• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DAN TINGKAT KEMISKINAN DI KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DAN TINGKAT KEMISKINAN DI KOTA MEDAN"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DAN TINGKAT

KEMISKINAN DI KOTA MEDAN

OLEH

`

SELLY TRIANITA OKTOVIA TARIGAN 170501090

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi saya yang berjudul “Analisis Sektor Unggulan dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Pengangguran dan Tingkat Kemiskinan di Kota Medan” adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan Skripsi Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan jelas dan benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh pihak Universitas Sumatera Utara.

Medan, 1 Oktober 2021 Peneliti,

Selly Trianita Oktovia Tarigan 170501090

(5)

i ABSTRAK

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DAN TINGKAT KEMISKINAN DI KOTA MEDAN

Sektor unggulan diharapkan mampu mengatasi masalah pembangunan ekonomi seperti tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui sektor-sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan di Kota Medan dan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pertumbuhan dari sektor unggulan tersebut terhadap tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan di Kota Medan.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Medan dan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. Variabel Bebas dari penelitian ini ialah pertumbuhan sektor-sektor yang menjadi sektor unggulan di Kota Medan dan variabel terikat dalam penelitian ini ialah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kota Medan dan tingkat kemiskinan Kota Medan. Analisis dalam penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2010 dan IBM SPSS 26, data yang digunakan ialah data dari tahun 2001-2020.

Hasil dari penelitian ini ialah berdasarkan analisis Location Quotient (LQ) dan Model Rasio Pertumbuhan (MRP) terdapat lima sektor yang menjadi sektor unggulan di Kota Medan yakni sektor konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, asuransi dan sewa perusahaan; dan sektor jasa-jasa. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda secara simultan sektor unggulan memiliki pengaruh terhadap tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan di Kota Medan. Secara parsial, sektor keuangan, asuransi dan sewa perusahaan berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran terbuka. Sektor Konstruksi, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, serta Sektor Jasa-Jasa memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap TPT di Kota Medan. Secara parsial Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta Sektor Pengangkutan dan Komunikasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

Sektor Konstruksi dan Sektor Jasa-Jasa berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Sedangkan sektor keuangan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

Kata Kunci : PDRB, Sektor Unggulan, Tingkat Pengangguran Terbuka, Tingkat Kemiskinan, Location Quotient (LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP), Shift Share, Regresi Linear Berganda.

(6)

ii ABSTRACK

ANALYSIS OF THE LEADING SECTOR AND ITS INFLUENCE ON THE UNEMPLOYMENT RATE AND THE LEVEL OF POVERTY IN THE CITY OF MEDAN

The leading sectors are expected to be able to cope with the problems of economic development such as the unemployment rate and poverty level. The purpose of this study was to determine the sectors of what is to be the leading sectors in the City of Medan and to know how to influence the growth of the leading sector to the unemployment rate and the level of poverty in the City of Medan.

The type of data used in this research is secondary data obtained from Medan City Central Bureau of Statistics and North Sumatera Central Bureau of Statistics. The independent variable of this research is the growth of the sectors which is to be the leading sectors in the City of Medan and the dependent variable in this research is the Unemployment Rate of Medan and the level of poverty of the City of Medan. The analysis in this research using Microsoft Excel 2010 and IBM SPSS 26, data used is the data from the years 2001-2020.

The results of this study are based on an analysis of Location Quotient (LQ) Model and Model of Growth Ratio there are five sector became the leading sectors in the City of Medan, namely the construction sector; trade, hotels and restaurants; transport and communications sector; the financial sector, insurance and rental company; and the services sector. Based on the results of multiple linear regression analysis simultaneously sectors have an influence on the unemployment rate and the level of poverty in the City of Medan. Partially, the financial sector, insurance and rental companies has a positive effect on the level of open unemployment. The Construction sector, Trade, Hotels and Restaurants, Transport and Communications Sectors, as well as the Service Sector has no significant influence on the level of open unemployment in the City of Medan.

Partial Sectors of Trade, Hotels and Restaurants as well as Transport and Communications Sector, has a significant negative effect on the level of poverty.

The Construction sector and the Services Sector has positive and significant effect on the level of poverty. While the financial sector has negative effect not significant to the level of poverty.

Keywords : GDP, leading Sectors, Unemployment Rate, Poverty Rate, the Location Quotient (LQ), Model of Growth Ratio, Shift Share, Multiple Linear Regression.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Puji, hormat dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat kasih karunia-Nya penulis selalu diberikan kesehatan, kekuatan dan kemampuan untuk menulis skripsi ini dari awal hingga akhir. Adapun judul dalam skripsi ini ialah : “Analisis Sektor Unggulan dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Pengangguran dan Tingkat Kemiskinan di Kota Medan”. Penulis juga sangat berterima kasih kepada berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberi penulis dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Saya sangat berterima kasih secara khusus kepada kedua orang tua saya Ayahanda Iptu Kuat Karya Tarigan dan Ibunda Evariana Ginting yang telah memberi dukungan penuh, dan selalu mendoakan yang terbaik selama proses perkuliahan dan sampai pada tahap pengerjaan skripsi. Dan juga kepada adik-adik saya dan kakek nenek yang selalu mendukung saya agar mampu menghadapi segala rintangan selama masa perkuliahan.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Fadli, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier, S.E., MP. selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan FEB USU dan juga Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, S.E., M.Ssi. selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan FEB USU.

3. Bapak Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam Hasyim, S.E. sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam proses bimbingan skripsi dan memberikan arahan, masukan dan saran yang sangat bermanfaat bagi peneliti dalam pengerjaan skripsi ini. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec. selaku Dosen Penguji I dan Ibu Dr. Raina Linda Sari, S.E., M.Si. selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

(8)

iv

4. Ibu Dr., Dra. Murni Daulay M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan seluruh dosen beserta staf-staf FEB USU, khususnya Program Studi Ekonomi Pembangunan.

5. Orang tua, adik-adik yang memberikan dukungan, kasih sayang dan doa selama masa perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini.

6. Teman-temanku di Panglima Tempur yaitu : Mira, Yulia, Fildzah, Alif, Andre, Vito, Yohanes, Devan, Devin, Fadil, dan Alvine yang selalu ada di saat susah dan duka selama masa-masa perkuliahan dan selalu mendukung satu dengan yang lain.

7. Seseorang yang selalu memberikan semangat, mendengarkan keluh dan kesah dan selalu sabar dan senantiasa memberikan motivasi.

8. Teman Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) yaitu : Kak Palma, Cindy dan Yulia.

9. Kepada teman-temanku sedari SMP dan SMA yang selalu memberi dukungan dan saling mendukung sampai sekarang yaitu : Audra, Tifani, Dewi.

10. Seluruh teman satu angkatan yang berada di kelas EP-B 2017.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu peneliti berharap adanya saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, dengan segala hormat dan penuh sukacita penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 10 Juli 2021

Selly Trianita Oktovia Tarigan

NIM 170501090

(9)

v DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis ... 13

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi wilayah ... 13

2.1.2 Teori Pembangunan Ekonomi Regional ... 15

2.1.3 Teori Pendapatan Regional ... 18

2.1.4 Teori Basis Ekonomi ... 22

2.1.5 Teori Sektor Unggulan ... 24

2.1.6 Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Kota ... 26

2.1.7 Masalah Perkotaan secara Makro dan Mikro .. 28

2.1.8 Pengangguran ... 29

2.1.9 Kemiskinan ... 30

2.2 Kerangka Konseptual Penelitian ... 35

2.2.1 Hubungan Sektor Unggulan dan Tingkat Pengangguran

...

35

2.2.2 Hubungan Sektor Unggulan dan Tingkat Kemiskinan

...

36

2.3 Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 40

3.2 Variabel Penelitian ... 40

3.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 40

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.5 Definisi Operasional ... 41

3.5.1 Variabel Bebas ... 41

3.5.2 Variabel Terikat ... 42

3.6 Analisis Data ... 44

3.6.1 Analisis Kuosien Lokasi (LQ) ... 44

3.6.2 Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) ... 45

3.6.3 Analisis Overlay... 47

(10)

vi

3.6.4 Analisis Shift Share ... 47

3.6.5 Analisis Regresi Linear Berganda ... 49

3.6.6 Uji Koefisien Determinasi (R-Square)... 50

3.6.7 Uji Hipotesis ... 51

3.6.7.1 Uji F ... 51

3.6.7.2 Uji T ... 51

3.6.8 Uji Normalitas ... 52

3.6.9 Uji Autokorelasi ... 52

3.6.10 Uji Multikolinearitas ... 53

3.6.11 Uji Heterokedastisi... 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 55

4.1.1 Lokasi dan Letak Geografis Kota Medan ... 55

4.1.2 Kondisi Iklim Kota Medan ... 56

4.1.3 Kondisi Demografi Kota Medan ... 56

4.1.4 Kondisi Perekonomian Kota Medan ... 57

4.1.5 Tingkat Pengangguran di Kota Medan ... 57

4.1.6 Tingkat Kemiskinan Kota Medan ... 61

4.2 Hasil Analisis Sektor Unggulan ... 61

4.2.1 Analisis Location Quotion (LQ) ... 62

4.2.2 Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) ... 66

4.2.3 Analisis Overlay... 69

4.2.4 Analisis Shift Share ... 71

4.3 Hasil anlisis Pengaruh Sektor Unggulan terhadap TPT di Kota Medan ... 73

4.3.1 Uji Koefisien Determinasi (R-Square) ... 73

4.3.2 Uji Hipotesis ... 74

4.3.2.1 Uji F ... 74

4.2.2.2 Uji T ... 75

4.3.3 Uji Asumsi Klasik ... 77

4.3.3.1 Uji Normalitas ... 77

4.3.3.2 Uji Autokorelasi ... 78

4.3.3.3 Uji Multikolinearitas... 79

4.3.3.4 Uji Heterokedastisitas ... 80

4.4 Hasil anlisis Pengaruh Sektor Unggulan terhadap Tingkat Kemiskinan di Kota Medan ... 81

4.4.1 Uji Koefisien Determinasi (R-Square) ... 81

4.4.2 Uji Hipotesis ... 82

4.4.2.1 Uji F ... 82

4.4.2.2 Uji T ... 83

4.4.3 Uji Asumsi Klasik ... 84

4.4.3.1 Uji Normalitas ... 84

4.4.3.2 Uji Autokorelasi ... 86

4.4.3.3 Uji Multikolinearitas... 87

4.4.3.4 Uji Heterokedastisitas ... 88

(11)

vii

4.5 Pembahasan ... 88 4.5.1 Sektor Unggulan Kota Medan ... 88

4.5.2 Pengaruh Sektor Unggulan terhadap TPT di

Kota Medan ... 91 4.5.3 Pengaruh Sektor Unggulan terhadap Tingkat

Kemiskinan di Kota Medan ... 96 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 101 5.2 Saran ... 102 DAFTAR PUSTAKA ... 104 LAMPIRAN

(12)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Presentase Kontribusi Terhadap Jumlah Produk Domestik Regional Bruto Seluruh Kabupaten/Kota 2016-2019

(Persen) ... 3

1.2 Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Konstan 2010 (persen) dan Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas yang Bekerja menurut Lapangan Usaha di Kota Medan 2018-2019 ... 5

1.3 Kepadatan Penduduk Kota Medan ... 7

1.4 Tingkat Kemiskinan di Kota Medan Tahun 2010-2019 ... 8

4.1 Luas Wilayah Kecamatan di Kota Medan tahun 2020 ... 55

4.2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Medan tahun 2001-2020 (%) ... 57

4.3 PDRB per Kapita Kota Medan tahun 2016-2020 ... 58

4.4 Nilai LQ Kota Medan tahun ... 64

4.5 Rata-rata nilai LQ Kota Medan 2001-2020 ... 65

4.6 Koefisien MRP Kota Medan 2001-2020 ... 66

4.7 Analisis Overlay Kota Medan ... 69

4.8 Analisis Shift Share Kota Medan ... 71

4.9 Koefisien Determinasi (R²) ... 74

4.10 Hasil Uji F ... 74

4.11 Hasil Uji T ... 75

4.12 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov ... 78

4.13 Hasil Uji Autokorelasi ... 78

4.14 Hasil Uji Autokorelasi Run Test ... 79

4.15 Hasil Uji Multikolinearitas ... 80

4.16 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 80

4.17 Koefisien Determinasi (R²) ... 81

4.18 Hasil Uji F ... 82

4.19 Hasil Uji T ... 83

4.20 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov ... 85

4.21 Hasil Uji Autokorelasi ... 86

4.22 Hasil Uji Autokorelasi Run Test ... 86

4.23 Hasil Uji Multikolinearitas ... 87

4.24 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 88

(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Skema Kerangka Konseptual Penelitian ... 38 4.1 Grafik Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan dan Provinsi

SUMUT 2016-2020... 57 4.2 Proporsi terhadap total PDRB tahun 2020 ... 59 4.3 Grafik TPT Kota Medan 2001-2020 ... 60 4.4 Grafik Presentase Penduduk Miskin Kota Medan 2001-

2020 ... 61 4.5 Grafik Normal P-P Plot ... 77 4.6 Grafik Normal P-P Plot ... 84

(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

1 PDRB Kota Medan ADHK 1993 (tahun 2001-2003), ADHK 2000 (tahun 2004-2013), ADHK 2010 (tahun 2014-2020) (milyar Rupiah) 2 PDRB Kota Medan ADHK 1993 (tahun 2001-2003), ADHK 2000 (tahun 2004-2013), ADHK 2010 (tahun 2014-2020) (milyar Rupiah) 3 Hasil Analisis Location Quotion

4 Hasil Anlisis MRP

5 Hasil Analisis Shift Share 6 Data Variabel Penelitian

7 Hasil Pengolahan Data dengan SPSS

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan suatu wilayah atau daerah merupakan keadaan yang selalu ingin dicapai oleh pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi regional yang baik dan terus meningkat. Pertumbuhan suatu wilayah sangat erat kaitannya dengan pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi suatu daerah didefinisikan sebagai suatu proses antara pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Lincolin Arsyad, 2010).

Dalam menentukan konsep pembangunan daerah, Indonesia merupakan negara dengan sistem desentralisasi. Pemerintah pusat mempunyai wewenang menyerahkan sebagian kekuasaannya ke daerah berdasarkan hak otonomi daerah.

Dimana otonomi daerah merupakan kewenangan untuk mengatur sendiri kepentingan masyarakat dan daerahnya sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Akan tetapi, ketika suatu daerah memiliki masalah-masalah dalam pembangunan, tentunya tidak semua bisa dihadapi dikarenakan kemampuan suatu daerah atau wilayah pada umumnya terbatas. Pemerintah dan masyarakat haruslah

(16)

menetapkan terlebih dahulu secara tegas tujuan-tujuan dari pembangunan yang ingin dicapai sebelum menetapkan kebijakan pembangunan yang ingin dilaksanakan. Dengan adanya kejelasan dari tujuan pembangunan itu sendiri dapat menjadi titik tolak ukur dari usaha untuk menciptakan kebijakan bagi pembangunan suaru daerah.

Tujuan pembangunan daerah bersifat sangat kompleks dikarenakan adanya keterkaitan yang erat antara tiap-tiap tujuan pembangunan. Dengan demikian diperlukan adanya pembentukan skala prioritas dari tujuan-tujuan pembangunan yang ingin dicapai. Skala prioritas ini berguna untuk menentukan sampai dimana tujuan-tujuan pembangunan daerah yang bersifat ekonomi, sosial dan politik perlu dicapai di masa yang akan datang. Untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi daerah, dibutuhkan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah atau wilayah tersebut (endogenous development) yaitu dengan memanfaatkan potensi sumber daya lokal (Arsyad, 1999). Melakukan identifikasi sektor-sektor ekonomi yang potensial merupakan bagian dari proses mencapai keberhasilan pembangunan ekonomi suat daerah atau wilayah.

Dalam sistem pemerintahan daerah, pertumbuhan ekonomi diindikasikan dengan meningkatnya produksi barang dan jasa yang diukur melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu daerah atau wilayah. Untuk mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi yang potensial dalam suatu daerah juga dapat dilakukan dengan cara menganalisis PDRB atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Daerah yang memiliki potensi untuk berkembang lebih besar akan mengalami perkembangan lebih pesat, kemudian

(17)

perkembangan daerah tersebut akan merangsang perkembangan daerah lain di sekitarnya. Begitu juga bagi sektor yang memiliki potensi untuk berkembang lebih besar cenderung dikembangkan lebih awal.

Tabel 1.1

Presentase Kontribusi Terhadap Jumlah Produk Domestik Regional Bruto Seluruh Kabupaten/Kota 2016-2019 (Persen)

Kabupaten/Kota

Presentase Kontribusi Terhadap Jumlah Produk Domestik Regional Bruto (Persen)

2016 2017 2018 2019

Nias 0,47 0,47 0,47 0,47

Mandailing Natal 1,69 1,7 1,69 1,68

Tapanuli Selatan 1,74 1,74 1,72 1,73

Tapanuli Tengah 1,24 1,24 1,23 1,23

Tapanuli Utara 1 0,98 0,98 0,98

Toba Samosir 0,97 0,96 0,96 0,95

Labuhan Batu 4,2 4,21 4,19 4,16

Asahan 4,63 4,64 4,63 4,64

Simalungun 4,78 4,76 4,74 4,71

Dairi 1,19 1,16 1,14 1,14

Karo 2,65 2,62 2,57 2,55

Deli Serdang 13,5 13,52 13,51 13,54

Langkat 5,41 5,37 5,33 5,27

Nias Selatan 0,82 0,83 0,84 0,85

Humbang Hasundutan 0,76 0,74 0,74 0,74

Pakpak Bharat 0,15 0,15 0,15 0,15

Samosir 0,55 0,54 0,55 0,55

Serdang Bedagai 3,51 3,49 3,48 3,46

Batu Bara 4,37 4,32 4,27 4,22

Padang Lawas Utara 1,44 1,44 1,44 1,44

Padang Lawas 1,4 1,41 1,42 1,41

Labuhanbatu Selatam 3,33 3,36 3,36 3,36

Labuhanbatu Utara 3,07 3,07 3,04 3,02

Nias Utara 0,44 0,44 0,43 0,44

Nias Barat 0,22 0,22 0,22 0,23

Sibolga 0,68 0,67 0,68 0,69

Tanjung Balai 1,07 1,08 1,09 1,11

Pematang Siantar 1,84 1,8 1,76 1,73

Tebing Tinggi 0,75 0,74 0,74 0,73

Medan 29,3 29,45 29,75 29,92

Binjai 1,44 1,44 1,44 1,45

Padangsidimpuan 0,78 0,78 0,78 0,79

Gunung Sitoli 0,64 0,65 0,67 0,68

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (2019)

(18)

Hasil penelitian yang diperoleh Fauzi (2017) menunjukkan bahwa Kota Medan menjadi salah satu dari lima kabupaten/kota di Sumatera Utara yang berada pada klasifikasi wilayah cepat tumbuh berdasarkan hasil analisis Tipologi Klassen.

Pada Tabel 1.1 ditunjukkan bahwa presentase sumbangsih Produk Domestik Bruto tertinggi di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ialah berasal dari Kota Medan, di tahun 2016 sebesar 29,3%; di tahun 2017 sebesar 29,45%; di tahun 2018 sebesar 29,75%; dan di tahun 2019 sebesar 29,92% dari 33 Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Utara. Hal ini tidak lepas dari adanya peranan sektor yang menjadi sektor unggulan di kota Medan. Dengan adanya keberadaan sektor unggulan di kota Medan, pemerintah juga memberikan perhatian ataupun menjadikan kota Medan sebagai prioritas pembangunan daerah di wiliayah Sumatera Utara.

Dari hasil identifikasi Pemerintah Kota Medan terhadap sektor unggulan di Kota Medan Tahun Anggaran 2013, Kota Medan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi (engine of growth) Sumatera Utara di luar sektor primer (pertanian dan pertambangan). Aktivitas perekonomian (economic activity) di kota Medan tidak hanya menggerakkan kegiatan ekonomi di wilayah Sumatera Utara saja, tetapi juga akan berdampak dan mendorong pergerakan aktivitas ekonomi di sekitar wilayah (neighborhood region) provinsi Sumatera Bahagian Utara (SUMBAGUT) yakni kota Padang, Pekan Baru, Banda Aceh dan Batam.

Sadono Sukirno mengatakan pembangunan daerah di negara berkembang merupakan hal yang sulit dan masalah yang dihadapi sangat kompleks karena

(19)

kemampuan negara berkembang untuk mengatasi masalah tersebut sangat terbatas. Dengan merumuskan tujuan-tujuan pembangunan, atau lebih terperinci menentukan target yang ingin dicapai dalam pembangunan, masyarakat lebih menegaskan lagi bentuk keadaan sosial dan ekonomi yang ingin diciptakan pada beberapa tahun ke depan. Tujuan ini menjadi landasan dasar untuk menciptakan kebijaksanaan pembangunan yang akan dilaksanakan.

Tabel 1.2

Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto atas Dasar Harga Konstan 2010 (persen) dan Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke

atas yang Bekerja menurut Lapangan Usaha di Kota Medan 2018-2019

Sektor Lapangan Usaha

Tahun

2018 2019

PDRB Penduduk

Bekerja

PDRB Penduduk

Bekerja Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan

2,23 41.925 -3,71 52.606

Pertambangan dan Penggalian 2,14 984 -0,66 793

Indusri Pengolahan 5,03 145.176 4,20 139.886

Pengadaan Listrik dan Gas 4,78

8.766

4,23

5.093 Pengadaan Air, Pengelolaan

Sampah, Limbah dan Daur Ulang

7,98 4,99

Konstruksi 5,45 38.337 7,62 53.536

Perdagangan Besar dan Eceran 5,97

354.233

6,10 245.767

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

6,56 7,92 131.668

Transportasi dan Pergudangan 6,62

122.939 6,15 95.215

Informasi dan Komunikasi 8,71 8,92

40.815 Jasa Keuangan dan Asuransi 1,99

56.720

2,08

Real Estat 7,35 5,19

Jasa Perusahaan 7,53 5,87 35.815

Adm.Pemerintahan, Pertahanan

dan Jamih nan Sosial Wajib

8,57

251.201

6,72 33.240

Jasa Pendidikan 6,22 5,95 67.873

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

8,52 4,68 23.772

Jasa lainnya 7,28 6,97 84.503

Total 5,92 1.020.281 5,93 1.010.253

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (2019)

Sejatinya, pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan perekonomian daerah atau wilayah

(20)

Semakin besar output yang dihasilkan perekonomian suatu daerah maka daerah tersebut semakin mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih luas.

Terlihat dari tabel 1.2 berdasarkan data PDRB tiap sektor di Kota Medan dari tahun 2018 ke tahun 2019, PDRB mengalami pertumbuhan yang meningkat dari 5,92% menjadi 5,93% tetapi jumlah penduduk yang bekerja pada tiap sektor yang memberi sumbangsih pada Produk Domestik regional Bruto (PDRB) pada tahun 2018-2019 mengalami penurunan dari 1.020.281 menjadi 1.010.253. Juga terjadi permasalahan dimana adanya data yang menunjukkan PDRB yang menurun tetapi jumlah penduduk yang bekerja di sektor tersebut mengalami peningkatan seperti PDRB sektor pertanian, kehutanan dan perikanan mengalami penurunan dari 2,23% menjadi -3,71% tetapi jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan mengalami peningkaan dari 41.925 menjadi 52.606. Ini menunjukkan apakah PDRB sebagai indikator pertumbuhan ekonomi mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Medan.

Adisasmita (2006:11) mengatakan bahwa beberapa dasa warsa ini timbul isu mengenai kesejahteraan. Penduduk perkotaan mengharapkan kehidupan yang lebih layak, lebih baik secara ekonomi. Konsentrasi spasial dan konsentrasi perkotaan merupakan fenomena yang tidak dapat dielakkan, yang telah menimbulkan kongesti yang dampak negatifnya sangat luas terhadap kualitas kehidupan penduduk perkotaan yang cenderung menurun. Meskipun dampak eksternalitas negatif di daerah perkotaan cukup besar, namun daya tarik daerah

(21)

perkotaan lebih kuat, sehingga arus perpindahan penduduk dari daerah perdesaan ke kota-kota besar (urbanisasi) terus berlangsung dan cenderung bertambah deras.

Tabel 1. 3

Kepadatan Penduduk Kota Medan 2010-2019 (jiwa/km2)

Tahun Kepadatan

Penduduk

2010 7.913

2011 7.987

2012 8.007.56

2013 8055.51

2014 8.265.33

2015 8.339

2016 8.412.86

2017 8.478

2018 8.543.94

2019 8.603.4

Sumber : BPS Kota Medan (2019)

Dari tabel 1.3 terlihat kepadatan penduduk Kota Medan terus meningkat dari tahun 2010 sampai pada tahun 2019. Kasto, 2002 menjelaskan bahwa faktor ekonomi merupakan faktor determinan atau yang menentukan mobilitas penduduk yang utama, yang berkaitan dengan kekuatan sentripetal dan sentrifugal di daerah asal. Kekuatan sentripetal yang dimaksud ialah keunggulan kota Medan yang tidak dimiliki oleh Kota/Kabupaten lain sehingga mendorong penduduk untuk pindah ke Kota Medan.

Sejatinya, urbanisasi merupakan proses dari perubahan yang wajar dalam proses peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun jika terjadi tingkat urbanisasi yang berlebihan akan memberi dampak buruk terhadap daerah perkotaan dikarenakan meningkatnya masalah-masalah yang terjadi di perkotaan seperti adanya dampak kemiskinan dan pengangguran di perkotaan. Dampak tersebut juga akan mempengaruhi tingkat kriminalitas yang semakin tinggi

(22)

dikarenakan tingginya angka kemiskinan, bertambahnya pemukiman kumuh dan sebagainya.

Masalah kemiskinan merupakan tantangan pembangunan yang bersifat multidimensional dan merupakan bagian yang selalu muncul dalam kehidupan masyarakat pada umumnya (Suryawati. 2005). Badan Pusat Statistik Kota Medan (2019) menjelaskan bahwa negara Indonesia masih mengalami permasalahan kemiskinan. Kemiskinan harus menjadi sebuah tujuan utama dari penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi oleh Indonesia, karena kemiskinan merupakan aspek dasar acuan keberhasilan pembangunan ekonomi.

Indeks kedalaman kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Indeks keparahan kemiskinan menggambarkan penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, berarti semakin tinggi ketimpangan di antara penduduk miskin.

Tabel 1. 4

Tingkat Kemiskinan Kota Medan

Tahun

Jumlah Penduduk

Miskin (ribu jiwa)

Garis Kemiskinan

(ribu)

Indeks Kedalaman

Indeks Keparahan

2010 212,30 331.659 1,57 0,42

2011 204,19 373.619 1,70 0,49

2012 201,06 384.608 1,49 0,37

2013 209,69 396.112 1,52 0,34

2014 200,32 401.417 1,33 0,28

2015 207,50 420.208 1,21 0,24

2016 206,87 460.685 1,51 0,43

2017 204 491.496 1,56 0,41

2018 186 518.420 1,50 0,39

2019 183,79 532.055 1,16 0,25

Sumber : BPS Kota Medan (2019)

(23)

Dari tabel 1.4 dapat dilihat bahwa dari tahun 2010 sampai 2019 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan secara keseluruhan. Namun, di tahun 2013 mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, di tahun 2014 berhasil kembali turun, naik Kembali di tahun 2015, dan selanjutnya mengalami penurunan sampai tahun 2019. Dapat dilihat juga angka garis kemiskinan di Kota Medan terus mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2019. Indeks kedalaman kemiskinan kota Medan dari tahun 2010 sampai tahun 2019 bersifat fluktuatif begitu juga dengan indeks keparahannya. Seperti dari tahun 2014 sudah berhasil turun tetapi di tahun 2016 kembali mengalami peningkatan dan Kembali turun pada tahun 2018 hingga tahun 2019. Ini menunjukkan di beberapa tahun tingkat kesenjangan antar penduduk miskin di Kota Medan juga masih bersifat fluktuatif.

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Medan tahun 2011-2015, menyatakan bahwa Kota Medan merupakan barometer perekonomian daerah, yang menyediakan sumber daya manusia lebih unggul dan prasarana sosial ekonomi yang lebih baik di Provinsi Sumatera Utara.

Beberapa potensi unggulan Kota Medan layak dikembangkan. Pengembangan tersebut ditujukan sebagai faktor pendukung dalam pembangunan kota dengan memberdayakan semua potensi pendukung bidang usaha. Hal ini akan memberikan dampak kepada peningkatan pembangunan kota, serta dapat pula berimbas ke Kabupaten/Kota sekitarnya.

Terlepas dari adanya dampak dari urbanisasi dikarenakan keberadaan kota Medan sebagai pusat pertumbuhan di Provinsi Sumatera Utara, juga penting

(24)

melihat tujuan dari pembangunan daerah tidak hanya sekedar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah, tetapi juga dalam jangka panjang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran di suatu daerah. Sejatinya dengan adanya peningkatan Produk Domestik Bruto Regional (PDRB) semakin cepat pula turunnya tingkat kemiskinan di daerah tersebut (Tambunan,2011).

Kota Medan menjadai kota yang memiliki sektor unggulan dengan dan tentu saja menjadi salah satu prioritas pembangunan pemerintah di Provinsi Sumatera Utara. Menjadi penting untuk mengetahui apakah keberadaan sektor unggulan sebagai sektor prioritas pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah mampu meningkatkan pembangunan daerah dan memberikan kesejahteraan masyarakat yang dilihat dari tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran di Kota Medan. Diharapkan bahwa sektor unggulan di Kota Medan mampu memberikan peningkatan terhadap kinerja ekonomi di Kota Medan melalui penyerapan tenaga kerja dan penanggulangan kemiskinan di Kota Medan, dan tidak hanya bergerak pada menciptakan nilai.

Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang mantap ialah dimana peningkatan pertumbuhan ekonomi rata-rata juga mampu menekan jumlah kemiskinan dan pengangguran. Pemerintah perlu mengetahui sektor unggulan yang dimiliki Kota Medan. Karena, dengan mengetahui sektor unggulan Kota Medan pemerintah dapat terus mengembangkan sektor unggulan tersebut. Pemerintah juga perlu mngetahui apakah keberadaan sektor unggulan masih memberi dampak yang baik atau buruk terhadap tingkat kemiskinan dan pengangguran di Kota Medan

(25)

dikarenakan adanya arus urbanisasi yang terjadi. Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis melakukan penelitan yang berjudul

“Analisis Sektor Unggulan dan Pengaruhnya terhadap Tingkat Pengangguran dan Tingkat Kemiskinan di Kota Medan”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Apa yang menjadi sektor unggulan di Kota Medan ?

2. Bagaimana pengaruh sektor unggulan terhadap tingkat pengangguran di Kota Medan?

3. Bagaimana pengaruh sektor unggulan terhadap tingkat kemiskinan di Kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari permasalahan di atas, maka ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui sektor-sektor mana saja yang menjadi sektor unggulan

di Kota Medan.

2. Untuk mengetahui pengaruh sektor unggulan di Kota Medan terhadap tingkat pengangguran di Kota Medan.

3. Untuk mengetahui pengaruh sektor unggulan di Kota Medan terhadap tingkat kemiskinan di Kota Medan.

(26)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai saran penerapan ilmu yang sudah diperoleh selama masa perkuliahan dan tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

2. Sebagai sumber informasi dan bahan bacaan bagi penelitiaan-penelitiaan yang akan mengkaji lebih dalam mengenai sektor unguulan Kota Medan dan kesejahteraan masyarakat Kota Medan.

3. Sebagai bahan informasi, bahan pertimbangan dan memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Medan dalam peencanaan pembangunan ekonomi wilayah Kota Medan.

(27)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Tarigan (2003:46) mengatakan pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi.

Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku.

Perekonomian suatu daerah atau wilayah dikatakan bertumbuh apabila mengalami perubahan dari kondisi perekonomian di daerah atau wilayah tersebut secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik dari yang sebelumnya selama periode waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari perencanaan kebijakan pemerintah. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang terus menunjukkan peningkatan menggambarkan bahwa perekonomian daerah tersebut berkembang dengan baik (Sadono Sukirno, 2008).

Untuk melihat pertambahan dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riel yang artinya dalam nilai konstan.

Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan pendapatan regional tersedia angka dalam harga berlaku dan harga konstan. Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi) yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut.

Pertumbuhan ekonomi wilayah haruslah bersumber dari proses intern perekonomian di wilayah tersebut. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan,

(28)

karena bisa saja suatu wilayah pertumbuhannya mengalami kenaikan, tetapi pertumbuhan itu sendiri tercipta karena banyaknya bantuan atau suntikan dana dari pemerintah pusat dan apabila suntikan dana itu terhenti maka pertumbuhan di wilayah tersebut juga akan terhenti. Keadaan dimana suatu wilayah yang terbelakang mendapatkan suntikan dana dalam proposi yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah lainnya merupakan hal yang wajar. Akan tetapi, setelah jangka waktu tertentu, wilayah itu harus tetap bisa bertumbuh walaupun tidak lagi mendapat alokasi yang berlebihan.

2.1.1.1 Teori Pertumbuhan Jalur Cepat

Teori pertumbuhan jalur cepat diperkenalkan oleh Samuelson. Setiap negara atau wilayah perlu melihat sektor atau komoditi apa yang memiliki potensi yang besar dan yang dapat dikembangkan dengan cepat, baik itu karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) untuk dikembangkan (Tarigan 2005 :55). Yang dimana artinya, dengan mengeluarkan modal yang sama, sektor tersebut mampu memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu yang relatif singkat dan volume sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. Produk tersebut juga harus mampu bersaing pada pasar luar negeri. Perkembangan yang terjadi pada sektor tersebut, juga akan mampu mendorong perkembangan pada sektor lain, sehingga perekonomian secara keseluruhan akan bertumbuh. Perlu adanya sinergi antar sektor-sektor yang akan membuat setiap sektor saling memiliki keterkaitan dan saling mendukung.

(29)

2.1.1.2 Teori Basis Ekspor

Dalam teori ini kegiatan produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat pada suatu wilayah dibagi atas : pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (pelayanan) yang juga disebut dengan sektor nonbasis. Kegiatan basis itu sendiri merupakan kegiatan yang bersifat exogenous yang dimana kegiatan tersebut tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan juga sektor ini mampu mendorong perkembangan mauoun pertumbuhan jenis pekerjaan lainnya.

Sedangkan sektor nonbasis merupakan kegiatan yang hanya mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Baik pembelu maupun sumber uang berasal dari daerah itu sendiri.Pertumbuhan sektor nonbasis tergantung pada kondisi perekonomian wilayah tersebut secara keseluruan.

Teori basis ekspor hanya memasukkan ekspor pengertian ekspor murni ke dalam pengertian ekspor. Akan tetapi, ekspor memiliki arti yang lebih luas.

Ekspor tidak hanya berupa penjualan barang/jasa yang dijual keluar daerah, tetapi juga termasuk penjualan barang/jasa yang dibeli oleh orang dari luar daerah meskipun transaksi yang terjadi masih di daerah tersebut. Teori ini membat suatu asumsi bahwa ekspor merupakan satu-satunya unsur eksogen (independent) dalam pengeluaran. Yang berarti, di luar unsur alamiah, hanya pertambahan ekspor yang mampu mendorng peningkatan pendapatan daerah, sedangkan sektor-sektor lain peningkatannya dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan daerah.

2.1.2 Teori Pembangunan Ekonomi Regional

Pada umumnya pembangunan ekonomi diartikan sebagai serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya

(30)

sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat. Sebagai implikasi dari perkemabangan ini diharapkan kesempatan kerja akan bertambah, tingkat pendapatan meningkat dan kemakmuran masyarakat semakin tinggi. Pembangunan ekonomi juga merupakan suatu proses yang bersifat multidimensional yang melibatkan kepada baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2003). Berdasarkan teori tersebut pembangunan ekonomi diharapkan secara bertahap dapat mengurangi maupun menghapuskan kemiskinan dan tingkat pengangguran.

Pembangunan ekonomi dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan per kapita dan lajunya pembangunan ekonomi ditujukan dengan menggunakan tingkat pertambahan PDB (Produk Domestik Bruto) untuk tingkat nasional, dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) untuk tingkat wilayah atau regional (Rahmanta, 2018). Tingkat PDRB ini juga ditentukan oleh lajunya pertumbuhan penduduk lebih dari PDRB, maka ini mengalami perubahan pendapatan per kapita, oleh sebab itu pertambahan PDRB tidak memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat karena terdapat kemungkinan timbulnya keadaan tersebut maka, pengertian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi harus dibedakan (Sirojuzilam, 2015:3).

Secara kasar memang pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang berdampak pada pendapatan per kapita masyarakat yang secara

(31)

terus-menerus bertambah. Namun menurut Sadono Sukirno (2006:55) perlu juga disadari bahwa pendapatan per kapita sebagai indikator tingkat kemakmuran dan pembangunan memiliki kelemahan. Dapat diakui, memang tingkat pendapatan per kapita secara umum merupakan faktor penting untuk menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat. Tetapi, di samping itu terdapat pula beberapa factor- faktor lain yang cukup penting dalam menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pendapatan per kapita dikritik sebagai indeks yang menunjukkan perbandingan kesejahteraan karena mengabaikan adanya perbedaan dalam hal-hal berikut :

1. Komposisi umur penduduk 2. Distribusi pendapatan masyarakat 3. Pola pengeluaran masyarakat 4. Komposisi pendapatan nasional

5. Jumlah masa lapang (leisure) yang dinikmati masyarakat 6. Perubahan-perubahan dalam keadaan pengangguran.

Adapun tujuan pembangunan menurut Sirojuzilam (2010), memiliki dua tahap. Tahap pertama, pada hakikatnya pembangunan bertujuan untuk menghapuskan kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya maka tahap kedua adalah menciptakan kesempatan-kesempatan bagi warganya untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya. Berdasarkan teori tersebut, pertumbuhan ekonomi dikatakan meningkat apabila mampu menghasilkan tambahan pendapatan dan memberi kesejahteraan kepada masyarakat.

(32)

2.1.3 Teori Pendapatan Regional

Tarigan (2005:13) mengatakan bahwa pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Parameter yang bisa digunakan untuk mengukur adanya pembangunan wilayah yaitu pendapatan masyarakat dan juga parameter lainnya seperti peningkatan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan. Konsep dan pengertian yang sering dipakai dalam membicarakan pendapatan regional (Tarigan, 2005:18) :

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Pasar Produk domestik regional bruto atas harga pasar adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sedktor perekonomian diwilayah itu. Nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah, dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkannya, akan menghasilkan produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar.

2. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar PDRN atas dasar biaya faktor adalah PDRN atas dasar harga pasar dikurangi pajak tak langsung neto. Pajak tak langsung meliputi pajak penjualan, bea ekspor, bea cukai, dan pajak lain-lain, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan. Kalau produk domestik regional netto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung

(33)

netto, hasilnya adalah produk domestik regional netto atas dasar biaya faktor.

3. Pendapatan Regional atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan Angka pendapatan regional dalam nenerapa tahun bisa menalami kenaikan dan penurunan tingkat pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Kenaikan dan penurunan tersebut dapat disebabkan oleh : a. Kenaikan atau penurunan rill, yaitu kenaikan atau penurunan yang

tidak dipengaruhi oleh faktor perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan rill penadapatan penduduk berarti daya beli penduduk di daerah tersebut meningkat, mialnya mampu membeli barang yang sama kualitasnya dalam jumlah yang lebih banyak.

b. Kenaikan atau penurunan pendapatan yang disebabkan oleh adanya faktor perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan pendapatan yang hanya disebabkan inflasi (menurunnya nilai beli uang) maka walaupun pendapatan meningkat tetapi jumlah barang yang mampu dibeli belum tentu meningkat. Perlu diliat mana yang meningkat lebih tajam, tingkat pendapatan atau tingkat harga.

Untuk mengetahui kenaikan pendapatan yang sebenarnya (rill) , faktor inflasi harus dikeluarkan telebih dahulu. Pendapatan regional yang di dalamnya masih ada unsur inflasinya dinamakan pendapatan regional atas dasar harga berlaku. Sedangkan pendapatan regional dengan faktor inflasi yang sudah ditiadakan merupakan pendapatan regional atas dasar harga konstan. Untuk mengetahui apakah daya beli masyarakat meningkat atau tidak, pendapatannya

(34)

harus dibandingkan dalam niali konstan. Dengan alasan tersebut maka pendapatan regional perlu disajikan dalam dua bentuk, yakni atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan.

Dalam metode perhitungan pendapatan regional terdapat metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung merupakan perhitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Sedangkan metode tidak langsung menggunakan data dari sumber nasional yang dialokasikan ke masing- masing daerah (Tarigan, 2005:24).

Metode langsung menggunakan tiga macam cara, yaitu:

1. Pendekatan Produksi

Pendekatan produksi adalah penghitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan/sektor ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari total nilai produksi bruto sektor atau subsektor tersebut. Pendekatan ini banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari sektor/kegiatan yang produksinya berbentuk fisik/barang,seperti pertanian, pertambangan, dan industri sebagainya. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya antara (intermediate cost), yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dalam proses produksi. Nilai tambah itu sama dengan balas jasa atas ikut sertanya berbagai faktor produksi dalam berbagai proses produksi.

2. Pendekatan Pendapatan

(35)

Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor produksi, yaitu upah dan gaji dan surplus usaha,penyusutan, dan pajak tidak langsung neto. Pada sektor pemerintahan dan usaha yang sifatnya tidak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan. Metode pendekatan pendapatan banyak dipakai pada sektor jasa, tetapi tidak dibayar dengan harga setara pasar, misalnya sektor pemerintah. Hal ini disebabkan kurang lengkapnya data dan tidak adanya metode yang akurat yang dapat dipakai dalam mengukur nilai produksi dan biaya antara dari berbagai kegiatan jasa, terutama kegiatan yang tidak mengutip biaya.

3. Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan dari segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari barang jasa yang diproduksi didalam negeri.

Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan/produksi barang dan jasa itu untuk :

a. Konsumsi rumah tangga,

b. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung, c. Konsumsi pemerintah,

d. Pembentukan modal tetap bruto (investasi), e. Perubahan stok, dan

f. Ekspor neto.

(36)

Pendekatan pengeluaran juga menghitung apa yang diproduksi di wilayah tersebut tetapi hanya yang menggunakan konsumsi atau penggunaan akhir. Berbeda dengan pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran tidak menimbulkan perhitungan ganda karena apa yang telah dikonsumsi seseorang atau lembaga sebagai konsumsi akhir tidak akan lagi dapat dikonsumsi orang atau lembaga lain. Dalam pendekatan produksi apa yang diproduksi suatu produsen masih mungkin menjadi bagian dari produksi lain karena dijadikan bahan baku. Dengan demikian, penggunaan bahan dari sektor lain harus dikeluarkan terlebih dahulu agar tidak terjadi perhitungan ganda.

Metode tidak langsung, merupakan cara mengalokasikan Produk Domestik Bruto (PDB) dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah. Ada alokator yang digunakan dalam metode ini, ialah :

a. Nilai produksi bruto atau neto setiap sektor/subsektor, pada wilayah yang dialokasikan

b. Jumlah produksi fisik c. Tenaga kerja

d. Penduduk

e. Alokator tidak langsung lainnya 2.1.4 Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi di suatu wilayah

(37)

dikelompokkan menjadi kegiatan basis dan kegiatan nonbasis. Ada beberapa metode dalam memilah kegiatan basis dengan nonbasis (Tarigan, 2005:32), anatara lain :

1. Metode Langsung

Metode langsung dapat dilakukan dengan survei langsung kepada pelaku usaha ke mana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan dari mana mereka membeli bahan-bahan kebutuhan untuk menghasilkan produk tersebut. Akan tetapi, apabila melakukan survei langsung ke pelaku ekonomi, variabel yang lebih mudah diperoleh adalah lapangan pekerjaan. Menggunakan variabel pendapatan sangat sulit karena di dalamnya terdapat unsur laba pengusaha yang biasanya sensitif untuk ditanyakan dan ada kemungkinan jawaban yang diberkan bukan jawaban sebenarnya selain upah dan gaji.

2. Metode Tidak Langsung

Salah satu metode tidak langsung adalah dengan menggunakan asumsi atau disebut metode asumsi. Berdasarkan kondisi wilayah tersebut (berdasarkan data sekunder), ada kegiatan tertentu yang diasumsikan sebagai kegiatan basis dan kegiatan lainnya sebagai kegiatan nonbasis. Kegiatan yang produknya mayoritas dijual ke luar wilayah atau mayoritas uang masuknya berasal dari luar wilayah langsung dianggap basis, sedangkan mayoritas produknya dipasarkan lokal, dianggap nonbasis.

(38)

3. Metode Campuran

Dalam metode campuran, diadakan survei pendahuluan, yaitu pengumpulan data sekunder biasanya dari instansi pemerintah atau Lembaga pengumpul data seperti Badan Pusat Statistik (BPS). Dari data sekunder berdasarkan analisis ditentukan kegiatan mana yang basis dan nonbasis. Asumsinya apabila 70% atau lebih produknya diperkirakan dijual ke luar wilayah, maka langsung dianggap basis dan sebaliknya. Apabila hasil tidak begitu kontras, maka harus dilakukan survei kembali dan harus ditaksir. Harus ditentukan sektor mana yang mungkin membutuhkan sampling data langsung dan sektor mana yang cukup dengan pengumpulan data sekunder. Jadi untuk wilayah yang perekonomiannya terbuka dan kegiatannya cukup beragam, tidak mungkin hanya menggunakan metode asumsi saja, haruslah gabungan antara metode asumsi dan metode langsung.

4. Metode Location Quotient

Metode lain yang tidak langsung adalah dengan menggunakan LQ.

Metode LQ membandingkan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor tertentu di suatu wilayah dibandingkan dengan porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama secara nasional.

2.1.5 Teori Sektor Unggulan

Sektor unggulan perekonomian adalah sektor yang memiliki ketangguhan dan kemampuan tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai tumpuan harapan pembangunan ekonomi. Sektor unggulan merupakan tulang punggung dan

(39)

penggerak perekonomian, sehingga dapat juga disebut sebagai sektor kunci atau sektor pemimpin perekonomian suatu wilayah. Dengan demikian, sektor unggulan merupakan refleksi dari suatu struktur perekonomian, sehingga dapat pula dipandang sebagai salah satu aspek penciri atau karakteristik dari suatu perekonomian (Deptan, 2005).

Kriteria sektor unggulan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya (Sambodo dalam Usya, 2006) :

1. Sektor unggulan tersebut memiliki laju tumbuh yang tinggi

2. Sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar;

3. Sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik kedapan maupun kebelakang;

4. Dapat juga di artikan sebagai sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.

Setelah otonomi daerah, masing-masing daerah sudah lebih bebas menentukan sektor/komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan di wilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang memiliki keunggulan sudah pasti memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharpankkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.

Alat analisis yang dapat digunakan dalam menentukan sektor unggulan atau potensi relatif perekonomian suatu wilayah salah satunya ialah analisi

(40)

keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif suatu komoditi di suatu daerah ialah bahwa komoditi/sektor itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi/sektor lainnya di daerah tersebut. Faktor-faktor yang bisa membuat suatu wilayah memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) ialah (Tarigan, 2005:95) :

1. Pemberian alam, yaitu karena kondisi alam akhirnya wilayah itu memiliki keunggulan untuk menghasilkan suatu produk tertentu.

Pemberian alam antara lain deposit bahan tambang, kondisi tanah yang khas, pemandangan yang indah, serta potensi alam.

2. Masyarakat menguasai teknologi mutakhir (menemukan hal-hal baru) untuk jenis produk tertentu.

3. Masyarakat menguasai keterampilan khusus.

4. Wilayah itu dekat dengan pasar.

5. Wilayah dengan aksesbilitas tinggi.

6. Daerah konsentrasi dari suatu kegiatan sejenis.

7. Daerah aglomerasi dari berbagai kegiatan.

8. Upah buruh yang rendah tersedia dalam jumlah yang cukup serta didukung oleh keterampilan yang memadai.

9. Mentalitas masyarakat yang sesuai dengan pembangunan : jujur, terbuka, mau bekerja keras, dan disiplin.

10. Kebijakan pemerintah dalam menciptakan kondisi di atas.

(41)

2.1.6 Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Kota

Menurut Adisasmita (2005:42) interpretasi hubungan antara besarnya kota dan pertumbuhan kota ialah, pertama, dengan industrialisasi, kota menjadi semakin penting fungsinya ditinjau dari pertimbangan ekonomi, karena industry memerlukan tenaga kerja dan keterampilan. Kedua, masyarakat kota bertambah besar karena terjadinya konsentrasi penduduk yang memerlukan jasa pelayanan yang lebih banyak dan luas, misalnya perumahan, jasa social, fasilitas distribusi, fasilitas rekreasi, dan sebagainya. Potensi pertumbuhan suatu kota tergantung pada kemampuan untuk menciptakan dan menarik sumberdaya produktif untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkanoleh pasar regional dan nasional.

2.1.6.1 Central Place Theory

Pusat kota dapat pula dikatakan dengan central place. Didefinisikan dalam arti fungsi-fungsii sentral yang dilaksanakan untuk suatu daerah. Fungsi utama kota ialah bertindak sebagai suatu pusat pelayanan untuk daerah hinterland dan sekitarnya, mensuplai kebutuhan barang-barang dan jsa-jasa sentarl (seperti perdagangan dan eceran, jasa perbankan, organisasi bisnis, jasa-jasa professional, jasa administrasi dan fasilitas Pendidikan).

Menurut teori ini kota tumbuh dan berkembang sebagai akibar dari permintaan barang dan jasa daerah sekitarnya, atau dengan kata lain pertumbuhan kota merupakan suatu fungsi dari tingkat pendapatannya. Diakui bahwa kedudukan hinterland dan kota berkaitan satu dengan lainnya. Tanpa hinterland pertumbuhan kota tidak akan sepesat seperti yang telah terjadi sampai saat ini.

(42)

Dan sebaliknya, hinterland tanpa kota tidak akan menikmati kemajuan teknologi yang pada umumnya ditransfer dari kota-kota besar (Adisasmita, 2005:45).

2.1.6.2 Urban Economic Base

Disebut juga teori basis ekonomi perkotaan, menurut teori ini kota bertumbuh sebagai akibat dari spesialisasi dalam kegiatan ekspor. Dengan ekspor, akan diperoleh devisa berarti dapat meningkatkan kekayaan dan kemampuan suatu daerah untuk melaksanakan pembangunan dan membayar harga barang yang diimpornya dari luar negeri. Kegiatan yang tidak menghasilkan barang untuk ekspor akan tetapi dapat memenuhi kebutuhan lokal, disebut sebagai kegiatan tidak pokok atau non dasar.

2.1.7 Masalah Perkotaan secara Makro dan Mikro

Kota merupakan pemusatan dari berbagai kegiatan yang meliputi kegiatan sosial, kegiatan ekonomi, kegiatan politik, kegiatan budaya, dan kegiatan administrasi. Peranan kota di masyarakat merupakan hal yang semakin penting.

Pertumbuhan kota semakin pesat, baik dari luas pertumbuhannya maupun dari tingkat kegiatannya.

Masalah yang dihadapi perkotaan sangat luas dan kompleks yang dapat diklasifikasikan menjadi masalah makro dan masalah mikro (Adisasmita, 2005:11).

Masalah makro ialah berkaitan dengan fungsi kota bagi wilayah sekitarnya, sedangkan masalah mikro adalah meliputi masalah-masalah internal kota misalnya, masalah kekurangan lapangan pekerjaan, masalah perkampungan kumuh, masalah kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas, dan lainnya.

(43)

Kota sendiri mempunya peranan secara aktif bagi wilayah sekitarnya.

Fungsi kota antara lain : (a). kota sebagai pusat fasilitas-fasilitas pendidikan, kesehatan, dan budaya; (b). kota mempunyai fungsi pemasaran bagi wilayah di sekitarnya; (c). kota sebagai pusat pengembangan industry pengolahan.

Keseluruhan dari fungsi tersebut merupakan masalah makro dilihat dalam konteks bagaimana kota dapat efisien dalam menjalankan fungsinya terhadap pengembangan wilayah sekitarnya.

Beberapa pokok masalah yang dapat digali dari segi mikro adalah : (a).

masalah pertambahan penduduk yang cepat; (b). masalah migrasi dari desa ke kota;

(c). masalah pertambahan lapangan pekerajaan yang harus disediakan, kebutuhan akan lahan pemukiman yang meningkat, kebutuhan tataruang untuk kegiatan usaha, kebutuhan akan pelayanan fasilitas social dan prasarana fisik, baik secara kualitas maupun kuantitas.

2.1.8 Pengangguran

Pengangguran merupakan masalah yang berhubungan dengan ketenagakerjaan yang dialami banyak negara. Banyak tujuan dari pembangunan yang direncanakan juga mengacu pada penurunan tingakt pengangguran. menurut Arfida (2003:134) penyebab terjadinya masalah pengangguran ialah ketidakseimbangan antara penawaran tenaga kerja dengan permintaan tenaga kerja. Pengangguran dapat digolongkan berdasarkan penyebabnya, yakni :

a. Pengangguran friksional, terjadi karena adanya hambatan dalam proses bertemunya penawaran dan permintaan tenaga kerja tidak lancer.

(44)

b. Pengangguran musiman, terjadi karena keadaan yang terpengaruh oleh musim.

c. Pengangguran struktural, terjadi karena teknologi yang terus berkembang.

d. Pengangguran siklis, terjadi karena adanya perubahan ekonomi.

e. Pengangguran friksional, ialah terjadi pada orang yang baru lulus menempuh Pendidikan dan sedang mencari pekerjaan.

Gilarso (2004) mengatakan bahwa pengangguran tercipta karena adanya kesalahan pada alokasi sumber daya yang sifatnya sementara yang dimana masalah tersebut dapat diatasi dengan mekanisme harga. Teori klasik berpandangan bahwa tingkat pengangguran dapat diatasi dn dicegah melalui sisi penawaran dan sitem harga pada pasar bebas supaya menstabilkan jumlah permintaan yang dimana akan sejalan dengan penawaran yang ditawarkan.

Berdasarkan teori keynes, dikatakan bahwa pengangguran terjadi karena adanya permintaan agregat yang rendah yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi, bukan disebabkan oleh rendahnya produksi, melainkan rendahnya tingkat konsumsi. Keynes berpendapat bahwa keadaan ini diperlukan campur tangan pemerintah. Ketika tenaga kerja meningkat, maka upah akan turun ini bisa menyebabkan kerugian dikarenakan turunnya daya beli masyarakat. Dan pada akhirnya, produsen mengalami kerugian yang berdampak terhadap penurunan penyerapan tenaga kerja dan akan meningkatkan tingkat pengangguran. Peranan pemerintah diperlukan untuk menjada agar permintaan agregat tetap stabil, sehingga mampu mempertahankan pendapatan mssyarakat yang akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Sementara, tugas untuk

(45)

menyediakan lapangan pekerjaan diserahkan kembali kepada tiap-tiap sektor pembentuk ekonomi.

2.1.9 Kemiskinan

Menurut Peraturan Presiden Nomo 7 tahun 2005 kemiskinan merupakan

“kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermatabat”. BAPPENNAS mengatakan bahwa kemiskinan adalah situasi serba kekurangan karena keadaan yang tidak data dihindari seseorang dengan kekuatan yang dimilikinya. Menurut World Bank (2000), kemiskinan merupakan definisi dari hilangnya kesejahteraan (depriviation of well being). Dalam teori ekonomi, jika konsumsi atas barang semakin tinggi, maka semakin juga tingkat kesejahteraannya. Jika kemiskinan dihubungkan dengan tingkat kesejahteraan dapat dikatakan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kesejahteraannya.

Menurut Hardiman dan Midgley Sharp secara mikro kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan penyebaran pendapatan yang timpang. Penduduk miskin cenderung identic dengan kepemilikan sumber daya yang jumlahnya terbatas dan dengan kulaitas yang rendah. Kualitas sumber daya alam yang rendah membuat mereka tidak memiliki hasil alam apapun untuk diolah, dan kualitas sumber daya manusia yang rendah menyebabkan mereka memiliki produktivitas yang rendah dan selanjutnya akan berdampak pada upah dan konsumsi mereka yang rendah.

Gambar

Tabel 4.9  Koefisien Determinasi  Model Summary b Mode l  R  R Square  Adjusted R Square  Std
Tabel 4.11  Hasil Uji T  Coefficients a Model  Unstandardized  Coefficients  Standardized  Coefficients  t  Sig
Gambar 4.5  Grafik Normal P-P Plot  Sumber : Data diolah (2021)
Tabel 4.13  Hasil Uji Autokorelasi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Uji anava pada taraf signifikansi 5% terhadap kuat tekan mortar dengan perbandingan semen dan pasir 1:3 menghasilkan nilai F hitung yang lebih kecil dari pada F

Kompetensi : Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa mampu memahami dan menerapkan teori maupu praktek tentang cara mengajar penjasorkes yang berfokus

Perhitungan nilai VAR dimaksudkan untuk mengukur maksimum potensi kerugian atas penurunan nilai aset dengan tingkat keyakinan tertentu pada kondisi pasar normal. Ini dapat

Pada tahap ini peneliti melakukan diskusi dengan pengamat (observer) untuk mengetahui kekurangan maupun kelebihan yang terjadi selama tindakan. Pada pertemuan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ideologi bukan satu-satunya penyebab dan masalah utama Hamas dan Fatah tidak bekerja sama untuk membebaskan Palestina dari pendudukan

Gambar 3.8 Sarana Olahraga yang terdapat di Kelurahan Gebang Putih Sumber : Data primer berupa hasil survei, 2015. 3.1.7 RTH (Ruang

Kehamilan sering mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis yang menimbulkan berbagai keluhan bagi ibu hamil diantaranya adalah mual, muntah pada awal kehamilan, kontipasi,

Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi pengembangan pariwisata kampung nelayan sebagai destinasi wisata baru di Kota Padang dengan pemberdayaan masyarakat.