• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

makalah PERKEMBANGAN MORAL

PESERTA DIDIK

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Saat ini kualitas peserta didik di indonesia menjadi fenomena dan permasalahan yang mengglobal di seluruh penjuru, baik di desa dan di kota, moral, intelek, kreativitas dan bakat khusus dari peserta didik merubah sistem yang seharusnya, siswa yang dituntut bermoral, berintelek, kreatif dan mampu mengembangkan bakat khususnya sesuai tujuan pendidikan telah jauh dari harapan dan impian bangsa, saat ini banyak terjadi kesalahan-keasalahan dri pihak pendidik yang terlalu memberikan kebebasan. Banyak siswa yang acuh-tak acuh pada kualitasnya, karena kurangnya bimbingan dari piahak pendidik.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian perkembangan secara umum? 2. Bagaimana perkembangan moral peserta didik? 3. Bagaimana perkembangan intelek peserta didik? 4. Bagaimana perkembangan kretivitas peserta didik? 5. Bagaimana perkembangan bakat khusus peserta didik?

C. TUJUAN

1. Mampu mengetahui pengertian perkembangan secara umum 2. mampu menguraikan perkembangan moral peserta dididk 3. dapat menjelaskan tentang perkembangan intelek peserta didik 4. mengetahui perkembangan kreativitas peserta didik

5. mampu mendeskripsikan hal-hal terkaait bakat khusus peserta didik BAB II

PEMBAHASAN

PERKEMBANGAN MORAL, INTELEK, KREATIVITAS, DAN BAKAT KHUSUS PESERTA DIDIK

A. PERKEMBANGAN

Pengertian

(2)

Perkembangan dapat diartikan sebagai proses perubahan kuantitatif dan kualitatif individu dalam rentang kehidupannya, mulai dari masa konsepsi, masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak, masa remaja, sampai masa dewasa. Perkembangan dapat diartikan juga sebagai suatu proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniyah) maupun psikis (rohaniyah) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan.

Ciri-ciri Perkembangan

 serta organ-organ tubuh lainnya, dan (b) aspek psikis: semakin bertambahnya perebendaharaan kata dan matangnya kemampuan berfikir, mengingat, serta Terjadinya perubahan ukuran, dalam (a) aspek fisik: perubahan tinggi dan berat badan menggunakan imajinasi kreatif.

 Terjadinya perubahan proporsi dalam (a) aspek fisik: proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya, dan pada usia remaja proporsi tubuh anak mendekati proporsi tubuh usia dewasa, dan (b) aspek psikis: perubahan imajinasi dari yang fantasi ke realitas, dan perubahan perhatiannya dari yang tertuju kepada dirinya sendiri perlahan-lahan beralih kepada orang lain (khususnya teman sebaya).

 Lenyapnya tanda-tanda lama dalam (a) aspek fisik: lenyapnya kalenjar thymus (kalenjar anak-anak) yang terletak pada bagian dada, rambut halus, dan gigi susu, dan (b) aspek psikis: lenyapnya masa mengoceh (meraban), bentuk gerak-gerik kanak-kanak (seperti merangkak) dan prilaku impulsif (melakukan sesuatu sebelum berfikir).

 Munculnya tanda-tanda baru dalam (a) aspek fisik: tumbuh dan pergantian gigi dan matangnya organ-organ seksual pada usia remaja, baik primer (menstruasi pada wanita dan mimpi basah pada pria) maupun sekunder (membesarnya pinggul dan buah dada pada wanita, dan tumbuhnya kumis serta perubahan suara pada pria) dan (b) aspek psikis: berkembangnya rasa ingin tahu, terutama yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, lingkungan alam, nilai-nilai moral, dan agama.

B. PERKEMBANGAN MORAL PADA PESERTA DIDIK

Pengertian Moral

Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara dalam kehidupan, adat-istiadat atau kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Secara terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral,yang dari segi substantif materiilnya tidak ada perbedaan, akan tetapi bentuk formalnyaberbeda.

Ada beberapa pendapat para ahli tentang pengertian moral yaitu[2]

 Widjaja (1985: 154) menyatakan bahwa moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak).

(3)

 Wila Huky, sebagaimana dikutip oleh Bambang Daroeso (1986: 22) merumuskan pengertian moral secara lebih komprehensip rumusan formalnya sebagai berikut :

1. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu. 2. Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu.

3. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran,

bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik , sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya

 Shaffer, moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam prilaku yang harus dipatuhi

 Rogers, moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur prilaku individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial

Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang. Prilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan.

Tokoh yang paling dikenal dalam kaitannya dengan pengkajian perkembangan moral adalah Lawrence E. Kohlberg. Melalui disertasinya yang sangat monumental yang berjudul The Depelovment of Modes of Moral Thinking and Choice in The Years 10 to 16 yang diselesaikannya di University of Chicago.

John Dewey yang kemudian dijabarkan oleh Jean Piaget mengemukakan 3 tahap perkembangan moral

 Tahap moral

Ditandai bahwa anak belum menyadari keterikatannya pada aturan

 Tahap konvensional

Ditandai dengan berkembangnya kesadaran akan kataatan pada kekuasaan

 Tahap otonom

Ditandai dengan berkembangnya keterikatan pada aturan yang didasarkan pada resiprositas

Pengertian Pendidikan Moral

Pendidikan moral berusaha untuk mengembangkan pola prilaku seseorang sesuai dengan kehendak masyarakatnya. Kehendaknya ini berwujud moralitas atau kesusilaan yang berisi nilai-nilai dan kehidupan yang berada dalam masyarakat. Karena menyangkut 2 aspek inilah yaitu (a) Nilai-nilai, dan (b) kehidupan nyata, maka pendidikan moral lebih banyak membahas masalah dilema (seperti makan buah siamalakama) yang berguna untuk mengambil keputusan moral yang terbaik bagi diri dan masyarakatnya.[3]

(4)

Pendidikan moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan.[4]

Konsep Moral Dan Pertimbangan Moral

Keefektifan pendidikan moral di sekolah diteliti oleh Harshorne dan May pada tahun 1928-1930. Dari penelitian tersebut ditemukan hal-hal berikut[5]

1. pendidikan watak atau karakter dan pengajaran agama di kelas tidak memengaruhi pendidikan prilaku moral.

2. pendidikan etika yang dilakukan dengan cara pengklarifikasian nilai, yakni pengajaran tentang aturan-aturan berprilaku benar dan baik di sekolah sedikit berpengaruh terhadap pembentukan moral sebagaimana yang dikehendaki.

Menurut Freud, Peck, Kohlberg, dan Hoffman, temuan penelitian Hartsshorne dan May dapat diinterpretasikan bahwa pendidikan moral si sekolah tidak efektif. Ketidak efektifan itu disebabkan oleh karakter moral telah dibentuk lebih awal di rumah karena pengaruh orang tua, karakter moral juga dianggap sebagai sesutau yang tidak tetap dan merupakan emosi mendalam yang keberadannya tidak konsisten. Seseorang berprilaku amoral disebabkan oleh faktor-faktor situasional dan bukan merupakan hasil pemikiran yang didasarkan atas pertimbangan moral. Oleh karena itu, prilaku amoral bukan merupkan refleksi dari pengalaman pendidikan yang berpusat pada nilai-nilai moral yang diajarkan. Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa pendidikan moral selama dekade tersebut dinyatakan kurang berhasil, bahkan dianggap gagal, yaitu karena kurang mengikutsertakan faktor kognitif.

Teori Pendidikan Moral

Dewey menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan adalah mengembangkan kemampuan intelektual dan moral, prinsip-prinsip psikologi dan etika dapat membantu sekolah untuk meningkatkan seluruh tugas pendidikan dalam membangun kpribadian siswa yang kuat.[6]

Shaver mengemukakan bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan bertanggung jawab untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan kecakapan siswa dalam menetapkan suatu keputusan untuk bertindak atau untuk tidak bertindak. Kemampuan demikian terkait dengan nilai-nilai, terutama nilai yang bersifat humanis. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai beban dan tanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan moral dan membantu siswa menegmbangkan cara berpikinya dalam menetepkan keputusan moralitasnya. Rats menyatakan bahwa sekolah harus lebih sensitif pada masalah kemampuan berfikir moral dan keterampilan berprilaku moral. Sekolah bukan saja harus memerhatikan secara khusus aspek intelektual dan prilaku moral, tetapi lebih dari itu, yaitu seluruh fungsi dan isi pendidikan di sekolah harus didasarkan pada suatu rencana kerja serta kurikulum yang mengarah kepada usaha nyata demi tercapainya peningkatan moral.

(5)

Pasal 1 ayat 1 uu no 20 thn 2003 tentang sistem pendidikan nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri nya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kpribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Selanjutnya pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Pendidikan moral merupakan bagian lingkungan yang berpengaruh, darancang secara sengaja untuk mengembangkan dan mengubah cara berpikir dan bertindak dalam situasi moral. Sebagaimana pendidikan pada uumnya.

Ryan mengemukakan 3 teori tentang usaha menumbuhkan dan mengembangkan moral yaitu[7]

1. Teori perkembangan kognitif

Teori ini pada awalnya dikemukakan oleh dewey, dilanjutkan piaget, dan disempurnakan oleh kohlberg, damon, mosher, perry, dan lain-lain. Menurut teori ini, moral manusia tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan berdasarkan tingkat pertimbangan moral. Tingkat pertimbangan moral, urutannya sedemikian tetap, dari tingkat yang rendah menuju ke tingkat yang lebih tinggi. Tingkat pertimbangan moral dianggap suatu proses moral dalam menetapkan suatu keputusan. Dasar pemikiran moral berladas pada filsafat moral yang mengacu pada prinsip-prinsip keadilan, konsep-konsep persamaan dan saling terima.

2. teori belajar sosial

Teori ini bersumber dari ajaran empirisnya locke dan teori behaviorismenya watson dan skinner, yang memandang hakikat manusia seperti kertas ksong yang siap ditulis masyarakat dan memebentuk pengalamannya. Masyarakat yang multidimensi menentukan individu melalui keluarga, kelompok etnik, dan sosial budayanya secara menyeluruh. Pandangan ini menegaskan bahwa untuk terwujudnya moralitas, pendidikan moral hendaknya mempelajari mengenai apa saja yang seharusnya dikerjakan setiap orang dalam masyarakatnya.

3. teori psikoanalitik

Teori ini memandang hakikat manusia sebagai makhlik yang dikendalikan oleh hati nurani dan sulit dikontrol. Agen2 masyarakat, khususnya orang tua harus turut campur tangan dalam menentukan dan membentuk prilaku anak untuk kebaikan individu dan masyarakatnya

Tujuan Pendidikan Moral

Frankena mengemukakan 5 tujuan pendidikan moral sebagai berikut[8]

(6)

2. Membantu mengembangkan kepercayaan atau pengadobsian satu atau beberapa prinsip umum yang fundamental, ide atau nilai sebagai suatu pijakan atau landasan untuk mempertimbangkan moral dalam menetapkan suatu keputusan.

3. Membantu mengembangkan kepercayaan pada norma-norma konkret, nilai-nilai, kebaikan-kebaikan.

4. Mengembangkan suatu kecendrungan untuk melakukan sesuatu yang secra moral baik dan benar.

5. Meningkatkan pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri atau kebebasan mental spritual. C. PERKEMBANGAN INTELEK

Pengertian

Intelek berasal dari bahasa Inggris intelect yang menurut Chaplin diartikan senbagai[9]

1. Proses kognitif, proses berpikir, daya menghubungkan, kemampuan menilai, dan kemampuan mempertimbangkan

2. Kemampuan mental atau intelegensi

Menurut Mahfudin Shalahuddin dinyatakan bahwa “intelek” adalah akal budi atau intelegensi yang berarti kemampuan untuk meletakkan hubungan dari proses berpikir. Selanjutnya, dikatakan bahwa orang yang intelegent adalah orang yang dapat menyelesaikan persoalam dalam waktu yang lebih singkat, memahami masalahnya lebih cepat dan cermat, serta mampu bertindak cepat.

Jean Piaget mendefenisikan intellect adalah akal budi berdasarkan aspek-aspek kognitifnya, khususnya proses berfikir yang lebih tinggi,

Istilah inteligensi, semula berasal dari bahasa latin intelligere yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Menurut Wiiliam Stern, salah seorang pelopor dalam penelitian inteligensi, mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk menggunakan secara tepat alat-alat bantu dan pikiran guna menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan baru. Menurut Jean Piaget diartikan sama dengan kecerdasan, yaitu seluruh kemampuan berfikir dan bertindak secara adaptif, termasuk kemampuan mental yang kompleks seperti berfikir, mempertimbngkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan menyelesaikan persoalan-persoalan. Jean Piaget mengatakan bahwa inteligensi adalah seluruh kemungkinan koordinasi yang memberi struktur kapada tingkah laku suatu organisme sebagai adaptasi mental terhadap sesuatu baru. Dalam arti sempit, intelegensi diartikan sebagai inteligensi operasional, termasuk pula tahapan-tahapan yang sejak dari periode sensorimotoris sampai dengan operasional formal. Sedangkan Leis Hedison Terman berpendapat bahwa inteligensi adalah kesanggupan untuk belajar secara abstrak.

Berdasarkan urauan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian intelek tidak berbeda dengan pengertian inteligensi yang memiliki arti kemampuan untuk malakukan abstraksi, serta berpikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap sesuatu baru.

Tahapan Perkembangan Intelek

Jean Piaget membagi perkembangan intelek/kognitif menjadi empat tahapan[10]

(7)

Membantu Perkembangan Intelek Peserta Didik

Kondisi psikologis yang perlu diciptakan agar peserta didik merasa aman secara psikologis sehingga mampu mengembangkan kemampuan intelektualnya adalah sebagai berikut.[11]

1. Pendidik menerima peserta didik secara positif sebagaimana danya tanpa syarat, artinya apapun keberadaan peserta didik dengan segala kekuatan dan kelemahannya harus diterima dengan baik 2. Pendidik menciptakan suasana dimana peserta didik tidak terlalu dinilai orang lain. Memberi

penilaian terhadap peserta didik dengan berlebihan dapat dirasakan sebagai ancaman sehungga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri.

3. Pendidik memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan, dan prilaku peserta didik, serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka. Dalam suasana seperti ini peserta didik akan merasa aman untuk mengembangkan dan mengemukakan pemikiran atau ide-idenya. 4. Memahami pemikiran, perasaan, dan prilaku remaja, menempatkan diri dalam situasi remaja,

serta melihat sesuatu dari sudut pandang mereka. Dalam suasana seperti ini pesrta didik akan merasa aman untuk mengembangkan pemikiran atau ide-idenya.

5. Memberikan suasana psikologis yang aman bagi peserta didik untuk mengemukakan pikiran-pikirannya sehingga terbiasa berani mengembangkan pemikirannya sendiri.

D. PERKEMBANGAN KREATIVITAS

Pengertian

Kreativitas didefenisikan secara berbeda-beda oleh para pakar berdasarkan sudut pandang masing-masing. Perbedaan dalam sudut pandang ini menghasilkan berbagai definisi kreativitas dengan penekanan yang berbeda-beda, diantaranya: [12]

 Barron, mendefenisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan unutuk menciptakan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru disini bukan berarti harus sama sekali baru, tetapi dapat juga sebagai kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada sebelumnya.

 Guilford, menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai ciri-ciri seorang kreatif. Lebih lanjut Guilford mengemukakan dua cara berpikir, yaitu cara berfikir konvergen dan divergen. Cara berfikir konvergen adalah cara-cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan berpandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara berfikir divergen adalah kemampuan individu untuk mencari berbagai alternatif jawaban terhadap suatu persoalan. Dalam kaitannya dengan kreativitas, Guilford menekankan bahwa orang-orang kreatif lebih banyak memiliki cara-cara berfikir divergen daripada konvergen.

 Utami Munandar, mendefinisikan kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berfikir serta kemampuan untuk mengolaborasi suatu gagasan.

 Rogers, mendefinisikan kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil baru ke dalam suatu tindakan. Hasil-hasil baru itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang berinteraksi dengan individu lain, pengalaman maupun keadaan hidupnya.

Pendekatan Terhadap Kreativitas

Pendekatan dalam studi kreativitas dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu[13]

1. Pendekatan psikologis

(8)

minat, dan disposisi kepribadian lainnya. Salah satu pendekatan psikologis yang digunakan untuk menjelaskan kreativitas adalah pendekatan holistik

2. Pendekatan sosiologis

Pendekatan ini berasumsi bahwa kreativitas individu merupakan hasil dari proses iteraksi sosial, dimana individu dengan segala potensi dan disposisi kepribadiannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial tempat individu itu berada, yang meliputi ekonomi, politik, kebudayaan, dan peranan keluarga.

Arieti mengemukakan beberapa faktor sosiologis yang kondusif bagi perkembangan kreativitas yaitu[14]

1. tersedianya sarana-sarana kebudayaan

2. keterbukaan terhadap keberagaman cara berfikir 3. adanya keleluasaan bagi berbagai media kebudayaan

4. adanya toleransi terhadap pandangan-pandangan yang divergen, dan 5. adanya penghargaan yang memadai terhadap orang-orang yang berprestasi

Tahap-tahap Kreativitas a) Persiapan

b) Inkubasi c) Iluminasi d) Verifikasi

Karakteristik Kreativitas

Clark mengemukakan karakteristik kretivitas adalah sebagai berikut[15]

1) Memiliki disiplin diri yang tinggi 2) Memiliki kemandirian yang tinggi 3) Cendrung sering menentang otoritas 4) Memiliki rasa humor

5) Mampu menentang tekanan kelompok 6) Lebih mampu menyesuaikan diri 7) Senang berpetualangan

8) Toleran terhadap ambiguitas

9) Kurang toleran terhadap hal-hal yang membosankan 10) Memiliki kemampuan berfikir divergen yang tinggi 11) Memiliki memori dan atensi yang baik

12) Memiliki wawasan yang luas

13) Memerlukan situasi yang mendukung 14) Sensitif terhadap lingkungan

15) Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi 16) Memiliki nilai setetik yang baik

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas

Clark mengkategorikan faktor-faktor yang memepengaruhi kretivitas ke dalam dua kelompok, yaitu faktor yang mendukung dan yang menghambat. Faktor-faktor yang dapat mendukung perkembangan kreativitas adalah

(9)

b. Situasi yang memungkunkan dan mendorong timbulnya banyak pertanyaan c. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu

d. Situasi yang mendorong tanggungjawab dan kemandirian

e. Situasi yang menekankan inisiatif untuk menggali, mengamati, bertanya, merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menguji hasil pikiran dan mengkomunikasikan.

f. Perhatian dari orang tua terhadap minat anaknya

Sedangkan faktor-faktor yang menghambat berkembangnya kreativitas adalah

a) Adanya kebutuhan akan keberhasilan, ketidak beranian dalam menanggung resiko, atau upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui

b) Konformitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial

c) Kurang berani dalam melakakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi dan penyelidikan d) Tidak menghargai fantasi dan khyalan

e) otoritarianisme

Upaya Membantu Perkembangan Kreativitas Peserta Didik 1. Pembimbing berusaha memahami pikiran dan perasaan anak

2. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatan

3. Pembimbing lebih menekankan pada proses daripada hasil sehingga pembimbing dituntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.

4. Pembimbing berusaha menciptakan lingkungan yang bersahabat, bebas dari ancaman, dan suasana penuh saling menghargai.

5. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak 6. Pembimbing berusaha menempatkan aspek berfikir dan perasaan secara seimbang dalam proses

bimbingan

E. PERKEMBANGAN BAKAT KHUSUS

Pengertian

Bakat mengandung makna kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu pengembangan dan latihan lebih lanjut, bakat merupakan potensi yang masih memerlukan ikhtiar pengembangan dan pelatihan secara serius dan sistematis agar dapat terwujud. Bakat berbeda dengan kemampuan yang mengandung makna sebagai daya untuk melakukan sesuatu, sebagai hasil pembawaan dan latihan. Bakat juga berbeda dengan kapasitas, yaitu kemampuan yang dapat dikembangkan di masa yang akan datang apabila latihan dilakukan secara optimal. Dengan demikian dapat disarikan bahwa bakat masih merupakan suatu potensi yang akan muncul setelah memperoleh pengembangan dan latihan. Adapun kemampuan dan kapasitas sudah merupakan suatu tindakan yang dapat dilaksanakan atau akan dapat dilaksanakan.

(10)

seni kinestetik. Bakat khusus ini biasanya disebut dengan talent,sedangkan bakat umum sering disebut dengan istilah gifted. Oleh karena itu, anak yang memiliki bakat khusus menonjol sering disebut dengan istilah talented children,[16]sedangkan anak yang memiliki bakat intelektual menonjol sering disebut dengan istilahgifted children.

Dengan bakat, memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu. Tetapi untuk mewujudkan bakat ke dalam suatu prestasi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan motivasi. Seorang yang memiliki potensi bakat musik tetapi tidak memperoleh kesempatan mengembangkannya, bakat musiknya tidak dapat berkembang dan terwujud dengan baik.

Jenis-Jenis Bakat Khusus

Bakat khusus (talent) adalah kemampuan bawaan berupa potensi khusus dan jika memperoleh kesempatan berkembang dengan baik, akan muncul sebagai kamampuan khusus dalam bidang tertentu sesuai potensinya.

Conny Semiawan dan Utami Munadar mengklasifikasikan jenis-jenis bakat khusus, baik yang masih berupa potensi maupun yang sudah terwujud menjadi 5 bidang yaitu:[17]

1. bakat akademik khusus 2. bakat kreatif-produktif 3. bakat seni

4. bakat kinestetik/psikomotorik 5. bakat sosial

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta Didik

Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus yang secara garis besar dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor-faktor internal tersebut adalah

1. minat

2. motif berprestasi

3. keberanian mengambil resiko

4. keuletan dalam menghadapi tantangan

5. kegigihan atau daya juang dalam mengatasi kesulitan yang timbul

Adapun faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari lingkungan individu tumbuh dan berkembang. Faktor-faktor eksternal meliputi:

1. kesempatan maksimal untuk mengembangkan diri 2. sarana dan prasana

3. dukungan dan dorongan orangtua/keluarga 4. lingkungan tempat tinggal, dan

5. pola asuh orangtua

Upaya Pengembangan Bakat Khusus Peserta Didik

1. Mengembangkan situasi dan kondisi yang memberikan kesempatan bagi anak-anak dengan mengusahakan dukungan hasil psikologis maupun fisik

(11)

3. Meningkatkan kegigihan dan daya juang peserta didik dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan

4. Mengembangkan program pendidikan berdiferensi di sekolah dengan kurikulum berdiferensi pula

BAB III KESIMPULAN A. PERKEMBANGAN

Pengertian

Pada dasarnya, perkembangan merujuk kepada perubahan sistematik tentang fungsi-fungsi fisik dan psikis. Perubahan fisik meliputi perkembangan biologis dasar sebagai hasil dari konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma), dan hasil dari interaksi proses biologis dan genetika dengan lingkungan. Sementara perubahan psikis menyangkut keseluruhan karakteristik psikologis individu, seperti perkembangan kognitif, emosi, sosial dan moral.

Perkembangan dapat diartikan sebagai proses perubahan kuantitatif dan kualitatif individu dalam rentang kehidupannya, mulai dari masa konsepsi, masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak, masa remaja, sampai masa dewasa. Perkembangan dapat diartikan juga sebagai suatu proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniyah) maupun psikis (rohaniyah) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan.

B. PEMBAGIAN PERKEMBANGAN PADA PESERTA DIDIK perkembangan moral peserta didik

perkembangan intelek peserta didik perkembangan kretivitas peserta didik perkembangan bakat khusus peserta didik

(12)

Ali, Mohammad. Mohammad Asrori. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.Jakarta: Bumi Aksara. 2011

Sjarkawi. Pembentukan Kpribadian Anak, peran moral, intelektual, emosional, dan sosial sebagai wujud integritas membangun jati diri,

Yusuf, Syamsu. Nani M Sugandhi. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2011

Zuriah, Nurul. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan,

[1] Syamsu Yusuf, Nani M. Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, hlm 1

[2] Mohammad Ali, Mohammad Asrori, (Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik), hlm 136

[3]Nurul zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, hlm 19 [4] Ibid hlm 22

[5] Sjarkawi, Pembentukan Kpribadian Anak, Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, hlm 37

[6]Ibid. Hlm 42

[7] Ibid hlm 45

[8] Ibid, hlm 49

[9] Mohammad Ali, Mohammad Asrori, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik), 26-27

[10] Ibid, hlm 27

[11] Ibid, hlm 36

[12] Ibid, hlm 41

[13] Ibid, hlm 45

[14] Ibid, hlm 46

[15] Ibid, hlm 53

[16] Ibid, hlm 78

[17] Ibid, hlm 79

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Blasi (Kurtines, 1992:93) menyebutkan bahwa penalaran moral adalah arah suatu tindakan yang diproses melalui seperangkat aturan dan tanggung jawab. Maka

Pendidikan yang menjadi sangat penting adalah Pendidikan Agama Islam terutama di sekolah. Pendidikan agama di sekolah memberi pengaruh pada peserta didik dalam

Hasil penelitian mengenai perkembangan moral berdasarkan perolehan dari hasil angket yang disebarkan kepada responden yakni peserta didik kelas V di MI Miftahul

Kompleksitas permasalahan tersebut di atas sangat menarik untuk dibedah, maka melalui penerapan pembelajaran ajaran Agama yaitu ajaran Catur Guru di sekolah sangat

bahwa prinsip nilai-nilai moral tidak hanya didapatkan oleh peserta didik melalui sosialisasi atau pelajaran di sekolah, tetapi juga melalui interaksi sosial mereka

apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang

Menjadi tugas kita semua untuk memperbaiki pola sikap dan pola tindak remaja kita, maka kajian tentang “perkembangan nilai moral dan sikap pada masa remaja” menjadi

Maka upaya yang harus dilakukan oleh siswa sekolah dasar dengan pendidikan moral taupun dengan pendidikan karakter, karena pendidikan ini dapat membentuk potensi dasar seperti,