• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Perilaku Cyberloafing Pada Karyawan PT Telekomunikasi Indonesia TBK Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Perilaku Cyberloafing Pada Karyawan PT Telekomunikasi Indonesia TBK Medan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pada era modern ini, internet menjadi salah satu teknologi yang berkembang sangat pesat. Internet menjadi kebutuhan bagi kalangan banyak karena mampu mengakses dan mendapatkan informasi dengan cepat dan mudah seperti masyarakat umum, pemerintah, pelajar, ibu rumah tangga, karyawan perusahaan, dan lain-lain. Jumlah pengguna internet di dunia pada tahun 2012 berkisar 2,4 miliar juta jiwa (Royal Pingdom, 2013). Pengguna internet terbanyak berasal dari Asia yaitu 44,8% dan diikuti 21,5% Eropa, kemudian disusul Amerika Utara 11,4% (International Telecommunications Union, 2012). Besarnya jumlah pengguna internet di negara Asia sangatlah wajar mengingat lebih dari 55% penduduk dunia berada di benua Asia. Indonesia menduduki urutan ke-4 sebagai negara dengan pengguna internet terbanyak di Asia yakni mencapai 55 juta jiwa pengguna (International World Stats, 2012). Tempat mengakses internet di Indonesia kebanyakan dari kantor (52,4%), warnet/cafe/rental (35,1%), rumah (27,6%), sekolah/kampus (7,2%), rumah teman/saudara (3,7%), perpustakaan (2,8%), dan hp (0,4%) (Indonesian Consumer Profile, 2009). Hasil data survey tersebut memperlihatkan bahwa penggunaan internet tertinggi adalah di kantor.

(2)

kegiatan operasional perusahaan dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien. Internet menjadi fasilitas komunikasi yang mudah dengan biaya yang lebih murah dalam melakukan pemasaran dan publikasi, berhubungan dengan banyak klien di luar negeri, mencari karyawan baru dan lain sebagainya. Penyediaan akses internet oleh perusahaan meningkatkan kreatifitas, fleksibilitas, dan membantu perkembangan pembelajaran lingkungan karyawan (Blanchard dan Henle, 2008) sehingga sejumlah manfaat yang diberikan oleh internet dapat meningkatkan daya saing perusahaan dari kompetitor. Memiliki dan menyediakan akses internet di perusahaan tidak hanya memberikan keuntungan namun internet telah menjadi begitu melekat dalam fungsi perusahaan sehingga menjadi suatu kebutuhan (Bharadwaj, 2000).

Internet memang memberikan banyak manfaat bagi perusahaan namun penggunaan internet juga memberikan dampak negatif walaupun telah menjadi kebutuhan perusahaan. Karyawan dapat menunda kewajiban dalam melaksanakan tugas perusahaan akibat penggunaan internet. Karyawan menghabiskan waktu untuk mengakses internet di tempat kerja untuk penggunaan pribadi sambil berpura-pura melakukan tugas wajib perusahaan. Hal ini disebut dengan perilaku

(3)

bahwa 40% karyawan mengakses internet setiap hari, 88% diantaranya mengakses internet bukan untuk kepentingan pekerjaan, 66% karyawan tiap kali mengakses internet selama sepuluh menit dan rata-rata satu jam tiap harinya (eMarketer dalam Henle & Blanchard, 2008). Bloxx (2008) memperkirakan karyawan menghabiskan waktu sekitar satu jam untuk aktivitas internet yang tidak berhubungan dengan kerja. Rata-rata pengguna internet perusahaan menghabiskan waktu selama dua jam untuk online (Elisa dan Giuseppe, 2006). 31% diantaranya menggunakannya untuk hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. 70% karyawan membuka situs dan 30% lainnya membuka email personal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.

Perilaku cyberloafing yang dilakukan oleh karyawan membawa sejumlah dampak negatif. Perilaku cyberloafing yang tidak terkontrol pada akhirnya berujung pada tindakan tidak disiplin, penghentian atau kehilangan karyawan, pelanggaran kerahasiaan perusahaan dan hilangnya reputasi atau privasi personal, pertanggungjawaban personal dan perusahaan, biaya asosiasi legal, hilangnya milliaran dollar karena kurangnya produktifitas (Weatherbee, 2010). Kerugian milliaran dollar yang dialami oleh perusahaan merupakan jumlah kerugian yang sangat fantastis sehingga perilaku cyberloafing perlu diperhatikan. Cyberloafing

(4)

Penurunan kinerja karyawan yang terjadi akibat cyberloafing adalah sebanyak 30 sampai 40 persen yang mengakibatkan perusahaan menjadi rugi (Conlin, 2000). Penggunaan akses internet perusahaan untuk kepentingan pribadi karyawan dapat menurunkan kinerja sistem internet di kantor (Sipior dan Ward, 2002). Perilaku cyberloafing membuat perusahaan dalam posisi rugi karena karyawan berfokus kepada kegiatan diluar pekerjaan daripada memperhatikan pekerjaan mereka saat mereka menggunakan internet. Diperkirakan antara 20 sampai 30 persen perusahaan telah memecat karyawan karena perilaku

cyberloafing seperti mengakses situs porno, judi online, dan belanja online (Case & Young, 2002; Greenfield & Davis, 2002). Selain itu perilaku cyberloafing dapat membuat perusahaan rentan terkena virus, hacking, serta tanggung jawab hukum dalam bentuk pelecehan. Dengan kata lain, perusahaan telah kehilangan waktu, biaya dan produktivitas akibat ulah karyawan yang menggunakan akses internet untuk keperluan pribadi.

(5)

produktif ketika perusahaan memberikan istirahat kecil. Karyawan dapat menyegarkan pikiran dan menjadi lebih kreatif.

Penelitian Lim dan Don Chen (2012) menunjukkan bahwa karyawan yang melakukan surfing internet saat bekerja jauh lebih produktif dan efektif dalam mengerjakan tugas-tugas mereka dibandingkan dengan karyawan yang menggunakan waktu luang dengan kegiatan lain seperti ke kantin dan atau coffee break. Karyawan yang melakukan cyberloafing merasakan kelelahan mental dan kebosanan yang lebih rendah. Hasil penelitian lain juga menemukan bahwa karyawan yang memiliki emosi negatif di pagi hari dan melakukan cyberloafing

selama jam kerja merasakan emosi yang lebih positif dari sebelumnya. Perilaku

cyberloafing tidak menjadi suatu ancaman atau masalah bagi perusahaan selama karyawan dapat membatasi diri dan tidak menggunakan internet untuk merugikan beban kerja mereka.

Perilaku cyberloafing yang dilakukan oleh karyawan dalam perusahaan disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu individu, situasi dan organisasi (Ozler dan Polat, 2012). Faktor yang pertama adalah faktor individu. Penelitian telah mencoba mengidentifikasi karyawan yang lebih mungkin terlibat cyberloafing

dari pada yang tidak (Vitak et al, 2011:1752). Persepsi dan sikap terhadap

(6)

karena lingkungan mencegah tindakan tersebut muncul. Situasi yang dimaksud adalah adanya akses internet, kehadiran atasan secara fisik, serta kebijakan formal dan sanksi organisasi bagi siapa saja yang terlibat perilaku cyberloafing. Ditemukan bahwa ada hubungan positif kondisi yang memfasilitasi munculnya

cyberloafing dan perilaku cyberloafing karyawan (Woon dan Pee, 2004:81). Faktor yang ketiga adalah faktor organisasi. Ada beberapa faktor organisasi yang mempengaruhi karyawan dalam melakukan cyberloafing. Managerial support, norma sosial, pembatasan penggunaan internet, konsekuensi positif dan negatif dan sikap kerja mempengaruhi perilaku cyberloafing.

Lingkungan kerja masing-masing perusahaan memiliki sifat ataupun ciri-ciri yang berbeda sehingga hal inilah yang membedakan satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Lingkungan kerja ini akan menentukan bagaimana suasana kerja dan perilaku karyawan di dalamnya. Lingkungan kerja yang menyenangkan membuat sikap pegawai positif dan memberi dorongan untuk bekerja lebih tekun dan lebih baik. Sebaliknya, jika situasi lingkungan tidak menyenangkan mereka cenderung meninggalkan lingkungan tersebut. Litwin dan Stringer (1968) menyebut lingkungan kerja ini dengan istilah iklim organisasi.

(7)

ini diperkuatkan dengan pendapat M. P. O’Driscoll (1988) yang mendefinisikan iklim organisasi sebagai persepsi, perilaku dan sikap individu yang mempengaruhi kebijakan, prosedur dan tindakan sehari-hari anggota organisasi.

Iklim organisasi yang mendukung akan menciptakan lingkungan kerja yang baik. Begitu pula sebaliknya. Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel (dalam Rajali, 2011) menyebutkan ada dua tipe iklim organisasi, yaitu iklim organisasi terbuka dan iklim organisasi tertutup. Pada iklim organisasi terbuka, semangat kerja pegawai sangat tinggi, dorongan pimpinan untuk memotivasi pegawainya agar berprestasi sangat besar, sedangkan rutinitas administrasi rendah, pegawai yang meninggalkan pekerjaan seperti bolos, ijin dan sebagainya juga rendah, perasaan terpaksa untuk bekerja juga rendah. Sebaliknya, pada iklim organisasi yang tertutup, semangat kerja pegawai sangat rendah, dorongan pimpinan untuk memotivasi pegawainya berprestasi sangat rendah, sedangkan rutinitas administratif tinggi, pegawai yang meninggalkan pekerjaan tinggi, perasaan terpaksa untuk bekerja juga tinggi.

(8)

Iklim yang ada di dalam organisasi akan berdampak kepada perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan, artinya semakin baik iklim organisasi akan semakin baik pula perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan dan demikian pula sebaliknya. Ketika harapan karyawan terpenuhi dengan tujuan organisasi dan mereka merasa mendapatkan dukungan dari organisasi, mereka merasaka iklim organisasi yang positif, sehingga menunjukkan perilaku positif (Pelin Kanten et al., 2013). Di sisi lain, ketika harapan mereka tidak sesuai dengan misi organisasi dan mereka menganggap kondisi kerja yang tidak menyenangkan, mereka cenderung menunjukkan perilaku counterproductive work behavior (Pelin Kanten et al., 2013).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Davis dan Newstrom (1994) yang menyatakan bahwa iklim organisasi dapat menentukan sejauh mana individu merasa betah menjadi anggota suatu organisasi dan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas dan kualitas hasil kerjanya. Para peneliti lain juga menemukan iklim organisasi memiliki hubungan dengan perilaku positif seperti perilaku inovatif, organizational citizenship behavior, dan perilaku negatif seperti

counterproductive work behavior (Bellou and Andronikidis, 2009; Scheuer, 2010; Farooqui, 2012; Fagbohungbe et al., 2012; Al-Saudi, 2012; Wolf et al., 2012).

Penelitian-penelitian telah dilakukan untuk melihat perilaku cyberloafing

(9)

perilaku cyberloafing. Human resources practices itu sendiri terdiri dari empat yaitu performance appraisal, compensation practices, employment security, dan

career advancement. Hasil penelitian Ahmad dkk menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang menguntungkan penting dalam memunculkan perilaku kerja yang positif.

Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Liao et al. (2009) yang menyatakan bahwa faktor yang berhubungan dengan kebijakan seperti hukuman ditemukan tidak siginifikan dalam menentukan sikap karyawan, kontrol perilaku, dan norma subjektif dalam penyalahgunaan internet. Penyalahgunaan internet dapat dihindari dengan lebih efektif ketika terbentuk lingkungan kerja yang menyenangkan. Hasil penelitian serupa juga diungkapkan oleh Liberman et al. (2011) bahwa atasan seharusnya menciptakan lingkungan kerja yang mendukung para karyawan sehingga mereka merasa bahwa pekerjaan mereka berarti dan memberikan kontribusi bagi organisasi.

(10)

menyediakan layanan internet tentunya akan memiliki jaringan internet pula dalam melaksanakan pekerjaan.

Perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Medan menggunakan internet tanpa batas atau aturan pemakaian karena perusahaan ini sendiri menggunakan internet untuk melaksanakan perkerjaan, bahkan untuk melakukan absensi pun dilaksanakan dengan login menggunakan internet. Situasi dengan internet tanpa batas tidak menutup kemungkinan karyawan melakukan

cyberloafing. Namun PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Medan memiliki tuntutan kerja yang tinggi sehingga para karyawan tidak memiliki waktu yang banyak dalam melakukan cyberloafing. Ketika perilaku cyberloafing dilakukan untuk relaksasi dan menghilangkan kepenatan bekerja maka perilaku cyberloafing tidak menjadi ancaman bagi perusahaan. Sebaliknya, perilaku cyberloafing dapat merugikan perusahaan ketika karyawan menyampingkan pekerjaan dan kewajibannya akibat terlalu fokus melakukan cyberloafing.

(11)

melakukan perilaku cyberloafing untuk hal-hal yang positif dan menurunkan stress sehingga meningkatkan produktifitas dan tidak merugikan perusahaan namun tetap fokus pada pekerjaan dan kewajiban.

Oleh karena uraian di atas, peneliti tertarik untuk melihat pengaruh iklim organisasi terhadap perilaku cyberloafing pada karyawan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Medan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yang dijadikan fokus penelitian adalah apakah iklim organisasi berpengaruh pada perilaku cyberloafing pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Medan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh iklim organisasi terhadap perilaku cyberloafing pada karyawan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Medan.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya temuan di dalam ilmu Psikologi khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi mengenai iklim organisasi dan perilaku cyberloafing.

b. Hasil penelitian ini bisa bermanfaat untuk dijadikan bahan perbandingan bagi penelitian-penelitian selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan perilaku

(12)

2. Manfaat Praktis

Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada perusahaan berupa iklim organisasi dalam perusahaan, data perilaku

cyberloafing, serta mengetahui kotribusi iklim organisasi perilaku cyberloafing

karyawan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Medan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN Bab I : Pendahuluan

Berisi uraian singkat mengenai gambaran latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Berisi tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Memuat landasan teori tentang iklim organisasi dan perilaku cyberloafing.

Bab III : Metode Penelitian

Berisi identifikasi variabel, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, dan metode analisa data penelitian.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

(13)

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Referensi

Dokumen terkait

Berat badan subjek penelitian pada kelompok eksperimen yang telah diberi perlakuan pijat bayi 1 X sehari dengan lama 15 menit yang dilakukan selama 1 bulan

DS : Pasien mengatakan nyeri saat obat masuk melalui selang infus DO : Terapi injeksi masuk melalui selang infus Tidak terlihat tanda-tanda alergi terhadap obat DS =

dipakai diseluruh dunia. Diabetes mellitus tipe II dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau onset maturitas dan tipe nondependen insulin. Obesitas sering dikaitkan

Kedua, Indonesia juga mengutus salah satu perwakilan biksu budha yang ada di Indonesia untuk berdiskusi dengan tokoh budha yang ada di Myanmar dan memberikan sebuah saran

Penelitian ini akan melihat fenomena yang terjadi terhadap peningkatan kapasitas pendinginan dari suatu model tabung vortex akibat adanya masukan udara dengan sengaja pada

Bararulya- Maaf seperti yang sudah kita kerj akan beberapa

Dari hadist ini bisa di pahami bahwa ajaran Rasulullah Saw. ini telah mengaju atau merujuk pada ranah tasawuf yang kita kenal saat ini dengan istilah makrifat. Hal ini

Dengan mengambil studi kasus Orkes Keroncong Norma Nada, penelitian ini akan mengungkap gejala-gejala sikap resistensi dari masyarakat subkultur musik keroncong terhadap