• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Dan Genetika Butawarna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktikum Dan Genetika Butawarna"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA

BUTAWARNA

Disusun oleh:

Nama : Rahmayani Uswatun Hasanah NIM : 13304244023

Kelas : Pendidikan Biologi C Kelompok : 5

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

A. Topik 11 Butawarna.

B. Tujuan

Mengetahui cara melakukan pengujian test butawarna.

C. Tinjauan Pustaka

Butawarna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu akibat faktor genetis sehingga penderita butawarna tidak mampu membedakan warna-warna dasar tertentu. Butawarna merupakan kelainan genetik yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya, kelainan ini sering juga disebut sex linked, karena kelainan ini dibawa oleh kromosom X. Artinya kromosom Y tidak membawa faktor butawarna. Hal inilah yang membedakan antara penderita butawarna pada laki-laki dan wanita. Hal ini menujukkan ada satu kromosom X yang membawa sifat butawarna. Wanita dengan pembawa sifat, secara fisik tidak mengalami kelalinan butawarna sebagaimana wanita normal pada umumnya. Tetapi wanita dengan pembawa sifat berpotensi menurunkan faktor butawarna kepada anaknya kelak. Apabila pada kedua kromosom X mengandung faktor butawarna maka seorang wanita tersebut menderita butawarna (Suryo, 2008 : 191-193).

Butawarna dapat terjadi secara congenital atau didapat akibat penyakit tertentu. Butawarna yang diturunkan tidak bersifat progresif dan tidak dapat diobati. Pada kelainan makula (retinitis sentral dan degenerasi makula sentral), sering terdapat kelainan pada penglihatn warna biru dan kuning, sedang pada kelainan saraf optik akan terlihat gangguan penglihatan warna merah dan hijau. Butawarna umumnya dianggap lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 20:1 (Kartika, 2014: 269).

Butawarna dikenal dalam beberapa bentuk, yaitu:

(3)

a. Deuteranomali, yaitu apabila yang rusak atau lemah adalah bagian mata yang sensitif terhadap warna hijau.

b. Protanomali, yaitu apabila yang rusak atau lemah adalah bagian mata yang sensitif terhadap warna merah.

c. Tritanomali, yaitu apabila yang rusak atau lemah adalah bagian mata yang sensitif terhadap warna biru.

2. Dikromatik, yaitu pasien mempunyai 2 pigmen kerucut, akibatnya sulit membedakan warna tertentu.

a. Protanopia, yaitu tidak adanya sel kerucut warna merah sehingga kecerahan warna merah dan perpaduannya berkurang.

b. Deuteranopia, yaitu tidak adanya sel kerucut yang peka terhadap hijau. c. Tritanopia (tidak kenal biru), terdapat kesulitan membedakan warna biru

dari kuning.

3. Monokromatik (akromatopsia atau buta warna total), hanya terdapat satu jenis pigmen sel kerucut, sedangkan dua pigmen lainnya rusak.

a. Monokromatisme sel batang, seluruh komponen pigmen warna kerucut tidak normal akibat kelainan sentral sehingga terdapat gangguan penglihatan warna total.

b. Monokromatisme sel kerucut, hanya terdapat satu tipe pigmen sel kerucut. (Kartika, 2014: 270).

(4)

D. Alat & Bahan

Buku test butawarna (Ishihara's Tests)

E. Cara Kerja

F. Hasil Pengamatan 1. Hasil

Tabel 1. Data tes butawarna

No Gambar Angka / Gambar yang terlihat

1 12

2 8

3 5

4 29

5 74

6 7

7 45

8 2

Praktikan diuji untuk melihat kemampuan membedakan warna dengan menulis apa yang terlihat pada buku test butawarna pada kertas yang disediakan.

Mencocokkan hasil yang diperoleh dengan angka atau gambar yang sebenarnya.

(5)

9 Pola

Praktikum kali ini mengenai butawarna yang bertujuan untuk mengetahui cara melakukan pengujian tes butawarna. Pengujian tes butawarna menggunakan buku Ishihara’s Tests yaitu buku uji butawarna yang dikembangkan oleh Dr. Shinobu Ishihara dan dipublikasikan sejak tahun 1917 di Jepang. Buku Ishihara Test terdiri dari plat atau lembaran yang di dalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik tersebut membentuk lingkaran, warna titik tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga orang butawarna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal (Murti, 2011: 160).

Pada praktikum ini praktikan (saya) menuliskan apa yang terlihat pada buku tes butawarna, dan pada masig-masing plat hanya dalam waktu kurang lebih 3 detik. Hasil yang diperoleh dicocokkan dengan kunci jawaban pada buku tes Ishihara kemudian menghitung persentase kesalahan yang dibuat dalam tes butawarna tersebut.

Buku tes Ishihara yang digunakan pada praktikum ini adalah buku Ishihara’s Tests dengan 14 plat, berikut penjelasan dari masing-masing plat tersebut:

Nomor 1 Setiap subjek, baik dengan penglihatan warna normal atau cacat akan membaca dengan benar angka 12. Plat ini digunakan terutama untuk penjelasan awal dari proses tes bagi subjek.

(6)

Nomor 3 Subjek normal akan membaca 5 dan mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau akan membaca 2.

Nomor 4 Subjek normal akan membaca 29 dan mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau akan membaca 70.

Nomor 5 Subjek normal akan membaca 74 dan mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau akan membaca 21.

Nomor 6-7 Dapat dipahami secara tepat oleh subjek normal, namun tidak atau sulit terbaca bagi mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau.

(7)

Nomor 9 Subjek normal tidak dapat membacanya, tetapi kebanyakan dari mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau melihat angka 2 di dalamnya.

Nomor 10 Subjek normal biasanya dapat membaca angka 16 , tetapi kebanyakan dari mereka yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau tidak dapat membacanya.

Nomor 11 Dalam menelusuri garis berkelok-kelok antara dua x, subjek normal menelusuri garis hijau kebiruan, namun sebagian besar orang-orang dengan gangguan penglihatan warna tidak dapat mengikuti garis sebagaimana pada subjek normal.

(8)

Nomor 13 Subjek normal dan orang-orang dengan gangguan penglihatan merah-hijau mudah melihat angka 96, tetapi penderita protanopia dan protanomalia kuat akan membaca 6 saja, dan penderita deuteranopia dan deuteranomalia kuat hanya melihat angka 9 saja.

Nomor 14 Dalam menelusuri garis berkelok-kelok antara dua x, subjek normal menelusuri sepanjang garis ungu dan merah.

Pada penderita protanopia dan protanomalia kuat hanya garis ungu yang ditelusuri, dan pada kasus protanomalia ringan kedua garis ditelusuri tetapi garis ungu lebih mudah untuk diikuti.

Pada penderita deuteranopia dan deuteranomalia kuat hanya garis merah yang ditelusuri, dan pada kasus deuteranomalia ringan kedua garis ditelusuri tetapi garis merah lebih mudah untuk diikuti.

(9)

angka 2 dan yang membacanya lebih mudah daripada plat nomor 8 lah yang dianggap mengalami gangguan penglihatan atau abnormal (Ishihara: 2009).

Pada hasil tes tersebut, persentase kesalahan yang diperoleh adalah 0 % karena praktikan (saya) dapat menuliskan jawaban semua plat dengan tepat. Awalnya praktikan ragu-ragu pada saat menuliskan jawaban plat nomor 9 karena pada plat tersebut tidak tampak adanya angka mupun pola, namun praktikan tetap mengisinya dengan jawaban “pola”. Berdasarkan teori sebelumnya, pada plat nomor 9 orang normal tidak dapat membacanya, tetapi orang yang mengalami gangguan penglihatan merah-hijau akan melihat angka 2 di dalamnya. Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa praktikan tidak mengalami butawarna (normal).

Berdasarkan hasil tes butawarna tersebut juga dapat diketahui kemungkinan genotip dan fenotip kedua orangtua praktikan (saya) yaitu:

P ♂ Y >< ♀

Berdasarkan diagram pedigri tersebut, apabila seorang laki-laki normal menikah dengan wanita normal maka seluruh anaknya baik laki-laki maupun perempuan juga normal. Sehingga dapat diketahui pula genotip praktikan (saya) yaitu .

G. Diskusi

1. Mungkinkah seorang wanita menderita butawarna? Apapun jawaban anda, bagaimana keturunannya kalau wanita tersebut kawin dengan laki-laki yang butawarna?

Jawab:

(10)

butawarna. Namun, apabila seorang wanita memiliki genotip heterozigot atau carrier (pembawa sifat butawarna) maka apabila wanita tersebut menikah dengan laki-laki butawarna maka keturunannya adalah 50% anak laki-laki menderita butawarna begitu juga dengan anak perempuannya 50% akan menderita butawarna.

2. Mengapa butawarna banyak terdapat pada laki-laki? Jawab:

Butawarna banyak terdapat pada laki-laki karena butawarna merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh gen resesif yang terdapat pada kromosom X. Laki-laki hanya memiliki satu kromosom X maka apabila seorang laki-laki memiliki kromosom X resesif ia akan menderita butawarna, sedangkan perempuan memiliki dua kromosom X maka apabila ada salah satu kromosom X tersebut resesif ia masih normal dan hanya bersifat carrier atau pembawa sifat butawarna.

3. Dapatkah suami - istri yang normal menghasilkan keturunan yang butawarna? Jawab:

Ya. Suami – istri yang normal masih memiliki kemungkinan menghasilkan keturunan yang butawarna. Hal ini dapat terjadi apabila istri tersebut bersifat carrier atau pembawa sifat butawarna, pada kasus ini hanya keturunan laki-lakinya saja yang memiliki kemungkinan menderita butawarna jika ia memperoleh gen resesif dari ibunya. Sedangkan keturunan perempuan tetap normal dan hanya bersifat carrier.

4. Apabila dua anak bersaudara kandung, laki-laki dan perempuan, semuanya butawarna, bagaimanakah fenotip dan genotip kedua orang tuanya?

(11)

Y

F1 = butawarna

= butawarna Y = butawarna Y = butawarna b. Ayah butawarna dan ibu carrier.

P ♂ Y >< ♀

Maksudnya adalah perkawinan yang menyilangkan sifat yang dibawa oleh suatu individu jantan atau betina ke keturunan yang berjenis kelamin yang berbeda. Misal suatu sifat yang dibawa oleh individu betina akan diturunkan kepada keturunannya yang berjenis kelamin jantan, atau sebaliknya. Sifat keturunan butawarna diwariskan secara silang, sifat yang dimiliki ibu diwariskan kepada keturunan laki-laki dan sifat yang dimiliki ayah diwariskan kepada keturunan perempuan. Criss-cross inheritance yang merupakan ciri khas bagi sifat-sifat keturunan yang ditentukan oleh gen-gen terpaut dalam kromosom X disebut juga cara mewariskan bersilang.

H. Kesimpulan

(12)

I. Saran

(13)

Daftar Pustaka

Ishihara, Shinobu. 2009. Ishihara’s Test for Colour Blindness. Tokyo: Kanehara Trading Inc.

Kartika, dkk. 2014, "Patofisiologi dan Diagnosis Butawarna". Jurnal CDK-215.

Volume. 41, No. 4,

http://www.kalbemed.com/Portals/6/10_215Patofi%20siologi%20dan%20

Diagnosis%20Buta%20Warna.pdf , 30 Maret 2015.

Murti, Hari dkk. Juli 2011, “Aplikasi Pendiagnosa Kebutaan Warna dengan

Menggunakan Pemrograman Borland Delphi”. Jurnal Teknologi

Informasi DINAMIK. Volume. 16, No. 2,

http://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fti1/article/view/363 , 30 Maret

2015.

Gambar

Tabel 1. Data tes butawarna

Referensi

Dokumen terkait

Pada tabung III ini yang mempengaruhi kesetimbangan adalah volume dari Fe(NO3)3 yang merubah warna yang sebelumnya merah bata menjadi merah bata lebih pekat dibandingkan tabung I

Seseorang yang memiliki gangguan penglihatan seperti kabur saat melihat jauh dan atau dekat, penglihatan berbayang, mata sering terasa lelah, kelopak mata dan

Di alam, pati banyak terkandung dalam beras, gandum, jagung, biji-bijian seperti kacang merah atau kacang hijau dan banyak juga terkandung dalam berbagai

Kancing merah diasumsikan sebagai gamet yang mengandung gen A (mengendalikan warna normal pada kulit yang bersifat dominan), kancing putih diasumsikan sebagai gamet

Dan pada percobaan ke empat, yaitu pencampuran warna merah,dan biru ,dan warna hijau mengguakan filter warna.pencampuran ketiga warna tersebut menghasilkan warna putih,

Misalnya saja pada tanaman kacang hijau. Bagi orang Indonesia tanaman kacang hijau adalah tanaman yang penting, karena Indonesia terkenal dengan makanan

Jawaban : Cara untuk menguji frekuensi genotipe dari data pengamatan agar sesuai dengan dengan frekuensi genotipe yang diharapkan pada keseimbangan genetis

Matinya tanaman jagung ini membuktikan bahwa kacang hijau pada hari ke 14 tidak dapat bertahan hidup, hal ini dapat terjadi karena pada hari ke 14 dan sebelumnya tanaman kacang