• Tidak ada hasil yang ditemukan

bentuk usaha tetap sebagai (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "bentuk usaha tetap sebagai (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pemahaman Dasar Tentang Bentuk Usaha Tetap (A permanent Establishment)

Tim Penulis Tax Center UNPAD

Tax Center UNPAD, 7 Desember 2007

Abstraksi

Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah subyek pajak luar negeri yang kewajiban perpajakannya diperlakukan relatif sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya. Perbedaan perlakuan perpajakannya dibandingkan dengan wajib pajak dalam negeri antara lain adalah (i) BUT tidak dapat menikmati tax treaty Indonesia dengan negara treaty partner lainnya karena ia bukan penduduk Indonesia, dan (ii) atas laba bersih setelah pajak yang diterima atau diperoleh suatu BUT dikenakan branch profit tax. Untuk menghindari pengenaan pajak

berganda atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh penduduk dari negara treaty partner di Indonesia, pengujian keberadaan suatu BUT perusahaan dari negara treaty partner tersebut di Indonesia sebagai kriteria diperlukan untuk menentukan apakah Indonesia memiliki hak untuk memajaki penghasilan tersebut.

Tujuan paper ini adalah untuk membahas dan sekaligus memberikan pemahaman yang mendasar tentang BUT sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan tax treaty.

Kata Kunci: a permanent establishment, branch profit tax, tax treaty, resident taxpayer, non resident taxpayer, beneficial owner, force of attraction rule, attributable rule, effectively connected rule, OECD Model.

1. PENDAHULUAN

(2)

Dalam melakukan investasi langsung di Indonesia, investor asing dapat melakukannya dalam bentuk joint venture dengan perusahaan asing lainnya dan perusahaan lokal. Umumnya, perusahaan ini berbentuk penanaman modal asing dan berbadan hukum Indonesia sehingga perusahaan penanaman modal asing adalah wajib pajak dalam negeri (resident taxpayer).

Selain itu, perusahaan asing dapat menjalankan usahanya melalui bentuk usaha di Indonesia. Ini yang disebut dengan Bentuk Usaha Tetap (selanjutnya disingkat BUT). Apabila investor asing menjalankan bisnisnya di Indonesia melalui BUT ( a permanent establishment) berarti bahwa perusahaan tersebut tidak berbadan hukum Indonesia sehingga BUT adalah bukan wajib pajak dalam negeri.

Tujuan penulisan paper ini adalah membahas perlakuan Pajak Penghasilan (income tax

treatments) suatu BUT perusahaan asing di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan tax treaty. Sehingga diharapkan para pembaca memiliki pemahaman tentang BUT.

2. Pengertian Bentuk Usaha Tetap

Sesuai Pasal 2 ayat 5 Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut Undang-Undang-Undang-Undang PPh), BUT diartikan sebagai bentuk usaha yang dipergunakan oleh subyek pajak luar negeri (non resident taxpayer) baik orang pribadi (nature person) atau badan (legal person) untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Sesuai OECD Model, yang dimaksud BUT adalah: a fixed place of business through which the business of an enterprise is wholly or partly carried on. Artinya bahwa BUT adalah suatu tempat usaha tetap yang digunakan perusahaan untuk menjalankan seluruh atau sebagian besar

usahanya. Pengertian tersebut mengandung beberapa karakteristik yang mewarnai suatu BUT perusahaan asing di Indonesia yaitu: (i) adanya tempat usaha berupa prasarana, (ii) tempat usaha ini harus bersifat tetap, (iii) kegiatan usaha perusahaan dilakukan melalui tempat usaha tersebut, dan (iv) sifatnya harus produktif, dimana BUT tersebut harus ikut andil dalam memberikan laba usaha bagi perusahaannya (kantor pusatnya).

Dalam rangka penghindaran pajak berganda, keberadaan suatu BUT sangat diperlukan sebagai kriteria untuk menentukan apakah Indonesia sebagai negara sumber memiliki hak untuk memajaki penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh penduduk dari negara treaty partner. Namun kriteria tersebut tidak berlaku apabila penerima penghasilan (beneficial owner) berasal dari negara non treaty partner.

(3)

 apabila perusahaan dari suatu negara treaty partner menjalankan kegiatan-kegiatan yang terbatas di Indonesia yang cakupan kegiatan-kegiatannya adalah sebagai berikut :

1. penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dimaksudkan untuk menyimpan, memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;

2. pengurusan persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dimaksudkan untuk disimpan, dipamerkan atau diolah lebih lanjut oleh perusahaan lain;

3. pengurusan tempat usaha tetap semata-mata dimaksudkan untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan, mengumpulkan informasi bagi keperluan perusahaan, untuk tujuan periklanan, memberikan informasi atau untuk

menjalankan kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan ataupun penunjang bagi perusahaan.

 apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya melalui agen yang bertindak bebas (independent agent). Independent agent adalah agen yang menjalankan usahanya secara bebas tanpa adanya instruksi dari perusahaan di luar negeri (non resident taxpayer) misalnya makelar, komisioner umum.

 apabila suatu perusahaan yang berkedudukan di suatu negara treaty partner yang menguasai atau dikuasai oleh perusahaan lain yang berkedudukan di negara treaty partner lainnya ataupun menjalankan usaha di negara treaty lainnya (baik melalui suatu BUT maupun dengan cara lain).

3. Klasifikasi Bentuk Usaha Tetap

Keberadaan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia dapat diidentifikasi kedalam beberapa kelompok yaitu: i) BUT fasilitas fisik (assets type), (ii) BUT aktivitas (activity type), (iii) BUT keagenan (agency type), dan (iv) BUT asuransi (insurance type).

(i) BUT Fasilitas Fisik

Keberadaan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia timbul apabila perusahaan asing tersebut memiliki fasilitas fisik yang merupakan tempat untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usahanya di Indonesia. Fasilitas fisik tersebut merupakan milik sendiri atau disewa dari pihak lain. Contoh fasilitas fisik antara lain adalah:

(4)

 suatu cabang (a branch);

 suatu kantor (an office);

 suatu pabrik (a factory);

 suatu bengkel (a workshop);

 suatu gudang atau tempat penyimpanan barang sebagai tempat penjualan (a warehouse or promises used as sales outlet);

 suatu tambang, sumur minyak atau gas, suatu tempat penggalian atau ekplorasi atau eksploitasi sumber daya alam, rig untuk pengeboran atau kapal yang dipergunakan untuk eksplorasi atau ekploitasi sumber daya alam (a mine, an oil or gas well, a quarry or any other place of extraction or exploration or exploitation of natural resources, drilling rig or worker ship used for exploration or exploitation of natural resources).

(ii) BUT Aktivitas

Keberadaan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia timbul apabila perusahaan asing tersebut menjalankan kegiatan jasa-jasa (furnishing of services) di Indonesia dalam jangka waktu melebihi tes waktu (time treshold). Sesuai Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan, termasuk BUT Aktivitas adalah:

 proyek konstruksi, proyek perakitan, instalasi atau kegiatan pengawasan yang ada hubungannya dengan proyek tersebut, dan

 pemberian jasa termasuk jasa konsultan yang dilakukan oleh suatu perusahaan melalui karyawan atau orang lain yang dipekerjakan oleh perusahaan itu untuk tujuan tersebut, kegiatan itu berlangsung selama lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.

(iii) BUT Keagenan

Dianggap timbul suatu BUT perusahaan asing di Indonesia apabila perusahaan asing tersebut menjalankan usahanya di Indonesia melalui perusahaan lain yang bertindak sebagai agen yang tidak bebas (dependent agent). Yang dimaksud dengan dependent agent adalah agen yang didalam melaksanakan usahanya bertindak untuk dan/atau atas nama perusahaan di luar negeri atau kegiatan agen tersebut seluruhnya atau hampir seluruhnya untuk perusahaan di luar negeri.

(iv) BUT Asuransi

(5)

tersebut menutup resiko secara langsung di Indonesia. Pada umumnya, jenis BUT ini belum ada karena perusahaan asing dilarang berusaha secara langsung di Indonesia kecuali dalam bentuk joint venture.

Dalam tax treaty, tes waktu dianggap timbulnya suatu BUT di Indonesia pada umumnya lebih lama ketimbang tes waktu yang diatur dalam Undang-Undang PPh. Misalnya, tes waktu untuk pemberian jasa lain-lain sesuai Undang-Undang PPh adalah 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan tetapi untuk tax treaty Indonesia-Australia adalah 120 hari dalam 12 bulan (lihat tabel 2). Perbedaan ini timbul dari hasil kesepakatan wakil dari kedua negara di dalam perundingan. Negara-negara maju (developed countries) cenderung menginginkan tes waktu yang lebih lama sehingga kemungkinan timbulnya suatu BUT sehubungan dengan jasa konstruksi ataupun pemberian jasa-jasa lain-lain di Indonesia dapat dihindari. Sehingga atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh perusahaan asing di Indonesia tidak dikenai pajak di Indonesia.

4. Cakupan Penghasilan Suatu BUT

Sesuai Penjelasan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, penghasilan terutang pajak suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah penghasilan yang diterima atau diperolehnya dari Indonesia. Dan sesuai Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, diatur mengenai cakupan penghasilan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia yaitu:

(i) Sesuai Attribution Rule, penghasilan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah penghasilan yang berasal dari kegiatan usahanya di Indonesia. Misalnya, apabila BUT

perusahaan asing tersebut bergerak dibidang perdagangan, maka penghasilannya di Indonesia adalah penghasilan yang berasal dari kegitan usaha perdagangannya di Indonesia;

(ii) Sesuai Force of Attraction Rule, penghasilan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah termasuk penghasilan kantor pusatnya dari Indonesia yang diperolehnya dari kegiatan usaha yang sejenis dengan kegiatan BUT nya di Indonesia. Dengan demikian, penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusatnya dianggap sebagai penghasilan BUT nya di Indonesia.;

(iii) Sesuai Effectively-Connected Rule, penghasilan pasif (misalnya: bunga dan royalty) yang diterima atau diperoleh kantor pusatnya dan memiliki hubungan efektif dengan kegiatan usaha BUT nya di Indonesia dianggap sebagai penghasilan BUT nya di Indonesia.

Umumnya, penentuan cakupan penghasilan suatu BUT diperlukan untuk melindungi hak pemajakan negara-negara berkembang (developing countries) seperti Indonesia. Dalam

(6)

5. Pajak Penghasilan Badan dan Branch Profit Tax

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya di atas bahwa untuk tujuan perpajakan, perlakukan perpajakan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia diperlakukan sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya yaitu antara lain :

1. Kewajiban Perpajakan Tahunan :

o Lapor dan setor PPh Pasal 29 atas Laba Usaha Badan PPh Badan Terutang (Tarif Progresif) :

 10% x 50juta

 15% x 50 juta

 30% x sisanya

o Lapor dan setor PPh Pasal 25 atas angsuran PPh Badan

 1/12 bulan x (PPh Badan Terutang – Kredit Pajak PPh 21,22,23,24)

2. Kewajiban Perpajakan Bulanan :

o Memotong PPh Pasal 21 atas gaji yang dibayarkan kepada karyawan WNI

o Memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran bunga/royalti, pembayaran jasa, dan pembayaran sewa

o Memotong PPh Pasal 26 atas gaji yang dibayarkan kepada karyawan WNA

o Memotong PPh Pasal 4 ayat (2) Final atas pembayaran sewa tanah dan/atau bangunan

Namun demikian atas laba bersih setelah Pajak Penghasilan Badan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia dikenakan tambahan pajak yang sering disebut sebagai branch profit tax dengan tarif sebesar 20% dari laba bersih setelah pajak (net income after tax).

(7)

branch profit tax di negaranya, atau (ii) untuk melindungi kepentingan Indonesia dibidang industri hulu Minyak dan Gas Bumi.

Dalam rangka menentukan besarnya penghasilan kena pajak (taxable income) suatu BUT perusahaan asing di Indonesia, pembayaran ke kantor pusat yang tidak boleh dikurangkan sebagai deductible expenses adalah:

 royalti atau imbalan lainnya yang berhubungan dengan penggunaan harta, paten atau hak-hak lain;

 imbalan yang berhubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;

 bunga kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

Selain itu, biaya administrasi kantor pusat yang dialokasikan ke BUT nya di Indonesia yang dapat dibebankan hanya sebesar rasio antara jumlah penghasilan BUT nya di Indonesia dengan jumlah penghasilan globalnya dikalikan dengan jumlah biaya administrasi kantor pusat.

Insentif pajak yang diperoleh suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah pembebasan PPh Pasal 26 ayat (4) atas branch profit tax apabila memenuhi persyaratan yangbersifat kumulatif yaitu:

 Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;

 Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut; dan

 Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling sedikit dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan produksi komersial.

6. Penutup

BUT adalah subyek pajak luar negeri yang memiliki fleksibilitas dan keragaman jenis sehingga didalam praktiknya sulit untuk melakukan pengawasan terhadap

(8)

di Indonesia. Apabila perusahaan asing tersebut sudah tidak memiliki kegiatan di Indonesia karena proyeknya selesai maka kewajiban subyektifnya berakhir bersamaan dengan perusahaan asing tersebut meninggalkan Indonesia.

Perlu partisipasi masyarakat dunia usaha untuk menginformasikan keberadaan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia. Misalnya, PT. Indosat melakukan Engineering and Procurement Contract (EPC) dengan perusahaan kontraktor asing sebaiknya

menginformasikan secara dini kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat ia terdaftar. Contoh lainnya, apabila perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang minyak dan gas bumi (seperti: Pertamina dan Conoco Phillips) menunjuk service providercompany untuk melakukan Turnkey Project, maka disarankan agar segera menginformasikannya kepada Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing.

Referensi

Dokumen terkait

Setiap negara memiliki kedaulatan pemajakan internasional tersendiri dan menerapkan asas atau prinsip pemajakan yang akan menguntungkan bagi negaranya terkait transaksi

Dengan banyaknya kegiatan yang ada di Rumah Qur’an akan sangat memakan waktu jika semua data dikelola secara manual, maka diperlukan suatu sistem informasi yang dapat

minat untuk belajar fisika; 100% sekolah belum mempunyai buku pengayaan; 100% sekolah belum mempunyai sumber belajar yang terintegrasi dengan kearifan lokal; dan

Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana hubungan antara Indonesia dengan Hongkong dalam Tax Treaty antara Indonesia – Hongkong, bagaimana penerapan dari

Hasil perhitungan estimasi marjin kotor atas biaya tidak tetap fungsi produksi dengan menggunakan pejan- tan Garut menunjukkan bahwa sampai dengan masa bobot sapih, maka usaha

Dari pembahasan tersebut telah berhasil dibangun suatu sistem pengolahan Data Medik Pasien pada Dokter Anak Sekaligus Sebagai Alat Perancangan Percobaan yang dapat digunakan untuk

Penelitian kualitatif adalah Penelitian yang dilakukan oleh Afni dan metode penelitian yang digunakan untuk Indrijati pada tahun 2011 menjelaskan bahwa dua menjelaskan

Penelitian ini dilakukan dengan melakukukan análisis pada kebutuhan pengetahuan pemeriksa BPK-RI Jawa Timur untuk pemeriksaan LKPD, melakukan assesment pada infrastruktur