BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Alat-Alat Penelitian
Adapun alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah:
Nama Alat Merck
Seperangkat Alat FT-IR Seperangkat Alat DSC Seperangkat Alat XRD
Shimadzu Shimadzu Shimadzu
Neraca Analitis Ohaus
Termometer Fisher
Hot Plate Cimarec
Oven Carbolite
Magnetic Stirrer -
Krus Porselen -
Indikator pH Universal Beaker Glass
Gelas Ukur Labu Takar Desikator
3.2. Bahan-Bahan Penelitian
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Nama Bahan Merck 3.3.1.1. Larutan HNO3
Sebanyak 54,6 mL HNO 3,5%
3 65% lalu diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas, dihomogenkan.
Sebanyak 10 g NaOH dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.1.3. Larutan Na2SO3
Sebanyak 10 g Na
2%
2SO3 dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.1.4. Larutan NaOH 17,5%
Sebanyak 87,5 g NaOH dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.1.5. Larutan NaOCl 1,75%
Sebanyak 73 mL NaOCl 12% diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.1.6. Larutan H2O2
Sebanyak 167 mL H
10%
2O2 30% dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 500 mL hingga garis batas, dihomogenkan.
3.3.2. Preparasi Kayu Kelapa Sawit
dikeringkan dalam udara terbuka selama 30 hari. Kemudian diremukkan dan diayak dengan ayakan 80 mesh sehingga menjadi bagian-bagian partikel kecil.
3.3.3. Isolasi α-selulosa dari Serbuk Kayu Kelapa Sawit
Sebanyak 75 gr serbuk kayu kelapa sawit yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam beaker glass 2000 mL, kemudian ditambahkan 1L campuran HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2, dipanaskan di atas hot plate pada suhu 90 oC selama 2 jam sambil di aduk. Setelah itu disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral. Selanjutnya direndam dengan 750 mL larutan yang mengandung NaOH 2% dan Na2SO3 2%pada suhu 50 oC selama 1 jam sambil diaduk. Kemudian disaring dan ampas dicuci sampai netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan 250 mL larutan NaOCl 1,75% pada suhu 70 oC selama 30 menit. Kemudian disaring dan
dicuci ampas sampai pH filtrat netral. Setelah itu dilakukan pemurnian α-selulosa dari sampel dengan 500 mL larutan NaOH 17,5%, pada suhu 80 oC selama 30 menit sambil diaduk di atas hotplate, disaring lalu ampas dicuci hingga pH netral. Selanjutnya dibleaching dengan H2O2 10% pada suhu 60oC selama 15 menit dan dikeringkan di dalam oven pada suuhu 60 oC kemudian disimpan dalam desikator, lalu dibiarkan selama 1 malam. (Ohwoavworhua,2005) . Selanjutnya dihitung berat(%) α-selulosa yang didapat dan dikarakterisasi dengan analisa FT-IR.
3.3.4. Esterifikasi α-selulosa
aquadest untuk menghilangkan asam asetat yang tidak bereaksi pada produk. Residu kemudian dikeringkan pada suhu 60 0C dalam oven. Hasil yang kering kemudian dihitung beratnya (%) dan dikarakterisasi dengan analisa FTIR, DSC, XRD, dan ditentukan derajat substitusinya serta kadar airnya.
3.3.5. Analisa Kadar Air
Cawan dikeringkan pada suhu 110oC selama 2 jam, disimpan di dalam desikator kemudian ditimbang. Sebanyak 2 g selulosa asetat ditimbang (W1) kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 110οC selama 2 jam. Setelah itu disimpan cawan ke dalam desikator kemudian ditimbang (W2
Kadar air (%) = (𝑤𝑤1−𝑤𝑤2)
𝑤𝑤1 x 100% ...(1)
). Sisa selulosa asetat dihitung sebagai total padatan dan air yang hilang sebagai kadar air dapat ditunjukkan pada persamaan (1) di bawah ini:
Keterangan:
W1 = Berat cawan + selulosa asetat sebelum pengeringan 110o W
C 2 = Berat cawan + selulosa asetat setelah pengeringan 110oC
3.3.6. Analisa Derajat Substitusi (DS)
merah sampai terbentuk warna merah. Blanko dibuat dengan cara yang sama. Persamaan (2) berikut ini adalah untuk perhitungan kadar asetil (%).
Derajat Substitusi (%) = ((D-C)𝑁𝑁𝑎𝑎+ (A-B) 𝑁𝑁𝑏𝑏) x 𝐹𝐹
𝑊𝑊 ...(2) Keterangan:
A = mL NaOH yang dipakai untuk titrasi selulosa asetat B = mL NaOH yang dipakai untuk titrasi blanko
C = mL HCl yang dipakai untuk titrasi selulosa asetat D = mL HCl yang dipakai untuk titrasi blanko
𝑁𝑁𝑎𝑎= normalitas HCl
𝑁𝑁𝑏𝑏= normalitas NaOH F = 4,305
W = bobot contoh
3.3.7. Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared (FTIR) Sampel dipreparasi dalam bentuk bubur (mull). Bubur diperiksa dalam sebuah film tipis yang diletakkan di antara lempengan-lempengan garam yang datar. Pengujian dilakukan dengan menjepit film hasil campuran pada tempat sampel. Kemudian film diletakkan pada alat ke arah sinar infrared. Hasilnya akan di rekam kertas berkala berupa aluran kurva bilangan gelombang 4000-200 cm-1 terhadap intensitas.
3.3.8. Analisa dengan Differential Scanning Calorimetry(DSC)
dengan mengalirkan gas nitrogen dan diaturkenaikantemperatur 2 ºC per menit. Untuk kalibrasI temperatur dan panas DSC, pada alat diletakkan blanko berupa pan kosong dan sampel berisi zatpengkalibrasi yaituindium dan/atau seng. Setelah kalibrasi selesai, sampel indium dan/atau seng digantidengan sampel polimer yang akan di ukur, dan pan blanko tetap padaposisi semulaselama pengukuran. Untuk sampelserbuk yang rapuh (Tgtinggi), alat diatur 50 ºC dI bawah Tg. Untuk sampelrubbery (Tg rendah), digunakan nitrogen cair untuk temperatur sangat rendah.
3.3.9. Analisa Derajat Kristalinitas dengan X-Ray Difraction (XRD)
3.4. Bagan Penelitian
3.4.1. Bagan Preparasi Serbuk KKS
Diambil bagian tengah kayu kelapa sawit pada ketinggian 4 meter dari tanah
Dipotong menjadi lembaran-lembaran kayu Dikeringkan dalam udara terbuka selama 30 hari Diremukkan dan dihaluskan dengan mesin penggiling
Diayak dengan ayakan 80 mesh Kayu Kelapa Sawit
3.4.3 Isolasi α-Selulosa dari Serbuk KKS
Dimasukkan ke dalam beaker glass 2000 mL Ditambahkan 1 L campuran HNO3 3,5%
dan 10 mgNaNO2
Dipanaskan di atas hot plate pada suhu 90 ,
o
Disaring dan ampas dicuci hingga filtrat C selama2 jam sambil diaduk
netral
Direndam dengan 750 mL larutan yang mengandung NaOH 2% dan Na2SO3 2%pada suhu 50
o
Disaring dan dicuci hingga filtrat netral
C selama 1 jam sambil diaduk
Diputihkan dengan 250 mL larutan NaOCl 1,75% pada temperatur mendidih selama 0,5 jam
Disaring dan dicuci hingga filtrat netral
Ditambahkan 500 mL NaOH 17,5% dan dipanaskan pada suhu 80 o
Disaring dan dicuci hingga filtrat netral
C selama 30 menit
Diputihkan dengan H2O2 10% pada suhu 60 o
Disaring dan dicuci dengan aquadest
C selama 15 menit
Dikeringkan pada suhu 110 o Disimpan dalam desikator
α-Selulosa Filtrat
Filtrat α-Selulosa basah
α-Selulosa
3.4.3 Asetilasi α-selulosa
Dimasukkan kedalam gelas beaker yang sudah ada maghnetik stirer
Ditambahkan 10 mL asetat anhidrat Ditambahkan 0,3 g Iodin
Dipanaskan pada suhu 80 o Didinginkan pada suhu kamar
C selama 300 menit Ditambahkan 5 mL larutan jenuh Na2S2O
Dipindahkan kedalam gelas beaker yang telah berisi 30 mL etanol
3
Diaduk selama 60 menit Disaring
Dicuci dengan 75 % etanol
Dikeringkan pada suhu 60 oC dalam oven
Dikarakterisasi 0,2 g α-selulosa
residu filtrat
Selulosa asetat
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Isolasi α-Selulosa dari Serbuk Kayu Kelapa Sawit
α-selulosa yang dianalisis diperoleh dari hasil isolasi kayu kelapa sawit sebanyak 75 gram dengan beberapa tahap sesuai dengan penelitian sebelumnya. Tahap pertama adalah prehidrolisis menggunakan HNO3 3% dan NaNo2 untuk menghilangkan hemiselulosa dan zat ekstraktif lainnya. Tahap kedua adalah delignifikasi menggunakan NaOH 2% dan Na2SO3 2% karena dapat menyebabkan penggembungan struktur selulos, warna dari hasil delignifikasi ini adalah putih kekuningan sampai putih kecoklatan. Untuk menghilangkan warna coklat dari selulosa selanjutnya dilakukan pemutihan dengan NaOCl 1,75% yang akan melarutkan sisa lignin karena terdegradasi menjadi lignin berantai pendek yang mudah larut pada saat dicuci. Ion hipoklorit merupakan oksidan kuat yang mampu memecah ikatan eter dalam struktur lignin, akibatnya derajat putih pulp naik secara mencolok. Kemudian dilakukan penghilangan 𝛽𝛽-selulosa dan 𝛾𝛾 -selulosa dengan melarutkan residu menggunakan NaOH 17,5% karena hanya α
-selulosa yang tidak larut dalam larutan ini. α-selulosa yang diperoleh berwarna putih kekuningan sehingga dilakukan pemucatan dengan menambahkan H2O2
10% kedalam residu untuk menghilangkan pigmen yang melekat pada α-selulosa.
α-selulosa yang masih basah dikeringkan didalam oven pada suhu 60 oC selama
24 jam sehingga diperoleh serat α-selulosa selulosa berwarna putih.
4.1.2. Esterifikasi α-Selulosa Menjadi Selulosa Asetat
katalis dan proses reaksi berlangsung selama 5 jam maka gugus OH dari selulosa akan tersubstitusi menjadi gugus asetat. Tahap selanjutnya adalah tahap netralisasi dengan penambahan 5 ml Na2S2O3 untuk mengikat Iodin yang berlebih, kemudian ditambahkan etanol dan aquadest untuk membersihkan asam asetat sisa reaksi. Tahap terakhir adalah tahap pengeringan pada suhu 60 oC selama 24 jam. Dari penelitian diperoleh selulosa asetat sebanyak 0,0966 gram.
4.1.3. Hasil Analisa Gugus Fungsi dengan Menggunakan Spektrofotometer FT-IR
4.1.3.1. Hasil Analisa Spektrofotometer FT-IR α-selulosa
α-Selulosa yang digunakan pada penelitian ini adalah α-selulosa hasil isolasi dari kayu kelapa sawit. Dari data spektrofotometri FT-IR α-selulosa memberikan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3448 cm-1, 2893 cm-1, 2137 cm-1, 1373 cm-1, 1064 cm-1, 894 cm-1, 516 cm-1.
Tabel 4.1. Bilangan Gelombang FT-IR α-selulosa
Gugus Fungsi α-Selulosa (cm-1) Daerah Serapan (cm-1) Uluran O-H
Uluran C-H Uluran C-O-C
3448,72 2893,22 1373,32
Gambar 4.1. Struktur FT-IR α-Selulosa
4.1.3.2. Hasil Analisa Spektrofotometer FT-IR Selulosa Asetat
Selulosa asetat yang diperoleh merupakan hasil reaksi esterifikasi dari α-selulosa dengan asetat anhidrat menggunakan katalis Iodin. Hasil yang diperoleh berupa serat halus selulosa asetat berwarna putih yang selanjutnya dianalisis menggunakan spektroskopi FT-IR, dimana muncul spektrum pada bilangan gelombang 3448 cm-1, 2954 cm-1, 1751 cm-1, 1373 cm-1, 1234 cm-1, 1049 cm-1, 902 cm-1, 601 cm-1.
Tabel 4.2. Bilangan Gelombang FT-IR Selulosa Asetat
Gugus Fungsi Selulosa Asetat (cm-1) Daerah Serapan (cm-1) Uluran O-H
Uluran C-H Uluran C=O Uluran C-O Tekukan untuk rantai >4
3448,72
Gambar 4.2. Struktur FT-IR Selulosa Asetat
4.1.4. Hasil Analisa Thermal dengan Menggunakan DSC
darisuatu bahan polimer akan memberikan informasi titik transisi kaca (Tg), yaitu suhu pada saat polimer berubah dari bersifat kaca menjadi seperti karet, titik kristalisasi(Tc), yaitu pada saat polimer berbentuk kristal, titik leleh (Tm), yaitu saat polimer berwujud cairan, dan titik dekomposisi (Td), yaitu saat polimer mulai rusak dan terdegradasi.
Gambar 4.3. DSC Selulosa Asetat
Gambar 4.4. XRD Selulosa Asetat
4.1.6. Hasil Analisa Kadar Air
Kadar air selulosa asetat yang diperoleh dihitung berdasarkan rumus berikut: Kadar Air (%)= (𝑤𝑤1−𝑤𝑤2)
𝑤𝑤1 × 100%
= ( 1,3050𝑔𝑔− 1,3000𝑔𝑔)
1,3050𝑔𝑔 × 100%
= 0,0038 %
4.1.7. Hasil Analisa Derajat Substitusi (DS)
Penentuan derajat substitusi dari selulosa asetat yang dihasilkan dianalisis berdasarkan rumus berikut:
Derajat Substitusi (%) = {(D-C)𝑁𝑁𝑎𝑎+(A-B)𝑁𝑁𝑏𝑏}× 𝐹𝐹 𝑊𝑊
= {(51,5− 40,6)0.5 + (2,6−0,1)0.5} ×4,305 1 = 6,7 × 4,305
4.2. Pembahasan
4.2.1. Isolasi α-Selulosa dari Kayu Kelapa Sawit
Dari hasil penelitian jumlah α-Selulosa yang dihasilkan dari proses isolasi sebesar 16,3251 gram dari 75 gram serbuk kayu kelapa sawit. Persen rendemen dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
% Rendemen = 16,3251 𝑔𝑔
75 𝑔𝑔 × 100%
= 21,7668 %
4.2.2. Esterifikasi α-Selulosa Menjadi Selulosa Asetat
Proses esterifikasi selulosa asetat di mulai dengan penambahan asetat anhidrad
pada α-selulosa, aseat anhidrad bertindak sebagai swelling agent yang membuat serat selulosa mengembang dan lebih mudah mengalamai asetilasi dengan bantuan katalis iodine, pemilihan katalis iodine karena sifat nya yang lebih ramah linkungan di bandingkan katalis asam sulfat yang umum digunakan dalam sintesis selulosa asetat, selain itu iodine mudah di peroleh secara komersil dan banyak di gunakan dalam sintesis senyawa organik. Dalam proses reaksi, pertama iodine akan mengaktifkan gugus karbonil C=O pada asetat anhidrad sehingga akan lebih mudah bereaksi dengan atom O pada selulosa dan mensubstitusi gugus hidroksil OH selulosa. Selanjutya gugus hidroksil OH akan beikatan dengan atom C di tengah dari selulosa anhidrad yang memiliki gugus alkil dan akan menghasilkan asam asetat sebagai hasil samping reaksi, produk akhir raksi ialah ester selulosa asetat. Penambahan larutan jenuh Na2SO4
Mekanisme reaksi esterifikasi dapat di lihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Mekanisme Reaksi Asetilasi Selulosa dengan Katalis Iodin % Rendemen = 0,0966 𝑔𝑔
0,2 𝑔𝑔 × 100%
= 48,3 %
4.2.3. Analisis Menggunakan Spektrofotometer FT-IR
Salah satu cara analisa untuk mengetahui keberhasilan dari reaksi asetilasi adalah dengan mengidentifikasi perubahan gugus fungsi setelah penambahan gugus asetil. Analisa ini dilakukan dengan alat FT-IR yang mampu mengidentifikasi serapan-serapan khas untuk masing-masing gugus fungsi yang terkandung dalam sampel (Gaol,M.R.L.L.;2013).
4.2.3.1. Analisis α-Selulosa dengan Spektrofotometer FT-IR
vibrasi stretching C-H yang didukung oleh vibrasi C-H bending pada bilangan gelombang 2893 cm-1. Munculnya puncak vibrasi pada bilangan gelombang 1064 cm-1pmenunjukkan vibrasi C-C stretching dan didukung dengan bilangan gelombang 894 cm-1 yang merupakan C-C bending.
4.2.3.2. Analisis Selulosa Asetat dengan Spektrofotometer FT-IR
Spektrum yang ditunjukkan dari data FT-IR memberi dukungan bahwa selulosa asetat yang terbentuk memiliki gugus karbonil (C=O) yang berasal dari gugus asetat dengan munculnya puncak vibrasi pada bilangan gelombang 1751 cm-1 serta didukung oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1234 cm-1
menunjukkan vibrasi dari gugus C-O simetris dan puncak serapan pada bilangan gelombang 1165 cm-1
Puncak serapan pada bilangan gelombang 3448 cm
yang menunjukkan vibrasi dari gugus C-O anti-simetris. Puncak vibrasi C=O ini lebih tinggi dari puncak vibrasi eter dikarenakan gugus karbonil yang terbentuk melekat melalui rantai ester yang mana lebih kuat ikatannya bila dibandingkan dengan rantai eter, sehingga vibrasi serapan yang dimunculkan juga tinggi.
-1
menunjukkan vibrasi OH dari selulosa. Dimana pada peak selanjutnya gugus OH tersubstitusi oleh gugus karbonil C=O yang muncul pada puncak vibrasi yang khas 1751 cm-1, walau demikian masih terdapat gugus OH yang tidak mengalami asetilasi. Puncak vibrasi pada bilangan gelombang 1373 cm-1 merupakan vibrasi stretching C-H yang didukung oleh vibrasi C-H bending pada bilangan gelombang 2738 cm-1, serta munculnya puncak vibrasi pada bilangan gelombang 1049 cm-1
menunjukkan vibrasi C-C stretching dan didukung dengan bilangan gelombang 902 cm-1 yang merupakan C-C bending.
4.2.4. Analisis Thermar dengan DSC
pada fase ini sampel berubah menjadi bentuk Kristal. Di lanjutkan dengan fase peleburan selulosa asetat ( Tm ) pada suhu 3740 C, sehingga dapat di lihat pada rentang suhu 0 - 3700 C selulosa berada pada fase heterogen karena mengalami perubahan wujud dari padatan ke wujud cairan saat suhu > 3700 C, dan fase berakhir pada saat selulosa asetat mencapai titik degradasi atau dekomposisi ( Td ) pada suhu 4660 C.
4.2.5. Analisis Derajat Kristalinitas dengan XRD
Difraktogram yang di hasilkan dari analisa XRD menggambarkan pola grafik selulosa asetat yang menunjukan bahwa selulosa asetat bersifat kristalin dan memiliki struktur molekul yang teratur, hal ini di perkuat dengan muncul nya puncak peak tajam pada daerah 2θ = 12,070; 19,9840; dan 21,8710 . Berdasarkan teori (Raharja Gani Michael, 2013), ada nya puncak-puncak tertinggi tersebut menyatakan bahwa sinyal difraksi yang utama dari selulosa asetat terdapat di sekitar area 2θ = 12,070; 19,9840; dan 21,8710. Dengan derajat kristalinitas sebesar 77,84%.
4.2.6. Analisis Kadar Air
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh kadar air dari selulosa asetat adalah sebesar 0,0038 %. Hal ini disebabkan proses reaksi tidak terjadi dalam kondisi isolasi dengan vakum (kedap udara) sehingga ada kemungkinan selulosa asetat kembali mengikat air diudara.
4.2.7. Analisis Derajat Substitusi (DS)
Derajat substitusi sebesar 28,84% menunjukkan bahwa hanya 28,84% gugus
asetat dari asetat anhidrat yang tersubstitusi ke gugus OH dari α-selulosa
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa proses esterifikasi 𝛼𝛼-selulosa sebanyak 0,2 gram dengan asetat andidrat menghasilkan 0,0966 gram selulosa asetat berwarna putih dan berbentuk serat yang memberikan karakteristik sebagai berikut:
1. Pada analisa gugus fungsi selulosa asetat menggunakan FT-IR muncul pita serapan pada daerah bilangan gelombang 3448 cm-1 yang menunjukkan vibrasi O-H, di dukung oleh vibrasi gugus karbonil (C=O) pada daerah bilangan gelombang 1751 cm-1
2. Pada analisa degradasi thermal menggunakan DSC menunjukkan bahwa selulosa asetat memiliki suhu transisi gelas (Tg) pada suhu 106
.
o
C, titik kristalinitas (Tc) pada suhu 262 oC, fase peleburan (Tm) pada suhu 374 oC, dan titik degradasi (Td) pada suhu 466 o
3. Pada analisa derajat kristalinitas menggunaka XRD menunjukkan bahwa selulosa asetat bersifat kristalin dan memiliki struktur molekul yang teratur yang diperkuat dengan munculnya puncak peak tajam pada daerah 2𝜃𝜃=12,07
C.
o ; 19,984o; dan 21,871o
4. Pada analisa kadar air menunjukkan bahwa pada selulosa asetat yang dihasilkan memiliki kandungan air sebanyak 0,0038%.
. Dengan derajat kristalinitas sebesar 77,84%.
5. Pada analisa derajat substitusi menunjukkan selulosa asetat yang dihasilkan memiliki deraja substitusi sebanyak 28,84%.
5.2 Saran