1
AUA KECAMATAN SUNGAI AUR KABUPATEN PASAMAN BARAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mendapat Gelar Sarjana Hukum (SH) Program Studi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhsiyah)
Pada Fakultas Syariah Semester IX
Oleh:
HADI SAPUTRA NIM. 1117.055
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM (AHWAL SYAKHSIYAH) FAKULTAS SYARI‟AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI 1442 H /2021 M
i DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….……….i
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI………ii
SURAT PERNYATAAN……….iii
ABSTRAK……….iv
KATA PENGANTAR……….………..v
DAFTAR ISI………...………...ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang………1
B. Rumusan masalah………..……….9
C. Tujuan penelitian………9
D. Kegunaan penelitian………...……10
E. Penjelasan judul………..…………...10
F. Tinjauan Pustaka………..12
G. Metodologi penelitian………..14
H. Sistematika pembahasan………...………...17
BAB II LANDASAN TEORI TALAK DALAM ISLAM A. Pernikahan…………...……..……….……….…...19
1. Pengertian Pernikhan……..………..…...19
2. Dasar Hukum Nikah…………...………….………….…..20
3. Rukun dan Syarat Sah Nikah………..…….…..26
B. Talak……….………...31
1. Pengertian Talak dalam Hukum Islam…….………..31
2. Dasar Hukum Talak……….……….…...35
3. Macam-macam dan Bentiuk-bentuk Talak………...…...42
ii
BAB III TALAK DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
A. Pengertian Talak Dalam Hukum Positif Indonesia……..…....51
B. Dasar Hukum Positif di Indonesia…...……….…...55
C. Macam-macam Talak Dalam Hukum Positif di Indonesia..…56
BAB IV HASIL-HASIL PENELITIAN A. Monografi Nagari Sungai Aua………….……….…...57
1. Sejarah Nagari Sungai Aua……..……….…...57
2. Potensi Nagari Sungai Aua ……….………...60
3. Visi dan Missi Nagari Sungai Aua….…………..….…...61
B. Pemahaman Masyarakat Jorong Koto Dalam Nagari Sungai Aua Kecamatan Sungai Aur Terkait Perceraian Di Luar Pengadilan Agama.……….………...62
1. Menganalisis Data Angket…………..……….…...65
2. Menganalisis Pertanyaan Essay……….…65
C. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Masyarakat Di Luar Pengadilan Agama Serta Tentang Keabsahannya...68
D. Upaya Pemerintah Setempat Dalam Penyelesaian Permasalahan Hukum Perkawinan Terkait Perceraian Di Luar Pengadilan Agama Di Nagari Sungai Aua………...…....79
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan………..…82
B. Saran………..………...83 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN
iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : HADI SAPUTRA
NIM : 1117.055
Tempat/Tanggal Lahir : Dumai/ 27 Maret 1998
Program Studi : Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhsiyyah)
Fakultas : Syari‟ah
Judul skripsi : Pemahaman Masyarakat Tentang Undang- Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Terkait Perceraian di Luar Pengadilan Agama Jorong Koto Dalam Nagari Sungai Aua Kecamatan Sungai Aur Kabupaten Pasaman Barat.
Menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa karya ilmiah (skripsi) penulis dengan judul di atas adalah benar asli karya penulis. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya sendiri, maka penulis bersedia diproses sesuai hukum yang berlaku dan gelar kesarjanaan penulis dicopot hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bukittinggi, 02 November 2021 Yang menyatakan,
HADI SAPUTRA NIM. 1117.055
iv ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Pemahaman Masyarakat Tentang Undang- Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Terkait Perceraian di Luar Pengadilan Agama Jorong Koto Dalam Nagari Sungai Aua Kecamatan Sungai Aur Kabupaten Pasaman Barat”, yang ditulis oleh Hadi Saputra, NIM 1117.055, Program Studi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhsiyyah) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.
Skripsi ini ditulis karena maraknya kasus perceraian di luar Pengadilan Agama di Indonesia, terkhusus di Nagari Sungai Aua Kecamatan Sungai Aua Kabupaten Pasaman Barat. Padahal terkait Perceraian ini sudah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Perceraian harus dilakukan di depan pengadilan dan diselesaikan sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan hal ini maka penulis ingin mengetahui secara utuh tentang Pemahaman Masyarakat Nagari Sungai Aua Kecamatan Sungai Aur Kabupaten Pasaman Barat Tentang Undang- Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Terkait Perceraian di Luar Pengadilan Agama, kemudian penulis akan meneliti mengenai faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan perceraian di luar Pengadilan Agama serta keabsahannya. Bagaimana keseriusan dan upaya pemerintah setempat dalam penyelesaian permasalahan Hukum Perkawinan terutama terkait perceraian di luar Pengadilan Agama di Nagari Sungai Aua.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Yuridis Empiris, berupa observasi langsung di lapangan. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah masyarakat Jorong Koto Dalam Nagari Sungai Aua Kecamatan Sungai Aur Kabupaten Pasaman Barat, sedangkan untuk sumber sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan dari beberapa pendapat pakar ahli Hukum Keluarga.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa banyaknya masyarakat yang melakukan perceraian di Luar Pengadilan Agama disebabkan karena sulitnya prosedur pengurusan akta cerai, dan besarnya biaya yang dikeluarkan, Adapun alasan lainnya karena tidak/kurang pahamnya UU No.1 Tahun 1974 terkait Perceraian. Hal ini tentunya berdampak buruk bagi korban perceraian, yaitu hak korban perceraian sering diabaikan, karena belum ada perlindungan hukum yang diberikan terhadap perceraian di luar pengadilan. Antara lain biaya masa iddah, biaya nafkah anak, biaya tempat tinggal, penyelesaian harta bersama dan hak untuk menikah lagi. Kepada pihak yang akan bercerai disarankan agar perceraian tersebut dilakukan di depan pengadilan sehingga hak-hak istri setelah terjadi perceraian dapat terpenuhi dan diakui secara hukum. Kepada pemerintah disarankan agar membuat regulasi yang lebih tegas untuk menghindari terjadinya perceraian di luar pengadilan. Kepada pemerintah desa agar tidak mengabaikan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tentang larangan perceraian di luar pengadilan.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat beserta salam disampaikan agar tercurah buat Nabi Muhammad SAW.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Ibu Dr. Ridha Ahida, M.Hum beserta Bapak-bapak Wakil Rektor, Bapak Dr. Asyari, M.Si, Bapak Dr. Novi Hendri, M.Ag, dan Bapak Dr. Miswardi, M.Hum, yang telah memberikan fasilitas kepada penulis selama menjalani pendidikan di IAIN Bukittinggi.
2. Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Bapak Dr. H. Ismail, M.Ag, beserta Bapak-Bapak Wakil Dekan, Bapak Dr. Nofiardi, M.Ag, Bapak Dr. Busyro, M.Ag, dan Bapak Fajrul Wadi, S.Ag, M.Hum, serta Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhsiyyah), Bapak Dr. Dahyul Daipon, M.Ag, yang telah menfasilitasi penulis dalam menjalani pendidikan dan bimbingan skripsi ini.
3. Pembimbing Skripsi penulis, Bapak Dr. Busyro, M.Ag, yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis
vi
dalam penyusunan skripsi ini, serta orang tua penulis, Ayahanda Alm.
Dafnil Saputra dan Ibunda Drs.Wilna, serta Mamak Budi Bakti, Ibu Ermida, S.Pd , Buya Drs.H.Afwan,M.M, Bunde Zulmiati, Ayahangah Zarwedi Dt.Majo Indo, Canak Irma seluruh keluarga yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral.
4. Pimpinan beserta staf perpustakaan yang telah mengijinkan penulis untuk mengakses buku-buku dan referensi yang dibutuhkan dalam mengumpulkan data-data dan informasi dalam menyelesaikan penulisan Skripsi ini.
5. Seluruh pihak yang telah membantu, baik moril maupun materil, seperti teman-teman kuliah seperjuangan, dan siapa saja yang telah ikut andil dalam penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih, berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhsiyyah).
Bukittinggi, 01 November 2021 Penulis,
HADI SAPUTRA NIM. 1117.055
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan hal yang sakral, namun harus sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Sehingga apa yang diharapkan dari pelaksanaan perkawinan tersebut bisa tercapai. Dengan keluarga tercinta mereka dapat melangsungkan keturunan, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sehari- hari, di mana dalam keluarga tersebut terdiri atas orang tua serta anak sebagai pelanjut keturunan.
Hukum perkawinan merupakan bagian integral dari syari‟at Islam, yang tidak terpisahkan dari dimensi dan akidah serta akhlak Islami. Di atas dasar inilah hukum perkawinan yang bertauhid dan berakhlak, sebab perkawinan semacam inilah yang bisa diharapkan memiliki nilai transendental dan sakral untuk mencapai tujuan perkawinan yang sejalan dengan syari‟at Islam.1
Sedangkan hasrat untuk hidup bersama merupakan salah satu bukti kebesaran Allah SWT. Sebagaimana di tegaskan di dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an Surat Ar-Rum : 212
Allah SWT berfirman dalam Q.S Ar-Rum ayat 21 sebagai berikut:
َياَء ْنِمَو ِوِتٓۦ َوْزَأ ْمُكِسُفنَأ ْنِّم مُكَل َقَلَخ ْنَأ وُنُكْسَتِّل اًج
ا ٓٓ
ًةَْحَْرَو ًةَّدَوَّم مُكَنْ يَ ب َلَعَجَو اَهْ يَلِإ ٓ َّنِإ ٓ
َذ ِفِ
َياَءَل َكِل َنوُرَّكَفَ تَ ي ٍمْوَقِّل ٍت
1 M, Anshary, Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).
Cet III, 10
2Al Fatih, Al-Quran Karim Tafsir Per Kata Tajwid Kode, Ar-Rum ayat: 21, 406
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q.S Ar-Rum Ayat : 21).
Berdasarkan firman Allah SWT di atas, Menunjukkan bahwa perkwinan tidak hanya bertujuan untuk mewujudkan kebahagian lahiriyah saja tetapi juga bertujuan untuk mewujudkan kebahagian batiniyah karena perkawinan bukan hanya dilihat sebagai hubungan jasmani saja, tetapi juga merupakan hubungan batin.
Akad perkawinan dalam hukum Islam bukanlah perkara perdata semata, melainkan ikatan suci (misaqan qaliza) yang terkait dengan keyakinan dan keimanan kepada Allah. Dengan demikian dalam perkawinan ada dimensi ibadah. Untuk itu perkawinan harus di pelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan apa yang menjadi tujuan perkawinan dalam Islam. Yakni terwujudnya keluarga sejahtera (mawaddah wa rahmah) dapat terwujud.3
Demikian pula perkawinan pada hakikatnya merupakan salah satu sunnah nabi yang patut di ikuti dan di contoh oleh pengikutnya. Karena selain mencontoh juga merupakan tabiat manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya. Salah satu tujuan Syari‟at Islam adalah memelihara
3 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tanjung, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No 1 Tahun 1994 sampai KHI), (Jakarta:
Kencana, 2006), 206
3
kelangsungan keturunan melalui perkawinan yang sah menurut agama, diakui oleh Undang-undang dan diterima sebagai bagian dari budaya masyarakat.4
Perkawinan dapat dikatakan suatu peristiwa yang paling penting dalam kehidupan masyarakat, karena tidak saja menyangkut pribadi kedua mempelai tapi juga urusan keluarga kedua belah pihak dan juga kehidupan bermasyarakat.
Dimana seseorang laki-laki dan perempuan mengucapkan kata sepakat dalam rangka melakukan perkawinan. Namun demikian, tidak berarti bahwa setiap orang yang ingin melangsungkan perkawinan dengan kesepakatan kedua belah pihak, maka suatu perkawinan dapat dilangsungkan. Setiap orang yang ingin melangsungkan perkawinan harus memperhatikan aturan-aturan yang berlaku.
Baik sesuai dengan Hukum Islam maupun Hukum Negara. Namun, dalam prakteknya hal ini masih banyak menimbulkan masalah karena perbedaan pandangan masyarakat terhadap maksud dan tujuan Undang-Undang Perkawinan. Sebagian memandang bahwa pernikahan merupakan salah satu hak privat seseorang untuk meraih kebahagiaan hidup.
Ada pun didalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dalam pasal 1 yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan kahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan ang maha esa”.
Pasal di atas selain memberikan pengertian mengenai perkawinan juga menjelaskan tujuan dari suatu perkawinan, yaitu untuk membentuk keluarga
4 Fuaddudin, “Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam, Lembaga Kajian Agama dan Jender”, (Jakarta: [TP], 1999), 4.
yang bahagia dan kekal sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI), perkawinan bertujuan untuk membangun kehidupan yang sakinah, mawaddah, warohmah.5
Di kehidupan modern sekarang ini, perkawinan bukan saja berakibat pada individu yang melangsungkan perkawinan tapi juga menimbulkan akibat yang luas bagi pergaulan hidup manusia. Kemajuan komunikasi serta alat transportasi semakin membuka kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk saling mengadakan hubungan, baik antar suku, ras maupun agama. Dari hubungan-hubungan ini tidak mustahil akan terjadi perkawinan antar suku, ras dan agama dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat Indonesia dikenal dengan masyarakat yang pluralistik atau majemuk, dilihat dari segi etnik, agama, adat istiadat maupun golongan. Karakteristik seperti ini mengakibatkan terjadinya interaksi sosial budaya yang pada gilirannya memunculkan fenomena perkawinan silang antar agama dan budaya, serta etnis maupun golongan yang berbeda.6
Dalam masyarakat modern, masalah penerusan nilai-nilai dalam keluarga menjadi lebih rumit. Bermacam-macam norma dan nilai yang ada, tidak terbendung lagi masuk ke dalam masyarakat yang dalam bentuknya masih tradisional hanya mengenai sejumlah norma dan nilai yang terbatas.7 Pola dan keragaman bentuk–bentuk perkawinan yang ditemui pada tiap–tiap daerah
5UU RI No. 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandung:
Citra Umbara, 2009) Cet. III, 228
6 Narsikun, Poligami Ditinjau dari Segi Agama. Sosial dan Perundang-undangan, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), 8
7 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), 111
5
membuat kita kaya akan budaya, namun jika kita perhatikan salah satu bentuk perkawinan yang ada di Jorong Koto Dalam, Nagari Sungai Aua, Kecamatan Sungai Aur, Kabupaten Pasaman Barat masih didapatkan pelanggaran terhadap aturan-aturan perkawinan. Diantara kasusnya maraknya pernikahan sirri di akibatkan maraknya pula persoalan Perceraian diluar pengadilan agama.
Sementara diketahui bahwa perkawinan itu mengharapkan terciptanya kebahagiaan dan menyatukan dua keluarga yang pada akhirnya meneruskan melahirkan generasi baru dengan adanya keturunan. Namun akibat kurangnya pemahaman masyarakat terhadap Undang-undang Perkawinan Indonesia terkait bagaimana tata cara perceraian di Indonesia. Sebab salah satu syarat untuk melakukan perkawinan yang kedua kalinya bagi pasangan duda atau janda yang telah bercerai harus memiliki akta cerai dari pengadilan agama yang memiliki kekuatan Hukum.
Seiringan dengan berkembangnya masyarakat, permasalahan yang terjadi semakin kompleks. Berkaitan dengan perceraian, belakangan ini sering terjadi nya perceraian yang dianggap problematis dalam kehidupan bermasyarakat.
Kemudian penulis amati, tidak sedikit yang bercerai hanya sekedar mengucapkan Thalak tanpa adanya mengurus cerai thalak maupun cerai gugat di pengadilan agama hingga perceraian tanpa adanya pencatatan yang sah dari Negara. Dan data yang saya dapatkan dilapangan dan penulis hubungi melalui via telefon dengan Tokoh masyarakat yang saat ini menjabat sebagai Jorong Koto Dalam bahwasanya beliau menyampaikan bahwa di tahun 2020 ada sekitar 15 orang yang telah melakukan perceraian tanpa ada penyelesaian melalui
pengadilan agama. Dan di tahun 2021 ada sekitar 8 orang yang sudah bercerai tampa melalui pengadilan agama. Dan kepala jorong sangat mendukung penelitian ini dilakukan demi untuk mencapai titik temu dalam penyelesaian perceraian sesuai yang telah di atur dalam undang-undang yang ada.8
Diantara beberapa masyarakat yang telah melakukan perceraian diluar pengadilan agama, yang pertama Bapak Dirman beliau berpendapat mengenai perceraiannya sah-sah saja karena beliau merasa bahwa dalam hukum islam yang saya pelajari melalui ceramah-ceramah para ustadz di masjid jika seorang suami sudah mengucapkan talak secara lisan itu sudah jatuh talak saya terhadap istri saya. Adapun penyebab awal perceraian dikarenakan sang istri sering melontarkan kata-kata yang menyakiti perasaan beliau sehingga sebagai kepala rumah tangga beliau merasa sudah tidak dihargai lagi sebagai seorang suami dan faktor lainnya sang istri sering merasa tidak cukup dengan biaya rumah tangga makanya akibat yang demikian sebaiknya saya ceraikan saja dia (istri). Alasan Bapak Dirman mengapa tidak menyelesaikan perceraian melalui pengadilan agama di akibatkan kurangnya pengetahuan beliau terhadap adanya aturan yang seperti demikian dan kalaupun ada aturan perceraian harus melalui pengadilan agama beliau beranggapan akan menjadi tambah ribet dan mengeluarkan biaya yang banyak pula.9
Sedangkan kasus yang kedua yaitu Ibuk Nora yang telah melakukan perceraian diluar pengadilan agama, Beliau berpendapat ketika waktu suaminya
8Wawancara dengan bapak Indran, Kepala Jorong Koto Dalam Nagari Sungai Aua, Sungai Aur 13 Agustus 2021
9 Wawancara dengan Bapak Dirman, Masyarakat Jorong Koto Dalam, Sungai Aur 5 September 2021
7
menceraikannya dengan ucapan lisan dihadapan beliau pada beberapa tahun yang lalu, beliau menganggab itu sudah sah menurut hukum Islam. Namun akhir-akhir ini beliau menyadari akibat terjadinya perceraiannya tampa melalui proses pengadilan agama membuatnya merasakan kesulitan untuk kembali melakukan pernikahan dengan orang yang di anggabnya sebagai calon suaminya karna tidak ada bukti surat cerai dari pengadilan agama. Dan ketika beliau ingin mengurus surat perceraian beliau terkendala dengan persoalan biaya dikarenakan beliau masih banyak yang harus di tanggung beliau terutama biaya kehidupan sehari-hari dan biaya pendidikan anak-anaknya.10
Sedangkan menurut Bapak Kurnia Kurdi, SH,I selaku Kepala Urusan
Agama (KUA) Kecamatan Sungai Aur mengatakan ketika seorang suami ingin menceraikan istrinya, sebaiknya diselesaiakan di pengadilan agama saja, memang sah menurut agama islam tapi tidak mempunyai kekuatan hukum, sebab jika seseorang bercerai tampa melalui pengadilan agama dia akan kesusahan jika pernikahan sebelumnya secara resmi, sehingga ketika di salah satu diantara kedua belah pihak ingin kembali melakukan perkawinan, orang KUA akan minta keterangan bukti surat perceraian yang di keluarkan oleh pengadilan agama kalau tidak ada, pihak dari KUA tidak berani menikahkannya, sehingga nanti bisa terjadi pernikahan di bawah tangan dan tambah parah tidak mempunyai kekuatan hukum misalnya nanti punya anak dan anak itu tidak diakui secara hukum, ruginya distu.11
10Wawancara dengan Ibuk Nora, Masyarakat Jorong Kota Dalam, Sungai Aur 7 September 2021
11Wawancara dengan Bapak Kurnia Kurdi, Kepala Kantor Urusan Agama Sungai Aur, sungai Aur 06 September 2021
Nikah sirri ini hukumnya sah menurut agama, tetapi tidak sah menurut hukum positif (hukum negara). Oleh karena itu, perkawinan sirri yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama itu tidak punya kekuatan hukum, sehingga jika suatu saat mereka berdua punya permasalahan yang berkenaan dengan rumah tangganya seperti perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, warisan, perebutan hak asuh anak dan lainnya, pihak kantor urusan agama dan pengadilan agama tidak bisa memutuskan bahkan tidak bisa menerima pengaduan mereka berdua yang sedang punya masalah.12
Semua Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia, baik Undang0undang No 1 Tahun 1974 maupun hukum Islam, semuanya tidak menghendaki adanya perceraian dalam suatu rumah tangga, akan tetapi hal semacam ini tidak jarang banyak keluarga yang mengalami berbagai persoalan, danakhirnya terjadi perceraian/ talak.13
Berdasarkan salah satu fenomena tersebut, serta masih banyak masyrakat yang melakukan perceraian di luar pengadilan agama. Dan melihat realitas permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, penulis sangat tertarik untuk mengkaji secara mendalam lagi terkait pandangan masyarakat , bagaimana proses perceraian diluar pengadilan agama serta faktor penyebabnya, sehingga penulis sangat tertarik untuk meneliti suatu permasalahan tersebut yang berjudul “Pemahaman Masyarakat tentang Undang-Undang Perkawinan No.
1 Tahun 1974 Terkait Perceraian di luar pengadilan agama di Jorong Koto
12Nasiri, “Praktik Prostitusi Gigolo ala Yusuf Al-Qardawi (Tinjauan Hukum Islam)”, (Surabaya: Khalisya, 2010), 46
13Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakaha (Khitbah,Niikah, dan Talak), (Jakarta: Amzah 2009). Cet IX, 225
9
Dalam Nagari Sungai Aua Kecamatan Sungai Aur Kabupaten Pasaman Barat”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan beberapa permasalahan pokok dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana pemahaman masyarakat Jorong Koto dalam Nagari Sungai Aua Kecamatan Sungai Aur mengenai Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, terkait perceraian di Indonesia?
2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Jorong Koto Dalam Nagaria Sungai Aua Kecamatan Sungai Aur dalam melakukan perceraian di luar pengadilan agama serta tentang keabsahannya?
3. Bagaimana upaya pemerintah nagari dalam penyelesaian permasalahan Hukum Perkawinan terutama terkait perceraian di luar pengadilan agama di Nagari Sungai Aua?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pandangan dan pengetahuan Masyarakat Jorong Koto Dalam, Nagari Sugai Aua Kecamatan Sungai Aur mengenai Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan perceraian di luar pengadilan agama.
2. Menggali faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Jorong Koto Dalam Nagari Sungai Aua Kecamatan Sungai Aur dalam melakukan pelanggaran hukum perceraian.
3. Untuk mengetahui upaya pemerintah setempat dalam penyelesaian permasalahan Peraturan Perkawinan dan perceraian di Indonesia.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dari penelitian ini menambahkan kontribusi pengetahuan tentang Perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan, baik dalam hukum Islam dan hukum positif.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat menambah khazanah keilmuan dilingkungan akademisi dan masyarakat, terutama terhadap Perkawinan menurut Undang-Undang, baik dalam hukum Islam dan hukum positif.
b. Sebagai sumbangan pemikiran bagi lembaga pendidikan pada umumnya dan khususnya IAIN Bukittinggi.
c. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Satu (S1) pada Jurusan Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhsiyah) Fakultas Syari‟ah IAIN Bukittinggi.
E. Penjelasan Judul
11
Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami judul ini, maka penulis akan menjelaskan beberapa kata yang terkandung dalam judul proposal skripsi ini diantarannya:
Pemahaman ialah tingkat kemampuan yang mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya.14 Masyarakat ialah sekelompok makhuk hidup yang terjalin erat karena sistem tertentu, tradisi tertentu, konveksi, dan hukum tertentu yang sama, serta mengarah pada kehidupan kolektif.15
Undang-Undang No 1 Tahun 1974 adalah Undang-undang tentang perkawinan. Pasal 1 Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.16 Hukum adalah perturan-peraturan yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah, larangan atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.17
Adapun yang dimaksud dengan terkait perceraian diluar pengadilan agama adalah kebiasaan seorang suami dalam mentalak istrinya tampa melalui proses pengadilan agama yang tidak berkekuatan hukum.
Sedangkan Jorong Koto Dalam Nagari Sungai Aua adalah sebuah kecamatan Sungai Aur di Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat,
14Pengertian Pemahaman-Jejak Pendidikan, dalam www.jejakpendidikan.com, diunduh 13 Agustus 2021
15 Masyarakat-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, dalam id.m.wikipedia.org, diunduh 13 Agustus 2021
16 UU RI No. 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2009) Cet. III, 228
17 Muhammad Sadi Is, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2015), 51
Indonesia. Nagari atau kelurahan/desa di daerah tersebut bernama Nagari Sungai Aua. Yang mana pemerintah atau Kepala camatnya bernama Bapak Syaifuddin, S.Pd.18
Jadi, secara keseluruhan judul penelitian ini berarti pemahaman masyarakat terhadap Undang-undang No 1 Tahun 1974 terkait perceraian diluar pengadilan agama di Jorong Koto Dalam Nagari Sungai Aua Kecamatan Sungai Aua Kabupaten Pasaman Barat.
F. Tinjauan Kepustakaan
Tinjauan Pustaka adalah deskripsi ringkasan tentang kajian/ atau penelitian yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang diteliti sehingga tidak terjadi pengulangan atau bahkan duplikasi kajian atau penelitian yang telah ada. Pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan gambaran topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, dengan harapan tidak ada pengulangan materi secara mutlak.
Penelitian Fifi Oktari yang merupakan Mahasiswa Ahwal Al-Syakhsyyah Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Curup, 2019 yang berjudul “Tindakan Perceraian di Luar Pengadilan Menurut Persepsi pelaku Perceraian Studi Kasus di Kecamatan Curup Timur”. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana presepsi bagi pelaku perceraian di Luar pengadilan menurut keabsahannya. Dan Proses perceraian di Luar pengadilan di kecamatan Curup Timur. Serta Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
18 Sungai Aur, Pasaman Barat-Wikipedia, dalam id.m.wikipedia.org, diunduh 17 Agustus 2021
13
Perceraian di Luar Pengadilan di Kecamatan Curup Timur”. Sedangkan Hasil Penelitiannya Bahwa Pandangan masyarakat mengenai perceraian di luar pengadilan banyak berpendapat sah namun ada juga sebagian yang tau bahwa Undang-undang Perkawinan tidak sah, tetapi kebanyakan masyarakat tetap menganggap speledan tidak merasa melanggar Peraturan Perundang-undangan yang sedang berlaku saat ini.19
Penelitian Nurul Qodar Mahasiswa IAIN Fakultas Syariah IAIN walisongo Tahun 2010 yaitu “Perceraian di Luar Pengadilan Pada Masyarakat Muslim Desa Sumberharjo, Kecamatan Prambanan, kabupaten Sleman”. Berdasarkan analisis hukum positif dan hukum Islam , dapat disimpulkan bahwa perceraian diluar sidang lebih banyak mendatangkan kemafsadahan di banding kemaslahatannya. Karena perceraian di luar sidang tidak akan mendapat akta cerai dan hak-haknya terlantar. Jadi, agar tidak terjadi suatu kemafsadahan maka harus adanya langkah pencegahan dari kemafsadatan tersebut, yaitu dengan bercerai di muka sidang pengadilan.20
Setelah mengadaan penilaian berbagai skripsi dikalangan mahasiswa yang membahas tentang Perkawinan dan perceraian cukup banyak, namun dalam penelusuran awal sampai saat ini belum menemukan penelitian atau tulisan secara spesifik mengkaji tentang Perceraian yang didalamnya berusaha untuk meneliti Fenomenologi pemahaman masayarakat tentang Undang-
19Fifi Oktari, “Tindakan Perceraian di Luar Pengadilan Menurut Presepsi Pelaku Perceraian”, (Studi Kasus di Kecamatan Curup Timur). Skripsi .(IAIN Curup: 2019) Hal.62 Dalam http://e-theses.iaincurup, di unduh 30 September 2021
20Nurul Qodar, “Perceraian di luar Pengadilan Agama dan Impilikasinya Pada Masyarakat Desa Sumberharjo , Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman”. Skripsi (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2009),73
Undang Perkawinan terkait persoalan perceraian yang sering dilakukan masyarakat tampa melalui proses pengadilan agama.
Menurut hemat penulis penelitian “Pemahaman Masyarakat tentang Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 terkait perceraian di luar pengadilan agama di Jorong Koto Dalam Nagari Sungai Aua Kecamatan Sungai Aur Kabupaten Pasaman Barat” ini belum ada yang mengkaji secara mendetail sebelumnya.
Penelitian Fifi Oktari yang merupakan Mahasiswa Ahwal Al-Syakhsyyah Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Curup, 2019 yang berjudul “Tindakan Perceraian di Luar Pengadilan Menurut Persepsi pelaku Perceraian Studi Kasus di Kecamatan Curup Timur”. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana presepsi bagi pelaku perceraian di Luar pengadilan menurut keabsahannya. Dan Proses perceraian di Luar pengadilan di kecamatan Curup Timur. Serta Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya Perceraian di Luar Pengadilan di Kecamatan Curup Timur”. Sedangkan Hasil Penelitiannya Bahwa Pandangan masyarakat mengenai perceraian di luar pengadilan banyak berpendapat sah namun ada juga sebagian yang tau bahwa Undang-undang Perkawinan tidak sah, tetapi kebanyakan masyarakat tetap menganggap speledan tidak merasa melanggar Peraturan Perundang-undangan yang sedang berlaku saat ini.21
G. Metode Penelitian
21Fifi Oktari, “Tindakan Perceraian di Luar Pengadilan Menurut Presepsi Pelaku Perceraian”, (Studi Kasus di Kecamatan Curup Timur). Skripsi .(IAIN Curup: 2019) Hal.62 Dalam http://e-thaeses.iaincurup, di unduh 30 September 2021
15
Untuk memperolah data yang akurat penulis menggunakan Metode penelitian yang diantaranya adalah:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini ialah penelitian lapangan yaitu penulis mengumpulkan data di lapangan yang mengambil fokus penelitian terhadap Masyarakat di Nagari Sungai Aua kecamatan Sungai Aur, Pasaman Barat.
Selain itu penulis juga menggunakan studi pustaka, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan literatur, baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari peneliti terdahulu yang sesuai dengan penelitian yang penulis lakukan. Berdasarkan objek yang akan di teliti yaitu Pemahaman Masyarakat mengenai Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 terkait percerceraian diluar pengadilan agama, hal ini akan di lakukan di Jorong Koto Dalam Nagari Sungai Aua Kecamatan Sungai Aur, Kabupaten Pasaman Barat.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, penulis akan melakukan penelitian dalam rangka mengupulkan data-data penelitian di Nagari Sungai Aua Kecamatan Sungai Aur baik dengan wawancara secara lansung maupun virtual, dan dengan cara mengadakan sosialisai tentang Hukum Perkawinan serta pemberian angket secara langsung. Alasan pemilihan lokasi ini adalah karena letaknya yang berada di daerah tempat tinggal penulis, sehingga dapat memudahkan penulis dalam melakukan penelitian.
3. Sumber Data
Jenis data penelitian berdasarkan sumber ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang di peroleh penelitian dengan cara langsung dari sumbernya. Data primer biasanya di sebut dengan data asli yang bersifat masih baru. Untuk memperoleh data primer penelitian wajib mengumpulkan secara langsung. Cara yang bisa di gunakan penelitian untuk mencari data primer yaitu observasi, diskusi terfokus, dan wawancara.
Data sekunder merupakan data yang di peroleh dari penelitian dari semua sumber yang sudah ada sebelumnya. Data sekunder bisa di dapat dari berbagai sumber misalnya buku materi, laporan,dan sebagainya.
4. Metode Pengumpulan Data
Untuk mempermudah penulis dalam pengumpulan data yang di perlukan maka dalam hal ini di gunakan cara yang tepat dalam penelitian ini yaitu observasi, lapangan, wawancara, dan dokumentasi.
a. Observasi
Observasi adalah salah satu cara untuk memperoleh data atau informasi dengan jalan dan pencatatan secara sistematis terhadap objek penelitian.
Obsevasi di lakukan untuk memperoleh informasi tentang permasalahan yang terjadi. Jadi dengan observasi maka akan diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang perspektif masyarakat tentang Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 di Kecamatan Sungai Aur.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab langsung dengan responden untuk mendapatkan data yang di butuhkan, sehingga dapat dilakukan
17
pengamatan terhadap masalah yang dijadikan objek penelitian yang terkait dengan pembahasan skripsi.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu pengambilan data yang di peroleh melalui dokumen-dokumen, baik dokumentasi saat dilakukannya penelitian secara lansung, maupun lembaran evaluasi angket yang akan diberikan ke narasumber.
d. Teknik analisis data
Dalam menganalisis data penulis menggunakan metode induktif yaitu metode penyelidikan berdasarkan asas-asas khusus untuk menerangkan peristiwa-peristiwa umum, metode deksriptif yaitu menggambarkan informasi yang diperoleh melalui wawancara mengenai data yang di teliti kemudian di lakukan penganalisaan terhadap tindakan tersebut, dan metode komparatif yaitu metode pengambilan kesimpulan dengan mengadakan perbandingan argumentasi atau teori para ahli dalam suatu masalah agar diketahui yang lebih kuat atau untuk mengkompromikan berbagai pendapat.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan dalam memahami isi pembahasan karya tulis ini, penulis akan membagi pembahasan kedalam empat bab. Masing-masing bab tersebut terdiri dari beberapa sub bab dan secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
Bab Satu penulis akan memaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan judul, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab Dua penulis akan menjelasan mengenai pengertian Talak dalam hukum islam, bagaimana hukum talak dalam Islam, apa saja yang menjadi dasar hukum talak dalam Islam, dan macam-macam talak dalam Islam
Bab Tiga penulis akan menjelaskan mengenai pengertian talak dalam hukum positif di Indonesia, hukum talak menurut hukum postif, dasar hukum talak menurut hukum positif, dan macam-macam talak dalam hukum psitif di Indonesia.
Bab Empat merupakan hasil penelitian terhadap pandangan Masyarakat Jorong Koto Dalam Nagari Sungai Aua Kecamatan Sungai Aur mengenai Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Nagari Sungai Aua Kecamatan Sungai Aur dalam melakukan pelanggaran hukum perkawinan, yaitu terkait banyaknya perceraian diluar pengadilan agama dan bagaimana upaya pemerintah setempat dalam penyelesaian permasalahan hukum perkawinan di Indonesia, serta analisa dari saya sendiri sebagai penulis.
Bab Empat berisi tentang Kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya disertai saran-saran dari penulis.
Bab Lima berisi tentang Penutupata dan kesimpulan serta saran dari hasil-hasil penulis.
19 BAB II
TALAK DALAM ISLAM
A. Pernikahan
1. Pengertian Pernikahan a. Nikah Menurut Bahasa
Nikah berasal dari bahasa Arab حكن – حكني menurut bahasa yaitu perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami istri. Dalam kitab-kitab fiqih dinyatakan bahwa nikah menurut bahasa memiliki arti hakiki dan arti majazi. Menurut arti hakiki nikah adalah “bergabung” atau
“bercampur” لخادتلاو مضلا (adh dhommu dan al-wath‟u) sedang arti majazi adalah “bersetubuh” طولای .1
b. Nikah Menurut Istilah
1) Menurut golongan Hanafi, nikah diartikan dengan
ادصق ةعتملما كلم في دقع
“Aqad yang memiliki kemanfaatan atas sesuatu yang menyenangkan yang dilakukan dengan sengaja”.
2) Menurut golongan Malikiyah, nikah diartikan dengan
ولبق ةنيبب اهميق بجؤم يرغ ةيودأب ذلتلا ةقثم يرمج لع دقع
“Aqad yang bertujuan untuk bersenang-senang dengan wanita, yang sebelumnya tidak ditentukan maharnya secara jelas”.
1 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Antara Fiqih Munakahat dan Undang- Undang perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. ke-3, 35.
3) Golongan Syafi`i mengatakan
امهنمؤأ خيوزت وأ حكنأ ظفلي وطو كل نمضي دقع
“Akad yang mengandung pemilikan untuk melakukan persetubuhan dengan kata-kata ankaha atau tazwij atau dengan kata lain yang semakna dengan keduanya”.
4) Golongan Hanabilah mengatakan dengan:
عاتمتسلاا ةعفنم ىلع جيوزت وأ خأ ظفلب دقع
”Aqad yang diucapkan dengan lafaz ankaha atau tazwij untuk memperoleh manfaat bersenang-senang”.2
2. Dasar Hukum Nikah
Banyak sekali dalil-dalil dari Al-qur`an maupun Hadits yang menjelaskan secara eksplist mengenai pernikahan, di antaranya yakni sebagaiberikut:
a. Al-Qur`an
Sebagai salah satu makhluk sosial, manusia sangat membutuhkan teman hidup untuk hidup berpasangan agar menjadi keluarga, yang merupakan bagian terkecil dalam tatanan hidup bermasyarakat, sebagaimna Allah berfirman dalam surat Adz-Dzariyat (51): 49 yangberbunyi :
نْوُرَّكَذَت ْمُكَّلَعَل ِْيَْجْوَز اَنْقَلَخ ٍءْيَش ِّلُك ْنِمَو
َ
2Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh „Ala al-Mazahib al-Arba`ah, (Beirut: Daar alFikr, 1989), juz 4, h. 2-3. Lihat juga Djaman Nur, Fiqh Munakahat, (Semarang: Toha Putra Semarang, 1993), Cet. ke-1, 2-3.
21
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”.
Pernikahan juga diharapkan dapat menciptakan rasa tentram, damai, dan mendapatkan kasih sayang sesama manusia. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat Ar-Rum (30): 21, sebagai berikut :
ا ْنِمَو يوِت ٓٓ ٓ ُفْنَا ْنِّم ْمُكَل َقَلَخ ْنَا
ْوُ نُكْسَتِّل اًجاَوْزَا ْمُكِس ًةَْحَْرَّو ًةَّدَوَّم ْمُكَنْ يَ ب َلَعَجَو اَهْ يَلِا ا ٓٓ
ذ ِْفي َّنِا ٓ َلا َكِل ٍمْوَقِّل ٍت ي
َنْوُرَّكَفَ تَّ ي
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir ”.
Melalui perkawinan juga merupakan suatu cara Allah SWT sebagai jalan bagi manusia untuk tumbuh dan menjaga dengan aman dan damai kelangsungan seluruh umat manusia, yang di awali dengan menjalankan perannya masing-masing untuk mencapai keluarga yang bahagia dan sejahtera. Sebagaimana Firman Allah Al-Hujurat (49): 13 sebagai berikut :
ي نْقَلَخ اَّنِا ُساَّنلا اَهُّ يَا ٓٓ
ثْ نُاَّو ٍرَكَذ ْنِّم ْمُك نْلَعَجَو ى
اَبَ قَّو اًبْوُعُش ْمُك ِل َل ى
اْوُ فَراَعَ ت َّنِا ٓ
ّللا َدْنِع ْمُكَمَرْكَا قْ تَا ِو
ْمُكى
ّللا َّنِا ٓ
ٌرْ يِبَخ ٌمْيِلَع َو
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dariseorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu salingkenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Pernikahan juga merupakan ikatan yang amat kuat dan kokoh, oleh sebab itu hendaknya dianggap sakral dan ditujukan untuk membentuk rumah tangga yang abadi dan sejahtera dalam mencari rezeki, sebagaimana tercantum dalam firman Allah dalam Al-Qur`an surat An-Nur ayat (24): 32, sebagai berikut:
ماَيَْلاا اوُحِكْنَاَو ّصلاَو ْمُكْنِم ى
اَمِاَو ْمُكِداَبِع ْنِم َْيِْحِل ْمُك ى
اَرَقُ ف اْوُ نْوُكَّي ْنِا ٓ ّللا ُمِهِنْغُ ي َء
ْنِم ُو
وِلْضَف ٓ ٓ ّللاَو ٌمْيِلَع ٌعِساَو ُو
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang- orang yang layak (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurniaNya. Dan Allah Maha Luas (pemberian- Nya) lagi Mahamengetahui ”.
Menikah merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah SWT sebagai jalan untuk melestarikan kehidupan dengan rumah tangga. Keharmonisan diciptakan oleh adanya kesadaran anggota keluarga dalammenggunakan hak- hak maupun menjalankan kewajiban-kewajibannya. Allah menjadikan unit keluarga terkecil yang dibina dengan perkawinan antara suami istri dalam
23
membentuk ketenangan dan ketentraman serta mengembangkan cinta dan kasih sayang sesama keluarganya.3
b. Hadits
Menikah merupakan Sunnah Rasulullah SAW, sehingga siapa saja yang telah merasa mampu untuk menikah maka sebaiknya melaksanakan ibadah tersebut untuk menjaga timbulnya fitnah berupa zinah. Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas‟ud bahwaRasulullah SAW bersabda:
هرامع نيثدح لاق شمعلأا انثدح بيأ انثدح ثايغ نب صفح نب رمع انثدح نب نحْرلا دبع نع دبع لاق للها دبع ىلع دوسلأاو ةمقلع عم لخد : لاق ديزي
يرشنجلاابابش بيلا عم ا : للها بابشلا رشعم اي : ملسو ويلع للها لوسر انل لاقف
ويلعف عطتسي لم نمو جرفلل نصحأو رصبلل ضغأ ونإف جوزتيلف ةبلا عاطتسا نم راخبلا هاور( اجو ول ونإف موصلاب ی
(
“Telah menceritakan kepada kami Amru bin Hafsh bin Ghiyats telah menceritakan kepada kami Al A`masy ia berkata; telah menceritakan kepadaku Umarah dari Abdurrahman bin Yazid ia berkata; Aku, Alqamah dari Al aswad pernah menemui Abdullah, lalu iapun berkata: pada waktu muda dulu, kami pernah berada bersama Nabi SAW. Saat itu, kami tidak mendapati sesuatu pun, maka Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda kepadakami: “wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian telah
3 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), Cet.
ke-3, 31.
mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia menikah Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. Namun siapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa, sebab hal itu dapat merendahkannafsunya. (HR. Bukhari)”.
Melalui hadits di atas juga apabila dikaji lebih dalam, diwajibkan bagi mereka yang sudah mampu untuk melaksanakan pernikahan dan takut akan terjerumus kedalam perzinaan apabila tidak menikah. Dalam hal ini, Menjaga diri dan kehormatan dari hal-hal yang diharamkan adalah wajib hukumnya.4
Berdasarkan perintah Allah SWT dan anjuran Nabi MuhammadSAW untuk melaksanakan perkawinan adalah perbuatan yang amat disenangi Allah SWT dan Rasul-Nya. Sehingga pada umumnya jumhur ulama menetapkan hukum asal perkawinan adalah sunnah.5
Adapun mengenai hukum pernikahan yang berbeda-beda, pada hakikatnya karena hal tersebut bergantung terhadap keadaan fisik maupun psikis masing-masing orang tersebut, maka agar lebih jelas hukumpernikahan dibagi menjadi beberapa hukum yaitu :
1) Wajib
Hukum nikah menjadi wajib bagi seorang yang memiliki kemampuan biaya untuk menikah, mampu menegakkan keadilan
4 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, ahli bahasa oleh Moh. Abidun, Lely Shofa Imama, Muhajidin Muhayan, (Jakarta: Darul Fath, 2011), Cet. ke-3, jilid 3, 206.
5 Jumni Nelli, Fiqh Munakahat, (Pekanbaru: Suska Press, 2008), 4.
25
dalam pergaulan yang baik dengan isteri yang dinikahinya, dan dia punya dugaan kuat akan melakukan perzinaan apabila tidak menikah.6
2) Sunnah
Pernikahan sunnah hukumnya bagi orang yang telah mampu, iajuga tidak khawatir akan berbuat dzalim kepada istrinya, tetapi iamasih sanggup untuk mengendalikan dirinya dari perbuatan haramyang ditimbulkan oleh nafsunya.
3) Haram
Apabila seorang berniat tidak akan menjalankan kewajiban sebagai suami istri, atau seorang pria ingin menganiaya wanita atau ingin memperolok- olokan pasangannya, terlebih lagi ia khawatir tidak akan mampu memberi nafkah kepada istrinya dan keluarganya baiksecara lahir maupun batin, maka haramlah yang bersangkutan untuk menikah. Pernikahan juga diharamkan apabila ada penyakit yang menghalanginya untuk bersenggama seperti gila, kusta, maupun penyakit kelamin yang tidak dikehendaki oleh calon pasangannya.
4) Makruh
Seseorang yang telah layak untuk nikah, namun ia belum memiliki biaya untuk menikah sehingga dia khawatir apabila menikah hanya akan membawa kesengsaraan bagi istri dan anak-anaknya maka makruhlah baginya untuk menikah. Demikian juga bagi wanita,meskipun diketahui dia telah layak untuk menikah tetapi dia belum siap untuk menjalankan kewajiban seorang istri maka makruh baginyauntuk menikah.
6 Abdul Majid Khon, Fiqh Munakahat, Khitbah, Nikah dan Talak, (Jakarta: Amzah, 2011), Cet. ke-2, 45.
5) Mubah
Seseorang yang tidak berhalangan untuk menikah dan ia belum tergolong diwajibkan untuk menikah dan tidak pula diharamkan untuk menikah.7
Dari uraian di atas menggambarkan bahwasanya perkawinanmenurut hukum Islam dapat berubah menjadi wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah tergantung dengan keadaan maslahat atau mafsadatapabila perbuatan tersebut dilakukannnya.
3. Rukun dan Syarat Sah Nikah
Pernikahan merupakan ibadah yang tentunya tidak terlepas dari rukun maupun syaratnya. Islam sudah mengatur segala kegiatan manusia agar tidak bertentangan dengan syariat Islam, termasuk dalam hal perkawinan.8 Maka menurut hukum Islam pernikahan tersebut dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat.
Rukun adalah suatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan tersebut. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang mesti ada yang
7 H.M.A Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), Cet.
ke-4, 11.
8 Selamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), Cet. ke-1, 9.
27
menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan, tetapi sesuatu itu tidak mesti termasuk dalam rangkaian perbuatan itu.9
Rukun perkawianan adalah sesuatu yang menjadi sarana bagi terlaksananya perkawinan atau sesuatu yang menjadikan dapat dilaksanakannya perkawinan itu bisa sesuatu itu ada, jika sesuatu itu tidak ada maka perkawinan itu tidak akan bisa terlaksana.10
Secara umum adapun rukun dan syarat pernikahan adalah sebagai berikut :
a. Calon mempelai laki-laki dan perempuan
Adapun calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan ini adalah merupakan syarat mutlak, tidak dapat dipungkiri, logis, karena tanpa calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan, tentunyatidak akan ada perkawinan.11 Adapun syarat-syarat yang mesti dipenuhiuntuk laki-laki dan perempuan yang akan menikah adalah sebagai berikut :
1) Syarat pengantin pria : a) Beragama Islam
b) Jelas laki-laki, sehingga tidak sah menikahi orang yang belum jelassifat laki- lakinya.
c) Tertentu/ jelas orangnya, Tidak terkena larangan perkawinan.
9 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), Cet.
ke-3, 45-46
10 A. Zuhdi Muhdior, Memahami Hukum Perkawinan Nikah, Talak, Cerai dan Ruju‟, (Yogyakarta: Al-Bayan, 1994), 52.
11 Muhammad Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Askara, 1996), Cet. ke-1, 51.
d) Cakap bertindak hukum untuk hidup berumah tangga.
e) Tidak sedang mengerjakan haji/umroh.
f) Belum mempunyai empat orang istri.
g) Tidak terpaksa, atas kemauan sendiri.12 2) Syarat pengantin wanita :
a) Beragama Islam b) Perempun.
c) Tertentu/jelas orangnya.
d) Dapat diminta persetujuan.
e) Tidak terkena halangan perkawinan.
f) Diluar iddah (bagi janda )
g) Tidak sedang mengerjakan haji/umroh.13 b. Wali nikah
Secara etimologi wali berasal dari kata 2. Wali nikah Secara etimologi wali berasal dari kata ”al-waliyah” yang dalam istilah fiqh disebut wilayah yang berarti penguasaan dan perlindungan.14 Sedangkan secara terminologi, wali adalah penguasaan penuh yangdiberikan oleh agama kepada orang untuk menguasai dan melindungiorang atau barang. Sedangkan orang yang diberikan perwalian disebutwali.
12 H S. A. Alhamdani, Risalatun Nikah, alih bahasa oleh Agus Salim, (Jakarta: Pustaka Amani, 1989), Cet. ke-3, 30.
13 A. Zuhdi Muhdior, Memahami Hukum Perkawinan Nikah, Talak, Cerai dan Ruju‟, (Yogyakarta: Al-Bayan, 1994), 52
14 Muhammad Jasmi Sukma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 134
29
Wali dalam suatu pernikahan merupakan hukum yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak menikahkannya atau memberi izin pernikahannya. Wali dapat langsung melaksanakan akad nikah atau mewakilkannya.
Adapun yang berhak menempati kedudukan wali itu ada tiga kelompok, yaitu sebagai berikut:
1) Wali nasab, yaitu wali berhubungan tali kekeluargaan dengan perempuan yang akan dinikahi.
2) Wali mu‟tiq, yaitu orang yang menjadi wali terhadap perempuan bekashamba sahaya yang dimerdekakannya.
3) Wali hakim, yaitu orang yang menjadi wali dalam kedudukannya sebagai hakim atau penguasa.
Urutan wali nikah secara umum yakni sebagai berikut 1) Ayah, Kakek
2) Saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah 3) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung 4) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
5) Paman sekandung, paman seayah, anak laki-laki dari paman sekandung 6) Anak laki-laki dari paman seayah
7) Hakim.15
c. Dua orang saksi
15 ABD. Shomat, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2010), 279.
Menurut jumhur ulama bahwa pernikahan tidak sah tanpa ada kejelasan dalam pernikahan itu sendiri. Pernikahan akan sah apabila dihadiri oleh para saksi ketika akad nikah dilangsungkan.
Saksi yang dimaksud disini ialah orang yang menyaksikan perkawinan itu, sekurang-kurangnya dua orang yang dapat dipertanggungjawabkan persaksiannya.16
Adapun syarat-syarat menjadi saksi: laki-laki, baligh, waras akalnya, adil, dapat mendengarkan dan melihat, bebas (tidak dipaksa), tidak sedang mengerjakan ihram haji, memahami bahasa yang digunakanuntuk ijab qabul.
d. Ijab dan qabul
Pernikahan wajib dilakukan dengan ijab dan qabul dengan lisan.Karena kata ijab qabul inilah dikatakan dengan akad nikah. Namu bagi orang bisu maka ijab qabulnya boleh dengan isyarat yang dapatdipahami.17
B. Talak
1. Pengertian Talak dalam Hukum Islam
Secara etimologis, talak berarti melepas ikatan talak berasal dari kata iṭlaaq yang berarti melepaskan atau meninggalkan.18 Dalam terminologi syariat, talak berarti memutuskan atau membatalkan ikatan pernikahan, baik pemutusan itu terjadi pada masa kini (jika talak itu berupa talak bain) maupun pada masa mendatang, yakni setelah iddah (jika talak berupa talak raj‟i)
16 Sutan Marajo Nasaruddin Latif, Ilmu Perkawinan Problematika Seputar Keluarga dan Rumah Tangga, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1992), 32.
17 Sutan Marajo Nasaruddin Latif, Ilmu Perkawinan Problematika Seputar Keluarga dan Rumah Tangga, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1992), 32
18 Abu Malik kamal, Fikih sunnah Wanita, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), 230
31
dengan menggunakan lafadz tertentu. Di lihat dari konteks yang melatar belakanginya, hukum-hukum talak adalah sebagai berikut:
a. Wajib jika terjadi konflik antar pasangan suami-istri, hakim menugaskan mediator dua orang mediator untuk menilai situasi konflik tersebut. Lalu, kedua mediator itu merekomendasikan bahwa sepasang suami-istri tersebut harus bercerai. Maka suami harus menceraikan istrinya.
b. Sunnah seorang suami dianjurkan untuk melakukan talak dalam kondisi ketika istrinya kerap tidak menjalankan ibadah-ibadah wajib, seperti shalat wajib, serta tidak ada kemungkinan memaksa istrinya itu melakukan kewajiban-kewajiban tersebut. Talak juga sunnah dilakukan ketika istri tidak bisa menjaga diri dari perbuatan-perbuatan maksiat.
c. Mubah, talak boleh dilakukan dalam kondisi ketika suami memiliki istri yang buruk perangainya, kasar tingkah lakunya, atau tidak bisa diharapkan menjadi partner yang ideal guna mencapai tujuan-tujuan pernikahan. Makruh bila dilakukan tanpa alasan yang kuat atau ketika hubungan suami-istri baik-baik saja.
d. Haram apabila seorang istri di ceraikan dalam keadaan haid, atau keadaan suci dalam keadaan ketika ia telah disetubuhi didalam masa suci tersebut.19
Abdul Djamali dalam bukunya, hukum Islam, mengatakan bahwa perceraian merupakan putusnya perkawinan antar suami-istri dalam hubungan keluarga.20 Dari definisi yang telah penulis kemukakan diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud talak adalah melepas adanya tali
19 Abu Malik kamal, Fikih sunnah Wanita, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), 230
20 Abdul Djamali, Hukum Islam, (Bandung: Mandar Maju), 1997, 95
perkawinan antara suami istri dengan mengunakan kata khusus yaitu kata talak atau semacamnya sehingga istri tidak halal baginya setelah ditalak.
Putusnya perkawinan dengan sebab-sebab yang dapat dibenarkan itu dapat terjadi dalam dua keadaan:21
1. Kematian salah satu pihak.
2. Putus akibat perceraian.
Berakhirnya perkawinan dalam keadaan suami dan istri masih hidup (perceraian) dapat terjadi atas kehendak suami, dapat terjadi atas kehendak istri dan terjadi di luar kehendak suami istri. Menurut hukum Islam, berakhirnya perkawinan atas inisiatif atau oleh sebab kehendak suami dapat terjadi melalui apa yang disebut talak, dapat terjadi melalui apa yang disebut ila' dan dapat pula terjadi melalui apa yang disebut li'an, serta dapat terjadi melalui apa yang disebut dhihar.22 Berakhirnya perkawinan atas inisiatif atau oleh sebab kehendak istri dapat terjadi melalui apa yang disebut khiyar aib, dapat terjadi melalui apa yang disebut khulu' dan dapat terjadi melalui apa yang disebut rafa' (pengaduan). Berakhirnya perkawinan di luar kehendak suami dapat terjadi atas inisiatif atau oleh sebab kehendak hakam, dapat terjadi oleh sebab kehendak hukum dan dapat pula terjadi oleh sebab matinya suami atau istri.23
21 Abu Malik kamal, Fikih sunnah Wanita, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), 94
22 Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, (Yogyakarta: Bina Cipta, 1978), 73
23 Abu Malik kamal, Fikih sunnah Wanita, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), 73
33
Sejalan dengan keterangan diatas, Fuad Said mengemukakan bahwa perceraian dapat terjadi dengan cara: talak, khulu, fasakh, li'an dan ila'.24 Oleh sebab itu menurut Mahmud Yunus Islam memberikan hak talak kepada suami untuk menceraikan istrinya dan hak khulu‟ kepada istri untuk menceraikan suaminya dan hak fasakh untuk kedua suami-istri. Dengan demikian maka yang memutuskan perkawinan dan menyebabkan perceraian antara suami- istri ialah talak, khulu, fasakh.25 Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 113, disebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena:26
1. Kematian 2. Perceraian
3. Putusan Pengadilan
Dari pemaparan di atas mengenai pengertian talak telah banyak di atur namun di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak diatur mengenai pengertian perceraian tetapi hal-hal mengenai perceraian telah diatur dalam pasal 113 sampai dengan pasal 148 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dengan melihat isi pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa prosedur bercerai tidak mudah, karena harus memiliki alasan-alasan yang kuat dan alasan-alasan tersebut harus benar-benar menurut hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 115 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang isinya sebagai berikut :
24 Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1994), 2
25 Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, (Jakarta: PT Hidaya Karya Agung, 1990), 110
26 Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Fokusmedia, 2005), 56
“Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 115 seperti yang termaktub di atas maka yang dimaksud dengan perceraian perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah proses pengucapan ikrar talak yang harus dilakukan di depan persidangan dan disaksikan oleh para hakim Pengadilan Agama. Apabila pengucapan ikrar talak itu dilakukan diluar persidangan maka talak tersebut merupakan talak liar yang dianggap tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
2. Dasar Hukum Talak
Talak merupakan suatu yang disyariatkan dalam Islam berdasarkan nashnash yang terdapat dalam Alquran maunpun Alhadis. Adapun nash-nash di dalamAlquran dan Alhadis yang menjadi dasar hukum talak yaitu;
a. QS. an-Nisā ayat 20-21
“Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedangkamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yangbanyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barangsedikitpun.
Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalantuduhan yang Dusta
35
dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ?bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.”(QS. an-Nisā ayat 20-21)27
Secara umum QS. an-Nisā ayat 20 menjelaskan bahwa bila ada seorang suami menceraikan istrinya dan mengganti dengan istri yang lain, hal itu secaraprinsip boleh saja. Akan tetapi, dia tidak boleh mengambil mahar yang telah dia berikan kepada istrinya meskipun maharnya dulu banyak sekali.
Cara suami untuk mengambil mahar bisa bermacam-macam. Bisa dengan mengatakan kedustaankepada istri atau menzaliminya sehingga dia tidak kuat dan mengembalikan mahar yang telah diberikan suaminya dulu. Atau dalam kondisi terpaksa (yang dibuat oleh suami) sang istri meminta talak kepada suami. Dalam kondisi apapun sang suami haram meminta kembali mahar yang telah diberikan kepada istri. Kecuali sang istri berbuat zina dan semacamnya.
Adapun QS. an-Nisā ayat 21 secara umum Allah ingin menyadarkan orang-orang beriman dengan sebuah pertanyaan: bagaimana kalian tega mengambil kembali mahar yang telah kalian berikan kepada istri-istri kalian, padahal kalian sudah saling berhubungan suami istri, tak ada rahasia lagi di antara kalian, kalian tahu detil tentang dirinya dan dirinya pun begitu?
Sungguh tidakpantas dan tidak dapat dinalar bila kalian mengambil kembali
27 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur‟an Terjemah, Jakarta: Kelompok Gema Insani, 2002, 119-120