PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA ANTARA PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DAN
PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA SISWA KELAS X SMK NEGERI 1 BIREUEN
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
DIAH SETIAWATI NIM : 8116171004
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
DIAH SETIAWATI. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa Antara Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Pembelajaran Konvensional pada Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Bireuen. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning dan siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pembelajaran secara konvensional, (2) Perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning dan siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pembelajaran secara konvensional, (3) Interaksi pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa, (4) Interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa, (5) Mendeskripsikan proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran Contextual Teaching and Learning, (6) Mendeskripsikan proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran secara konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian semi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMK Negeri 1 Bireuen, dengan analisis ANAVA dua jalur dan Uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa antara siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran CTL dengan peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional, (2) Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa antara siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran CTL dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa, (3) Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa, (4) Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa, (5) Proses penyelesaian jawaban siswa yang mendapatkan pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning lebih baik dibandingkan proses penyelesaian jawaban siswa yang mendapatkan pembelajaran secara konvensional, (6) proses penyelesaian jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik pada pembelajaran secara konvensional lebih rendah dibandingkan dengan proses penyelesaian jawaban siswa pada pembelajaran CTL.
ABSTRACT
DIAH SETIAWATI. Differences Upgrades Mathematical Problem Solving and Communication Between Students Contextual Teaching and Learning Approaches and Learning in Class X Conventional SMK Negeri 1 Bireuen. Thesis. Medan: Mathematics Education PostGraduate Studies, State University of Medan, 2013.
This study aimed to determine: (1) The difference upgrades between the problem solving ability of students receiving learning approach through Contextual Teaching and Learning and students receiving learning through conventional learning, (2) The difference upgrades between the mathematical communication skills that students acquire learning through approach Contextual Teaching and learning and students receiving learning through conventional learning, (3) Interaction of learning approach and early mathematics ability (high, medium and low) to increase students' problem-solving abilities, (4) the interaction between learning approaches and early math skills of students (high, medium and low) to increase students' mathematical communication skills, (5) Describe the process of settlement of the answers that the students in solving the problems of students get the learning Contextual Teaching and learning, (6) Describe the process of finalizing the answer that the students in solving the problem of students who received conventional learning. This study is a semi-experimental study. The study population was a class X student of SMK Negeri 1 Bireuen, with two lines ANOVA analysis and t-test. The results showed that (1) There are differences in improvement between the students' problem-solving skills that students acquire learning approach CTL with increased problem-solving ability of students receiving conventional learning, (2) There are differences in students' mathematical communication skills improvement among students who received learning approach CTL to increase students' mathematical communication skills, (3) There is no interaction between teaching approaches used and early math abilities of students to increase students' problem-solving abilities, (4) There is no interaction between teaching approaches used and early math abilities of students to increase mathematical communication skills students, (5) The process of resolution of the answers get students learning approaches Contextual Teaching and learning is better than the responses of the students who get a resolution in the conventional learning, (6) Resolution process students' answers in solving the problem solving and mathematical communication in the conventional learning is lower than the resolution process CTL responses of the students in learning.
KATA PENGANTAR
ميحرلا نمحرلا ها مسب
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa Antara Pendekatan Contextual Teaching and Learning dan Pembelajaran Konvensional pada Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Bireuen”.
Dengan selesainya tesis ini, maka sudah sepantasnya dalam kesempatan ini penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, karena atas izin dan ridho-Nya lah tesis ini dapat terselesaikan serta dapat dipertanggungjawabkan. Dalam kesempatan ini juga dengan setulus hati penulis mengucapkan terima kasih antara lain kepada:
1. Teristimewa kepada almarhum suami tercinta Sabaruddin. Latif, S.Pd yang telah memberikan kasih sayang, nasehat, dukungan dan do’a, serta bantuan material, sehingga perkuliahan dan penyusunan tesis ini dapat terselesaikan. Berkat jasa almarhum suami tercinta, penulis termotivasi untuk dapat menyelesaikan Program Pascasarjana (S2) di UNIMED. Oleh karena itu, penulis do’akan semoga beliau selalu mendapat lindungan dan ampunan dosa dari Allah SWT serta kebahagiaan di dunia dan akhirat.
2. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku Pembimbing I dan Bapak Dr.W. Rajagukguk, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana UNIMED, beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis ini.
penulis khususnya dalam administrasi perkuliahan di UNIMED Pascasarjana UNIMED.
5. Ibu Dra. Ida Karnasih, M.Sc, Ed, Ph.D sebagai narasumber I, Bapak Dr. Kms. Muhammad Amin Fauzi, M.Pd sebagai narasuber II dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, sebagai narasumber III yang telah banyak memberikan masukan dan sumbangan pemikiran, sehingga menambah wawasan pengetahuan penulis dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.
6. Bapak/ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga bagi pengembangan wawasan keilmuan selama mengikuti studi dan penulisan tesis ini.
7. Bapak Ir. Sulaiman Ismail selaku Kepala Sekolah, Bapak Drs. Saifuddin selaku Wakil Kepala Sekolah, dan Bapak Mursal, S.Pd selaku guru matematika, serta para dewan guru di SMK Negeri 1 Bireuen yang telah banyak membantu dan memberikan masukan sekaligus kemudahan-kemudahan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.
8. Anak-anakku yang ku sayangi Sabdiansyah Putra, Subhan Hadi Kusuma serta Satria Akbar Rizki, yang senantiasa memberikan semangatnya kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
9. Serta teman-teman Mahasiswa Prodi Matematika angkatan XX kelas A-reguler dan semua pihak yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan dan penulisan tesis ini, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya, penulis berharap kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi peneliti maupun pembaca dalam usaha peningkatan pendidikan di masa mendatang.
Medan, Oktober 2013 Penulis
Diah Setiawati
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 15
1.3 Pembatasan Masalah ... 15
1.4 Rumusan Masalah ... 16
1.5 Tujuan Penelitian ... 17
1.6 Manfaat Penelitian ... 18
BAB. II KAJIAN TEORETIS 1.1 Pemecahan Masalah ... 20
1.1.1 Kemampuan Pemecahan Masalah ... 22
1.1.2 Langkah-langkah Kemampuan Pemecahan Masalah ... 25
1.2 Kemampuan Komunikasi Matematik ... 29
1.3 Pendekatan Contextual Teaching and Learning ... 35
1.4 Teori Belajar yang Relevan dengan CTL ... 46
1.5 Pendekatan Konvensional ... 50
1.6 Penelitian yang Relevan ... 53
1.7 Kerangka Konseptual ... 56
1.8 Hipotesis Penelitian ... 63
BAB. III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 65
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 65
3.4 Variabel Penelitian ... 67
3.5 Desain Penelitian ... 67
3.6 Definisi Operasional ... 69
3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 70
3.7.1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 71
3.7.2. Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 72
3.7.3. Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 74
3.7.4. Uji Coba Instrumen ... 76
3.8 Prosedur Penelitian ... 79
3.9 Teknik Analisis Data ... 82
BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian ……… 89
1.1.1 Hasil Uji Coba Perangkat dan Instrumen Tes…..……..…… 90
1.1. Analisis Data Hasil Penelitian ……….. 94
1.2.1 Analisis Data Kemampuan Awal Matematika Siswa ……… 94
1.2.2 Deskripsi Peningkatan Pemecahan Masalah Siswa ………... 98
1.2.3 Analisis Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Siswa………. 105
1.2.4 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ………. 112
4.2.5. Analisis Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Siswa ……….. 119
4.2.6. Analisis Proses Penyelesaian Jawaban Siswa ……….. 126
4.3 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian ………… 154
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ……… 155
4.4.1. Faktor Pembelajaran ………. 156
4.4.2. Faktor Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ………….. 163
4.5 Keterbatasan Penelitian ………. 166
BAB. V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
1.1 Simpulan ……… 169
1.2 Implikasi ……… 170
1.3 Saran ……….. 171
DAFTAR PUSTAKA ... 172 LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Perbedaan Pendekatan CTL dan Pendekatan Konvensional... 52
Tabel 3.1. Data Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Bireuen tahun Pelajaran 2012/2013 ... 66
Tabel 3.2. Desain Penelitian ... 68
Tabel 3.3. Tabel Weiner Tentang Keterkaitan Antara Variabel Bebas, Variabel Terikat dan Variabel Penyerta ... 68
Tabel 3.4. Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 71
Tabel 3.5. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 72
Tabel 3.6. Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 73
Tabel 3.7. Kriteria Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematik ... 73
Tabel 3.8. Kriteria Pengelompokkan Kemampuan Awal Siswa ... 76
Tabel 3.9. Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik Yang Digunakan ... 82
Tabel 3.10. Rancangan Waktu Penelitian ... 88
Tabel 4.1 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ……….. 90
Tabel 4.2 Hasil Uji Coba Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah ……… 91
Tabel 4.3 Hasil Uji Coba Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik … 91
Tabel 4.4. Hasil Uji Coba Postes Kemampuan Pemecahan Masalah ……. 92
Tabel 4.5. Hasil Uji Coba Postes Kemampuan Komunikasi Matematik …. 92
Tabel 4.6. Deskriptif Mean dan Standar Deviasi tes Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ……… 95
Tabel 4.8. Uji Homogenitas Nilai KAM ……… 96 Tabel 4.9. Uji Perbedaan Rata-rata KAM Siswa Kelompok eksperimen
Dan Kelompok Kontrol ………. 97 Tabel 4.10. Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa kedua kelompok pembelajaran ……… 99 Tabel 4.11 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
Kedua Kelompok Pembelajaran Untuk Kategori ………….. 101
Tabel 4.12. Hasil Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Pemecahan
Masalah Siswa ……… 106
Tabel 4.13 Hasil Uji Homogenitas Data N-Gain Kemampuan Pemecahan
Masalah Siswa ………. 107
Tabel 4.14. Hasil Uji-t Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ……….. 108 Tabel 4.15. Rangkuman Uji Anava Dua Jalur Kemampuan Pemecahan
Masalah Siswa ………. 109
Tabel 4.16 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Penelitian Kemampuan
Pemecahan Masalah Siswa ……….. 112 Tabel 4.17 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematik
Siswa ……… 113
Tabel 4.18 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran Untuk Kategori
Kemampuan Awal Matematika Siswa ……….. 115
Tabel 4.19 Hasil Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa ………. 120
Tabel 4.20 Hasil Uji Homogenitas Data N-Gain Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa ………. 121
Tabel 4.22 Rangkuman Uji Anava Dua Jalur Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa ………. 124
Tabel 4.23 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Komunikasi Matematik Siswa ……… 126
Tabel 4.24. Hasil Rata-rata N-Gain Untuk Setiap Aspek Kemampuan
Pemecahan Masalah Siswa Ditinjau Dari Pembelajaran ……. 127
Tabel 4.25. Hasil Rata-rata N-Gain Untuk Setiap Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Ditinjau
Dari Pembelajaran ……… 141
Tabel 4.26 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Dengan
Taraf Signifikan 5% ……….. 154
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Hasil Jawaban Pemecahan Masalah Siswa ... 7
Gambar 1.2. Hasil Jawaban Komunikasi Matematik Siswa ……… 8
Gambar 2.1. Matematika Sebagai Cara Memecahkan Masalah ... 24
Gambar 3.1. Tahapan Alur Kerja Penelitian ... 81
Gambar 4.1 Diagram Batang Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ………... 100
Gambar 4.2. Peningkatan Rata-rata N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Berdasarkan Kategori KAM ….. 102
Gambar 4.3 Diagram Batang Selisih Mean N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Berdasarkan Faktor Pembelajaran……… 103
Gambar 4.4 Grafik Interaksi Antara Faktor Pembelajaran dengan Faktor Kemampuan Awal Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah ……… 110
Gambar 4.5. Diagram Batang Perbedaan Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Berdasarkan Kategori KAM … 114 Gambar 4.6. Peningkatan Rata-rata N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik siswa Berdasarkan Kategori KAM ……… 116
Gambar 4.7. Diagram Batang Selisih Mean N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Berdasarkan Faktor Pembelajaran ……… 117 Gambar 4.8. Grafik Interaksi Antara Faktor Pembelajaran Dengan
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ….. 124
Gambar 4.9. Diagram Batang Rata-rata N-Gain Untuk setiap Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Ditinjau Dari Pendekatan Pembelajaran ……….. 128
Gambar 4.10. Interpretasi Jawaban Siswa Butir Soal No.1 ……… 131
Gambar 4.11. Interpretasi Jawaban Siswa Butir Soal No. 2 ………... 133
Gambar 4.12 Interpretasi Jawaban Siswa Butir Soal No.3………. 135
Gambar 4.13. Interpretasi Jawaban Siswa Butir Soal No.4 ……… 137
Gambar 4.14. Interpretasi Jawaban Siswa Butir Soal No. 5 ……….. 139
Gambar 4.15. Diagram Batang Rata-rata N-Gain Untuk Setiap Indikator Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Ditinjau Dari Pendekatan Pembelajaran ……… 142
Gambar 4.16. Interpretasi Jawaban Siswa Soal No. 1 ……… 145
Gambar 4.17. Interpretasi Jawaban Siswa Soal No. 2 ……… 146
Gambar 4.18. Interpretasi Jawaban Siswa Soal No. 3 ……… 149
Gambar 4.19. Interpretasi Jawaban Siswa Soal No. 4 ……… 151
Gambar 4.20. Interpretasi Jawaban Siswa Soal no. 5 ………. 153
Gambar 4.21. Kegiatan Siswa Belajar Bersama Dalam Kelompok ………… 157
Gambar 4.22. Proses Penyelesaian Masalah 3 LAS 4 ……… 159
Gambar 4.23. Aktivitas Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi ………….. 160
Gambar 4.24. Guru Bertindak Sebagai Fasilitator Bagi Siswa ……….. 161
Gambar 4.25. Guru Menerangkan Pelajaran dan Siswa Mendengarkan….... 162
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap tatanan kehidupan manusia baik secara individual
maupun kolektif. Dalam menghadapi kemajuan IPTEK salah satu upaya yang harus kita lakukan adalah meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dengan cara membenahi bidang pendidikan. Sejauh ini mutu pendidikan Indonesia
masih sangat memprihatinkan. Menurut Tilaar (dalam Kunandar, 2007) pendidikan nasional dewasa ini dihadapkan pada enam masalah utama dalam
sistem pendidikan nasional yaitu: (1) pemerataan kesempatan belajar, (2) rendahnya efisiensi internal sistem pendidikan, (3) status kelembagaan, (4) manajemen pendidikan yang rendah, (5) sumber daya manusia yang belum
profesional, (6) menurunnya akhlak dan moral peserta didik.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah dapat dilihat dari beberapa
indikator. Pertama, lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Kedua, peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang masih rendah.
Dari 187 negara di dunia, peringkat IPM indonesia berada dalam urutan ke- 124. Berdasarkan hasil survei United Nations Development Programme (UNDP),
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) hanya mencapai angka 0,617 jauh dibawah angka yang diperoleh Malaysia yang berada pada posisi 61 dengan IPM mencapai 0,761. Ketiga, laporan International Educational Achievement (IEA) bahwa
kemampuan membaca siswa SD Indonesia berada di urutan 38 dari 39 negara
2
yang disurvei. Keempat, mutu akademik antarbangsa melalui Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2003 menunjukkan Indonesia
berada diperingkat ke-38 dari 41 negara. Kelima, laporan World Competitiveness
Yearbook tahun 2000, daya saing SDM Indonesia berada pada posisi 46 dari 47
negara yang disurvei dan Keenam, ketinggalan Indonesia dalam bidang IPTEK
dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. (Kunandar, 2007).
Untuk itu, pembaharuan pendidikan harus terus dilakukan. Dalam konteks
pembaharuan ada tiga isu utama yang perlu disoroti yaitu: pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan efektivitas metode
pembelajaran. Kurikulum pendidikan harus komprehensif dan responsif terhadap dinamika sosial, relevan, tidak overload dan mampu mengakomodasikan keberagaman keperluan dan kemajuan teknologi. Kualitas pembelajaran harus
ditingkatkan untuk mendapatkan kualitas hasil pendidikan. Secara mikro, harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran di kelas yang lebih memberdayakan potensi siswa. Peran guru bukan lagi sebagai pemberi informasi
(transfer of knowledge), tetapi sebagai motivator siswa belajar (stimulation of
knowledge) agar siswa dapat mengkonstruksikan sendiri pengetahuan melalui
berbagai aktivitas seperti pemecahan masalah, penalaran dan berkomunikasi sebagai wahana berpikir kritis dan kreatif. Ketiga hal itulah yang menjadi fokus pembaharuan pendidikan di Indonesia.
3
kaitannya antara fakta yang ada di dalam kehidupannya sehari-hari. Hal ini sesuai pendapat Depdiknas (2003) sebagai berikut:
“Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang
mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Mereka sangat butuh untuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya di mana mereka akan hidup dan
bekerja”
Paradigma baru pendidikan menekankan bahwa sistem persekolahan memiliki ciri-ciri berikut: pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran
(learning) daripada mengajar (teaching), pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel, pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus serta mandiri dan pendidikan merupakan
proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan (Zamroni, 2000). Peserta didik dibantu agar kompetensinya muncul dan berkembang secara maksimal. Melalui proses belajar mengajar yang menekankan
pada kompetensi dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) diharapkan peserta didik akan menjadi pribadi yang unggul secara akademis
maupun non akademis. Pergeseran paradigma dalam proses pembelajaran yaitu dari teacher active learning beralih menjadi student active learning, yang artinya orientasi pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).
Pendidikan masa kini dan yang akan datang dihadapkan kepada tantangan
4
pergeseran baik yang bersifat filosofis, substansif maupun pedagogis yang mencakup hal-hal berikut:
1. Peran guru sebagai knowledge agent bergeser menjadi learning agent yang mendorong, membantu dan mengarahkan peserta didik untuk mengalami proses pembelajaran sesuai dengan minat, bakat, potensi, perkembangan fisik dan psikologinya.
2. Proses pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi menjadi kebiasaan dan cara berpikir peserta didik didominasi cara kerja komputer, karena itu guru harus mampu mengimbangi keadaan ini, peserta didik mempunyai keseimbangan antara berpikir logika dan etika serta estetika.
3. Teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan dilakukannya proses pendidikan individual yang sesuai dengan kebutuhan dan tahapan penguasaan peserta didik.
4. Perkembangan ilmu komputer yang berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan realitas maya (virtual reality) telah membayangi proses pendidikan, di mana program pendidikan yang semula dirancang dan dilalukan oleh manusia digantikan dengan perangkat lunak yang dirancang oleh manusia
5. Pendidikan secara konvensional diarahkan agar lulusan lembaga pendidikan memperoleh pekerjaan reguler secara produktif.
Sebagai akibat dari kemajuan IPTEK, maka salah satu ilmu pengetahuan
yang harus dikuasai oleh peserta didik adalah pengetahuan matematika. Hal ini dimungkinkan karena tujuan pembelajaran matematika lebih ditekankan agar peserta didik mampu menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan mampu
menggunakan matematika dalam kehidupan nyata. Niss (dalam Hadi, 2005) menyatakan bahwa salah satu alasan utama diberikan pengetahuan matematika
kepada peserta didik di sekolah adalah untuk memberikan pengetahuan kepada individu yang dapat membantu mereka mengatasi masalah dalam kehidupan nyata, kehidupan pribadi dan kehidupan sebagai warga negara. Hal yang sama
dikatakan oleh Soejadi (dalam Saragih, 20007) bahwa pendidikan matematika memiliki dua tujuan yang utama yaitu: (1) tujuan yang bersifat formal, yang
5
tujuan yang bersifat material, yang memberikan tekanan kepada penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika. Akan tetapi kenyataannya, pelajaran matematika masih dianggap mata pelajaran yang sulit,
membosankan dan menakutkan bagi siswa. Dampaknya terlihat dari rendahnya prestasi hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika.
Rendahnya hasil belajar matematika siswa disebabkan karena materi pelajaran yang diajarkan, sedikit atau kurang sekali penekanan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari, guru mengajarkan matematika dengan materi
pelajaran dan metode yang tidak menarik, dimana guru menerangkan, siswa mencatat materi pelajaran, pada saat mengajar matematika guru langsung
menjelaskan materi yang akan dipelajari dilanjutkan dengan contoh soal dan latihan. Tidak adanya penekanan pengajaran matematika dalam konteks kehidupan nyata menyebabkan sebagian siswa tidak mampu menghubungkan
antara materi matematika yang mereka pelajari dengan pemahamannya dalam kehidupan nyata. Pemahaman siswa masih bersifat abstrak dan belum menyentuh kebutuhan praktis dan aplikasinya dalam kehidupan nyata.
Kemampuan belajar matematika siswa dapat ditinjau dari lima aspek kemampuan matematika seperti yang dirumuskan oleh NCTM (1995) yaitu
kemampuan pemecahan masalah matematika, kemampuan komunikasi matematika, kemampuan penalaran matematika, kemampuan representasi matematika dan kemampuan koneksi matematika. kelima aspek kemampuan
tersebut sejalan dengan tuntutan kemampuan yang disarankan pemerintah melalui kurikulum tahun 2006 yang menjadi acuan penilaian secara nasional. Menurut
6
dimana kemampuan pemecahan masalah bukan hanya sebagai tujuan dari pembelajaran matematika tetapi juga merupakan kegiatan yang penting dalam pembelajaran matematika, karena selain siswa mencoba memecahkan masalah
dalam matematika, mereka juga termotivasi untuk bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menyelesaikan permasalahan dalam matematika dengan baik. Hal
itu juga diperkuat oleh Hudojo (dalam Setiawan: 2008) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu hal yang sangat esensial di dalam pengajaran matematika, sebab: (1) siswa menjadi trampil menyeleksi informasi
yang relevan, kemudian menganalisis dan akhirnya meneliti hasilnya, (2) kepuasan intelekstual akan timbul dari dalam diri siswa dan (3) potensi
intelekstual siswa meningkat.
Pemecahan masalah sebagai pendekatan pembelajaran digunakan untuk menemukan dan memahami materi atau konsep matematika, sedangkan
pemecahan masalah sebagai tujuan pembelajaran diharapkan agar siswa dapat mengidentifikasikan unsur yang diketahui, ditanya, serta kecukupan unsur yang diperlukan, merumuskan masalah, dan menjelaskan hasil sesuai dengan
permasalahan asal. Polya menggambarkan kemampuan pemecahan masalah yang harus dibangun siswa meliputi kemampuan siswa memahami masalah,
merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana dan memeriksa kembali prosedur hasil penyelesaian. Inti dari memecahkan masalah adalah supaya siswa terbiasa mengerjakan soal-soal matematika yang tidak hanya
7
kemudian siswa bereksplorasi dengan benda konkrit, mempelajari ide-ide matematika secara informal, selanjutnya belajar matematika secara formal.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah sangat
penting dalam pembelajaran matematika, akan tetapi kenyataannnya di lapangan menunjukkan kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah. Dari hasil
observasi dan wawancara dengan siswa dan guru bidang studi matematika SMK Negeri 1 Bireuen, peneliti menemukan kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal dalam bentuk pemecahan masalah dan komunikasi. Salah satu materi yang
dirasakan sulit oleh siswa SMK adalah soal program linier, sebagian besar siswa tidak memahami soal materi program linier yang diberikan yaitu: Untuk membuat
kue bolu marmer diperlukan 200 gram tepung dan 25 gram mentega. Untuk membuat kue bolu pandan diperlukan 100 gram tepung dan 50 gram mentega. Tepung yang tersedia hanya 4 kg dan mentega yang ada 1,2 kg! Ditanya a).
Tuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal cerita diatas, b) buatlah model matematika dari soal cerita diatas c). buatlah daerah penyelesaiannya dalam bentuk grafik dan d). berapa masing-masing kue bolu harus dibuat agar
memperoleh jumlah yang maksimum?
Gambar 1.1 Hasil jawaban pemecahan masalah siswa
Tidak menuliskan apa yang diketahui
8
Hasilnya pemecahan masalah diatas menunjukkan banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk memahami maksud dari soal tersebut, merumuskan apa yang diketahui, perencanaan penyelesaian yang tidak terarah, dan proses atau
strategi penyelesaian yang dikerjakan siswa tidak benar. Berdasarkan observasi awal pada tanggal 17 Nopember 2012 yang peneliti lakukan di SMK Negeri 1
Bireuen diperoleh kenyataan bahwa siswa mengatakan mereka tidak pernah dan jarang sekali diberikan soal-soal matematika yang berbentuk cerita atau soal pemecahan masalah oleh guru selama ini pada proses pembelajaran matematika di
sekolah. Siswa terbiasa mengerjakan soal-soal yang rutin yang ada dalam contoh buku pelajaran matematika, sehingga bila dibuat dalam bentuk soal cerita mereka
kesulitan untuk menyelesaikan soal tersebut.
Selain kemampuan pemecahan masalah, fokus penelitian yang lain adalah kemampuan komunikasi matematik yang perlu dikuasai oleh siswa. Dari soal
program linier yang peneliti berikan kepada siswa, yaitu diketahui suatu
pertidaksamaan linier berikut ini: , ditanya: a) ubahlah bentuk pertidaksamaan soal diatas menjadi bentuk persamaan, b) buatlah
grafik penyelesaian dari ketiga bentuk pertidaksamaan, c) tentukanlah daerah himpunan penyelesaiannya.
Gambar 1.2 Hasil jawaban komunikasi matematik siswa Tidak dapat menafsirkan bentuk pertidaksamaan x + y < 4
9
Dari jawaban yang diperoleh siswa dapat terlihat bahwa siswa mengubah bentuk pertidaksamaan menjadi x = 0 dan bentuk pertidaksamaan
menjadi y = 0 serta bentuk pertidaksamaan menjadi x + y = 0, kemudian menggambarkan grafik untuk x = 0 dan y = 0 akan tetapi untuk
siswa kesulitan bagaimana memahami/ menafsirkan serta menjelaskan
bentuk kedalam bentuk grafik penyelesaian karena siswa salah
menafsirkan/mengubah dan karena tidak mampu menggambarkan
grafik untuk pertidaksaman maka siswa tidak dapat menghubungkan
bentuk-bentuk grafik , dan ke dalam satu bentuk grafik
(gabungan ketiga grafik) sehingga hasil akhir yang diminta untuk daerah hasil penyelesaian tidak diperoleh oleh siswa.
Jadi dapat disimpulkan kemampuan komunikasi siswa rendah berdasarkan jawaban yang diperolehnya, siswa tidak dapat menginterprestasikan soal yang diberikan dan tidak dapat membuat daerah penyelesaiannya kedalam bentuk
grafik penyelesaian dari soal program linier tersebut. Selama ini Siswa jarang sekali mengkomunikasikan ide-ide matematika sehingga sulit untuk memberikan
penjelasan yang tepat, jelas, dan logis atas jawabannya. Sumarmo (2005) menggambarkan kemampuan komunikasi matematik yang harus dibangun siswa meliputi kemampuan menghubungkan benda nyata, gambar, tabel dan diagram
kedalam ide matematika; menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik, tabel dan aljabar;
10
matematika untuk semua. Hal serupa juga dikatakan oleh Lindquist (Andriani: 2008) matematika sebagai bahasa sehingga komunikasi matematik merupakan esensi dari mengajar, belajar dan mengakses matematika. Hal ini juga diperkuat
dari hasil laporan TIMSS (Suryadi: 2005) menyebutkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam komunikasi matematika sangat jauh ketinggalan dibawah
negara-negara lain. Sebagai contoh, untuk permasalahan matematik yang menyangkut kemampuan komunikasi matematik, yang berhasil menjawab benar hanya 5% dibandingkan negara lain seperti Singapura, Korea dan Taiwan yang mencapai
50%. Karenanya, kemampuan komunikasi matematik perlu dan harus ditumbuh kembangkan di kalangan siswa.
Menurut Baroody (dalam Bansu, 2009) menyebutkan sedikitnya ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa, yaitu : (1) mathematics as language,
artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide-ide
matematika secara jelas, tepat dan cermat, (2) mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika,
matematika sebagai wahana interaksi antara siswa dan juga komunikasi antara guru dengan siswa. Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa selama ini guru jarang dan tidak mampu menciptakan suasana belajar yang memungkinkan
terjadinya komunikasi timbal balik dalam pembelajaran matematika.
Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan bahwa kemampuan
11
perlu ditingkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematik siswa.
Salah satu penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan
kemampuan komunikasi matematik siswa dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru. Selama ini guru menggunakan cara
pembelajaran di kelas secara konvensional. Fakta di lapangan juga menunjukkan fenomena yang cukup memprihatinkan. Pertama, pembelajaran selama ini siswa tidak dapat membuat hubungan antara yang mereka pelajari di sekolah dan
bagaimana pengetahuan tersebut akan diaplikasikan. Kedua, siswa menghadapi kesulitan memahami konsep akademik (seperti konsep matematika) saat mereka
diajarkan dengan pembelajaran tradisional, padahal mereka sangat perlu untuk memahami konsep-konsep saat mereka berhubungan dengan dunia nyata. Ketiga, siswa diharapkan untuk membuat sendiri hubungan tersebut di luar kegiatan kelas.
Bukti empiris tersebut diperkuat dengan beberapa hasil penelitian seperti salah satunya penelitian yang dilakukan Siregar (2012) yang menggunakan pendekatan kontekstual menunjukkan peningkatan kemampuan pemecahan
masalah siswa sebesar 0,52. Dari hasil penelitian tersebut jelas menunjukkan permasalahan dalam pembelajaran selama ini bahwa kebanyakan siswa lebih
tertarik dan prestasi belajar mereka dalam matematika meningkat secara dramatis ketika dibantu untuk membuat hubungan diantara informasi baru (knowledge) dan pengetahuan yang telah di miliki serta siswa lebih banyak belajar secara efisien
ketika mereka diperbolehkan untuk bekerja secara kooperatif dengan siswa lain dalam sebuah kelompok belajar. Belajar akan lebih bermakna jika siswa
12
berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali siswa memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang.
Menyikapi permasalahan yang timbul dalam pembelajaran matematika, perlu adanya perubahan pendekatan pembelajaran selama ini yang konvensional
dengan pembelajaran yang dapat mengaitkan konten mata pelajaran matematika dengan dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan nyata yaitu pembelajaran kontekstual atau
contextual teaching and learning (CTL). Menurut Johnson (2002) pendekatan
contextual teaching and learning (CTL) membantu siswa menemukan makna
pelajaran mereka dengan cara menghubungkan materi akademik dengan konteks kehiudupan keseharian siswa. Mereka membuat hubungan-hubungan penting yang menghasilkan makna dengan melaksanakan pembelajaran yang diatur
sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, menghargai orang lain, mencapai standar tinggi dan berperan serta dalam tugas-tugas penilaian autentik
Pendekatan contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran kontekstual/CTL terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata
yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja. Pembelajaran CTL adalah pembelajaran
13
menekankan pada berpikir tingkat lebih tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin serta pengumpulan, penganalisis dan pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber.
Ada beberapa alasan mengapa pendekatan contextual teaching and learning/ kontekstual menurut Depdiknas (2003) menjadi pilihan pembelajaran
yang dianggap mampu menciptakan siswa yang aktif, produktif dan inovatif yaitu sebagai berikut : (1) sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih
berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu diperlukan sebuah strategi baru
yang lebih memberdayakan siswa sehingga dapat mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri, (2) melalui landasan filosofi konstruktivisme, contextual teaching and learning (CTL) “dipromosikan”
menjadi alternatif strategi belajar yang baru, dimana diharapkan siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, (3) pengetahuan dibangun oleh manusia, pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau hukum yang menunggu
untuk ditemukan, (4) pengetahuan adalah konstruksi dari manusia dimana selalu mengalami perubahan dan mendapatkan pengalaman baru sehingga pemahaman
pengetahuan menjadi kuat dan stabil jika kita mengonstruksikan pengetahuan tersebut.
Selain alasan tersebut di atas, pembelajaran dengan pendekatan contextual
teaching and learning (CTL) memiliki karakteristik khusus yang ada di dalam
sistem pembelajaran CTL. Menurut Johnson (dalam Nurhadi, 2003) CTL
14
1. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connection). Artinya siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual.
2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikant (doing significant work). Artinya siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan anggota masyarakat.
3. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning)
4. Bekerja sama (collaborating). Artinya siswa dapat bekerja sama, guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
5. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Artinya siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisis, mensintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan dan menggunakan logika serta bukti-bukti.
6. Memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Artinya siswa memelihara pribadinya, mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.
7. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Artinya siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi, mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya.
8. Menggunakan penilaian autentik (using authentic assesment). Artinya siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Dengan pendekatan pembelajaran contextual teaching and learning diharapkan kemampuan pemecahan masalah siswa dan kemampuan komunikasi
matematik siswa menjadi lebih baik. Hal ini dikarenakan komponen-komponen yang terdapat di dalam pembelajaran CTL sangat memperhatikan kemampuan siswa untuk dapat memecahkan masalah dan dapat mengkomunikasikan ide-ide
matematika siswa secara jelas, tepat dan cermat.
Berdasarkan paparan permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian untuk melihat apakah pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dan pendekatan konvensional memiliki perbedaan kontribusi
15
siswa. Untuk maksud tersebut maka penelitian ini berjudul “Perbedaan
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa antara Pendekatan Contextual Teaching and Learning dengan Konvensional pada
Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Bireuen”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan dalam proses pembelajaran matematika sebagai berikut:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah. 2. Kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah
3. Pendekatan pembelajaran yang dilakukan guru masih bersifat konvensional,
dimana proses pembelajaran masih berpusat pada guru.
4. Proses penyelesaian jawaban dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah dan komunikasi matematika di kelas masih bervariasi/ belum
sistematis.
5. Kemampuan berpikir kritis siswa terhadap masalah matematika masih rendah
1.3. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka perlu adanya pembatasan masalah agar penelitian lebih fokus. Peneliti hanya meneliti tentang pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) dan pembelajaran secara konvensional terhadap perbedaan
16
interaksi pendekatan pembelajaran serta proses penyelesaian jawaban siswa pada masing-masing pembelajaran.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah, maka rumusan masalah dari penelitian adalah :
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
antara siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan peningkatan kemampuan pemecahan
masalah siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pembelajaran secara konvensional.
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik
antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan peningkatan komunikasi matematik
siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pembelajaran secara
konvensional.
3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan
awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa
4. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan
awal matematika siswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa.
5. Bagaimana proses penyelesaian jawaban siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dikaitkan dengan langkah-langkah
17
6. Bagaimana proses penyelesaian jawaban siswa yang mendapat pembelajaran secara konvensional dikaitkan dengan langkah-langkah pemecahan masalah.
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi
tentang perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematik siswa melalui pendekatan pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran matematika di SMK. Secara
khusus tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :
1. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan siswa yang memperoleh pembelajaran
melalui pembelajaran secara konvensional.
2. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) dan siswa yang memperoleh pembelajaran
melalui pembelajaran secara konvensional.
3. Mengetahui Interaksi pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa
4. Mengetahui Interaksi pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan
18
5. Mengetahui bagaimana proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah siswa yang mendapat pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
6. Mengetahui bagaimana proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran secara
konvensional
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
Mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna sehingga siswa menjadi aktif dalam pembelajaran di kelas dan dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa.
2. Bagi Guru
a). Pedoman bagi guru tentang penerapan pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai salah satu alternatif untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa.
b). Memberikan informasi perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan
masalah dan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan CTL dengan siswa yang mendapat pembelajaran secara
19
169
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
1.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dikemukakan
pada Bab IV maka dapat diambil beberapa simpulan yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan yang tercantum di dalam rumusan masalah. Adapun simpulan-simpulan tersebut adalah:
1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa antara siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran Contextual
Teaching and Learning/CTL dengan peningkatan kemampuan pemecahan
siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa
antara siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning/CTL dengan peningkatan kemampuan komunikasi
matematik siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.
3. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap
peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa.
4. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap
peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa.
5. Proses penyelesaian jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah
kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematik
170
siswa pada pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning/CTL lebih baik dibandingkan dengan proses penyelesaian jawaban siswa pada pembelajaran secara konvensional.
6. Proses penyelesaian jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematik
pada pembelajaran secara konvensional lebih rendah dibandingkan dengan proses penyelesaian jawaban siswa pada pembelajaran CTL.
6.2 Implikasi
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kemampuan pemecahan masalah
dan kemampuan komunikasi matematik siswa yang mendapatkan pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning/CTL lebih baik dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran secara konvensional. Implikasi dari hasil
penelitian tersebut berdampak pada tingkat kemampuan awal matematika kategori sedang dapat lebih meningkat kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika bila mendapatkan pendekatan pembelajaran contextual teaching and
learning (CTL). Dari hasil rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah
dan komunikasi matematik siswa menunjukkan bahwa interaksi antara pendekatan
pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa dan juga kemampuan guru
untuk memilih pendekatan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran di sekolah menjadi lebih baik. Selama ini guru masih menggunakan
171
sedangkan siswa belajar secara pasif. Dengan pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning/CTL, siswa diharapkan dapat mengkontruksikan ilmu yang dimilikinya, siswa belajar aktif dengan saling
kerjasama.
Beberapa implikasi yang perlu menjadi perhatian dari guru sebagai proses
pembelajaran Contextual Teaching and Learning antara lain: constructivism merupakan landasan berpikir bagi pendekatan Contextual Teaching and Learning/CTL dimana pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, kegiatan
bertanya dan menemukan berguna untuk membangkitkan respon belajar siswa, disarankan untuk melakukan diskusi atau saling kerjasama antar siswa dan guru
melakukan penilaian yang sebenarnya sebagai upaya untuk pengumpulan data siswa yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
6.3 Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi yang peneliti paparkan di atas, maka ada beberapa saran berikut untuk menjadi bahan perhatian dan pertimbangan dari
semua pihak yang berkepentingan:
1. Disarankan kepada guru bidang studi matematika untuk dapat menerapkan
pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning/CTL pada pembelajaran matematika di sekolah, terutama pada materi program linier di SMK karena materi tersebut menuntut adanya keterkaitan masalah
matematika dengan kehidupan nyata siswa.
2. Berdasarkan hasil temuan penelitian maka materi pelajaran matematika dapat
172
beberapa kompetensi keahlian sehingga siswa dapat mengaitkan antara materi pelajaran matematika disekolah dengan kehidupan nyatanya.
3. Disarankan adanya penambahan alokasi waktu pelajaran matematika di SMK
yang hanya 4 x 45 menit menjadi 6 x 45 menit dalam seminggu agar kemampuan siswa dapat ditingkatkan dan pelaksanaan pembelajaran
matematika dilakukan pada jadwal pelajaran ke 1-2 atau 3-4 bukan pada jadwal ke 5-6 atau 7-8 dimana siswa mengalami kelelahan/kesulitan memahami pelajaran matematika.
4. Meminimalisir faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan dan kesiapan belajar siswa terhadap materi pelajaran yang akan dipelajarinya.
5. Pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning/CTL sangat baik diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematik siswa.
6. Diharapkan kepada pihak yang terkait dalam dunia pendidikan untuk dapat meningkatkan peran sertanya meningkatkan mutu pendidikan dengan pemilihan pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning/CTL
173
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, Bansu. 2009. Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: PeNa
Andriani, Melly. 2008. Komunikasi Matematika. Yogyakarta
(http://mellyirzal.blogspot.com/2008/12/komunikasi-matematika.html)
Arikunto, S. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Dahar, R.W. 2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga
Depdiknas. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Makalah tidak diterbitkan
. (2003). Kurikulum 2004: Kompetensi Standar Mata Pelajaran Sains. Jakarta: Depdiknas Republik Indonesia
Dewey, J (1916). Democracy and Education: An Introduction to the Philosophy of Education. New York: Free Press
Dick and Carey. 2005. The Systematics Designs of Instructions Third Education. Boston: Pearson
Hadi, S. 2005. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip
Haji. S. 2005. Pendidikan Matematika Realistik. Banjarmasin: Tulip Banjarmasin
Hayat, Bahrul. 2005. “Keniscayaan Inovasi Pendidikan dalam Era Teknologi Informasi dan Komunikasi. “Makalah Seminar Pendidikan, 28 April 2005 di: Jakarta
Hudoyo, H. (1979). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di depan Kelas .Usaha Nasional: Surabaya
Ismail. Dkk. 2003. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka
174
Komalasari, K (2010). Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama
Kunandar. (2007). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada
Nurhadi. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual Taching and Learning). Jakarta: Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama
Nurhadi, dkk (2003). Pembelajaran Kontektual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: IKIP Malang
NCTM. (2000). Principles and Standards For School Mathematics. Virginia: National Council of Teacher Mathematics
.1989. Curriculum and Evaluation Standars for School Mathematics. Reston, VA: NCTM
. 1980. An Agenda for Action Recommendations for School Mathematics of the 1980s. Virginia: NCTM
Posamentier, A.S dan Stepelman, J. (2002). Teaching Secondary Mathematics Techniques end Enrichment Units (6 th.ed). New Jersey: Merrill Prentice Hall
Purba, G. 2010. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD yang Berorientasikan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Tesis: UNIMED Medan
Ruhdiani. (2012). “Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Sikap Positif Terhadap Matematika Siswa Madrasah Ibtidaiyah Melalui Pembelajaran
dengan Pendekatan CTL”. Tesis. PPs UNIMED Medan. Tidak diterbitkan
Ruseffendi. E.T (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito
175
Ridwan. 2006. Pengantar Statistika. Bandung: Alfabeta
Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi. Bandung: UPI Bandung
Setiawan, Andri. 2008. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matmatika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis: UPI Bandung
Siregar, J.R. 2012. “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa MTs Harapan Bangsa Meulaboh dengan Pendekatan Kontekstual”. Tesis PPs UNIMED. Tidak Diterbitkan
Slavin, R.E (1994). Educational Psychology Theory and Practice. Needham Heights: Allyn and Bacon Publisher
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito Sumarmo, U. 2005. Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Bandung: UPI Bandung
Suparno, P. 1997.Filsafat Konstruktivismen dalam Pendidikan. Jogyakarta: Kanisius
Suryadi. 2005. Penggunaan Pendekatan Pembelajaran tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Tesis: Bandung. Tidak diterbitkan
176
. 1990. Penelitian Ilmiah dan Dasar Metode Teknik. Bandung: Tarsito
Syah, M. 2003. Psikologi Penelitian Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya
Turmudi. 2008. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika. Jakarta: Cita Pustaka
. 2009. “Pemecahan Masalah Matematika”. Jurnal Pendidikan Matematika.
(http://file.upi.edu/D-FPMIPA/JURPEND.MATEMATIKA
Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI
Umar, W. 2009. Penerapan Pembelajaran Matematika SMP dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning.
(http://pps.uny.ac.id/index.php.penerapanpembelajaranmatematikaSMPde nganpendekatanContextualTeachingandlearnig.diakses18okt2009)
Usman, H. 2006. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Wardhani. Dkk. 2010. Pembelajaran Kemampuan Masalah Matematika di SMP. Yogyakarta: PPPPTK Matematika