BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Mioma Uteri
2.1.1 Definisi
a. Mioma uteri ataupun dikenali sebagai fibromioma uteri, leiomioma uteri dan uterine fibroid dalam dunia kedokteraan merupakan tumor jinak yang strukturnya utama adalah otot pols rahim (Anwar, 2011).
b. Mioma uteri adalah tumor non kanker yang tumbuh di dalam jaringan otot rahim (myoma.co.uk).
c. Mioma uteri adalah neoplasma jinak jaringan lunak yang timbul dari otot polos. Mereka pertama kali dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1854. Bentuk herediter yang menyebabkan beberapa mioma uteri awalnya dicatakan oleh Kloepfer et al pada tahun 1958. Penyakit ini dapat mengembang dengan kehadiran otot polos (Horner, 2006).
Faktor-faktor pnyebab mioma uteri belum diketahui namun terdapat 2 teori: a. Teori Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi: 1. Mioma uteri tumbuh lebih cepat pada masa hamil.
2. Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum menarche. 3. Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause. 4. Hiperplasia endometrium ditemukan bersama dengan mioma uteri.
b. Teori Cellnest
Terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen (Bieber, 2006).
2.1.3 Epidemiologi
Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduktif sebanyak 20% - 25%. Pada usia melebihi 35 tahun insidensi mioma uteri lebih tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika Syarikat, 3-9 kali lebih banyak pada ras kuli berwarna dibandingkan dengan ras berkulit putih. Selama 5 dekade, ditemukan 50% kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna. Namun di Afrika, wanita kulit putih sedikit sekali menderita mioma uteri. Perbedaan Amerika dan Afrika dikaitkan dengan perbedaan pola hidup. Di Amerika Syarikat, dari 650.000 histerektomi yang dilakukan per tahun, sebanyak 27% adalah disebabkan mioma uteri. Di Indonesia, mioma uteri ditemukan sebanyak 2,39%-11.7% (Ita Rahmi, 2012).
2.1.4 Faktor Resiko
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma. Mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche. Setelah menopause kira-kira hanya 10% mioma uteri masih tumbuh.
2. Usia Menarche
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa peningkatan pertumbuhan mioma uteri merupakan respon dari stimulus estrogen. Insidensi mioma uteri meningkat signifikan pada wanita yang mengalami menarche sebelum umur 11 tahun. Paparan estrogen yang semakin lama akan meningkatkan insidensi mioma uteri. Menarche dini(< 10 tahun) ditemukan meningkatkan resiko relatif mioma uteri dan menarche yang lambat (> 16 tahun) menurunkan resiko relatif mioma uteri.
3. Paritas
Mioma uteri sering terjadi pada wanita nulipara atau wanita yang hanya mempunyai 1 anak. Penelitian yang dilakukan oleh Parker menunjukkan bahwa semakin meningkat jumlah kehamilan akan menurunkan kejadian mioma uteri. Suatu penelitian ditunjukkan bahwa resiko menurun hingga 70% pada wanita yang melahirkan 2 anak atau lebih.
4. Kehamilan
Meningkatnya vaskularisasi uterus ditambah dengan meningkatnya kadar estrogen sirkulasi sering menyebabkan pembesaran dan pelunakan mioma. Jika pertumbuhan mioma terlalu cepat akan melebihi suplai darah sehingga terjadi perubahan degeneratif tumor ini. Hasil yang paling serius adalah nekrobiosis(degenerasi merah). Pasien dapat mengeluh nyeri dan demam derajat rendah, biasanya pada kehamilan sepuluh minggu kedua. Palpasi menunjukkan bahwa mioma sangat luak. 5. Ras
yang Val/Val genotype untuk enzim essensial kepada metabolisme estrogen, catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak 47% pada wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih tinggi.
6. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan resiko untuk menderita mioma uteri dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri.
7. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada wanita-wanita menopause pada kadar yang rendah atau sedikit. Awal menarke (usia di bawah 10 tahun) dijumpai peningkatan resiko (RR 1,24) dan menarke lewat (usia setelah 16 tahun) menurunkan resiko (RR 0,68) untuk menderita mioma uteri. 8. Berat badan
yang bisa menerangkan mengapa terjadi peningkatan prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya.
9. Diet
Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri dengan pemakanan seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa meningkatkan insidensi mioma uteri dan sayuran hijau bisa menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk diintepretasikan kerana studi ini tidak menghitung nilai kalori dan pengambilan lemak tetapi sekadar informasi sahaja dan juga tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubung dengan mioma uteri. 10.Kebiasan merokok
Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa menurunkan bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti: penurunan konversi androgen kepada estrone dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Kurniasari, 2010).
2.1.5 Patogenesis
dan laktogen plasenta (hPL). Biasanya ukuran akan menurun setelah menopause (Alan DeCherney, 2006).
2.1.6 Patofisiologi
2.1.7 Patologi Anatomi
Gambaran histopatologi mioma uteri adalah seperti berikut:
Pada gambaran makroskopik menunjukkan suatu tumor berbatas jelas, bersimpati, pada penampang menunjukkan massa putih dengan susunan lingkaran-lingkaran konsentrik di dalamnya. Tumor ini bisa terjadi secara tunggal tetapi kebiasaanya terjadi secara multipel dan bertaburan pada uterus dengan saiz yang berbeda-beda.
Perubahan-perubahan sekunder yang terjadi pada mioma uteri adalah: 1. Degenerasi jinak:
a. Atrofi:
Ditandai dengan pengecilan tumor yang umumnya terjadi setelah persalinan dan menopause.
b. Degenerasi Hialin:
Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Terjadi pada mioma yang matang dimana bagian yang semula aktif tumbuh kemudian terhenti akibat kehilangan pasokan nutrisi dan berubah warnanya menjadi kekuningan, melunak atau melebur menjadi cairan gelatin sebagai tanda degenerasi hialin.
c. Degenerasi Kistik:
Setelah mengalami hialinisasi, hal tersebut berlanjut dengan cairnya gelatine sehingga mioma konsistensinya menjadi kistik. Adanya kompresi atau tekana fisik pada bagian tersebut dapat menyebabkan keluarnya cairan kista kavum uteri, kavum peritoneum atau retroperitoneum.
d. Degenerasi membatu (Calcireous Degeneration):
karbonat dan fosfat pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
e. Degenerasi Septik:
Defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di bagian tengah tumor yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku dinding perut dan demam akut.
f. Degenerasi merah (Carneous Degeneration):
Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis terjadinya diperkirakan kerana suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah bewarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan.
g. Degenerasi Miksomatosa:
Terjadi setelah proses degenerasi hialin dan kistik. Degenerasi ini sangat jarang dan umumnya asimtomatik (Nucci, 2009).
2. Degenerasi ganas:
a. Transformasi ke arah keganasan (menjadi miosarkoma) terjadi pada 0,1% - 0,5% penderita mioma uteri (Anwar, 2011).
2.1.8 Klasifikasi
1. Mioma submukosum:
2. Mioma Intramural:
Mioma intrmural disebut juga sebagai mioma intrepitelial, biasanya multipel. Tumor jenis ini terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium, dan sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah.
3. Mioma subserosum:
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri, dapat hanya sebagai tonjolan saja,dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Mioma dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intra ligamenter, selain itu mioma ini dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wandering/parasistic fibroid
(Anwar, 2011).
Gambar 2.2 Tempat letak Mioma uteri
Sumber : Mioma Uteri. 2009. Gejala mioma uteri, ciri-ciri dan tanda-tanda penyakit mioma uteri dan obat mioma uteri.
2.1.9 Gambaran Klinis
Gejala klinik hanya terjadi pada 35% - 50% penderita mioma. Hampir sebagian besar penderita tidak mengetahui bahwa terdapat kelainan di dalam uterusnya, terutama sekali pada penderita dengan obesitas. Keluhan penderita sangat tergantung pula dari lokasi atau jenis mioma yang diderita. Berbagai keluhan penderita berupa.
1. Perdarahan Abnormal Uterus
Perdarahan menjadi manifestasi klinis utama pada mioma dan hal ini terjadi pada 30% penderita. Bila terjadi secara kronis maka dapat terjadi anemia defisiensi zat besi dan bila berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar maka sulit untuk dikoreksi dengan suplementasi zat besi. Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh hambatan pasokan darah endometrium, tekanan dan bendungan pembuluh darah di area tumor (terutama vena) atau ulserasi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan dan infeksi (vagina dan kavum uteri terhubung oleh tangkai yang keluar dari ostium serviks). Dismenorea dapat disebabkan oleh efek tekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal miometrium.
2. Nyeri
pinggang dapat terjadi pada penderita mioma yang menekan pensyarafan yang berjalan di atas permukaan tulang pelvis.
3. Efek Penekanan
Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan, tetapi tidaklah mudah untuk menghubungkan adanya penekanan organ dengan mioma. Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ sekitar. Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna perlekatannya dengan omentum menyebabkan strangulasi usus. Mioma serviks dapat menyebabkan sekret serosanguinea vaginal, perdarahan, dispareunia dan infertilitas. Bila ukuran tumor lebih besar lagi akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih dan rektum. Abortus spontan dapat disebabkan oleh efek penekanan langsung mioma terhadap kavum uteri. Semua efek penekanan dapat dikenali melalui pemeriksaan IVP, kontras saluran cerna,rontgen dan MRI (M. Anwar, 2011).
2.1.10 Diagnosis
2.1.10.1 Anamnesis
Dalam anamnesis, dicari keluhan utama serta gejala-gejala mioma ut eri lainnya, faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadipad a penderita yang hamil. Seringkali penderita mengeluh akan rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah, kadang mempun yai gangguan haid dan ada rasa nyeri.
2.1.10.2 Pemeriksaan Fisik
umumnya terletak di garis tengah atau pun agak ke samping, seringkali teraba terbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubung dengan uterus. Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan adanya perubahan degeneratif. Pada pemeriksaan pelvis, serviks biasanya normal namun pada keadaan tertentu mioma submukosa yang bertangkai dapat mengakibatkan dilatasi serviks dan terlihat pada osteum servikalis. Uterus cenderung membesar tidak beraturan dan noduler. Perlunakan tergantung pada derajat degenerasi dan kerusakan vaskular. Uterus sering dapat digerakkan, kecuali apabila terdapat keadaan patologik pada adneksa. Kavum endometrium dapat membesar karena tumor submukosa.
2.1.10.3 Pemeriksaan Laboratorium
Anemia disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Namun pada kebanyakkan pasien akan terjadi mekanisme eritrositosis. Pada kasus dengan komplikasi menjadi degenerasi akut atau infeksi akan ditemukan leukositosis.
2.1.10.4 Pemeriksaan Penunjang: a. Ultra Sonografi (USG):
Gambar 2.3 USG Mioma Uteri
Sumber : Diana Hamilton-Fairley, 2008. Lecture Notes: Obstetrics and Gynaecology.
b. Magnetic Resonance Imagine (MRI):
Lebih baik daripada USG tetapi mahal. MRI mampu menentukan saiz, lokasi dan bilangan mioma uteri serta bisa mengevaluasi jarak penembusan mioma submukosa di dalam dinding miometrium. MRI akan menghasilkan gambaran dengan menyerap energy dari suatu gelombang radio berfrekuensi tinggi yang menunjukkan adanya mioma. Lihat gambar 2.4 yang menunjukkan gambaran MRI mioma uteri.
Gambar 2.4 MRI Mioma Uteri
Sumber : Fibroid Second Opinion. 2013. William H. Parker, MD.
Digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh kearah k avum uteri pada pasien infertil. Merupakan suatu prosedur yang me nghasilkan gambaran foto rontgen bagian dalam lavitas uterus dan u ntuk mengetahui keadaan tuba falopii. Sejumlah cairan yang menga ndung iodine diinjeksikan melalui cervix ke dalam uterus dan tuba falopii, hasil foto rontgen didapatkan.
d. Urografi intravena:
Digunakan pada kasus massa di pelvis sebab pada kasus tersebut sering terjadi deviasi ureter atau penekanan dan anomali sistem urinarius. Cara ini baik untuk mengetahui posisi, jumlah massa pada ureter dan ginjal.
e. Computed Tomography (CT)
CT merupakan salah satu tipe rontgen yang menggunakan komputer untuk menghasilkan gambaran struktur tubuh seperti uterus. Walapun jarang dibutuhkan, hasil gambaran CT dapat memperlihatkan adanya mioma.
f. Sonohistografi
Suatu prosedur ultrasonic di mana kavitas uterus dibatasi oleh sejumlah kecil cairan. Cairan ini ditempatkan pada uterus melalui suatu selang plastik kecil. Pasien bisa merasakan kram yang ringan. Sonohistografi meningkatkan kemampuan pemeriksa untuk mengidentifikasi mioma yang masuk ke dalam kavum uteri
(Stuti, 2011) .
1. Terapi Emergensi
Transfusi darah mungkin diperlukan untuk memperbaiki anemia. Transfusi dikemas sel darah merah lebih digunakan daripada whole blood. Operasi biasa diindikasikan untuk pasien ketika mereka menjadi
secara hemodinamik stabil. Operasi emergensi diindikasikan untuk infeksi mioma, torsi akut, atau obstruksi usus yang disebabkan oleh pedunkulata atau parisitik mioma.
2. Terapi Khusus a. Terapi Medikasi
Tujuan daripada perawatan medis adalah untuk meringankan atau mengurangi gejala. Meskipun tidak ada terapi medikasi yang pasti ada pada saat ini tersedia untuk mioma uteri, gonadotropin-releasing hormone(GnRH) agonis membuktikan bahwa GnRH
uterus abnormal tetapi terapinya tidak efektif dalam pengobatan mioma. Pil kontrasepsi oral dapat membantu dalam mengobati kondisi hidup bersama perdarahan anovulasi yang mungkin memberikan kontribusi untuk mioma. Suatu penelitian menunjukkan hasil yang baik dengan penggunaan levonorgestrel-releasing intrauterine alat untuk terapi menorrhagia terkait dengan beberapa mioma kecil (Tinelli, 2014).
3. Terapi Operasi
Operasi adalah terapi yang paling penting untuk mioma. Pemeriksaan Imaging paling sering harus disertai dengan evaluasi untuk menyingkirkan proses neoplastik panggul lainnya. Semua pasien harus mengikuti serviks Papanicolaou smear test dan endometrium evaluasi jikalau perdarahannya irregular. Sebelum operasi definitive, volume darah yang diperlukan harus disediakan terlebih dahulu dan langkah-langkah lain seperti administrasi antibiotika profilatik atau heparin harus dipetimbangkan. Mekanikal dan persediaan antibiotika usus dapat digunakan bila operasi panggul menjadi sukar.
a. Miomektomi:
Miomektomi adalah salah satu pilihan simptomatik pasien yang ingin untuk memelihara fertilitas atau melindungi uterus. Kerugian signifikan adalah resiko untuk mioma yang akan timbul. Pascamiomektomi setelah 5 tahun, 50% - 60% pasien akan mempunyai mioma baru yang akan dideteksi dalam ultrasound (USG), dan lebih dari 25% pasien akan memerlukan operasi major untuk kali kedua. Pasangan harus menjalani evaluasi infertilitas menyeluruh sebelum wanita tersebut menjalani miomektomi untuk memajukan fertilitas.
merencanakan sektio sesarean selepas mengeliminasi mioma transmural. Resiko untuk kerusakan uterus disebabkan oleh paritas selepas miomektomi abdomen dilaporkan sebanyak 0,0002%. Miomektomi yang dilakukan melalui histeroskopi dalam kasus mioma submukosa dan melalui laparaskopi untuk mioma subserosa yang angkanya kecil atau mioma intramural sedang meningkat. Kekuatan penutupan uterus dalam laparaskopi mioma ialah kontroversi, dan kerusakan uterus dilaporkan apabila masa gestasi 33 minggu. Pasien yang menginginkan fertilitas dinasihatkan tentang resikonya.
Pedunculated mioma submukosa yang bertumbuh dalam
vagina dapat disingkirkan kadang-kala dengan menggunakan tali yang ada lengkungan atau melalui histereskopi. Tindakan ini adalah langkah yang paling efektif jikalau tidak ada tumor yang diperlukan untuk dieliminasi. Jikalau pedunculated mioma tidak dapat disingkirkan melalui vagina maka biopsi dilakukan untuk mengelakkan miosarcoma atau mesodermal sarcoma.
Indikasi untuk miomektomi dalam kehamilan adalah tanda torsi dalam mioma pedunculated di mana hemostasis stalk dapat dicapai dengan keselamatan relatif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tindakan ini mempunyai resiko yang besar untuk mendapatkan perdarahan atau transfusi.
b. Histerektomi:
Uterus dengan mioma kecil mungkin dapat dieliminasikan dengan tindakan histerektomi vagina total, terutamanya jika relaksasi vagina membutuhkan perbaikan cystocele, rectocele, atau entrocele.
Bila tumor yang besar ditemukan banyak, histerektomi abdomen total diindikasikan. Ovari umumnya dipelihara pada wanita premenopausal. Tidak ada komplikasi dalam mengangkat ovary daripada wanita yang pasca menopause.
c. Embolisasi mioma uteri:
Okulasi emboli arteri uterus adalah suatu alternatif untuk operasi major pada wanita premenopausal yang tidak menginginkan fertilitas tetapi menginginkan untuk terus memelihara uterus atau mengelakkan efek samping daripada terapi medikasi. Dalam prosedur ini, arteriogram akan dilaksanakan untuk mengidentifikasikan suplai darah ke mioma. Selepas itu satu kateter akan dimasukkan ke dalam bagian distal arteri uterus, biasanya melalui arteri femoris sebelah kanan. Arteri tersebut akan diinfusi dengan agen embolisasi (polyvinyl alcohol particles atau tris-acryl gelatine microspheres) sehingga alirannya terhenti. Prosedur ini
akan bertahan selama 1 jam secara menyeluruh. Studi observasi menunujukkan bahwa terapinya sama efektif seperti histeretomi dan miomektomi, dengan banyak komplikasi minor dan dengan komplikasi major yang sikit. Frekuensi mioma rekuren adalah sedikit dengan embolisasi dibandingkan dengan miomektomi.
Untuk wanita yang tidak menginginkan fertilitas, ablasi endometrium dapat mengkontrol gejala perdarahan. Prosedur ini lebih efektif jika dikombinasikan dengan miolisis.
e. Miolisis:
Prosedur ini adalah teknik laparascopic thermal coagulation tidak membutuhkan penjahitan dan senang untuk dilaksanakan. Destruksi jaringan lokal mungkin akan mengakibatkan kerusakan pada masa kehamilan.
f. Laparaskopi uterus okulasi arteri:
Tindakan ini dilaksanakan dengan kateterisasi arteri uterus melalui laparaskopi.
g. Magnetic resonance-guided focused ultrasound surgery:
Cara ini diluluskan oleh Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 2004 untuk terapi mioma pada wanita premenopausal yang sudah memiliki anak. Prosedur outpatient yang menggunakan MRI untuk real-time monitoring of thermoablative teknik yang menukarkan multipel ambangan energi ultrasound pada volume jaringan yang kecil untuk dimatikan
(Alan Decherney, 2006).
.
1. Mioma dan Kehamilan
Lebih kurang dua pertiga wanita dengan mioma uteri dan infertiliti yang tidak dapat dijelaskan pascamiomektomi, dan lebih kurang separuh darpada wanita akan menjalani paritas bayi. Tetapi perbedaan dengan manajmen kehamilan diperlukan untuk menyimpulkan keefektifan prosedur ini.
Semasa trimester kedua dan ketiga kehamilan, mioma akan meningkt dalam ukuran dan akan melalui deprivasi vaskuler dan perubahan degenratif. Secara klinis, keadaan ini menyebabkan nyeri dan kelembutan lokal tetapi juga akan menyebabkan persalinan premature. Manajmen kehamilan dengan istirahat hampir setiap kali menghilangkan nyerinya tetapi tokolitik mungkin diperlukan untuk mengkontrol kontraksi uterus.
Semasa persalinan, mioma akan memproduksi kelembaban uteri, malpresentasi janin atau obstruksi jalan persalinan. Pada umumnya, mioma cenderung naik dari panggul sebagai kehamilan berlanjut dan pengiriman vagina bisa dicapai. Mioma uteri mungkin akan mengganggu kontraksi uterus yang efektif segera setelah persalinan, maka kemungkinan hemorrhagia pascapartus harus diantisipasi.
Perdarahan yang hebat dengan anemia adalah komplikasi yang paling sering pada kasus mioma. Obstruksi saluran kemih atau usus dari mioma besar atau parisitik lebih kurang umum dan transformasi maligna jarang terjadi. Cedera ureter atau ligasi merupakan komplikasi diakui operasi untuk kasus mioma terutama yang terhubung dengan serviks (Alan DeCherney, 2006).
2.13 Prognosis
Histerektomi dengan eliminasi semua mioma adalah penyembuhan sempurna. Miomektomi yang berlanjutan akan menyebabkan uterus dan kavitasnya kembali ke keadaan normal. Salah satu keprihatinan major adalah resiko rekuren selepas miomektomi. Studi yang dilakukan menunjukkan 2% - 3% per tahun mengalami simptomatik mioma selepas miomektomi (Alan DeCherney, 2006).
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1Kerangka Konsep