BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineesis) berasal dari Afrika. Dalam bahasa
Inggris tanaman ini dikenal dengan nama oil palm. Tanaman kelapa sawit
memiliki bentuk menyerupai pohon kelapa. Di Indonesia, tanaman kelapa sawit
termasuk tanaman pendatang. Pohon kelapa sawit sendiri di Indonesia sudah
mulai dikenal sejak sebelum perang dunia kedua. Kelapa sawit dibudidayakan
dalam bentuk usaha perkebunan besar. Perkebunan kelapa sawit banyak
dikembangkan di Sumatera dan Kalimantan (Roosita, 2007).
Sentra utama produksi sawit Indonesia antara lain Sumatera Utara, Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat. Kontribusi produksinya
mencapai 80% dari produksi nasional. Setiap tahun jumlah perkebunan kelapa
sawit di Indonesia semakin meluas, terbukti pada tahun 2012 Badan Pusat Statistk
Indonesia melaporkan luas perkebuan kelapa sawit di Indonesia mencapai
5.995.700 ha dan naik menjadi 6.170.700 ha pada tahun 2013. Tanaman kelapa
sawit memilki batas umur produksi yang relatif pendek, yaitu 25 tahun. Di atas
umur tersebut,pohon harus diremajakan karena produksi buah akan menurun dan
pohon sudah terlalu tinggi. (Nuryawan,Dalimunthe,&Saragih,2012).
Selama ini pemanfaatan hanya terbatas pada buah untuk memproduksi
minyak dan segala turunannya, serta pada tingkat tertentu pemanfaatan dari sabut,
tandan dan pelepah. Sedangkan bagian kayu yang mempunyai masa terbesar dari
pohon kelapa sawit belum dimanfaatkan secara komersil. Bila kayu kelapa sawit
dapat dimanfaatkan, maka akan bermanfat dalam pengembangan kelapa sawit
kedepannya yang mengaarah kepada zero waste (Abidin,2009).
Selama kurun waktu 2001-2005 Peremajaan kelapa sawit diperkirakan
mencapai 32.155 ha/tahun, maka di perkirakan limbah sawit yang di hasilkan
sebesar 2.257.281 ton dan 514.480 ton per tahun. Kenaikan peremajaan
batang sawit dan pelepah hasil peremajaan akan mencapai 6.315.543 ton dan
1.439.440 ton per tahun (Ridwansyah, Nasution, Titi,&Fauzi,2007).
Anderson dan Khalid (2000) menyatakan bahwa komponen kelapa sawit
bagian kayu, daun dan tandan kosong mengandung selulosa yang cukup tinggi
(batang 86,03%; daun 69,86%; tandan kosong 73,85%; dan akar 67,89%).
Komposisi selulosa yang cukup besar dalam kayu kelapa sawit (KKS) menjadikan
KKS ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan selulosa
asetat yang merupakan suatu ester organik penting yang dimanfaatkan dalam
industri tekstil, fotografi, tape recorder, filter rokok, dan juga sebagai bahan
pembuat membran.
Selulosa (C6H10O5)n adalah polisakarida yang merupakan pembentuk
sel-sel kayu hampir 50%. Kertas saring dan kapas hampir merupakan selulosa
yang murni. Berat molekul selulosa kira-kira 300.000 (Sastrohamidjojo, 2009).
Polisakarida ini adalah polimer alam yang paling banyak terdapat dan paling
tersebar di alam. Jutaan ton selulosa digunakan setiap tahun untuk membuat
perabot kayu, tekstil, dan kertas (Cowd, 1991).
Selulosa dapat diesterifikasi dengan asetat anhidrida dengan adanya asam
sulfat sebagai katalisator menghasilkan selulosa asetat (Sastrohamidjojo, 2009).
Selulosa mempunyai tiga radikal hidroksil bebas dari tiap satuan glukosa yang
menjadi penyusunnya. Oleh karena itu, selulosa dapat membentuk ester. Ester
selulosa yang penting adalah selulosa asetat, selulosa nitrat, dan selulosa xantat.
Selulosa dinitrat, selulosa asetat dan selulosa xantat mempunyai kegunaan yang
penting dalam proses pembuatan benang tiruan. (Sumardjo, 2009).
Selulosa asetat adalah selulosa yang gugus hidroksilnya diganti oleh gugus
asetil berbentuk padatan putih , tidak beracun, tidak berasa, dan tidak berbau
(SNI, 1991). Selulosa asetat merupakan ester asam organik dari selulosa yang
telah lama dikenal di dunia. Produksi selulosa asetat adala yang terbesar dari
semua turunan selulosa. Selulosa asetat pertama kali dikenalkan oleh
Schutzanberger pada tahun 1865. Pada tahun 1879, Franchimont melaporkan
penggunaan asam sulfat sebagai katalis untuk asetilasi, dimana katalis ini masih
sangat biasa digunakan untuk produksi selulosa asetat secara komersial. Proses
Bayer (1906), selanjutnya dibawah pengawasan Camille dan Henri Dreyfus untuk
pertama kalinya direalisasikan proses selulosa asetat dengan besar di Inggris
(Ullman’s, 2002).
Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, kebutuhan selulosa asetat di
Indonesia masih dipenuhi dengan mengimpor dari luar negeri, yaitu dari Jepang,
Singapura, Amerika, Belanda, Jerman, Swedia, Italia, Prancis, dan
Spanyol.Diharapkan dengan pengolahan kayu kelapa sawit menjadi selulosa
asetat dapat meningkatkan kegunaan dan nilai ekonomi dari kayu kelapa sawit,
serta mengurangi kebutuhan impor dari selulosa asetat saat ini.
Pada tahun 2013 M Roganda L Lumban Gaol memanfaatkan tandan
kosong kelapa sawit sebagai bahan baku pembuatan selulosa asetat dengan
tahapan reaksinya meliputi aktivasi, asetilasi, hidrolisis, netralisasi dan
pengeringan. Asetilasi di lakukan dengan variasi waktu 2;2,5;3;3,5 jam. Maka di
peroleh hasil optimum pada variasi waktu 2-3,5 jam dengan kadar asetilnya
18-48%. Senny Widyaningsih (2007) memanfaatkan limbah pulp kenaf sebagai
sumber selulosa yang selanjutnya di buat menjadi selulosa asetat melalui proses
larutan 3 tahap yaitu aktifasi mengunakan swelling agent, asetilasi dan hidrolisis.
Hasil akhir diperoleh selulosa asetat dengan kadar asetil 35-43,5% yang
merupakan selulosa diasetat dan memiliki masa molekul relative 1,15 x 104.
Archana M.Das (2014) menggunakan sekam padi sebagai sumber selulosa,
dengan katalis iodine pada proses esterifikasi seluosa seingga diperoleh selulosa
asetat dengan kadar asetilasi 66% . Reaksi berlangsung pada suhu konstan 80o
Dari uraian di atas, penulis bermaksud mengisolasi α-selulosa KKS,
dimana α-selulosa yang telah diperoleh diesterifikasi dengan asetat anhidrat sehingga diperoleh selulosa asetat yang akan dianalisa kadar air, kadar asetil, nilai
viskositas, fasa kristalin, gugus fungsi, morfologi, dan degradasi termal.
C
dan waktu asetilasi selama 300 menit.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:
2. Bagaimana tahapan esterifikasi α-selulosa menjadi gugus asetil sehingga
diperoleh selulosa asetat.
3. Bagaimana karakteristik selulosa asetat yang telah diperoleh dari bahan
baku KKS.
1.3. Pembatasan Masalah
Penelitian ini mengambil batasan-batasan sebagai berikut:
1. Kayu kelapa sawit yang digunakan adalah kayu pada ketinggian 4 meter
dari permukaan tanah.
2. Kayu kelapa sawit yang di gunakan di peroleh dari tanaman kelapa sawit
yang telah berusia lebih dari 25 tahun yang telah habis masa produktif nya
3. Pembuatan selulosa asetat d ari α-Selulosa dilakukan dengan proses
esterifikasi menggunakan asam asetat anhidrat.
4. Pembuatan selulosa asetat dari α-selulosa dilakukan pada kodisi suhu 80
0
5. Analisa gugus fungsi α-selulosa sebelum dan sesudah esterifikasi dengan
FT-IR.
C, dan waktu asetilasi selama 300 menit.
6. Uji selulosa asetat menggunakan analisa drajat kristalinitas dengan XRD,
analisa derajat substitusi, analisa gugus fungsi dengan FT-IR, dan analisa
degradasi thermal dengan DSC.
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui cara isolasi α-selulosa dari KKS.
2. Untukmengupayakan pemanfaatan limbah padat industri kelapa sawit
berupa KKS yang akan berpotensi meningkatkan nilai jualnya.
3. Untuk menetahui tahapan Isolasi α-selulosa dari KKS yang kemudian
4. Untuk mengetahui derajat substitusi,derajat kristalinitas, sifat mekanik,
morfologi, dan kekuatan thermal dari selulosa asetat yang dihasilkan.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi limbah padat perkebunan kelapa sawit
dan meningkatkan nilai jualnya. Sebagai bahan informasi tambahan tentang
pembuatan selulosa asetat dan diharapkan dapat menggganti selulosa asetat impor.
1.6. Metodologi Penelitian
Penelitan ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini
dilakukan beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap pertama, proses penyiapan serbuk KKS.
2. Tahap kedua, isolasi untuk mendapatkan α-selulosa dari KKS.
3. Tahap ketiga, proses esterifikasi α-selulosa dari KKS.
4. Tahap keempat, karakterisasi selulosa asetat yang meliputi analisa derajat
substitusi, analisa derajat kristalinitas dengan XRD, analisa guus fungsi
dengan FT-IR, dan analisa thermal dengan DSC
Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah :
Variabel tetap
1. Suhu asetilasi(0
2. Waktu asetilasi (menit) C)
3. Berat serbuk kayu kelapa sawit (g)
Variabel terikat:
1. Analisa kadar air
2. Analisa derajat substitusi
3. Analisa derajat kristalinitas dengan menggunakan XRD
4. Analisa gugus fungsi dengan menggunakan FT-IR
1.7. Lokasi Penilitian
Adapun tempat yang menjadi lokasi penelitian ini yaitu :
1. Pembuatan α-selulosa dan selulosa asetat dilakukan di Laboratorium
Kimia Fisika FMIPA USU.
2. Analisa kadar air dan derajat substitusi di Laboratorium Kimia Polimer
FMIPA USU.
3. Analisa FT-IR dilakukan di Laboratorium Kimia UGM.
4. Analisa DSC di Laboratorium Mikroskop Elektron PTKI.