"#! BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1. Profil BUMN Track
BUMN Track pertama kali terbit pada 3 Juni 2007. BUMN Track adalah majalah ekonomi dan bisnis yang memfokuskan diri pada aktivitas BUMN di dalam dan di luar negeri. Majalah ini diterbitkan oleh Forum Humas BUMN. Forum yang dibentuk oleh Kementerian BUMN ini merupakan tempat berhimpunnya para Humas di Kementerian BUMN. Forum Humas ini menggandeng investor dan kemudian membentuk PT Media Suara Sakti dan menerbitkan majalah BUMN Track.
BUMN Track memiliki visi dan misi untuk, pertama, menjadi referensi utama dinamika, kinerja, capaian, dan prestasi BUMN. Kedua, menyebarkan informasi terkait BUMN kepada kalangan BUMN maupun kepada kalangan di luar BUMN. Ketiga, meluruskan informasi-informasi yang salah terkait dengan BUMN, sehingga citra perusahaan negara dapat tergambar dengan benar.
Manfaat BUMN Track bagi insan BUMN sendiri diharapkan adalah untuk meningkatkan nilai-nilai perusahaan baik secara individu maupun bersama-sama. Dengan majalah ini, juga diharapkan tercipta citra dan pandangan yang inovatif guna meningkatkan daya saing dan kesadaran para pengelola BUMN akan tanggung jawab moral serta yuriditas formal yang sesuai fungsi dan perannya.
majalah ekonomi dan bisnis yang memfokuskan diri pada aktivitas BUMN di dalam dan di luar negeri. Majalah ini diterbitkan oleh Forum Humas BUMN. Forum yang dibentuk oleh Kementerian BUMN ini merupakan tempat berhimpunnya para Humas di Kementerian BUMN. Forum Humas ini menggandeng investor dan kemudian
entuk PT Media Suara Sakti dan menerbitkan majalah BUMN Track.
BUMN Track memiliki visi dan misi untuk, pertama, menjadi referensi utama dinamika, kinerja, capaian, dan prestasi BUMN. Kedua, menyebarkan informasi terkait BUMN kepada kalangan BUMN maupun kepada kalangan di luar BUMN. Ketiga, meluruskan informasi-informasi yang salah terkait dengan BUMN, sehingga citra perusahaan negara dapat tergambar dengan benar.
"$!
BUMN Track pada awalnya dicetak sebanyak 15 ribu eksemplar, dan saat ini telah berkembang sebanyak 50 ribu eksemplar. Sasaran pembacanya terutama adalah internal BUMN, serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan BUMN, baik di pemerintahan maupun masyarakat secara umum, ataupun akademisi.
Dari segi usia, pembaca BUMN Track didominasi oleh kalangan yang berusia 35 s/d 45 tahun sebanyak 40%, disusul 46 s/d 55 tahun sebanyak 30%, sedangkan kalangan yang berusia di bawah 35 tahun sebanyak 20%, dan di atas 55 tahun 10%. Penyebaran majalah yang bermoto “One Stop Magazine on BUMN” ini terpusat di area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi sebesar 70 %, sementara di luar wilayah Jabodetabek (Bandung, Yogyakarta, Semarang, solo, Surabaya) 20 %.
Sebagai One Stop Magazine on BUMN, BUMN Track menyajikan rubrikasi yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi visi dan misi yang telah dicanangkannya. Misalnya rubrik Kronika, rubrik ini menyajikan berita-berita singkat mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan BUMN. Rubrik Kolom, berisi tulisan ahli atau pakar manajemen terkait dengan pengelolaan BUMN secara benar. Rubrik Rapor, berisi laporan kinerja beberapa BUMN dalam setahun terakhir dan target yang ingin dicapai dalam semester atau tahun berikutnya. Rubrik Laporan Utama, berisi laporan lengkap, mendalam, dan ditulis lebih panjang dibanding rubrik lain mengenai topik-topik yang sedang berkembang saat itu. Rubrik-rubrik lain adalah misalnya seperti Indikator, Dinamika, dan laporan-laporan ringan seperti Otomotif dan Senggang.
Hadi M. Djuraid saat menyusun penulisan buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia duduk sebagai Pemimpin Redaksi Majalah BUMN Track. Adapun susunan redaksi selengkapnya adalah:
area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi sebesar 70 %, sementara di luar wilayah Jabodetabek (Bandung, Yogyakarta, Semarang, solo, Surabaya) 20 %.
Sebagai One Stop Magazine on BUMN, BUMN Track menyajikan rubrikasi yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi visi dan misi yang telah dicanangkannya. Misalnya rubrik Kronika, rubrik ini menyajikan berita-berita singkat mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan BUMN. Rubrik , berisi tulisan ahli atau pakar manajemen terkait dengan pengelolaan BUMN secara benar. Rubrik Rapor, berisi laporan kinerja beberapa BUMN dalam setahun terakhir dan target yang ingin dicapai dalam semester atau tahun berikutnya. Rubrik Laporan Utama, berisi laporan lengkap, mendalam, dan ditulis lebih panjang
"%!
Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Hadi Mustofa Djuraid Wakil Pemimpin Redaksi: Supriyanto Pirngadi
Redaktur Pelaksana: Eko Edhi Caroko
Redaktur: Evi Herawati, Martina Prianti, Andy Panca Prasetya Reporter: Julianto
Fotografer: Roni Mawardi (Redaktur), Achmad Muhaimin Sekretaris Redaksi: Eka Dwi Sudaryati
Artistik: Dwi Zulianto (Koordinator), Ardiansyah, Ade Erna
Selanjutnya per November 2014, Hadi M. Djuraid digantikan oleh Agus S. Riyanto, dan memimpin Majalah BUMN Insight yang juga diterbitkan oleh Forum Humas BUMN.
4.1.2. Tujuan Penerbitan Buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia oleh BUMN Track
Penulisan buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia merupakan pengembangan laporan dalam rubrik Laporan Khusus di majalah BUMN Track tentang transformasi di PT KAI dengan tujuan agar bisa diketahui masyarakat secara lebih luas. Sebelumnya laporan khusus tentang Jonan dan transformasi PT KAI diturunkan dalam BUMN Track No. 69 Tahun VI September 2012. Selanjutnya keinginan untuk mendokumentasikannya dalam sebuah buku adalah saat diadakannya penganugerahan BUMN Award 2012. Setiap tahun BUMN Track menyelenggarakan BUMN Award sebagai ajang untuk memberikan penghargaan kepada BUMN-BUMN yang telah berhasil melakukan proses transformasi di berbagai aspek perusahaan.
Selanjutnya per November 2014, Hadi M. Djuraid digantikan oleh Agus S. Riyanto, dan memimpin Majalah BUMN Insight yang juga diterbitkan oleh Forum Humas BUMN.
4.1.2. Tujuan Penerbitan Buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia BUMN Track
Penulisan buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia merupakan pengembangan laporan dalam rubrik Laporan Khusus di majalah BUMN Track tentang transformasi di PT KAI dengan tujuan agar bisa diketahui masyarakat secara
"&!
Sebelumnya, dalam ajang BUMN Award 2011, Ignasius Jonan menduduki peringkat ke-2 CEO terbaik, sementara peringkat ke-1 diduduki oleh RJ Lino, Dirut Pelindo II. Di tahun berikutnya, 2012, Jonan masih termasuk di antara The Best CEO dalam ajang Award itu.
Menurut Hadi M. Djuraid, tujuan dari diterbitkannya buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia adalah:
1) Adanya sebuah buku untuk mengetahui secara pasti apa yang telah dilakukan oleh Ignasius Jonan, dan langkah-langkah apa yang sudah dilakukannya hingga sekarang ini, yang bermanfaat bagi siapa pun pelanjutnya di PT KAI nanti.
2) Memberikan inspirasi secara luas kepada masyarakat bahwa perubahan itu adalah suatu keniscayaan, sesuatu yang harus dilakukan. Perubahan bisa dilakukan oleh siapa pun sepanjang memiliki kemauan yang kuat, termasuk perubahan dalam sebuah badan usaha milik negara.
3) Mendokumentasikan sebuah proses perubahan transformasi di sebuah BUMN dengan pendekatan yang lain, yaitu pendekatan seorang jurnalis. Hadi mengakui bahwa dirinya bukan seorang akademisi ataupun pakar perubahan ataupun manajemen, maka pendekatan yang digunakannya adalah pendekatan jurnalis. Suatu pendekatan yang tidak banyak digunakan dalam penulisan sebuah buku.
Buku ini dicetak pertama pada Juli 2013, dan mengalami cetak ulang sebanyak dua kali. Buku ini ditulis oleh Hadi M. Djuraid bersama tim dari awak redaksi majalah BUMN Track, yang terdiri dari Eko Edhi Caroko, Martina Prianti, Julianto, dan Andy Panca Prasetyo. Wawancara penulisan dengan para narasumber dilakukannya hingga sekarang ini, yang bermanfaat bagi siapa pun pelanjutnya di PT KAI nanti.
Memberikan inspirasi secara luas kepada masyarakat bahwa perubahan itu adalah suatu keniscayaan, sesuatu yang harus dilakukan. Perubahan b dilakukan oleh siapa pun sepanjang memiliki kemauan yang kuat, termasuk perubahan dalam sebuah badan usaha milik negara.
Mendokumentasikan sebuah proses perubahan transformasi di sebuah BUMN dengan pendekatan yang lain, yaitu pendekatan seorang jurnalis. Hadi mengakui bahwa dirinya bukan seorang akademisi ataupun pakar perubahan ataupun manajemen, maka pendekatan yang digunakannya
"'!
dilakukan oleh anggota tim redaksi. Khusus wawancara dengan Jonan dilakukan sendiri oleh Hadi. Dari hasil bahan mentah yang ditulis anggota tim, Hadi M. Djuraid kemudian menuangkan ke dalam tulisan untuk buku ini. Riset sebagian besar juga dilakukan oleh Hadi sendiri, terutama sekali ketika Hadi ingin mendapatkan persepsi publik sebagai pengguna jasa kereta api.
Tim penulis buku banyak tertolong dengan maraknya media sosial di era sekarang, semisal blog, sehingga didapatkan banyak sekali materi penulisan. Selain itu, Ignasius Jonan adalah seorang CEO yang rajin menulis—apakah berupa instruksi, penilaian, pendapat, dan sebagainya untuk disampaikan kepada jajarannya, sehingga materi tulisan itu menjadi data yang sangat membantu bagi tim penulis. Jonan juga memiliki kebiasaan tidur sekitar jam dua pagi untuk membaca semua laporan di hari itu dari seluruh Daerah Operasi dan Divisi Regional, dan kemudian memberinya respons saat itu juga dan menuliskannya ke dalam mailing list yang bisa dibaca para jajarannya. Jonan ingin semua bisa membaca apa yang diinginkannya, apa yang ada dalam pikirannya, apa yang membuatnya tidak suka, atau apa yang membuatnya marah. Atau sebaliknya Jonan memberikan apresiasi, pujian, dan sebagainya. Semua itu dilakukan secara terbuka. Misalnya, pesan mengenai tekad Jonan untuk memperbaiki perkeretaapian Indonesia, yang di-posting-nya di milis grup KAI pada 27 Agustus 2012 berikut ini:
Kita sedang mengubah terus wajah perkeretaapian kita, pelayanan lebih baik, pendapatan lebih baik. Singkirkan oknum-oknum yang cuma ingin memanfaatkan KAI sebagai alat politik, alat pribadi dengan dalih kasihan atau apa pun. Tidak ada organisasi yang sukses atas dasar kasihan.
(Halaman 138, paragraf 3) penilaian, pendapat, dan sebagainya untuk disampaikan kepada jajarannya, sehingga materi tulisan itu menjadi data yang sangat membantu bagi tim penulis. Jonan juga memiliki kebiasaan tidur sekitar jam dua pagi untuk membaca semua laporan di hari dari seluruh Daerah Operasi dan Divisi Regional, dan kemudian memberinya respons saat itu juga dan menuliskannya ke dalam mailing list yang bisa dibaca para jajarannya. Jonan ingin semua bisa membaca apa yang diinginkannya, apa yang ada dalam pikirannya, apa yang membuatnya tidak suka, atau apa yang membuatnya marah. Atau sebaliknya Jonan memberikan apresiasi, pujian, dan sebagainya. Semua itu dilakukan secara terbuka. Misalnya, pesan mengenai tekad Jonan untuk memperbaiki perkeretaapian Indonesia, yang di-posting-nya di milis grup KAI pada
""!
4.1.3. Isi Buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia
Sampul muka buku ini bergambar foto Ignasius Jonan sedang berada di tas lokomotif kereta api, melihat keluar sambil mengangkat tangannya dan menempelkannya di dahi di atas mata, seakan melindungi matanya dari sengatan matahari. Di foto tersebut Jonan berpakaian seragam karyawan PT KAI berwarna putih lengkap dengan nama, logo KAI di atas saku baju, dan tanda pengenal (badge) menempel di saku sebelah kiri. Judul buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia terletak di sampul muka bagian bawah. Cukup menonjol dari sampul muka buku ini adalah bulatan bergerigi berwarna merah seperti stiker bertuliskan “Inspirasi Kepemimpinan untuk Perubahan”. Buku ini seakan mengajak pembacanya untuk mempelajari kepemimpinan Jonan dalam mengubah wajah perkeretapian di Indonesia. Jonan adalah simbol perubahan dalam perusahaan milik negara. Dan kepemimpinan untuk perubahan itu sesungguhnya dapat dipelajari. Salah satunya adalah dengan membaca buku ini.
Buku ini bertaburkan apresiasi dan testimoni dari berbagai kalangan. Terdapat di sampul belakang apresiasi dari Dahlan Iskan, Menteri BUMN saat itu, dan Najwa Shihab, Wakil Pemimpin Redaksi dan Host “Mata Najwa” Metro TV. Dalam testimoni singkatnya Dahlan Iskan menyatakan bahwa Jonan telah melakukan revolusi untuk perbaikan layanan umum. Yang dulu begitu parahnya menjadi begitu menjanjikannya. Sedangkan Najwa Shihab menyatakan perlunya dukungan dan komitmen pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan untuk mewujudkan transportasi publik yang nyaman, aman, dan beradab, karena KAI menurut Najwa KAI tidak bisa bekerja sendiri.
adalah bulatan bergerigi berwarna merah seperti stiker bertuliskan “Inspirasi Kepemimpinan untuk Perubahan”. Buku ini seakan mengajak pembacanya untuk mempelajari kepemimpinan Jonan dalam mengubah wajah perkeretapian di Indonesia. Jonan adalah simbol perubahan dalam perusahaan milik negara. Dan kepemimpinan untuk perubahan itu sesungguhnya dapat dipelajari. Salah satunya adalah dengan membaca buku ini.
Buku ini bertaburkan apresiasi dan testimoni dari berbagai kalangan. Terdapat di sampul belakang apresiasi dari Dahlan Iskan, Menteri BUMN saat itu, dan Najwa Shihab, Wakil Pemimpin Redaksi dan Host “Mata Najwa” Metro TV. Dalam testimoni singkatnya Dahlan Iskan menyatakan bahwa Jonan telah melakukan
"(!
Apresiasi dan testimoni selanjutnya dapat ditemukan di halaman 8 sampai 17. Mereka yang menyampaikan apresiasi dan testimoninya adalah berturut-turut Dr. Sofyan A. Djalil (Menteri BUMN 2007-2009), Dr. Andi Ilham Said, Ph. D (Direktur Utama PPM Manajemen), Najwa Shihab (Wakil Pemimpin Redaksi dan Host “Mata Najwa” Metro TV), Nani Subarto (Wakil Ketua Dewan Pengurus Center for Corporate Leadership dan Direktur Eksekutif Leadership Inc., Agus Pambagio (Pemerhati Kebijakan Publik dan Managing Partner PH&H Public Policy Interest Group), Latief Siregar (Jurnalis MNCTV, Pemandu Talkshow ‘Polemik’ Sindo Trijaya Radio), Dr.Hifni Alifahmi, IAPR (Pengajar Magister Komunikasi UI, Senior Konsultan Spirit PR, penulis Kolom PR Corner BUMN Track), N. Syamsuddin Ch. Haesy (Imagineer, Instruktur Imagineering Mindset dan Indigopreneur, Redaktur Senior BUMN Track), dan apresiasi yang cukup panjang sebanyak empat setengah halaman dari Hermawan Kartajaya, CEO dan Founder Markplus Inc.
Menarik untuk membaca apresiasi dari Hermawan Kartajaya terhadap Jonan. Mengutip buku Philip Kotler Marketing 3.0, Hermawan menyebutkan bahwa Jonan dapat dikategorikan sebagai tipe Pemimpin 3.0 karena berhasil menggerakkan perubahan di KAI.
Pemimpin 1.0 adalah pemimpin yang mementingkan kesuksesan diri sendiri. Orientasinya adalah perintah dan instruksi. Pemimpin 2.0 adalah pemimpin yang memperlakukan employee layaknya customer sehingga harus disenangkan. Melakukan sesuatu dengan maksud supaya disukai karyawan. Yang penting everybody happy.
Tetapi Jonan adalah Pemimpin 3.0, yaitu sosok yang memimpin dengan human spirit. Para direksi, manajer, staf, dan karyawan pada umumnya mengikuti apa yang dia kehendaki karena mereka melihat pemimpinnya mengedepankan kejujuran, bersih, amanah, dan kerja keras. Ia disegani, bukan ditakuti.
(Halaman 16, paragraf 5 dan 6) Trijaya Radio), Dr.Hifni Alifahmi, IAPR (Pengajar Magister Komunikasi UI, Senior Konsultan Spirit PR, penulis Kolom PR Corner BUMN Track), N. Syamsuddin Ch. Haesy (Imagineer, Instruktur Imagineering Mindset dan Indigopreneur, Redaktur Senior BUMN Track), dan apresiasi yang cukup panjang sebanyak empat setengah halaman dari Hermawan Kartajaya, CEO dan Founder Markplus Inc.
Menarik untuk membaca apresiasi dari Hermawan Kartajaya terhadap Jonan. Mengutip buku Philip Kotler Marketing 3.0, Hermawan menyebutkan bahwa Jonan dapat dikategorikan sebagai tipe Pemimpin 3.0 karena berhasil menggerakkan perubahan di KAI.
")!
Sebelum memulai Bab 1, buku ini diawali dengan prolog yang ditulis oleh Dahlan Iskan, Menteri BUMN di era Jonan masih menjabat sebagai Direktur Utama PT KAI. Di bawah judul “Modal Besar Itu Perasaan “Ternyata Bisa””, Dahlan memuji keberhasilan Jonan dalam melakukan perbaikan sistem angkutan lebaran tahun 2012 dan berhasil dipertahankan lebih baik lagi di tahun 2013.
Menurut Dahlan, setidaknya terdapat dua faktor di balik kesuksesan Jonan dalam membenahi carut marut KAI. Pertama, prestasi istimewa yang dicapai Jonan hanya bisa diraih dari usaha yang terencana, sungguh-sungguh dan konsisten, dibarengi sikap teguh, tahan uji, tahan bantingan, tahan omelan, dan tahan tekanan. Semua ciri-ciri sukses itu terdapat pada diri pribadi Jonan.
Kedua, Jonan berprinsip perbaikan pelayanan dalam kereta api akan memicu peningkatan pendapatan perusahaan. Setelah terbukti berhasil, hal itu mendatangkan optimisme bagi seluruh karyawan bahwa ternyata mereka BISA! “Ternyata bisa” memberikan keyakinan yang besar bahwa “mengerjakan yang lain-lain yang berat pun akan “bisa”. Perasaan “ternyata bisa” telah mengubur mental tidak percaya diri, mental pesimistis, dan mental gampang menyerah.
Banyak pihak yang mengapresiasi prestasi Jonan. Dalam catatan Dahlan, bisa dikatakan hampir tiap bulan Jonan menerima penghargaan dari berbagai lembaga. Semua itu berkat kinerjanya, berkat ketabahannya, berkat keuletannya, dan berkat keteguhannya.
Dibuka oleh prolog Dahlan Iskan, buku ini ditutup oleh epilog Rhenald Kasali. Dalam penilaian Rhenald, perubahan besar yang berhasil dilakukan Jonan di PT KAI adalah karena Jonan memiliki Self Power. Self Power berasal dari inner self, yaitu hanya bisa diraih dari usaha yang terencana, sungguh-sungguh dan konsisten, dibarengi sikap teguh, tahan uji, tahan bantingan, tahan omelan, dan tahan tekanan. Semua ciri-ciri sukses itu terdapat pada diri pribadi Jonan.
Kedua, Jonan berprinsip perbaikan pelayanan dalam kereta api akan memicu peningkatan pendapatan perusahaan. Setelah terbukti berhasil, hal itu mendatangkan optimisme bagi seluruh karyawan bahwa ternyata mereka BISA! “Ternyata bisa” memberikan keyakinan yang besar bahwa “mengerjakan yang lain-lain yang berat pun akan “bisa”. Perasaan “ternyata bisa” telah mengubur mental tidak percaya diri, mental pesimistis, dan mental gampang menyerah.
(*!
dari dalam pemimpin itu sendiri—dalam hal ini dari dalam Jonan sendiri. Self power muncul bukan karena dorongan dari pejabat, penguasa, atau atasan. Self power datang dari inisiatifnya yang berisiko, dari kesungguhan-kesungguhannya, dari self discipline-nya, self awareness-nya, dan self-control yang dibentuk oleh self confidence.
Karena itu, tekanan dan hambatan yang menghadangnya atas banyaknya perubahan yang dilakukan Jonan tak menyurutkan langkahnya untuk terus maju. Hambatan dari dalam, budaya guyub dan perilaku-perilaku feodalisme seperti “asal bapak senang” yang biasa berlaku bertahun-tahun di banyak badan usaha milik negara yang sentralistis dan manipulatif. Atau hambatan dari luar, protes para pedagang yang merasa lapak yang telah mereka bangun bertahun-tahun harus dipindahkan dari area stasiun, dan para mahasiswa yang meradang karena rasa empatinya kepada para pedagang tersebut. Tapi itulah Jonan, self power dan self confidence menuntunnya untuk terus melanjutkan program-program perubahannya. Hasilnya memang terbukti dengan semakin membaiknya pelayanan terhadap pengguna kereta api. Banyak pihak yang memuji pencapaian yang telah diperoleh Jonan dan jajarannya. Ke dalam, tingkat kesejahteraan dan kepastian karier karyawan semakin membaik.
Selanjutnya, inti dari isi buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia ini dan yang akan dikupas melalui pisau Analisis Framing Entman adalah kesebelas judul bab berikut ini:
1. Bab I: Membalikkan Ombak 2. Bab II: Bermula dari Toilet
3. Bab III: Menghapus Urut Kacang dan PGPS 4. Bab IV: Tinggak Klik Langsung Naik
bapak senang” yang biasa berlaku bertahun-tahun di banyak badan usaha milik negara yang sentralistis dan manipulatif. Atau hambatan dari luar, protes para pedagang yang merasa lapak yang telah mereka bangun bertahun-tahun harus dipindahkan dari area stasiun, dan para mahasiswa yang meradang karena rasa empatinya kepada para pedagang tersebut. Tapi itulah Jonan, self power dan self power dan self power self confidence menuntunnya untuk terus melanjutkan program-program perubahannya. Hasilnya memang terbukti dengan semakin membaiknya pelayanan terhadap pengguna kereta api. Banyak pihak yang memuji pencapaian yang telah diperoleh Jonan dan jajarannya. Ke dalam, tingkat kesejahteraan dan kepastian karier karyawan semakin membaik.
(+!
5. Bab V: Berita Kecelakaan Tak Lagi Dominan 6. Bab VI: Peristiwa Langka di Hari Raya 7. Bab VII: Hiruk Pikuk di Jabotabek 8. Bab VIII: Dari Mana Datangnya Rupiah 9. Bab IX: Agar Tidak Terus Dicaplok Hantu 10. Bab X: Perang Mengikis USA
11. Bab XI: Leading By Example
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Pemaparan Analisis Framing Entman Buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia
Sebanyak 11 bab dari buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia akan dianalisis menggunakan Framing Entman untuk mengungkap seleksi dan penonjolan isu dalam setiap bab buku itu. Dari analisis itu dirangkum hasil seleksi isu dan penonjolan bagaimana kepemimpinan transformasional Jonan dalam keseluruhan buku. Selain itu analisis ini juga diharapkan dapat menjawab pertanyaan bagaimana Framing dalam penulisan buku ini mampu memberikan citra baru terhadap perkeretaapian Indonesia, dari yang semula dicitrakan buruk—kesemrawutan di musim lebaran, keterlambatan kereta, calo yang bergentayangan, sering terjadi kecelakaan, dan sebagainya—menjadi lebih baik dan teratur.
Paparan akan disajikan mengikuti pola Framing Entman yang mengikuti empat tahap, yaitu pertama, Define problems (pendefinisian masalah); kedua, Diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah); ketiga, Make moral judgement (membuat pilihan moral); dan keempat, Treatment recommendation (menekankan 4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Pemaparan Analisis Framing Entman Buku Jonan dan Evolusi Kereta Api
Sebanyak 11 bab dari buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia akan dianalisis menggunakan Framing Entman untuk mengungkap seleksi dan penonjolan isu dalam setiap bab buku itu. Dari analisis itu dirangkum hasil seleksi isu dan penonjolan bagaimana kepemimpinan transformasional Jonan dalam keseluruhan buku. Selain itu analisis ini juga diharapkan dapat menjawab pertanyaan bagaimana Framing dalam penulisan buku ini mampu memberikan citra baru terhadap perkeretaapian Indonesia, dari yang semula dicitrakan buruk—kesemrawutan di
(#!
penyelesaian). Berikut adalah Framing kepemimpinan transformasional Jonan dalam 11 bab buku Jonan dan Evolusi Kereta Api Indonesia.
4.2.1.1. Bab I: Membalikkan Ombak
Buku ini diawali dengan Bab 1 yang berjudul “Membalikkan Ombak”. Judul tersebut menggambarkan adanya masalah yang sangat besar dalam di dalam tubuh PT KAI sehingga seolah-olah masalah itu sebesar ombak dan sukar untuk ditaklukkan. Tema besar atau seleksi isu dari bab ini adalah adanya kebutuhan untuk mereformasi PT KAI. Sedangkan penonjolannya terletak pada perlunya pembenahan mental karyawan dan penegakan disiplin dan good corporate governance (GCG).
Untuk menaklukkan masalah besar yang mendera PT KAI sebagaimana yang tergambar pada judul bab, maka tentunya diperlukan orang yang sangat kuat dan tegas untuk mereformasi tubuh di dalam PT KAI. Dan tugas itu dipercayakan kepada Ignasius Jonan. Kebutuhan untuk mereformasi KAI tersebut itulah yang menjadi pendefinisian masalah (define problems) dalam Bab I ini, sebagaimana yang tergambar di dalam kutipan berikut:
Kepemimpinan yang tegas dibutuhkan untuk mereformasi BUMN sebesar KAI yang memiliki kultur dan sejarah panjang, dengan jumlah karyawan mencapai lebih dari 27 ribu orang. Reformasi menjadi kebutuhan mendesak untuk membangkitkan KAI, terutama di sektor manajemen dan keuangan. Sebagai profesional dari luar KAI Jonan diyakini bisa mereformasi KAI karena dia tidak memiliki kepentingan dan tidak menjadi bagian dari masalah.
(Halaman 29 paragraf ke-3)
Masalah besar yang mendera PT KAI adalah terjadinya keterpurukan di bidang manajemen dan keuangan. Dan sosok Jonan diperkirakan akan mampu membangkitkannya karena dipercaya jejak rekamnya yang bersih, bagus, dan berprestasi. Dari pengalaman sebelumnya, Jonan terbukti telah berhasil mengangkat PT KAI. Sedangkan penonjolannya terletak pada perlunya pembenahan mental karyawan dan penegakan disiplin dan good corporate governance (GCG).
Untuk menaklukkan masalah besar yang mendera PT KAI sebagaimana yang tergambar pada judul bab, maka tentunya diperlukan orang yang sangat kuat dan tegas untuk mereformasi tubuh di dalam PT KAI. Dan tugas itu dipercayakan kepada Ignasius Jonan. Kebutuhan untuk mereformasi KAI tersebut itulah yang menjadi pendefinisian masalah (define problems) dalam Bab I ini, sebagaimana yang tergambar di dalam kutipan berikut:
Kepemimpinan yang tegas dibutuhkan untuk mereformasi BUMN sebesar KAI yang memiliki kultur dan sejarah panjang, dengan jumlah karyawan mencapai lebih dari 27 ribu orang. Reformasi menjadi kebutuhan mendesak
($!
kembali PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) pada 2001 – 2006, dan sukses di Citigroup sebagai Managing Director dan Head of Investment Banking for Indonesia, dari 2006 hingga akhir 2008. Sebagai orang luar PT KAI, tentunya Jonan tidak punya beban masa lalu sehingga diyakini dia akan lebih leluasa untuk melakukan reformasi di tubuh PT KAI.
Apa yang sesungguhnya terjadi dalam tubuh PT KAI sehingga Jonan harus diterjunkan ke dalamnya untuk melakukan perubahan? Ternyata banyak masalah yang harus dihadapi oleh Jonan. Dari aspek bisnis, kualitas sarana dan prasarana yang semakin buruk, dan regulasi yang tidak sepenuhnya mendukung pengembangan transportasi massal kereta api. Hal itu berakibat pada keamanan dan keselamatan penumpang, dan lebih parah lagi terhadap kinerja keuangan PT KAI. Kutipan berikut berfungsi sebagai bingkai perkiraan masalah atau sumber masalah (diagnose causes) dalam Bab 1:
Permasalahan kereta api sebelum tahun 2009 amat berat. Bermasalah mulai dari aspek bisnis, kualitas sarana dan prasarana yang terus menurun, kualitas pelayanan yang rendah, serta regulasi yang tidak sepenuhnya mendukung pengembangan transportasi massal kereta api.
Sarana dan prasarana yang sudah uzur, jumlah lokomotif, rangkaian KA, dan gerbong barang terus berkurang. Terjadi back-log yang cukup parah, sehingga kinerja operasional tidak maksimal. Keamanan dan keselamatan penumpang dipertaruhkan.
Rangkaian masalah yang mendera PT KA tersebut berimbas pada kinerja keuangan. Pada tahun 2005 dan 2006 KAI masih membukukan laba bersih sebesar Rp 6,9 miliar dan Rp 14,2 miliar. Tapi tahun berikutnya kinerja keuangan terjun bebas hingga membukukan rugi sebesar Rp 38,6 miliar. Tahun 2008 kerugian melonjak hingga lebih dari seratus persen menjadi Rp 82,6 miliar.
(Hal. 31, paragraf 1, 2, dan 3) semakin buruk, dan regulasi yang tidak sepenuhnya mendukung pengembangan transportasi massal kereta api. Hal itu berakibat pada keamanan dan keselamatan penumpang, dan lebih parah lagi terhadap kinerja keuangan PT KAI. Kutipan berikut berfungsi sebagai bingkai perkiraan masalah atau sumber masalah (
dalam Bab 1:
Permasalahan kereta api sebelum tahun 2009 amat berat. Bermasalah mulai dari aspek bisnis, kualitas sarana dan prasarana yang terus menurun, kualitas pelayanan yang rendah, serta regulasi yang tidak sepenuhnya mendukung pengembangan transportasi massal kereta api.
Sarana dan prasarana yang sudah uzur, jumlah lokomotif, rangkaian KA, dan gerbong barang terus berkurang. Terjadi back-log yang cukup parah, sehingga back-log yang cukup parah, sehingga back-log kinerja operasional tidak maksimal. Keamanan dan keselamatan penumpang dipertaruhkan.
(%!
Selanjutnya apa bingkai dari keputusan moral (make moral judgement) dalam masalah ini? Sebagai orang dari luar KAI, Jonan menyadari jika mungkin orang lain meragukan kapasitas dan kapabilitasnya dalam melakukan perubahan di PT KAI. Namun dia sadar jika orang lain pun, bahkan orang dalam PT KAI, belum punya pengalaman keberhasilan dalam mengelola pelayanan publik khususnya di sektor kereta api. Karena itu berbekal keyakinannya Jonan mencanangkan tekad untuk serius melakukan pembenahan di PT KAI. Hal itu tergambar dalam kutipan di bawah ini:
Jonan sadar dirinya orang baru di dunia kereta api. Dia sadar banyak orang meragukan kapasitas dan kapabilitasnya untuk bisa membereskan karut marut persoalan kereta api. Tapi Jonan berkeyakinan, sampai saat dia dilantik belum pernah ada sosok yang mampu menjalankan pelayanan publik dengan baik, khususnya di sektor transportasi, dan lebih khusus lagi kereta api.
Artinya di seluruh republik ini belum ada orang yang bisa dikatakan punya pengalaman dalam mengelola pelayanan publik di sektor kereta api, dengan praktik pengelolaan sebagaimana semestinya. Bahkan orang dalam PT KAI sekalipun.
Dengan kata lain, siapa pun yang duduk di kursi dirut PT KAI waktu itu, statusnya adalah “pemain baru” yang belum punya jam terbang dalam mengelola dan menjalankan pelayanan publik. Semua berangkat dari nol. Apalagi hingga usia negeri ini mencapai 67 tahun, belum ada standar baku dan acuan penyelenggaraan pelayanan publik. Maka Jonan menyusun sendiri roadmap pembenahan kereta api.
(Hal. 32, paragraf 1, 2, dan 3)
Karena itu, sebagai bingkai penyelesaian masalahnya (treatment recommendation), Jonan melakukan dua langkah tindakan besar: pembenahan mental karyawan, dan penegakan disiplin dan good corporate governance (GCG). Berikut kutipan-kutipannya:
Setelah orientasi singkat selama dua bulan, Jonan menyimpulkan pembenahan pertama dan terutama adalah mental karyawan. Ia melihat kenyataan yang ironis, bahwa sebagai perusahaan pelayanan publik KAI tidak didukung oleh sumber daya manusia yang paham bagaimana fungsi melayani dijalankan dengan baik.
meragukan kapasitas dan kapabilitasnya untuk bisa membereskan karut marut persoalan kereta api. Tapi Jonan berkeyakinan, sampai saat dia dilantik belum pernah ada sosok yang mampu menjalankan pelayanan publik dengan baik, khususnya di sektor transportasi, dan lebih khusus lagi kereta api.
Artinya di seluruh republik ini belum ada orang yang bisa dikatakan punya pengalaman dalam mengelola pelayanan publik di sektor kereta api, dengan praktik pengelolaan sebagaimana semestinya. Bahkan orang dalam PT KAI sekalipun.
Dengan kata lain, siapa pun yang duduk di kursi dirut PT KAI waktu itu, statusnya adalah “pemain baru” yang belum punya jam terbang dalam mengelola dan menjalankan pelayanan publik. Semua berangkat dari nol. Apalagi hingga usia negeri ini mencapai 67 tahun, belum ada standar baku dan acuan penyelenggaraan pelayanan publik. Maka Jonan menyusun sendiri roadmap pembenahan kereta api.
(&!
Mental dan semangat melayani sangat rendah, bahkan bisa dibilang nyaris tidak ada. Mereka lebih sigap menyiapkan pesta penyambutan pejabat baru dibanding melayani penumpang dengan baik. Sudah terbangun mental yang keliru, bahwa yang menentukan karier mereka adalah seberapa baik mereka melayani pimpinan, bukan seberapa baik melayani pelanggan.
(Hal 34, paragraf 4 dan 5) Di kalangan mereka berkembang adagium “USA”, kependekan dari Untuk Saya Apa. Artinya mereka tidak berpikir apa yang terbaik untuk perusahaan dan pengguna jasa kereta api, tapi apa yang terbaik untuk diri sendiri.
Mental seperti itulah yang perlahan-lahan dikikis oleh Jonan dan direksi baru. Orientasi karyawan diubah dari product oriented menjadi customer oriented. Caranya dengan keteladanan pemimpin, kesediaan pemimpin untuk setiap saat terjun ke lapangan, peningkatan kesejahteraan, reward and punishment yang konsisten dan transparan, dan mengirim sebanyak mungkin karyawan untuk belajar ke luar negeri.
Langkah kedua, pembenahan menyangkut penegakan disiplin dan good corporate governance (GCG). Jonan berprinsip ketika dua pembenahan itu bisa terlaksanakan, aspek-aspek yang lain akan mengikuti.
(Hal. 35, paragraf 1, 2, dan 3)
Tabel 4.1. Rangkuman Frame Bab I: Membalikkan Ombak
Define Problems Kepemimpinan yang tegas dibutuhkan untuk mereformasi BUMN sebesar KAI yang memiliki kultur dan sejarah panjang.
Diagnose Causes Permasalahan kereta api sebelum tahun 2009 terentang dari aspek bisnis, kualitas sarana dan prasarana yang terus menurun, kualitas pelayanan yang rendah, serta regulasi yang tidak sepenuhnya mendukung pengembangan transportasi massal kereta api.
Make Moral Judgement Belum ada seorang pun yang punya pengalaman mengelola pelayanan sektor publik di bidang perkeretapian di Indonesia, karena itu berbekal keyakinannya Jonan mencanangkan tekad untuk terjun ke lapangan, peningkatan kesejahteraan, reward and punishment
konsisten dan transparan, dan mengirim sebanyak mungkin karyawan untuk belajar ke luar negeri.
Langkah kedua, pembenahan menyangkut penegakan disiplin dan corporate governance (GCG). Jonan berprinsip ketika dua pembenahan itu bisa terlaksanakan, aspek-aspek yang lain akan mengikuti.
(Hal. 35, paragraf 1, 2, dan 3)
Tabel 4.1. Rangkuman Frame Bab I: Membalikkan Ombak
Define Problems Kepemimpinan yang tegas dibutuhkan untuk mereformasi BUMN sebesar KAI yang memiliki kultur dan sejarah panjang.
Diagnose Causes Permasalahan kereta api sebelum tahun 2009 terentang dari aspek bisnis, kualitas sarana dan
('!
serius melakukan pembenahan di PT KAI.
Treatment Recommendation Jonan melakukan dua pembenahan besar, yaitu mengubah mental karyawan dari product oriented menjadi customer oriented, dan penegakan disiplin dan implementasi GCG.
4.2.1.2. Bab II: Bermula dari Toilet
Tema besar atau seleksi isu dari Bab Kedua ini adalah upaya untuk merebut hati masyarakat untuk selalu menggunakan jasa kereta api. Dalam lead bab ini dituliskan sebagai upaya mengembalikan KAI kepada khittahnya sebagai service company. Penonjolannya terletak pada kebersihan toilet sebagai tolok ukur awal kepuasan pelanggan. Mengapa demikian? Karena toilet adalah indikasi paling mudah untuk mengukur sejauh mana pelayanan pelanggan menjadi prioritas dalam jajaran PT KAI. Kebersihan dan wewangian toilet merupakan bentuk penghargaan kepada penumpang pengguna jasa KA. Kebersihan toilet menunjukkan telah adanya perubahan mindset awak KAI keseluruhan dari product oriented menjadi customer oriented. Bila pelanggan diperhatikan dan dimanjakan, diharapkan kereta api bisa merebut kembali hati masyarakat pengguna jasa kereta api dari yang sebelumnya lebih suka menggunakan ke moda transportasi lain.
Pendefinisian masalah (define problems) dalam bab ini dinyatakan dengan dipinggirkannya peran kereta api dan kecenderungan pemerintah untuk memprioritaskan angkutan jalan raya dan kendaraan bermotor. Hal ini bisa dibaca dari kutipan berikut:
Pamor kereta api mulai menurun seiring politik transportasi pemerintah yang meminggirkan peran penting kereta api, dan mengedepankan angkutan jalan raya dengan kendaraan bermotor. Kecenderungan itu mulai berkembang di tahun 1970-an.
(Hal. 43, paragraf 6) dituliskan sebagai upaya mengembalikan KAI kepada khittahnya sebagai
. Penonjolannya terletak pada kebersihan toilet sebagai tolok ukur awal kepuasan pelanggan. Mengapa demikian? Karena toilet adalah indikasi paling mudah untuk mengukur sejauh mana pelayanan pelanggan menjadi prioritas dalam jajaran PT KAI. Kebersihan dan wewangian toilet merupakan bentuk penghargaan kepada penumpang pengguna jasa KA. Kebersihan toilet menunjukkan telah adanya
mindset awak KAI keseluruhan dari mindset awak KAI keseluruhan dari
mindset product oriented menjadi product oriented menjadi product oriented
. Bila pelanggan diperhatikan dan dimanjakan, diharapkan kereta api bisa merebut kembali hati masyarakat pengguna jasa kereta api dari yang sebelumnya lebih suka menggunakan ke moda transportasi lain.
("!
Bila hal itu terus berlangsung, akan berdampak pada keamanan dan keselamatan penumpang. Lebih buruk lagi jika adanya ancaman persoalan yang luar biasa kompleks:
Kebijakan seperti itu mengakibatkan dari waktu ke waktu keandalan dan kualitas penyelenggaraan angkutan kereta api terus menurun. Sarana dan prasarana tidak terawat, tidak ada revitalisasi, dan diabaikannya pengembangan sumber daya manusia. Dampaknya, para pengguna jasa angkutan kereta api tidak memperoleh kenyamanan dan keamanan serta jaminan keselamatan.
Peran kereta api semakin terpuruk seiring booming sektor transportasi lain, yaitu angkutan udara dan angkutan darat non-kereta api.
Diabaikannya kereta api dan perkembangan kendaraan bermotor yang masif, bak bom waktu yang setiap saat siap meletus menjadi persoalan yang kompleks dan multiaspek.
(Hal. 44, paragraf 1, 2, dan 3) Sementara perkiraan masalah atau sumber masalah (Diagnose causes) dapat dibaca pada kutipan cukup panjang berikut ini:
Permasalahan yang dihadapi Jonan dan jajaran direksi saat itu adalah:
• Kualitas jalan rel dan persinyalan yang tidak memadai untuk mendukung perjalanan kereta api yang aman dan nyaman;
• Kualitas lokomotif dan rangkaian serta gerbong yang telah jauh menurun, dengan jumlah yang terus berkurang;
• Stasiun yang tidak terawat dengan baik, kumuh, kotor, dan tidak andal dalam menunjang operasional kereta api yang baik;
• Permasalahan KRL di Jabodetabek;
• Disiplin pegawai yang rendah, baik pegawai di back office, stasiun, dan awak perjalanan KA;
• Mental SDM yang tidak berorientasi melayani pengguna jasa KA. Standar pelayanan terhadap penumpang rendah;
• Remunerasi pegawai rendah, sehingga rawan penyimpangan;
• Tidak dijalankannya prinsip-prinsip manajemen yang benar dan penyelenggaraan perusahaan yang baik (good corporate governance);
• …………dan seterusnya.
(Hal. 45) Peran kereta api semakin terpuruk seiring booming sektor transportasi lain, booming sektor transportasi lain, booming yaitu angkutan udara dan angkutan darat non-kereta api.
Diabaikannya kereta api dan perkembangan kendaraan bermotor yang masif, bak bom waktu yang setiap saat siap meletus menjadi persoalan yang kompleks dan multiaspek.
(Hal. 44, paragraf 1, 2, dan 3) Sementara perkiraan masalah atau sumber masalah (Diagnose causes(Diagnose causes( dapat dibaca pada kutipan cukup panjang berikut ini:
Permasalahan yang dihadapi Jonan dan jajaran direksi saat itu adalah:
• Kualitas jalan rel dan persinyalan yang tidak memadai untuk mendukung perjalanan kereta api yang aman dan nyaman;
• Kualitas lokomotif dan rangkaian serta gerbong yang telah jauh menurun, dengan jumlah yang terus berkurang;
• Stasiun yang tidak terawat dengan baik, kumuh, kotor, dan tidak andal dalam menunjang operasional kereta api yang baik;
((!
Untuk mengatasi sumber permasalahan itu, Jonan menganggap perlunya perubahan mindset dan kultur yang berorientasikan pelayanan, dan itu terletak pada kebersihan toilet pada khususnya dan kebersihan stasiun dan kereta pada umumnya. Karena itu, bingkai keputusan moral (Make moral judgement) dalam bab ini adalah sebagaimana yang diwakili di dalam kutipan di bawah ini:
Jonan memang menganggap penting kebersihan stasiun dan kereta, karena kebersihan yang terjaga merupakan bentuk penghargaan sekaligus pelayanan kepada penumpang. Toilet adalah indikasi paling gampang untuk mengukur sejauh mana customer friendly telah menjadi prioritas jajarannya.
(Hal. 49, paragraf 6)
Selanjutnya sebagai realisasi dari keputusan moral tersebut, atau sebagai penyelesaian masalahnya (treatment recommendation), Jonan melakukan perubahan awal di toilet dan rajin melakukan “blusukan” ke stasiun atau kereta untuk mengetahui sejauh mana instruksi yang dia berikan ke seluruh jajarannya dilaksanakan, sebagaimana kutipan berikut:
Maka perubahan di toilet KA adalah cermin perubahan mind-set awak KAI secara keseluruhan. Perubahan dari product oriented ke customer oriented. Seluruh potensi dan sumber daya diarahkan untuk customer friendly, sehingga kereta api bisa merebut kembali hati masyarakat pengguna transportasi.
(Hal. 49, paragraf 3)
Itulah sebabnya dalam setiap kunjungan ke stasiun atau kereta, toilet menjadi sasaran inspeksinya. Dia tidak segan-segan menumpahkan kekesalannya jika mendapati toilet kotor dan bau.
Kebersihan dan kenyamanan toilet tidak bisa ditawar lagi. Bahkan Jonan mencanangkan tekad stasiun kereta api tidak boleh kalah bersih dan rapi dibanding bandara sekelas Soekarno Hatta.
(Hal. 50, paragraf 2, 3) (Hal. 49, paragraf 6)
Selanjutnya sebagai realisasi dari keputusan moral tersebut, atau sebagai penyelesaian masalahnya (treatment recommendation), Jonan melakukan perubahan awal di toilet dan rajin melakukan “blusukan” ke stasiun atau kereta untuk mengetahui sejauh mana instruksi yang dia berikan ke seluruh jajarannya dilaksanakan, sebagaimana kutipan berikut:
Maka perubahan di toilet KA adalah cermin perubahan mind-set
secara keseluruhan. Perubahan dari product oriented ke product oriented ke product oriented customer oriented Seluruh potensi dan sumber daya diarahkan untuk customer friendly
kereta api bisa merebut kembali hati masyarakat pengguna transportasi. (Hal. 49, paragraf 3)
()!
Tabel 4.2. Rangkuman Frame Bab II: Bermula dari Toilet
Define Problems Peran kereta api terpinggirkan. Pemerintah lebih mengedepankan angkutan darat non-kereta api dan angkutan udara.
Diagnose Causes Permasalahan Jonan dan jajarannya terentang dari kualitas sarana dan prasarana kereta api, kualitas SDM yang buruk yang tidak berorientasi pada pelayanan, rendahnya renumerasi terhadap para karyawan, ataupun tidak dijalankannya GCG secara benar.
Make Moral Judgement Menganggap penting kebersihan stasiun dan kereta, karena kebersihan yang terjaga merupakan bentuk penghargaan sekaligus pelayanan kepada penumpang.
Treatment Recommendation Pembenahan awal dari toilet, sebagai indikasi paling gampang untuk mengukur sejauh mana perhatian terhadap pelanggan telah menjadi prioritas seluruh jajaran PT KAI.
4.2.1.3. Bab III: Menghapus Urut Kacang dan PGPS
Tema besar atau seleksi isu dari Bab Ketiga ini adalah rendahnya produktivitas SDM yang berakibat pada tingkat kesejahteraan karyawan. Hal ini sesuai dengan lead dalam bab ini yang berbunyi: “Remunerasi yang rendah rawan penyimpangan. Kini dengan penghasilan yang terus membaik, karyawan dituntut untuk menunjukkan kualitas kinerja kelas satu.” Sedangkan penonjolannya adalah bagaimana melakukan rekrutmen dan pengembangan SDM di PT KAI secara benar.
Dengan judul menghapus urut kacang berarti BUMN Track melakukan pembingkaian bahwa PT KAI tidak lagi melakukan rekrutmen atas dasar Make Moral Judgement Menganggap penting kebersihan stasiun dan kereta,
karena kebersihan yang terjaga merupakan bentuk penghargaan sekaligus pelayanan kepada penumpang.
Treatment Recommendation Pembenahan awal dari toilet, sebagai indikasi paling gampang untuk mengukur sejauh mana perhatian terhadap pelanggan telah menjadi prioritas seluruh jajaran PT KAI.
4.2.1.3. Bab III: Menghapus Urut Kacang dan PGPS
Tema besar atau seleksi isu dari Bab Ketiga ini adalah rendahnya produktivitas SDM yang berakibat pada tingkat kesejahteraan karyawan. Hal ini
)*!
golongan/tingkat atau usia, melainkan lebih pada kemampuan atau kompetensi. PGPS adalah kepanjangan dari Pintar Goblok Pendapatan Sama. Dengan demikian, dengan judul “Menghapus Urut Kacang dan PGPS” menunjukkan bahwa penulis buku ini mencoba membingkai bahwa di PT KAI selain tidak ada lagi sistem rekrutmen berdasarkan golongan/tingkat atau usia, melainkan lebih pada kemampuan atau kompetensi, dan dengan demikian sistem penggajiannya pun tergantung dari hasil kemampuan dan prestasi dari karyawan yang bersangkutan.
Dengan perangkat Framing Entman, maka pendefinisian masalah (define problem) dalam bab ini adalah sebagai berikut:
Sebelum 2009, PT Kereta Api adalah BUMN besar namun dengan tingkat produktivitas SDM yang rendah. Hal ini berimbas pada tingkat kesejahteraan karyawan yang tertinggal dari BUMN besar lainnya.
(Hal. 61, paragraf 1)
Sedangkan bingkai perkiraan masalah atau sumber masalah (Diagnose causes) dapat dibaca pada kutipan di bawah ini:
Selama puluhan tahun gaji karyawan KA tergolong rendah. Ketika KA berubah menjadi BUMN, gaji karyawannya termasuk terendah di kalangan BUMN. Hal ini menyebabkan karyawan tidak termotivasi untuk bekerja dengan baik dan maksimal. Tidak ada kebanggaan menjadi karyawan kereta api. Lebih dari itu, sistem remunerasi seperti itu menyebabkan karyawan rentan melakukan penyimpangan.
(Hal. 62, paragraf 4)
Jonan sadar, pembenahan sistem remunerasi harus dikaitkan dengan pemberian layanan yang prima kepada konsumen. Karyawan harus termotivasi untuk bekerja maksimal agar mereka dapat memberikan layanan yang baik kepada pelanggan. Maka keputusan moral (Make moral judgement) yang dibingkai dalam bab ini adalah sebagai berikut:
dalam bab ini adalah sebagai berikut:
Sebelum 2009, PT Kereta Api adalah BUMN besar namun dengan tingkat produktivitas SDM yang rendah. Hal ini berimbas pada tingkat kesejahteraan karyawan yang tertinggal dari BUMN besar lainnya.
(Hal. 61, paragraf 1)
Sedangkan bingkai perkiraan masalah atau sumber masalah dapat dibaca pada kutipan di bawah ini:
Selama puluhan tahun gaji karyawan KA tergolong rendah. Ketika KA berubah menjadi BUMN, gaji karyawannya termasuk terendah di kalangan BUMN. Hal ini menyebabkan karyawan tidak termotivasi untuk bekerja dengan baik dan maksimal. Tidak ada kebanggaan menjadi karyawan kereta api. Lebih dari itu, sistem remunerasi seperti itu menyebabkan karyawan rentan melakukan penyimpangan.
)+!
Terobosan Jonan untuk mengembalikan khittah KAI sebagai service company ditekankan pada pembenahan pelayanan kepada konsumen. Pembenahan itu secara langsung bersentuhan dengan pola kerja serta kebijakan kepegawaian. Tidak mungkin pembenahan dilakukan tanpa membereskan urusan SDM.
(Hal. 62, paragraf 2)
Jonan memiliki visi yang jauh ke depan. Dalam melakukan rekrutmen harus didapatkan orang yang tepat, bukan asal ambil. Mereka harus punya kompetensi yang dibutuhkan untuk mengembangkan organisasi.
Bagi Jonan, rekrutmen SDM yang baik tidak semata untuk mengisi posisi yang dibutuhkan, tetapi juga untuk menyiapkan pemimpin di masa depan. Yang terpenting adalah kompetensi, bukan ijazah.
(Hal. 68, paragraf 4)
Banyak kutipan yang bisa dianggap mewakili tahapan pola Framing dalam hal penyelesaian masalah (treatment recommendation), di antaranya adalah:
Selama empat tahun kepemimpinannya, Jonan telah memperbaiki sistem remunerasi dan meningkatkan kesejahteraan karyawan. Hal itu bisa dilihat dari rasio antara laba dan biaya tenaga kerja yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
(Hal. 63, paragraf 2) Sistem promosi “urut kacang” yang selama ini lazim digunakan tidak ada lagi. Tidak ada lagi model PGPS atau pintar bodoh pendapatan sama.
(Hal. 67, paragraf 1) Perubahan sistem kepegawaian itu bisa berlangsung dengan baik dan relatif cepat, karena Jonan sebagai orang pertama punya keberanian dan ketegasan, dan tidak punya kepentingan pribadi.
(Hal. 67, paragraf 3)
Transformasi di bidang SDM kini sudah membuahkan hasil. Para karyawan KAI lebih antusias bekerja, paham fungsinya sebagai bagian dari sebuah service company, dan lebih mengedepankan integritas. Produktifitas mereka pun terus membaik.
Transformasi SDM KAI bisa berlangsung relatif cepat karena terjadinya perubahan mindset dan kultur karyawan. Perubahan itu tidak semata karena Bagi Jonan, rekrutmen SDM yang baik tidak semata untuk mengisi posisi yang dibutuhkan, tetapi juga untuk menyiapkan pemimpin di masa depan. Yang terpenting adalah kompetensi, bukan ijazah.
(Hal. 68, paragraf 4)
Banyak kutipan yang bisa dianggap mewakili tahapan pola Framing dalam hal penyelesaian masalah (treatment recommendation), di antaranya adalah:
Selama empat tahun kepemimpinannya, Jonan telah memperbaiki sistem remunerasi dan meningkatkan kesejahteraan karyawan. Hal itu bisa dilihat dari rasio antara laba dan biaya tenaga kerja yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
(Hal. 63, paragraf 2) Sistem promosi “urut kacang” yang selama ini lazim digunakan tidak ada lagi. Tidak ada lagi model PGPS atau pintar bodoh pendapatan sama.
)#!
adanya aturan yang diterapkan dengan tegas dan transparan, tetapi juga karena model pendekatan Ignasius Jonan.
(Hal. 76, paragraf 5 dan 6)
Tabel 4.3. Rangkuman Frame Bab III: Menghapus Urut Kacang dan PGPS Define Problems Sebelum 2009, tingkat produktivitas SDM di PT KAI
tergolong rendah, akibatnya kesejahteraan karyawan juga rendah.
Diagnose Causes Rendahnya renumerasi menyebabkan karyawan tidak bekerja secara maksimal dan rawan penyimpangan. Make Moral Judgement Pembenahan pelayanan kepada konsumen harus
disertai dengan pembenahan kebijakan kepegawaian. Treatment Recommendation Jonan berhasil mengubah mindset dan kultur
karyawan secara cepat karena ketegasan transparansi aturan yang diterapkannya serta model pendekatan yang dilakukannya.
4.2.1.4. Bab IV: Tinggal Klik Langsung Naik
Tema besar atau seleksi isu dalam bab keempat ini adalah pemberantasan calo tiket KA yang sangat merugikan calon penumpang kereta api, terutama di saat-saat musim lebaran dan liburan. Sedangkan penonjolannya adalah pada penerapan information technology untuk membenahi persoalan tiket.
Dengan judul bab “Tinggal Klik Langsung Naik”, BUMN Track mencoba melakukan pembingkaian bahwa sekarang ini untuk memesan tiket kereta api sudah sangat mudah. Calon penumpang tidak perlu lagi mengantre, mereka tinggal memesannya dari depan komputer melalui internet, atau tempat-tempat penjualan yang sudah ditunjuk seperti di Indomart atau Alfamart, dan lain-lain.
Make Moral Judgement Pembenahan pelayanan kepada konsumen harus disertai dengan pembenahan kebijakan kepegawaian. Treatment Recommendation Jonan berhasil mengubah mindset dan kultur mindset dan kultur mindset
karyawan secara cepat karena ketegasan transparansi aturan yang diterapkannya serta model pendekatan yang dilakukannya.
4.2.1.4. Bab IV: Tinggal Klik Langsung Naik
Tema besar atau seleksi isu dalam bab keempat ini adalah pemberantasan calo tiket KA yang sangat merugikan calon penumpang kereta api, terutama di saat-musim lebaran dan liburan. Sedangkan penonjolannya adalah pada penerapan
)$!
Lead di bawah judul bab yang tertulis “Aku mudik pakai KA, Anda luar biasa—transformer!” adalah kutipan yang diambil dari pujian yang disampaikan kepada Ignasius Jonan dari Sarwoto Atmosutarno, mantan Direktur Utama PT Telkomsel. Dengan lead ini, buku ini ingin menunjukkan bahwa seseorang setingkat mantan Direktur Utama pun untuk mudik ke kampung menggunakan jasa kereta api, bukan mobil pribadi atau pesawat. Kenyamanan melakukan perjalanan dengan kereta api telah menarik mengundang decak kagum dan dirasakan secara langsung juga oleh pejabat tinggi perusahaan ternama.
Dengan perangkat framing, maka pendefinisian masalah (define problems) dalam Bab IV: Tinggal Klik Langsung Naik ini adalah sebagai berikut:
Saat peak season seperti musim lebaran, antrean pembeli karcis di stasiun kereta api mengular berhari-hari. Suasana stasiun semrawut, tak ubahnya pasar.
Jangan salah situasi itu justru dinikmati segelintir orang. Di tengah kesemrawutan, ada orang-orang yang mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Mereka adalah para calo tiket.
Modus operandi para calo adalah memborong tiket sebanyak-banyaknya, untuk dijual dengan harga lebih mahal. Bisa berlipat-lipat nilainya dari harga normal. Para calon penumpang yang ogah antre, atau tidak dapat tiket karena di loket resmi tiket sudah habis, tidak punya pilihan lain selain membeli dari para calo. Berapa pun harganya!
(Hal. 91, paragraf 1, 2, 3)
Sedangkan perkiraan masalah atau sumber masalah (Diagnose causes) dapat diwakili oleh kutipan berikut ini:
Selama bertahun-tahun pula manajemen KA mencanangkan perang melawan calo. Caranya dengan menggandeng aparat keamanan dan menghimbau penumpang agar tidak membeli tiket dari calo. Penumpang diminta melapor ke petugas jika menjumpai calo beroperasi di stasiun. Spanduk imbauan dipasang di berbagai sudut.
Dengan perangkat framing, maka pendefinisian masalah (define problems dalam Bab IV: Tinggal Klik Langsung Naik ini adalah sebagai berikut:
peak season seperti musim lebaran, antrean pembeli karcis di stasiun kereta api mengular berhari-hari. Suasana stasiun semrawut, tak ubahnya pasar.
Jangan salah situasi itu justru dinikmati segelintir orang. Di tengah kesemrawutan, ada orang-orang yang mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Mereka adalah para calo tiket.
Modus operandi para calo adalah memborong tiket sebanyak-banyaknya, untuk dijual dengan harga lebih mahal. Bisa berlipat-lipat nilainya dari harga normal. Para calon penumpang yang ogah antre, atau tidak dapat tiket karena di loket resmi tiket sudah habis, tidak punya pilihan lain selain membeli dari para calo. Berapa pun harganya!
)%!
Nyatanya “manajemen perang” seperti itu tidak mempan memberantas para calo. Para calo masih berkeliaran. Musababnya, pembelian tiket terkonsentrasi di loket stasiun, dan adanya oknum KA yang kongkalingkong dengan para calo.
(Hal. 92, paragraf 2, dan 3)
Belajar dari kegagalan pendahulunya dalam memerangi para calo, maka Jonan pun melakukan pendekatan yang berbeda dengan memanfaatkan secara maksimal teknologi informasi (TI) untuk menyelesaikan persoalan sistem tiket tersebut. Hal itu terangkum dalam bingkai keputusan moral (make moral judgement) berikut ini:
Pengembangan teknologi informasi (information technology, IT) adalah bagian dari evolusi kereta api ala Ignasius Jonan. Ia sadar benar, IT adalah jalan keluar membenahi karut marut sistem tiket yang ada di KAI. Meningkatkan kinerja perseroan dan meningkatkan pelayanan terhadap pengguna jasa kereta api, mustahil dilakukan tanpa sentuhan IT.
(Hal. 94, paragraf 2)
Tidaklah sia-sia apa yang diputuskan Jonan dengan penerapan teknologi informasi. Hadi M. Djuraid dalam buku tersebut menuliskan bahwa penerapan IT bermanfaat bagi pelayanan kepada calon penumpang, reputasi PT KAI, dan petugas dan karyawan KAI akan bekerja sesuai dengan aturan, sehingga penerapan IT cocok jika dikategorikan sebagai penyelesaian masalah (treatment recommendation) dalam buku ini, sebagaimana kutipan berikut ini:
Bak pisau bermata dua, penerapan IT berdampak ke luar dan ke dalam. Ke luar, pelayanan kepada calon penumpang (customer) lebih maksimal, dan reputasi PT KAI sebagai perusahaan modern terdongkrak naik. Ke dalam, IT telah “memaksa” petugas dan karyawan PT KAI untuk bekerja sesuai dengan sistem aturan. Praktik nakal petugas bagian penjualan tiket dengan calo dapat dihapus. Penerapan IT berhasil mengikis praktik KKN, dan meningkatkan level penerapan GCG.
(Hal. 94, paragraf 5) Pengembangan teknologi informasi (information technology, IT) adalah bagian dari evolusi kereta api ala Ignasius Jonan. Ia sadar benar, IT adalah jalan keluar membenahi karut marut sistem tiket yang ada di KAI. Meningkatkan kinerja perseroan dan meningkatkan pelayanan terhadap pengguna jasa kereta api, mustahil dilakukan tanpa sentuhan IT.
(Hal. 94, paragraf 2)
Tidaklah sia-sia apa yang diputuskan Jonan dengan penerapan teknologi informasi. Hadi M. Djuraid dalam buku tersebut menuliskan bahwa penerapan IT bermanfaat bagi pelayanan kepada calon penumpang, reputasi PT KAI, dan petugas dan karyawan KAI akan bekerja sesuai dengan aturan, sehingga penerapan IT cocok jika dikategorikan sebagai penyelesaian masalah (treatment recommendation
)&!
Tabel 4.4. Rangkuman Frame Bab IV: Tinggal Klik Langsung Naik
Define Problems Di saat musim lebaran, banyak calo yang berkeliaran yang menawarkan harga tiket yang jauh lebih mahal. Diagnose Causes Meskipun telah dinyatakan “perang” untuk melawan
para calo, namun mereka masih berkeliaran karena pembelian tiket terkonsentrasi di loket stasiun, dan adanya oknum KA yang melakukan kongkalingkong dengan para calo.
Make Moral Judgement Pengembangan teknologi informasi (information technology, IT) adalah bagian dari evolusi kereta api ala Ignasius Jonan untuk memutus rantai percaloan. Treatment Recommendation Hasil penerapan IT antara lain memaksimalkan
pelayanan kepada penumpang, reputasi PT KAI terdongkrak naik, mengikis praktik KKN, dan meningkatkan level penerapan GCG.
4.2.1.5. BAB V: Berita Kecelakaan Tak Lagi Dominan
Beberapa paragraf awal bab ini bercerita tentang tragedi kecelakaan besar yang pernah terjadi dalam sejarah perkeretaapian Indonesia. Tragedi Bintaro di tahun 1987 yang menewaskan 156 penumpang dan 300 lainnya luka-luka. Begitu dahsyatnya kecelakaan tersebut membuat media-media memberitakannya sebagai headline selama berhari-hari. Tragedi itu merupakan gambaran persoalan perkeretaapian secara keseluruhan, dari masalah sarana dan prasarana, manajemen, hingga kedisiplinan penumpang dan petugas KA.
Karena itu seleksi isu dalam bab ini adalah usaha untuk mengurangi jumlah kecelakaan, sementara penonjolannya terletak pada pentingnya budaya keselamatan bertransportasi dan keandalan armada.
ala Ignasius Jonan untuk memutus rantai percaloan. Treatment Recommendation Hasil penerapan IT antara lain memaksimalkan
pelayanan kepada penumpang, reputasi PT KAI terdongkrak naik, mengikis praktik KKN, dan meningkatkan level penerapan GCG.
4.2.1.5. BAB V: Berita Kecelakaan Tak Lagi Dominan
Beberapa paragraf awal bab ini bercerita tentang tragedi kecelakaan besar yang pernah terjadi dalam sejarah perkeretaapian Indonesia. Tragedi Bintaro di tahun 1987 yang menewaskan 156 penumpang dan 300 lainnya luka-luka. Begitu dahsyatnya kecelakaan tersebut membuat media-media memberitakannya sebagai
)'!
Dengan perangkat framing, pendefinisian masalah (define problems) dalam bab ini bisa ditelaah dari paragraf di bawah ini:
Indonesia berduka. 156 orang tewas dan 300 lainnya terluka. Peristiwa itu dikenang sebagai Tragedi Bintaro, tercatat di sejarah Indonesia sebagai tragedi kereta api terburuk. Investigasi yang dilakukan menyimpulkan tabrakan terjadi karena faktor human error. Masinis KA 255 salah mendengar semboyan sehingga KA berangkat tanpa sepengetahuan PPKA Stasiun Sudimara.
(Hal. 107, paragraf 2)
Meskipun akhirnya dapat disimpulkan bahwa penyebab dari kecelakaan tersebut adalah human error, namun tidak dapat dipungkiri bahwa human error hanyalah puncak dari gunung es, dimana penyebab yang sesungguhnya sangatlah luar biasa kompleks, akibat dari kesalahan sejak awal dalam pengelolaan kereta api di tanah air. Karena itu perkiraan masalah atau sumber masalahnya dibingkai dari kutipan berikut ini:
Apa pun penyebabnya, tak bisa dipungkiri Tragedi Bintaro adalah buah dari tata kelola kereta api yang tidak ditangani dengan benar. Dan itu merupakan konsekuensi dari visi pemerintah tentang transportasi yang tidak menjangkau jauh ke depan.
(Hal. 108, paragraf 7)
Untuk menekan jumlah kecelakaan, ada dua hal yang menjadi perhatian utama Jonan, dan itu yang dibingkai sebagai keputusan moral (make moral judgement) dalam bab ini, yaitu budaya safety yang ditekankan ke seluruh direktorat di tubuh KAI dan meningkatkan keandalan armada kereta apinya. Berikut kutipannya:
Oleh sebab itu untuk mengurangi angka kecelakaan manajemen KAI memulai dengan mengkampanyekan pentingnya budaya keselamatan bertransportasi. Kampanye dimulai dari kalangan internal. Intinya semua direktorat di tubuh KAI harus mengedepankan safety first. Keselamatan menjadi pilar utama KAI, bersama dengan kenyamanan, pelayanan, dan ketepatan waktu.
(Hal. 112, paragraf 5) !
hanyalah puncak dari gunung es, dimana penyebab yang sesungguhnya sangatlah luar biasa kompleks, akibat dari kesalahan sejak awal dalam pengelolaan kereta api di tanah air. Karena itu perkiraan masalah atau sumber masalahnya dibingkai dari kutipan berikut ini:
Apa pun penyebabnya, tak bisa dipungkiri Tragedi Bintaro adalah buah dari tata kelola kereta api yang tidak ditangani dengan benar. Dan itu merupakan konsekuensi dari visi pemerintah tentang transportasi yang tidak menjangkau jauh ke depan.
(Hal. 108, paragraf 7)
Untuk menekan jumlah kecelakaan, ada dua hal yang menjadi perhatian utama Jonan, dan itu yang dibingkai sebagai keputusan moral (make moral judgement
)"!
Adalah sebuah kemustahilan meningkatkan keselamatan dan keamanan penumpang di tengah jumlah armada yang terbatas dan tingkat keandalan yang rendah. Oleh sebab itu, di samping memperkuat budaya safety, PT KAI juga terus meningkatkan keandalan armadanya.
(Hal. 118, paragraf 2)
Karena itu, sebagai bentuk pelaksanaan keputusan moral, buku ini membingkai penyelesaian masalahnya (treatment recommendation) dalam paragraf berikut ini:
Di tahun pertama memimpin, Jonan menempatkan soal keselamatan penumpang sebagai salah satu dari empat pilar utama KAI. Tiga lainnya adalah pelayanan, ketepatan waktu, dan kenyamanan. Dia berupaya menekan angka kecelakaan dengan berbagai cara, seperti meningkatkan disiplin petugas di stasiun dan di KA, pendidikan dan pelatihan, sertifikasi masinis, disiplin pemeriksaan dan perawatan lokomotif, kereta, gerbong, persinyalan, dan perlintasan KA.
(Hal. 123, paragraf 5)
Tabel 4.5. Rangkuman Frame BAB V: Berita Kecelakaan Tak Lagi Dominan Define Problems Human error menyebabkan terjadinya kecelakaan
kereta api yang sangat tragis di Bintaro, yang menelan korban 156 tewas dan 300-an luka-luka. Diagnose Causes Tragedi Bintaro berakar dari tata kelola kereta api
yang tidak ditangani secara benar. Dan itu merupakan konsekuensi dari visi pemerintah tentang transportasi yang tidak menjangkau jauh ke depan.
Make Moral Judgement Keselamatan adalah pilar utama KAI, bersama dengan kenyamanan, pelayanan, dan ketepatan waktu, termasuk juga keandalan armada.
Treatment Recommendation Di tahun pertama memimpin, Jonan menempatkan soal keselamatan penumpang sebagai salah satu dari empat pilar utama KAI. Tiga lainnya adalah pelayanan, ketepatan waktu, dan kenyamanan.
adalah pelayanan, ketepatan waktu, dan kenyamanan. Dia berupaya menekan angka kecelakaan dengan berbagai cara, seperti meningkatkan disiplin petugas di stasiun dan di KA, pendidikan dan pelatihan, sertifikasi masinis, disiplin pemeriksaan dan perawatan lokomotif, kereta, gerbong, persinyalan, dan perlintasan KA.
(Hal. 123, paragraf 5)
Tabel 4.5. Rangkuman Frame BAB V: Berita Kecelakaan Tak Lagi Dominan Define Problems Human error menyebabkan terjadinya kecelakaan Human error menyebabkan terjadinya kecelakaan Human error
kereta api yang sangat tragis di Bintaro, yang menelan korban 156 tewas dan 300-an luka-luka. Diagnose Causes Tragedi Bintaro berakar dari tata kelola kereta api
yang tidak ditangani secara benar. Dan itu merupakan konsekuensi dari visi pemerintah tentang transportasi
)(!
4.2.1.6. BAB VI: Peristiwa Langka di Hari Raya
Kesemrawutan di stasiun dan gerbong kereta api di hari Lebaran adalah hal yang biasa terjadi di setiap tahunnya. Antrean orang di loket karcis, pedagang minuman dan makanan yang hilir mudik menjajakan jajanannya, calo-calo bergentangan yang menawarkan tiket yang semaunya dinaikkannya hingga hampir dua kali lipat harga semula, atau ketika kereta datang para penumpang berhamburan berebut tempat duduk hingga menerobos jendela. Tak pelak setiap sudut gerbong dipenuhi dengan para penumpang hingga toilet kereta pun bisa jadi rebutan. Namun sejak Jonan memegang tampuk pimpinan PT KAI, dan banyak melakukan langkah evolusioner, pemandangan seperti itu perlahan mulai hilang—terutama sejak Lebaran tahun 2012. Stasiun dan gerbong sejak saat itu terlihat tertib dan rapi. Pedagang asongan dan calo tiket telah hilang, penumpang bisa tertib dan rapi dan tidak lagi berebutan karena semua sudah memiliki tiket bernomor tempat duduk di tangan. Karena itu, lead dari bab ini adalah: Angkutan lebaran 2012 adalah puncak gunung es dari sebuah proses perubahan yang berlangsung evolusioner di seluruh lini korporasi PT KAI.
Kesemrawutan yang berubah tiga ratus derajad menjadi kerapihan dan ketertiban itu menjadi sesuatu yang langka di hari Raya Lebaran, sehingga judul Bab VI ini berbunyi: “Peristiwa langka di Hari Raya”. Sementara seleksi isu yang bisa ditangkap dalam bab ini adalah tidak ada lagi kesemrawutan KA di hari Lebaran, dan penonjolannya adalah semua pihak di KAI berhasil membuktikan bahwa mereka telah berubah.
Dengan perangkat Framing Entman, maka pendefinisian masalah (define problem) dalam bab ini bisa dibaca pada beberapa kutipan sebagai berikut:
sejak Jonan memegang tampuk pimpinan PT KAI, dan banyak melakukan langkah evolusioner, pemandangan seperti itu perlahan mulai hilang—terutama sejak Lebaran tahun 2012. Stasiun dan gerbong sejak saat itu terlihat tertib dan rapi. Pedagang asongan dan calo tiket telah hilang, penumpang bisa tertib dan rapi dan tidak lagi berebutan karena semua sudah memiliki tiket bernomor tempat duduk di tangan. lead dari bab ini adalah: Angkutan lebaran 2012 adalah puncak gunung es lead dari bab ini adalah: Angkutan lebaran 2012 adalah puncak gunung es lead
dari sebuah proses perubahan yang berlangsung evolusioner di seluruh lini korporasi
Kesemrawutan yang berubah tiga ratus derajad menjadi kerapihan dan ketertiban itu menjadi sesuatu yang langka di hari Raya Lebaran, sehingga judul Bab
))!
Angkutan Lebaran kereta api adalah momen yang ditunggu para pewarta foto. Pada hari-hari itulah mereka memperoleh objek foto yang sangat menarik: drama perjuangan manusia untuk bisa mudik dengan kereta api.
Pemandangan itu bisa dijumpai di stasiun KA di kota-kota besar khususnya stasiun yang melayani KA kelas ekonomi seperti Stasiun Senen, Jakarta. Pada arus mudik maupun arus balik.
Suasana stasiun yang semrawut karena antrean panjang di loket karcis. Banyak di antara calon penumpang harus menginap untuk bisa antre. Pedagang asongan dan calo karcis berkeliaran. Penumpang berjubel di peron dan ruang tunggu. Ketika kereta datang, para calon penumpang berhamburan menyerbu dan berdesakan di pintu kereta. Tidak sedikit yang memaksa masuk lewat jendela.
(Hal. 131, paragraf 1, 2, dan 3) Foto utama media-media cetak hari-hari itu, juga gambar-gambar berita televisi, adalah perjuangan dramatis calon penumpang untuk bisa terangkut rangkaian kereta. Tidak ada kenyamanan, tidak ada jaminan keamanan. Lengkaplah sudah kesemrawutan itu.
(Hal. 132, paragraf 1, 2, dan 3)
Sedangkan perkiraan masalah atau sumber masalah (Diagnose causes) dapat diwakili dalam kutipan berikut ini:
Lebaran tahun 2012, pemandangan tahunan itu tak terlihat. Tak ada gambar “sexy” di halaman depan surat kabar yang menggambarkan karut marut layanan kereta api. Televisi pun “mati gaya” karena tidak mendapat gambar-gambar dramatis di stasiun.
Di Stasiun Senen, “pusat kesemrawutan” angkutan lebaran selama bertahun-tahun, suasana tertib dan rapi. Para penumpang menunggu di ruangan yang bersih. Tidak boleh ada pengantar masuk. Mereka antre dengan tertib untuk masuk kereta. Semua dapat tempat duduk, tidak ada yang berdiri.
Karena kehilangan objek dramatis seperti tahun-tahun sebelumnya, seorang fotografer mengisi waktu dengan memotret ikan di akuarium. Petugas KAI iseng memotret kejadian itu dan dikirimkan ke Direktur Utama KAI Ignasius Jonan. Jonan lalu mem-posting foto itu ke milis grup KAI disertai teks: “ha ha ha…”
(Hal 132, paragraf 4, 5, dan 6) Foto utama media-media cetak hari-hari itu, juga gambar-gambar berita televisi, adalah perjuangan dramatis calon penumpang untuk bisa terangkut rangkaian kereta. Tidak ada kenyamanan, tidak ada jaminan keamanan. Lengkaplah sudah kesemrawutan itu.
(Hal. 132, paragraf 1, 2, dan 3)
Sedangkan perkiraan masalah atau sumber masalah (Diagnose causes(Diagnose causes( dapat diwakili dalam kutipan berikut ini:
Lebaran tahun 2012, pemandangan tahunan itu tak terlihat. Tak ada gambar “sexy” di halaman depan surat kabar yang menggambarkan karut marut layanan kereta api. Televisi pun “mati gaya” karena tidak mendapat gambar-gambar dramatis di stasiun.
Di Stasiun Senen, “pusat kesemrawutan” angkutan lebaran selama bertahun-tahun, suasana tertib dan rapi. Para penumpang menunggu di ruangan yang
+**!
Keberhasilan Jonan dan jajarannya dalam mengubah potret semrawut kereta api dan stasiun menjadi rapi, bersih, dan tertib merupakan buah dari keputusan moral (make moral judgement) dalam mengatasi kesemrawutan itu. Satu paragraf di bawah ini cukup menggambarkan bingkai keputusan moral tersebut:
Spirit perubahan sejatinya sudah berkembang di KAI sejak tahun pertama Jonan memimpin. Semangat itu meliputi seluruh aspek korporasi, dengan empat pilar utama yaitu pelayanan, kenyamanan, keselamatan, dan ketepatan waktu. Angkutan Lebaran tahun 2012 menjadi semacam proklamasi insan KAI, untuk menunjukkan bukti kepada para stakeholder dan masyarakat luas bahwa kini mereka telah berubah.
(Hal. 133, paragraf 2)
Selanjutnya, pembingkaian penyelesaian masalahnya (treatment recommendation) dapat dibaca pada beberapa paragraf berikutnya:
Dan itu adalah buah dari perubahan mindset para insan KAI. Dari mental “dilayani” menjadi “melayani”. Dari product oriented menjadi customer oriented. Pelayanan terbaik kepada penumpang menjadi tema utama Jonan. Inilah isu yang terus menerus menjadi perhatian dan kepedulian Jonan. Di setiap kesempatan, termasuk melalui broadcast message yang dikirimkan ke seluruh jajaran, Jonan tak bosan-bosan mengingatkan pentingnya melayani pelanggan dan penumpang.
Perubahan mindset diikuti dengan penegakan disiplin yang tegas dan tidak pandang bulu. Manajemen tidak segan-segan menindak petugas yang melalaikan tugas. Dari sisi manajemen, prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) yang selama ini diabaikan, ditegakkan dengan konsisten dan transparan.
(Hal. 133, paragraf 3 dan 4)
Tabel 4.6. Rangkuman Frame BAB VI: Peristiwa Langka di Hari Raya
Define Problems Kesemrawutan di stasiun kereta api menjadi objek yang menarik bagi para pewarta foto untuk mengabadikan suatu drama perjuangan manusia untuk bisa mudik dengan kereta api.
Diagnose Causes Lebaran tahun 2012, pewarta foto tidak lagi mendapatkan gambaran carut marut layanan kereta Selanjutnya, pembingkaian penyelesaian masalahnya (
recommendation) dapat dibaca pada beberapa paragraf berikutnya:
Dan itu adalah buah dari perubahan mindset para insan KAI. Dari mental mindset para insan KAI. Dari mental mindset “dilayani” menjadi “melayani”. Dari product oriented menjadi product oriented menjadi product oriented
oriented. Pelayanan terbaik kepada penumpang menjadi tema utama Jonan. Inilah isu yang terus menerus menjadi perhatian dan kepedulian Jonan. Di setiap kesempatan, termasuk melalui broadcast message yang dikirimkan ke seluruh jajaran, Jonan tak bosan-bosan mengingatkan pentingnya melayani pelanggan dan penumpang.
Perubahan mindset diikuti dengan penegakan disiplin yang tegas dan tidak mindset diikuti dengan penegakan disiplin yang tegas dan tidak mindset pandang bulu. Manajemen tidak segan-segan menindak petugas yang melalaikan tugas. Dari sisi manajemen, prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) yang selama ini diabaikan, ditegakkan dengan konsisten dan transparan.