• Tidak ada hasil yang ditemukan

83885492 Copy of Unud 413 473527986 Tesis Ia Ekayudha Pratiwi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "83885492 Copy of Unud 413 473527986 Tesis Ia Ekayudha Pratiwi"

Copied!
198
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS PADA SISWA

KELAS XI IPA SMA PARIWISATA KERTHA WISATA

DENPASAR

IDA AYU EKAYUDHA PRATIWI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keterampilan berbicara merupakan suatu keterampilan bahasa yang perlu

dikuasai dengan baik. Keterampilan ini merupakan suatu indikator terpenting bagi

keberhasilan siswa terutama dalam belajar bahasa Inggris. Dengan penguasaan

keterampilan berbicara yang baik, siswa dapat mengomunikasikan ide-ide mereka,

baik di sekolah maupun dengan penutur asing, dan juga menjaga hubungan baik

dengan orang lain.

Berhubungan dengan pernyataan di atas, Ur (1996) menyatakan bahwa

“Jika seseorang menguasai suatu bahasa, secara intuitif ia mampu berbicara dalam

bahasa tersebut”. Pendapat ini jelas mengindikasikan bahwa keterampilan

berbicara mengisyaratkan bahwa seseorang mengetahui suatu bahasa. Selain itu,

keterampilan berbicara bisa juga digunakan sebagai suatu media untuk belajar

(Izquirdo, 1993). Keterampilan ini sangat terkait dengan pelafalan, gramatika,

kosakata, diskursus, keterampilan mendengarkan, dan lain lain.

Pada umumnya, siswa SMA masih mengalami kesulitan untuk

menyampaikan gagasan, pikiran, pertanyaan dan sebagainya dalam bahasa Inggris

dengan menggunakan ragam bahasa lisan dengan baik dan benar. Hal ini juga

(3)

tersebut disebabkan oleh rendahnya kreativitas guru dalam menentukan teknik

pembelajaran keterampilan berbicara kepada siswa. Para guru pada saat proses

belajar-mengajar di kelas lebih cenderung berfokus pada keterampilan lain, seperti

keterampilan membaca (reading), keterampilan menulis (writing) dan

keterampilan mendengarkan (listening). Hal itu disebabkan oleh para guru yang

lebih berfokus pada hasil UN (Ujian Nasional) yang akan diraih siswa nantinya.

Fenomena seperti ini merupakan permasalahan yang perlu segera ditemukan

alternatif-alternatif pemecahannya. Salah satu upaya yang dapat dijadikan

alternatif pemecahan masalah tersebut adalah dengan menerapkan pembelajaran

keterampilan berbicara dengan ”metode debat plus”.

Penggunaan kata plus dimaksudkan untuk menyampaikan pesan adanya

“manipulasi/modifikasi’ terhadap sebuah metode pembelajaran keterampilan

berbicara sehingga siswa diajak belajar sambil bermain dengan permainan

(games) serta kuis. Game dan kuis dicantumkan dalam metode ini mulai dari

teknik pembagian kelompok, kegiatan dalam debat, ataupun di tengah-tengah

kegiatan atau setelah kegiatan debat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1) Apakah permasalahan utama yang dialami siswa dalam berbicara bahasa

Inggris dari segi pelafalan, tata bahasa dan pemilihan kosa kata bahasa

(4)

2) Bagaimanakah mekanisme penerapan metode debat plus dalam

pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Inggris di kelas XI IPA

SMA Pariwisata Kertha Wisata Denpasar?

3) Bagaimanakah hasil pembelajaran keterampilan berbicara bahasa

Inggris setelah tindakan (treatment) dilakukan?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas

kegiatan “debat plus” dalam proses pembelajaran bahasa Inggris dalam

meningkatkan kemampuan berbicara. Efektivitas dalam penelitian ini berarti

bagaimana debat dapat meningkatkan aspek-aspek kebahasaan dari kemampuan

berbicara, baik aspek verbal maupun aspek nonverbal.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

1) Mengetahui permasalahan utama yang dialami siswa dalam berbicara

bahasa Inggris dari segi pelafalan, tata bahasa dan pemilihan kosa kata

bahasa Inggris;

2) Mendeskripsikan mekanisme penerapan metode debat plus dalam

pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Inggris di kelas XI IPA SMA

(5)

3) Memperoleh gambaran tentang hasil pembelajaran keterampilan berbicara

bahasa Inggris setelah tindakan (treatment) dilakukan.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Sebuah penelitian memerlukan pembatasan pada pembahasannya agar

permasalahan yang hendak diteliti tidak terlalu luas. Adapun pembatasan

permasalahan dijabarkan sebagai berikut:

1) Permasalahan utama yang dialami siswa dalam berbicara bahasa Inggris

dari segi pelafalan, tata bahasa dan pemilihan kosa kata bahasa Inggris;

2) Mekanisme penerapan metode debat plus dalam pembelajaran

keterampilan berbicara bahasa Inggris di kelas XI IPA SMA Pariwisata

Kertha Wisata Denpasar yang meliputi penilaian kemampuan berbicara

siswa dibatasi pada communication skills yang mencakup ketepatan

berbahasa (accuracy), kelancaran (fluency), pemahaman topik

(comprehensibility), dan metode penyampaian argumen (methods of

delivering arguments).

3) Menganalisis hasil pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Inggris

melalui metode debat plus dalam meningkatkan keterampilan berbicara

siswa kelas XI IPA SMA Pariwisata Kertha Wisata Denpasar yang

mencakup peningkatan pemakaian bahasa siswa dibatasi pada kemampuan

(6)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini ada dua macam, yaitu manfaat

akademis dan manfaat praktis.

Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

pengembangan teori pembelajaran bahasa, khususnya yang berkenaan dengan

pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa Kelas XI IPA SMA Pariwisata

Kertha Wisata sehingga dapat dijadikan sebagai referensi untuk

penelitian-penelitian lain yang serupa. Selain itu, penelitian-penelitian ini juga bermanfaat untuk

memperkaya khazanah penelitian, terutama yang berupa penelitian tindakan kelas.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru

bahasa Inggris khususnya guru Kelas XI IPA dan bagi siswa. Bagi guru,

penelitian ini dapat dijadikan model pembelajaran berbicara yang lebih efektif

sehingga dapat memberikan alternatif teknik dalam pembelajaran pengembangan

keterampilan berbicara.

Bagi siswa, manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah untuk

(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

Pada bab ini berturut-turut disajikan beberapa hal seperti kajian pustaka,

konsep, landasan teori, dan model penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian mengenai keterampilan berbahasa pada umumnya dan

keterampilan berbicara pada khususnya bukanlah hal baru dalam dunia

pendidikan. Para mahasiswa jurusan pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris telah

banyak melakukannya. Penelitian-penelitian tersebut merupakan penelitian

tindakan kelas untuk memperbaiki pembelajaran keterampilan berbicara yang

berlangsung selama ini.

Pustaka-pustaka yang mendasari penelitian ini adalah tulisan hasil

penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Beberapa penelitian yang

mengangkat permasalahan pembelajaran keterampilan berbicara, antara lain,

dilakukan oleh Sumarwati (1999), Dewi (2003), dan Hubert (2008)

Sumarwati (1999) meneliti tentang peningkatan keterampilan berbicara

siswa melalui teknik bermain peran di SLTPN 8 Denpasar. Dari hasil penelitian

itu diperoleh simpulan bahwa teknik bermain peran dapat meningkatkan

keterampilan berbicara siswa. Secara kuantitatif, hasil penelitian melalui dua

(8)

11,6% untuk aspek nonkebahasaan. Penelitian yang dilakukan oleh Sumarwati

berbeda dengan penelitian ini karena jenis penelitian sebelumnya merupakan

penelitian secara deskriptif guna mendeskripsikan fenomena dan

permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan sehubungan dengan prosedur yang

diterapkan oleh guru dalam proses pengajaran speaking di SLTPN 8 Denpasar,

sedangkan penelitian ini bersifat improftif (perbaikan) yang bertujuan untuk

mendeskripsikan perbedaan hasil belajar siswa dalam pengajaran speaking

sebelum dan sesudah tindakan dilakukan.

Dewi (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “The Success of

Communication Approach in teaching-learning process at the third levels of IEC Denpasar 01” membahas tentang keberhasilan pendekatan komunikatif dalam

proses belajar mengajar pada level ketiga di lembaga pendidikan bahasa Inggris

IEC Denpasar 01. Penerapan pendekatan komunikatif tersebut mencakup 4

(empat) keterampilan bahasa, yaitu keterampilan mendengarkan (listening),

keterampilan berbicara (speaking), keterampilan membaca (reading), dan

keterampilan menulis (writing). Keberhasilan penerapan pendekatan komunikatif

tersebut didukung oleh peran guru dalam pemberian materi, dan peran siswa

sendiri yang memiliki kemauan yang besar dalam meningkatkan kemampuan

berbahasa Inggrisnya.

Hubert (2008) dalam penelitiannya yang berjudul ”Incorporating

Classroom Debate into University EFL Speaking Courses” membahas betapa

pentingnya debat dalam meningkatkan kemampuan berbicara di kalangan

(9)

penerapan langkah-langkah debat formal dengan sistem “Australasian

Parliamentary Sistem”, yang mencakup peran masing-masing pembicara di kedua

tim, isi dari topik yang diperdebatkan, sehingga studi tersebut lebih menargetkan

peningkatan pemahaman (comprehensibility) daripada kelancaran (fluency) dan

ketepatan ujaran (Accuracy).

2.2Konsep

Studi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa konsep yang

memerlukan penjelasan. Konsep-konsep tersebut antara lain peningkatan,

keterampilan berbicara, pendekatan metode dan teknik pembelajaran berbicara,

dan metode debat plus.

2.2.1 Peningkatan

Peningkatan adalah suatu proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha,

kegiatan, dsb) (Purwadarminta, 1976: 118). Peningkatan dalam hal ini adalah

suatu proses meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa.

2.2.2 Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbicara pada hakikatnya adalah “kemampuan

mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,

menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan” (Tarigan

(10)

2.2.3 Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran Berbicara

Pendekatan adalah konsep dasar yang melingkupi metode dengan cakupan

teoretis tertentu. Metode merupakan jabaran dari pendekatan. Metode adalah

prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Satu metode dapat

diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran. Teknik adalah cara kongkret

yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung, guru dapat berganti-ganti

teknik meskipun dalam koridor metode yang sama (Sugandi, 2004:15).

Pembelajaran berbicara memiliki banyak sekali teknik pembelajaran.

Teknik-teknik tersebut antara lain: wawancara, cerita berpasangan, pidato tanpa teks,

pidato dengan teks, mengomentari film/sinetron/cerpen/novel, debat,

membawakan acara, memimpin rapat, menerangkan obat/makanan/minuman atau

benda lainnya, bermain peran, info berantai, dan cerita berangkai (Sugandi,

2004:112-121).

2.2.4 Metode Debat Plus

Debat merupakan kegiatan bertukar pikiran antara 2 (dua) orang atau lebih

yang masing–masing berusaha memengaruhi orang lain untuk menerima usul

yang disampaikan (Simon, 2005:3). Debat dapat diartikan pula sebagai silang

pendapat tentang tema tertentu antara pihak pendukung dan pihak penyangkal

melalui dialog formal yang terorganisasi (Depdiknas, 2001: 2). Sementara itu,

”plus” merupakan penyampaian pesan melalui “manipulasi/modifikasi’ terhadap

metode debat sehingga siswa diajak belajar sambil bermain dengan berbagai

(11)

mulai dari teknis pembagian kelompok, kegiatan dalam debat, ataupun di

tengah-tengah kegiatan atau setelah kegiatan debat. Adapun untuk tema debat akan

dipilihkan tema yang terkait dengan topik materi yang dipelajari pada saat itu,

tema dari kejadian/fenomena aktual yang menantang namun tidak asing.

2.3 Landasan Teori

Sejumlah pandangan para ahli yang digunakan sebagai landasan teori

penelitian ini bersangkutan dengan: (1) berbicara dan keterampilan berbicara; (2)

faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara; (3) pelafalan; (4) tata bahasa; (5)

kosa-kata; (6) penelitian tindakan kelas; (7) Pendekatan komunikatif

(communicative approach); (8) penilaian; (9) tes dan nontes; dan (10) metode

debat plus.

2.3.1 Berbicara dan Keterampilan Berbicara

Berbicara merupakan sebuah bentuk penyampaian informasi dengan

menggunakan kata-kata atau kalimat. Dengan kata lain, berbicara berarti

menggunakan bahasa untuk bermacam-macam tergantung dari para penuturnya.

Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau

pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara

berhadapan ataupun dengan jarak jauh. Harmer (1983) menyatakan bahwa

berbicara merupakan alat komunikasi yang alami antara anggota masyarakat

untuk mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk tingkah laku sosial.

Lebih jauh lagi Harmer (1983) menyatakan bahwa keterampilan berbicara adalah

(12)

kalimat-kalimat untuk menampilkan perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari

masyarakat yang berbeda.

Keterampilan berbicara merupakan suatu keterampilan yang kompleks dan

berkaitan dengan berbagai keterampilan mikro (Brown, 2001) seperti (1)

menghasilkan ujaran-ujaran bahasa yang bervariasi; (2) menghasilkan

fonem-fonem dan varian-varian alophon lisan yang berbeda dalam bahasa Inggris; (3)

menghasilkan pola-pola tekanan, kata-kata yang mendapat dan tidak mendapat

tekanan, struktur ritmis dan intonasi; (4) menghasilkan bentuk-bentuk kata dan

frasa yang diperpendek; (5) menggunakan sejumlah kata yang tepat untuk

mencapai tujuan-tujuan pragmatis; (6) menghasilkan pemberbicaraan yang fasih

dalam berbagai kecepatan yang berbeda; (7) mengamati bahasa lisan yang

dihasilkan dan menggunakan berbagai strategi yang bervariasi, yang meliputi

pemberhentian sementara, pengoreksian sendiri, pengulangan, untuk kejelasan

pesan; (8) menggunakan kelas kata (kata benda, kata kerja, dll.) sistem (tenses,

agreement dan plural), pengurutan kata, pola-pola, aturan-aturan dan bentuk

ellipsis; (9) menghasilkan pemberbicaraan yang menggunakan elemen-elemen

alami dalam frasa, stop, nafas dan kalimat yang tepat; (10) mengekspresikan

makna tertentu dalam bentuk-bentuk gramatika yang berbeda; (11) menggunakan

bentuk-bentuk kohesif dalam diskursus lisan; (12) menyelesaikan fungsi-fungsi

komunikasi dengan tepat menurut situasi, partisipan dan tujuan; (13)

menggunakan register, implikatur, aturan-aturan pragmatik dan fitur-fitur

sosiolinguistik yang tepat dalam komunikasi langsung; (14) menunjukkan

(13)

utama, ide pendukung, informasi lama, informasi baru, generalisasi dan contoh;

(15) menggunakan bahasa wajah, kinetik, bahasa tubuh dan bahasa-bahasa

nonverbal yang lainnya bersamaan dengan bahasa verbal untuk menyampaikan

makna; dan (16) mengembangkan dan menggunakan berbagai strategi berbicara,

seperti memberi tekanan pada kata kunci, parafrase, menyediakan konteks untuk

menginterpretasikan makna-makna kata, meminta pertolongan dan secara tepat

menilai seberapa baik interlokutor memahami apa yang dikatakan.

Richard (1986: 21-28) membagi fungsi berbicara menjadi tiga sebagai

berikut:

(1) Berbicara sebagai interaksi (talk as interaction)

Fungsi berbicara sebagai interaksi mengacu pada kegiatan percakapan

yang biasa dilakukan dan berhubungan dengan fungsi sosial. Fokus

utamanya adalah kepada si penutur dan bagaimana mereka

menunjukkan diri mereka kepada orang lain. Bahasa tuturannya bisa

formal ataupun berupa tuturan yang sering digunakan dalam

percakapan sehari-hari. Beberapa kemampuan yang ikut dilibatkan

dalam kegiatan berbicara sebagai sebuah interaksi, antara lain:

a) membuka dan menutup percakapan;

b) memilih topik;

c) membuat percakapan-percakapan kecil/ringan;

d) bergurau;

e) menceritakan kejadian dan pengalaman pribadi;

f) dilakukan secara bergantian;

g) adanya interupsi/menyela percakapan;

h) bereaksi terhadap satu sama lain;

(14)

(2) Berbicara sebagai transaksi (talk as transaction)

Kegiatan berbicara sebagai transaksi lebih memfokuskan kepada pesan

yang ingin disampaikan dalam kegiatan berbicara. Richard (1986:

21-28). Ada dua tipe dalam kegiatan sebagai sebuah interaksi yaitu:

(a) Kegiatan yang fokus utamanya memberi dan menerima informasi,

dengan kata lain membuat orang lain mengerti dengan jelas dan

akurat terhadap pesan yang disampaikan daripada peserta tutur dan

bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain. Ketepatan

bukannya menjadi fokus utama selama informasi berhasil

dikomunikasikan dan dimengerti.

(b) Kedua adalah kegiatan yang fokus utamanya adalah untuk

memeroleh barang atau jasa, misalnya dalam percakapan seseorang

yang memesan makanan di restoran.

(3) Berbicara sebagai penampilan (talk as performance)

Berbicara sebagai penampilan mengacu pada kegiatan berbicara guna

menyampaikan informasi di depan umum atau peserta. Berbicara

model ini lebih kepada berbicara satu arah daripada dua arah (dialog)

dan lebih terkesan seperti bahasa tulis daripada percakapan. Richard

(1986: 21-28)

Ciri utama kegiatan berbicara sebagai penampilan adalah (a) fokus

(15)

mementingkan bentuk dan ketepatan ucapan, (c) bahasa yang

digunakan terkesan seperti bahasa tulis, (d) lebih sering monolog, dan

(e) struktur dan urutannya dapat diprediksikan. Dalam pembelajaran

bahasa, menurut Bygate (1995:5-6) ada dua cara mendasar yang kerap

kita lakukan yang dapat dikategorikan sebagai skill (keterampilan)

yaitu:

1) Motor-perceptive skill yang mencakup mengartikan, menghasilkan,

dan mengucapkan bunyi dan struktur bahasa secara benar.

2) Interaction skill yang mencakup membuat keputusan tentang

sebuah komunikasi misalnya ingin mengungkapkan apa,

bagaimana mengatakannya, mengembangkannya sesuai dengan

yang dimaksudkan oleh orang lain.

Belajar bahasa Inggris berarti memiliki kemampuan untuk memproduksi

ujaran grammatikal dari sebuah bahasa dan tahu bagaimana menggunakannya

dengan benar untuk dapat berkomunikasi secara efektif. (Harmer, 1983:13).

Dalam mempelajari bahasa di kelas, siswa lebih cenderung memberi perhatian

untuk menjadi lebih teliti (accuracy) akan tetapi pada dasarnya mereka juga harus

berlatih untuk menggunakan bahasa secara fasih (fluency).

Ada beberapa alasan tentang dilakukannya latihan berbicara selama

pelajaran berlangsung di kelas antara lain (Baker dan Westrup, 2003:5) antara

(16)

1) Kegiatan berbicara akan menguatkan pemerolehan kosakata baru, tata

bahasa, dan bahasa secara fungsional

2) Memberikan kesempatan siswa untuk menggunakan bahasa yang

dipelajarinya

3) Memberikan kesempatan kepada siswa yang lebih mahir untuk

mencoba bahasa yang telah mereka ketahui dalam situasi dan topik

yang berbeda

4) Memberikan kesempatan kepada siswa yang lebih mahir untuk

mencoba bahasa yang telah mereka ketahui dalam situasi dan topik

yang berbeda

Dengan demikian, untuk memudahkan guru dalam merancang program

pengajaran yang baik demi mencapai tujuan komunikasi, maka guru

diharuskan mengetahui fungsi bahasa yang akan dipakai siswa untuk

berinteraksi dalam sebuah komunikasi.

2.3.2 Faktor-Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara

Seorang pembicara yang baik harus mempu memberikan kesan bahwa ia

menguasai masalah yang dibicarakan. Penguasaan topik yang baik akan

menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Selain menguasai topik, seorang

pembicara harus berbicara (mengucapkan bunyi-bunyi bahasa) dengan jelas dan

tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian

(17)

menjadi pembicara yang baik. Faktor-faktor tersebut adalah faktor verbal dan

faktor non-verbal (Arsjad dan Mukti, 1988:17).

1) Faktor Verbal

a) Ketepatan ucapan

Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi

bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat dapat

mengalihkan perhatian pendengar. Hal ini akan mengganggu keefektifan

berbicara. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat atau cacat akan

menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, kurang menarik, atau setidaknya

dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa

dianggap cacat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa, sehingga

terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi atau pemakainya (pembicara)

dianggap aneh. (Arsjad dan Mukti, 1988:19).

b) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi

Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi merupakan daya tarik

tersendiri dalam berbicara, bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu.

Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan

tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalahnya

menjadi menarik. Sebaliknya, jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat

dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan keefektifan tentu berkurang.

Penempatan tekanan pada kata atau suku kata yang kurang sesuai akan

(18)

Kejanggalan ini akan mengakibatkan perhatian pendengar akan beralih

pada cara berbicara pembicara, sehingga pokok pembicaraan atau pokok pesan

yang disampaikan kurang diperhatikan. Akibatnya, keefektifan komunikasi akan

terganggu.

c) Pilihan Kata (Diksi)

Pilihan kata hendaknya tepat, jelas dan bervariasi. Dalam setiap

pembicaraan pemakaian kata populer tentu akan lebih efektif daripada

kata-kata yang muluk-muluk. Kata-kata-kata yang belum dikenal memang mengakibatkan

rasa ingin tahu, namun akan menghambat kelancaran komunikasi. (Arsjad dan

Mukti, 1988:19).

Hendaknya pembicara menyadari siapa pendengarnya, apa pokok

pembicaraannya, dan menyesuaikan pilihan katanya dengan pokok pembicaraan

dan pendengarnya. Pendengar akan lebih tertarik dan senang mendengarkan kalau

pembicara berbicara dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya.

d) Ketepatan sasaran pembicaraan

Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan

kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya.

Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang

mengenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan

(19)

2) Faktor Nonverbal

a) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku

Pembicaraan yang tidak tenang, lesu dan kaku tentulah akan memberikan

kesan pertama yang kurang menarik. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya

pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. (Arsjad dan

Mukti, 1988:21). Sikap ini sangat banyak ditentukan oleh situasi, tempat dan

penguasaan materi. Penguasaan materi yang baik setidaknya akan menghilangkan

kegugupan. Namun, sikap ini memerlukan latihan. Kalau sudah terbiasa,

lama-kelamaan rasa gugup akan hilang dan akan timbul sikap tenang dan wajar

b) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara

Pandangan pembicara hendaknya diarahkan kepada semua pendengar.

Pandangan yang hanya tertuju pada satu arah akan menyebabkan pendengar

merasa kurang diperhatikan. Banyak pembicara ketika berbicara tidak

memperhatikan pendengar, tetapi melihat ke atas, ke samping atau menunduk.

Akibatnya, perhatian pendengar berkurang. Hendaknya diusahakan supaya

pendengar merasa terlibat dan diperhatikan (Arsjad dan Mukti, 1988:21).

c) Kesediaan menghargai pendapat orang lain

Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya

memiliki sikap terbuka, dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia

menerima kritik, bersedia mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru.

(20)

mengikuti pendapat orang lain dan mengubah pendapatnya. Ia juga harus mampu

mempertahankan pendapatnya dan meyakinkan orang lain. Tentu saja pendapat

itu harus mengandung argumentasi yang kuat, yang diyakini kebenarannya.

d) Gerak-gerik dan mimik yang tepat

Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan

berbicara. Hal-hal penting selain mendapatkan tekanan, biasanya juga dibantu

dengan gerak tangan atau mimik. (Arsjad dan Mukti, 1988:21). Hal ini dapat

menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku. Akan tetapi, gerak-gerik yang

berlebihan akan menggangu keefektifan berbicara. Mungkin perhatian pendengar

akan terarah pada gerak-gerik dan mimik yang berlebihan ini, sehingga pesan

kurang dipahami.

e) Kenyaringan suara

Tingkat kenyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, dan jumlah

pendengar. (Arsjad dan Mukti, 1988:22). Yang perlu diperhatikan adalah jangan

berteriak. Kita atur kenyaringan suara kita supaya dapat didengar oleh pendengar

dengan jelas.

f) Kelancaran

Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar

menangkap isi pembicaraannya. (Arsjad dan Mukti, 1988:23). Seringkali

(21)

diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang mengganggu penangkapan pendengar,

misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa, dan sebagainya. Sebaliknya, pembicara

yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok

pembicaraannya.

g) Relevansi/Penalaran

Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis (Arsjad dan

Mukti, 1988:24). Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan haruslah

logis. Hal ini berarti hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat

dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.

h) Penguasaan Topik

Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain

supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik akan

menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi, penguasaan topik ini sangat

penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara (Arsjad dan Mukti,

1988:24). .

2.3.3 Pelafalan/pengucapan bahasa Inggris

Pelafalan bahasa Inggris adalah faktor yang sangat penting dalam

keberhasilan komunikasi lisan. Pelafalan yang salah dapat menyebabkan

terjadinya salah pengertian dan pada akhirnya menyebabkan gangguan

(22)

Dalam kamus Longman Dictionary of Applied Linguistics (1985: 232),

pengucapan adalah cara mengeluarkan suara tertentu yang menekankan pada

suara yang terdengar oleh pendengarnya, dan bukan teknik mengeluarkan suara

tertentu atau yang biasa disebut artikulasi.

Bunyi dan lambang bahasa Inggris adalah salah satu dari kelompok bahasa

yang tidak sempurna karena sistem pengucapan lambang bunyinya tidak konsisten

lambang bunyi dalam alfabet yang berjumlah 26 itu dalam bahasa Inggris

mewakili lebih dari empat puluh bunyi yang berbeda. (Zubaidi, 2006: 150).

Perhatikan satu contoh cara satu lambang bunyi yang diucapkan secara berbeda:

Dane’s father who lives in a village in America, called my Dad many times.

(Widarso, 1989:31). Dalam satu kalimat tersebut terdapat sembilan lambang bunyi

yang sama, yaitu a. Namun dari satu lambang bunyi tersebut ada tujuh bunyi yang

berbeda. Bunyi yang berbeda tersebut adalah sebagai berikut: Dane [ei]; father

[a]; a [e]; village [i]; America [e] [a]; called [o:]; Dad [æ]; many [e].

Berbeda dengan bahasa Inggris, bahasa Indonesia merupakan salah satu

kelompok bahasa yang sempurna karena antara ucapan dan lambang bunyinya

konsisten (kecuali mungkin pada lambang bunyi e yang bisa dibaca [e] pada

setiap dan [é] pada kata tempe; dan pada lambang bunyi o yang bisa dibaca [o]

pada kata jodo dan [c] pada kata lombok) .

Dalam bahasa Inggris masih terdapat banyak lagi masalah

pengucapan yang serupa itu. Hal ini menjadi hambatan yang cukup besar

(23)

vokal sendiri, bahasa Inggris ,mempunyai 20 bunyi yang berbeda dan

dilambangkan dalam satu lambang atau dua lambang. Berikut ini adalah daftar

bunyi baik vokal dan konsonan dalam bahasa Inggris.

Tabel 2.1 Daftar bunyi vokal bahasa Inggris

(Ladefoged, 1989: 56)

Tabel 2.2 Daftar bunyi vokal dan lambang bunyi dalam bahasa Inggris

(24)

Konsonan bahasa Inggris memiiki 24 bunyi yang berbeda. Berikut adalah

daftar bunyi konsonan bahasa Inggris. (Ladefoged, 1989: 51) dan lambang bunyi

konsonan bahasa Inggris. (Hornby, 1974: 112 ).

Tabel 2.3 Daftar bunyi konsonan bahasa Inggris

(Ladefoged, 1989: 57)

Bilabial Labio dental

Dental alveolar Palato

Alveolar

Tabel 2.4 Daftar bunyi konsonan dan lambang bunyi dalam bahasa Inggris

(Hornby, 1974: 112)

Homofon adalah kata-kata yang

(25)

diucapkan sama tetapi ditulis dengan ejaan yang berbeda dan seringkali

mempunyai makna yang berbeda (Ladefoged, 1989: 130). Bagi pembelajar ini

homofon sering menimbulkan masalah karena pengucapannya sama sehingga

salah memahaminya kecuali dia mengetahui dengan baik konteks

pembicaraannya.

1) peace [pi:s] = kedamaian vs. piece [pi:s] = sepotong

2) two [tu:] = dua vs. too [tu:] = juga vs. to [tu:] = untuk; ke

Perbedaan beberapa bunyi yang mirip bagi lidah orang Indonesia umumnya

lebih fleksibel dalam meniru bunyi-bunyi bahasa asing. Mereka umumnya tidak

mengalami kesulitan untuk menirukan bunyi-bunyi tertentu, sementara

orang-orang bangsa lain mengalaminya. Beberapa kata dalam bahasa Inggris cenderung

juga diucapkan secara salah karena bunyi yang terdapat di dalam kata tersebut

mirip. (Zubaidi, 2006: 156).

Pembelajar sering menyepelekan perbedaan bunyi yang mirip tersebut.

Contohnya adalah bunyi [s] dan bunyi [∫]. Kata she [∫i:] (dia perempuan)

seringkali diucapkan [si] yang merupakan bunyi untuk kata see (melihat) atau sea

(laut). Bila demikian situasinya maka pembelajar tentu akan menggunakan bunyi

yang sama untuk kata berbeda dalam kalimat: She sells sea shells on the sea

shore. (Zubaidi, 2006: 156). Berikut ini adalah contoh beberapa kata dalam

bahasa Inggris yang memiliki lafaal yang mirip (tetapi berbeda), yang cenderung

(26)

Lambang bunyi yang tidak diucapkan selain dari masalah-masalah

pelafalan di atas, dalam bahasa Inggris juga terdapat beberapa kata yang lambang

bunyinya tidak dilafalkan (Ladefoged, 1989:140). Seringkali pembelajar salah

dalam mengucapkan kata-kata ini karena semua lambang bunyinya diucapkan.

Beberapa contohnya adalah sebagai berikut, dimana lambang bunyi yang dicetak

tebal tidak dilafalkan.

Know = mengetahui Knife = pisau Write = menulis Whole = keseluruhan Mnemonic = alat pembangkit Psychology = psikologi

Science = ilmu pengetahuan Wednesday = rabu

(Zubaidi, 2006:157)

2.3.4 Tata bahasa Inggris

Gebhard (1996: 3), seorang ahli bahasa mendefinisikan tatabahasa sebagai

suatu kumpulan sistem yang harus dipatuhi oleh pengguna bahasa sesuatu

bahasa itu, dan ia menjadi dasar untuk melahirkan asperasi bahasa yang baik

dan indah, serta menjamin kemantapan bahasa sesuatu bahasa. Menurut

Gebhard lagi, tatabahasa berfungsi dalam memisahkan bentuk-bentuk bahasa

yang gramatis, daripada yang tidak gramatis. Untuk itu dalam mempelajari

bahasa Inggris. diperlukan pemahaman terhadap kaidah-kaidah yang mengatur

penggunaan bahasa yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan grammar.

Bagian-bagian grammar tersebut adalah:

(27)

Perbedaan kata benda tunggal dan kata benda jamak daam kalimat

bahasa Inggris perlu diperhatikan, karena berpengaruh terhadap

penggunaan kata kerja (baik verb to be, verb to have maupun kata kerja).

Kata benda tunggal dalam kalimat harus memakai kata kerja tunggal,

sedangkan kata benda jamak harus menggunakan kata kerja jamak

(Murphy, 1985:213).

contoh:

This car is expensive (mobil ini mahal)

(car bentuk tunggal, memakai is)

These cars are expensive (mobil-mobil ini mahal)

(cars bentuk jamak, memakai are)

Pada umumnya kata benda jamak dibentuk dengan menambahkan

–s atau –es pada kata benda tungga, dengan beberapa ,perkecualian

(Murphy, 1985:213).

Cara membentuk kata benda jamak:

a) Dengan menambahkan –s pada kata benda tunggal:

Tunggal Jamak Arti

door doors pintu

school schools sekolah

(28)

b) Dengan menambahkan –es jika kata benda tunggal itu berakhir huruf –s,

-x, –z, –ch, dan –sh.

Tunggal Jamak Arti

ass asses keledai

bus buses bus

box boxes kotak

buzz buzzes dengungan

bench benches bangku

brush brushes sikat

(Murphy, 1985:213)

c) Dengan menambahkan –es jika kata benda tunggal itu berakhir huruf –o :

Tunggal Jamak Arti

hero heroes pahlawan

negro negroes orang negro

tomato tomatoes tomat

mango mangoes mangga

(Murphy, 1985:213)

Akan tetapi hanya dengan menambahkan –s saja, jika kata benda tunggal

itu berakhir huruf –oo, io, -oe, atau –yo, dan beberapa kata benda

berakhiran –o yang didahului oleh sebuah konsonan (huruf mati) di bawah

ini (Murphy, 1985:213):

Tunggal Jamak Arti

radio radios radio

photo photos foto

dynamo dynamos dinamo

(29)

(Murphy, 1985:213)

d) Dengan mengubah –y menjadi i lalu ditambah –es, jika y didahului oleh

sebuah huruf mati:

Tunggal Jamak Arti

baby babies bayi

lady ladies wanita

duty duties tugas/kewajiban

library libraries perpustakaan

(Murphy, 1985:214)

e) Dengan mengubah –f atau –fe menjadi ves:

Tunggal Jamak Arti

calf calves anak sapi

knife knives pisau

shelf shelves rak/papan

wolf wolves serigala

(Murphy, 1985:214)

Bentuk jamak yang tidak beraturan (irregular plurals)

Sejumlah kata benda mempunyai bentuk jamak yang tidak beraturan (Murphy,

1985:214).

a) Dengan mengadakan perubahan vocal (huruf hidup) yang di dalamnya:

Tunggal Jamak Arti

man men pria

foot feet kaki

woman woman wanita

tooth tooth kaki

goose geese angsa

loose lice kutu

(30)

(Murphy, 1985:215)

b) Dengan memberikan –en atau –ne untuk membentuk jamaknya:

Tunggal Jamak Arti

ox oxen lembu jantan

child children anak

brother brethren saudara

cow kine sapi

(Murphy, 1985:215)

c) Kata-kata benda yang mempunyai bentuk jamak yang sama dengan bentuk

tunggalnya:

Tuggal Jamak Arti

swine swine babi

deer deer rusa

sheep sheep domba

fish fish ikan

(Murphy, 1985:215)

d) Kata-kata benda yang selalu dalam bentuk jamak dan tidak mempunyai

bentuk tunggal:

Jamak Arti

Glasses kacamata

Arms senjata

Bellows hembusan

Scissors gunting

Trousers celana panjang

(31)

Shorts celana pendek

(Murphy, 1985:215)

2) Adalah (to be)

To be (is, am, are) berarti ada atau adalah, tetapi dalam bahasa Indonesia,

pada umumnya to be tidak diterjemahkan (Murphy, 1985:215).

To be digunakan sebagai penghubung antara subjek dan predikat. Predikat

suatu kalimat dapat terdiri atas:

a) Kata sifat (adjective)

b) Kata benda (noun)

c) Kata keterangan/tambahan (adverb)

d) Kata kerja (verb) yang menyatakan sedang melakukan sesuatu.

To be menghubungkan subjek dan predikat, to be dapat berubah-ubah

sesuai dengan subjek (pelaku) (Murphy, 1985:215). Contoh:

a) Predikat kalimat kata sifat:

1) I am happy = Saya gembira 2) You are right = Anda benar

3) He is handsome = Ia (laki-laki) tampan 4) We are healthy = Kami sehat

(Murphy, 1985:215)

(32)

1) I am a teacher = Saya (adalah) seorang guru 2) You are a physician = Anda seorang dokter

3) He is a student = Ia seorang siswa 4) She is a singer = Ia seorang penyanyi

(Murphy, 1985:215)

c) Predikat kalimat kata keterangan:

1) I am in the room = Saya di dalam kamar 2) You are in the class = Anda di dalam kelas

3) We are at home = Kami di rumah 4) She is in the garden = Dia berada di kebun

(Murphy, 1985:215)

d) Predikatnya kata kerja yang menyatakan sedang melakukan sesuatu:

1) I am reading a book = Saya sedang membaca buku

2) You are studying English = Anda sedang mempelajari bahasa Inggris

3) We are sitting = Kami sedang duduk

4) She is watching television = Dia sedang menonton televise

(Murphy, 1985:215)

3) Kalimat Verbal

Kalimat verbal adalah kalimat yang predikatnya terdiri atas kata kerja. Kata

kerja yang belum berfungsi dalam kalimat diawali dengan to dan disebut

Infinitive atau Non-Finite Verb (Murphy, 1985:216).

To study belajar

(33)

To write menulis

To speak berbicara

Akan tetapi, bila kata kerja itu telah dipakai sebagai predikat, maka: to tidak

dipakai lagi.

Subject Predicate Object

I/We Study English everyday

You Read English everyday

He/She Writes English everyday

They speak English everyday

(Murphy, 1985:216)

Macam-macam kalimat verbal

Dalam kalimat verbal bila kita ingin membuat:

(1) Kalimat negative, disertai kata kerja bantu.

Kata kerja bantu itu biasanya berbentuk:

a) Do not, bila subjeknya jamak, seperti: we, you dan they atau kalau

subjeknya tunggal, seperti: I dan You. (Murphy, 1985:216).

b) Does not, bila subjeknya tunggal, seperti: he, she dan it

Kata kerja bantu ini akan diletakkan sesudah subjek misalnya:

I do not study English everyday

He does not (doesn’t) study English everyday

(34)

(2) Kalimat negative interrogative, dipakai juga peraturan seperti no. 1 di atas,

tetapi dengan meletakkan kata kerja bantu itu di depan subjeknya dalam

kalimat (Murphy, 1985:216).

Contoh:

Don’t you study English everyday? Doesn’t he study English everyday?

(3) Kalimat Tanya (interrogative)

Digunakan kata kerja bantu:

Do, untuk subjek : I, you, we, they

Does, untuk subjek : he, she , it Contoh

Do you read a book everyday? Does he read a book everyday?

(4) Kalimat perintah (imperative)

Kata kerja langsung diletakkan paling depan atau sesudah please/don’t.

(Murphy, 1985:217).

Contoh:

(35)

Please, speak Don’t run

(Murphy, 1985:217).

4) Indefinite numerals

Menunjukkan bilangan jenis tertentu tanpa mengatakan secara tepat berapa

bilangan itu. Oleh karena itu disebut Indefinite Numerals. (Murphy,

1985:219).

Kata-kata sifat utama golongan ini adalah: all, some, enough, no, many, few,

several.

Contoh.

All men are mortal Some men die young Fifteen men will be enough No men were present Many men are poor Few men are rich Several men came

(Murphy, 1985:219).

5) Tingkat perbandingan (degree of comparison)

Kebanyakan kata sifat yang menunjukkan sifat, dua buah kata sifat

kuantitatif, yaitu much dan little, dan dua buah kata sifat bilangan, yaitu

many dan few, mempunyai tingkat perbandingan (degree of comparison).

(36)

Tingkat perbandingan berjumlah tiga tingkat, yaitu:

The positive degree (tingkat biasa)

The comparative (tingkat lebih/perbandingan) The superlative (tingkat paling)

(Murphy, 1985:220).

Kata sifat yang terdiri dari satu suku kata dan beberapa kata sifat

bersuku kata dua dapat dibentuk Comparative dengan menambahkan –

-er atau –r, dan Superlative dengan menambahkan –est dan –est

Thick Thicker Thickest

Fast Faster Fastest

Small Smaller Smallest

great Greater Greatest

(Murphy, 1985:223).

Kata sifat yang bersuku kata dua (yang tekanan suaranya jatuh pada

suku kata awal) atau lebih, ditambahkan more untuk membentuk

Comparatives dan most untuk Superlatives.

Positive

Famous more famous most famous

Useful more useful most useful

Beautiful more beautiful most beautiful

(37)

Beberapa kata sifat dibentuk dengan cara tak beraturan (irregular)

untuk Comparatives dan superlatives (Murphy, 1985:225).

Positive (bentuk kata positive)

Comparative

(bentuk komparatif)

Superlative

(bentuk superlatif)

Bad worse Worst

Good better Best

Little less Least

Much more Most

Fore former Foremost

6) Kata kerja bantu (auxiliary verbs)

Auxiliary verbs adalah kata kerja bantu yang diletakkan di depan kata kerja

pokok untuk membentuk bentuk waktu (tense), ragam grammatikal (voice)

dan modus (mood) (Murphy, 1985:226).

Misalnya: can, could, may, might, must, shall, should, will, would, ought,

dsb. Be (is, am, are, was, were, been), do (do, does, did), have (have, has, had), need, dare dan used to kadang-kadang juga dipakai sebagai Auxiliary Verbs (kata kerja bantu).

2.3.5 Kata

Dalam kegiatan berkomunikasi kata-kata dijalinsatukan dalam suatu

konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah sintaksis yang ada dalam suatu

bahasa. Yang penting adalah pengertian yang tersirat di balik kata yang digunakan

(38)

yang baik dan harmonis. Keraf (2007: 23) memberikan pengertian kata sebagai

suatu unit dalam bahasa yang memiliki komponen tertentu dan secara relative

memiliki distribusi yang bebas.

Kata menurut pemakaian bahasa oleh Arifin dan Junaiyah (2008:2)

didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang diujarkan, bersifat berulang ulang,

dan secara potensial dapat berdiri sendiri. Kosa kata atau perbendaharaan kata

adalah jumlah seluruh kata dalam suatu bahasa; juga kemampuan kata-kata yang

diketahui dan digunakan seseorang dalam berbicara dan menulis. Kosa kata dari

suatu bahasa itu selalu mengalami perubahan dan berkembang karena kehidupan

yang semakin kompleks. Dengan mengerti kegunaan dan fungsi dari suatu kata

dan bagaimana kata-kata dapat tergabung dan menyatu membuat sebuah

komunikasi yang bermakna. Sebagian besar siswa tidak mampu berkomunikasi

yang benar secara gramatikal karena mereka tidak mengetahui kegunaan dan

fungsi dari tiap-tiap bagian dari berbicara. Bagian-bagian tersebut dijelaskan

sebagai berikut.

1) Kata benda atau nomina (noun)

Kata benda sering digunakan untuk menamai seseorang, tempat atau

benda. Door, hand, school ,day adalah contoh dari noun. Noun (kata

benda) dapat dibedakan menjadi dua sub kelass. Satu diantaranya memiliki

dua bagian . (Finegan, 1992: 115)

a. Proper Noun

Proper Nouns adalah nama orang-orang, tempat, dan sesuatu yang

(39)

Contoh: Debbie Mars

b. Common Noun

Common Nouns biasanya tidak diawali dengan huruf kapital pada awal

penulisan katanya, kecuali saat kata tersebut terletak pada awal kalimat.

Common Nouns dapat dibedakan menjadi dua bagian (Finegan, 1992:

115):

Count Nouns Cup loaf stalk

Coin plank sheet

Count nouns merupakan kata benda yang dapat dihitung dan memiliki

bentuk tunggal dan bentuk jamak (Finegan, 1992: 115).

.

Noncount Nouns money bread hay Milk wood paper

Noncount Nouns merupakan kata benda yang tidak dapat dihitung dan

dalam bentuk tunggalnya tidak dapat ditambahkan kata a atau an didepan

kata tersebut (Finegan, 1992: 115)

Akhiran Pembentuk Kata benda

Berikut ini akan dijelaskan beberapa akhiran yang dapat membentuk suatu

kata menjadi kata benda. (Finegan, 1992: 116)

(40)

-er : driver, employer, examiner, writer

-or : actor, collector, director, educator, elevator -ar : beggar, liar

-ant : accountant, assistant, attendant, combatant, servant -ist : biologist, chemist, economist, dentist, scientist -ee : employee, examinee, refugee, referee, invitee

(Finegan, 1992: 116)

b) Pembentuk kata benda dari kata kerja (verb)

-age : breakage, coverage, drainage, marriage, leakage -al : approval, arrival, refusal

-ance : acceptance, appearance, performance -ery : delivery, discovery,recovery

-ment : agreement, arrangement, employment, management -sion : collision, decision, division, confusion

-ation : education, attention, solution -ure : departure, failure, closure

(Finegan, 1992: 116)

c) Pembentuk kata benda abstrak dari kata sifat (adjective)

-ance/-ence : importance, absence, presence, diligence -ity : ability, activity, equlity, divinity

(41)

(Finegan, 1992: 117)

2) Kata kerja (verb)

Verb (kata kerja) sering ditujukan sebagai sebuah kata yang

menunjukkan aksi atau tindakan (Gebhard, 1996: 42).

Verb (kata kerja) dapat membentuk sebuah kelas kata, adapun

bagian-bagiannya adalah:

a. Melakukan suatu pekerjaan:

take, go, jump, talk, ran

b. Dapat membuat suatu bentuk –ing, atau infinitive (bentuk to-)

to swim/swimming to listen/listening to be/being to write/writing

c. Dapat dikombinasikan dengan kata benda, determiners, dan kata ganti,

untuk memberitahu kita siapa (atau apa) yang dilakukan, untuk apa,

dan untuk siapa.

We slept soundly They played hockey Adam gave Tia a gift

d. Dapat muncul baik dalam bentuk sendiri (single verns) maupun dalam

bentuk kelompok (verbs groups) – yaitu suatu untaian kata yang

berkombinasi membentuk satu arti. (Finegan, 1992: 226)

Single Verbs

Know learns discover

Verbs Groups

Have known is learning will discover

(42)

a. Lexical verbs (dapat dikatakan ”dictionary verbs”) adalah kata

kerja uang mempunyai arti. Run, jump, sit, stand;

b. Auxiliary verbs/kata kerja bantu (dapat dikatakan ”helping verbs”)

adalah kata kerja yang biasanya digunakan untuk tujuan gramatikal

daripada untuk arrti;

They have all gone They will not return They did not see the snow

Kata kerja yang ditebalkan di atas tidak memiliki arti,

mereka adalah auxiliary (kata kerja bantu). Tanpa mereka kalimat

tetap memiliki arti tetapi tidak gramatikal.

They all gone They not return They not see the snow

(Finegan, 1992: 226)

3) Kata sifat (adjective)

Kata sifat sering ditujukan sebagai sebuah kata yang menjelaskan atau

memberikan informasi lebih tentang noun atau pronoun (Gebhard, 1996:

46). Kata sifat menjelaskan kata benda dalam bentuk sebagai keterangan

ukuran, warna, dan nomber.

Kata sifat memiliki tiga sub kelas sebagai berikut.

a. Descriptive adjective

Descriptive adjective adalah tipe adjective yang paling umum.

(Finegan, 1992: 227). Beberapa dari tipe ini terbentuk dari anggota

(43)

wonder -> wonderful). Beberapa contoh descriptive adjective yang

menyatakan kualitas:

Beautiful smart ugly pretty

Stupid clever patient honest

b. Proper Adjectives

Tipe ini biasanya dibentuk dengan akhiran dari proper nouns.

Layaknya seperti proper nouns, proper adjectives biasanya dimulai

dengan huruf kapital.

Proper Noun Proper Adjective

Australia Australian

China Chinese

Shakespeare Shakesperian

(Finegan, 1992: 228)

c. Verbal Adjectives

Kata sifat verbal adalah kata kerja yang berfungsi sebagai kata sifat.

1) Bentuk –ing (present participle):

Shaking taking noting

2) Bentuk -en (past participle), biasanya dengan akhiran –en atau –

ed.

Shaken taken noted

Dari penjelasan diatas, kita dapat merangkum akhiran kata yang

dimiliki oleh kata sifat yang diderivasi dari kelas kata lain. (Hartanto, 1996: 67)

(44)

-ful : playful -less : useless

-al : physical -ous : dangerous

-ic : scientific -y : dirty

Empat Kriteria Kata Sifat

a) Dapat berfungsi sebagai atributif (yang terletak diantara determiner dan

kata benda, misalnya an ugly painting

b) Dapat berfungsi sebagai predikatif (sebagai komplemen subjek), atau

sebagai komplemen objek.

The painting is ugly I thought the painting ugly

c) Dapat diberi premodifier very

They are very happy The very happy children

d) Dapat mengambil bentuk komparatif dan superlaatif baik secara infleksi

[=dengan akhiran –er dan –est] maupun secara perifrastik [= dengan

menggunakan more dan most].

Happy-happier-happiest [secara infleksi]

Intelligent-more intelligent-most intelligent [secara perifrastik]

4) Kata keterangan (adverb)

Kata keterangan biasanya dimaksudkan sebagai kata yang memberikan

informasi lebih tentang verb, adjective atau adverb lainnya. Secara

morfologi kata keterangan dapat dikelompokkan sebagai berikut.

a) Adverb sederhana, misalnya: just, only, well.

(45)

c) Adverb derivasional. Banyak dari adverb yang diderivasi dari adjective

(kata sifat) dengan diberi akhiran –ly:

oddly, interestingly,warmly, quickly

(Finegan, 1992: 238)

5) Kata ganti (pronoun)

Kata ganti sering dimaksudkan sebagai sebuah kata yang bisa digunakan

sebagai sebuah noun. Kata ganti dapat dibedakan menjadi empat sub kelas.

a. Personal pronoun

Personal pronoun mengacu pada kamu, aku dan kepada orang lain.

Daftar dibawah ini menunjukkan bentuk yang berbeda dari personal

pronouns.

Indefinite pronouns adalah some-, any-, no-,every-, yang dikombinasikan dengan –body, -one, -thing:

Somebody anybody nobody everybody

Someone anyone no one everyone

(46)

c. Interogative pronoun

Interogative pronoun adalah pronoun yang digunakan dalam bentuk

tanya. Terdapat lima interrogative pronouns:

Who? Whom? Whose? What? Which?

d. Relative pronouns

Relative pronouns terletak pada bagian depan dari adjective clauses

(disebut juga dengan relative clauses) yang memodifikasi sebuah noun

atau sebuah pronoun. Relative pronouns yang paling umum adalah:

Who whom whose which

That when where

6) Kata depan (preposition)

Kata depan adalah sebuah kata yang menunjukkan hubungan dengan

kata-kata lainnya dalam suatu kalimat. (Finegan, 1992: 240) Hubungan tersebut antara

lain: arah, tempat, waktu, sebab, cara, dan jumlah.

Kata depan dapat diidentifikasi berdasarkan fungsinya yang menunjukkan

hubungan anatar sesuatu. Berikut adalah daftar dari lima puluh kata depan yang

paling umum.

Aboard behind in over

About below inside past

Above beneath into plus

Across beside like round

After between minus through

Against beyond near to

Along by next towards

Amid despite of under

(47)

Around during on up

At except onto with

Before from out

Dalam garis besarnya makna preposition berkaitan dengan perihal

berikut:

a) Ruang (in, on, outside)

b) Waktu (in, at, on, during, since, for)

c) Arah atau gerak (into, up, down)

d) Sebab (because of, due to, thank to, owing to, on account of)

e) Hal (about, on, concerning, instead of)

f) Alat, cara, dan lain-lain (with a hammer in amazement, in blue

dress)

7) Kata penghubung (conjunction)

Kata penghubung adalah sebuah kata yang menghubungkan kata-kata atau

kelompok kata lainnya. (Finegan, 1992: 241). Kata penghubung dapat

dibedakan menjadi dua bagian:

a. Coordinating conjuctions

and, but, either … or, neither …nor b. Subordinating Conjuctions

Kata benda whoever, whichever, that Adjectival who, whom, which, that Adverbial if, unless, when, because

(48)

Kata seru adalah sebuah kata seperti urrgh!, gosh!, wow!, yang

menunjukkan ungkapan emosi atau seperti senang, kaget, terkejut, dan

jijik, tapi tidak menunjuk pada arti lain. (Finegan, 1992: 241). Interjection

jarang digunakan dalam berbicara atau menulis.

2.3.5 Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut juga dengan Classroom

Action Research (CAR) adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan

tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas. (Burns, 2009: 6).

Fokus PTK adalah pada siswa atau pada proses belajar mengajar yang terjadi

di kelas. Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata

yang terjadi di kelas dan meningkatkan kegiatan nyata Guru dalam

pengembangan profesionalnya. Secara rinci, tujuan PTK antara lain: (1)

Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan dan

pembelajaran di sekolah, (2) Membantu Guru dan tenaga kependidikan

lainnya mengatasi masalah pembelajaran, (3) Meningkatkan sikap

profesional pendidik dan tenaga kependidikan, (4) Menumbuhkembangkan

budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga tercipta sikap proaktif

dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara

berkelanjutan. (Burns, 2009: 8)

Dari PTK dapat dihasilkan upaya-upaya (1) peningkatan atau

perbaikan terhadap kinerja belajar siswa di sekolah, (2) peningkatan atau

(49)

kualitas penggunaan media, alat bantu, dan sumber belajar lainnya, (4)

peningkatan atau perbaikan kualitas prosedur dan alat evaluasi untuk

mengukur proses dan hasil belajar siswa, (5) peningkatan atau perbaikan

terhadap masalah-masalah pendidikan anak di sekolah, dan (6) peningkatan

atau perbaikan kualitas penerapan kurikulum dan pengembangan kompetensi

siswa di sekolah. (Trianto, 2011: 18)

PTK ini memiliki keunggulan antara lain:

1)peneliti atau guru tidak perlu meninggalkan kelas atau pekerjaannya;

2)tidak memerlukan biaya yang tinggi dan dapat dilakukan kapan saja;

3)hasil penelitiannya yang direncanakan dapat dirasakan;

4)bila treatment (perlakuan) dilakukan kepada responden, mereka dapat

merasakan hasilnya;

Treatment yang dilakukan memberikan motivasi kepada subjek didik untuk

menghasilkan perubahan sikap. Penelitian tindakan kelas sangat bermanfaat

untuk memperluas kemampuan dan memperoleh pemahaman yang lebih

tentang kelas, siswa dan diri sendiri sebagai guru. (Trianto, 2011: 18)

Lewin (dalam Suparno, 2008: 11) mengembangkan model spiral dalam

penelitian tindakan yang kemudian menjadi sumber acuan dan banyak

dikembangkan oleh para ahli lainnya sebagai berikut:

(4) Refleksi

(1) Perencanaan

(2) Tindakan

(50)

(Suparno, 2008: 11)

Berdasarkan bagan di atas, penelitian tindakan kelas sebagai sebuah siklus

menggambarkan seperangkat langkah-langkah untuk selanjutnya diadakan

perencanaan ulang, pengamatan ulang dan refleksi ulang. Burns (2009: 8)

memberikan penjelasan tentang langkah-langkah pelaksanaan penelitian tindakan

sebagai berikut:

1) Perencanaan

Fase ini memegang peranan yang penting karena dsalam fase ini

rencana tindakan dikembangkan berdasarkan permasalahan yang ada

di lapangan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan di era

yang lebih khusus. (Burns, 2009: 8)

2) Tindakan

Rencana yang melibatkan intervensi pada situasi pengajaran harus

dipertimbangkan dengan baik untuk dilaksanakan ke dalam suatu

tindakan dengan batasan waktu yang ditentukan.

3) Pengamatan

(51)

Fase ini mencakup pengamatan secara sistematis dampak dari tindakan

yang dilakukan dan mencatat/ mendokumentasikan konteks, kegiatan,

dan opin dari semua yang ikut terlibat di dalamnya.

4) Refleksi

Pada fase ini, guru melihat kembali kegiatan yang telah dilakukannya.

Dengan kata lain, guru menggambarkan, mengevaluasi, dan

mendeskripsikan dampak dari tindakan yang dilakukan dengan tujuan

memberikan penjelasan yang rasional dan memahami permasalahan

yang telah dikaji lebih jelas. (Burns, 2009: 8)

2.3.6 Pendekatan Komunikatif

Pendekatan komunikatif perlu dipahami oleh setiap guru bahasa Inggris

agar dapat menyusun perencanaan pengajaran, melaksanakan penyajian materi

pelajaran, mengevaluasi hasil belajar dan proses pembelajaran dengan baik.

(Dewi, 2003 : 23). Pendekatan komunikatif dipandang sebagai pendekatan yang

unggul dalam pengajaran bahasa. Keunggulan ini antara lain karena berdasarkan

pada pandangan ilmu bahasa dan teori belajar bahasa yang mengutamakan

pemakaian bahasa sesuai dengan fungsinya. Di samping itu, tujuan pengajaran

bahasa dengan pendekatan komunikatif adalah membentuk komunikatif siswa.

Artinya, melalui berbagai kegiatan pembelajaran diharapkan siswa menguasai

(52)

tuturan sesuai dengan fungsi-fungsi bahasa dalam proses pemahaman maupun

penggunaan. (Brumfit, 1979 :42)

2.3.6.1 Hakikat Pendekatan Komunikatif

Munculnya istilah pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa

diilhami oleh suatu teori yang memandang bahasa sebagai alat berkomunikasi.

Berdasarkan teori tersebut, maka tujuan pembelajaran bahasa dirumuskan sebagai

ikhtisar untuk mengembangkan kemampuan yang disebut kompetensi

komunikatif. (Brumfit, 1979 :43)

2.3.6.2 Prosedur pembelajaran komunikatif

Berkenaan dengan prosedur pembelajaran dalam kelas yang berdasarkan

pendekatan komunikatif, Brumfit (1979) menawarkan garis besar kegiatan

pembelajaran untuk tingkat sekolah menengah atas. Garis besar tersebut sebagai

berikut.

a) Penyajian dialog singkat

Penyajian ini didahului dengan pemberian motivasi dengan cara menghubungkan

situasi dialog dengan pengalaman pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.

b) Pelatihan lisan dialog

Pelatihan dialog singkat diawali dengan contoh yang dilakukan oleh guru. Para

siswa mengulang contoh lisan gurunya, baik secara bersama-sama, setengah,

(53)

c) Tanya-jawab

Hal ini dilakukan dua fase. Pertama, tanya-jawab yang berdasarkan topik dan

situasi dialog. Kedua, tanya-jawab tentang topik itu dikaitkan dengan pengalaman

pribadi siswa.

d) Pengkajian

Siswa diajak untuk mengkaji salah satu ungkapan yang terdapat dalam dialog.

Selanjutnya, para siswa diberi tugas untuk memberikan contoh ungkapan lain

yang fungsi komunikatifnya sama.

e) Penarikan simpulan

Siswa diarahkan untuk membuat simpulan tentang kaidah tata bahasa yang

terkandung dalam dialog.

f) Aktivitas interpretatif

Siswa diarahkan untuk menafsirkan beberapa dialog yang dilisankan.

g) Aktivitas produksi lisan

Dimulai dari aktivitas komunikasi terbimbing sampai kepada aktivitas

yang bebas.

(54)

Memberikan tugas tertulis sebagai pekerjaan rumah

i) Evaluasi

Evaluasi pembelajaran dilakukan secara lisan

Memperhatikan prosedur di atas, dapat dilihat adanya kesamaan antara prosedur

pembelajaran yang berdasarkan prinsip pendekatan struktural.

Lain halnya yang disodorkan oleh Littlewood adalah prosedur metodologis

yang terbagi atas kegiatan pra-komunikatif dan kegiatan komunikatif. Sejalan

dengan itu, Harmer (1983) mengemukakan bahwa tahap-tahap pembelajaran

bahasa komunikatif harus dimulai dari aktivitas nonkomunikatif menuju aktivitas

komunikatif. Dalam fase kegiatan nonkomunikatif, para pembelajar belum

memiliki keinginan untuk berkomunikasi, juga mereka tidak memiliki tujuan

berkomunikasi.

Pada tahap ini peranan guru masih dominan, guru masih sering melakukan

intervensi. Dalam fase komunikatif, pembelajar sudah memiliki keinginan dan

tujuan berkomunikasi. Pembelajar tidak lagi menitikberatkan pada bentuk, tetapi

pada isi. Berkenaan dengan penggunaan pendekatan komunikatif Littlewood,

mengemukakan ada dua kegiatan komunikatif yang perlu dikenal, yaitu:

(1) Kegiatan komunikasi fungsional;

(55)

Kegiatan komunikasi fungsional dapat berupa kegiatan berbahasa untuk

saling membagi informasi dan kegiatan berbahasa untuk mengolah informasi yang

keduanya dapat dirinci menjadi:

(a)kegiatan saling membagi informasi dengan kerja sama yang terbatas;

(b) kegiatan saling membagi informasi dengan kerja sama yang tidak terbatas;

(c) kegiatan saling membagi informasi dan mengolah informasi;

(d) kegiatan mengolah informasi.

Kegiatan interaksi sosial dapat berupa:

(a)dialog dan bermain peran;

(b) simulasi;

(c) memerankan lakon pendek yang lucu;

(d) improvisasi;

(e) berdebat; dan

(f) melaksanakan berbagai bentuk diskusi.

2.3.7 Penilaian

Penilaian merupakan proses untuk menentukan nilai seseorang melalui

pengukuran untuk memperoleh informasi yang berupa nilai kualitatif (pernyataan

naratif dalam kata-kata) tentang hasil belajar peserta didik atau ketercapaian

kompetensi peserta didik dengan menggunakan patokan-patokan tertentu. Ada dua

macam pendekatan yang digunakan dalam prosedur penilaian kegiatan berbicara

siswa menurut Madsen (1983: 91-95) yaitu holistic scoring dan objectified

Gambar

Tabel 2.1 Daftar bunyi vokal bahasa Inggris
Tabel 2.3 Daftar bunyi konsonan bahasa Inggris
Tabel 3.1 Rubric Penilaian Keterampilan Berbicara (Simon, 2005:15)
Tabel 4.3 Hasil tes awal (pre-test)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saudara diharapkan membawa Dokumen Asli Perusahaan dan menyerahkan Fotocopynya antara lain : Dokumen Penawaran, Jaminan Penawaran, Surat Dukungan Keuangan Dari Bank, Ijin

Dosen memberi tugas mahasiswa untuk mem- pelajari lagi materi me- kanisme evolusi bebera- pa sumber yang

Kelompok Kerja Pengadaan Barang Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Nagekeo Tahun Anggaran. 2015 telah melakukan Penjelasan Lelang ( Aanwidjzing ) secara elektronik untuk paket

KLB juga terjadi  di  Bekasi pad a bulan Juni 2002,  dilaporkan  bahwa  ada  penderita  dengan  gejala  klinis  tersangka  leptospirosis  yang  datang  berobat  ke 

1. Sulasmono, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana yang telah menyediakan fasilitas-fasilitas perkuliahan

Pada penelitian yang dilakukan pada 22 dokter keluarga di Kanada dengan 84 laporan mendapatkan hasil bahwa ada 6 jenis kesalahan atau error yaitu administrasi

Jadi hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh bersama-sama antara variabel kualitas pelayanan (V1), faktor dan kualitas produk (V2), lokasi dan promo (V3), persepsi tentang

kelompok eksperimen terdapat perbedaan yang signifikan pre test kecemasan dan post test kecemasan, sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan tidak terdapat perbedaan