• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Leiomioma Uteri Di Instalasi Obstetri Dan Ginekologi RSUP Haji Adam Malik Pada Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Penderita Leiomioma Uteri Di Instalasi Obstetri Dan Ginekologi RSUP Haji Adam Malik Pada Tahun 2012"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi uterus

Gambar 2.1. Anatomi uterus (Netter, 2011)

Uterus adalah organ berongga, berdinding tebal, dan memiliki otot dengan bentuk

seperti buah pear terbalik. Uterus terletak dekat dengan dasar rongga pelvis,

terletak di anterior rektum dan posterosuperior terhadap kandung kemih.

Walaupun bentuk dan posisi uterus berubah drastis pada saat hamil, pada keadaan

tidak hamil uterus berukuran kira-kira: panjang 7cm, lebar 5cm, diameter 2.5cm

(Graaff, 2001).

Secara anatomis uterus dibagi menjadi:

- Bagian yang berbentuk seperti kubah superior terhadap tuba uterina yang

disebut fundus.

- Bagian tengah yang menyempit disebut corpus.

- Bagian inferior yang menyempit disebut serviks, membuka ke arah vagina

(2)

Rongga uteri adalah bagian diantara fundus dan corpus dari uterus.

Kanalis servikalis yang terbentang melewati serviks dan membuka ke lumen

vagina. Penghubung rongga uteri dan kanalis servikalis disebut isthmus uterus dan

bukaan dari kanalis servikalis pada vagina disebut ostium uteri (Graaff, 2001).

Normalnya, corpus uterus menghadap ke arah anterior dan superior di atas

kandung kemih yang disebut antefleksi (Tortora & Derrickson, 2009).

Arteri uterina (cabang dari arteri iliaka internal) memperdarahi uterus.

Arteri uterina bercabang menjadi arteri arkuata (berbentuk seperti busur) yang

tersusun pada bagian dari lapisan sirkular miometrium. Arteri arkuata bercabang

menjadi arteri radialis yang menpenetrasi myometrium lebih dalam. Sebelum

memasuki endometrium arteri arkuata bercabang menjadi dua jenis arteriol :

arteriol lurus (straight arterioles) memasok stratum basalis dengan bahan-bahan

yang diperlukan untuk meregenerasi stratum fungsionalis; arteriol spiralis

memasok stratum fungsionalis dan berubah ketika siklus menstruasi. Darah

meninggalkan uterus melalui vena uterina ke vena iliaka internal (Tortora &

Derrickson, 2009).

Uterus diinervasi oleh saraf simpatis dan parasimpatis dari pleksus pelvis

(3)

2.2. Histologi Uterus

Gambar 2.2. Histologi lapisan uterus (Tortora & Derrickson, 2001) Secara histologi,dinding uterus terdiri dari 3 lapisan:

- Lapisan terluar yang disebut perimetrium atau serosa,merupakan bagian

dari peritonium viseral, tersusun atas epitel selapis gepeng dan jaringan

ikat areolar.

- Lapisan tengah yang disebut miometrium, terdiri dari 3 lapisan serat otot

polos, bagian paling tebal pada fundus dan bagian paling tipis pada

serviks. Lapisan tengah yang lebih tebal sirkular, lapisan dalam dan luar

longitudinal atau oblik.

Lumen of uterus uterus

Transverse plane

Endometrium:

Perimetrium

Outer longitudinal Middle circular

Stratum basalis

Inner longitudinal Myometrium :

(4)

- Lapisan dalam yang disebut endometrium, memiliki vaskularisasi yang

tinggi dan memiliki 3 komponen : 1. Bagian paling dalam tersusun atas

epitel selapis columnar (bersilia dan sel sekretorik) terletak pada lumen, 2.

Bagian stroma yang merupakan bagian yang sangat tebal dari lamina

propria (jaringan ikat areolar), dan 3. Kelenjar endometrium (uteri)

berkembang sebagai invaginasi epitel luminal dan menjulur hampir ke

myometrium (Tortora & Derrickson, 2001).

2.3. Leiomioma Uteri 2.3.1. Definisi

Leiomioma uteri (biasa disebut fibroid) adalah tumor terbanyak yang ditemukan

pada wanita. Leiomioma uteri merupakan neoplasma jinak otot polos yang dapat

tumbuh soliter, namun lebih sering multipel (Kumar dkk, 2010). Walaupun

leiomioma tersusun atas serat otot polos yang sama dengan dinding uteri

(miometrium), leiomioma lebih padat beberapa kali daripada miometrium normal

(Stoppler, 2010). Leiomioma terpisah-pisah, bulat, berbatas tegas, berwarna dari

putih sampai merah jambu pucat (Pernoll, 2001).

Insidensi pada wanita umumnya 20% - 25%, tetapi sudah diperlihatkan

sebanyak 70% -80% pada pembelajaran menggunakan pemeriksaan histologi dan

sonography (Cunningham dkk, 2008). Sebagai tambahan, leiomioma uteri

merupakan penyebab tunggal tersering indikasi untuk histerektomi (Chang dkk,

2011).

2.3.2. Etiologi dan Patofisiologi

Tidak diketahui penyebab dari leiomioma uteri, tetapi pertumbuhannya

kemungkinan tergantung pada estrogen, hormon wanita. Leiomioma uteri tidak

berkembang sebelum pubertas, dan biasanya setelah umur 30 tahun. Leiomioma

uteri cenderung menciut dan hilang setelah menopause, ketika kadar estrogen

turun (Todd, 2012).

Pada leiomioma uteri terdapat reseptor estrogen dalam konsentrasi tinggi

(5)

estradiol (E2) permiligram protein sitoplasma daripada miometrium normal

didekatnya (Wallach & Vlahos, 2004).

Abnormalitas sitogenetik terjadi pada 50% leiomioma uteri. Paling sering,

melibatkan hanya translokasi atau delesi kromosom 7, translokasi kromosom 12

dan 14 dan, kadang-kadang penyimpangan struktur kromosom 6. Abnormalitas

genetik tersebut belum diobservasi pada jaringan miometrium normal dan

mungkin tidak akan ada pada semua leiomioma uteri pada 1 uterus saja,

tergantung pada tempatnya. Sebagai tambahan, mutasi pada gen pengkode

fumarat hidratase (sebuah enzim dari siklus asam trikarbosiklik) terlihat sebagai

penyebab wanita menderita multipel leiomioma dengan hubungan leiomioma

kutaneus dan karsinoma sel renal. Ini merupakan contoh menarik mutasi gen

dengan fungsi umumnya menyebabkan penyakit dengan batasan yang tegas pada

jaringan. Walaupun hubungan dengan leiomioma secara umum tidak diketahui

(Lumsden, 2007).

Abnormalitas pembuluh darah uterus dan angiogenic growth factors juga

terlibat pada patobiologi leiomioma uteri. Leiomioma uterus meningkatkan

jumlah arteriol dan venul sebaik ektasia venul. Ini kemungkinan disebabkan oleh

tekanan dari tumor yang besar tetapi juga bisa diakibatkan peningkatan suplai

untuk meningkatkan pembuluh darah. Bagaimanapun, tidak ada pembuluh darah

matur yang ada pada leiomioma uteri walaupun ada suplai pembuluh darah yang

berkembang dengan baik (Lumsden, 2007).

Faktor pertumbuhan juga penting dalam mengkontrol pertumbuhan dari leiomioma dan komposisinya. Fungsi transformasi faktor pertumbuhan β, granulocyte-macrophage colony-stimulating factor, dan faktor pertumbuhan

epidermis, sudah terlihat untuk membedakan antara leiomioma dan miometrium

(6)

2.3.3. Klasifikasi

Gambar 2.3. Klasifikasi leiomioma uterus (Stoppler, 2010)

Leiomioma uteri diklasifikasikan berdasarkan tempat berkembangnya pada uteri,

yaitu:

- Leiomioma miometrium (intramural) berada pada dinding otot uterus.

- Leiomioma submukosa tumbuh di bawah bagian permukaan interior

uterus, dan bisa menjulur ke uterus.

- Leiomioma subserosa tumbuh di luar dinding uterus.

- Leiomioma pedunkulasi biasanya tumbuh di luar uterus, menempel ke

uterus dengan sebuah tangkai (Todd, 2012).

2.3.4. Patologi anatomi

Bentuk leiomioma bervariasi ketika jaringan otot normal digantikan oleh berbagai

macam substansi degeneratif yang diikuti dengan perdarahan dan nekrosis. Proses

ini berkumpul menyebabkan degenerasi dan perubahan kasar tersebut dapat

(7)

leiomioma karena keterbatasan suplai darah pada tumor tersebut (Cunningham

dkk, 2008).

Hanya 2% leiomioma itu soliter. Leiomioma bisa tumbuh sampai lebih

dari 45kg. Setiap tumor dibatasi dengan pseudokapsul, bidang membelah, berguna

untuk pembedahan enuklasi. Leiomioma mungkin multinodul dan umumnya

berwarna lebih terang dari miometrium normal. Pada pemotongan khusus,

leiomioma menunjukkan sebuah corak lingkaran atau trabekulasi otot polos dan

jaringan ikat fibrosa dalam berbagai macam proporsi. Secara mikroskopis,

miositnya matur dan ukurannya semua sama, dengan karakteristik tampilan jinak

(Pernoll, 2001).

Leiomioma memiliki densitas arterial yang lebih rendah dibandingkan

dengan miometrium normal di sekelilingnya. Lebih lanjut tidak ada

pengorganisasian intrinsik vaskular dan tidak adanya pengorganisasian

menyebabkan beberapa tumor rentan terhadap hipoperfusi dan iskemik

(Cunningham dkk, 2008). Suplai darah biasanya melalui satu atau dua arteri

utama, dan tumor-tumor tersebut cenderung tumbuh berlebihan pada suplai darah

diikuti dengan degenerasi. Pada leiomioma yang lebih besar, dua pertiga

menunjukkan beberapa degenerasi (Pernoll, 2001).

2.3.5. Faktor resiko 1. Usia menarche

Berdasarkan penemuan baru dari studi kohort The Black Women’s Health,

menarche lebih cepat dapat ditambahkan sebagai faktor resiko. Menarche pada

atau sebelum umur 11 tahun dikaitkan dengan peningkatan 25% resiko

dibandingkan dengan menarche pada usia 12 dan 13 tahun, besarnya efek sama

dengan yang dilaporkan untuk wanita pada The Nurses’ Health Study Cohort.

Dalam 2 studi tersebut, resiko terus berkurang dengan meningkatnya umur dari

menarche (Baird, 2004).

Perempuan yang memiliki waktu menarche yang lebih cepat dilaporkan

berpindah lebih cepat dari masa pubertasnya dibandingkan dengan perempuan

(8)

sensitivitas jaringan terhadap hormon dan atau tertekannya umpan balik kontrol

produksi steroid (Baird, 2004).

2. Berat badan dan olahraga

Peningkatan berat badan prepubertas adalah satu faktor resiko yang kuat untuk

menarche yang cepat, dan olahraga dapat memperlambat hal tersebut. Mungkin

obesitas pada masa anak-anak atau olahraga juga terkait dengan perkembangan

leiomioma (Baird, 2004).

3. Paritas

Paritas muncul untuk sebagai perlindungan melawan leiomioma uteri pada The Black Women’s health Study cohort, penemuan yang sangat mirip juga dilaporkan oleh The Nurses’ Health Study. Walaupun efek perlindungan dari paritas sudah

ditemukan dalam studi lainnya dengan baik, hubungan ini masih sulit

diinterpretasikan karena berpotensial untuk bias (Baird, 2004).

4. Kontrasepsi hormonal

Efek proteksi dari kontrasepsi injeksi, depot medroxyprogesterone acetate,

dilaporkan untuk The Black Women’s Health Study cohort adalah konsisten

dengan penemuan dari sebuah studi di Thailand. Alat kontrasepsi dalam rahim

progestin-releasing juga terlihat mengurangi resiko. Studi sebelumnya

berdasarkan kasus pembedahan leiomioma, jadi ini merupakan konfirmasi yang

penting dan kelanjutan dari penelitian sebelumnya. Alat kontrasepsi injeksi

merupakan masalah bagi sebagian wanita karena efek sampingnya pada tulang

dan efek samping akut dari perdarahan. Namun, pemahaman tentang dasar biologi

efek proteksi, jika ada satu yang benar, maka ada pengobatan proteksi lainnya

(Baird, 2004).

5. Riwayat keluarga

Sudah diperkirakan bahwa lebih dari 40% dari generasi pertama dari saudara

wanita yang mempunyai leiomioma akan mengalami leiomioma sepanjang umur

mereka. Itu tidak akan memiliki gejala, dan jumlah dan lokasinya tidak dapat

(9)

6. Etnis

Walaupun leiomioma sering dialami oleh smua etnis, orang Afrika-Amerika

memiliki insidensi lebih tinggi daripada wanita dari etnis lain. Wanita

Afrika-Amerika menjalani histerektomi mengalami peningkatan dan leiomioma yang

lebih besar, dan diperkirakan hampir 90% uteri yang dibuang dari wanita tersebut

karena gejala klinis leiomioma (Haney, 2003).

7. Diet

Beberapa studi memeriksa hubungan antara diet dan keberadaan atau

pertumbuhan leiomioma. Sebuah studi menemukan bahwa daging sapi, daging

merah lainnya, dan daging asap meningkatkan insidensi dari leiomioma, tetapi

sayuran hijau menurunkannya. Penemuan tersebut sulit diinterpretasikan karena

studi tersebut tidak menghitung asupan kalori dan lemak. Belum jelas apakah

vitamin, serat, atau fitoestrogen bertanggung jawab untuk efek yang diobservasi

(Parker, 2007).

8. Merokok

Merokok dapat mengurangi insidensi leiomioma. Beberapa faktor menurunkan

bioavailabilitas estrogen pada jaringan target, berkurangnya perubahan androgen

menjadi estron sekunder untuk menginhibisi aromatase oleh nikotin,

ditingkatkannya 2-hidroksilasi dari estradiol, atau stimulasi yang lebih tinggi dari

level globulin pengikat hormon seks (Parker, 2007).

2.3.6. Gejala klinis

Pada umumnya (dua pertiga) wanita dengan leiomioma tidak bergejala (Pernoll,

2001). Ketika gejala muncul, biasanya berhubungan dengan lokasi dari

leiomioma, ukurannya, atau sejalan dengan perubahan degenerasi (Wallach &

Vlahos, 2004). Gejala ginekologi yang paling sering adalah perdarahan uteri

abnormal, efek penekanan, sakit, dan infertilitas. Perdarahan uteri abnormal

ditemukan pada 30% pasien leiomioma uteri. Menorrhagia merupakan bentuk

perdarahan uteri abnormal paling sering, dan memanjangnya perdarahan yang

(10)

Efek obstruksi pada vaskular uteri disebabkan oleh tumor intramural

memicu terjadinya ektasia venule endometrium. Sebagai konsekuensinya, terjadi

kongesti proximal di dalam miometrium dan endometrium dan berkontribusi pada

perdarahan yang banyak pada saat siklus peluruhan endometrium (Wallach &

Vlahos, 2004). Wanita dengan perdarahan yang banyak karena leiomioma

menyebabkan anemia defisiensi besi (Stoppler, 2010). Sangat jarang, polisitemia

sekunder terjadi karena peningkatan eritropoesis pada leiomioma uteri (Pernoll,

2001).

Peningkatan ukuran dari rongga uteri dan permukaan endometrium juga

berperan dalam meningkatkan kuantitas aliran darah menstruasi. Hipermenorrhea

juga diperberat dengan adanya endometritis, yang sering terlihat pada

pemeriksaan histologi jaringan endometrium di submukosa tumor. Disregulasi

dari faktor pertumbuhan lokal dan penyimpangan angiogenesis juga terlihat pada

bentuk perdarahan abnormal yang diamati pada wanita yang mempunyai

leiomioma (Wallach & Vlahos, 2004).

Penyebab sakit paling sering (sepertiga dari pasien leiomioma mengalami

sakit) yang disebabkan oleh leiomioma adalah dismenorrhea yang didapat

(Pernoll, 2001). Biasanya berhubungan dengan terlilitnya pedikel dari leiomioma

pedunkulasi, dilatasi serviks oleh mioma submukosa yang menjulur melalui

segmen bawah uteri, atau degenerasi daging yang berhubungan dengan

kehamilan. Dari tiga kondisi tersebut, sakit biasanya akut dan membutuhkan

perhatian segera. Adenomiosis sering ditemukan pada pasien leiomioma, dan

adenomiosis difus mungkin merupakan penyebab sakit. Kondisi ini sulit

didiagnosis, terutama pada uterus yang distorsi oleh karena leiomioma, tetapi

magnetic resonance imaging (MRI) terbukti membantu dalam deteksi

adenomiosis dan membedakannya dari leiomioma (Wallach Vlahos, 2004).

Tekanan dan peningkatan dari lingkar perut lebih sering dihadapi daripada

sakit. Gejala tersebut berkembang tanpa diketahui, sering tidak kelihatan dan

biasanya samar-samar. Seiring dengan pertumbuhan leiomioma, tekanan

diberikan bagian viseral didekatnya dengan manifestasi mulai dari sistem saluran

(11)

ureter. Gejala gastrointestinal seperti konstipasi atau tenesmus mungkin hasil dari

leiomioma pada dinding posterior yang menekan recto-sigmoid. Penekanan pada

rektal sangat jarang kecuali kalau leiomioma uterus terletak pada cul-de-sac atau

mengandung leiomioma soliter besar pada dinding posterior (Wallach & Vlahos,

2004).

Infertilitas sangat jarang disebabkan oleh leiomioma, tetapi kalau iya,

biasanya berhubungan dengan leiomioma submukosa atau distorsi nyata,

membesarnya rongga endometrium yang mengganggu implantasi normal atau

transportasi sperma. Perpindahan serviks yang parah juga dapat menyebabkan

infertilitas. Juga, pada leiomioma intramural dapat menyebabkan obstruksi atau

disfungsi dari ostium tuba atau bagian intramural dari tuba. Untuk pasien yang

menjalani fertilisasi in vitro, distorsi dari rongga endometrium oleh leiomioma

terkait dengan penurunan kehamilan dan abortus spontan mencapai 50% kasus

(Wallach & Vlahos, 2004).

Komplikasi kehamilan akibat leiomioma dapat menyebabkan abortus,

ketuban pecah dini, malapresentasi, sakit luar biasa, dystocia, kelahiran yang tidak

direncanakan, perdarahan postpartum. Bagaimanapun, tidak terlihat adanya

hubungan antara ukuran, tempat, atau karakteristik lain, dan hasilnya, tidak ada

cara untuk mengantisipasi pasien mana yang akan mengalami kesulitan. Adanya

peningkatan penggunaan tokolitik, kelahiran prematur, dan melahirkan sesar pada

pasien dengan komplikasi kehamilan akibat leiomioma (Pernoll, 2001).

2.3.7. Diagnosis 1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan bimanual sering menjadi indikasi utama bahwa pasien memiliki

leiomioma uteri (Evans & Brunsell, 2007). Leiomioma subserosa dan intramural

yang memiliki masalah klinis signifikan biasanya dapat didiagnosis dengan

pemeriksaan pelvis berdasarkan penemuan sebuah pembesaran, bentuk yang

(12)

2. Pemeriksaan penunjang

a. Ultrasonography (USG)

Leiomioma uteri sering terlihat pada ultrasonography sebagai massa yang

konsentris, padat, hipoekoik. Penampilan ini sering merupakan hasil otot, yang

diobservasi pada pemeriksaan histologi. Massa padat menyerap gelombang suara

dan oleh karena itu menyebabkan variasi dari jumlah bayangan akustik

(Thomason, 2012).

Derajat ekoik leiomioma bervariasi, dapat heterogenus atau hiperekoik

tergantung jumlah jaringan fibrosa dan atau kalsifikasi. Leiomioma dapat

memiliki komponen anekoik hasil dari nekrosis (Thomason, 2012).

Jika leiomioma kecil dan isoekoik terhadap uterus, tanda di USG hanya

benjolan di uteri. Leiomioma di ruas bawah uteri dapat mengobstruksi kanalis

uteri, menyebabkan akumulasi cairan di kanalis endometrium (Thomason, 2012).

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pada gambar T2 MRI, leiomioma dibatasi dengan baik dan memiliki intensitas

rendah tetapi dapat terlihat berbagai macam penampilan tergantung dari

keberadaan kistik yang degenerasi, nekrosis, perdarahan, atau tipe leiomioma

seluler. Pada gambar T1 MRI, tumor tersebut isointens terhadap miometrium dan

menunjukkan peningkatan setelah pemberian kontras (Szklaruk dkk, 2003).

c. Histeroskopi

Pemeriksaan histeroskopi untuk leiomioma merupakan gold standard untuk

mengevaluasi penjuluran leiomioma intrauteri. Cara ini lebih berguna pada wanita

dengan leiomioma submukosa dan polip yang akan dilakukan pembedahan pada

saat evaluasi histeroskopi. Pemeriksaan histeroskopi dilakukan untuk penetapan

lokasi leiomioma submukosa yang akurat dan pencitraan yang jelas untuk

pedunkulasi dan leiomioma yang tidak dapat bergerak dan polip. Cara ini

menyediakan visualisasi luasnya distorsi dari endometrium yang disebabkan oleh

leiomioma intramural dan penjuluran ke ostium tuba dapat tersumbat oleh

leiomioma di sekitarnya. Keuntungan dari cara ini termasuk visualisasi langsung,

berpotensi sejalan dengan intervensi terapetik, dan komplikasi minimal. Kerugian

(13)

analgesik/sedasi atau anastesi, dan walaupun jarang tetapi komplikasi yang

signifikam dikaitkan dengan operasi histeroskopi (Victory, Romano, & Bennet,

2006).

2.3.8. Diagnosis banding

Diagnosis banding berdasarkan kondisi yang muncul pada leiomioma:  Perdarahan abnormal

Adenomiosis

Polip endometrium

Hiperplasia endometrium

Kanker endometrium

Perdarahan uteri disfungsional  Massa pelvis atau pembesaran uteri

Kehamilan

Adenomiosis

Kista ovarium

Neoplasma ovarium

Abses tubo-ovarium

Leiomiosarcoma (Callahan & Caughey, 2008)

2.3.9. Penatalaksanaan

Tidak ada pendekatan terbaik dalam penanganan leiomioma uteri. Banyak pilihan

penanganan.

1. Observasi

Banyak wanita dengan leiomioma uteri tidak memiliki tanda dan gejala.

Jika kamu mendapatkan kasus seperti itu, observasi dapat menjadi pilihan

yang terbaik. Biasanya tumbuh perlahan, atau tidak sama sekali, dan

cenderung menyusut setelah menopause ketika tingkat hormon reproduksi

menurun (Mayo Clinic, 2011).

2. Terapi obat-obatan

Target terapi obat-obatan leiomioma uteri adalah hormon-hormon yang

(14)

menstruasi dan tekanan pada pelvis. Mereka tidak mengeliminasi leiomioma,

tetapi menyusutkan leiomioma. Pengobatan meliputi :

- Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonists. Mengobati leiomioma

dengan cara menurunkan tingkat hormon estrogen dan progesteron,

membuat kamu menjadi fase postmenopause yang sementara. Sebagai

hasilnya, menstruasi berhenti, leiomioma menyusut dan anemia membaik.

Dokter akan meresepkan agonis GnRH (Lupron, Synarel, atau lainnya)

untuk menyusutkan ukuran leiomioma sebelum rencana pembedahan.

Banyak wanita mengeluhkan panas yang hebat ketika memakai agonis

GnRH.

- Alat kontrasepsi dalam rahim progestin-releasing. Alat kontrasepsi dalam

rahim progestin-releasing dapat membebaskan perdarahan hebat dan sakit

oleh karena leiomioma. Alat kontrasepsi dalam rahim progestin-releasing

hanya mengatasi gejala dan tidak menyusutkan leiomioma atau

menghilangkannya.

- Androgen. Danazol, obat sintetis mirip dengan testosteron, dapat secara

efektif menghentikan menstruasi, memperbaiki anemia dan bahkan

menyusutkan tumor leiomioma dan mengurangi ukuran leiomioma.

Bagaimanapun juga, obat ini sangat jarang digunakan untuk menangani

leiomioma. Efek samping yang tidak menyenangkan, seperti berat badan

naik, disphoria (perasaan depresi, cemas atau tidak enak), jerawat, sakit

kepala, pertumbuhan rambut yang tidak diinginkan dan suara yang lebih

berat, membuat banyak wanita enggan menggunakan obat ini.

- Obat-obatan lain. Kontrasepsi oral atau progestin dapat membantu

mengontrol perdarahan menstruasi, tetapi tidak dapat mengurangi ukuran

leiomioma. Anti-inflamasi nonsteroid, yang bukan merupakan pengobatan

hormonal, mungkin efektif menghilangkan sakit yang disebabkan

leiomioma, tetapi dapat mengurangi perdarahan yang disebabkan oleh

(15)

3. Histerektomi

Operasi, pembuangan uterus, masih merupakan solusi permanen untuk

leiomioma uteri. Tetapi histerektomi merupakan pembedahan utama. Hal itu

menyebabkan hilangnya kemampuan untuk memiliki anak, dan jika kamu

memilih untuk membuang ovariummu, itu membuat kamu dalam kondisi

menopause dan pertanyaan apakah kamu akan melakukan terapi pengganti

hormon. Banyak wanita dengan leiomioma uteri memilih untuk tetap

mempertahankan ovarium mereka (Mayo Clinic, 2011).

4. Miomektomi

Pada prosedur pembedahan ini, ahli bedah membuang leiomioma,

membiarkan uterus tetap di tempatnya, ada resiko muncul kembali

leiomiomanya.

5. Pembedahan dengan fokus ultrasonography

Bantuan MRI pembedahan fokus ultrasonography adalah pilihan

pengobatan noninvasif untuk leiomioma uteri yang mempertahankan uterus.

6. Prosedur lain yang invasif minimal untuk leiomioma

Beberapa cara dapat dilakukan untuk menghancurkan leiomioma uteri

tanpa benar-benar menghilangkan mereka melalui pembedahan, yaitu :  Miolisis

 Ablasi endometrium

Gambar

Gambar 2.1. Anatomi uterus (Netter, 2011)
Gambar 2.2. Histologi lapisan uterus (Tortora & Derrickson, 2001) Secara histologi,dinding uterus terdiri dari 3 lapisan:
Gambar 2.3. Klasifikasi leiomioma uterus (Stoppler, 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok usia lebih dari 50 tahun memiliki jumlah penderita paling tinggi, yaitu 41 orang (33,9%), jenis kelamin penderita faringitis akut paling banyak adalah perempuan,

Objektif: untuk mengetahui karakteristik penderita mioma uteri di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009 berdasarkan usia, menarke, kehamilan, paritas, aborsi, indeks

Ukuran tonsil Penatalaksanaan.. Umur merupakan usia penderita tonsilitis kronis yang dihitung dalam satuan tahun berdasarkan ulang tahun terakhir saat penelitian berlangsung

Novel magnetic resonance imaging scoring system for diagnosis of spinal tuberculosis: A preliminary report.. Imaging in

Mioma uteri biasanya kurang dari 15cm dalam ukuran tetapi pada kasus yang jarang dapat mencapai proporsi yang sangat besar, dengan berat lebih 45kg.. Penyebab

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri dan paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita.. Pneumonia

uteri, lokasinya di uterus, kelainan lain yang terjadi bersamaan dengan mioma. uteri akibat peninggian hormon esterogen, dan adenomiosis

Proposal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2013. Anggota Divisi Pengembangan Potensi Ilmiah Standing