• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Bapas Dalam Diversi Sebagai Bentuk Perlindungan Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (Studi Bapas Klas I Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Bapas Dalam Diversi Sebagai Bentuk Perlindungan Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (Studi Bapas Klas I Medan)"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

7

ABSTRAK

Arya Mulatua 

Mahmud Mulyadi 

Marlina 

Keberadaan diversi dalam proses penyelesaian perkara pidana anak merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Diversi merupakan suatu proses pengalihan penyelesaian

perkara pidana anak melalui jalur luar pengadilan (Non Litigasi), yang

dilaksanakan oleh sub sistem dari sistem peradilan pidana. Balai Pemasyarakatan (BAPAS) merupakan salah satu bagian dalam sub sistem pemasyarakatan dalam rangka menjalankan kegiatan sistem peradilan pidana juga terlibat dalam pelaksanaan diversi. Balai Pemasyarakatan (BAPAS) menjalankan tugas penelitian, pendampingan, pembimbingan dan pengawasan dalam penyelesaian

perkara pidana anak melalui mekanisme diversi. Keberadaan Balai

Pemasyarakatan (BAPAS) tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas, padahal Balai Pemasyarakatan (BAPAS) mempunyai peran penting dalam penyelesaian perkara pidana anak.

Adapun yang menjadi permasalahan yang akan dibahas dari skripsi ini yaitu bagaimana pengaturan diversi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bagaimana peranan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Klas I Medan dalam pelaksanaan diversi dan apa-apa saja faktor-faktor yang menghambat Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Klas I Medan dalam pelaksanaan diversi.

Metode penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam

rangka penulisan ini adalah dengan metode Yuridis Normatif dan Metode Empiris.

Hadirnya diversi secara tidak lansung meningkatkan eksistensi Balai Pemasyarakatan (BAPAS). Balai Pemasyarakatan (BAPAS) memiliki peran penting dalam pelaksanaan diversi yang dimulai dengan melakukan penelitian kemasyarakatan, pendampingan saat pelaksanaan diversi, pembimbingan terhadapa anak dan pengawasan terhadap hasil kesepakatan diversi. Balai Pemasyarakatan (BAPAS) juga bertindak sebagai Petugas Kemasyarakatan, Mediator dan Co.mediator. Keberadaan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) itu sendiri pada dasarnya juga untuk membantu tugas dari aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim dalam penyelesaian perkara pidana yang dilakukan oleh anak.

Kata Kunci : Diversi, Bapas.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Pidana.



Dosen Pembimbing I / Staff Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.



Dosen Pembimbing II / Staff Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian tersebut yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah (1).Bagaimanakah penerapan diversi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11

Undang-undang inilah yang memperkenalkan konsep diversi yang bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban

Adapun dengan muculnya permasalahan yaitu bagaimana jika seandinya proses diversi telah disepakati oleh kedua belah pihak sebagai bentuk penyelesaian perkara pidana anak oleh

Dalam skripsi ini, penulis mengungkapkanpermasalahan bagaimana pengaturan hukum bagi anak pelaku tindak pidana narkotika dan implementasi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012

Konsep diversi sebagai sarana perwujudan keadilan restoratif berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah pengalihan penyelesaian perkara

Permasalahan yang diambil dari latar belakang tersebut yaitu bagaimana pengaturan diversi di dalam peraturan perundang-undangan, bagaimana pelaksanaan diversi

Pengaturan diversi secara tegas telah diatur dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai landasan hukum untuk bisa diterapkannya penyelesaian perkara

Jurnal ini fokus membahas dua permasalahan mengenai urgensi reformulasi Pasal 7 ayat (2) huruf (a) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan