• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia ≤ 24 Bulan Antara S-Ecc (Severe Early Childhood Caries) dan Bebas Karies di Kecamatan Medan Tuntungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia ≤ 24 Bulan Antara S-Ecc (Severe Early Childhood Caries) dan Bebas Karies di Kecamatan Medan Tuntungan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ECC dan S-ECC

Menurut American Dental Association (ADA), ECC ditandai dengan satu atau lebih kerusakan gigi, baik lesi dengan kavitas atau tanpa kavitas, kehilangan gigi akibat karies, atau penambalan permukaan gigi sulung pada usia prasekolah antara usia lahir hingga 71 bulan.6 ECC biasanya pertamakali melibatkan permukaan labial dan palatal gigi insisif sulung rahang atas. Pada kondisi kerusakan gigi berlanjut, maka karies akan melibatkan gigi molar sulung rahang atas bahkan seluruh gigi sulung. Gigi insisif rahang bawah jarang terkena karies, kecuali dalam kasus yang paling parah. Pada anak usia dibawah 3 tahun, segala tanda karies pada permukaan gigi yang halus diindikasikan sebagai S-ECC.7

S-ECC menunjukkan suatu pola karies gigi yang akut, progresif. Pada anak usia antara 3-5 tahun, terdapat satu atau lebih kavitas, kehilangan gigi akibat karies, terdapatnya tambalan (dmfs) dengan nilai >4 (untuk usia 3 tahun) >5 (untuk usia 4 tahun), >6 (untuk usia 5 tahun).Definisi Early Childhood Caries (ECC) dan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) oleh peserta rapat di Bethesda.13 (Tabel 1).

Tabel. 1 Definisi Early Childhood Caries dan Severe Early Childhood Caries 28

Usia (bulan)

Early Childhood Caries Severe Early Childhood Caries

<12 1 atau lebih dmfs 1 atau lebih dmfs pada permukaan halus gigi 12-23 1 atau lebih dmfs 1 atau lebih dmfs pada permukaan halus gigi 24-35 1 atau lebih dmfs 1 atau lebi h dmfs pada permukaan halus gigi 36-47 1 atau lebih dmfs 1 atau lebih kavitas, tambalan,dan hilang

(2)

Usia (bulan)

Early Childhood Caries Severe Early Childhood Caries

48-59 1 atau lebi h dmfs 1 atau lebih kavitas, tambalan,dan hilang (karena karies) pada permukaan halus gigi anterior maksila atau skor dmfs >5

60-71 1 atau lebih dmfs 1 atau lebih kavitas, tambalan,dan hilang (karena karies) pada permukaan halus gigi anterior maksila atau skor dmfs >6

Di negara berkembang ECC dan S-ECC merupakan masalah yang signifikan dengan prevalensi yang terus meningkat. Menurut penelitian Edalat et al., prevalensi S-ECC pada anak usia 3-6 tahun di Shiraz 55%.2 Prevalensi karies ECC dan S-ECC di Lithuania masing-masing 50,65% dan 6,5% yang dilakukan oleh Egle et al.9 Penelitian yang lain melaporkan bahwa indeks karies def-t pada anak usia 1 tahun sebesar 0.37%, usia 2 tahun 2,77%, 3 tahun sebesar 6,25%, dan usia 4 tahun sebesar 9,52%. 14 Penelitian yang dilakukan selama tahun 2008 sampai 2010 di Prasekolah Bahadurgah, Haryana, di India prevalensi S-ECC sebesar 42,03%.18

Tahun 2007 di Quchan (Iran) prevalensi S-ECC sebesar 25% sedangkan Seoul memiliki prevalensi yang lebih tingggi, yaitu 47%. Kota Diamantina (Brazil

Tenggara), prevalensi karies ECC yang dilaporkan oleh Martins-Júnior et al pada anak usia 2-5 tahun adalah 52,2%.Meningkatnya prevalensi pada penelitian ECC di Iran pada anak usia 1-3 tahun menyatakan bahwa prevalensi karies terlihat pada anak yang memiliki orangtua yang berpendidikan rendah.19, 20

2.2 Etiologi

(3)

kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu host, agen, substrat yang sesuai dan waktu yang lama.21

Gambar1. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial1

2.2.1 Faktor Host atau Tuan Rumah

(4)

Faktor risiko host terhadap perkembangan karies, antara lain enamel pasca-erupsi yang imatur, adanya kerusakan enamel terutama hipoplasia, ciri morfologi dan genetik gigi (ukuran, permukaan, kedalaman fossa dan fisur 6. Permukaan gigi yang kasar memudahkan plak melekat dan membantu perkembangan karies. Gigi sulung lebih mudah terserang karies dibanding gigi permanen, hal ini disebabkan oleh jumlah mineral gigi sulung lebih sedikit, kristal-kristal gigi sulung tidak sepadat gigi tetap1.

Saliva menjadi salah satu komponen yang mempengaruhi proses terjadinya karies karena selalu membasahi gigi geligi sehingga mempengaruhi lingkungan rongga mulut. Saliva berfungsi sebagai tempat penyimpanan mineral kalsium dan fosfat yang penting untuk remineralisasi enamel serta mengandung subtansi anti bakteri.6,16

2.2.2 Faktor Agen yaitu Mikroorganisme Kariogenik

Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri dari kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu lapisan matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan1. Terdapat sejumlah mikroorganisme kariogenik yaitu, Streptococcus mutans (S. mutans), Streptococcus sangulis (S. sanguis), Lactobacillus acidophilus (L. acidophilus), Lactobacillus Casei (L. Casei)

dan Actinomyces viscosus. Bakteri- bakteri mempunyai kemampuan berkolonisasi untuk menurunkan pH sampai 4,1 sehingga menyebabkan karies. Bakteri penyebab utama karies adalah S. mutans, mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan gigi melalui pelikel gigi dari saliva dan enamel gigi. Bakteri S. mutans mampu memetabolisme karbohidrat menjadi asam,sehingga menurunkan pH saliva dibawah pH kritis 5,5 bahkan sampai 4,1 sehingga dapat melarutkan enamel. S. mutans mampu mensistesis glukan dari sukrosa dan glukan yang terbentuk

merupakan massa seperti lumpur, pekat tidak mudah larut serta bersifat lengket dan berperan dalam perlekatan S. mutans pada permukaan licin dan keras.18

(5)

mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi. Produksi asam oleh mikroorganime merupakan faktor pencetus terjadinya demineralisasi gigi yang menyebabkan karies.23

Bukti ilmiah menunjukkan S .mutans adalah agen utama dalam perkembangan S-ECC. Tingkat keparahan ECC secara langsung berkaitan dengan pembentukan awal S. mutans pada bayi. Pada saat periode erupsi gigi insisivus bawah (6 bulan) dan molar atas (24 bulan), Streptococcus meningkat. Ditemukan mikroorganisme lainnya termasuk Lactobacillus, dikaitkan juga dengan perkembangan lesi dan perkembangan karies pada anak-anak.26

2.2.3 Faktor Substrat atau Diet

Anak-anak yang menderita karies memiliki kebiasaan mengonsumsi gula dalam bentuk cairan dengan waktu yang lama. Sukrosa, glukosa dan fruktosa yang terkandung dalam jus buah atau minuman lainnya dimetabolisme oleh Streptoccus dan Lactobacillus dengan sangat cepat menjadi asam organik yang akan mendemineralisasi struktur enamel dan dentin. Kebiasaan penggunaan botol untuk minum susu pada malam hari merupakan hal yang paling sering terjadi sebagai penyebab karies dini pada anak.2

Pola pemberian yang salah, misalnya anak dengan ECC mempunyai kebiasaan minum air susu ibu ataupun susu botol setiap hari dalam waktu yang lama dan kadang dibiarkan sampai anak tertidur sepanjang malam. Penggunaan botol bayi sepanjang malam dihubungkan dengan penurunan aliran saliva dan kapasitas netralisasi saliva, hal ini dapat menyebabkan berkumpulnya sisa susu pada gigi dan terjadinya fermentasi karbohidrat.6,27 Makanan yang menempel pada permukaan gigi akan memberikan lingkungan bagi pertumbuhan mikoroorganisme dan dekalsifikasi enamel. Semakin sering gigi berkontak dengan gula saat waktu makan dan sering mengonsumsi makanan ringan, maka akan mengakibatkan gigi semakin rentan.7

(6)

asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara waktu makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat terlalu sering dikonsumsi, mengakibatkan enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.1

2.2.4 Faktor Waktu

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.1

Penelitian Vipeholm (1945-1953) menyimpulkan bahwa konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula diantara jam makan dan pada saat makan berhubungan dengan peningkatan karies. Faktor makanan yang dihubungkan dengan terjadinya karies adalah jumlah fermentasi, konsentrasi, dan bentuk fisik (bentuk cair, tepung, padat) dari karbohidrat yang dikonsumsi, retensi di mulut, frekuensi makan, dan snack serta lamanya interval waktu makan. Anak yang beresiko karies tinggi sering mengkonsumsi makanan minuman manis di antara jam makan.8 Semakin lama gigi terpapar berbagai faktor risiko karies, semakin besar risiko terjadinya karies.7

Segera setelah mengonsumsi karbohidrat (sukrosa, glukosa) maka sisa makanan akan mengalami fermentasi. pH dalam plak akan turun dalam (5-10 menit) sampai dibawah 5 atau 5.5, yaitu pH kritis untuk enamel mengalami demineralisasi. Penurunan pH yang berulang-ulang akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi.1, 24

2.3 Mekanisme Terjadinya S-ECC

(7)

terhadap permukaan gigi. Kebiasaan membiarkan anak menggunakan susu botol saat tidur pada siang hari dan malam hari terpapar cairan gula yang menyebabkan genangan berjam-jam di sekeliling gigi. Selanjutnya cairan gula berkontak dengan enamel gigi dan bergabung dengan bakteri seperti S. mutans yang muncul setelah gigi pertama erupsi. Demineralisasi enamel dan dentin gigi disebabkan oleh produksi asam yang dihasilkan oleh Streptococcus dan Lactobacilli.8

Secara spesifik mikroorganisme, debris makanan dan saliva bergabung membentuk subtansi berupa plak yang melekat pada gigi. Mikroorganisme pada plak gigi mengubah gula menjadi asam yang merusak mineral enamel gigi. Bercak putih di sekitar gigi adalah tanda pertama dan biasanya tidak diperhatikan oleh orangtua. Jika demineralisasi tidak ditanggulangi, akan menyebabkan lubang pada gigi. Warna kuning, coklat atau hitam di sekitar servikal gigi, menandakan demineralisasi meningkat menjadi pembusukan. Gigi yang berwarna coklat kehitaman, menandakan kerusakan meluas menjadi pembusukan termasuk empat gigi anterior atas.5

2.3.1 Tahap Perkembangan S-ECC

Tahap perkembangan S-ECC terdiri dari empat tahap, yaitu tahap insisal, tahap kedua, tahap ketiga dan tahap keempat.5

1. Tahap insisal

Tahap ini terjadi pada usia 10-20 bulan atau lebih muda.

(8)

Gambar 2. Tahap pertama5

2. Tahap kedua

Tahap ini terjadi pada usia 1≤ 24 bulan. Dentin mengalami kerusakan apabila lesi putih pada insisivus berkembang dengan cepat menyebabkan enamel rusak. Dentin terpapar dan terlihat lunak berwarna kuning (Gambar 3). Pada molar sulung maksila terjadi lesi insisal pada permukaan servikal, proksimal, dan oklusal. Pada tahap ini anak mulai mengeluh adanya rasa ngilu saat tersentuh makanan atau minuman yang dingin. Orang tua biasanya sudah memperhatikan perubahan warna pada gigi anaknya.

(9)

3. Tahap ketiga

Tahap ketiga terjadi pada anak usia 20-36 bulan. Lesi sudah pada salah satu insisivus maksila dan pulpa sudah teriritasi (Gambar 4). Anak merasa sakit saat mengunyah, saat gosok gigi, dan sakit spontan pada waktu malam. Pada tahap ini, molar sulung maksila mengalami kerusakan pada enamel, dentin terpapar, dan terlihat berwarna kuning.Gigi molar sulung mandibula dan kaninus sulung maksila terlihat seperti kapur, lesi demineralisasi berwarna opak.

Gambar 4. Tahap ketiga5

4. Tahap keempat

(10)

Gambar 5. Tahap keempat5

2.4 Saliva

Saliva menjadi salah satu komponen yang mempengaruhi proses terjadinya karies karena saliva selalu membasahi gigi geligi sehingga mempengaruhi lingkungan rongga mulut16. Saliva adalah suatu cairan yang tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar saliva besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Dalam tubuh manusia terdapat 2 jenis kelenjar liur, yaitu 3 pasang kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor yang tersebar dibawah mukosa rongga mulut. Kelenjar saliva mayor merupakan struktur berpasangan yang terdiri atas kelenjar parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis. Kelenjar saliva minor terdiri atas kelenjar labialis, kelenjar bukalis, kelenjar lingualis, kelenjar palatal.27, 28

(11)

2.4.1 Fungsi Saliva dan Komposisi Saliva

Pengecapan

Saliva pada awal dibentuk di dalam asini bersifat isotonik, akan tetapi seiring berjalannya proses melalui saluran saliva, sifatnya berubah menjadi hipotonik. Hipotonisitas saliva (kadar glukosa, sodium, klorida, dan urea yang rendah) dan kemampuannya untuk melarutkan zat membuat bud bisa merasakan rasa yang berbeda.

Proteksi dan Lubrikasi

Saliva membentuk penutup seromukosal yang melumaskan dan melindungi jaringan rongga mulut dari agen pengiritasi. Ini terjadi karena musin (protein dengan karbohidrat tinggi) berperan sebagai pelumas. Secara selektif saliva juga dapat memodulasi perlekatan mikroorganisme pada permukaan jaringan rongga mulut, yang berperan dalam mengontrol kolonisasi bakteri dan jamur. Pengunyahan, pengucapan, dan penelanan dibantu oleh efek lubrikasi dari protein.

Kapasitas Buffer

Saliva berperan sebagai buffer untuk melindungi mulut antara lain untuk mencegah kolonisasi mikroorganisme patologis dan menetralisir asam yang diproduksi mikroorganisme asidogenik sehingga mencegah demineralisasi enamel. Sialin, peptida saliva, memiliki peranan penting dalam meningkatkan pH biofilm setelah terpapar karbohidrat yang bisa terfermentasi. Urea adalah penyangga lain yang terkandung dalam saliva, merupakan produk katabolisme asam amino dan protein menyebabkan peningkatan pH yang cepat pada biofilm dengan menghasilkan amonia dan karbondioksida ketika dihidrolisis oleh bakteri. Asam karbonat adalah buffer yang paling penting pada saliva yang distimulasi, sedangkan pada saliva yang

tidak distimulasi berupa sistem buffer fosfat. Keutuhan Enamel Gigi

(12)

mempertahankan struktur gigi. Fungsi lainnya adalah kapasitas buffer yang ditemui pada saliva yang tidak distimulasi.

Kandungan fluor dalam saliva, walaupun dalam jumlah yang sedikit, menentukan dalam stabilisasi mineral gigi. Kehadiran ion fluoride dalam fase cair mengurangi kehilangan mineral selama pH biofilm menurun, ion ini juga mengurangi larutnya hidroksiapatit gigi, sehingga membuat makin resisten terhadap demineralisasi. Fluoride juga bisa mengurangi produksi asam pada biofilm.

pH saliva normal 6-7 dan bervariasi tergantung laju alirannya, dari 5,3 (aliran sedikit) sampai 7,8 (aliran tertinggi). Semakin tinggi aliran sekresi saliva yang distimulasi, semakin tinggi konsentrasi ion bikarbonat, maka kekuatan buffer saliva akan meningkat pesat.

Pencernaan

Saliva berperan dalam awal pencernaan pati, membantu dalam pembentukan bolus makanan. Aksi ini terjadi karena adanya enzim pencernaan α-amylase (ptialin) dalam komposisi saliva. Fungsi biologisnya adalah untuk mengubah pati menjadi maltose, maltotriosa, dan dekstrin. Enzim ini dianggap sebagai indikator yang baik dari fungsi kelenjar saliva, berperan 40% sampai 50% dari total protein dalam saliva yang diproduksi kelenjar. Bagian terbesar dari enzim ini 80% disintesis di kelenjar parotid dan sisanya di kelenjar submandibular.

2.4.2 Kapasitas Buffer dan Derajat Keasaman (pH) Saliva

(13)

Semakin tinggi aliran sekresi saliva, semakin tinggi konsentrasi ion bikarbonat, semakin tinggi juga pH akan meningkat, sehingga kekuatan buffer saliva akan meningkat pesat.18

Pada subyek karies gigi, terutama pada lubang gigi banyak terdapat bakteri yang mampu hidup dalam suasana asam (asidogenik) dan bakteri yang dapat menghasilkan asam (asidurik), sehingga memiliki potensi pembentukan asam yang lebih tinggi dari sisa-sisa makanan yang terdapat dalam lubang gigi, dan penurunan pH yang lebih yang lebih terlihat pada intensitas karies yang lebih tinggi (Nolte, 1982; Ariesanti, 2004). Saliva mempunyai peran sebagai penyangga naik turunnya derajat keasaman (pH), sehingga proses dekalsifikasi dapat dihambat (Amerongen et al, 1992). Senyawa organik yang terkandung di dalam saliva yang mempengaruhi pH terutama gugus bikarbonat, fosfat, asam karbonat, amonia, dan urea.29 Shena Muchandi et al 2015, pH S-ECC (6,42±0,34) dan bebas karies 7,46±0,37). pH S-ECC lebih rendah dibandingkan pH bebas karies.31 Menurut Amoregen (1991) pH saliva normal berkisar antara 6,7-7,3. Derajat keasaman yang dibawah normal menyebabkan adanya demineralisasi yang menyebabkan larutnya ion hidrogen yang merusak ion hidroksiapatit enamel.30

(14)

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Febrina dkk yang menemukan pemeriksaan kapasitas buffer saliva anak ECC terbanyak pada kategori sangat rendah sebesar 62,43%, kategori rendah 32,98%, dan kategori tinggi 4,58%.17 Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ali dan Gholamreza di Iran menunjukkan kapasitas buffer saliva pada kelompok bebas karies secara signifikan lebih tinnggi dari kelompok S-ECC (p=0,002).30

2.4.3 Laju Alir dan Volume Saliva

Laju alir saliva merupakan pengaturan fisiologis sekresi saliva. Pada keadaan normal, laju alir saliva berkisar 0,05-1,8 ml/menit. Beberapa studi tentang laju alir saliva yang tidak distimulasi pada individu sehat didapatkan rata-rata saliva sekitar 0,3ml/menit. Hasil dibawah 0.1 ml/menit dianggap sebagai hiposalivasi, dan hasil di antara 0,1-0,25 ml/menit merupakan laju alir rendah.18

Laju alir yang meningkat akan menyebabkan konsentrasi fosfat, magnesium, dan urea menurun. Laju alir saliva yang tinggi akan meningkatkan kemampuan menetralkan asam yang dapat mencegah penurunan pH saliva dan mencegah demineralisasi gigi. Kalsium dan fosfat memegang peranan penting dalam mekanisme penolakan terhadap dekalsifikasi enamel gigi dalam lingkungan asam (demineralisasi), sedangkan ion-ion lainnya memungkinkan terjadinya remineralisasi pada permukaan gigi yang terkikis. Keadaan individu yang menyebabkan berkurangnya alir saliva mengakibatkan kerentanan gigi terhadap karies meningkat terutama pada bayi ketika sedang tidur.6,28

Navazesh et. al menemukan bahwa laju alir saliva yang tidak distimulasi memiliki kekuatan validitas prediksi yang sangat kuat untuk memperkirakan risiko karies. Saliva yang tidak distimulasi mengandung sedikit ion bikarbonat, dengan ion Ca2+ yang lebih sedikit dan ion HPO42- yang lebih banyak daripada di dalam plasma.

(15)

penelitian lainnya yang dilakukan oleh El-kwatehy menunjukkan perbedaan yang bermakna antara laju alir anak yang karies dan yang bebas karies dengan nilai (p=0,000).32

Salah satu pengukuran volume saliva dapat dilakukan dengan tanpa stimulasi (unstimulated whole saliva) yaitu jumlah saliva yang dihasilkan tanpa rangsangan baik mekanis maupun kimiawi (seperti permen karet, paraffin, asam sitrun, dll) yang diketahui dengan menampung saliva dalam pot saliva kemudian di hitung volumenya dan dinyatakan dalam ml.28

(16)

2.5 Kerangka Teori

Keadaan Gigi anak

Severely Early Childhood Caries (S-ECC)

Bebas karies

Etiologi

Host Bakteri Substrat Waktu

Gigi Saliva

(17)

2.6 Kerangka Konsep

Laju Alir

S-ECC

BEBAS KARIES Karakteristik Saliva

Kapasitas Buffer Volume

Usia ≤ 24 bulan

Gambar

Tabel. 1 Definisi Early Childhood Caries dan  Severe Early Childhood Caries 28
Gambar 2. Tahap pertama5
Gambar 4. Tahap ketiga5
Gambar 5. Tahap keempat5

Referensi

Dokumen terkait

Bagi guru bimbingan dan konseling, hendaknya memahami kondisi dan memberikan perhatian lebih terhadap siswa yang mengalami kontrol diri rendah, serta mampu

Cara kerja dari metode gradien terdiri dari gradien horizontal arah x menghasilkan tepi objek berupa garis vertikal dan diagonal dari citra input, gradien arah vertikal

Sedangkan email merupakan hal yang wajib dalam suatu perusahaan atau individu dan akan selalu bertambah setiap tahunnya dari jumlah penggunaan dan lalu lintas untuk

Bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi diberikan kepada siswa yang mempunyai kontrol diri rendah, dengan tujuan untuk meningkatkan kontrol diri siswa

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum adanya pelaksanaan peer group kedua kelompok memiliki harga diri yang sama yaitu paling banyak kategori sedang, dikarenakan

Bapak/Ibu siswa akan memberikan informasi sejujur-jujurnya sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya dan pihak Pusat Layanan Autis Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Kuesioner yang dilakukan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala likert untuk menanyakan tanggapan konsumen mengenai.. pengaruh hubungan interpersonal dan

Game ini dibuat dengan berbasis android yang lebih interaktif dan menarik, karena dikalangan anak-anak dan remaja jaman sekarang lebih menyukai musik pop dari pada lagu