PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ampas sagu merupakan limbah produksi industri sagu, mempunyai peluang dan potensi untuk digunakan sebagai salah satu altenatif sumber bahan
pakan berserat, karena mempunyai kandungan bahan organik tinggi yang sangat potensial sebagai sumber energi. Namun demikian, sampai saat ini kendala bagi ampas sagu kandungan serat yang tinggi adalah Sebagai pakan ternyata sampai
saat ini masih belum banyak dilakukan penelitian dan memerlukan upaya untuk memperbaiki kualitas tersebut.
Ampas sagu (ela sagu) yang didapatkan proses pengolahan tepung sagu,dimana menurut Rumalatu (1981) dalam proses pengolahan tepung sagu diperoleh tepung dan ampas sagu dengan perbandingan 1: 6. Berdasarkan proporsi
tersbut jumlah ampas sagu yang dihasilkan sebanyak 245.000 ton/hari.
Luas penanaman sagu di indonesia memiliki luas lahan 1,6 juta hektar,
dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat dproduksi sagu sebanyak 15 juta ton karena setiap batang sagu menghasilkan 200 kg sagu (Prastowo 2007). Ketopermono (1996) melaporkan bahwa penyebaran tanaman sagu di indonesia
adalah; Irian Jaya 1.406.469 ha, Maluku 41.949 ha, Sulawesi 45.540 ha, Kalimantan 2.795 ha, Jawa Barat 292 ha, dan Sumatera 31.872 ha.
Menurut perkiraan Dinas Kehutanan Propinsi Papua (1991) dalam Mulyanto (2000), potensi sumber daya hutan campuran sagu di Propinsi Papua kurang lebih 1.474.181 Ha dan merupakan kawasan hutan campuran sagu terluas
di Indonesia. Daerah penyebaran meliputi pulau Sulawesi, Teminabuan, Bintuni,
Timika, Wasior, Yapen Waropen, Mamberamo, Sarmi, Sentani dan Merauke.
Data potensi sagu Indonesia saat ini ± 1.250 juta ha dan di Papua ± 1.200 juta ha dan merupakan potensi sagu terbesar di dunia yang dapat di manfaatkan sebagai
pakan. Jumlah limbah yang banyak ini sampai saat ini belum termanfaatkan secara optimal, hanya dibiarkan menumpuk di lokasi pengolahan tepung sagu sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Limbah pengolahan sagu termasuk kategori limbah basah (wet by-products) karena masih mengandung kadar air 75-80%, sehingga dapat rusak
dengan cepat apabila tidak segera diproses. Perlakuan melalui pengeringan lazim dilakukan sebelum diberikan kepada ternak, sehingga produk tersebut dapat dimanfaatkan secara lebih efisien.
Kandungan zat nutrisi yang terdapat pada limbah sagu seperti; protein kasar sebesar 3,36%, NDF 67,40%, ADF 42,11 dan energi kasar 3.738 Kkal/kg (Nurkurnia 1989; Trisnowati 1991), relatif sebanding dengan zat nutrisi rumput.
Dengan kandungan zat nutrisi tersebut, maka limbah sagu diperkirakan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, sehingga untuk pertumbuhan, bunting
dan laktasi diperlukan pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan protein dan energi.
Pemanfaatan ampas sagu merupakan alternatif pakan ruminansia
Penggunaannya sebagai ransum mempunyai kendala antara lain kecernaan dan kadar nutriennya rendah karena tingginya kadar serat kasar dan rendahnya kadar
protein. Dengan melakukan fermentasi, kandungan nutrisi ampas sagu dapat ditingkatkan. Termasuk meningkatkan kecernaan dan menghilangkan alfatoksin atau senyawa racun.
Proses fermentasi dilakukan dengan menambahkan starter mikroorganisme
lokal (MOL) “Ginta” yang sesuai dengan substrat dan tujuan proses fermentasi. Pemanfaatan kapang mikroorganisme lokal (MOL) “Ginta” sebagai starter dalam
proses fermentasi ini dirasa paling cocok dan sesuai dengan tujuan fermentasi, yaitu untuk menurunkan kadar serat kasar dan sekaligus dapat meningkatkan kadar protein kasarnya. Banyak penelitian proses fermentasi yang telah dilakukan
menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) “Ginta”utamanya dalam upaya penurunan kadar serat bahan pakan dan peningkatan kadar proteinnya.
Mengingat ampas sagu mempunyai potensi yang tinggi sebagai bahan pakan ternak ruminansia namun kandungan protein yang rendah dan serat kasarnya terlalu tinggi , maka perlu dilakukan penelitian ‘ Pengaruh Lama
Inkubasi Ampas Sagu dengan Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta” terhadap Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Ampas Sagu .
Tujuan Penelitian
Penggunaan inokulasi ampas sagu dengan Mikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta” pada waktu yang berbeda terhadap kandungan protein dan serat kasar
pada ampas sagu
Kegunaan Penelitian
Pengaruh lama inokulasi ampas sagu dengan Mikroorganisme Lokal
(MOL) “Ginta” pada waktu yang berbeda terhadap kandungan protein kasar dan kandungan serat kasar dalam kaitannya untuk mencari alternatif pakan ternak ruminansia yang murah dan berkualitas baik..
Hipotesis Penelitian
Penggunaan inokulasiMikroorganisme Lokal (MOL) “Ginta” pada waktu
dapat berpengaruh terhadap peningkatan kandungan protein kasar pada ampas sagu dan menurunkan kadar serat kasar ampas sagu.