu saja hal ini menimbulkan keresahan di berbagai kalangan masyarakat. Sebagai upaya mengurangi penyebaran dan penularan Covid-19 di Indonesia, pada awal bulan Maret 2020 sampai sekarang, pemerintah membuat berbagai macam kebijakan untuk menghadapi serta mengatasi pandemi covid-19 seperti kebijakan: (1) Berdiam diri di rumah (Stay at Home); (2) Pembatasan sosial (Social Distancing); (3) Pembatasan fisik (Physical Distancing); (4) Penggunaan alat pelindung diri (masker); (5) Menjaga kebersihan diri (cuci tangan); (6) Bekerja dan belajar di rumah (Work/ Study From Home);
(7) Menunda semua kegiatan yang mengumpulkan orang banyak; (8) Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB); (9) Pemberlakuan kebijakan New Normal.
(Tuwu,2020,Vol.3 No.2)
Salah satu perubahan sosial di masyarakat pada bidang pendidikan adalah adanya perubahan sistem belajar mengajar yang dilakukan oleh pihak sekolah atau perguruan tinggi dalam upaya memutus mata rantai dari penyebaran Covid-19.
Pada dasarnya pendidikan terbagi menjadi tiga, yaitu : pendidikan formal, pendidikan non-formal dan pendidikan informal. Pendidikan formal merupakan pemberian ilmu yang dilakukan oleh lembaga formal seperti sekolah. Pendidikan formal lebih difokuskan pada pemberian keahlian atau skill guna terjun ke masyarakat. Terdapat beberapa jenjang pendidikan dalam pendidikan formal , yaitu : SD, SMP, SMA/ SMK dan PT (Perguruan Tinggi), sedangkan pendidikan non-formal adalah pendidikan diluar dari pendidikan formal yang dapat diperoleh dari suatu lembaga atau komunitas yang terstruktur serta memiliki tujuan yang sama, seperti: lembaga bimbingan belajar, yayasan, atau komunitas tertentu,
sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan yang didapatkan individu selama proses hidupnya.
Perubahan sistem belajar tersebut ialah menjadikan sistem belajar mengajar yang pada awalnya dilakukan secara tatap muka menjadi secara daring (online). Namun, tidak hanya lembaga pendidikan formal saja yang melakukan perubahan sistem belajar mengajar selama pandemi, tetapi lembaga pendidikan non-formal turut merubah sistem belajar mengajarnya selama pandemi covid-19.
Lembaga pendidikan non-formal seperti Yayasan Medan Generasi Impian juga merubah sistem pembelajarannya. Sebelum mewabahnya virus covid-19, Yayasan Medan Generasi Impian memiliki empat pembagian kelas program NHC, yaitu : morning class, middle NHC, higher 1 NHC dan higher 2 NHC. Kurikulum program NHC yang dilakukan pada saat sebelum pandemi covid-19 terdiri dari pembelajaran bahasa inggris, kelas seni, serta kelas moral dan pengembagan karakter yang jadwal pembelajarannya dilakukan secara bergantian antara satu kelas dengan kelas yang lainnya. Pada saat sebelum terjadinya pandemi covid-19, pembelajaran dilakukan secara tatap muka yang dihadiri oleh 25- 30 orang siswa setiap harinya.
Dalam rangka pemenuhan hak anak untuk memperoleh pendidikan serta pemerataan pendidikan di Indonesia khususnya bagi anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu secara ekonomi Yayasan Medan Generasi Impian harus memberikan pelayanan sosial yang sesuai dengan standar pelayanan sosial yang disesuaikan dengan kondisi saat pandemi covid-19. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti dalam hal ini mengajukan judul yaitu, “Sistem Pelayanan Sosial Anak di Yayasan Medan Generasi Impian
di Masa Pandemi Covid-19” yang beralamat di Jl. Gunung Sinabung No.3, Glugur Darat II, Kec. Medan Tim., Kota Medan, Sumatera Utara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, adapun rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu : Bagaimana sistem pelayanan sosial anak di Yayasan Medan Generasi Impian selama masa Pandemi Covid-19?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sistem pelayanan sosial anak di Yayasan Medan Generasi Impian selama pandemi covid-19.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitan ini diharapkan memberi manfaat bagi para pembaca dan pihak- pihak yang turut serta dalam pengembangan bidang pelayanan sosial , khususnya pelayanan sosial anak, baik itu bagi pemilik sekaligus pengelola panti sosial Anak, Pekerja Sosial, Mahasiswa Departemen Kesejahteraan Sosial, serta masyarakat Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan pembaca terutama wawasan dalam bidang pelayanan sosial, serta berperan dalam penanganan masalah-masalah anak . 2. Secara praktis,hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan
pertimbangan bagi Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) ataupun Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) dalam melakukan sistem pelayanan sosial selama pandemi covid-19
3. Secara akademis bagi mahasiswa, terkhusus bagi mahasiswa Departemen Kesejahteraan Sosial, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi tambahan dalam penambah wawasan mengenai pelayanan sosial anak berbasis lembaga kesejahteraan sosial.
1.4 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika yang diterapkan dalam penulisan penelitian ini, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah 2. Rumusan Masalah
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 4. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Landasan Teoritis 2. Penelitian Yang Relevan 3. Kerangka Pemikiran 4. Definisi Konsep
BAB III METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian 2. Lokasi Penelitian 3. Informan Penelitian 4. Teknik Pengumpulan Data
5. Teknik Analisis Data
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Temuan Umum
1. Letak Geografis Lokasi Penelitian 2. Sejarah Perkembangan Lokasi Penelitian 3. Profil Lokasi Penelitian
4. Visi,misi , dan tujuan Lokasi Penelitian
5. Struktur Organisasi / Lembaga Lokasi Penelitian 6. Kondisi Umum Tentang Klien
7. Kondisi Umum Tentang Petugas
8. Keadaan Sarana dan Prasarana Lokasi Penelitian
BAB V HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Data Hasil Penelitian 2. Pembahasan Hasil Penelitian 3. Keterbatasan Penelitian
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan 2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teoritis
2.1.1 Teori Pekerjaan Sosial
Sebagai sebuah profesi, pekerjaan sosial harus memiliki dasar ilmu pengetahuan serta teori dalam prakteknya. Apabila seorang pekerja sosial tidak di landaskan teori dalam melakukan pemecahan suatu masalah, hal tersebut akan berpotensi memunculkan masalah sosial baru. Sebab, masalah sosial yang ada di dalam masyarakat bukanlah suatu hal yang dapat diekspresikan, terlebih objek dalam masalah sosial adalah manusia yang bersifat dinamis. Oleh karena itu, dalam melakukan pemecahan sosial dalam masyarakat peran antara teori dengan praktek haruslah seimbang, karena pada dasarnya teori adalah pedoman yang dapat memudahkan praktek. Secara umum teori diklasifikasikan menjadi dua (2), yaitu : (1) Teori formal, yaitu teori yang terdapat di dalam buku-buku dan jurnal ilmiah yang secara eksplisit menggambarkan status pengetahuan yang tinggi; dan (2) Teori informal, yaitu teori yang muncul berdasarkan pengalaman dari waktu ke waktu yang lebih implisit mecerminkan
„praktek kebijaksanaan‟(Pujileksono,dkk.,2012: 1).
Teori merupakan salah satu unsur penting dalam praktek yang memandu cara di mana seorang pekerja sosial melihat dan mendekati individu, kelompok, komunitas dan masyarakat. Teori berfungsi untuk membantu memprediksi, menjelaskan dan menilai situasi dan perilaku, dan memberikan pemikiran bagaimana pekerja sosial harus bereaksi dan melakukan intervensi (Theater, 2010 dalam Pujileksono,dkk.,2012: 3). Teori dan praktek menghubungkan pengetahuan tentang masalah yang diidentifikasi dan konteksnya dengan intervensi serta format konseptual yang berorientasi pada tindakan dan berakar pada penelitian sebelumnya (Simon,1994 dalam Pujileksono,dkk.,2012: 3). Teori adalah cara
tertentu yang masuk akal. Teori membantu pekerja sosial melihat keteraturan dan pola perilaku (Howe, 2009 dalam Pujileksono,dkk.,2012: 3).
Berdasarkan definisi- definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa teori pekerjaan sosial adalah serangkaian variabel yang berasal dari penelitian sebelumnya yang menjadi pedoman bagi seorang pekerja sosial untuk bertidak dan memprediksi peristiwa dan perilaku masyarakat dalam memecahkan masalah sosial. Adapun beberapa fungsi dari teori pekerjaan sosial, yaitu :
1. Menjelaskan, memprediksi dan menilai kondisi sosial di masyarakat dan perilaku masyarakat
2. Menjelaskan hubungan dan dampak lingkungan terhadap perilaku manusia 3. Memeberikan arahan bagi pekerja sosial dalam melakukan intervensi sosial 4. Sebagai pedoman bagi pekerja sosial untuk melakukan perubahan sosial
Paradigma merupakan gambaran fundamental tentang pokok permasalahan dalam suatu ilmu pengetahuan. Paradigma membantu memberikan definisi tentang apa yang harus dipelajari, pertanyaan apa yang harus dikemukakan, bagaimana pertanyaan itu dikemukakan dan peraturan apa yang harus dipatuhi dalam menginterpretasi jawaban yang diperoleh.
Terdapat tiga paradigma dalam Teori Pekerjaan Sosial, yaitu :
a. Pandangan Refleksif -Teraputik (Reflexive-Therapeutic views)
Pandangan ini menyatakan bahwa pekerja sosial merupakan jalan terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok dan komunitas di masyarakat dengan meningkatkan pemenuhan kebutuhan dan memberikan fasilitas yang memadai kepada masyarakat.
b. Pandangan Sosialis - Kolektif (Socialist- Collectivist views)
Pandangan ini menyatakan bahwa pekerja sosial mengupayakan kebersamaan dan saling membantu di dalam kehidupan masyarakat sehingga orang-orang yang kurang beruntung mendapatkan kekuatan untuk memecahkan masalahnya sendiri.
c. Pandangan Individualis - Reformis (Individualist - Reformist views)
Di dalam pandangan ini pekerja sosial mengupayakan pemenuhan kebutuhan individu dan meningkatkan pelayanan sosial sehingga dapat berlangsung lebih efektif. (Payne, 2005 dalam Pujileksono,dkk.,2012: 4-6)
Adapun teori yang relevan dengan penelitian ini adalah Teori Sistem (System Theory).
Teori sistem merupakan teori yang menjelaskan hubungan tertentu antara sub-sub sistem dengan sistem sebagai unit. Dalam sistem sosial atau kemasyarakatan dianalogikan sebagai tubuh manusia yang memiliki organ dengan fungsi yang berbeda-beda. Apabila salah satu organ tidak berfungsi, maka akan mengganggu keberfungsian organ tubuh yang lainnya.
Contoh sebuah sistem sosial di antaranya keluarga, organisasi, komunitas, masyarakat, organisasi pemerintah dan negara. Pekerja sosial yang berpraktik di setting organisasi, lembaga, atau komunitas masyarakat dapat menggunakan teori sistem untuk menganalisis sebab-sebab munculnya masalah sosial di tingkat organisasi dan masyarakat. Tidak hanya itu, teori sistem juga dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh suatu sub-sistem terhadap sub- sistem lainnya yang dapat mempengaruhi jalannya suatu sistem di dalam sebuah organisasi atau komunitas. Terdapat dua pendekatan di dalam teori sistem, yaitu : (1) Pendekatan sibernetis, yaitu pendekatan yang mempelajari dinamika,pertumbuhan,evolusi dan perubahan sosial; (2) Pendekatan ekuilibrium, yaitu pendekatan yang mempelajari keseimbangan di dalam masyarakat.
2.1.2 Pengertian Sistem
Kata Sistem berasal dari bahasa Latin (Systema) dan bahasa Yunani (Sustema) yang berarti kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan. Sistem merupakan dua komponen atau lebih yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan yang sama (Mulyadi, 2008 dalam Asmara,2016,Vol.3). Sistem adalah suatu prosedur atau elemen yang saling berhubungan satu sama lain di mana dalam sebuah sistem terdapat suatu masukan, proses dan keluaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan. (Mulyanto, 2009 dalam Laengge,dkk,2016,Vol.9). Sistem juga merupakan kumpulan elemen yang saling berhubungan dan berinteraksi dalam satu kesatuan untuk menjalankan suatu proses pencapaian suatu tujuan utama (Sutarman, 2012 dalam Amalia, 2013). Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan satu kesatuan dari beberapa sub-sistem yang saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.1.3 Pelayanan Sosial
2.1.3.1 Definisi Pelayanan Sosial
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pelayanan diartikan sebagai : 1.Perihal atau cara melayani; 2.Usaha melayani kebutuhan orang lain dengan mengharapkan imabalan (uang atau jasa). Menurut Departemen Sosial, pelayanan sosial adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara profesional untuk membantu memecahkan permasalahn sosial yang dialami oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan menggunakan pendekatan praktik pekerjaan sosial. Pelayanan pada dasarnya adalah merupakan kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada hakekatnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu, proses produksinya mungkin dan mungkin tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik (Donald W. Cowell, 1984 dalam Luthfi J.
Kurniawan,dkk,2015:105).
Pelayanan sosial adalah sebagai usaha untuk mengembalikan, mempertahankan, meningkatkan keberfungsian sosial individu-individu dan keluarga-keluarga melalui sumber- sumber sosial pendukung dan proses-proses yang meningkatkan kemampuan individu- individu dan keluarga-keluarga untuk mengatasi stress dan tuntutan – tuntutan kehidupan sosial yang normal (Romanyshyn, 1971 dalam Luthfi J. Kurniawan,dkk,2015:106). Spicker (1995) seorang penulis Inggris menyatakan bahwa pelayanan sosial meliputi jaminan sosial, perumahan, kesehatan, pekerjaan sosial dan pendidikan (Setiyawati,Raharjo dan Fedryansyah,Vol.3).
Pelayanan sosial adalah konteks kelembagaan yang sebagai terdiri dari program- program yang disediakan berdasarkan kriteria selain kriteria pasar untuk menjamin tingkat dasar dari penyediaan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dan keberfungsian individual, untuk memudahkan akes pada pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga pada umumnya dan untuk membantu mereka yang berada dalam kesulitan dan kebutuhan (Kahn 1979 dalam Fahrudin, 2012 dikutip oleh Aprianto,2015). Pelayanan sosial merupakan kegiatan yang terorganisasi yang ditujukan untuk membantu warga negara yang mengalami permasalahan sebagai akibat ketidakmampuan keluarga melaksanakan fungsi-fungsinya. Kegiatan ini antara lain berupa pelayanan sosial bagi anak (termasuk balita dan remaja) serta lanjut usia terlantar atau mengalami berbagai bentuk kecacatan (Huraerah, 2011 dalam Oktavia,2020). Zastrow (1985) mengemukakan definisi pelayanan sosial secara umum, yaitu :
“The social work profession exists to provide human and effective socials services to individuals, families, group, communities, and society so that social functional may be enhanced and the quality of life emproved.” (Setyawati, Raharjo dan Fedryansyah, Vol.3)
Pengertian pelayanan sosial dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (1) Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi pengembangan termasuk dalam bidang kesehatan, pendidikan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.
Definisi ini sering berkembang di negara-negara maju; (2) Pelayanan sosial dalam arti sempit disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial yang mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan-golongan yang tidak beruntung, seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, orang cacat, tuna susila dan sebagainya. Definisi ini sering berkembang di negara-negara berkembang (Muhidin, 1992 dalam Luthfi J. Kurniawan,dkk, 2015:107).
2.1.3.2 Jenis-Jenis Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial berfungsi untuk membantu individu, keluarga, dan kelompok yang memiliki permasalah terhadap fungsi sosialnya. Secara umum, terdapat beberapa jenis pelayanan sosial yang dibutuhkan oleh manusia, yaitu : Bantuan sosial umum, Asuransi sosial, Pelayanan kesejahteraan keluarga, Pelayanan kesejahteraan anak, Pelayanan kesehatan dan pengobatan, Pelayanan kesejahteraan kesehatan jiwa, Pelayanan kesejahteraan dalam bidang kejahatan, Pelayanan kesejahteraan para pemuda di dalam pengisian waktu luangnya, Pelayanan kesejahteraan bagi veteran, Pelayanan kesejahteraan bagi di bidang penempatan tenaga kerja, Pelayanan kesejahteraan sosial di bidang perumahan, pelayanan kesejahteraan sosial masyarakat dan pelayanan – pelayanan sosial internasional (Diadaptasi dari Hariwoerjanto, 1986 dalam Luthfi J. Kurniawan,dkk, 2015:107-109). Pelayanan sosial dapat diklasifikasikan menjadi 2(dua), yaitu :
1. Pelayanan sosial yang sangat rumit dan komprehensif, sehingga sulit ditentukan identitasnya,seperti pendidikan dan bantuan dalam bentuk uang yang dilakukan oleh pemerintah.
2. Pelayanan yang jelas ruang lingkup dan batas-batas wewenangnya walaupun selalu mengalami perubahan, seperti kesejahteraan anak dan kesejahteraan keluarga, tetapi juga dapat merupakan suatu bagian dari lembaga-lembaga lainnya. (Alfred J.Khan, 1969 dalam Sa‟adah,2020)
2.1.3.3 Fungsi Pelayanan Sosial
Terdapat beberapa fungsi pelayanan sosial ditinjau dari segi pandangan masyarakat, yaitu:
1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan individu kelompok dan masyarakat untuk masa sekarang dan untuk masa yang akan datang.
2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai suatu investasi yang diperlukan untuk menapai tujuan-tujuan sosial (suatu program tenaga kerja).
3. Pelayanan-pelayanan atau keuntugan-keuntungan yang diciptakan untuk melindungi masyarakat.
4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciotakan sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapat pelayanan sosial (misalnya kompensasi kecelakaan industri dalam sebagainya. (Richard M. Titmuss, 1959 dalam Rachmayani,2015)
Perserikatan Bangsa-Bangsa menjelaskan mengenai fungsi-fungsi pelayanan sosial, di antara lain adalah: 1.Perbaikan secara terus-menerus kondisi-kondisi kehidupan orang;
2.Pengembangan sumber-sumber manusiawi; 3.Peningkatan orientasi orang terhadap perubahan sosial dan penyesuaian diri; 4.Pemanfaatan dan penciptaan sumber-sumber
kemasyarakatan untuk tujuan-tujuan pembangunan; 5.Penyediaan struktur-struktur kelembagaan bagi berfungsinya pelayanan-pelayanan yang terorganisasi lainnya (Ummuhanifah, Zinuddin dan Basar,Vol.2).
2.1.4 Anak
2.1.4.1 Definisi Anak
Anak merupakan anugerah dari Tuhan yang tidak ternilai harga nya yang harus dijaga, dirawat dan dididik, karena orang tua akan diminta pertanggungjawabannya atas sikap dan perilaku anak nya selama di dunia.Tidak hanya itu, anak juga merupakan generasi penerus bangsa yang harus dididik guna terciptanya kehidupan yang sejahtera di masa yang akan datang. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) anak diartikan sebagai manusia yang masih kecil dan belum dewasa. Anak adalah makhluk yang membutuhkan kasih sayang, perhatian dan tempat untuk perkembangannya. Anak merupakan investasi dari keberhasilan suatu bangsa, keberhasilan dalam membangun kepribadian anak akan menentukan kualitas sumber daya manusia dalam kehidupan di masa yang akan datang.
(Haditono dalam Damayanti, 1992 dikutip oleh Ramsen, 2015)
United Nations Children’s Fund (UNICEF) menyatakan bahwa anak adalah penduduk yang berusia 0 – 18 tahun. Hal yang sama disampaikan oleh Convention On The Rights of Child yang menyatakan bahwa anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun.
Berikut adalah pengertian anak menurut beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu :
1. UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
Pengertian anak berdasarkan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Anak di definisikan sebagai manusia yang berusia di bawah 18 tahun, dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya.
2.1.4.2 Hak dan Kewajiban Anak
Setiap individu pasti memiliki hak dan kewajiban atas hidupnya, tidak terkecuali dengan anak. Hak dan kewajiban anak juga diatur dalam UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak. Adapun hak dan kewajiban anak menurut UU No.35 Tahun 2014, yaitu :
a. Hak Anak
1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarnegaraan.
3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua dan wali.
4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, sdibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
5. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial, sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial.
6. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
7. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
8. Setiap anak berhak beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi dan berekreasi sesuai minat , bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri .
9. Setiap anak yang penyandanng disabilitas berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
10. Setiap anak dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :
a. Diskriminasi;
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaran;
d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan; dan d. Perlakuan salah lainnya.
11. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan tertentu dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
12. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari : a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;
e. Perlibatan dalam perperangan; dan f. Kejahatan seksual.
13. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
14. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a. Mendapatkan perlakuan secara manusia dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa ;
b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku ; dan
c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam siding tertutup untuk umum.
15. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
16. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapat bantuan hukum dan bantuan lainnya.
b. Kewajiban Anak
1. Menghormati orang tua, wali dan guru
2. Mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman 3. Mencintai tanah air, bangsa dan negara
4. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya 5. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia
c. Kewajiban Pemerintah
Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak.
2.1.5 Pelayanan Sosial Anak
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlidungan Anak, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih berada dalam kandungan. Setiap manusia memiliki hak atas hidupnya, tidak terkecuali dengan anak. Tujuan pelayanan sosial bagi anak yaitu agar anak dapat tumbuh kembang secara optimal maka kebutuhan dasar anak harus terpenuhi, meliputi kebutuhan fisiologis, kasih sayang, pendidikan, kesehatan, perlindungan, serta kesempatan yang menyangkut dirinya. (Edi Suharto, 1997 dalam Setiyawati, Raharjo, Ferdryansyah, Vol.3). Peraturan tentang Hak Anak telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Undang-Undang tersebut berisikan tentang belum terpenuhinya hak-hak dasar anak seperti hak sipil, hak fundamental, kesehatan gizi, air dan sanitasi lingkungan, serta pendidikan anak. Dalam upaya pemenuhan hak-hak anak tersebut, Kementerian Sosial Republik Indonesia menyelenggarakan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA).
Menurut Pusat Penyuluhan Sosial (PUSPENSOS), Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) adalah upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar anak yang termasuk ke dalam Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Program Kesejahteraan Sosial Anak diklasifikasikan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu :
1. Program Kesejahteraan Sosial Anak Batita (PKS-AB).
2. Program Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar/Jalanan (PKS-Antar / PKS Anjal).
3. Program Kesejahteraan Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum ( PKS- ABH).
4. Program Kesejahteraan Sosial Anak dengan Kecacatan (PKS-ADK).
5. Program Kesejahteraan Sosial Anak dengan Perlindungan Khusus (PKS- AMPK).
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak terdapat beberapa usaha kesejahteraan anak, yaitu : Usaha kesejahteraan anak terdiri dari: (1) Usaha Pembinaan, pengembangan, pencegahan dan rehabilitasi; (2) Usaha kesejahteraan anak dilakukan oleh pemerintaah dan masyarakat; (3) Usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dilaksanakan baik dalam maupun di luar panti; (4) Pemerintah mengadakan pengarahan, bimbingan, bantuan, dan pengawasan terhadap usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh masyarakat dan yang terakhir pelaksanaan usaha kesejahteraan anak sebagai yang tertulis sebelumnya (1),(2),(3) dan (4) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Berdasarkan Buku Standar Nasional Pengasuhan Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, terdapat beberapa kriteria pelayanan berbasis lembaga kesejahteraan sosial anak, yaitu :
1. Pelayanan pengasuhan dalam lembaga kesejahteraan sosial
Apabila anak tidak mendapatkan pengasuhan dari keluarga, maka alternatif terkahir adalah lembaga kesejahteraan sosial anak.
2. Peran sebagai pengganti orang tua
Dalam hal ini panti atau lembaga kesejahteraan sosial anak berperan sebagai pengganti orang tua sementara waktu dan bertanggung jawab untuk memenuhi pemenuhan hak-hak nya.
3. Martabat anak sebagai manusia
Bahwa anak harus diakui, diperlakukan dan dihargai sebagai individu yang utuh, memiliki pendapat, pilihan dan kapasitas serta kemampuan.
4. Perlindungan anak
Bahwa lembaga kesejahteraan sosial melarang digunakannya bentuk kekerasan dan hukuman fisik dengan alasan apapun termasuk untuk penegakan disiplin.
5. Perkembangan anak
Pihak panti perlu melibatkan anak dalam berbagai kegiatan dengan tujuan yang meningkatkan kepercayaan diri. Anak juga perlu memperoleh tanggung jawab sesuai dengan usianya sehingga diakui kapasitasnya dalam menentukan pilihan.
6. Identitas anak
Pihak panti harus memastikan bahwa setiap anak memiliki identitas yang legal.
Dan pihak panti tidak dibenarkan untuk merubah identitas anak.
7. Relasi anak
Pihak panti harus mendukung relasi anak dengan keluarga, seperti memfasilitasi pertemuan antara anak dengan keluarganya. Pihak panti harus memfasilitasi anak untuk mengunjungi orang tua sesering mungkin, minimal sekali dalam sebulan, dan begitu sebaliknya.
8. Partisipasi anak
Pihak panti harus mendorong anak untuk menyampaikan pendapat dan ikut serta dalam pembahasan hal penting yang menyangkut kepentingan mereka.
9. Makanan dan pakaian
Anak harus mengonsumsi makanan yang terjaga kualitas gizinya yang sesuai dengan empat sehat lima sempurna. Serta panti memenuhi kebutuhan pakaian anak yang memadai, dari segi jumlah, ukuran dan tampilan yang memperhatikan keinginan anak.
10. Akses terhadap pendidikan dan kesehatan
Pendidikan formal, non-formal dan informal yang diterima anak dalam lembaga kesejahteraan sosial anak adalah bagian dari rencana pengasuhan sehingga anak harus disesuaikan dengan jenis pengasuhan dan jangka waktu tinggal di lembaga kesejahteraan sosial anak. Akses kesehatan dan pelayanan kesehatan anak, bahwa kondisi kesehatan atau kecacatan anak tidak boleh menjadi pertimbangan bagi lembaga untuk menolak memberikan pelayanan bagi anak, kecuali ada bukti secara jelas bahwa perawatan anak dalam panti akan bertentangan dengan kepentingan terbaik untuk mereka karena panti tidak memiliki fasilitas yang dibutuhkan anak.
11. Privasi atau kerahasiaan anak
Pengurus dan staf harus memperoleh pelatihan dan dukungan untuk menghargai dan menjaga semua informasi tentang anak yang sifatnya rahasia.
12. Pengaturan waktu anak
Anak didukung oleh pengasuh untuk menyusun jadwal harian untuk membantu mereka menyusun kegiatan sehari-hari.
13. Kegiatan atau pekerjaan anak di lembaga kesejahteraan sosial anak
Larangan untuk mempekerjakan anak, bahwa anak dilarang dipekerjakan dalam pekerjaan yang berbahaya.
14. Aturan disiplin dan sanksi
Anak bersama pengurus dan staf merumuskan berbagai aturan yang dianggap penting untuk kehidupan mereka bersama.
Edi Suharto (dalam buku Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pembangunan Sosial, 374-375) menyebutkan terdapat 7 strategi pelayanan sosial bagi anak, yaitu :
1. Child Based Services.
Strategi ini menempatkan anak sebagai basis penerima pelayanan sosial. Anak yang mengalami luka fisik maupun psikis segera diberikan pertolongan yang bersifat krisis, baik perawatan medis, konseling atau dalam keadaan tertentu anak diamankan sementara dari kehidupan keluarga yang beresiko.
2. Institutional Based Services.
Anak yang mengalami masalah ditempatkan dalam lembaga pelayanan sosial ataua panti. Pelayanan sosial yang diberikan meliputi, fasilitas tinggal menetap, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pendidikan dan pelatihan keterampilan, serta program rehabilitasi lainnya.
3. Family Based Services.
Keluarga dijadikan sasaran dan medium utama pelayanan yang diarahkan kepada pembentukan dan pembinaan keluarga agar memilki kemampuan ekonomi, psikologis dan sosial dalam menumbuh kembangkan anak, sehingga mampu memecahkan masalahnya sendiri dan menolak pengaruh negatif yang merugikan dan membahayakan. Keluarga sebagai satu kesatuan diperkuat secara utuh dan
harmonis dalam memenuhi kebutuhan anak. Misalnya program usaha ekonomi produktif diterapkan pada keluarga yang memiliki masalah keuangan.
4. Community Based Services.
Strategi yang menggunakan masyarakat sebagai pusat penanganan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat agar ikut aktif dalam menangani permasalahan anak. Peran pekerja sosial datang secara periodik ke masyarakat untuk merancang dan melaksanakan program pengembangan masyarakat, bimbingan dan penyuluhan, terapi sosial, kampanya sosial, aksi sosial, serta penyediaan sarana rekreatif dan pengisian waktu luang.
5. Location Based Services.
Pelayanan ini diberikan di lokasi anak yang mengalami masalah, strategi ini biasanya diterapkan pada anak jalanan, anak yang bekerja di jalan dan pekerja anak. Para pekerja sosial mendatangi pabrik atau tempat dimana anak berada, dan memanfaatkan sarana yang berada disekitarnya sebagai fasilitas media pertolongan untuk anak jalanan dan anak yang bekerja di jalan, strategi ini sering disebut sebagai Street Based Services (pelayanan berbasiskan jalanan), (Fery Johanes, 1996)
6. Half Way House Services.
Strategi ini disebut juga strategi semi panti yang lebih terbuka dan tidak kaku, strategi ini dapat berupa rumah singgah, rumah terbuka untuk berbagai aktivitas, rumah belajar, rumah pengganti keluarga dan lain sebagainya.
7. State Based Services.
Pelayanan dalam strategi ini bersifat makro dan tidak langsung (macro and indirect services). Para pekerja sosial megusahakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi terselenggaranya usaha kesejahteraan sosial bagi anak. Perumusan
kebijakan kesejahteraan sosial dan perangkat hukum bagi perlindungan anak merupakan bentuk program dalam strategi ini. (dikutip oleh Setyawati, Raharjo &
Fedryansyah, Vol.5).
2.1.6 Pendidikan
2.1.6.1 Definisi Pendidikan
Paedagogiek atau ilmu pendidikan ialah yang menyelidiki, merenung tentang gejala- gejala perbuatan mendidik. Pendidikan merupakan pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap di dalam kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya dan sikapnya (Godfrey Thompson dalam Djumransjah,2004:24), sedangkan menurut Carter V. Good pendidikan mengandung pengertian sebagai suatu:
1. Proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya; dan
2. Proses sosial di mana seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang terpimpin (misalnya sekolah) sehingga ia dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan pribadinya. (Djuramsjah, 2004: 24)
Freeman Butt dalam bukunya yang terkenal Cultural History of Western Education menyebutkan bahwa:
1. Pendidikan adalah kegiatan menerima dan memberikan pengetahuan sehingga kebudayaan dapat diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya.
2. Pendidikan adalah suatu proses. Melalui proses ini, individu diajarkan kesetiaan dan kesediaan untuk mengikuti aturan. Melalui cara ini pikiran manusia dilatih dan dikembangkan.
3. Pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan. Dalam proses ini individu dibantu mengembangkan kekuatan, bakat, kesanggupan dan minatnya.
4. Pendidikan adalah rekonstruksi dan reorganisasi pengalaman yang menambah arti serta kesanggupan untuk memberikan arah bagi pengalaman selanjutnya.
5. Pendidikan adalah suatu proses. Melalui proses ini, seseorang menyesuaikan diri dengan unsur-unsur pengalamannya yang menjadi kepribadian kehidupan mocern sehingga dalam mempersiapkan diri bagi kehidupan masa dewasa yang berhasil.
(Djumransjah, 2004: 26 )
2.1.6.2 Tujuan Pendidikan
Secara umum, pemberian pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan karakter individu guna menjadi pribadi yang lebih baik di masa yang akan datang.
Tujuan pendidikan di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3, yaitu: “Pendidikan nasional bertujuan umtuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Berdasarkan pendapat John S. Brubacher dalam bukunya “Modern Philosophies of Education” dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan melaksanakan 3 fungsi penting yang semuanya bersifat normatif, yaitu :
1. Tujuan pendidikan memberikan arah pada proses yang bersifat edukatif.
2. Tujuan pendidikan tidak selalu memberi arah pada pendidikan, tetapi harus mendorong atau memberikan motivasi sebaik mungkin.
3. Tujuan pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan pedoman atau menyediakan kriteria-kriteria dalam menilai proses pendidikan.
(Djumransjah,2004: 118)
Terdapat beberapa ciri atau unsur umum dalam pendidikan yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu individu yang kemampuan-kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnnya, baik sebagai seorang individu maupun sebagai warga negara atau warga masyarakat.
2. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha yang disengaja dan terencana untuk memilih isi (bahan materi), strategi kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai.
3. Kegiatan tersebut dapat diberikan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, berupa pendidikan jalur sekolah (formal) dan pendidikan luar sekolah (informal dan non-formal).
Dalam satuan pendidikan, terdapat tiga kelompok layanan pendidikan, yaitu : pendidikan formal, pendidikan non-formal, dan pendidikan informal. Pendidikan formal merupakan satuan pendidikan yang diperoleh secara berjenjang dan memilki syarat-syarat yang jelas (misalnya: sekolah, institut dan perguruan tinggi). Pendidikan non-formal adalah pendidikan di luar pendidikan formal yang terstruktur dan berjenjang, seperti : lembaga kursus, lembaga pelatihan, sanggar dan pusat kegiatan belajar masyarakat. Pada dasarnya pendidikan non-formal merupakan pelengkap dari pendidikan formal yang berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik yang belum tereksplorasi di pendidikan formal.
Pendidikan informal adalah pengetahuan yang didapat seseorang selama hidupnya.
2.1.7 Yayasan
2.1.7.1 Definisi Yayasan
Yayasan adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisasi dan dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Suparmono (2008) mengemukakan bahwa dari sejak awal, sebuah yayasan didirikan bukan untuk tujuan komersial atau untuk mencari keuntungan, akan tetapi tujuannya tidak lebih dari membantu atau meningkatkan kesejahteraan hidup orang lain. Yayasan adalah suatu badan hukum yang memiliki tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang diatur dalam undang-undang (Wikpedia, Yayasan). L.J Van Apeledoorn mengklasifikasikan badan hukum menjadi dua, yaitu :
1. Persekutuan manusia yang bertindak dalam pergaulan hukum seolah-olah sebagai purursa tunggal.
2. Harta dengan tujuan yang tertentu tetapi dengan tiada yang empunya dalam pergaulan hukum diperlakukan sebagai purusa (yayasan). (Santosa,2019,Vol.5 No.2)
Yayasan atau stitchting (Belanda), suatu badan hukum yang melakukan kegiatan dalam bidang sosial, sedangkan menurut Paul Scholten yayasan adalah suatu badan hukum yang dikeluarkan oleh suatu penyataan sepihak, pernyataan itu harus berisikan pemisahan suatu kekayaan untuk tujuan tertentu, dengan penunjukkan bagaimana kekayaan itu harus diurus dan dipergunakan (C.S.T Kansil dan Cristine S.T. Kansil dalam Saputro,2016).
Yayasan merupakan suatu badan hukum yang didirikan dengan suatu perbuatan hukum, yang tidak bertujuan untuk membagikan kekayaan dan/ penghasilannya kepada pendiri atau penguasanya di dalam yayasan atau kepada orang-orang lain, kecuali sepanjang mengenai yang terakhir ini adalah sesuai dengan tujuan yayasan yang idealistis (N.H. Bregstein dalam
Chidir Ali,2011 dikutip oleh Saputro,2016). UU No. 16 Tahun 2001 menyebutkan bahwa:
“Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, kegamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.‟
Sebelum adanya Undang-Undang tentang yayasan, telah ada berbagai macam yayasan yang melaksanakan kegiatannya, hanya saja pada saat itu hukum yang berlaku lebih berdasarkan kebiasaan. Setelah reformasi hukum yayasan baru terpikirkan. Peraturan tentang yayasan diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang- Undang No. 16 Tahun 2001 tentang yayasan dan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan.
Tujuan diubahnya undang-undang ini dimaksudkan untuk memperbaiki peraturan yang ada di dalam undang-undang agar sesuai dengan keadaan perkembangan zaman. Tidak hanya itu, UU No.16 Tahun 2001 juga diharapkan menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar Yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akutabilitas.
2.1.7.1 Syarat Pendirian Yayasan
Berdasarkan Undang-Undang Yayasan no. 16 Tahun 2001 terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam mendirikan sebuah yayasan, yaitu :
1. Yayasan didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendiriannya, sebagai kekayaan awal.
2. Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat
3. Dalam pembuatan akta pendirian Yayasan, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.
4. Dalam hal pendirian Yayasan dilakukan berdasarkan surat wasiat, penerima wasiat bertindak mewakili pemberi wasiat.
5. Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, yang pelakasanaannya dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, atas nama menteri.
6. Anggaran Dasar Yayasan sekurang-kurangnya memuat : a. Nama dan tempat kedudukan;
b. Maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut;
c. Jangka waktu pendirian;
d. Jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda;
e. Cara memperoleh dan penggunaan kekayaan;
f. Tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;
g. Hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;
h. Tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan;
i. Ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
j. Penggabungan dan pembubaran Yayasan; dan
k. Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan setelah pembubaran.
7. Yayasan tidak boleh memakai nama yang :
a. Telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain; atau b. Bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
8. Nama Yayasan harus didahului dengan kata “Yayasan”
9. Yayasan dapat didirikan untuk jangka waktu tertentu atau tidak tertentu yang diatur dalam Anggaran Dasar.
Terdapat beberapa prinsip yang paling mendasar dalam pengelolaan yayasan, yaitu : 1. Organ yayasan dalam melaksanakan tugasnya harus beritikad baik.
2. Pengelolaan yayasan harus dilakukan dengan transparan dan terbuka.
3. Laporan keuangan yayasan harus dibuat dengan mengindahkan standar akuntansi yang benar.
4. Menerapkan prinsip pertanggungjawaban hukum sesuai dengan yang diamanatkan oleh AD/ART dan Undang-Undang Yayasan.
5. Jabatan organ yayasan tidak boleh rangkap. (dalam Musahiddinsyah, Sanusi, Ahmad Yani, 2020, Vol.8).
2.1.8 Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 merupakan suatu kondisi dimana menyebarnya virus korona (Coronavirus Disease 19) di seluruh dunia. Virus ini pertama kali terdeteksi di Kota Wuhan, Tiongkok pada Desember 2019. Penyebaran virus ini sangat cepat, sebab penyebarannya dapat terjadi melalui penularan antar manusia (human to human transmission). Adapun gejala dari penyakit ini adalah demam, kelelahan dan batuk kering, gangguan pernapasan, menggigil dan sakit sekujur tubuh, serta gangguan pencernaan. Untuk mencegah terinfeksi Covid-19 WHO menganjurkan untuk mencuci tangan secara rutin, menutup mulut hidung dan mulut ketika bersin atau batuk, serta menghindari kontak dengan siapa pun yang menunjukkan gejala penyakit pernapasan. Pada 31 Januari 2021 tercatat terdapat 103.066.730 juta kasus terinfeksi Covid-19 di seluruh dunia dengan angka kematian sebesar 2.226.548 juta jiwa dan 74.683.577 orang dinyatakan sembuh. (Kompas.Com,2021)
Dengan kecepatan penyebaran yang sangat cepat, serta dampak yang beresiko tinggi menjadikan banyak negara di berbagai dunia mengeluarkan kebijakan seperti: lockdown, work from home, school from home, dan lain sebagainya. Dengan pemberlakuan kebijakan- kebijakan tersebut, tentu saja memberikan dampak kepada berbagai aspek bidang kehidupan, seperti: bidang ekonomi, bidang pariwisata, bidang pendidikan, dan lain-lain.
2.2 Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan adalah penelitian yang sudah ada sebelumnya, yang di mana penelitian tersebut memilki hubungan dan kesamaan dengan penelitian yang sedang berlangsung saat ini. Adapun beberapa penelitian yang memiliki relevansi dengan penelitian ini, yaitu :
1. Penelitian yang berjudul “Pelayanan Sosial Anak Berbasis Lembaga Kesejahteraan Sosial di Yayasan Rumah Yatim Arrohman Indonesia Medan”
oleh Marudut Panjaitan (2018). Di dalam penelitian tersebut di dapatkan teori pekerjaan sosial bentuk pelayanan sosial yang dilakukan oleh Yayasan Rumah Yatim Arrohman terhadap anak yatim dan dhuafa dalam upaya pemenuhan hak dasar anak.
2. Penelitian yang berjudul “Pelayanan Berbasis Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak di Panti Nurul Haq Yogyakarta” oleh Tri Wahyuni (2016). Di dalam penelitian ini terdapat 14 (empat belas) kriteria pelayanan kesejahteraan sosial anak, yang terdiri dari: Pelayanan berbasis lembaga kesejahteraan sosial anak, Peran sebagai orang tua, Martabat sebagai orang tua, Perlindungan anak, Perkembangan anak, Identitas anak,Relasi anak, Partisipasi anak, Makanan dan pakaian, Akses terhadap pendidikan dan kesehatan, Privasi atau kerahasiaan anak, Pengaturan waktu anak, Kegiatan atau pekerjaan anak di lembaga kesejahteraan sosial anak dan Aturan, disiplin dan sanksi.