• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemeliharaan Sapi Rakyat Membedakan Peran Kelompok Atau Kemampuan Individu Peternak Dengan Pola Tradisional Di Desa Lubuk Hulu,Kecamatan Lima Puluh,Kabupaten Batu Bara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemeliharaan Sapi Rakyat Membedakan Peran Kelompok Atau Kemampuan Individu Peternak Dengan Pola Tradisional Di Desa Lubuk Hulu,Kecamatan Lima Puluh,Kabupaten Batu Bara"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB l PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara umum peternakan sapi yang ada di Indonesia pada saat ini sebagian besar masih

merupakan peternakan sapi rakyat dengan pola pemeliharaan yang tradisional, serta

kepemilikkan ternaknya yang relatif sedikit. Peternakan rakyat merupakan suatu usaha yang

dilakukan oleh masyarakat peternak di pedesaan yang dilakukan secara tradisional sebagai usaha

sambilan ( Mauluddin,dkk 2012). Adapun beberapa cirri-ciri peternkan rakyat dengan pola pemeliharaan yang tradisional yaitu: tingkat kepemilikan ternaknya yang relatif kecil atau

sedikit, Peternakan sapi ini masih dikatakan peternakan rakyat karena jumlah kepemilikkan sapi

yang dimiliki hanya berkisar 2 sampai 5 ekor ternak sapi dengan pemeliharaan yang tradisional.

penggunaan teknologi dan sumber daya manusia yang terbatas, kandang peternakan sapi hanya

berupa pagar/kerengan dengan batas bamboo yang letaknya tidak jauh dengan rumah peternak

tersebut serta mengandalkan kebutuhan pakan hijauan atau limbah hasil petanian yang hanya

cukup untuk sehari, selain itu kemampuan yang dimiliki peternak dalam beternak sapi relatif

terbatas hal ini karena peternak beranggapan bahwa pemeliharaan sapi dapat dilakukan secara

sambilan dan tidak harus memiliki kemampuan yang khusus. Pemasaran ternak sapi pada saat ini

juga masih dilakukan secara sendiri-sendiri yaitu antara peternak dengan agen sapi, sistem

penjualan ini dilakukan dengan melihat bentuk badan sapi serta menaksir berat badan sapi dan

jumlah daging yang dihasilkan dari sapi tersebut. Pada saat ini kebanyakkan peternak hanya

(2)

pemasaran sapi jika dilakukan secara bersama dan dikoordinir oleh kelompok tanpa harus ada

perantara/agen.

Pengembangan usaha peternakan sapi rakyat pada saat ini sangat berpotensi untuk

dikembangkan, untuk menunjang program pemerintah melalui swasembada daging sapi.

Kegiatan tersebut bertujuan sebagai upaya mengurangi jumlah impor daging sapi yang sudah

dilakukan sejak tahun 2014 sampai sekarang. Semua kegiatan tersebut dimaksudkan untuk

menyediakan daging sapi bagi masyarakat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di

Indonesia. Selain itu, hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan jumlah konsumsi protein hewani

penduduk Indonesia yang masih berkisar 53,108 kg/kapita/thn (Siswono:2006). Dalam

mengembangkan peternakan sapi tentunya tidak terlepas dari peranan kelompok tani ternak sapi

dalam mengupayakan ternaknya agar mendapat nilai tambah serta efisien dalam pengelolaannya

di pasaran. Upaya yang perlu dilakukan untuk mengembangkan dalam membina dan

memantapkan kelompok peternak tersebut yaitu dengan memperkuat kelembagaan kelompok

petani peternak di pedesaan, selain itu peternak harus diberi motivasi agar kelompok ternak sapi

memiliki jiwa kewirausahaan sehingga dalam pemasaran sapi dilakukan hanya dengan

musyawarah di dalam kelompok tersebut. Dalam menjalin hubungan di dalam suatu kelompok

maka perlu adanya rasa saling percaya, jujur dan transparan diantara individu dan tidak saling

mencurigai di dalam kelompok tersebut.

Pemeliharaan sapi rakyat yang dilakukan peternak sebenarnya masih banyak kendala

yang dihadapi yaitu kemampuan yang dimilki peternak kurang efektif baik dalam pemasaran,

pemeliharaan dan produksi serta sebagainya. Maka pembentukkan kelompok perlu dilakukan

untuk memotivasi peternak dalm meningkatkan kemampuan, produksi dan pemeliharaan sapi

(3)

bergaul serta aktif dalam mengenal serta mencari pembeli yang lebih dekat dengan konsumen

sehingga nilai jual sapi serta keuntungan yang di dapat jauh lebih banyak, daripada penjualan

yang dilakukan melalui perantaraan/agen sapi.

Berdasarkan tabel di bawah rata-rata populasi sapi potong tahun 2011-2015, terlihat pada

10 provinsi memberikan kontribusi hingga 78,97% dari total populasi daging sapi potong di

Indonesia. Sentra populasi sapi potong di Indonesia terdapat di 3 (tiga) provinsi di pulau Jawa.

Sentra populasi sapi potong di Indonesia terbesar adalah di Jawa Timur dengan kontribusi

29,47% atau rata-rata 4.344,61 ribu ekor, selanjutnya Jawa Tengah dengan kontribusi 11,82%

atau rata-rata 1.741,95 ribu ekor ternak sapi dan Sulawesi Selatan dengan kontribusi 7,63% atau

rata-rata 1.124,32 ribu ekor. Sentra populasi sapi lainnya adalah NTB, NTT, Lampung, Sumatera

Utara, Bali, Aceh dan Jawa Barat, dengan kisaran kontribusi 2,85% sampai 5,85%.

Tabel 1.1 Sentra Populasi ddan Produksi Daging Sapi di Indonesia, 2011 – 2015

(4)

Berbeda dengan populasi daging sapi, pada tabel diatas terlihat bahwa jumlah produksi

daging sapi dari 10 provinsi di Indonesia memberikan kontribusi hingga 75,58%. Terlihat bahwa

sentra produksi daging sapi Indonesia terdapat di 3 (tiga) provinsi di pulau Jawa. Sentra produksi

daging sapi di Indonesia tersebut antara lain yaitu di Jawa Timur merupakan yang tertinggi

dengan kontribusi 21,09% atau rata-rata 104.399 ribu ton, kemudian Jawa Barat dengan

kontribusi 14,75% atau rata-rata 73.039 ribu ton dan Jawa Tengah dengan kontribusi 12,02%

atau rata-rata 59.525 ribu ton. Posisi ke-4 sebagai sentra produksi daging sapi adalah Banten

dengan kontribusi 7,08%, selanjutnya Sumatera Barat dan Sumatera Utara, DKI Jakarta,

Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan dan Lampung dengan kisaran kontribusi 2,44% sampai

4,72%. Untuk Provinsi DKI, meskipun populasi sapi potong sangat kecil, namun produksi cukup

tinggi. Hal ini karena DKI merupakan daerah konsumen sehingga banyak pemotongan sapi.

Konsumsi daging sapi di DKI sangat tinggi khususnya untuk konsumsi rumah tangga dan non

rumah tangga seperti hotel, restaurant dan sebagainya. Indonesia belum bisa menjadi Negara

swasembada daging sapi, untuk mencukupi permintaan daging sapi terutama di kota-kota besar

seperti Jakarta, masih banyak diperoleh dari impor.

Program swasembada daging sapi sebagai upaya penyediaan gizi bagi masyarakat, masih

mengalami kendala karena tidak diikuti oleh perbaikan genetik ternak sapi. Menurut Subandriyo

(2004), pola pemeliharaan tradisional tentu akan berdampak pada menurunnya potensi ternak

sapi yang berdampak pada penurunan mutu genetik pada anak sapi , dimana dapat diidentifikasi

melalui penurunan performa anak yang merupakan bentuk ancaman keunggulan potensi genetik

sapi. Kebanyakan masyarakat mengonsumsi daging sapi pada waktu hari-hari tertentu saj, seperti

hari raya , resepsi pernikahan, hajatan dan sebagainya. Hal ini dikarenakan harga daging sapi

(5)

peternak sapi tidak mampu merespon perubahan harga daging sapi yang terjadi karena siklus

produksi yang lama, teknologi budidaya yang sangat rendah serta pola pikir peternak dalam

mengembangkan ternaknya yang masih jauh terbelakang. (Nansi Margret Santa, dkk)

Tabel 1.3 Tingkat konsumsi daging sapi di tiga Negara asean yaitu :

0

Berdasarkan tabel di atas tingkat konsumsi daging sapi untuk rakyat Indonesia pada saat

ini baru mencapai 7,1 kilogram per tahun. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat

konsumsi daging sapi oleh rakyat Malaysia dan Filipina, yaitu masing-masing sekitar 46,87

kilogram pertahun dan 24,96 kilogram per tahun (Siswono 2006). Padahal seperti yang kita

ketahui bahwa daging sapi pada dasarnya merupakan salah satu bahan pangan yang sangat

penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, dan merupakan komoditas ekonomi yang

mempunyai nilai yang sangat strategis serta sebagai pendukung dalam pembangunan di dalam

peternakan masyarakat.

Indonesia masih mengimpor daging sapi sekitar 3.500 ton per tahun, sedangkan jumlah

(6)

swasembada daging sapi tersebut adalah meningkatkan jumlah sapi 1,5 – 2 juta ekor. Kemudian

melakukan jaringan betina Pada tahun 2005, produksi daging sapi 463.800 ton dengan populasi

ternak sapi potong 10,4 juta ekor (Statistik produktif 150.000-200.000 ekor per tahun). Induk

sapi betina yang produktif dihindari untuk masuk rumah potong. Tentunya tidak lupa

mengintensifikasi program Inseminasi Buatan (IB), dan penanganan penyakit hewan.

(Peternakan, 2006).

Pola pemeliharaan sapi rakyat dengan pemeliharaan yang tradisional berbeda dengan pola

pemeliharaan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di dalam bidang

peternakan tersebut. Dalam hal ini dapat kita lihat bahwa peternakan sapi rakyat yang dilakukan

dengan pola pemeliharaan yang tradisional yaitu: 1) menggunakan teknologi yang terbatas yaitu

pada saat membersihkan kandang sapi hanya menggunakan peralatan manual seperti

angkong/dorongan,menggunakan goni, memakai cangkul, sekop atau garuk, 2) Jumlah

kepemilikan ternak sapi yang sedikit, 3) mengandalkan kebutuhan pangan atau hijaun yang

hanya cukup untuk sehari semalam, 4) perkawinan sapi dilakukan dengan cara alami, 5)

menggunakan obat-obatan yang berasal dari alam, 6) kandang sapi yang hanya berupa

kerengan/pagar yang dibatasi oleh bamboo, beralaskan tanah dan tidak memiliki penutup berupa

seng dan dinding yang berada tidak jauh dari rumah peternak, 7) memberi bakaran/bediang pada

sapi, 8) dilakukan sebagai pekerjaan sampingan/sambilan, 9) member minum sapi dengan

campuran bahan mineral seperti garam dan air cucian beras, 10) memberi jamu pada sapi yang

terbuat dari kunyit, gula merah, asam jawa dan air, 11) sumber daya yang dimiliki peternak

terbatas.

Sedangkan peternakan sapi yang dilakukan oleh perusahaan dengan pola pemeliharaan

(7)

Sumberdaya yang dimiliki sudah dikatakan baik yaitu merupakan orang ahli dalam bidang

peternkan, 3) skala kepemilikan ternak sapi yang relatif banyak, 4) pengembangbiakkan sapi

dilakukan dengan cara inseminasi buatan (perkawinan buatan), 5) menggunakan obat-obatan

buatan yang sudah diolah dengan cara modern, 6) kotoran sapi dimanfaatkan dengan

sebaik-bainya,7) sebagai pekerjaan utama bukan sambilan, 8) tidak hanya mengandalkan rumput

hijauan yang hanya cukup sehari, 8) kandang sapi yang terbuat dari batu (permanen), 9)

menambahkan larutan tetes tebu ke dalam air minum sapi, 10) memberikan vitamin secara rutin

kepada ternak sapi, 11) pemasaran yang dilakukan tidak hanya di dalam negri saja melainkan

sudah mampu mengekspor ke Negara lain. Pemeliharaan yang dilakukan dari mulai input

teknologi dan kemampuan peternaknya sudah modern.

Desa Lubuk Hulu merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten

Batu Bara. Desa Lubuk Hulu merupakan desa yang baru terbentuk melalui pemekaran dari Desa Lubuk

Besar. Desa Lubuk Hulu ini memiliki jumlah penduduk sekitar 1.721 jiwa dan 300 kk dengan

jumlah laki-laki yaitu 798 jiwa dan perempuan 928 jiwa yang terbagi atas 5 dusun. Masyarakat

Desa Lubuk Hulu bermata pencaharian sebagai petani, wiraswasta, karyawan Swasta, Karyawan

BUMN, PNS, mengajar (honor) dan beternak sapi sebagai pekerjaan sampingan dan penghasilan

tambahan masyarakat tersebut. Masyarakat desa Lubuk Hulu hampir sebagian besar memelihara

ternak sapi yaitu sekitar 300 individu memiliki peternakan sapi. Pada bulan november tahun

2016 terbentuklah komunitas/kelompok peternak sapi yang setiap kelompoknya terdiri dari 15

orang anggota dengan tujuan agar lebih memudahkan segala masalah yang dihadapi mereka.

Masyarakat berprinsip bahwa beternak adalah sebagai tabungan yang dapat menolong

masyarakat pada masa-masa sulit. Dengan terbentuknya komunitas / kelompok peternak sapi

kemungkinan besar masyarakat dapat mengatasi segala kendala yang dihadapi ketika beternak

(8)

Masyarakat Desa Lubuk Hulu ini memberi makan ternak sapi dengan cara mengandalkan hijauan

yang ada di sekitar perkebunan sawit yang terletak tidak terlalu jauh dari tempat tinggal peternak

tersebut.

Desa Lubuk Hulu ini memiliki potensi yang cukup bagus untuk usaha pengembangan

ternak sapi karena didukung oleh sumber daya alam (lahan dan pakan) dan peluang pasar yang

memadai. Ternak sapi memiliki harga jual yang lumayan tinggi di pasaran sehingga menjadi

masukan dan pendapatan bagi para peternak. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu

Bara telah melakukan beberapa langkah untuk mengembangkan peternakan di wilayah Desa

Lubuk Hulu. Salah satu dari kebijakan pemerintah tersebut yaitu dengan memberi bantuan

berupa ternak sapi kepada kelompok peternak sapi sejumlah 25 ekor sapi serta kendaraan (viar)

untuk mecari makan sapi-sapi tersebut. Dalam hal ini masyarakat mengalami beberapa kendala

yaitu kurangnya modal dalam melaksanakan kegiatan berkelompok ternak tersebut, sehingga

masyarakat harus membayar iuran per bulan. Iuran tersebut digunakan masyarakat untuk

kebutuhan dalam kegiatan kelompok ternak. Pola pemeliharaan ternak sapi di desa Lubuk Hulu

ini pun masih bersifat tradisonal. Beternak sapi sudah bukan kata yang asing lagi bagi

masyarakat desa Lubuk Hulu, karena peternakan rakyat ini sudah dilakukan secara turun

temurun dengan pemeliharaan yang tradisional.

Keberhasilan pengembangan usaha ternak sapi pada dasarnya ditentukan oleh kerja

sama antara petani peternak dan pemerintah melalui pendekatan kelompok.

Tabel 1.4 kelompok peternak sapi Tahun Jumlah kelompok /

komunitas

Jumlah anggota Jumlah sapi Kepemilikan sapi setiap orang 2015 1 kelompok/ komunitas 17-18 anggota 25 ekor sapi 1-2 ekor sapi per

orang 2016 1 komunitas/ kelompok 15 anggota 25 ekor sapi 1-2 ekor sapi per

(9)

Berdasarkan tabel wawancara pada tahun 2015 di atas sudah terbentuk kelompok /

komunitas peternakan sapi di desa Lubuk Hulu. yang beranggotakan 17-18 orang dengan ternak

sapi sejumlah 25 ekor. Namun kelompok ternak sapi ini tidak bertahan lama, dan bahkan

dikarenakan kurangnya kekompakan anggota, kurangnya tanggung jawab dan masih banyak

terjadi kecurangan di dalam kelompok tersebut. Namun pada tahun 2016, masyarakat

memutuskan untuk membentuk kembali kelompok peternak sapi yang beranggotakan 15 orang

dengan ternak sapi sejumlah 25 ekor sapi yang berasal dari bantuan Pemerintah melalui Dinas

Peternakan Kabupaten Batubara. Kelompok peternak sapi ini awalnya memang sudah terbentuk

pada tahun 2012 namun dengan sapi-sapi kepemilikan secara individu dan berada di kandang

ternak masing-masing, bukan sapi milik kelompok dan untuk dirawat bersama. Tujuan

dibentuknya kelompok tersebut agar saat terjadi suatu kendala kepada peternak sapi seperti

kehilangan sapi dan sebagainya maka individu dapat melapor ke ketua kelompok untuk bisa

mencari sapi secara bersama. Biasanya sapi yang di gembala terkadang salah satu dari

sapi-sapi tersebut tidak ikut pulang. Sehingga perlunya kelompok dalam mengatasi segala masalah

yang ada di dalam peternakan teresebut. Masyarakat berharap setiap anggota yang masuk dalam

kelompok peternakan sapi tidak hanya sekedar menulis nama saja tapi juga harus menunnjukkan

rasa tanggung jawab di dalam kelompok peternak sapi tersebut.

(10)

Pagar (kerengan) ini berfungsi sebagai tempat istirahat sapi-sapi sewaktu kandang sapi

dibersihkan. Biasanya di dalam pagar ini sapi-sapi hanya diberi minum dengan tambahan

campuran bahan mineral seperti garam dan tetes tebu, serta sebagai tempat berjemur sapi-sapi.

Setelah semalaman sapi-sapi berdiri dan diikat lalu pada pukul delapan pagi sapi-sapi

dikeluarkan dari kandang tanpa diikat agar sapi dapat bebas berjalan dan tidur di dalam pagar

(kerengan). Pagar (kerengan) sapi milik kelompok ternak sudah dapat dikatakan modern karena

beralaskan lantai yang sudah di semen

(11)

Kandang ini befungsi sebagai tempat berteduh sapi-sapi dari hujan dan trik matahari.

Sapi-sapi akan di masukkan kandang pada pukul 4 sore sampai pukul 8 pagi untuk diberi makan.

Semalaman sapi diikat dalam posisi berdiri di dalam kandang di dekat tempat makanan sapi yang

sudah diberi batasan. Sapi-sapi akan dikeluarkan dari kandang oleh anggota kelompok yang

bedan dirtugas berjaga pada malam hari dan dimasukkan kandang kembali pada pukul empat

sore. Kandang sapi yang berada di kelompok peternakan tersebut dapat dikatakan sudah modren

karena bentuknya yang permanen, terbuat dari batu bata, semen, besi, dan lantainya yang sudah

di semen serta menggunakan atap berupa seng. Setiap hari kandang sapi akan di bersihkan oleh

petugas kebersihan yang berjaga di peternakan sapi sapi pada malam hari

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah bertujuan untuk mengetahui suatu permasalahan yang lebih mengarah

pada fokus penelitian yang akan dilakukan. Adapun yang menjadi rumusan masalah peneliti

(12)

1. Bagaimana peran kelompok dan kemampuan peternak sapi dalam meningkatkan

peternakan sapi di Desa Lubuk Hulu, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara?

2. Bagaimanakah sistem pemeliharaan ternak sapi yang dilakukan peternak sapi di Desa

Lubuk Hulu, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara?

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti memiliki tujuan yang akan

dicapai. Tujuan penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang berfungsi untuk

mendalami segala aspek kehidupan. Selain itu juga merupakan sarana untuk mengembangkan

ilmu pengetahuan baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis. Berdasarkan rumusan masalah

diatas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peran kelompok masyarakat peternak sapi rakyat pemeliharaan

dengan pola tradisional di Desa Lubuk Hulu

2. Untuk mengetahui kemampuan masyarakat dalam beternak sapi sehinnga

menghasilkan sapi dengan kualitas yang bagus serta memiliki harga jual yang

tinggi.

3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan pemerintah daerah dengan para peternak

(13)

1.4 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian di haruskan mempunyai manfaat bagi diri-sendiri maupun bagi

masyarakat, terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan sosial. Adapun manfaat yang

diharapkan dari penelitian ini adalah:

a . Manfaat teoritis

1. Diharapkan dapat menambah wawasan, informasi, pemahaman serta dapat

memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya

ilmu pengetahuan sosial.

2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran sebagai penambahan wawasan

terhadap peneliti sendiri, mahasiswa dan relasi manapun.

3. Serta diharapkan dapat menjadi referensi baru sebagai bahan rujukan dari hasil

penelitian ini yang akan digunakan untuk penelitian selanjutnya.

b . Manfaat praktis

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan , dari masalah dan menjadi rujukan untuk

menciptakan suasana harmonis, diantara pihak-pihak terkait, bagi setiap lokasi peternakan

khususnya peternak sapi, di Desa Lubuk Hulu, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara

diantaranya :

1. Dapat meningkatkan peran masyarakat terhadap peternakan sapi, untuk lebih

menumbuhkan rasa kepercayaan diri serta tanggung jawab peternak dalam memajukan

peternakan sapi rakyat.

2. Diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah setempat untuk lebih

memahami kondisi masyarakat dalam beternak sapi agar nilai jual sapi lebih tinggi dan

(14)

3. Sebagai acuan peternak dengan peternak lainnya dalam meningkatkan kerjasama untuk

menciptakan hubungan yang harmonis, dan masyarakat sekitar.

4. Diharapkan para peternak dapat saling berinteraksi, sehingga mempunyai dampak yang

saling membutuhkan, saling meningkatkan, saling memperkuat, sehingga akan

meningkatkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam beternak sapi .

5. Untuk mengetahui kemampuan masyarakat dalam beternak sapi rakyat pemeliharaan

dengan pola tradisional serta kendala-kendala apa saja yang dihadapi masyarakar dalm

Gambar

Tabel 1.1  Sentra Populasi ddan Produksi Daging Sapi di Indonesia, 2011 – 2015
Tabel 1.3 Tingkat konsumsi daging sapi di tiga Negara asean yaitu :
Tabel 1.4 kelompok peternak sapi
Gambar 2. Kandang kelompok peternak sapi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Tingkat kefavoritan sekolah tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan TPACK (2) Lama mengajar guru tersarang pada

Persepsi penderita stroke terhadap aktifitas seksual adalah: hubungan suami istri/bersetubuh, konsep diri negatif, keterbatasan fungsi seksual, faktor-faktor yang

Rasio GWM Rupiah mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya posistif artinya semakin tinggi rasio GWM Rupiah,

Gambar ekstrak Ganggang Merah ( Kappaphycus alvarezii ) dan gambar hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia.. Ekstrak

Temuan ini sesuai dengan pendapat Clement dalam (Suparno, 1997) bahwa miskonsepsi yang terjadi bukan karena pengertian yang salah selama proses belajar mengajar

Salah satu teori yang mendukung untuk menyelesaikan masalah keamanan dengan permainan ruang adalah defensible space, yaitu lingkungan hunian yang dapat mencegah

SEKOLAH DASARPENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK TALK WRITE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PADA SISWA SEKOLAH DASAR. Universitas Pendidikan Indonesia |

Neraca Dalam Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas tanpa Akuntanbilitas Publik (SAK ETAP) laporan neraca menyajikan aset, kewajiban dan ekuitas pada tanggal